Analisis Kepuasan Konsumen Pasar Ciputat Kota Tangerang Selatan

ANALISIS KEPUASAN KONSUMEN PASAR CIPUTAT
KOTA TANGERANG SELATAN

DHIENAR MEIDAWATI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DANSUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kepuasan
Konsumen Pasar Ciputat Kota Tangerang Selatan adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2015

Dhienar Meidawati
NIM H34080048

ABSTRAK
DHIENAR MEIDAWATI. Analisis Kepuasan Konsumen Pasar Ciputat Kota
Tangerang Selatan. Dibimbing oleh SUHARNO.
Pasar Ciputat adalah pasar tradisional yang menghadapi berbagai masalah
dan menimbulkan masalah selama bertahun-tahun. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis karakteristik konsumen, keputusan pembelian konsumen, dan kepuasan
konsumen yang hasilnya berimplikasi terhadap bagaimana seharusnya Pasar Ciputat
direnovasi dan direvitalisasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis deskriptif, Importance Performance Analysis (IPA), dan Costumer
Satisfaction Index (CSI). Berdasarkan penelitian, mayoritas konsumen Pasar Ciputat
adalah konsumen perempuan berusia produktif yang bekerja sebagai ibu rumah
tangga, berdomisili di Ciputat dan berasal dari kalangan menegah ke bawah. Tingkat
kepuasan konsumen terhadap atribut Pasar Ciputat berdasarkan CSI sebesar 62.4
persen yang dapat dikategorikan puas. Terdapat lima atribut Pasar Ciputat yang
memerlukan perbaikan yaitu zonanisasi barang, mobilitas pengunjung dalam pasar,

kondisi bangunan pasar, dan penataan PKL.
Kata kunci: karakteristik konsumen, keputusan pembelian konsumen, kepuasan
konsumen, Pasar Ciputat

ABSTRACT
DHIENAR MEIDAWATI. Level of Consumer Satisfaction Analysis on Ciputat
Traditional Market. Supervised by SUHARNO.
For years, Ciputat Traditional Market faces various problems and causes
problems. This study aimed to analyze the characteristics of consumers, consumer
purchasing decisions, and customer satisfaction which results have implications
on how Ciputat Traditional Market should be renovated and revitalized. The
method used in this research is descriptive analysis, Importance Performance
Analysis (IPA), and Customer Satisfaction Index (CSI). Based on research, the
majority of consumers Ciputat market are women work as housewives, live in
Ciputat and come from the middle class and lower class. The level of customer
satisfaction by CSI is 62.4 percent and is categorized as satisfied. There are five
attributes that need improvement, those are goods classification, the mobility of
visitors in the market, conditions of the market building, and arrangement of street
vendors.
Keywords: characteristics of consumers, consumer purchasing decisions, and

customer satisfaction, Ciputat Traditional Market

ANALISIS KEPUASAN KONSUMEN PASAR CIPUTAT
KOTA TANGERANG SELATAN

DHIENAR MEIDAWATI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian ini adalah kepuasan konsumen, dengan judul Analisis Kepuasan
Konsumen Pasar Tradisional Ciputat Kota Tangerang Selatan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Suharno, M.Adev selaku dosen
pembimbing atas semua masukan,arahan, waktu, motivasi dan kesabaran yang
telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. Terima kasih juga
penulis ucapkan kepada dosen penguji utama Tintin Sarianti, SP. MM dan dosen
penguji komisi pendidikan Yanti Nuraeni Muflikh, SP, M.Agribuss. yang sudah
memberikan banyak masukan untuk kesempurnaan skripsi ini. Terima kasih juga
kepada Arif Karyadi Uswandi, SP selaku wali akademik selama penulis kuliah di
Departemen Agribisnis serta seluruh dosen dan staf Departemen Agribisnis,
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor yang telah banyak
membantu selama perkuliahan dan juga selama penyusunan skripsi ini. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada papa, mama, suami, serta seluruh keluarga,
atas segala doa dan kasih sayangnya. Di samping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada pengelola Pasar Ciputat yang telah membantu selama
penelitian. Terima kasih juga kepada Hera, Vaudhan, Yulinda, Tsamaniatul,
Layra, Jauhar, Haris, yang telah banyak membantu dan dukunganya dalam
menyelesaikan skripsi, teman-teman HIPMA, teman-teman agribisnis (khususnya

untuk Lorenta, Iriana, Yulinda, Fitri), teman-teman agribisnis minor AGH, pihak
yang terlibat dalam penulisan skripsi ini saya ucapkan terima kasih.
Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015

Dhienar Meidawati

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR GAMBAR

xii

DAFTAR LAMPIRAN

xii


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA

1
3
6
6
6
6

KERANGKA PEMIKIRAN


9

Kerangka Pemikiran Teoritis
Pasar Tradisional
Permasalahan Utama Pasar Tradisional
Daya Tarik Pasar Tradisional
Indikator Pengelolaan Pasar Tradisional yang Berhasil
Konsumen
Karakteristik Konsumen
Perilaku Konsumen
Kepuasan Konsumen
Jasa dan Karakteristik Jasa
Penilaian Kualitas Pelayanan Jasa
Pengukuran Kepuasan Konsumen
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Desain Penelitian

Metode Penarikan Sampel
Identifikasi Atribut
Metode Pengumpulan Data
Metode Pengolahan Data dan Analisis Data
Analisis Deskriptif
Uji Validitas dan Reliabilitas
Importance Performance Analysis (IPA)
Customer Satisfaction Index (CSI)

9
9
9
11
11
12
12
13
13
14
1t

15
15
17
17
18
18
18
19
21
21
21
21
22
25

Definisi Operasional
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Status Pasar Ciputat
Daya Tampung dan Daya Dukung Pasar Ciputat
Permasalahan Utama Pasar Ciputat

Permasalahan Hukum
Permasalahan Sosial Ekonomi
Permasalahan Kebersihan
Permasalahan Pedagang Kaki Lima (PKL)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Umum Konsumen Pasar Ciputat
Perilaku Konsumsi oleh Responden Konsumen Pasar Ciputat
Analisis Kepuasan Konsumen
Prioritas Perbaikan Atribut Pasar Ciputat
Implikasi Manajerial dalam Peningkatan Kepuasan Konsumen
Pasar Ciputat
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

26
27
27

28
28
28
29
30
30
30
30
33
35
36
42
42
42
43
43
45

RIWAYAT HIDUP

38

3

DAFTAR TABEL
1 Alasan yang Menjadikan Konsumen Pasar Tradisional sebagai Tempat
Berbelanja
2 Penggunaan Sarana Ruang Dagang di Pasar Ciputat Tahun 2012
3 Atribut Penelitian
4 Skor Penilaian Tingkat Kepentingan Kerja dan Kinerja
5 Kriteria Nilai Customer Satisfaction Index dan Interpretasinya
6 Sebaran Responden Berdasarkan Karakteristik Umum Konsumen Pasar
Ciputat
7 Sebaran Perilaku Konsumsi oleh Responden Konsumen Pasar Ciputat
8 Perhitungan Customer Satisfaction Index (CSI) Pasar Ciputat
9 Nilai Rataan Atribut Pasar Ciputat Berdasarkan Tingkat Kepentingan
dan Tingkat Kinerja

3
4
19
23
26
31
35
36
37

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

Model Pengembangan Pasar Tradisional
Bagan Alur Kerangka Operasional
Diagram Kartesius Tingkat Kepentingan-Kepuasan
Kartesius Importance Performance Analysis Pasar Ciputat

5
17
24
38

DAFTAR LAMPIRAN
1 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas
2 Dokumentasi

46
47

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peran pasar tradisional dalam perekonomian Indonesia sangat vital. Pasar
tradisional merupakan salah satu bagian penting dari usaha mikro, kecil, dan
menengah (UMKM). Berdasarkan data Asosiasi Pemerintah Kabupaten/Kota
Seluruh Indonesia (APKASI)1 dan Komisi Pengusaha Persaingan Usaha (KPPU)
tahun 2010, terdapat 13.450 pasar tradisional di Indonesia yang menyerap sekitar
12.650.000 pedagang yangumumnya merupakan pedagang skala mikro dan kecil.
Data tersebut turut menunjukkan bahwa dari sudut pandang ekonomi makro, pasar
tradisional memiliki keunggulan dalam penyediaan pilihan kesempatan usaha dan
penyediaan lapangan kerja. Di luar jumlah tersebut, masih terdapat tenaga kerja
pendukung seperti tenaga kebersihan, keamanan, buruh angkut barang dan lainlain.
Peran pasar tradisional tidak hanya sebatas penyerapan tenaga kerja. Usaha
mikro, kecil, dan menengah di berbagai sektor dapat memanfaatkan pasar
tradisional untuk memasarkan produk pertanian, perkebunan, maupun industri
rumah tangga lainnya. Pasar tradisional dapat meningkatkan penghasilan pelaku
UMKM. Sebagai salah satu bagian rantai pemasaran, pasar tradisional berperan
dalam mendistribusikan barang kebutuhan pokok. Di samping itu, pemerintah
menjadikan pasar tradisional sebagai indikator inflasi untuk mengendalikan harga.
Pasar tradisional bahkan memberikan kontribusi terhadap nilai Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) Non Migas pada harga dasar konstan 2000 yang lebih
besar dibandingkan pasar modern (Departemen Perdagangan & INDEF 2007).
Seiring berjalannya waktu, pasar tradisional menghadapi tantangan dan
masalah. Meningkatnya pertumbuhan pasar modern mengakibatkan volume usaha
pasar tradisional mengalami penurunan (Susilo & Taufik 2006). Pertumbuhan
pangsa pasar ritel modern di Indonesia merupakan yang tercepat di Asia Selatan
dan Asia Tenggara, yakni sebesar 1,5 persen per tahun pada tahun 2000 hingga
tahun 2009 (Nielsen 2010). Hasil temuan kualitatif Suryadarma et al. (2007)
menunjukkan bahwa kondisi ini sebenarnya bersumber pada kondisi internal pasar
tradisional. Manajemen pasar tradisional saat ini sangat buruk. Uang sewa yang
dinilai cukup tinggi dan retribusi resmi yang ditarik dari pedagang tidak
dikembalikan dalam bentuk perawatan dan perbaikan fasilitas. Dari sisi layout
bangunan, zonanisasi barang dagangan tak dilakukan secara jelas sehingga dapat
ditemukan berbagai jenis barang dagangan bercampur dan saling berdampingan.
Hal ini membuat pengunjung kebingungan dalam mencari barang yang diinginkan.
Sebagian besar pasar tradisional juga tidak didukung oleh pembuangan air yang
baik, sehingga pasar seringkali becek karena air menggenang. Para pedagang juga
tidak bertanggung jawab dalam menjaga lingkungan pasar. Karakter dan perilaku
pedagang turut memperburuk kondisi pasar. Kejujuran pedagang dalam berdagang

1

Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. 2010. Panduan Pasar Ramah Segar
(Pengembangan Pasar Tradisional dalam Rangka Peningkatan Daya Saing). Jakarta: Kemendagri.

2
masih rendah sehingga banyak ditemui pedagang yang melakukan kecurangan
seperti penipuan timbangan dan menjual barang yang tak layak dikonsumsi.
Keadaan pasar tradisional yang tidak beraturan bertolak belakang dengan
karakteristik gaya hidup masyarakat yang menginginkan kenyamanan.
Peningkatan penetrasi pasar modern berkorelasi positif dengan tingkat pendapatan
per kapita, pangsa penduduk usia kerja (yang berarti menunjukkan faktor
kemampuan dan permintaan), permintaan akan peningkatan kenyamanan (Ahmad
2007; Agustina 2007; USDA 2011). Pasar modern dianggap mampu memberikan
kenyamanan dalam berbelanja seperti yang diinginkan oleh konsumen karena
selain adanya fasilitas yang memadai dan terawat, juga menerapkan one stop
shopping.
Berdasarkan kondisi tersebut, masyarakat di wilayah perkotaan lebih
memilih untuk tidak berbelanja di pasar tradisional. Lokasi pasar yang jauh dari
pemukiman warga turut memperparah keadaan. Masyarakat perkotaan memiliki
pilihan substitusi berbelanja bahan makanan atau suatu barang di pasar modern
dan pedagang keliling. Berkurangnya pengunjung mengakibatkan pedagang pasar
tradisional kerap kali keluar dari pasar dan menjadi pedagang keliling atau turut
berpartisipasi dalam pasar kaget.
Di sisi lain, pasar tradisional sebenarnya tidak benar-benar ditinggalkan
konsumennya. Pasar tradisional masih memiliki target pasar yang didominasi
lapisan masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Hal ini terbukti dari banyaknya
pedagang kaki lima (PKL) dan pengunjung di sekitar lokasi bangunan pasar yang
terlihat selalu ramai. Terdapat banyak pedagang di sekitar pasar tradisional,
namuntidak menempati lokasi bangunan pasar tradisional yang secara legal telah
disediakan pemerintah daerah. Salah satu faktor pemicu keengganan pedagang
masuk ke dalam wilayah pasar adalah kondisi fisik pasar tradisional yang tidak
memberikan kenyamanan berbelanja, sehingga pengunjung kerap mendatangi
pedagang yang berada di wilayah luar pasar.
Dampak yang ditimbulkan adalah menurunnya kinerja dan mengganggu
peran strategis pasar tradisional. Penurunan omset dan keuntungan yang diterima
para pedagang di pasar tradisional terjadi di banyak daerah khususnya di wilayah
perkotaan, disamping juga terjadi penurunan jumlah pegawai (Putra 2004;
Departemen Perdagangan & INDEF 2007; Ningsih 2007; Rosfadhila 2007;
Hutabarat 2009; dan Hadiwiyono 2011). Menurut Serikat Pedagang Pasar
Indonesia (SPPI)2, setidaknya 1,625 juta pedagang pasar tradisional mengalami
kebangkrutan (2007-2008). Pada 2010 terjadi penurunan jumlah pedagang
sebanyak 2,4 juta pedagang atau turun 1,5% dibandingkan pada 2009. 3 Data dari
Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) menyebutkan bahwa dalam waktu 4
tahun (2007-2011) jumlah pasar tradisional di seluruh Indonesia turun dari 13.540
pasar tradisional menjadi 9.950. Ditinggalkannya pasar tradisional oleh para
pedagang mengindikasikan sepinya pengunjung dan akan menyebabkan efek
domino seperti munculnya pasar kaget dan pedagang kaki lima (PKL) ilegal,
2

Sulistyawati RL. 2013. Di Indonesia 1,625 Juta Pe12dagang Pasar Bangkrut Akibat Pasar
Modern. http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/bisni10s/13/06/09/mo4fs1-di-indonesia1625-juta-pedagang-pasar-bangkrut-akibat-pasar-modern [1 Agustus 2013]
3
Rubiyantoro Y. 2011. Nielsen: Jumlah Minimarket Tumbuh 42% pada 2010.
http://www.indonesiafinancetoday.com/read/4689/Nielsen-Jumlah-Minimarket-Tumbuh-42-Pada2010 [20 Januari 2012]

3
kekacauan tata kota, menurunnya sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan
lain-laindan lain-lain.
Pasar tradisional memiliki keunggulan yang berpotensi membuat
masyarakat tertarik berbelanja di pasar tradisional. Beberapa alasan tersebut patut
dijadikan bahan pijakan pemerintah untuk merevitalisasi pasar tradisional (Tabel
3), karena pasar tradisional masih dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia.
Tabel 1. Alasan Konsumen Menjadikan Pasar Tradisional sebagai Tempat
Berbelanja
Alasan
Hasil Survei (%)
Harga lebih murah
80
Harga dapat ditawar
67
Jarak lebih dekat ke rumah
32
Lebih banyak pilihan produk segar
21
Menyediakan semua kebutuhan
15
Menawarkan ragam produk segar yang lengkap
12
Suasana yang lebih hidup
10
Produk segar dapat dibeli dalam jumlah
9
fleksibel
Buka lebih awal
8
Sumber: Survey AC Nielsen (2007) dalam Kemendagri (2010)

Pasar tradisional di Indonesia memerlukan revitalisasi. Revitalisasi yang
dicerminkan dalam bentuk pelayanan dan bangunan fisik akan menarik minat
kunjungan dan pembelian di pasar tradisional. Pasar tradisional yang ramai
pengunjung akan semakin menghidupkan suasana jual beli karena akan ada
banyak pedagang yang tertarik untuk berdagang di ruang dagang pasar tradisional
yang disediakan dan menghasilkan keuntungan, sehingga akan mampu bertahan di
dalamnya. Agar kondisi tersebut tercapai, revitalisasi harus disesuaikan dengan
keinginan konsumen sehingga perusahaan pengelola pasar tradisional akan
mampu merumuskan strategi yang tepat untuk mengembangkan pasar tradisional.

Perumusan Masalah
Salah satu pasar tradisional yang tidak dikelola dengan baikkacau selama
bertahun-tahun dan memerlukan revitalisasi adalah Pasar Ciputat yang
berlokasi di Kecamatan Ciputat, Kota Tangerang Selatan. Pengelolaan
Pasar Ciputat dilakukan oleh Perusahaan Daerah (PD) Pasar Niaga Kerta Raharja.
Pasar ini dibentuk oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang pada tahun
1988 di atas tanah yang dialihfungsikan dan bangunan pasar didirikan pada tahun
1992.
Dilihat dari sisi pemanfaatan fasilitas ruang dagang di Pasar Ciputat,
jumlahnya sangat kecil. Ruang yang disediakan untuk berdagang terdiri atas kios,
los, dan lapak yang terdapat dalam bangunan berlantai tiga tingkat. Pedagang
yang terdapat di dalam bangunan Pasar Ciputat tersebut banyak yang
meninggalkan Pasar Ciputat dan lebih memilih untuk berjualan di area sekitar
pasar. Kondisi pasar yang sepi pedagang dapat dilihat dari data jumlah kios, los,

4
dan lapak yang terpakai (Tabel 2). Dari tiga lantai yang tersedia, lantai kedua dan
ketiga sangat sepi pedagang dan pembeli. Pemandangan yang terlihat adalah kioskios tertutup yang rusak, usang, dan kotor.
Tabel 2. Penggunaan Sarana Ruang Dagang di Pasar Ciputat Tahun 2012
Jenis Sarana
Kondisi
Jumlah
Persentase
Sedia
1.126
36.85% Kios Buka
Kios
Buka
463
63,15% Kios Tutup
Tutup
711
Sedia
238
10,5% Los Buka
Los
Buka
35
89,5% Los Tutup
Tutup
213
Sedia
276
24,28% Lapak Buka
Lapak
Buka
67
75,72% Lapak Tutup
Tutup
209
Sumber: Pengelola Pasar Ciputat (2012), diolah

Berdasarkan Tabel 2, diketahui bahwa penggunaan sarana ruang dagang
Pasar Ciputat masih rendah. Dari keseluruhan sediaan ruang dagang, hanya 36.85
persen kios yang buka, 10.5 peren los buka, dan 24.28 persen lapak buka.
Informasi pemanfaatan sarana ruang dagang tersebut menunjukkan bahwa Pasar
Ciputat telah ditinggalkan oleh banyak konsumen. Konsumen tidak lagi masuk
mendatangi pasar untuk berbelanja. Pedagang yang merasa dirugikan oleh
ketiadaan konsumen tidak akan bertahan berdagang di dalam pasar. Para
pedagang memilih untuk keluar dari pasar dan berjualan sebagai pedagang kaki
lima (PKL) di area sekitar Pasar Ciputat. Alasan mengapa masih ada pedagang
yang bertahan di dalam bangunan pasar adalah karena enggan kehilangan
pelanggan yang telah hapal dengan posisi dagang yang cukup strategis.
Penataan pasar tradisional di Indonesia dipengaruhi oleh berbagai
kepentingan yang sangat kompleks karena melibatkan tiga pihak. Ketiga pihak
tersebut adalah para pelaku pasar yang terdiri atas pedagang, pembeli, pemerintah
(Gambar 2). Tiap pelaku pasar perlu mengakomodasi kepentingannya sendiri dan
menyesuaikan dengan kepentingan kedua pihak lain. Dua pelaku utama pasar
adalah pedagang sebagai pelaku operasional dan pemerintah sebagai pelindung,
pembina, dan pengelola pasar. Di sisi lain, terdapat dua jenis konsumen pasar
yang perlu diakomodasi pemerintah yaitu pedagang dan pembeli. Pola hubungan
ketiga pelaku pasar ini cenderung menimbulkan trade off dan permasalahan pada
pengembangan pasar tradisional di Indonesia. Ketiga elemen tersebut adalah
kunci yang harus berjalan selaras agar pasar tradisional di Indonesia tetap
bertahan, mengalami pertumbuhan, dan perkembangan. Penyelesaian masalah
tidak dapat ditanggung hanya oleh satu pihak.

5

(A)
Pedagang AB

(B)
Pembeli
B

ABC
A
BC

AC
(C)
Pemerintah

Gambar 1. Model Pengembangan Pasar Tradisional
Sumber: Agustiar (1996) dalam Mattanete (2008)

Dari sisi pemerintah sebagai pemilik dan pengelola pasar, Pasar Ciputat
masih ada dalam kondisi ketidakjelasan status kepemilikan. Pasar Ciputat terdapat
di wilayah pemekaran sejak tahun 2008, Kota Tangerang Selatan, namun hak
pengelolaan belum juga diserahterimakan oleh pemerintah Kabupaten Tangerang
ke pemerintah Kota Tangerang Selatan hingga tahun 2014. Akibatnya, pemerintah
Kota Tangerang Selatan tidak dapat berbuat banyak dalam melakukan perubahan
padahal pemda Kota Tangerang Selatan berencana untuk benar-benar memaksa
dan menertibkan para PKL di luar bangunan Pasar Ciputat agar mau menempati
ruang dagang yang tersedia. Dari sisi pedagang, sebagian besar pedagang
mengaku enggan pindah ke dalam bangunan pasar. Penyebabnya adalah sepinya
pengunjung, harga sewa yang tinggi, dan buruknya kondisi ruang dagang.
Wilayah Pasar Ciputat hingga tahun 2015 masih dipenuhi orang-orang yang
berbelanja, namun hal ini terjadi di lingkar luar bangunan pasar. Bagian dalam
pasar sepi pengunjung.
Salah satu kunci untuk menghidupkan kembali suasana Pasar Ciputat yang
ramai dengan kegiatan jual beli adalah meningkatkan jumlah dan minat
pengunjung Pasar Ciputat. Dengan banyaknya konsumen yang datang ke dalam
bangunan pasar akan mendorong pedagang untuk berdagang di dalam pasar atau
menempati area yang telah disediakan oleh pengelola dan tidak menjadi pedagang
kaki lima. Untuk menarik kembali pengunjung datang, diperlukan revitalisasi
pasar dengan pengelolaan yang profesional. Revitalisasi tersebut harus berupa
tindak lanjut dari hal-hal yang dianggap menarik atau penting bagi konsumen
(pengunjung/ pembeli) untuk datang berbelanja di Pasar Ciputat. Berdasarkan
uraian tersebut maka penelitian ini diperlukan untuk menjawab beberapa
permasalahan, yaitu:
1. Bagaimana karakteristik umum dan perilaku konsumsi konsumen Pasar
Ciputat?
2. Bagaimana penilaian konsumen terhadap kualitas pelayanan Pasar Ciputat?
3. Bagaimana implikasi manajerial untuk meningkatkan kepuasan konsumen
Pasar Ciputat?

6
Tujuan Penelitian
Berdasarkan pemaparan yang telah diuraikan maka adapun tujuan dari
penelitian ini adalah:
1. Menganalisis karakteristik dan perilaku konsumsi konsumen Pasar Ciputat.
2. Menganalisis penilaian konsumen terhadap kualitas pelayanan Pasar Ciputat.
3. Memformulasikan implikasi manajerial untuk meningkatkan kepuasan
konsumen Pasar Ciputat.

Manfaat Penelitian
1. Bagi mahasiswa, diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan sebagai
aplikasi dari teori yang didapatkan selama perkuliahan dan juga sebagai
referensi penelitian selanjutnya.
2. Bagi pengelola Pasar Ciputat dan Pemerintah Kota Tangerang Selatan,
diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan data mengenai konsumen
dan masukan untuk perbaikan pengelolaan Pasar Ciputat.
3. Bagi pedagang, diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi
mengenai mengenai pembeli agar pedagang bisa menyesuaikan keputusankeputusan bertindak dalam berdagang yang berimplikasi terhadap kenaikan
pendapatan.
4. Bagi institusi pendidikan, Dinas Perdagangan dan pihak lain yang
berkepentingan, diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai
informasi yang berguna untuk penelitian lain dan lanjutan, serta untuk
pengembangan pasar daerah lain.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi karakteristik konsumen,
menganalisis proses keputusan pembelian, kepuasan konsumen dan merumuskan
strategi pengembangan Pasar Ciputat. Terdapat dua pihak berkepentingan yang
mengkonsumsi jasa pasar tradisional, yakni pedagang dan pembeli, namun yang
dimaksud dan diteliti pada penelitian ini adalah pembeli. Pemilihan konsumen
tersebut didasarkan pada tidak memperhitungkan jenis produk agribisnis atau nonagribisnis, karena keduanya terdapat pada Pasar Ciputat.

TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian-penelitian mengenai kepuasan konsumen terhadap atributatribut produk dan jasa telah banyak dilakukan. Penelitian kepuasan konsumen
pasar tradisional juga pernah dilakukan. Pasar tradisional termasuk dalam
perusahaan yang menyediakan fasilitas jasa sehingga penilaian kepuasan
konsumen mengacu terhadap kinerja jasa yang diberikan suatu pasar tradisional.
Penilaian terhadap kinerja pasar tradisional bisa juga dilakukan terhadap produk

7
(barang) yang diperdagangkan, meskipun sebenarnya pasar tradisional
menyediakan jasa pelayanan fasilitas tempat untuk bertemunya pedagang
menjajakan dagangan dan pembeli.
Mattanete (2008) meneliti kepuasan konsumen terhadap pengelolaan Pasar
Citeureup I dan strategi pengembangannya. Konsumen yang diteliti disini adalah
para pedagang Pasar Citeureup I. Pedagang juga merupakan jenis konsumen pasar
tradisional, namun memanfaatkan fasilitas pasar tradisional untuk menjual barang
dagangan. Mattanete melakukan penelitian tersebut berdasarkan fakta bahwa
jumlah penggunaan sewa lapak, kios, radius, dan kaki lima atau jumlah pedagang
semakin menurun dari tahun ke tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
dimensi tangible (kenyataan/ bentuk fisik) pasar tradisional oleh merupakan hal
yang dianggap penting untuk dikelola meskipun demikian kepuasan pedagang
terhadap dimensi ini rendah. Untuk itu, berdasarkan analisis Importance
Performance Analysis (IPA) yang menjadi prioritas utama untuk diperbaiki oleh
Pasar Citeureup I didominasi oleh kondisi fisik dan kebersihan pasar. Secara
keseluruhan tingkat kepuasan pedagang berdasarkan Customer Satisfaction Index
(CSI adalah 56,023 persen atau cukup puas. Dalam memformulasikan strategi,
Mattanete menggunakan Matriks faktor internal dan eksternal (IFE-EFE Matrix/
Internal Factors Evaluation-External Factor Evaluation Matrix), analisis matriks
Kekuatan-Kelemahan-Ancaman-Peluang (SWOT), dan analisis Matriks
Perencanaan Strategis Kuantitatif (Quantitative Strategic Planning Matrix –
QSPM). Prioritas strategi yang terpilih untuk pengembangan Pasar Citeureup I
adalah penataan tempat-tempat usaha di Pasar Citeureup I, peningkatan kualitas
pelayanan untuk menarik konsumen untuk berkunjung dan berbelanja di Pasar
Citeureup I, dan menyelenggarakan suatu event (acara) pada waktu-waktu tertentu.
Berdasarkan prioritas strategi pengembangan yang dirumuskan, terlihat jelas
bahwa fokus utama adalah menarik pengunjung, sehingga kepuasan pengunjung
akan pasar tradisional juga perludikaji. Berbeda dengan penelitian Mattanete,
objek penelitian pada Pasar Ciputat dilakukan pada pengunjung pasar.
Istiningtyas (2008) menganalisis kebijakan dan strategi pengembangan di
Pasar Tradisional Bogor. Hasil analisis PHA menunjukkan bahwa aspek yang
paling penting dalam kebijakan pengembangan pasar tradisional yaitu aspek
ekonomi, aspek manajemen, aspek sosial dan aspek teknis. Kriteria-kriteria yang
penting dalam aspek ekonomi yaitu menciptakan lapangan kerja, meningkatkan
kesejahteraan pedagang dan masyarakat dan meningkatkan PAD. Kriteria-kriteria
yang penting dalam aspek manajemen yaitu penataan dan pembinaan PKL,
meningkatkan manajemen pengelolaan pasar tradisional secara profesional,
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan membentuk pasar tradisional
menjadi usaha yang efisien. Kriteria-kriteria yang penting dalam aspek sosial
yaitu terciptanya kondisi pasar yang aman, nyaman dan bersih bagi konsumen,
menciptakan pasar yang berdaya saing kompetitif. Kriteria-kriteria yang penting
dalam aspek teknis yaitu peningkatan sarana dan prasarana pasar dan kondisi fisik
pasar yang lebih bersih dan rapi.
Fissamawati (2009) juga meneliti tentang keputusan konsumen pasar
tradisional, khususnya dalam pembelian sayuran di Pasar Tradisional Baru Bogor
dan menganalisis kepuasan konsumen tersebut terhadap atribut sayuran di Pasar
Baru. Konsumen yang dijadikan responden adalah pembeli eceran yang memakai
sayuran untuk keperluan konsumsi rumah tangga. Tujuan dari penelitian tersebut

8
adalah menganalisis penilaian konsumen sayuran terhadap tingkat kepentingan
dan kinerja dari atribut-atribut sayuran di pasar tradisional Pasar Baru Bogor,
pedagang sayur keliling dan swalayan, serta tingkat kepuasan konsumen dalam
keputusan pembelian sayuran di Pasar Baru Bogor. Dari 30 orang yang menjadi
responden, sebanyak 73,33persen merupakan ibu rumah tangga yang tidak bekerja
sehingga memiliki waktu untuk berbelanja di pasar tradisional. Sebanyak
30persen dari total responden, keluarganya memiliki pendapatan di bawah Rp
1.000.000 per bulan dan sebanyak 23,33persen responden memiliki pendapatan
keluarga diantara Rp 1.000.000 – Rp 2.000.000. Hal menjadi pertimbangan
terbesar responden untuk pergi ke Pasar Baru adalah bahwa harga sayuran yang
ditawarkan di Pasar Baru lebih murah dibandingkan di pasar swalayan dan
pedagang keliling, juga karena jenis sayuran di Pasar Baru lebih beragam.
Fissamawati mengukur tingkat kepentingan konsumen menggunakan Importance
Performance Analysis (IPA) dan kepusan konsumen menggunakan Customer
Satisfaction Index (CSI). Hasil perhitungan menunjukkan bahwa kualitas sayuran,
harga sayuran, keamanan tempat parkir, dan keragaman sayuran merupakan
atribut-atribut penting yang menentukan konsumen untuk berbelanja sayuran.
Secara keseluruhan konsumen menyatakan puas terhadap pembelian sayuran di
Pasar Baru dengan CSI sebesar 69,07 persen. Hal ini mendukung hasil survei AC
Nielsen dimana sayuran merupakan salah satu produk penting pada pasar
tradisional.
Berdasarkan hasil pengisian kuisioner pada penelitian Fissamawati (2009)
menunjukkan bahwa dalam sebulan 36,67 persen dari total responden melakukan
pembelian sayuran di Pasar Baru lebih dari delapan kali, sebanyak 6,67 persen
melakukan pembelian 5-6 kali, dan 26,67 persen sebanyak 3-4 kali. Frekuensi
pembelian tersebut mengindikasikan konsumen telah mengenal lama mengenai
Pasar Baru di mana apabila konsumen ingin membeli sayuran di Pasar Baru,
konsumen sebenarnya hanya mengandalkan pengalaman atau tidak lagi
memerlukan proses keputusan pembelian yang mendetail. Penulis berkeyakinan
bahwa pembelian berulang sayuran oleh responden tersebut di Pasar Baru adalah
karena kedekatan lokasi pasar dengan tempat tinggal. Hal ini turut menguatkan
hasil penelitian Survey AC Nielsen (2007) dalam Kemendagri (2010) tentang
alasan kunjungan ke pasar tradisional. Penulis juga tidak berfokus pada konsumen
sayuran seperti yang dilakukan Fissamawati, karena fokus penelitian ini adalah
untuk merekomendasikan strategi yang tepat untuk perbaikan pengelolaan Pasar
Ciputat secara umum. Baik Fissamawati dan penulis sama-sama menggunakan
Customer Satisfaction Index (CSI) untuk menggambarkan tingkat kepuasan
konsumen dan Importance Performance Analysis (IPA) untuk menilai tingkat
kepentingan konsumen.
Hasil penelitian-penelitian tersebut turut menjadi acuan peneliti dalam
penentuan atribut yang akan digunakan dalam penelitian. Fokus terbesar atribut
yang digunakan adalah pada dimensi tangible dan keberadaan PKL di luar pasar.

9

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Pasar Tradisional
Pasar tradisional menurut Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007
adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,
Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk
kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda
yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau
koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang
dagangan melalui tawar menawar.
Pemerintah daerah bertanggung jawab dalam kegiatan operasional seharihari, dimana para pedagang diharuskan membayar biaya retribusi setiap hari.
Karakteristik pasar tradisional di Indonesia adalah terdiri atas lapak kecil/kios
yang dimiliki atau disewa oleh para pedagang kecil (150-680 kios per pasar).4
Luas lapak atau kios sekitar 2-10 m2 dan barang-barang yang dijual berupa bahanbahan segar, barang-barang produksi rumah tangga, dan barang-barang pokok
rumah tangga (Collett & Wallace 2006 dalam Suryadarma et al 2007).
Sebagian besar pasar tradisional di Indonesia menjual produk makanan,
meskipun ada beberapa pengecualian pasar tradisional di Jakarta, yang dikenal
sebagai pusat barang elektronik, pusat tekstil dan pusat kedokteran (Aye &
Widjaya 2005). Pasar tradisional masih menjadi pemasok utama makanan,
khususnya di luar daerah perkotaan di Jawa. Produk-produk yang dijual biasanya
merupakan produk-produk sisa dan juga yang telah gagal dalam pemeriksaan
kualitas (quality control). Harga yang berlaku pada pasar tradisional menjadi
referensi bagi harga di sektor modern (World Bank 2007).
Pasar tradisional merupakan spot market di mana transaksi jual beli
terjadi pada satu ruang dan waktu yang sama di antara penjual dan pembeli secara
langsung. Definisi ini membedakannya dengan pasar modern di mana konsumen
melayani diri sendiri tanpa ada tatap muka secara langsung dengan penjual meski
transaksi terjadi pada ruang dan waktu yang sama.
Pada Pasar Ciputat terdapat pedagang dengan banyak jenis barang
dagangan seperti peralatan rumah tangga, kebutuhan sandang, bahan makanan,
makanan siap saji, dan lain-lain. Pasar Ciputat termasuk pasar tradisional basah
(wet market) karena pada umumnya produk yang dijual adalah produk segar yang
belum diolah.
Permasalahan Utama Pasar Tradisional
Permasalahan utama yang ada pada pasar tradisional di Indonesia adalah
berasal dari pedagang di pasar tradisional itu sendiri dan pengelolaan serta
manajemen pasar. 5 Permasalahan yang berakar dari pedagang yaitu:
4

5

Suryadarma D. 2011. Are Supermarkets to Blame for The Decline of Traditional Food
Traders?
A
Case
Study
of
Indonesia.
http://www.crawfordfund.org/assets/files/conference/conf2011/Daniel_Suryadarmadecline_of_traditional_food_traders.pdf [2 Februari 2012]
www.usdrp-indonesia.org/files/downloadCategory/72.pdf [2 Februari 2012]

10
1.

Jumlah pedagang yang ingin berjualan di pasar tradisional semakin
meningkat, yang berarti bahwa kebutuhan tempat juga semakin meningkat.
Tidak tersedianya tempat akan menimbulkan pemaksaan dan pengabaian
tata ruang pasar.
2.
Kesadaran para pedagang yang rendah terhadap kedisiplinan, kebersihan
dan ketertiban. Kondisi ini dikarenakan para pedagang yang umumnya
berpendidikan rendah, sedangkan para pengelola pasar membiarkannya
tanpa ada tindakan proses edukasi atau pelatihan secara berkala terhadap
pada pedagang.
3.
Pemahaman yang rendah terhadap perilaku konsumen. Para produsen dan
pedagang tidak bisa perubahan selera konsumen karena terbatasnya
pengetahuan dan informasi.
Permasalahan yang terdapat pada pengelolaan dan manajemen pasar
tradisional yaitu:
1.
Visi dan misi tidak jelas dalam menentukan arah dan bentuk pasar
tradisional yang akan dikembangkan ke depan. Masih ada pasar yang buka
pada hari pasaran (Slamet 2009).
2.
Pengelola pasar belum berfungsi dan bertugas secara efektif dalam
melakukan pembinaan terhadap pedagang, menciptakan kondisi pasar
yang kondusif dan layak, serta mengupayakan kelancaran distribusi barang
sehingga tercipta kestabilan harga barang. Pasar tradisional lambat dan
kurang responsif dalam memenuhi aneka kebutuhan masyarakat, dagangan
siap saji pun terkesan kurang higienis (Slamet 2009). Kecenderungan
orientasi pemerintah daerah masih lebih mengarah pada peningkatan
Pendapatan Asli Daerah daripada peningkatan pelayanan kepada
masyarakat.
3.
Standard Operation Procedure (SOP) yang tidak jelas. Masih banyak
salah kelola yang tidak sesuai SOP dan pelanggaran yang terjadi namun
tidak ada sanksi yang tegas.
4.
Manajemen keuangan yang tidak akuntabel dan transparan. Pengelola
mudah menyatakan terjadinya kondisi yang rugi walau fakta di lapangan
menunjukan bahwa sangat potensial untuk mendapatkan keuntungan.
5.
Kurang perhatian terhadap pemeliharaan sarana fisik. Bangunan yang
seharusnya mampu bertahan lebih dari 25 tahun menjadi kumuh dan
memiliki umur ekonomis lebih singkat akibat tidak dilakukan
pemeliharaan yang tepat dan berkala. Saat musim hujan, pasar akan
menjadi lembab dan becek (Ediati 2009; Slamet 2009).
6.
Pedagang kaki lima yang tidak tertib. Banyak pedagang kaki lima yang
tidak tertampung dalam pasar (Slamet 2009). Pedagang kaki lima
cenderung menempati pinggiran jalan untuk menjajakan dagangannya.
7.
Premanisme. Praktek premanisme mengganggu kelancaran dan efisiensi
transaksi antara pembeli dan penjual. Yang menjadi korban secara
langsung adalah para pedagang karena adanya praktek pemerasan, secara
tak langsung konsumen akan merasakan akibatnya karena barang dijual
dengan harga yang lebih tinggi.
8.
Tidak ada pengawasan terhadap barang yang dijual dan standardisasi
ukuran dan timbangan. Pengawasan yang sulit terhadap barang yang dijual
di pasar tradisional dikarenakan sifat pasar yang terbuka.

11
9.

10.

11.

Kurang tersedianya fasilitas umum yang memadai seperti tempat parkir yang
sempit, toilet yang kotor dan kadang tidak berfungsi dengan baik, tempat
pembuangan sampah sementara yang tak terurus dan menimbulkan bau
menyengat, serta koridor atau lorong yang sempit.
Penataan los/kios/lapak yang tidak beraturan. Tata letak dan pengelompokkan
pedagang masih jauh dari kenyamanan (Slamet 2009). Pengelola pasar tidak
bertindak tegas dalam bertindak untuk memberlakukan sanksi terhadap
pelanggar pemakai ruangan yang bukan peruntukannya.
Pasar yang becek, berbau tidak sedap, keamanan yang tidak terjamin, dan
praktek dagang yang tidak sehat menimbulkan kekecewaan dan
ketidakpercayaan konsumen sehingga konsumen memilih meninggalkan pasar
tradisional (Zumrotin 2002 dalam Mattanete 2008).
Daya Tarik Pasar Tradisional
Slamet (2009) menyatakan bahwa pasar tradisional memiliki kelebihan
daya tarik bagi masyarakat, yaitu:
1.
Memiliki keunggulan persaingan alamiah. Terdapat ikatan emosional
antara pedagang dan pelanggan yang menyebabkan kelanggengan
berdagang di pasar tradisional.
2.
Tempat yang strategis, dekat dengan hunian penduduk.
3.
Harga barang relatif lebih murah dan terdapat sistem tawar-menawar.
Indikator Pengelolaan Pasar Tradisional yang Berhasil
Prestasi keberhasilan pengelolaan pasar tradisional umumnya dilihat dari
pemasukan retribusi, padahal seharusnya harus dapat dilihat secara berimbang
antara pemasukan pasar dengan dampak eksternalitas ekonomi bagi masyarakat
(Slamet 2009). Indikator keberhasilan pengelolaan pasar tradisional berdasarkan
Buku Putih Pasar Tradisional Departemen Perdagangan, yaitu:
1.
Manajemen yang transparan. Konsekuen dengan peraturan dan tegas
dalam menegakkan sanksi jika terjadi pelanggaran.
2.
Adanya sistem keamanan dengan satuan pengamanan pasar bekerja
dengan penuh tanggung jawab dan bisa melakukan koordinasi dan
kerjasama dengan para penyewa/pedagang.
3.
Kebersihan terjaga dengan tidak adanya sampah disembarang tempat.
Tempat sampah harus tersedia bagi pengunjung dan pedagang.
Pengangkutan sampah dari tempat pembuangan sampah sementara
dilakukan secara berkala oleh armada pengangkut sampah.
4.
Tercipta ketertiban di dalam pasar dengan dijalankannya peraturan oleh
para pedagang.
5.
Pemeliharaan bangunan pasar dilakukan baik oleh pedagang dan pengelola.
Pedagang turut membantu manajemen pasar memelihara saluran air,
ventilasi udara, lantai pasar, kondisi kios, dan lain-lain.
6.
Pasar sebagai sarana pendukung interaksi sosial, dimana orang-orang
dapat berkumpul untuk berinteraksi dan berekreasi dalam suasana damai
dan harmonis.
7.
Pemeliharaan pelanggan oleh pedagang agar para pelanggan merasa betah
berbelanja dan kembali berbelanja di pasar tradisional. Tidak ada praktek
penipuan seperti dalam penggunaan timbangan dsb. Pasokan barang dijaga

12

8.

9.
10.

selalu tersedia dan harga dijaga kompetitif sesuai dengan kualitas dan jenis
barang yang dijual.
Produktifitas pasar cukup tinggi, agar pemanfaatan pasar sebagai tempat
kegiatan transaksi menjadi optimal. Terjadi pembagian waktu yang cukup
rapi dan tertib: (a) Pukul 05.30 s/d 09.00 pasar diperuntukkan bagi para
pedagang kaki lima khusus makanan sarapan/jajanan pasar; (b) Pukul
04.00 s/d 17.00 pasar diperuntukkan bagi para pedagang kios & lapak dan
penjualan makanan khas; (c) Pukul 06.00 s/d 24.00 pasar diperuntukkan
bagi para pedagang ruko; (d) Pukul 16.00 s/d 01.00 pasar diperuntukkan
bagi para pedagang kafe tenda.
Penyelenggaraan kegiatan (event).
Promosi dan “hari pelanggan”. Daya tarik pasar harus diciptakan dengan
karakteristik dan keunikan agar pelanggan tetap setia berbelanja di pasar
tradisional. Hal yang bisa dilakukan misalnya adalah program penjualan
barang dengan promosi. Manajemen pasar bekerjasama dengan para
pedagang menentukan hari–hari tertentu sebagai “hari pelanggan”, dimana
para pedagang melakukan kegiatan yang unik.

Konsumen
Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
mendefinisikan konsumen sebagai orang yang memakai barang dan/atau jasa yang
tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain
maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Sumarwan (2004)
menjelaskan bahwa istilah konsumen sering diartikan menjadi dua jenis konsumen
yaitu konsumen individu dan konsumen organisasi. Konsumen individu
merupakan pembeli produk atau jasa akhir, sering disebut sebagai konsumen akhir.
Konsumen organisasi biasanya meliputi yayasan, lembaga sosial, organisasi bisnis,
industri, perguruan tinggi, dan lain-lain. Semua organisasi tersebut membeli
produk dan jasa untuk menjalankan organisasinya. Pada industri, produk dan jasa
yang dibeli kemudian dihgunakan sebagai bahan baku untuk diolah kembali dan
menghasilkan produk atau jasa baru.
Karakteristik Konsumen
Karakteristik konsumen mampu mempengaruhi perilaku. Sumarwan (2004)
menerangkan, perbedaan budaya telah menyebabkan adanya perbedaan kelompok,
termasuk di dalamnya kelompok konsumen berdasarkan perbedaan karakteristik
demografi, ekonomi, dan sosial. Variabel-variabel karakteristik demografi yaitu
usia, agama, suku bangsa, Warga Indonesia Keturunan, pendapatan, jenis kelamin,
status pernikahan, jenis keluarga, pekerjaan, lokasi geografi, jenis rumah
tangga, dan kelas sosial. Karakteristik ekonomi konsumen dapat terlihat dari
pendapatan dan besarnya pengeluaran. Keadaan sosial konsumen terbagi ke dalam
beberapa tingkatan kelas yang sangat dipengaruhi oleh variabel-variabel ekonomi,
interaksi, dan politik (Gilbert & Kahl dalam Engel et al dalam Sumarwan 2004).
Pendidikan merupakan hal yang paling mempengaruhi perilaku konsumen dalam
keputusan pembelian. Konsumen yang memiliki tingkat pendidikan tinggi
cenderung akan melakukan pencarian informasi lebih banyak dan selektif sebelum
memutuskan melakukan pembelian barang atau jasa.

13
Perilaku Konsumen
Menurut Engel et al (1995), perilaku konsumen merupakan tindakan yang
langsung terlibat dalam mendapatkan, menggunakan (memakai, mengonsumsi),
dan menghabiskan produk (barang dan jasa) termasuk proses yang mendahului
dan mengikuti tindakan ini. Perilaku konsumen dipengaruhi dan dibentuk oleh
lingkungan, perbedaan individu, dan proses psikologis. Pengaruh lingkungan
meliputi budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi, keluarga, atau situasi. Perbedaan
individu meliputi sumberdaya konsumen, motivasi, ketelibatan, pengetahuan,
sikap, kepribadian, gaya hidup, dan demografi. Proses psikologis pengolahan
informasi, pembelajaran, perubahan sikap, dan perilaku. Ketiga faktor tersebut
berimplikasi pada proses keputusan konsumen dan strategi pemasaran.Menurut
Schiffman dan Kanuk dalam Sumarwan (2004), perilaku konsumen diartikan
sebagai perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli,
menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa yang
diharapkan akan memuaskan kebutuhan . Perilaku konsumen terdiri dari semua
tindakan konsumen untuk memperoleh, menggunakan, dan membuang barang
atau jasa. Sebelum bertindak, seseorang seringkali mengembangkan keinginan
berperilaku yaitu keinginan konsumen untuk berperilaku menurut cara tertentu
dalam rangka memiliki, membuang, dan menggunakan produk atau jasa,
berdasarkan kemungkinan tindakan yang akan dilakukan.
Dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen adalah semua kegiatan,
tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat
sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa
setelah melakukan kegiatan evaluasi. Dengan studi perilaku konsumen dapat
diketahui bagaimana seorang individu membuat keputusan untuk mengalokasikan
sumber daya yang tersedia seperti waktu, uang, usaha, dan energi. Dengan
memahami sebab dan cara konsumen mengambil keputusan konsumsi, pemasar
dapat merancang strategi pemasaran dengan lebih baik agar konsumen mau
memilih produk tertentu dan merek tertentu yang ditawarkan pemasar tersebut.
Kepuasan Konsumen
Bagaimana tingkat kesesuaian permintaan atau harapan konsumen dengan
yang disediakan oleh perusahaan akan memunculkan kepuasan dan ketidakpuasan
terhadap produk tersebut. Segala sesuatu yang menjadi kebutuhan dan keinginan
konsumen maka perusahaan sebagai penyedia produk dan jasa memiliki
kewajiban untuk menyediakan dan melayani permintaan konsumen.
Menurut Oliver (1997) dalam Umar (2003), kepuasan konsumen
didefenisikan sebagai evaluasi purnabeli dimana persepsi terhadap kinerja dan
produk yang dipilih memenuhi atau melebihi harapan sebelum
pembelianSedangkan menurut Kotler (2005) mendefenisikan kepuasan sebagai
perasaan senang atau kecewa seseorang sebagai hasil perbandingan antara prestasi
atas produk yang dirasakan dan yang diharapkan. Engel et al (1994) menyatakan
bahwa kepuasan adalah evaluasi pasca pembelian dimana pilihan konsumen
tersebut memenuhi atau melebihi harapan konsumen. Bila alternatif yang dipilih
tidak memenuhi keinginan konsumen maka akan menimbulkan ketidakpuasan
konsumen. Engel membagi tingkat penialaian konsumen menjadi tiga bagian,
yaitu:
1.
Pengakuan Positif.

14
Pengakuan positif menggambarkan prestasi suatu perusahaan lebih baik
dari pada yang diharapkan oleh konsumen. Pengakuan positif menunjukkan
bahwa perusahaan memberikan kepuasan terhadap konsumen.
2.
Pengakuan Sederhana
Pengakuan sederhana menggambarkan bahwa prestasi suatu perusahaan
sama dengan yang diharapkan konsumen. Pengakuan sederhana memberikan
kepuasan kepada konsumen dan memungkinkan untuk terjadinya pembelian
ulang.
3.
Pengakuan Negatif
Pengakuan negatif menunjukkan bahwa prestasi yang diperoleh
perusahaan lebih buruk dari yang diharapkan oleh konsumen. Pengakuan negatif
disebabkan oleh ketidakpuasan konsumen dan membuat konsumen tidak akan
melakukan pembelian ulang.
Jasa dan Karakteristik Jasa
Jasa merupakan suatu pemberian kinerja atau tindakan tak kasat mata dari
satu pihak kepada pihak lain (Rangkuti 2003). Menurut Kotler (2007), jasa
dirumuskan sebagai suatu tindakan atau unjuk kerja yang di tawarkan oleh salah
satu pihak ke pihak lain yang secaran prinsip ketidaknyataan (intangible) dan
tidak menyebabkan perpindahan kepemilikan apapun. Produksinya bisa terkait
dan bisa juga tidak terikat pada suatu produk fisik. Jasa memiliki empat ciri utama
yaitu:
1.
Ketidaknyataan (intangibility)
Jasa adalah tidak nyata, tidak dapat dilihat, di rasakan, di raba, di dengar
atau di cium sebelum produknya di konsumsi. Pembeli akan mencari tanda/bukti
dari mutu jasa tersebut dari tempat orang, peralatan, bahan komunikasi, bahan
simbol-simbol dan harga yang dilihat untuk meyakinkan diri.
2.
Keadaan tidak dapat terpisahkan (inseparability)
Jasa-jasa umumnya di produksi secara khusus dan di konsumsi pada waktu
bersamaan. Jika jasa di berikan oleh seseorang maka orang tersebut baik penyedia,
maupun konsumen akan mempengaruhi jasa tersebut.
3.
Keragaman (variability)
Sifat jasa-jasa akan beragam karena tergantung kepada siapa yang
menyediakan jasa dan kapan serta di mana jasa tersebut di sediakan. Di sini
pembeli jasa akan berhati-hati terhadap keragaman seperti ini dan seringkali
membicarakannya dengan orang lain sebelum memilih seorang penyedia jasa.
4.
Keadaan tidak tahan lama (perishability)
Keadaan tidak tahan lama dan jasa-jasa bukanlah suatu masalah jika
permintaannya adalah stabil, karena mudah untuk melakukan persiapan pelayanan
sebelumnya. Jika permintaan terhadapnya adalah berfluktuasi, maka perusahaan
jasa menghadapi masalah yang sulit.

Penilaian Kualitas Pelayanan Jasa
Para konsumen sepakat bahwa kunci yang memastikan baiknya kualitas
pelayanan adalah selama pelayanan itu dapat memenuhi atau melebihi apa yang
diharapkan dari produk jasa (Zeithaml et al. 1990). Skala kualitas pelayanan
dibuat untuk mengukur perbedaan antara harapan konsumen dari jasa dan persepsi

15
dari pelayanan aktual yang diberikan. Berikut adalah lima dimensi yang
mendasarinya:
1.
Tangibles (keberwujudan), berupa penampilan fasilitas fisik, peralatan,
karyawan, dan peralatan komunikasi.
2.
Reliability (keandalan), yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan
yang sesuai dengan janji yang ditawarkan.
3.
Responsiveness (cepat tanggap), yaitu kemauan karyawan dalam
membantu pelanggan dan memberikan pelayan yang cepat.
4.
Assurance (jaminan), yaitu pengetahuan dan kesopansantunan dari
karyawan serta kemampuan
untuk memberikan kepercayaan atau
keamanan.
5.
Emphaty (empati), yaitu kepedulian dan perhatian secara individual yang
diberikan perusahaan kepada konsumen.
Pengukuran Kepuasan Konsumen
Menurut Kotler (2000) terdapat empat perangkat alat atau metode untuk
mengukur kepuasan konsumen. Keempat perangkat tersebut yaitu:
1.
Sistem Keluhan dan Saran
Perusahaan yang fokus pada pelanggan akan memberikan kemudahan bagi
pelanggannya untuk menyalurkan kritik dan saran. Sistem yang digunakan tiap
perusahaan bisa saja berbeda seperti layanan telepon bebas pulsa maupun
menggunakan situs web dan e-mail sebagai alat komunikasi dua arah.
2.
Survei Kepuasan Konsumen
Perusahaan yang responsif akan mengukur kepuasan pelanggan secara
langsung melalui survey berkala dengan bertanya langsung atau mengirim daftar
pertanyaan konsumen yang ditetapkan sebagai responden. Dengan surey, perusahaan
juga dapat mengetahui keinginan konsumen untuk membeli ulang dan mengukur
kesediaan konsumen untuk merekomendasikan produk suatu perusahaan kepada
orang lain.
3.
Belanja Siluman (Ghost Shopping)
Perusahaan dapat membayar orang untuk berperan sebagai pembeli guna
melaporkan titik kuat dan titik lemah yang sering dialami sewaktu membeli produk
perusahaan dan pesaingnya. Pembelanja siluman juga dapat menyampaikan masalah
tertentu untuk menguji apakah staf penjualan perusahaan dapat mengatasi situasi
tersebut dengan baik atau tidak.
4.
Analisis Pelanggan yang Hilang (Lost Customer Analysis)
Analisis pelanggan yang hilang penting dilakukan untuk mempelajari alasan
konsumen berhenti membeli atau berganti pemasok. Perusahaan juga perlu
mengetahui seberapa besar tingkat kehilangan tersebut. Jika tingkat kehilangan
pelanggan meningkat menunjukkan bahwa perusahaan gagal dalam memuaskan
pelanggannya.
Kerangka Pemikiran Operasional
Seiring berjalannya waktu, terjadi persaingan bisnis yang semakin kreatif
dimana penyedia jasa atau perusahaan berlomba-lomba memainkan struktur
konsumen yang ada. Kepuasan konsume