Penetapan Kadar Protein Pada Susu Kedelai Kemasan Dengan Metode Kjeldahl

(1)

PENETAPAN KADAR PROTEIN PADA SUSU KEDELAI

KEMASAN DENGAN METODE KJELDAHL

TUGAS AKHIR

Oleh:

EVA SIBURIAN

112410013

PROGRAM DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENETAPAN KADAR PROTEIN PADA SUSU KEDELAI KEMASAN DENGAN METODE KJELDAHL

Abstrak

Biji dari tanaman kedelai (Glycine max (L) Merril) merupakan salah satu tanaman sumber protein nabati. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pemenuhan kebutuhan protein masyarakat yaitu dengan meningkatkan konsumsi terhadap protein nabati, misalnya kedelai yang memiliki daya cerna tinggi dan harga yang relatif murah dibandingkan dengan harga protein hewani. Biji kedelai pada umumnya dikonsumsi setelah melalui proses pengolahan menjadi berbagai macam produk olahan seperti tahu, tempe, kecap dan susu kedelai.

Susu kedelai adalah produk nonfermentasi hasil ekstraksi dari kedelai. Sampel yang digunakan dalam percobaan adalah susu kedelai kemasan sebanyak 3 botol. Tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui kadar protein dalam susu kedelai berdasarkan SNI 01-2891-1992.

Penetapan kadar protein dilakukan dengan menggunakan metode Kjeldahl yang merupakan metode sederhana untuk penetatapan nitrogen total pada ptotein dan senyawa lainnya yang mengandung nitrogen. Metode Kjeldahl dilakukan melalui 3 proses yaitu: proses destruksi, proses destilasi, dan proses titrasi sesuai dengan prosedur dan alat yang digunakan di laboratorium Makanan dan Minuman Hasil Pertanian (MMHP), Balai Riset dan Standardisasi (Baristand) Industri Medan.

Hasil penetapan kadar protein pada susu kedelai kemasan dengan metode Kjeldahl mengandung protein dengan kadar rata-rata 1,90 %. Dari hasil yang diperoleh, kadar protein susu kedelai yang diuji tidak memenuhi syarat parameter uji berdasarkan SNI 01-2891-1992, dimana rentang kadar protein pada susu kedelai yang memenuhi standar adalah minimal 2 %. Faktor yang menyebabkan kadar protein sedikit di dalam susu kedelai kemasan dan tidak memenuhi syarat yaitu adanya zat yang ditambahkan mengandung sedikit kadar proteinnya untuk menggantikan kedelai karena disamping harganya lebih murah dibandingkan kedelai selain itu, waktu juga menjadi faktor penentu kualitas dari protein karena pada saat proses destruksi harus diperhatikan waktunya dan aliran air ke alat apabila air tidak mengalir maka proses destruksi tidak terjadi secara sempurna. Kata kunci: Susu kedelai, Protein, Metode Kjeldahl, Penetapan kadar


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan kasih-Nya, penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “Penetapan Kadar Protein pada Yogurt Kemasan dengan Metode Kjeldahl”.

Tujuan penyusunan tugas akhir ini sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Tugas Akhir ini disusun berdasarkan apa yang penulis lakukan pada Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Balai Riset Standardisasi (Baristand) Industri Medan.

Selama menyusun Tugas Akhir ini, penulis juga mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU.

2. Bapak Prof, Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Ketua Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi USU. 3. Ibu Prof. Dr. Rosidah, M.Si, Apt., selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir

dan Pak Alhamra, Kepala Laboratorium Makanan Minuman Hasil Pertanian selaku Pembimbing PKL di Baristand Industri Medan.

4. Bapak Drs., Ismail, M.Si., Apt., selaku Dosen Pembimbing Akademik, Ibu dan Bapak Dosen beserta seluruh staf di Fakultas Farmasi USU.

5. Bapak Ir. Maruahal Situmorang, M.Si., selaku Kepala dan seluruh staf Baristand Industri Medan.

6. Sahabat-sahabat penulis, Venny, Langgu dan Chinty yang senantiasa memberi semangat dan bantuan, beserta teman-teman mahasiswa dan


(4)

mahasiswi Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan angkatan 2011, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun tidak mengurangi arti keberadaan mereka.

Penulis mengucapkan terimakasih terutama kepada kedua orang tua, ayah A. Siburian dan ibu, B. Sihite yang sudah memberi dukungan dalam penulisan Tugas Akhir. Juga saudara kandung penulis, Marganda Siburian, Adi Siburian, Annes Siburian, Ayen Febri Siburian yang selalu memberi semangat, beserta keluarga terkasih yang selalu mendoakan dan memberikan nasihat kepada penulis agar semangat dalam meraih cita-cita.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini tidak luput dari kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tulisan ini. Akhir kata, penulis berharap semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi pembaca.

Medan, Juni 2014 Penulis,

Eva Siburian NIM 112410013


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan dan Manfaat ... 3

1.2.1 Tujuan ... 3

1.2.2 Manfaat ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Susu Kedelai ... 4

2.2 Protein ... 5

2.2.1 Fungsi utama Protein Bagi Tubuh ... 6

2.2.2 Kebutuhan Protein ... 8

2.2.3 Sifat-sifat Karakteristik Protein ... 8

2.2.4 Siklus Protein ... 9

2.2.4.1 Asam Amino ... 9

2.2.4.2 Peptida ... 10


(6)

2.2.6 Struktur Protein ... 10

2.2.6.1 Struktur Primer ... 11

2.2.6.2 Struktur Sekunder ... 11

2.2.6.3 Struktur Tersier ... 11

2.2.6.4 Struktur Kuarterner ... 11

2.2.7 Sumber Protein ... 12

2.2.8 Kekurangan Protein ... 13

2.2.9 Kelebihan Protein ... 14

2.2.10 Isolat dan Konsentrat Protein ... 14

2.3 Penetapan Kadar Protein Dengan Metode Kjeldahl ... 14

2.3.1 Metode Kjeldahl ... 14

2.3.1.1 Proses Destruksi ... 15

2.3.1.2 Proses Destilasi ... 16

2.3.1.3 Proses Titrasi ... 17

2.3.2 Keuntungan dan Kerugian Metode Kjeldahl ... 18

2.3.3 Titrimetri ... 19

BAB III METODOLOGI ... 20

3.1 Tempat ... 20

3.2 Metode Pengumpulan Data ... 20

3.3 Alat-alat ... 20

3.4 Bahan-bahan ... 21

3.4.1 Pembuatan Pereaksi ... 21

3.4.1.1 Selenium ... 21


(7)

3.4.1.3 Larutan Asam Borat ... 21

3.4.1.4 Larutan HCl 0,1 N ... 21

3.4.1.5 Larutan NaOH 40 % ... 21

3.4.2 Sampel ... 21

3.5 Prosedur ... 21

3.6 Interpretasi Hasil ... 22

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

4.1 Hasil ... 23

4.2 Pembahasan ... 23

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 24

5.1 Kesimpulan ... 24

5.2 Saran ... 24


(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur Asam Amino ... 9

Gambar 2. Ikatan Peptida ... 10

Gambar 3. Gambar Sampel ... 26


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Identitas Sampel ... 26 Lampiran 2 Tabel Data dan Perhitungan Sampel ... 27 Lampiran 3 Gambar Proses Penetapan Kadar Protein ... 29


(10)

PENETAPAN KADAR PROTEIN PADA SUSU KEDELAI KEMASAN DENGAN METODE KJELDAHL

Abstrak

Biji dari tanaman kedelai (Glycine max (L) Merril) merupakan salah satu tanaman sumber protein nabati. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pemenuhan kebutuhan protein masyarakat yaitu dengan meningkatkan konsumsi terhadap protein nabati, misalnya kedelai yang memiliki daya cerna tinggi dan harga yang relatif murah dibandingkan dengan harga protein hewani. Biji kedelai pada umumnya dikonsumsi setelah melalui proses pengolahan menjadi berbagai macam produk olahan seperti tahu, tempe, kecap dan susu kedelai.

Susu kedelai adalah produk nonfermentasi hasil ekstraksi dari kedelai. Sampel yang digunakan dalam percobaan adalah susu kedelai kemasan sebanyak 3 botol. Tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui kadar protein dalam susu kedelai berdasarkan SNI 01-2891-1992.

Penetapan kadar protein dilakukan dengan menggunakan metode Kjeldahl yang merupakan metode sederhana untuk penetatapan nitrogen total pada ptotein dan senyawa lainnya yang mengandung nitrogen. Metode Kjeldahl dilakukan melalui 3 proses yaitu: proses destruksi, proses destilasi, dan proses titrasi sesuai dengan prosedur dan alat yang digunakan di laboratorium Makanan dan Minuman Hasil Pertanian (MMHP), Balai Riset dan Standardisasi (Baristand) Industri Medan.

Hasil penetapan kadar protein pada susu kedelai kemasan dengan metode Kjeldahl mengandung protein dengan kadar rata-rata 1,90 %. Dari hasil yang diperoleh, kadar protein susu kedelai yang diuji tidak memenuhi syarat parameter uji berdasarkan SNI 01-2891-1992, dimana rentang kadar protein pada susu kedelai yang memenuhi standar adalah minimal 2 %. Faktor yang menyebabkan kadar protein sedikit di dalam susu kedelai kemasan dan tidak memenuhi syarat yaitu adanya zat yang ditambahkan mengandung sedikit kadar proteinnya untuk menggantikan kedelai karena disamping harganya lebih murah dibandingkan kedelai selain itu, waktu juga menjadi faktor penentu kualitas dari protein karena pada saat proses destruksi harus diperhatikan waktunya dan aliran air ke alat apabila air tidak mengalir maka proses destruksi tidak terjadi secara sempurna. Kata kunci: Susu kedelai, Protein, Metode Kjeldahl, Penetapan kadar


(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Protein adalah molekul makro yang mempunyai berat molekul antara lima ribu hingga beberapa juta. Protein terdiri atas rantai-rantai panjang asam amino, yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptida. Asam amino terdiri atas unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen, beberapa asam amino di samping itu mengandung unsur fosfor, besi, iodium, dan kobalt. Unsur nitrogen adalah unsur utama protein, karena terdapat di dalam semua protein akan tetapi tidak terdapat di dalam karbohidrat dan lemak (Almatsier, 2001).

Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembangun jaringan-jaringan baru yang selalu terjadi dalam tubuh. Fungsi utama protein bagi tubuh ialah untuk membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang telah ada. Protein dapat juga digunakan sebagai bahan bakar apabila keperluan energi tubuh tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak. Protein ikut pula mengatur berbagai proses tubuh, baik langsung maupun tidak langsung dengan membentuk zat-zat pengatur proses dalam tubuh (Winarno, 1992).

Nilai gizi protein dapat diartikan sebagai kemampuan suatu protein untuk dapat dimanfaatkan oleh tubuh sebagai sumber nitrogen untuk sintesis protein tubuh. Terdapat dua faktor yang menentukan nilai gizi suatu protein yaitu daya cerna atau nilai cernanya dan kandungan asam amino esensialnya. Protein yang mudah dicerna oleh enzim-enzim pencernaan, serta mengandung asam-asam amino esensial yang lengkap serta dalam jumlah yang seimbang merupakan protein yang bernilai gizi tinggi (Muchtadi, 2010).


(12)

Pada penentuan protein, seharusnya hanya nitrogen yang berasal dari protein saja yang ditentukan. Akan tetapi, secara teknis hal ini sulit dilakukan dan jumlah kandungan senyawa lain selain protein dalam bahan biasanya sangat sedikit, maka penentuan jumlah N total ini tetap dilakukan untuk mewakili jumlah protein yang ada. Kadar protein yang ditentukan berdasarkan cara Kjeldahl ini sering disebut sebagai kadar protein kasar. Jumlah gram protein dalam bahan pangan biasanya dihitung sebagai hasil perkalian jumlah gram nitrogen dengan faktor 6,25 (Sudarmaji,2010).

Kadar protein yang terdapat dalam bahan pangan perlu diketahui karena nilai gizi dari suatu bahan pangan dapat mempengaruhi metabolisme tubuh, maka tugas akhir ini berjudul “Penetapan Kadar Protein Pada Susu Kedelai Kemasan Dengan Metode Kjeldahl”.

Adapun pengujian dilakukan selama penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Balai Riset Standardisasi Farmasi (Baristand) Industri Medan.

Analisis penetapan kadar protein pada kacang kedelai dilakukan secara titrimetri atau titrasi langsung dan dengan metode Kjeldahl karena titik akhir titrasi ditetapkan dengan instrument atau secara visual menggunakan bantuan indikator yang sesuai.


(13)

1.2 Tujuan dan Manfaat 1.2.1 Tujuan

Adapun tujuan dari penetapan kadar protein dalam susu kedelai kemasan dengan metode Kjeldahl adalah untuk mengetahui apakah kadar protein yang terdapat dalam susu kedelai kemasan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Standard Nasional Indonesia (SNI).

1.2.2 Manfaat

Manfaat yang diperoleh dari penetapan kadar protein dalam susu kedelai kemasan dengan metode Kjeldahl adalah agar dapat mengetahui bahwa produk susu kedelai kemasan yang di uji memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Standard Nasional Indonesia.


(14)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Susu Kedelai

Kedelai merupakan sumber protein dan lemak nabati yang sangat penting perananya dalam kehidupan. Kedelai mengandung 35% protein sedangkan pada varietas unggul dapat mencapai 40-43%. Kebutuhan protein sebesar 55 gram per hari dapat dipenuhi dengan mencapai dengan makanan yang berasal dari kedelai sebanyak 157,14 gram (Radiyati, 1992).

Salah satu produk olahan kedelai adalah susu kedelai. Susu kedelai dapat digunakan sebagai alternatif pengganti susu sapi karena mengandung gizi yang hampir sama dengan susu sapi. Kandungan protein susu kedelai mencapai 1,5 kali protein susu sapi. Selain itu, susu kedelai juga mengandung lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, zat besi, vitamun A, vitamin B1, vitamin B2 dan isoflavon. Kandungan asam lemak tak jenuh pada susu kedelai lebih besar serta tidak mengandung kolesterol.

Hasil penelitian di berbagai bidang kesehatan telah membuktikan bahwa konsumsi produk-produk kedelai berperan penting dalam menurunkan resiko terkena penyakit degeneratif. Hal tersebut disebabakan oleh zat isoflavon dalam kedelai. Isoflavon kedelai dapat menurunkan resiko penyakit jantung dengan membantu menurunkan resiko penyakit jantung dengan membantu menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Studi epidemologi juga telah membuktikan bahwa masyarakat yang secara teratur mengonsumsi makan dari kedelai, memiliki kasus kanker payudara, kolon dan prostat yang lebih rendah (Koswara, 2006).


(15)

Susu kedelai memiliki dua macam bentuk yaitu cair dan bubuk. Kelemahan susu kedelai cair adalah tidak tahan lama sehingga gizi dan cita rasa berubah. Susu kedelai cair menjadi media pertumbuhan bakteri yang sempurna karena mengandung banyak gizi sehingga menjadi cepat basi. Susu kedelai lebih banyak diproduksi dalam bentuk bubuk. Namun, susu kedelai bubuk kurang diminati oleh masyarakat karena susu cepat mengendap. Susu kedelai merupakan salah satu bentuk emulsi. Sifat emulsi pada susu kedelai cenderung kurang stabil yaitu cepat mengalami pengendapan. Endapan yang ada dalam susu kedelai merupakan zat yang terdiri dari karbohidrat, protein dan lemak. Ketiga zat tersebut merupakan nutrisi yang diperlukan oleh tubuh. Susu kedelai yang mengandung endapan tidak disukai konsumen. Oleh karena itu diperlukan usaha untuk memperbaiki kualitas susu kedelai bubuk agar memiliki emulsi yang stabil (Radiyati, 1992).

2.2 Protein

Istilah protein berasal dari kata Yunani proteos, yang berarti ‘‘yang utama’’ atau ‘‘yang didahulukan’’. Kata ini diperkenalkan oleh seorang ahli kimia Belanda. Gerardus Mulder (1802-1880), karena ia berpendapat bahwa protein adalah zat yang paling penting pada setiap organisme (Almatsier, 2001).

Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh, Karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur dalam tubuh. Protein adalah sumber asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Dalam setiap sel yang hidup, protein merupakan bagian yang sangat penting (Winarno, 1992).


(16)

Protein dalam bahan makanan yang dikonsumsi manusia akan diserap oleh usus dalam bentuk asam amino. Kadang-kadang beberapa asam amino yang merupakan peptida dan molekul-molekul protein kecil dapat juga diserap melalui dinding usus, masuk kedalam pembuluh darah. Hal ini yang akan menimbulkan reaksi-reaksi alergi dalam tubuh yang sering kali timbul pada orang yang makan bahan makanan yang mengandung protein seperti susu, ikan laut, udang, telur, dan sebagainya (Winarno, 1992).

Protein tersusun dari berbagai asam amino yang masing-masing dihubungkan dengan ikatan peptida. Peptida adalah jenis ikatan kovalen yang menghubungkan suatu gugus karboksil satu asam amino (Lehninger, 1990).

2.2.1 Fungsi Utama Protein Bagi Tubuh

Menurut (Muchtadi, 2010), fungsi utama protein bagi tubuh adalah sebagai berikut:

a. Untuk Pertumbuhan dan Pemeliharaan Jaringan

Protein tubuh berada dalam keadaan dinamis yang konstan. Secara bergantian dipecah-pecah dan diresintesis kembali, sekitar 3 % protein tubuh diganti setiap hari. Permukaan usus halus yang diganti setiap empat enam hari, memerlukan sintesis protein sebanyak 70 gram per hari. Untungnya tubuh sangat efisien dalam menghemat protein dan menggunakan kembali asam-asam amino hasil pemecahan suatu jaringan untuk membentuk kembali jaringan yang sama atau jaringan yang lain.

b. Pembentukan Senyawa Tubuh yang Esensial

Hormon yang diproduksi dalam tubuh, seperti insulin, epinefrin, dan tiroksin, pada dasarnya adalah protein. Sebagai tambahan, setiap sel dalam tubuh


(17)

mengandung banyak sekali enzim yang berbeda, dan semuanya adalah protein. Enzim ini mengkatalisis banyak sekali perubahan biokimia yang esensial untuk kesehatan sel-sel dan jaringan.

c. Regulasi Keseimbangan Air

Bila protein darah berkurang, tekanan protein yang menarik kembali ke sirkulasi darah tidak sekuat tekanan osmotik yang menekannya keluar dari aliran darah. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya akumulasi cairan dalam jaringan yang membuatnya menjadi lunak dan nampak menggembung. Kondisi ini disebut sebagai oedema (edema), dan dikenal sebagai tanda awal dari defisiensi protein. d. Mempertahankan Netralisasi Tubuh

Protein dalam darah berfungsi sebagai buffer (penyangga) yaitu bahan yang dapat bereaksi baik dengan asam atau basa untuk menetralkannya. Hal ini merupakan fungsi yang sangat penting karena sebagian besar jaringan tubuh tidak dapat berfungsi bila pH nya berubah dari normal.

e. Pembentukan Antibodi

Kemampuan untuk menghilangkan zat-zat racun dari tubuh, dikontrol oleh enzim yang terutama berlokasi di dalam hati. Dalam keadaan kekurangna protein, kemampuan untuk melawan pengaruh zat racun tersebut menjadi rendah, sehingga individu yang menderita kekurangan protein lebih mudah mengalami keracunan. f. Transport Zat Gizi

Protein berperan penting dalam transportasi zat gizi dari usus, menembus dinding usus sampai ke darah, dari darah ke jaringan, dan menembus membran sel ke dalam sel. Sebagian besar zat yang membawa zat gizi tertentu adalah protein.


(18)

2.2.2 Kebutuhan Protein

Pada bayi dan anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan, pembentukan jaringan baru tersebut terjadi secara besar-besaran, demikian pula pada ibu hamil dan yang sedang menyusui dan orang yang baru sembuh dari sakit. Oleh karena itu, kebutuhan protein bagi golongan ini lebih besar dibandingkan dengan orang dewasa sehat (Muchtadi, 2010).

Kecukupan konsumsi protein per kg berat badan per hari yang dianjurkan yaitu: untuk bayi umur 0-6 bulan dibutuhkan 2,2 g protein untuk setiap kg berat,untuk anak-anak umur 4-6 tahun dibutuhkan 1,5 g protein untuk setiap kg berat, untuk remaja umur 15-18 tahun dibutuhkan 0,9 g protein untuk setiap kg berat, dan untuk dewasa lebih dari 18 tahun dibutuhkan 0,8 g protein untuk setiap kg berat. Kebutuhan akan protein bagi orang dewasa telah dihitung berdasarkan studi mengenai jumlah nitrogen yang hilang dari subyek yang mengkonsumsi makanan yang tidak mengandung protein atau mengandung sedikit sekali protein (Muchtadi, 2010).

2.2.3 Sifat-sifat Karakteristik Protein

Protein kebanyakan merupakan senyawa yang amorf, tidak berwarna, dimana tidak mempunyai titik cair atau titik didih yang tertentu. Bila dilarutkan dalam air akan memberikan larutan koloidal. Protein diendapkan dari larutannya bila ditambahkan dengan garam-garam anorganik (Na2SO4, NaCl) dan juga dengan menggunakan zat-zat organik yang larut dalam air (Sastrohamidjojo, 2009).

Protein sangat cenderung mengalami beberapa bentuk perubahan yang dinyatakan sebagai denaturasi. Perubahan-perubahan yang disebabkan karena


(19)

protein peka terhadap panas, tekanan yang tinggi, alkohol, alkali, urea, KI, asam dan pereaksi-pereaksi tertentu lain (Sastrohamidjojo, 2009).

2.2.4 Siklus Protein

Di dalam tubuh manusia terjadi suatu siklus protein, artinya protein dipecah menjadi komponen-komponen yang lebih kecil yaitu asam amino dan peptida. Terjadi juga sintesis protein baru untuk mengganti yang lama. Praktis tidak ada sebuah molekul protein pun yang disintesis untuk dipakai seumur hidup. Semuanya akan dipecahkan atau diganti dengan yang baru atau dengan laju yang berbeda-beda tergantung jenis dan keperluannya dalam tubuh (Winarno, 1992). 2.2.4.1 Asam Amino

Asam amino terdiri atas atom karbon yang terikat pada satu gugus karboksil (–COOH), satu gugus amino (–NH2), satu atom hidrogen (–H) dan satu

gugus alkil (–R) atau rantai cabang, sebagaimana pada gambar:

Gambar 1. Struktur asam amino

Dari rumus ini dapat dilihat bahwa semua asam amino yang terdapat pada protein mempunyai satu gugus karboksil dan satu gugus amino. Gugus amino terletak pada atom C yang berdamping dengan gugus karboksil, karena itu disebut

asam α-amino. Tiap asam amino mempunyai gugus R yang sangat khas sifatnya

(Almatsier, 2001).

COOH (gugus karboksil)

NH2 (gugus amino) R (gugus alkil)


(20)

Dalam protein terdapat 20 asam amino utama yang berperan sebagai pembangun. Masing-masing asam amino berbeda satu dengan yang lain pada rantai samping atau gugus R. Asam amino yang dapat disintesis sendiri oleh makhluk hidup disebut asam amino non-esensial, sedangkan asam amino yang tidak dapat disintesis sendiri dan harus diperoleh dari makan disebut asam amino esensial (Toha, 2001).

2.2.4.2 Peptida

Suatu peptida ialah suatu amida yang dibentuk dari dua asam amino atau

lebih. Ikatan amida antara suatu gugus α-amino dari suatu asam amino dan gugus

karboksil dari asam amino lain disebut ikatan peptida. (Fessenden, 1986).

Gambar 2. Ikatan Peptida 2.2.5 Denaturasi Protein

Kebanyakan protein hanya berfungsi akftif biologis pada daerah pH dan suhu yang terbatas. Jika pH dan suhu berubah melewati batas-batas tersebut, protein akan mengalami denaturasi. Kebanyakan denaturasi terjadi sekitar suhu 50-60℃ dan 10-15℃. Sebagai contoh denaturasi putih telur. Denaturasi protein adalah perubahan struktur sekunder, tersier, dan kuartener tanpa diikuti oleh struktur primer (Girindra, 1986).

2.2.6 Struktur Protein


(21)

jenis protein yang terdapat di alam. Para ahli pangan sangat tertarik pada protein, karena struktur dan sifatnya yang dapat diamankan untuk berbagai keperluan. Struktur protein ternyata dapat dibagi menjadi beberapa bentuk yaitu struktur primer, sekunder, tersier, dan kuarterner (Winarno, 1992).

2.2.6.1 Struktur Primer

Susunan linier asam amino dalam protein merupakan struktur primer. Susunan tersebut merupakan suatu rangkaian unik dari asam amino yang menentukan sifat dasar dari berbagai protein, dan secara umum menentukan bentuk struktur sekunder dan tersier. Bila protein mengandung banyak asam amino dengan gugus hidrofobik, daya kelarutannya dalam air kurang baik dibandingkan dengan protein yang banyak mengandung asam amino dengan gugus hidrofil (Winarno, 1992).

2.2.6.2 Struktur Sekunder

Struktur sekunder protein adalah struktur dua dimensi dari protein. Pada

struktur ini terjadi lipatan beraturan, seperti α-heliks dan β-sheet, akibat adanya

ikatan hidrogen di antara gugus-gugus polar dari asam amino dalam rantai protein (Girindra, 1986).

2.2.6.3 Struktur Tersier

Dalam hal ini rantai polipeptida cenderung untuk membelit atau melipat membentuk struktur yang kompleks. Kestabilan struktur ini bergantung pada gugus R pada setiap asam amino yang membentuknya, dan distabilkan oleh ikatan hidrogen, ikatan disulfida, dan interaksi hidrofobik (Girindra, 1986).

2.2.6.4 Struktur Kuarterner


(22)

protomer yang sama atau protomer yang berlainan. Protein yang dibentuk oleh protomer yang sama disebut homogenus, jika terdiri dari protomer berlainan disebut heterogenus. Protein yang dibentuk oleh protomer-protomer ini disebut oligiprotomer (Girindra, 1986).

2.2.7 Sumber Protein

Sumber protein bagi manusia dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu sumber protein konvensional dan non-konvensional. Sumber protein kovensional adalah yang berupa hasil-hasil pertanian pangan serta produk-produk hasil olahannya. Berdasarkan sifatnya, sumber protein konvensional ini dibagi lagi menjadi dua golongan yaitu sumber protein nabati seperti bibi-bijian (serealia), dan kacang-kacangan, dan sumber protein hewani seperti daging, ikan, susu dan

telur (Muchtadi, 2010).

Sumber protein non-konvensional merupakan sumber protein baru, yang dikembangkan untuk menutupi kebutuhan penduduk dunia akan protein. Sumber protein non-konvensional berasal dari mikroba (bakteri, khamir atau kapang), yang dikenal sebagai protein sel tunggal (single cell protein), tetapi sampai sekarang produknya belum berkembang sebagai bahan pangan untuk dikonsumsi manusia (Muchtadi, 2010).

Bahan makanan hewani kaya dalam protein bermutu tinggi, tetapi hanya merupakan 18,4% konsumsi protein rata-rata penduduk Indonesia. Bahan makanan nabati yang kaya dalam protein adalah kacang-kacangan. Kontribusinya rata-rata terhadap konsumsi protein hanya 9,9%. Sayur dan buah-buahan rendah dalam protein, kontribusinya rata-rata terhadap konsumsi protein adalah 5,3%. Gula, sirop,


(23)

2.2.8 Kekurangan Protein

Kekurangan protein banyak terdapat pada masyarakat sosial ekonomi rendah. Kekurangan protein murni pada stadium berat menyebabkan kwashiorkor pada anak-anak di bawah lima tahun. Kekurangan protein sering ditemukan secara bersamaan dengan kekurangan energi yang menyebabkan kondisi yang dinamakan marasmus.

a. Kwashiorkor

Kekurangan konsumsi protein pada anak-anak kecil dapat menyebabkan terganggunya pertumbuhan badan si anak. Pada orang dewasa kekurangan protein mempunyai gejala yang kurang spesifik, kecuali pada keadaan yang telah sangat parah seperti busung lapar. Kwashiorkor adalah istilah yang pertama kali digunakan oleh Cecily Williams bagi gejala yang sangat ekstrem yang diderita oleh bayi dan anak-anak kecil akibat kekurangan konsumsi protein yang parah, meskipun konsumsi energi atau kalori telah mencukupi kebutuhan. Gejala dari kwashiorkor yang spesifik adalah adanya oedem, ditambah dengan adanya gangguan pertumbuhan serta terjadinya perubahan-perubahan psikomotorik (Winarno, 1992).

b. Marasmus

Marasmus pada umumnya merupakan penyakit pada bayi, karena terlambat diberi makanan tambahan. Penyakit ini dapat terjadi karena penyapihan mendadak, formula pengganti ASI terlalu encer dan tidak higienis atau sering kali terkena infeksi terutama gastroenteritis. Marasmus merupakan penyakit kelaparan dan terdapat banyak di antara kelompok sosial ekonomi rendah di sebagian besar negara sedang berkembang, gejalanya adalah pertumbuhan terhambat, lemak di bawah kulit berkurang serta otot-otot berkurang dan melemah (Almatsier, 2001).


(24)

2.2.9 Kelebihan Protein

Protein secara berlebihan tidak menguntungkan tubuh. Makanan yang tinggi protein biasanya tinggi lemak sehingga dapat menyebabkan obesitas. Diet protein tinggi yang sering dianjurkan untuk menurunkan berat badan kurang beralasan. Kelebihan asam amino memberatkan ginjal dan hati yang harus memetabolisme dan mengeluarkan kelebihan nitrogen. Kelebihan protein akan menimbulkan asidosis, dehidrasi, diare, kenaikan amonia darah, kenaikan ureum darah, dan demam (Almatsier, 2001).

2.2.10 Isolat dan Konsentrat Protein

Isolat protein adalah suatu produk berbentuk tepung halus yang hampir bebas dari karbohidrat, serat, dan lemak. Produk ini merupakan bentuk protein yang paling murni, yaitu minimal mengandung 90% protein berdasarkan berat kering. Konsentrat protein kedelai adalah produk lanjut dari tepung kedelai, yang pada prinsipnya dibuat dengan membuang setengah karbohidratnya dan sebagian mineralnya. Menurut defenisinya, konsentrat protein adalah produk yang telah diproses agar mengandung minimum 70% protein berdasarkan berat kering (Girindra, 1986).

2.3 Penetapan Kadar Protein Dengan Metode Kjeldahl 2.3.1 Metode Kjeldahl

Cara kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar dalam bahan makanan secara tidak langsung, karena yang dianalisis dengan cara ini adalah kadar nitrogennya. Dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan angka konversi 6,25 diperoleh nilai protein dalam bahan makanan itu. Untuk


(25)

beras, kedelai, gandum angka konversi berturut-turut sebagai berikut: 5,95, 5,71, dan 5,83. Angka 6,25 berasal dari angka konversi serum albumin yang biasanya mengandung 16% nitrogen.

Prinsip cara analisis Kjeldahl adalah sebagai berikut: mula-mula bahan didestruksi dengan asam sulfat pekat menggunakan katalis selenium oksiklorida atau butiran Zn. Amonia yang terjadi ditampung dan dititrasi dengan bantuan indikator. Cara analisis tersebut akan berhasil baik dengan asumsi nitrogen dalam bentuk ikatan N-N dan N-O dalam sampel tidak terdapat dalam jumlah besar. Kekurangan cara analisis ini ialah bahwa purina, pirimidina, vitamin-vitamin, asam amino besar, kreatina, dan kreatinina ikut teranalisis dan terukur sebagai nitrogen protein. Walaupun demikian, cara ini kini masih digunakan dan dianggap masih cukup teliti untuk pengukuran kadar protein dalam bahan makanan (Winarno, 1992).

Analisis kadar protein kasar secara semi-makro Kjeldahl, meliputi proses destruksi, destilasi, titrasi. Ketiga proses ini dilakukan untuk memecah molekul-molekul protein menjadi molekul-molekul terkecil (asam amino) yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N (Ibnu, 2000).

2.3.1.1Proses Destruksi

Menurut (Koswara, 2006), tahap pertama penentuan kadar protein ini yaitu destruksi, destruksi protein meliputi gangguan dan kerusakan yang mungkin terjadi pada struktur sekunder dan struktur tersier protein. Destruksi merupakan proses pengubahan N protein menjadi ammonium sulfat. Proses ini berlangsung selama sampel ditambah dengan katalisator direaksikan dengan H2SO4 pekat dan didihkan di atas pemanas labu Kjeldahl. Penambahan asam sulfat dilakukan dalam


(26)

ruang asam untuk menghindari S yang berada di dalam protein terurai menjadi SO2 yang sangat berbahaya. Setelah penambahan asam sulfat larutan menjadi keruh. Asam sulfat berfungsi untuk mendestruksi protein menjadi unsur-unsurnya, sedangkan katalisator berfungsi untuk mempercepat proses destruksi dan menaikkan titik didih asam sulfat. Dari proses ini semua ikatan N dalam bahan pangan akan menjadi ammonium sulfat (NH4SO4). Ammoniak dalam asam sulfat terdapat dalam bentuk ammonium sulfat. Pada tahap ini juga menghasilkan CO2, H2O, dan SO2 yang terbentuk adalah hasil reduksi dari sebagian asam sulfat dan menguap. Proses pemanasan dilakukan ± 2 jam sampai larutan jernih. Larutan yang jernih menunjukkan bahwa semua partikel padat yang tersisa. Larutan jernih yang telah mengandung senyawa (NH4)2SO4 ini kemudian didinginkan supaya suhu sampel sama dengan suhu luar sehingga penambahan perlakuan lain pada proses berikutnya dapat memperoleh hasil yang diinginkan.

Berikut reaksi kimia yang terjadi pada proses destruksi : Protein + H2SO4 (NH4)2SO4 + SO2 + CO2 2.3.1.2 Proses Destilasi

Menurut (Koswara, 2006), pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3). Prinsip destilasi adalah memisahkan cairan atau larutan berdasarkan perbedaan titik didih. Dari hasil destruksi protein, labu destruksi didinginkan kemudian dilakukan pengenceran dengan penambahan aquades. Pengenceran dilakukan untuk mengurangi kehebatan reaksi bila ditambah larutan alkali. Larutan dijadikan basa dengan menambahkan 10 ml NaOH 60%, lalu corong ditutup dan ditambah aquades ± setengah bagian. Sampel harus dimasukkan terlebih dahulu kedalam alat destilasi sebelum NaOH, karena untuk


(27)

menghindari terjadinya superheating. Fungsi penambahan NaOH adalah untuk memberikan suasana basa karena reaksi tidak dapat berlangsung dalam keadaan asam. Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh larutan asam standar. Untuk menampung NH3 yang keluar, digunakan asam borat dalam erlenmeyer sebanyak 15 ml dan telah ditambahkan indikator Toshiro (Metil Merah + Metil Biru), menghasilkan larutan berwarna biru tua. Indikator ini digunakan untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebih. Hasil destilasi (uap NH3 dan air) ditangkap oleh larutan H3BO3 yang terdapat dalam labu erlenmeyer dan membentuk senyawa (NH4)3BO3. Senyawa ini dalam suasana basa akan melepaskan NH3. Agar kontak antara asam dan ammonia lebih baik maka diusahakan ujung tabung destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam borat. Penyulingan dihentikan jika semua N sudah tertangkap oleh asam borat dalam labu erlenmeyer atau hasil destilasi tidak merubah kertas lakmus merah serta menghasilkan larutan berwarna hijau jernih. Ujung selang dibilas dengan aquades, agar tidak ada ammonia yang tertinggal di selang. Berikut reaksi kimia yang terjadi pada proses destilasi :

(NH4)2SO4 + NaOH (NH4OH) + Na2SO4 NH4OH NH3 + H2O

NH3 + HCl NH4Cl + HCl HCl + NaOH NaCl + H2O 2.3.1.3 Proses Titrasi

Menurut (Ibnu, 2010), titrasi merupakan tahap akhir pada penentuan kadar protein dalam bahan pangan ini. Apabila penampung destilat digunakan asam klorida maka sisa asam klorida yang bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan


(28)

NaOH standar (0,1 N). Akhir titrasi ditandai dengan tepat perubahan warna larutan menjadi merah muda dan tidak hilang selama 30 detik bila menggunakan indikator PP.

Apabila penampung destilasi digunakan asam borat maka banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam klorida 0,1 N dengan indikator (BCG + MR). Akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari biru menjadi merah muda. Setelah diperoleh % N, selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan suatu faktor. Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini tergantung pada persentase N yang menyusun protein dalam suatu bahan.

Berikut reaksi kimia yang terjadi pada proses titrasi : HCl + NaOH NaCl + H2O

2.3.2 Keuntungan dan Kerugian Metode Kjeldahl

Menurut (Sastrohamidjojo, 2009), keuntungan dan kerugian Metode Kjeldahl adalah sebagai berikut:

a. Keuntungan :

1. Metode Kjeldahl digunakan secara luas di seluruh dunia dan masih merupakan metode standar dibanding metode lain.

2. Sifatnya yang universal,presisi dan reprodusibilitas baik membuat metode ini banyak digunakan untuk penetapan kadar protein.

b. Kerugian :

1. Metode ini tidak memberikan pengukuran protein sesungguhnya, karena tidak semua nitrogen dalam makanan bersumber dari protein.


(29)

2. Protein yang berbeda memerlukan faktor koreksi yang berbeda karena susunan residu asam amino yang berbeda.

3. Penggunaan asam sulfat pada suhu tinggi berbahaya, demikian juga beberapa katalis.

4. Teknik ini membutuhkan waktu lama. 2.3.3 Titrimetri

Titrasi langsung adalah perlakuan terhadap suatu senyawa yang larut (titran) dalam suatu bejana yang sesuai dengan larutan yang sesuai yang sudah dibakukan (titran), dan titik akhir ditetapkan dengan instrument atau secara visual menggunakan bantuan indikator yang sesuai. Titran ditambahkan dari buret yang dipilih sedemikian hingga sesuai dengan kekuatannya (normalitas), dan volume yang ditambahkan adalah antara 30% dan 100% kapasitas buret. Titrasi dilakukan dengan cepat tetapi hati-hati, dan mendekati titik akhir titran ditambahkan setetes demi setetes dari buret agar tetes akhir yang ditambahkan tidak melewati titik akhir. Jumlah senyawa yang dititrasi dapat dihitung dari volume dan faktor normalitas atau molaritas titran dan faktor kesetaraan untuk senyawa, yang tertera pada masing-masing monografi (Dirjen POM, 2010).


(30)

BAB III METODOLOGI

Metode Kjeldahl digunakan untuk menganalisa kadar protein kasar. Dalam bahan makanan secara tidak langsung, karena cuplikan yang dianalisa dengan cara ini adalah kadar nitrogennya. Dengan mengalikan hasil analisa dengan faktor konversi 6,25 sehingga diperoleh nilai protein dalam makanan tersebut. Adapun metodologi percobaan dapat diuraikan sebagai berikut.

3.1 Tempat

Pengujian penetapan kadar protein pada susu kedelai kemasan secara titrimetri dilakukan di Laboratorium Makanan dan Minuman Hasil Pertanian (MMHP), Balai Riset Standardisasi (Baristand) Industri Medan.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Data primer diperoleh dengan cara pengukuran langsung. Pengukuran dilakukan melalui pengamatan langsung dari hasil analisis kandungan protein yang dilakukan di Balai Riset Standardisasi (Baristand) Industri Medan, Jalan sisimangaraja No. 24

3.3 Alat-alat

Alat yang digunakan adalah alat-alat gelas laboratorium, alat penyulingan, buret 10 ml, kertas perkamen, labu Kjeldahl 100 ml, neraca analitik, pemanas listrik.


(31)

3.4 Bahan – bahan 3.4.1 Pembuatan Pereaksi 3.4.1.1 Selenium

Dicampurkan 2,5 g serbuk SeO2, 10 g K2SO4 dan 20 g CuSO4 5H2O. 3.4.1.2 Indikator Campuran (Mengsel)

Dilarutkan bromcresol green 0,01% dan larutan merah metil 0,1% dalam alkohol 95% secara terpisah. Campur 10 ml bromcresol green dengan 2 ml merah metil.

3.4.1.3 Larutan Asam Borat

Dilarutkan 2 g H3BO3 kedalam 100 ml akuadest. 3.4.1.4 Larutan HCl 0,01 N

Diencerkan 0,95 ml asam klorida P dengan air hingga 100 ml. Larutan HCL 0,01N yaitu pipet 10 ml larutan HCL 0,1N, masukkan kedalam labu ukur 100 ml lalu encerkan dengan air hingga garis tanda.

3.4.1.5 Larutan NaOH 40%

Dilarutkan 40 g NaOH kedalam 100 ml akuadest bebas CO2. 3.4.2 Sampel

Sampel yang digunakan adalah Susu kedelai kemasan dengan merek yang sama sebanyak 3 botol, yaitu kemasan 1A, 1B dan 1C.

3.5 Prosedur Penetapan Kadar Protein Dengan Metode Kjeldahl

1. Ditimbang seksama 6,0 g sampel, masukkan kedalam labu Kjeldahl 100 ml. 2. Ditambahkan 2 g campuran selen dan 25 ml H2SO4.


(32)

jernih kehijau-hijauan (sekitar 2 jam).

4. Dibiarkan dingin, kemudian encerkan dan masukkan kedalam labu ukur 100 ml, tepatkan sampai garis tanda.

5. Dipipet 25 ml larutan dan masukkan kedalam alat penyulingan, tambahkan 5 ml NaOH 30% dan beberapa tetes indikator fenolftalein.

6. Disulingkan selama lebih kurang 10 menit, sebagai penampung gunakan 10 ml larutan H3BO3 2% yang telah ditambah indikator campuran.

7. Dibilas ujung pendingin dengan air suling.

8. Dititrasi dengan larutan HCL 0,01 N sampai warna tepat warna ungu.

9. Larutan blanko dibuat dengan perlakuan sama seperti larutan uji tanpa penambahan sampel.

3.7 Interpretasi Hasil Kadar protein dihitung dengan rumus:

Kadar protein =(V1−V2) × N × 0,014 × f. k × fp

w × 100

Keterangan :

V1 = Volume HCL 0,01N yang dipergunakan titasi contoh V2 = Volume HCL 0,01N yang dipergunakan penoteran blanko N = Normalitas HCL

Fk = Faktor konversi untuk protein dari makanan secara umum 6,25, susu dan hasil olahannnya 6,38, mentega kacang 5,48

Fp = Faktor pengencenran W = Bobot cupilkan


(33)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Pada percobaan penetapan kadar protein dalam susu kedelai dengan metode Kjeldahl dan perlakuan perhitungan ketiga botol cuplikan dilakukan satu kali pengulangan tiap satu sampel (duplo), diperoleh kadar protein rata-rata sebesar 1,90%. Contoh perhitungan hasil pengujian lampiran dapat dilihat pada lampiran.

4.2 Pembahasan

Penetapan kadar protein rata- rata pada susu kedelai 1A, 1B,1C yang diperoleh lebih kecil dari 2 % yaitu 1,90 % tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) SNI 01-2891-1992 dimana kadar protein pada minuman susu kedelai yang memenuhi standard adalah minimal 2%. Faktor yang menyebabkan kadar protein itu sedikit di dalam susu kedelai kemasan dan tidak memenuhi syarat yaitu adanya zat yang ditambahkan mengandung sedikit kadar proteinnya untuk menggantikan kedelai karena disamping harganya lebih murah dibandingkan kedelai, waktu juga menjadi faktor penentu kualitas dari protein karena pada saat proses destruksi harus diperhatikan waktunya dan aliran air ke alat apabila air tidak mengalir maka proses destruksi tidak terjadi secara sempurna.


(34)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil analisa kadar protein yang dilakukan, kadar protein pada susu kedelai kemasan pertama adalah 1,91 %, kemasan kedua 1,89 % dan kemasan ketiga 1,90 % dengan kadar rata-rata 1,90 %. maka dapat disimpulkan bahwa susu kedelai kemasan yang diuji tidak memenuhi persyaratan kadar protein yang ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI) SNI 01-2891-1992, dimana persyaratan kadar protein susu kedelai dinyatakan minimal 2 %.

5.2 Saran

Para peneliti selanjutnya sebelum melakukan pengujian harus memahami metode serta prosedur sebagai berikut yaitu penimbangan, waktu, pengukuran sampel agar tidak terjadi kesalahan pada saat melakukan analisa kadar protein. Diharapkan menggunakan metode lain dalam analisa kadar protein ini seperti metode Lowry.


(35)

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. (2001). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Umum. Halaman 77-78;100;103-104.

Dirjen POM. (2010). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 974.

Fessenden, J S., Fessenden R J. (1986). Kimia Organik.Edisi Ketiga. Jakarta. Erlangga. Halaman 375.

Girindra, A. (1986). Biokimia I. Jakarta. PT. Gramedia. Halaman 77, 82.

Ibnu , (2000). Kebutuhan Asam Amino Esensial Dalam Ransum Ikan. Yogyakarta. Penerbit Kanisius Halaman 19.

Koswara, S. (2006). Isoflavon Senyawa Multi Manfaat Dalam Kedelai. Available

From:, Diakses tanggal 8 Mei 2014.

Lehninger. (1990). Dasar – Dasar Biokimia.Jilid I. Alih bahasa oleh Maggy Thenawidjaja. Jakarta: Erlangga. Halaman 94.

Muchtadi, (2010). Teknik Evaluasi Nilai Gizi Protein. Bandung. Penerbit Alfabeta. Halaman 2- 3; 9; 17- 21.

Radiyati, T. (1992). Pengolahan Kedelai. Subang : BPTTG Puslitbang Fisika Terapan-LIPI.

Sastrohamidjojo, H. (2009). Kimia Organik. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. Halaman 180, 120.

Soedarmadji, S., Haryono, B., dan Suhardi. (1989). Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Penerbit Liberty. Halaman 119-144

Toha, A.H. ( 2001). Biokimia: Metabolisme Biomolekul. Bandung: Alfabeta. Halaman 77.

Winarno, F.G. (1992). Kimia Pangan dan Gizi. Edisi Pertama.Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Halaman 50-51; 61-67; 70-71; 76.


(36)

Lampiran 1.Identitas Sampel

Nama contoh : Susu kedelai kemasan botol Komposisi : Air

Ekstrak kedelai (15,5%) Gula

No. Reg : 199628

No. Batch : 8997002050411 Kode Produksi : 2KE913

Tgl. Kadaluarsa : 23 Mei 2015

Netto : 320 ml dikemas di dalam botol

Pabrik : Maxmaster Industry SDN. BHD, Selangor, Malaysia


(37)

Lampiran 2. Tabel Data dan Perhitungan Sampel Tabel 1. Data Pengamatan Susu Kedelai 1A

Tabel 2. Data Pengamatan Susu Kedelai 1B

Penimbangan Data Penimbangan Faktor pengencer Volume titran (ml)

1 6,0364 4 3,05

2 6,1351 4 3,12

Blanko - 0 0

Tabel 3. Data Pengamatan Susu Kedelai 1C

Perhitungan

A. Susu kedelai 1A

Kadar protein =(V1−V2) × N × 0,014 × f. k × fp

w × 100

K1 =(3,10 −0) × 0,1069 × 0,014 × 6,25 × 4

6,0264 g × 100% = 1.92%

K2 =(3,15−0) × 0,1069 × 0,014 × 6,25 × 4

6, 1510 g × 100 % = 1.91%

Kadar rata−rata =1,92% + 1,91%

2 = 1.91%

Penimbangan Data Penimbangan Faktor pengencer Volume titran (ml)

1 6,0264 4 3,10

2 6,1510 4 3,15

Blanko - 0 0

Penimbangan Data Penimbangan Faktor pengencer Volume titran (ml)

1 6,5538 4 3,40

2 6,4325 4 3,27


(38)

B. Susu kedelai 1B

K1 =(3,05 −0) × 0,1069 × 0,014 × 6,25 × 4

6,0364 g × 100% = 1,89%

K2 =(3,12 −0) × 0,1069 × 0,014 × 6,25 × 4

6,1351 g × 100% = 1,90%

Kadar rata−rata =1,89% + 1,90%

2 = 1,89 %

C. Susu kedelai 1C

K1 =(3,40 −0) × 0,1069 × 0,014 × 6,25 × 4

6,5538 g × 100 = 1,94%

K2 =(3,27 −0) × 0,1069 × 0,014 × 6,25 × 4

6,4325 g × 100 = 1,90%

Kadar rata−rata =1,94% + 1,90%

2 = 1,92%

��������� − ��������� = (1,91% + 1,89% + 1,92%)

3 × 100%


(39)

Lampiran 3. Gambar Proses Penetapan Kadar Protein

Gambar 1. Persiapan sampel untuk Gambar 2. Cuplikan yang sedang

Destruksi didestruksi

Gambar 3. Sampel yang sudah dides- Gambar 4. Sampel yang akan truksi dan telah diencerkan dititrasi

Gambar 5. Alat destilasi dan titrasi Gambar 6. Hasil Titrasi (UDK 130A)


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil analisa kadar protein yang dilakukan, kadar protein pada susu kedelai kemasan pertama adalah 1,91 %, kemasan kedua 1,89 % dan kemasan ketiga 1,90 % dengan kadar rata-rata 1,90 %. maka dapat disimpulkan bahwa susu kedelai kemasan yang diuji tidak memenuhi persyaratan kadar protein yang ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI) SNI 01-2891-1992, dimana persyaratan kadar protein susu kedelai dinyatakan minimal 2 %.

5.2 Saran

Para peneliti selanjutnya sebelum melakukan pengujian harus memahami metode serta prosedur sebagai berikut yaitu penimbangan, waktu, pengukuran sampel agar tidak terjadi kesalahan pada saat melakukan analisa kadar protein. Diharapkan menggunakan metode lain dalam analisa kadar protein ini seperti metode Lowry.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. (2001). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Umum. Halaman 77-78;100;103-104.

Dirjen POM. (2010). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 974.

Fessenden, J S., Fessenden R J. (1986). Kimia Organik.Edisi Ketiga. Jakarta. Erlangga. Halaman 375.

Girindra, A. (1986). Biokimia I. Jakarta. PT. Gramedia. Halaman 77, 82.

Ibnu , (2000). Kebutuhan Asam Amino Esensial Dalam Ransum Ikan. Yogyakarta. Penerbit Kanisius Halaman 19.

Koswara, S. (2006). Isoflavon Senyawa Multi Manfaat Dalam Kedelai. Available From:, Diakses tanggal 8 Mei 2014.

Lehninger. (1990). Dasar – Dasar Biokimia.Jilid I. Alih bahasa oleh Maggy Thenawidjaja. Jakarta: Erlangga. Halaman 94.

Muchtadi, (2010). Teknik Evaluasi Nilai Gizi Protein. Bandung. Penerbit Alfabeta. Halaman 2- 3; 9; 17- 21.

Radiyati, T. (1992). Pengolahan Kedelai. Subang : BPTTG Puslitbang Fisika Terapan-LIPI.

Sastrohamidjojo, H. (2009). Kimia Organik. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. Halaman 180, 120.

Soedarmadji, S., Haryono, B., dan Suhardi. (1989). Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Penerbit Liberty. Halaman 119-144

Toha, A.H. ( 2001). Biokimia: Metabolisme Biomolekul. Bandung: Alfabeta. Halaman 77.

Winarno, F.G. (1992). Kimia Pangan dan Gizi. Edisi Pertama.Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Halaman 50-51; 61-67; 70-71; 76.


(3)

Lampiran 1.Identitas Sampel

Nama contoh : Susu kedelai kemasan botol Komposisi : Air

Ekstrak kedelai (15,5%) Gula

No. Reg : 199628

No. Batch : 8997002050411 Kode Produksi : 2KE913

Tgl. Kadaluarsa : 23 Mei 2015

Netto : 320 ml dikemas di dalam botol

Pabrik : Maxmaster Industry SDN. BHD, Selangor, Malaysia


(4)

Lampiran 2. Tabel Data dan Perhitungan Sampel Tabel 1. Data Pengamatan Susu Kedelai 1A

Tabel 2. Data Pengamatan Susu Kedelai 1B

Penimbangan Data Penimbangan Faktor pengencer Volume titran (ml)

1 6,0364 4 3,05

2 6,1351 4 3,12

Blanko - 0 0

Tabel 3. Data Pengamatan Susu Kedelai 1C

Perhitungan

A. Susu kedelai 1A

Kadar protein =(V1−V2) × N × 0,014 × f. k × fp

w × 100

K1 =(3,10 −0) × 0,1069 × 0,014 × 6,25 × 4

6,0264 g × 100% = 1.92%

Penimbangan Data Penimbangan Faktor pengencer Volume titran (ml)

1 6,0264 4 3,10

2 6,1510 4 3,15

Blanko - 0 0

Penimbangan Data Penimbangan Faktor pengencer Volume titran (ml)

1 6,5538 4 3,40

2 6,4325 4 3,27


(5)

B. Susu kedelai 1B

K1 =(3,05 −0) × 0,1069 × 0,014 × 6,25 × 4

6,0364 g × 100% = 1,89%

K2 =(3,12 −0) × 0,1069 × 0,014 × 6,25 × 4

6,1351 g × 100% = 1,90%

Kadar rata−rata =1,89% + 1,90%

2 = 1,89 %

C. Susu kedelai 1C

K1 =(3,40 −0) × 0,1069 × 0,014 × 6,25 × 4

6,5538 g × 100 = 1,94%

K2 =(3,27 −0) × 0,1069 × 0,014 × 6,25 × 4

6,4325 g × 100 = 1,90%

Kadar rata−rata =1,94% + 1,90%

2 = 1,92%

��������� − ��������� = (1,91% + 1,89% + 1,92%)

3 × 100%


(6)

Lampiran 3. Gambar Proses Penetapan Kadar Protein

Gambar 1. Persiapan sampel untuk Gambar 2. Cuplikan yang sedang

Destruksi didestruksi

Gambar 3. Sampel yang sudah dides- Gambar 4. Sampel yang akan truksi dan telah diencerkan dititrasi