Desain Manual Sistem Jaminan Halal untuk Usaha Kecil dan Implementasinya di Koperasi Sapta Fateta-IPB

DESAIN MANUAL SISTEM JAMINAN HALAL
UNTUK USAHA KECIL DAN IMPLEMENTASINYA
DI KOPERASI SAPTA FATETA–IPB

ARMAN FAUZI GULTOM

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Desain Manual Sistem
Jaminan Halal untuk Usaha Kecil dan Implementasinya di Koperasi Sapta FatetaIPB adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Arman Fauzi Gultom
NIM F34090113

ABSTRAK
ARMAN FAUZI GULTOM. Desain Manual Sistem Jaminan Halal untuk Usaha
Kecil dan Implementasinya di Koperasi Sapta FATETA–IPB. Dibimbing oleh
MUSLICH.
Manual SJH (Sistem Jaminan Halal) merupakan dokumen perencanaan
implementasi sistem jaminan halal suatu perusahaan atau pelaku usaha. Manual
SJH menguraikan seluruh aktifitas untuk memenui sebelas kriteria yang tertulis
dalam Halal Assurance System 23 000 (HAS 23 000). Penelitian ini bertujuan
untuk menghasilkan manual SJH yang mudah diimplementasikan di usaha kecil
dan mengevaluasi implementasi Manual SJH yang dihasilkan di Koperasi Sapta
FATETA-IPB. Penelitian berlangsung melalui serangkaian tahapan mulai dari
identifikasi proses bisnis, pengumpulan data yang diperlukan untuk kelengkapan
pembuatan manual SJH, penyusunan manual SJH, implementasi manual SJH dan
proses pendaftaran untuk sertifikasi halal produk Koperasi Sapta Fateta-IPB.
Penyusunan manual SJH dilakukan dengan identifikasi proses bisnis, bahan dan

kondisi fasilitas produksi di semua unit pelaku usaha kecil di Koperasi Sapta
FATETA-IBPB. Berdasarkan data-data tersebut dirumuskan manual SJH dalam
bentuk yang sederhana yang diharapkan mudah untuk diimplementasikan. Secara
garis besar, manual SJH yang dibuat terdiri dari pernyataan kebijakan halal, tim
manajemen halal, prosedur operasional implementasi dan evaluasi implementasi
sistem. Manual SJH yang dibuat selanjutnya dapat dijadikan sebagai dokumen
untuk pendaftaran sertifikat halal. Uji coba implementasi yang dilakukan di
Koperasi Sapta FATETA-IPB menunjukkan bahwa masih ada kendala yang
dihadapi sehingga memerlukan beberapa perbaikan sebelum melakukan proses
sertifikasi halal ke Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Kata kunci : Manual SJH, HAS 23 000, sertifikat halal, koperasi, bahan

ABSTRACT
ARMAN FAUZI GULTOM. Design of Halal Assurance System Manual for
Small Business and Implementation in Sapta Cooperative FATETA–IPB.
Supervised by MUSLICH.
SJH manual is halal assurance system plan implementation document for
corporates or stakeholders. It describes all activities to meet eleven criteria which
have been written in Halal Assurance System 23 000 (HAS 23 000). The
objection of this research is to result SJH manual which is not difficult to be

implemented in micro business unit and to evaluate SJH manual implementation
in Sapta Cooperative FATETA-IPB. This research started through chain of actions
from identifying business process, gathering data needed, composing SJH manual,
implementing SJH manual and admission process for Sapta Cooperative
FATETA-IPB halal assurance system certification. Composing SJH manual was
begun by identifying business process, material and production facility condition
in all micro enterprise unit in Sapta Cooperative FATETA-IPB. Based on those
information, SJH manual was composed in a simple form to implement. SJH

manual consists of halal policy statement, halal management team, operational
procedure of implementation and evaluation of system implementation. It was
then able to be used as halal certification registration. Implementation simulation
which was held in Sapta Cooperative FATETA-IPB showed that there were
several obstacles needed to be solved before advancing to the halal certification
process in Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Keyword : SJH Manual, HAS 23 000, halal certificate, cooperative, materials

DESAIN MANUAL SISTEM JAMINAN HALAL
UNTUK USAHA KECIL DAN IMPLEMENTASINYA
DI KOPERASI SAPTA FATETA–IPB


ARMAN FAUZI GULTOM

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Desain Manual Sistem Jaminan Halal untuk Usaha Kecil dan
Implementasinya di Koperasi Sapta Fateta-IPB
Nama
: Arman Fauzi Gultom
NIM

: F34090113

Disetujui oleh

Dr Ir Muslich MSi
Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi “Desain Manual Sistem Jaminan
Halal untuk Usaha Kecil dan Implementasinya di Koperasi Sapta Fateta-IPB”
berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan
adalah penyusunan manual sistem jaminan halal untuk usaha kecil.

Penulis menyampaikan terimakasih dan penghargaan teristimewa kepada :
1. Dr Ir Muslich MSi selaku dosen pembimbing atas perhatian dan
bimbingannya selama penelitian dan penyelesaian skripsi.
2. Pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan yang telah bersedia
membantu pembiayaan selama perkuliahan.
3. Ibunda dan Ayahanda, seluruh keluarga, adik-adik saya Sulhana, Sulhani,
Rosmayanti dan Muhammad atas motivasi dan kasih sayangnya.
4. Ibu Endang Setiawati, Ibu Rusmawati dan pihak pengelola Koperasi Sapta
Fateta-IPB atas bantuannya kepada penulis selama pengumpulan data.
5. Teman-teman seangkatan Organisasi Mahasiswa Daerah Yeni, Azis, Aldi,
Habibi, Novi, Sahri, Dedi, Adil dan lainnya atas kebersamaan dan
dukungannya selama penyelesaian skripsi.
6. Teman-teman seperjuangan di Teknologi Industri Pertanian Doli, Adhe
Naoki, Sampit, Pempem, Nashi, Aloy, Drajat, Apri, Botak, Riki, Taufik atas
kebersamaannya.
7. Keluarga besar TIN 46 atas kenangan indah yang tak terlupakan dan pihak
yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Semoga karya tulis ini bermanfaat dan memberi kontribusi nyata kepada
pembaca. Amin


Bogor, Februari 2014
Arman Fauzi Gultom

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

TINJAUAN PUSTAKA

1

Pangan Halal

1

Manual Sistem Jaminan Halal

2


Sertifikasi Halal

3

METODE
Tahapan penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN

5
5
6

Keadaan Umum Koperasi Sapta Fateta-IPB

6

Manual Sistem Jaminan Halal (SJH)

9


Pendaftaran Sertifikasi Halal
SIMPULAN DAN SARAN

19
20

Simpulan

20

Saran

21

DAFTAR PUSTAKA

21

LAMPIRAN


22

RIWAYAT HIDUP

61

DAFTAR TABEL
1 Pelaku Usaha Kecil di Koperasi Sapta Fateta-IPB

8

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

Siklus Sistem Jaminan Halal
Proses Sertifikasi Halal
Struktur Organisasi Pengelola Koperasi Sapta Fateta-IPB
Struktur Manajemen Halal Koperasi Sapta Fateta-IPB

3
4
7
11

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Diagram Alir Tahapan Penelitian
Manual Sistem Jaminan Halal
Daftar Bahan yang Digunakan
Daftar Bahan Tidak Kritis Berdasarkan SK LPPOM MUI : SK07/Dir/
LPPOM MUI/I/13

22
23
56
56

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu karakteristik mutu penting produk pangan, obat-obatan dan
kosmetika untuk kaum muslimin adalah halal. Hal ini dikarenakan sebagian besar
penduduk Indonesia adalah muslim yang diharuskan hanya mengkonsumsi
pangan halal. Itulah sebabnya cukup banyak produsen besar makanan dan
minuman di Indonesia yang melakukan sertifikasi halal sebagai jaminan bahwa
produk yang dihasilkan berstatus halal, meskipun sertifikasi halal tidak bersifat
wajib.
Sertifikasi halal diperlukan oleh produsen karena praktis produsen tidak
dapat menyatakan sendiri status halal produknya. Pernyataan halal harus berasal
dari pihak ketiga yang independen yang dapat dipercaya oleh semua pihak.
Dalam konteks Indonesia, sertifikasi halal dilakukan oleh Majelis Ulama
Indonesia (MUI). Semua persyaratan yang harus dipenuhi dalam sertifikasi halal
telah dituangkan MUI dalam buku HAS (Halal Assurance System) 23 000 yang
berisi kebijakan dan prosedur sertifkasi serta kriteria sistem jaminan halal. Dalam
persyaratan tersebut terdapat sebelas kriteria yang harus dijawab setiap aplikan
sertifikasi dalam bentuk manual SJH (Sistem Jaminan Halal) dan
implementasinya.
Perusahaan besar dengan pengalaman implementasi sistem manajemen
mutu atau sistem keamanan pangan serta telah mengikuti pelatihan SJH umumnya
tidak terlalu sulit untuk menyusun manual SJH dan mengimplementasikannya.
Berbeda dengan usaha kecil, karena tidak ada format manual SJH baku,
terbatasnya biaya dan tidak adanya pengalaman dalam pelaksanaan sistem
manajemen mutu atau sistem keamanan pangan, maka agak sulit bagi usaha kecil
untuk memenuhi persyaratan sertifikasi tersebut. Oleh karena itu, diperlukan
contoh manual SJH yang sederhana, mudah diikuti tetapi tetap memenuhi
persyaratan sertifikasi. Harapannya dengan penulisan skripsi Desain dan
Implementasi Sistem Jaminan Halal untuk Usaha Kecil ini dapat memberikan
gambaran kepada pelaku usaha kecil dalam proses pembuatan manual SJH.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan manual SJH yang mudah
diimplementasikan dan diterapkan di usaha kecil serta mengevaluasi implementasi
manual SJH yang dihasilkan di Koperasi Sapta FATETA-IPB.

TINJAUAN PUSTAKA
Pangan halal
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk
pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik

2
yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau
minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku
pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan,
dan/atau pembuatan makanan atau minuman (UU No.18, 2012).
Pangan yang beredar di Indonesia harus merupakan pangan yang menjamin
untuk keamanan pangan. Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang
diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia,
dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan
kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya
masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi (UU No.18, 2012).
Kemanan pangan ini harus dilakukan oleh setiap produsen pangan untuk
menjamin keamanan konsumen dalam mengkonsumsi pangan yang dihasilkan.
Hal ini sesuai dengan hukum islam juga yang menyebutkan bahwa pangan atau
makanan dan minuman yang beredar harus merupakan produk halal sehingga
boleh dikonsumsi oleh konsumen. Pengertian halal sendiri secara harfiah adalah
segala sesuatu yang mubah (diperkenankan), yang terlepas dari ikatan larangan,
dan diizinkan olehAllah SWT, sedangkan haram merupakan sesuatu yang
dilarang oleh Allah SWT dengan larangan yang pasti, di mana orang yang
melanggarnya akan dikenai hukuman (siksa) di akhirat, dan ada kalanya dikenai
hukuman juga di dunia (Qardhawi, 2002).

Manual Sistem Jaminan Halal
Menurut Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika
(LPPOM MUI) (2005), manual SJH merupakan dokumen tertulis dari suatu
sistem jaminan halal ang terpisah dari manual mutu lain yang dimiliki oleh suatu
perusahaan, seperti ISO atau HACCP. Manual SJH menunjukkan kesungguhan
dan keseriusan dari pimpinan perusahaan untuk memproduksi produk yang halal.
Dengan adanya kebijakan mengenai halal dari pimpinan berupa kebijakan halal
tertulis, maka diharapkan semua anggota di dalam lingkup perusahaan atau usaha
dapat melaksanakan SOP (Standard Operating Procedure) halal dalam
memproduksi produk.
Kebijakan halal merupakan pernyataan tertulis tentang komitmen suatu
perusahaan untuk memproduksi produk halal secara konsisten, mencakup
konsistensi dalam penggunaan dan pengadaan bahan baku, bahan tambahan dan
bahan penolong serta konsistensi dalam proses produksi halal. Pernyataan
kebijakan halal adalah langkah awal dan menjadi dasar dalam menyusun,
melaksanakan, memantau dan mengevaluasi pelaksanaan serta tindakan perbaikan
terhadap pelaksanaan SJH.
Sistem jaminan halal juga dapat menunjukkan bahwa pihak pimpinan
perusahaan memiliki niat dan kesungguhan dalam memproduksi produk yang
halal dan memungkinkan adanya tindakan preventif terhadap kemungkinan
bahaya ketidakhalalan terhadap produk, serta adanya tindakan kontrol dalam
menghasilkan produk halal. Dalam pelaksanaannya, sistem jaminan halal
didokumentasikan dalam bentuk manual SJH sebagai dokumen perencanaan dan
bukti-bukti pelaksanaan sistem jaminan halal juga berberfungsi sebagai rujukan
tetap dalam melaksanakan dan memelihara kehalalan produk yang dihasilkan.

3
Siklus kerangka kerja akan terbentuk dalam pelaksanaan sistem jaminan
halal. Siklus tersebut yang harus dipantau terus menerus dan dilakukan pengkajian
secara periodik untuk memberikan arahan dan masukan yang efektif bagi
pelaksanaan proses produksi halal. Hal ini perlu dilakukan mengingat adanya
peluang perubahan sistem jaminan halal terkait perencanaan, tindakan perbaikan,
pelaksanaan, dan pemantauan (evaluasi), baik secara internal maupun eksternal.
Menurut LPPOM MUI (2005), siklus sistem jaminan halal dapat digambarkan
sebagai berikut:
Perencanaan

Tindakan
perbaikan

Kebijakan
halal

Pelaksanaan

Pemantauan
dan evaluasi

Gambar 1 Siklus sistem jaminan halal
Sertifikasi halal
Sertifikasi halal merupakan pemeriksaan yang rinci terhadap kehalalan
produk, yang selanjutnya diputuskan kehalalannya dalam bentuk fatwa MUI
(Marina, 2003). Sertifikasi halal perlu dilakukan untuk membuktikan kebenaran
pengakuan halal oleh pihak produsen atau pelaku usaha yang biasanya dilakukan
dengan pencantuman label halal pada kemasan produknya. Dengan perkembangan
teknologi pengolahan pangan yang ada, pemeriksaan kehalalan suatu produk
pangan tidak bisa dilakukan secara sepihak hanya oleh pihak produsen atau pelaku
usaha saja, perlu keahlian dalam bidang rekayasa proses, penentuan asal-usul
bahan serta pemahaman hukum Islam yang mendalam. Pemberian sertifikat halal
terhadap sebuah produk perlu dilakukan oleh sebuah lembaga sertifikasi.
Sertifikasi halal di Indonesia dilakukan oleh MUI melalui dua lembaga di
bawahnya yaitu LPPOM MUI dan Komisi Fatwa MUI.
Sertifikat halal adalah fatwa tertulis yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama
Indonesia melalui keputusan sidang Komisi Fatwa yang menyatakan kehalalan
suatu produk berdasarkan proses audit yang dilakukan oleh LPPOM MUI.
Sertifikat halal diberikan kepada suatu produk setelah melalui serangkaian proses
sertifikasi dan persyaratan-persyaratan untuk sertifikasi telah dipenuhi oleh
produk terkait setelah dilakukan audit dan inspeksi langsung terhadap produk.
Prosedur sertifikasi halal di Indonesia dapat dilihat pada gambar berikut ini
(LPPOM MUI, 2012):

4
Persiapan Sistem Jaminan Halal

Pendaftaran/ penyerahan dokumen
sertifikasi

Pemeriksaan kecukupan dokumen
tidak
Dapat
diaudit

Pembiayaan

Pre audit
memorandum

Tidak

Ya
ya

Lunas ?

Audit

Produk berbasis hewan

Rapat auditor

penyerahan dokumen
sertifikasi halal

Audit
memorandum

Perlu
Analisis lab?

Tidak

Persyaratan
terpenuhi ?
(status SJH A/B)

Ya

Analisis Lab

Tidak

Mengandung
bahan
haram

Ya
Tidak

Rapat komisi fatwa

Persyaratan
terpenuhi
Ya
Penerbitan sertifikat halal

LP POM MUI
Perusahaan/pelaku usaha
Gambar 2 Proses sertifikasi halal

Ya
Tidak dapat
Disertifikasi

5

METODE
Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan beberapa urutan tahapan, yaitu:
Identifikasi proses bisnis
Tahapan identifikasi proses bisnis dilakukan untuk mengamati secara
langsung aktivitas dan kegiatan yang berlangsung di lokasi penelitian, dalam hal
ini Koperasi Sapta Fateta-IPB. Identifikasi proses bisnis melihat aktivitas apa saja
yang sedang berlangsung di lokasi penelitian yaitu proses sebelum berlangsung
aktivitas produksi, saat berlangsung proses produksi dan proses pasca
dilakukannya produksi.
Pengumpulan data untuk kelengkapan pembuatan Manual SJH
Tahapan ini berupa pengumpulan data secara langsung dari pelaku usaha
kecil di Koperasi Sapta Fateta-IPB terdaftar yang diusulkan untuk pembuatan
sertifikat halal. Data-data yang dikumpulkan berupa nama pemilik usaha, alamat
pemilik usaha, daftar menu, nama bahan yang digunakan, proses produksi, dan
data-data yang dibutuhkan untuk proses sertifikasi halal.
Penyusunan Manual SJH
Manual SJH digunakan untuk menjawab sebelas kriteria persyaratan halal
dalam buku HAS 23 000. Manual SJH yang dibuat disesuaikan dengan proses
bisnis dari masing-masing pelaku usaha kecil di Koperasi Sapta Fateta-IPB.
Implementasi Manual SJH
Implementasi manual SJH berupa sosialiasi kebijakan halal, pelaksanaan
pelatihan internal dan eksternal, implementasi prosedur operasional sehingga
kondisi di lapangan sesuai dengan apa yang terdapat dalam manual SJH yang
telah ditetapkan.
Proses pendaftaran untuk Sertifikasi Halal
Proses pendaftaran ini berupa tahapan dimana pihak pelaku usaha akan
melakukan pendaftaran untuk proses sertifikasi halal ke LPPOM MUI dengan
kelengkapan dan data-data yang telah disusun dalam Manual SJH sehingga proses
sertifikasi halal bisa dilakukan. Diagram alir proses penelitian dapat dilihat pada
lampiran 1.

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan umum Koperasi Sapta Fateta–IPB
Koperasi Sapta Fateta–IPB merupakan koperasi yang berperan sebagai
sarana penunjang persaudaraan pegawai dan civitas Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor (Fateta-IPB). Menurut Undang-Undang, Koperasi
merupakan badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan
hukum koperasi dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal
untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di
bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip koperasi (UU
No. 17, 2012).
Koperasi Sapta Fateta–IPB memiliki badan hukum dengan nomor 185
A/PAD/BH/KDK. 105/IV/2004 yang diperoleh pada tanggal 28 April 2004.
Koperasi ini terletak di Gedung Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Kampus IPB
Darmaga yang bergerak di bidang pengolahan dan penjualan makanan dan
minuman. Terdapat beberapa pelaku usaha kecil yang beroperasi di dalam
koperasi dan diatur oleh pengelola dalam menjalankan usahanya. Pelaku usaha
kecil ini meyediakan beragam jenis makanan dan minuman di setiap kios berbeda
masing-masing diantaranya adalah bangka, soto ayam, soto daging, gado-gado
dan ketoprak, berbagai jenis gorengan, nasi uduk, pecel ayam, ayam bakar, mie,
nasi bakar, nasi padang, makanan cepat saji, minuman susu dan yoghurt, berbagai
jenis jus buah, kopi dan lainnya.
Pengelolaan koperasi diketuai oleh seorang ketua pengelola yang bertugas
untuk mengatur secara keseluruhan aktivitas koperasi. Ketua didampingi oleh
seorang sekretaris dan seorang bendahara. Sekretaris sendiri bertugas untuk
mendokumentasikan kegiatan-kegiatan koperasi dan bendahara bertugas untuk
mengelola keuangan koperasi. Di bawah bendahara terdapat tiga bagian masingmasing bagian yaitu bagian humas, bagian usaha dan bagian simpan pinjam.
Bagian humas berfungsi untuk sarana komunikasi dan hal-hal yang terkait dengan
komunikasi internal maupun eksternal koperasi. Bagian usaha merupakan bagian
yang mengelola secara langsung kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pelaku
usaha kecil, sedangkan bagian simpan pinjam merupakan bagian untuk mengatur
hal-hal yang terkait dengan kegiatan simpan dan meminjam. Struktur organisasi
pengelola Koperasi Sapta Fateta-IPB saat ini disajikan pada gambar 3 berikut ini:

7
Pembina
Prof Dr Ir Sugiyono,
M.App. Sc

Ketua
Endang Setiawati

Sekretaris
Ina Rachdiani

Bendahara
Darsah

Bagian Humas
Gozali

Bagian Usaha
Siti Rusmawati

Bagian Simpan
Pinjam
Anny Silvianny

Gambar 3 Struktur organisasi pengelola Koperasi Sapta Fateta – IPB
Koperasi bergerak di bidang pengolahan dan penjualan makanan dan
minuman yang sebagian besar konsumennya adalah mahasiswa IPB. Kegiatan ini
dilakukan oleh pelaku usaha kecil yang menempati kios-kios yang disediakan oleh
koperasi. Kios-kios pelaku usaha kecil ini berada di bawah pengawasan pengelola
koperasi bagian usaha dalam menjalankan usaha dan mengikuti aturan yang
dibuat oleh pengelola supaya proses berlangsungya kegiatan dapat dijaga dan
dikontrol, contohnya pengelolaan kebersihan koperasi.
Produk-produk makanan dan minuman yang diolah dan dijual oleh pelaku
usaha kecil tersebut pada saat ini belum memiliki sertifikat halal dari MUI.
Sertifikat halal merupakan salah satu kewajiban umat beragama islam untuk
memproduksi dan mengkonsumsi produk halal serta sebagai bukti jaminan
keamanan konsumen. Oleh karena itu, produk-produk pelaku usaha kecil di
Koperasi Sapta Fateta-IPB akan didaftarkan untuk memperoleh sertifikat halal
MUI.
Pendaftaran produk untuk sertifikasi halal saat ini tidak mencakup semua
produk yang ada di koperasi, tetapi sebagian produk yang sudah didata dan
produk lainnya akan didaftarkan pada tahap selanjutnya. Daftar pelaku usaha dan
produk yang beroperasi di Koperasi Sapta Fateta-IPB dan diusulkan untuk
memperoleh sertifikat halal MUI disajikan pada tabel 1.

8
Tabel 1 Pelaku usaha kecil Koperasi Sapta Fateta-IPB
No. Jenis produk

Nama Counter/kios

Pemilik

1.

Makanan

2.

Minuman

Batagor dan Siomay
Bento Q
Gado-gado ketoprak
Gorengan
Mie bangka
Nasi bakar
Nasi padang
Nasi uduk
Pecel ayam telor
Sop iga
Soto ayam
Soto daging
Toge goreng
Aya fruity
Javapuccino
Jus buah
Momo milk

Deni Juanedi
Ali Kusmiran
Yulianti
Maryani
Haryadi
Enoh Subarnoh
Iswandi
Murni Ningsih
H. Misdi
Fatikhurrohmah
Dally Andria
Sunarya
H. Anang
Yosue Oktaviani
Grace
Karman
Haidar W

Koperasi Sapta Fateta-IPB dapat dikategorikan sebagai salah satu bentuk
usaha kecil. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20
tahun 2008 pasal 1 tentang pengertian usaha kecil yaitu usaha kecil adalah usaha
ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan
atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang
perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun
tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria
Usaha Kecil. Kriteria usaha kecil ini disebutkan dalam UU nomor 20 tahun 2008
pasal 6 yaitu memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil
penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai
dengan paling banyak hingga Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta
rupiah).
Terkait dengan proses bisnis yang dilakukan oleh pelaku usaha kecil di
koperasi, berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan dapat dikatakan bahwa
proses bisnis yang dilakukan oleh pelaku usaha di koperasi merupakan proses
bisnis yang sederhana. Hal ini dikarenakan hanya melibatkan proses-proses yang
tidak kompleks seperti apa yang dilakukan di dalam sebuah industri atau
perusahaan. Proses bisnis yang dilakukan pelaku usaha kecil merupakan proses
yang tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan dalam sebuah rumah tangga
seperti hanya melibatkan fasilitas produksi yang dipakai di rumah tangga pada
umumnya, tidak ada data terstruktur mengenai organisasi pengelolaan, tidak ada
prosedur tertulis dalam menjalankan aktivitas produksi, penjualan produk
dilakukan secara langsung ke konsumen tanpa penyesuaian keinginan konsumen

9
dan tidak ada ketetapan tertulis mengenai kegiatan produk (pembelian bahan,
penyimpanan, pengawasan mutu, pemasaran, pengembangan).

Manual Sistem Jaminan Halal (SJH)
Manual SJH disusun untuk memenuhi sebelas kriteria SJH yang dimuat
dalam buku HAS 23 000 tentang persyaratan sertifikasi halal. Menurut LPPOM
MUI (2012), sebelas kriteria SJH tersebut adalah:
1. Kebijakan halal
2. Tim manajemen halal
3. Pelatihan dan edukasi
4. Bahan
5. Produk
6. Fasilitas produksi
7. Prosedur tertulis aktivitas kritis
8. Kemampuan telusur
9. Penanganan produk yang tidak memenuhi kriteria
10. Audit internal
11. Kaji ulang manajemen
Manual SJH yang dirancang untuk diterapkan di Koperasi Sapta Fateta-IPB
disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan koperasi sehingga ke depannya
implementasi SJH dapat diterapkan dan sesuai. Manual disesuaikan dengan datadata dan hasil identifikasi yang telah diperoleh sebelumnya pada awal-awal
penelitian ini berlangsung seperti bentuk proses bisnis, data bahan-bahan yang
digunakan dan proses produksinya. Karena koperasi tergolong usaha kecil dan
proses bisnis yang dilakukan pelaku usaha kecil di dalamnya tergolong sederhana,
maka manual SJH yang disusun berupa manual SJH sederhana tidak seperti
manual yang dimiliki oleh perusahaan dan industri besar pada umumnya.
Perbedaan yang terdapat dalam manual SJH koperasi ini terletak pada isi manual
yang dibuat. Pada manual koperasi ini, bagian prosedur aktivitas kritis,
kemampuan telusur dan penanganan produk tidak memenuhi kriteria diganti
menjadi prosedur operasional agar bentuk manual SJH lebih sederhana dan mudah
dipahami.
Kebijakan halal
Kebijakan halal merupakan kebijakan yang tertulis yang menunjukkan
komitmen perusahaan, industri atau pelaku usaha dalam hal ini Koperasi Sapta
Fateta-IPB untuk memperoduksi produk halal secara konsisten. Kebijakan halal
juga dapat dijadikan sebagai dasar bagi penyusunan dan penerapan sistem jaminan
halal. Kebijakan ini harus disosialisasikan kepada seluruh jajaran koperasi
sehingga dapat dipahami dan diterapkan. Bentuk sosialisasi kebijakan halal ini
dapat dilakukan secara tertulis dalam manual halal dan juga dapat melalui posterposter yang mudah dilihat oleh jajaran koperasi khususnya para pelaku usaha kecil
yang melakukan usaha di dalam pengelolaan koperasi.
Kebijakan halal ini dapat dijadikan sebagai pedoman untuk para pelaku
usaha kecil di koperasi sehingga setiap tahapan proses mulai dari sebelum

10
produksi, saat produksi dan setelah produksi bisa benar-benar dilakukan dalam
tujuannya untuk memproduksi produk dan pangan halal. Pengertian halal sendiri
secara harfiah berarti segala sesuatu yang mubah (diperkenankan), yang terlepas
dari ikatan larangan, dan diizinkan oleh Allah SWT, sedangkan haram merupakan
sesuatu yang dilarang oleh Allah SWT dengan larangan yang pasti, di mana orang
yang melanggarnya akan dikenai hukuman (siksa) di akhirat, dan ada kalanya
dikenai hukuman juga di dunia (Qardhawi, 2002).
Koperasi Sapta Fateta-IPB mempunyai kebijakan halal yang dituangkan
dalam manual SJH yang berbunyi “Kami berkomitmen tinggi untuk menghasilkan
produk halal secara konsisten mencakup konsistensi dalam penggunaan dan
pengadaan bahan baku, bahan tambahan dan bahan penolong serta konsistensi
dalam proses produksi halal sesuai persyaratan sertifikasi halal HAS 23000
LPPOM MUI. Kami akan mencapainya dengan membentuk tim manajemen halal
dan melaksanakan dengan sungguh-sungguh prosedur operasional”. Kebijakan
halal ini dapat dilaksanakan dengan membentuk tim manajemen halal untuk
menyusun, mengelola, dan mengevaluasi Sistem Jaminan Halal. Kebijakan halal
yang akan diterapkan oleh koperasi saat ini harus benar-benar dapat diterapkan
setelah koperasi melakukan pendaftaran sertifikasi halal dan memperoleh
sertifikat halal dari MUI.
Kebijakan halal yang dibuat tidak akan menimbulkan masalah atau
kesenjangan antara pengelola koperasi dengan pelaku usaha kecil/pedagang di
dalamnya karena kebijakan halal tersebut dapat diterapkan dan harus diterapkan.
Untuk mencegah terjadinya kesenjangan dan masalah terkait kebijakan halal,
maka dapat dilakukan proses sosialisasi kebijakan halal. Hal ini merupakan salah
satu manfaat dari kesediaan pihak pengelola koperasi pada umumnya, dan tim
manajemen halal koperasi pada khususnya dalam mensosialisasikan kebijakan
halal sehingga kebijakan halal koperasi bisa dipahami seluruh bagian terkait di
koperasi.
Tim manajemen halal
Pelaksanaan produksi halal dilakukan oleh sebuah tim dalam koperasi yang
disebut tim manajemen halal yang secara bersama-sama menjalankan fungsi
masing-masing untuk mempertahankan kehalalan produk yang dihasilkan. Tim
manajemen halal merupakan tim yang mempunyai kewenangan untuk menyusun,
mengelola, dan mengevaluasi sistem jaminan halal yang mencakup semua bagian
yang terlibat dalam aktivitas koperasi.
Tim manajemen halal di Koperasi Sapta Fateta-IPB ditetapkan oleh
manajemen puncak koperasi melalui surat edaran penunjukan. Manajemen puncak
menunjuk secara langsung siapa yang menjadi auditor halal dan koordinator halal
sehingga tanggung jawab dan tugas tim manajemen halal dapat dilaksanakan.
Contoh surat penunjukan tim manajemen halal dapat dilihat di manual SJH
(Lampiran 2).
Struktur tim manajemen halal tersebut meliputi manajemen puncak yaitu
dalam hal ini pembina koperasi, auditor internal halal dan bagian-bagian yang
terlibat langsung dengan produksi halal yaitu para pelaku usaha kecil. Manajemen
puncak dalam struktur tim manajemen halal koperasi merupakan pembina
koperasi yang menunjuk pihak yang akan menjadi koordinator halal, auditor halal
internal maupun penugasan lain yang diperlukan. Auditor halal merupakan bagian

11
yang bertugas untuk merancang dan mengevaluasi manual SJH serta
berkomunikasi dengan LPPOM MUI terkait SJH yang diterapkan. Struktur tim
manajemen halal lebih lengkapnya dapat dilihat pada gambar 4.
Pembina
koperasi

LPPOM
MUI

Auditor
internal halal

= Pelaku usaha kecil
Gambar 4 Struktur manajemen halal Koperasi Sapta Fateta-IPB
Manajemen halal dilaksanakan oleh auditor halal internal yang diketuai oleh
seorang koordinator halal internal. Auditor halal internal melakukan komunikasi
internal-eksternal antara koperasi dengan pihak LPPOM MUI yang berkaitan
dengan pelaksanaan sistem jaminan halal. Auditor halal internal memiliki tugas
menyusun, mengkoordinasi serta melaporkan pelaksanaan sistem jaminan halal di
Koperasi Sapta Fateta-IPB. Auditor halal internal diberi kewenangan penuh untuk
mengambil tindakan yang berkaitan dengan status kehalalan produk. Secara
lengkap persyaratan, tugas dan wewenang auditor halal internal Koperasi Sapta
Fateta-IPB dapat dilihat pada manual SJH (Lampiran 2).
Menurut Apriyantono et al (2007), bagian-bagian yang terlibat dalam
struktur manajemen halal selain auditor internal juga melibatkan bagian penelitian
dan pengembangan (R and D), pembelian, produksi, gudang, bagian pengawasan
mutu sampai dengan bagian ekspedisi yang mengantarkan produk ke pelanggan.
Bagian-bagian ini mempunyai tugas dan tanggung jawab masing-masing untuk
menjalankan pedoman reproduksi halal sesuai kebijakan halal perusahaan.
Struktur tersebut merupakan struktur organisasi yang terdapat di dalam sebuah
industri atau perusahaan besar. Hal ini akan berbeda dengan Koperasi Sapta
Fateta-IPB karena koperasi bukan merupakan sebuah perusahaan besar dengan
struktur organisasi yang mempunyai bagian-bagian dan departemen-departemen
yang terpisah setiap tahapan proses produksinya.
Bagian penelitian dan pengembangan (R and D), pembelian, produksi,
gudang, bagian pengawasan mutu sampai dengan bagian ekspedisi yang
mengantarkan produk ke pelanggan disatukan menjadi satu bagian dalam sebuah
prosedur operasional sehingga tugas dan kewajiban bagian ini dilakukan oleh tim
manajemen halal dan diterapkan kepada masing-masing pelaku usaha kecil yang
berada dalam koperasi. Secara keseluruhan standar operasional yang diterapkan
untuk setiap pelaku usaha kecil sama yaitu sesuai dengan prosedur operasional
yang ada manual SJH. Prosedur operasional yang ditetapkan harus dilaksanakan
oleh tim manajemen halal agar konten dari prosedur operasional dapat
dilaksanakan oleh pelaku usaha kecil di dalamnya sehingga kebijakan halal

12
koperasi dapat diwujudkan. Untuk lebih lengkapnya, prosedur operasional yang
dilakukan oleh tim manajemen halal koperasi dapat dilihat di Manual SJH
(Lampiran 2).
Pelatihan dan edukasi
Pelatihan bertujuan untuk memastikan semua personel yang berhubungan
dengan sistem jaminan halal mengetahui dan memahami manual SJH yang
diterapkan di Koperasi Sapta Fateta-IPB. Pemahaman tersebut diharapkan mampu
menimbulkan kepedulian terhadap kebijakan kehalalan dan menerapkannya di
tingkat operasional khususnya dalam proses produksi produk halal.
Koperasi sudah pernah mengikuti pelatihan yang diberikan oleh LPPOM
MUI dengan materi Sistem Jaminan Halal (pengembangan, dokumentasi dan
implementasi), pengenalan sertifikat halal dan implementasi SJH di industri
pangan, manual SJH standar, persyaratan sertifikasi halal (kebijakan dan
prosedur), dan persyaratan sertifikasi halal (kriteria SJH). Permasalahan terkait
pelatihan dan edukasi ini adalah pelatihan yang sudah pernah diikuti ini hanya
diikuti oleh pihak pengelola koperasi tetapi pelaku usaha kecil di dalamnya belum
mengikuti. Solusi dalam mengatasi permasalahan ini adalah untuk ke depannya
pihak pengelola koperasi dapat membuat pelatihan dengan materi pelatihan yang
disiapkan oleh pihak pengelola koperasi sendiri untuk pelaku usaha kecil di
koperasi sehingga sosialisasi dan pelaksanaan sistem jaminan halal lebih tepat
sasaran.
Koperasi Sapta Fateta-IPB telah membuat rencana pelatihan dan edukasi
yang akan diikuti oleh pelaku usaha kecil di koperasi. Pelatihan dan edukasi yang
akan diterapkan di koperasi dimuat dalam manual SJH berupa pelatihan internal
dengan tujuan akan memberikan pemahaman yang lebih detail dan tujuan
pelatihan lebih tepat sasaran. Materi pelatihan yang akan dilaksanakan berupa
materi terkait sistem jaminan halal dan sertifikasi halal. Materi pelatihan internal
koperasi untuk lebih lengkapnya dapat dilihat dalam manual SJH (Lampiran 2).
Bahan
Bahan adalah segala sesuatu yang digunakan baik secara langsung maupun
tidak langsung dalam proses pembuatan produk. Bahan yang dimaksud mencakup
bahan baku, bahan tambahan, dan bahan penolong, sedangkan produk adalah
produk yang didaftarkan untuk sertifikasi, mencakup produk antara/intermediet
dan produk akhir, baik yang dijual eceran atau curah. Pelaku usaha kecil di
koperasi secara administrasi dalam menjalankan dan menerapkan SJH harus
mempunyai daftar bahan baku yang lengkap yang digunakan dalam proses
produksi. Daftar bahan baku yang jelas merupakan suatu bukti untuk
menunjukkan bahwa semua bahan yang digunakan adalah halal dalam proses
pembuatan produk.
Daftar bahan yang digunakan oleh setiap pelaku usaha yang akan diusulkan
untuk memperoleh sertifikat halal MUI di Koperasi Sapta Fateta-IPB mencakup
nama bahan dan merk, produsen, sertifikat halal (nomor dan masa berlaku). Data
mengenai bahan yang digunakan oleh pelaku usaha kecil di koperasi tidak lengkap
seperti dokumen-dokumen mengenai bahan seperti yang disebutkan oleh
Apriyantono et al, (2007) yaitu perusahaan harus mempunyai dokumen-dokumen
mengenai bahan yang dapat dipertanggungjawabkan, yaitu daftar bahan baku,

13
daftar pemasok, daftar produsen bahan, dokumen kehalalan bahan (sertifikat halal,
spesifikasi produk), dokumentasi permintaan barang, bon pembelian barang, stok
barang, dokumen pengeluaran barang. Daftar bahan hanya mencakup nama bahan,
merk bahan, produsen, nomor dan masa berlaku sertifikat halal (jika ada).
Berdasarkan hasil yang diperoleh, bahan-bahan yang digunakan oleh setiap
pelaku usaha kecil di koperasi terdiri dari bahan-bahan yang termasuk kategori
bahan kritis dan bahan yang bisa dikategorikan sebagai bahan tidak kritis. Bahanbahan yang digunakan tersebut adalah antara lain garam (asam-basa anorganik)
seperti garam natrium, bahan nabati, bahan hewani dan bahan mikrobial serta air.
Beberapa bahan tersebut dapat dikategorikan sebagai bahan tidak kritis
berdasarkan keputusan yang dikeluarkan oleh LPPOM MUI mengenai daftar
bahan tidak kritis. Bahan-bahan yang dapat dikategorikan bahan tidak kritis
adalah bahan yang tidak mengalami pengolahan yang melibatkan penambahan
bahan aditif dan bahan penolong atau hanya mengalami proses fisik secara alami
berupa penghancuran, pemotongan, pengendapan, pengeringan dan lainnya. Lebih
lengkapnya daftar bahan tidak kritis dapat dilihat di Lampiran 4.
Secara umum, bahan-bahan yang digunakan oleh pelaku usaha kecil di
koperasi merupakan bahan kritis, hal ini dikarenakan bahan-bahan yang
digunakan sudah mengalami proses pengolahan yang melibatkan penambahan
bahan-bahan lain seperti aditif, penambah rasa, dan bahan lainnya. Bahan-bahan
kritis yang digunakan oleh pelaku usaha kecil di koperasi antara lain adalah
daging (ayam, sapi, kambing dll), bumbu-bumbu (bahan tambahan pangan),
minuman dan minyak dan emulsi. Daging sapi digunakan oleh beberapa kios di
koperasi yaitu kios mie bangka, kios nasi padang, dan kios soto daging.
Sedangkan daging ayam digunakan oleh kios Batagor dan Siomay, Mie Bangka,
Nasi Bakar, Nasi Padang, Nasi Uduk, Pecel Ayam Telur, dan Soto Ayam.
Keterangan mengenai bahan daging yang dipakai oleh beberapa kios di koperasi
ini tidak mempunyai keterangan mengenai asal daging (rumah potong hewan),
cara penyembelihan dan lokasi Rumah Potong Hewan (RPH). Seharusnya datadata mengenai bahan daging didokumentasikan oleh pelaku usaha kecil agar saat
dilakukan proses audit dari LPPOM MUI bisa langsung di audit ke lokasi RPH.
Untuk lebih lengkapnya daftar bahan yang digunakan oleh pelaku usaha kecil di
koperasi dapat dilihat di Lampiran 3.
Menurut LPPOM MUI (2012), RPH harus memenuhi persyaratan untuk
rumah potong hewan agar dapat dikategorikan halal yaitu RPH hanya
dikhususkan untuk produksi hewan halal, lokasi RPH harus terpisah secara nyata
dari RPH/pemotongan babi (tidak satu site, jarak minimal 5 km dari peternakan
babi, tidak ada kontaminasi silang), alat penyembelih harus memenuhi persyaratan
(tajam, bukan berasal dari yang tidak diperbolehkan (kuku, taring, tulang),
ukurannya harus sesuai dengan leher yang akan dipotong, tidak diasah di depan
hewan yang akan disembelih). Persyaratan tersebut akan menjadi faktor-faktor
yang berpengaruh dalam pemenuhan persyaratan sertifikasi halal sehingga sangat
perlu didokumentasikan.
Bahan kritis lain yang digunakan oleh pelaku usaha kecil di koperasi adalah
bumbu atau bahan tambahan pangan (BTM). Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No.325/MEN.KES/VI/1979 mengelompokan bahan tambahan
makanan (BTM) berdasarkan fungsinya, yaitu antioksidan dan antioksidan
sinergis, antikempal, pengasam/penetral, enzim, pemanis buatan, pemutih dan

14
pematang, penambah gizi, pengawet, pengemulsi, pemantap dan pengental,
pengeras, pewarna alami dan sintetik, penyedap rasa dan aroma, sekuestran serta
bahan tambahan lain.
Bumbu (BTM) yang digunakan oleh pelaku usaha kecil di koperasi berupa
penyedap rasa, cuka makan, dan lada. Kios yang menggunakan penyedap rasa di
koperasi yaitu kios Batagor dan Siomay, Bento Q, Mie Bangka, Nasi Bakar, Nasi
padang, Nasi Uduk, Pecel Ayam Telur, Toge Goreng, Sop Iga, Gorengan, dan
Soto Daging. Cuka makan digunakan oleh kios Gado-gado sedangkan lada
digunakan oleh kios Batagor dan Siomay, Bento Q, Nasi Uduk, Sop Iga, dan Soto
Ayam. Bumbu yang digunakan tersebut sudah mempunyai keterangan mengenai
bahan baik itu sertifikat halal dari MUI atau sertifikat dari BPOM RI (Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia). Keterangan mengenai bahan
yang diperoleh dari MUI atau BPOM RI ini sangat diperlukan dan membantu
dalam proses audit yang akan dilakukan pihak LPPOM MUI ketika pihak pelaku
usaha sudah mendaftarkan produk untuk sertifikasi halal.
Bahan kritis lain yang digunakan oleh pelaku usaha di koperasi adalah
minyak dan emulsi. Jenis minyak goreng yang digunakan pelaku usaha di
koperasi berupa minyak goreng curah dan minyak goreng kemasan. Minyak
goreng kemasan yang dipakai berupa minyak goreng dengan merek yang berbeda
yang digunakan oleh kios Gorengan, Pecel Ayam Telur, Toge Goreng, Nasi
Padang, Bento Q, Nasi Bakar, Nasi Uduk, Soto Daging, dan Soto Ayam .
Sedangkan emulsi yang digunakan berupa mentega dan mayonaise yang
digunakan oleh kios Batagor dan Siomay, Bento Q, dan Aya Fruity. Minyak
goreng kemasan yang digunakan sudah memperoleh sertifikat halal dari MUI
begitu juga dengan bahan mentega dan mayonaise. Sertifikat halal dari MUI yang
ada di bahan akan sangat membantu dan mempermudah dalam hal proses audit
yang akan dilakukan LPPOM MUI ke koperasi setelah dilakukan proses
pendaftaran sertifikasi halal.
Bahan minuman siap saji digunakan oleh beberapa kios di koperasi. Bahan
minuman ini termasuk bahan kritis sehingga perlu ditelusuri keterangan mengenai
komposisinya karena merupakan bahan yang sudah mengalami pengolahan dan
penambahan bahan penolong dan bahan tambahan. Bahan minuman siap saji yang
digunakan oleh pelaku usaha di koperasi berupa bubuk kopi, sirup, dan yoghurt.
Bubuk kopi digunakan oleh kios Javapuccino dengan beragam varian bubuk kopi,
sedangkan sirup digunakan oleh kios Momomilk seperti sirup leci, sirup mangga,
sirup anggur dan sirup sirsak. Bahan lain berupa yoghurt juga digunakan oleh kios
Momomilk. Dalam daftar bahan tidak tertulis lengkap mengenai keterangan bahan
(bubuk kopi, sirup, yoghurt) seperti nomor sertifikat halal dan masa berlakunya.
Seharusnya keterangan mengenai bahan ini harus lengkap sehingga akan
mempermudah dalam hal audit yang akan dilakukan oleh LPPOM MUI setelah
dilakukan pendaftaran sertifikasi halal.
Hasil pengamatan lain mengenai bahan adalah bahan-bahan yang digunakan
oleh pelaku usaha kecil di koperasi dapat tidak mengandung babi dan turunannya,
tidak mengandung khamr dan turunannya, tidak ada bangkai, darah atau tubuh
manusia, serta fasilitas produksi yang digunakan tidak bercampur barang haram
dan tidak digunakan untuk produksi haram. Hal tersebut dapat dipastikan karena
proses bisnis yang berlangsung pada masing-masing pelaku usaha kecil yang akan
diusulkan untuk memperoleh sertifikat halal dijalankan oleh muslim. Bahan-bahan

15
yang digunakan sesuai dengan persyaratan bahan untuk produk halal menurut
HAS 23 000 (2012) yaitu :
a. Bahan tidak berasal dan tidak mengandung babi atau turunannya
b. Bahan tidak mengandung bahan dari babi atau turunannya
c. Bahan bukan merupakan dan tidak mengandung khamr atau turunan
khamr yang dipisahkan secara fisik
d. Bahan bukan merupakan dan tidak mengandung darah, bangkai, dan
bagian tubuh dari manusia
e. Bahan tidak boleh dihasilkan dari fasilitas produksi yang juga digunakan
untuk membuat produk yang menggunakan babi atau turunannya sebagai
salah satu bahannya
f. Bahan tidak bercampur dengan bahan haram atau najis yang dapat
berasal dari bahan tambahan, bahan penolong, dan fasilitas produksi
g. Bahan hewani harus berasal dari hewan halal
Permasalahan yang terjadi terkait bahan adalah data mengenai bahan yang
digunakan oleh pelaku usaha kecil/pedagang tidak memiliki dokumen lengkap
mengenai bahan. Pihak pengelola koperasi belum membuat sistem dokumentasi
yang lengkap terkait keterangan bahan yang digunakan oleh pelaku usaha kecil di
koperasi. Pada saat penelitian berlangsung, dokumen mengenai bahan yang
digunakan hanya mencakup nama bahan, merk bahan dan tempat beli. Keterangan
mengenai bahan kemudian ditambahkan dengan data produsen, nomor sertifikat
halal dan masa berlaku sertifikat halal (jika ada).
Berdasarkan hasil yang diperoleh, kebanyakan pelaku usaha kecil yang
berada di koperasi melakukan pembelian bahan di pasar-pasar terdekat di daerah
bogor, seperti pasar Anyar, pasar Jambu Dua, pasar Bogor, pasar Parung, pasar
Merdeka, pasar Ciampea, pasar Darmaga. Selain itu pembelian bahan ada juga
yang dilakukan di toko-toko terdekat dari kawasan kampus IPB Darmaga seperti
Citra Usaha, warung, Indomart, Alfamart dan toko milik warga sekitar.
Dokumen mengenai bahan yang ada pada pelaku usaha kecil tidak lengkap
karena biasanya saat melakukakan pembelian bahan, pelaku usaha tidak meminta
nota pembelian dari penjual. Hal ini dikarenakan para pelaku usaha kecil tidak
terlalu menganggap penting nota pembelian ini. Di samping itu juga penjual
bahan biasanya tidak memberi nota penjualan karena seperti kebanyakan
pedagang di pasar-pasar tidak terlalu mementingkan hal tersebut. Pembeli dan
penjual di pasar biasanya hanya melakukan transaksi secara langsung tanpa
memerlukan bukti-bukti transaksi. Faktor lain penyebab dokumen mengenai
bahan tidak lengkap adalah karena barang-barang yang dijual di pasar kebanyakan
memang tidak mempunyai keterangan mengenai bahan seperti nama, merk,
produsen, dan data lainnya. Barang-barang di pasar yang diperjualbelikan
biasanya adalah kebutuhan sehari-hari yang langsung diperoleh dari alam seperti
sayuran, bumbu, buah-buahan, biji-bijian dan lainnya yang tidak mempunyai
keterangan karena memang diperoleh langsung dari alam sehingga pihak-pihak
yang melakukan transaksi jual beli tidak terlalu mempermasalahkan mengenai
keterangan mengenai barang. Untuk ke depannya setelah melakukan sertifikasi
halal, koperasi sebaiknya melakukan perbaikan administrasi mengenai bahan
sehingga sistem dokumentasi dapat diatur dengan mudah dan diberlakukan
peraturan terhadap pelaku usaha kecil/pedagang di koperasi agar menggunakan

16
bahan yang sudah memperoleh sertifikat halal. Hal ini dapat dilakukan dengan
cara pengawasan oleh pihak tim manajemen halal koperasi ketika pelaku usaha
kecil/pedagang akan menggunakan bahan serta dilakukan prosedur pemeriksaan
mengenai keterangan bahan dan jika ditemukan bahan yang tidak sesuai agar
bahan tersebut tidak digunakan atau diberlakukan block.
Fasilitas produksi
Fasilitas produksi adalah semua fasilitas yang digunakan untuk
menghasilkan produk, baik milik perusahaan sendiri atau menyewa dari pihak lain.
Fasilitas ini mencakup semua fasilitas yang digunakan dalam proses sejak
penyiapan bahan, proses utama, hingga penyimpanan produk. Fasilitas produksi
yang digunakan oleh pelaku usaha dalam koperasi tidak seperti fasilitas dan
peralatan yang digunakan dalam suatu industri atau perusahaan pada umumnya.
Fasilitas produksi hanya berupa peralatan-peralatan memasak sederhana seperti
yang terdapat dalam sebuah rumah tangga.
Fasilitas yang digunakan dalam proses penyiapan bahan berupa tempat
pencucian, saluran pembuangan sisa pencucian, wadah pencucian. Fasilitas ini
digunakan untuk memcuci bahan-bahan yang akan diolah sebelum digunakan.
Selain untuk mencuci bahan juga dapat digunakan untuk membersihkan fasilitas
produksi lain seperti wadah penggorengan, alat-alat masak, dan wadah penyanjian.
Fasilitas pencucian yang ada di koperasi terletak di belakang kios-kios setiap
pelaku usaha dengan jarak kira-kira 2 meter dari tempat produksi utama. Hal ini
dapat memudahkan proses produksi jika di tengah-tengah proses produksi perlu
dilakukan pencucian alat atau bahan.
Fasilitas yang digunakan dalam proses utama yaitu produksi berupa
peralatan memasak, sepert wadah penggorengan, wadah perebusan, kompor,
peralatan pendukung penggorengan dan lainnya. Fasilitas proses utama
merupakan fasilitas yang paling penting untuk menghasilkan produk utama yang
akan dijual. Fasilitas produksi yang digunakan pelaku usaha di koperasi sangat
kecil kemungkinanya menyebabkan keharaman produk karena bahan-bahan yang
digunakan juga tidak memiliki resiko keharaman yang tinggi, seperti yang
dijelaskan sebelumnya bahan-bahan yang digunakan oleh pelaku usaha koperasi
merupakan bahan dengan tingkat resiko keharaman yang sangat kecil. Fasilitas
produksi juga tidak digunakan untuk memproduksi sesuatu yang mengandung
unsur haram.
Fasilitas berikutnya yang digunakan adalah fasilitas penyimpanan produk
dan penyajian. Fasilitas ini tidak seperti fasilitas penyimpanan yang ada di sebuah
perusahaan atau industri yang mempunyai gudang dan tempat penyimpanan
khusus. Pelaku usaha kecil di koperasi tidak memerlukan media penyimpanan
khusus karena produk yang dibuat langsung dijual di tempat. Sebagian besar
pelaku usaha kecil di koperasi hanya menggunakan sebuah rak pajangan untuk
menyimpan dan memajang produk setengah jadi yang akan diolah menjadi produk
akhir dan langsung disajikan ke konsumen dengan media penyajian. Fasilitas
penyajian berupa wadah penyajian dan peralatan pendukungnya. Fasilitas
penyajian yang digunakan oleh pelaku usaha kecil hanya dikhususkan untuk
menyajikan produk halal.
Fasilitas-fasilitas dan peralatan yang telah dijelaskan tersebut merupakan
fasilitas yang terdapat di koperasi dan fasilitas yang dibawa oleh pelaku usaha

17
kecil/pedagang ke lokasi koperasi tempat berlangsungnya proses produksi. Hal ini
tentu tidak menjadi masalah bagi tim manajemen halal dalam menjalankan
prosedur operasional terkait pemakaian fasilitas produksi karena dapat diawasi
langsung di lokasi produksi. Hal yang menjadi permasalahan adalah fasilitasfasilitas yang digunakan diluar lokasi koperasi. Ada beberapa pelaku usaha
kecil/pedagang yang harus menggunakan fasilitas produksi di tempat lain maupun
di rumah sendiri. Hal ini dikarenakan ada beberapa produk yang dibuat berupa
produk setengah jadi yang harus diolah terlebih dahulu sebelum diproses lebih
lanjut di koperasi.
Pemeriksaan terhadap fasilitas yang digunakan di luar koperasi tidak akan
mudah dilakukan oleh tim manajemen halal koperasi. Permasalahan ini dapat
diatasi dengan cara tim manajemen halal membuat prosedur yang harus dilakukan
oleh pelaku usaha kecil/pedagang di koperasi terkait pemakaian fasilitas di luar
fasilitas yang dipakai di koperasi dan fasilitas baru yang akan dipakai. Pelaku
usaha kecil/pedagang harus memberikan data yang lengkap mengenai fasilitas
yang digunakan mulai dari lokasi fasilitas, nama fasilitas, proses yang dilakukan
dengan fasilitas tersebut sehingga dapat menjamin fasilitas tidak terkontaminasi
dan tidak dipakai bersamaan dengan fasilitas yang kontak dengan bahan yang
haram. Pemakaian fasilitas juga harus didokumentasikan oleh pelaku usaha kecil
sehingga proses audit internal halal dan eksternal dapat dilakukan.
Peraturan dan prosedur mengenai penggunaan fasilitas harus dapat
memenuhi persyaratan mengenai fasilita