Dampak retail modern terhadap kesejahteraan pedagang pasar tradisional ciputat, tangerang selatan

(1)

DAMPAK RETAIL MODERN TERHADAP KESEJAHTERAAN

PEDAGANG PASAR TRADISIONAL CIPUTAT, TANGERANG

SELATAN

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.i)

Oleh:

Ahmad Reza Safitri

NIM: 105054102064

PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

KONSENTRASI KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 07 Desember 2010


(3)

DAMPAK RETAIL MODERN TERHADAP KESEJAHTERAAN

PEDAGANG PASAR TRADISIONAL CIPUTAT, TANGERANG

SELATAN

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam

(S.Kom.i)

Disusun Oleh:

Ahmad Reza Safitri

NIM: 105054102064

Di Bawah Bimbingan:

Ismet Firdaus M.Si

NIP: 150411196

PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH


(4)

(5)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul DAMPAK RETAIL MODERN TERHADAP

KESEJAHTERAAN PEDAGANG PASAR TRADISIONAL CIPUTAT, TANGERANG SELATAN telah diujikan dalam Sidang Munaqasah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Selasa, Tanggal 21 Desember 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.i) pada Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam, Konsentrasi Kesejahteraan Sosial.

Jakarta, 21 Desember 2010

Sidang Munaqasah

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

Drs. H. Mahmud Jalal, MA Ahmad Zaky, M.Si NIP: 195204221981031002 NIP: 150411158

Anggota,

Penguji I Penguji II

Wati Nilamsari, M.Si Drs. H. Mahmud Jalal, MA

NIP: 197105201999032002 NIP: 195204221981031002 Pembimbing

Ismet Firdaus M.Si. NIP: 150411196


(6)

ABSTRAK Ahmad Reza Safitri

Dampak Retail Modern Terhadap Kesejahteraan Pedagang Pasar Tradisional Ciputat, Tangerang Selatan

Studi ini mengkaji Dampak Retail Modern terhadap Pedagang Pasar Tradisional Ciputat, Tangerang Selatan. Kajian ini utamanya menggunakan analisis dampak dengan metode penelitian kualitatif. Metode kualitatif menggunakan metode analisis SWOT dan metode analisis difference-in-difference

(DiD). Metode kualitatif meliputi wawancara mendalam dengan pengelola pasar tradisional dan pedagang pasar tradisional.

Dalam studi dampak ini, periode data awal (baseline) ditetapkan pada 2008 untuk menjamin agar pedagang relatif masih memiliki ingatan yang baik akan keadaan pada waktu tersebut. Selain itu, kehadiran retail modern dimulai pada 2008, yang membuat tahun tersebut cocok sebagai baseline.

Umumnya, tiga pedagang yang termasuk dalam penelitian ini adalah pedagang pakaian, sayuran, dan buah di Pasar Ciputat, para pedagang ini telah mengalami kelesuan usaha selama lima tahun, antara tahun 2005 dan tahun 2010.

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa keberadaan retail modern merupakan salah satu dampak dari turunnya jumlah pendapatan dan kondisi kesejahteraan pedagang di pasar ciputat.

Antara tahun 2008 sampai tahun 2010, ketiga pedagang yang menjadi objek dari penelitian dampak ini mengalami penurunan omzet sampai dengan 70%. Di mana ketiga pedagang tersebut hanya dapat mendapatkan omzet tiga ratus ribu rupiah perharinya, berkurang 70% dari sebelumya. Di mana sebelumnya bisa memperoleh 1 sampai 2 juta rupiah perharinya.

Omzet Pakaian Sayuran Buah

2008 1.000.000 – 2.000.000 1.000.000 – 1.500.000

1.000.000 – 1.500.000

2009 1.000.0000 500.000 – 1.000.000 500.000 – 1.000.000

2010 200.000 – 300.000 100.000 – 200.000 200.000 – 300.000 Ketidakberfungsiannya aturan mengenai anti monopoli dan persaingan pasar, merupakan episentrum dari menurunnya kondisi kesejahteraan pedagang pasar tradisional yang diukur melalui jumlah pendapatannya.

Kedepan seharusnya Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab penuh terhadap keberlangsungan usaha pasar, harus juga mengedepankan kepentingan para pedagang pasar traidisional baik dalam hal pengelolaan persaingan ataupun pengelolaan pasar traidisional itu sendiri.


(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT, tiada Tuhan selain Allah, dan Allah Dzat Yang Maha Besar. Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat yang senantiasa manaungi segenap umat-Nya di muka bumi. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi dan Rasul akhir zaman, junjungan kita, sang revolusioneris yang telah menyelamatkan kita semua dari zaman kebodohan menuju zaman yang terang benderang, Baginda Rasulullah Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabatnya serta orang-orang yang mengikuti sunnahnya sampai akhir zaman.

Akhirnya skripsi ini dapat saya selesaikan sesuai dengan rencana dalam memperoleh gelar sarjana. Berbagai aral yang merintangi saya dalam menyelesaikan persyaratan memperoleh gelar sarjana akhirnya dapat dilalui, berkat do’a dan berkat orang-orang di sekeliling yang ikhlas mendukung saya dalam fase merampungkan studi ini. Ucapan terimakasih saja saya rasa belum cukup untuk membalas dukungan-dukungan tersebut, tetapi saat ini tidak ada yang dapat saya lakukan lebih selain hanya menghaturkan terimakasih sedalam-dalamnya atas dukungan baik moril maupun materil selama proses saya menyelesaikan studi. Sekelumit ucapan terimakasih yang saya haturkan pada kata pengantar ini tentu saja tidak bisa mewakili semua orang yang telah berjasa menhantarkan saya ke gerbang kelulusan, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya atas kelalaian saya mencantumkan nama, semoga Allah SWT Yang Maha Adil dapat memberikan pahala dan ampunan-Nya senantiasa kepada kita


(8)

semua. Amin. Selanjutnya ucapan terimakasih saya haturkan sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Dr. Arief Subhan M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi beserta jajarannya.

2. Ketua Jurusan Konsenterasi Kesejahteraan Sosial Ibu Siti Napsiyah yang dengan bijaksana telah memberikan pengarahan kepada saya dalam menyelesaikan skripsi ini. Sekretaris Jurusan Konsenterasi Kesejahteraan Sosial dan juga sekaligus pengajar saya Bapak Zaky yang turut membantu saya dalam mengurus nilai-nilai dan mendukukung saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Ismet Firdaus M.Si yang merupakan pembimbing skripsi saya yang juga dengan sabar membimbing saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Terimakasih yang sedalam-dalamnya saya haturkan kepada para pengajar atau dosen saya selama saya menuntut ilmu di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Bapak dan Ibu dosen yang telah mendedikasikan ilmu, kecerdasan, dan waktunya untuk memberi titik terang pengetahuan kepada kami semua para peserta didik. Diantaranya: Bapak Tarmi, Ibu Halimah, Ibu Umi, Ibu Rubianah dan para pengajar lain yang tentu saja selebihnya tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

5. Kedua orangtua saya Ibunda Sri Sundari dan Ayahanda Syamsul Bahri atas pemberian do’a dan dukungan yang melimpah baik moril maupun materil sepanjang waktu. Serta kakak-kakak saya yang selalu memberi dukungan kepada saya.


(9)

6. Pihak Perusahaan Daerah Pasar Niaga Kerta Raharja Kabupaten Tangerang, Bapak Aradani SE. selaku kepala pasar, serta kepada pedagang-pedagang pasar ciputat yaitu Bapak Kiwing, Bapak Mussarudin, Bapak Drs. Ucah, Bapak H. Tafsir dan Ibu Sri yang telah memberikan banyak kemudahan dan pengetahuan kepada saya dalam melakukan riset berupa wawancara dan pengumpulan data untuk menyelesaikan skripsi ini.

7. Soraya Bunga Larasati yang tetap konsisten memotifasi saya dalam penulisan skripsi ini dari awal hingga akhir. Teman-teman di Lingkar Studi-Aksi untuk Demokrasi Indonesia (LS-ADI) dan teman-teman Jurusan Kesejahteraan Sosial yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu.

Sekali lagi saya haturkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada orang-orang yang telah mendukung saya selama proses penyelesaian skripsi ini dan semoga Allah SWT membalas amal baik mereka dan selalu melimpahkan rahmat dan inayah-Nya atas kebaikan yang mereka lakukan. Saya menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saya menerima baik kritik maupun saran yang konstruktif untuk perbaikan di kemudian hari.

Ciputat, 07 Desember 2010


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ……… i

KATA PENGANTAR ………. ii

DAFTAR ISI ………. v

DAFTAR TABEL ………. vii

DAFTAR GAMBAR ………. viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……… 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ………… 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………. 5

D. Metodelogi Penelitian ……… 5

E. Sistematika Penulisan ………. 12

BAB II LANDASAN TEORI A. Retail atau Pasar ……… 1

1. Jenis-jenis Pasar ……... ……… 4

2. Pengertian Retail Modern … ……….. 7

3. Pengertian Pasar Tradisional ...……….. 13

4. Karakteristik Pasar ………. 17

5. Pembagian Retail Modern dan Tradisional …… 19

B. Kesejahteraan Sosial 1. Pengertian Kesejateraan Sosial ……… 24

2. Sasaran Ilmu Kesejahteraan Sosial ……….. 30


(11)

BAB III PROFIL DAN SEJARAH PASAR CIPUTAT A. Latar Belakang

1. Sejarah Singkat Pasar Ciputat ……… 1

2. Perkembangan Pasar Ciputat ………. 3

3. Permasalahan Pasar Ciputat ……….. 4

4. Aspek Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan ……. 9

BAB IV DAMPAK RETAIL MODERN TERHADAP KESEJAHTERAAN PEDAGANG PASAR TRADISIONAL CIPUTAT, TANGERANG SELATAN A. Dampak Retail Modern ……….. 1

1. Pedagang Pakaian ……… 3

2. Pedagang Sayuran ……… 4

3. Pedagang Buah ………. 5

B. Sifat Persaingan dalam Pasar ………. 7

C. Manajemen atau Pengelolaan ……… 8

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ………... 1

B. Saran dan Rekomendasi ……… 3

DAFTAR PUSTAKA


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Kerangka dan Jumlah Informan ……….. 10

Tabel 2 Perbandingan Penjualan Retail Modern dan

Pasar Tradisional ………... 9

Tabel 3 Jumlah Rata-rata Pendapatan Retail Modern …… 12 Tabel 4 Perbedaan Karakteristik antara Pasar Tradisional dengan

Dan Retail Modern ……… 17

Tabel 5 Pembagian Retail Modern dan Tradisional ………… 19 Tabel 6 Regulasi Berkenaan Dengan Pasar Tradisional dan

Pasar Modern ……… 22

Tabel 7 Jarak Retail Modern dan Pasar Ciputat ……… 2 Tabel 8 Jumlah 3 Komoditi Pedagang Pasar Ciputat ………… 2 Tabel 9 Jumlah pendapatan pedagang pakaian dari tahun

2008 hingga 2010 ……….. 3

Tabel 10 Jumlah pendapatan pedagang sayuran dari tahun

2008 hingga 2010 ……….. 4

Tabel 11 Jumlah pendapatan pedagang sayuran dari tahun

2008 hingga 2010 ……….. 6


(13)

Tabel 13 Rata-rata Perubahan Proporsional dalam Keuntungan dan Omzet Pedagang di Pasar Tradisional, 2008 – 2010

Metode DiD ……….. 7

Tabel 14 Analisis SWOT dalam Aspek Pengelolaan ………….. 10 Tabel 15 Penyebab Kelesuan Usaha di Pasar Tradisional (%) … 11

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1 Interaksi Orientasi Kesejahteraan Sosial ………….. 32


(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pasar Tradisonal Ciputat adalah kumpulan pelaku ekonomi yang bergerak pada usaha dalam skala mikro, di mana hanya sekedar berdagang dan melakukan investasi yang sangat sedikit untuk memenuhi kebutuhan hidup di masa depan. Mereka perlu medapatkan perhatian penuh dari pemerintah, sebab pasar tradisonal dapat membantu pada tingkat pertumbuhan ekonomi nasional secara luas serta dapat mengurangi tingkat pengangguran.

Namun bagaimana eksistensi mereka dalam mempertahankan profesi dan kontribusi mereka dalam pembangunan jika di sekeliling mereka terdapat yang keberadaannya sangat mengancam dan mungkin juga dapat menghapus mereka dari profesi berdagang.

Serbuan bisnis retail modern membuat banyak pasar tradisional menjadi terpinggirkan. Saat ini terdapat sekitar 300 jenis retail modern di Indonesia, bisnis retail modern tumbuh pesat, namun sebaliknya dengan pasar tradisional. Data tahun 2004 menunjukkan, pasar tradisional berkurang 9%, sedangkan retail modern tumbuh sekitar 4%. Buktinya 400 pedagang pasar tradisional gulung tikar karena tidak mampu bersaing dengan retail modern.1

1

“Bisnis Waralaba Semakin Menggeliat” artikel diakses pada 28 oktober 2010 dari http://syadiashare.com/jenis-jenis-pasar.html.


(15)

Di Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta melalui instruksi Gubernur DKI No. 115 Tahun 2006, melarang penerbitan izin baru pendirian mini market di seluruh kawasan DKI Jakarta.2

Dalam Peraturan Menteri Perdagangan RI. No. 53/M-DAG/PER/12/2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Di mana pendirian mini market baik yang berdiri sendiri atau yang terintegrasi wajib memperhatikan keberadaan pasar tradisional dan toko yang lebih kecil serta harus memperhatikan jarak serta faktor negatif dan positif dari jarak yang ada serta menciptakan iklim usaha yang sehat.3 Namun kenyataannya mengapa retail modern dapat berdiri di depan pasar tradisional yang jelas-jelas sangat dilarang dalam peraturan di atas.

Islam menghendaki setiap individu hidup di tengah masyarakat secara layak sebagai manusia. Sekurang-kurangnya ia dapat memenuhi kebutuhan pokok berupa sandang dan pangan, memperoleh pekerjaan sesuai dengan keahliannya, atau membina rumah tangga dengan bekal yang cukup. Dengan demikian ia mampu melaksanakan berbagai kewajiban yang dibebankan Allah dan berbagai tugas lainnya dalam masyarakat Islam, seorang tidak boleh dibiarkan sengsara, kelaparan, tanpa pakaian, hidup menggelandang, tidak memiliki tempat tinggal, atau kehilangan kesempatan membina keluarga walupun ia ahlu dzimmah (non muslim yang hidup dalam masyarakat Islam).4

2

Koran Kontan, “Gubernur DKI Melarang Pemberian Izin Mini Market Baru”, 25 Desember 2006 3

Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 53/M-DAG/PER/12/2008 “Tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern.” Artikel diakses pada tanggal 18 Oktober 2010 dari http://www.google-persaingan pasar.com 4

DR. Yusuf Qardhawi, Kiat Islam Mengentaskan Kemiskinan, (Gema Insani Press, Jakarta, 1995), h. 50


(16)

Dari sudut pandang UU No 5. Tahun 1999 mengenai anti monopoli dan persaingan tidak sehat, kajian sektor retail ini dianggap penting karena aspek persaingan akan dikaji melalui berbagai sudut pandang dari pasal-pasal dalam undang-undang tersebut. Potensi pelanggaran pelaku usaha akan dikaji lebih jauh dengan menggunakan kacamata persaingan usaha.5

Persoalan ini tentu juga dialami pasar ciputat. Kendati persaingan antar retail modern dan tradisional secara teoritis menguntungkan konsumen, dan mungkin perekonomian secara keseluruhan, relatif sedikit yang diketahui mengenai dampaknya pada pasar tradisional. Mengukur dampak amat penting mengingat retail modern saat ini secara langsung bersaing dengan pasar tradisional.6

Di sekitar Pasar Ciputat juga terdapat pusat-pusat perbelanjaan lain seperti Carrefour dan Ramayana, ini berimplikasi negatif kepada beberapa pedagang yang berdagang di pasar tradisional. Menurunnya jumlah pendapatan merupakan konsekuensi materil yang terjadi akibat persaingan usaha ritel tersebut.

Dari fenomena yang terjadi di atas, penulis ingin mengetahui lebih jauh mengenai keluh kesah para pedagang pasar tradisional yang menyangkut adakah pengaruh terhadap pendapatan mereka sebelum dan sesudah adanya retail modern yang beroperasi di sekitar wilayah pasar.

Hal lain yang menjadi stimulan bagi penulis dalam mengungkap permasalahan persaingan retail di pasar ciputat adalah penulis merupakan

5

Reardon, Thomas and Rose Hopkins (2006) ’The Supermarket Revolution in Developing”. Diterbitkan dalam European Journal of Development Reasearch.

6


(17)

warga asli ciputat, dan penulis juga mempunyai beberapa saudara yang pernah berjualan di pasar ciputat.

Permasalahan ini penulis tuangkan dalam tulisan skripsi yang berjudul Dampak Retail Modern Terhadap Kesejahteraan Pedagang Pasar Tradisional Ciputat, Tangerang Selatan.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Mengingat cakupan objek dalam penelitian ini terdiri dari banyak klasifikasi pedagang, maka penulis membuat batasan objek penelitian ini pada tiga kategori pedagang di Pasar Tradisional Ciputat saja. Yaitu pedagang pakaian, sayuran, dan buah. Pemilihan lokasi Pasar Tradisional Ciputat didasari oleh pengamatan penulis bahwa di sekitar lokasi pasar tersebut terdapat beberapa retail modern yang beroperasi.

2. Perumusan Masalah

Masalah yang akan peneliti bahas adalah: Dampak dari retail modern terhadap kesejahteraan pedagang pasar tradisional Ciputat ?

Adapun kategori pedagang yang menjadi objek penelitian adalah : a. Pedagang Sayur

b. Pedagang Buah c. Pedagang Pakaian


(18)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak dari keberadaan retail modern terhadap kesejahteraan pedagang pasar tradisional Ciputat, Tangerang Selatan.

2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan menambah khasanah ilmu pengetahuan bagi semua pihak dan juga diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan menjadi bahan masukan bagi masyarakat secara umum dan tentunya dapat menambah wawasan bagi penulis.

c. Sebagai masukan bagi pemerintah dalam membuat kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan pasar di Indonesia, khususnya di wilayah Tangerang Selatan.

D. Metodelogi Penelitian

Metodelogi penelitian adalah teknik atau cara dalam pengumpulan fakta atau bukti yang dalam hal ini perencanaan tindakan yang akan


(19)

dilaksanakan, serta langkah-langkah apa yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan dan sasaran penelitian.7

Studi ini menggunakan metode kualitatif. Mengukur hasil dampak menggunakan analisis metode SWOT dan analisis metode difference-in-difference, metode yang lazim dipakai dalam evaluasi dampak. Sementara itu, evaluasi dampak kualitatif dilakukan dalam bentuk wawancara mendalam dengan informan kunci. Studi ini menggunakan kuesioner untuk para pedagang dan panduan wawancara untuk para informan kunci sebagai instrumen penelitian. Kuesioner berisi pertanyaan tentang pendapat para pedagang mengenai usahanya dan dampak supermarket, serta fakta berkenaan dengan kegiatan pedagang.

1. Analisis SWOT8

Analisa SWOT adalah sebuah bentuk analisa situasi dan kondisi yang bersifat deskriptif (memberi gambaran). Analisa ini menempatkan situasi dan kondisi sebagai sebagai faktor masukan, yang kemudian dikelompokkan menurut kontribusinya masing-masing. Satu hal yang harus diingat baik-baik oleh para pengguna analisa SWOT, bahwa analisa SWOT adalah semata-mata sebuah alat analisa yang ditujukan untuk menggambarkan situasi yang sedang dihadapi atau yang mungkin akan dihadapi oleh organisasi, dan bukan sebuah alat analisa ajaib yang mampu memberikan jalan keluar yang cespleng bagi masalah-masalah yang dihadapi oleh organisasi.

7

E. Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi, Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998. H. 18

8

Analisis SWOT, artikel dikses pada tanggal 02 November 2010 dari


(20)

SWOT adalah singkatan dari bahasa Inggris STRENGTHS (Kekuatan),

WEAKNESSES (Kelemahan), OPPORTUNITIES (Peluang) dan THREATS

(Ancaman). Analisa SWOT berguna untuk menganalisa faktor-faktor di dalam organisasi yang memberikan andil terhadap kualitas pelayanan atau salah satu komponennya sambil mempertimbangkan faktor-faktor eksternal.

Analisa ini terbagi atas empat komponen dasar yaitu :

a. Strength (S), adalah situasi atau kondisi yang merupakan kekuatan dari organisasi atau program pada saat ini.

b. Weakness (W), adalah situasi atau kondisi yang merupakan kelemahan dari organisasi atau program pada saat ini.

c. Opportunity (O), adalah situasi atau kondisi yang merupakan peluang diluar organisasi dan memberikan peluang berkembang bagi organisasi dimasa depan.

d. Threat (T), adalah situasi yang merupakan ancaman bagi organisasi yang datang dari luar organisasi dan dapat mengancam eksistensi organisasi dimasa depan.

2. Metode Difference-in-Difference(DiD)

Metode DiD mensyaratkan pencatatan keadaan dalam dua periode waktu – sebelum dan sesudah perlakuan (treatment). Dalam hal ini, perlakuan adalah pembukaan retail modern., dan karakteristik kelompok perlakuan. Kerangka metode DiD ditunjukkan oleh persamaan Dampak = (T 2 – T 1 ) – (C 2 – C 1 ).


(21)

Di mana T 1 dan T 2 merupakan kondisi pedagang di pasar tradisional sebelum hadirnya supermarket dekat pasar tradisional, sedangkan C 1 dan C 2 merupakan keadaan para pedagang di pasar tradisional setelah supermarket di dekatnya hadir. Jika dampak secara signifikan berbeda dari nol, maka supermarket berdampak nyata pada pasar tradisional.9

Dalam studi ini, periode data awal (baseline) ditetapkan pada 2008 untuk menjamin agar pedagang relatif masih memiliki ingatan yang baik akan keadaan pada waktu tersebut. Selain itu, kehadiran retail modern dimulai pada 2008, yang membuat tahun tersebut cocok sebagai baseline.

1. Teknik Pengumpulan Data

Adapun untuk pelaksanaan penelitian ini, tekhnik pengumpulan data yang dilakukan adalah melalui:

a. Observasi

Penelitian ini dilakukan di Pasar Tradisional Ciputat, Tangerang Selatan pada bulan oktober sampai november tahun 2010. Penulis akan melakukan pengamatan secara langsung, memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul dan mempertimbangkan antar aspek dalam fenomena tersebut.

9


(22)

b. Wawancara

Evaluasi dampak kualitatif mencakupi wawancara dengan para pemangku kepentingan di sektor usaha, seperti pedagang pasar tradisional yang terseleksi, dan pengelola pasar tradisional.

c. Dokumentasi

Yaitu peneliti berusahan mengumpulkan, membaca, dan mempelajari berbagai macam bentuk data tertulis yang ada di lapangan serta data-data lain yang didapat dari buku, majalah, surat kabar, artikel, lembaga terkait, kliping, dan lain-lain.

2. Teknik Pemilihan Informan

Berkenaan dengan tujuan penelitian, maka pemilihan informan menentukan informasi kunci (key information) tertentu yang sarat informasi seusia dengan fokus penelitian.

Populasi dalam penelitian ini adalah tiga kategori pedagang pasar tradisonal ciputat yang berbeda, yaitu pedagang pakaian, sayuran, dan buah. Teknik pengambilam sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik

probability sampling, yaitu teknik pengambilam sampel anggota populasi, di mana setiap populasi memiliki peluang yang sama untuk dijadikan sampel.10

Dalam pengambilan sampel, penulis hanya mengambil sampel sebanyak 15 pedagang tradisional dari masing-masing kategori pedagang yang

10

Ali Mauludi AC, “Statistik I Penelitian Islam dan Sosial”. (Jakarta: PT. Prima Heza Lestari, 2006) Edisi I Cet. I, h. 3


(23)

diteliti dan 1 orang dari pengelola pasar tradisional yang diwakili oleh Kepala Pasar PD. Pasar Niaga Kerta Raharja.

Tabel 1

Kerangka dan Jumlah Informan

INFORMASI YANG DICARI INFORMAN JUMLAH

Informasi mengenai jumlah pedagang dan literatur sejarah terbentuknya pasar ciputat

Informasi mengenai dampak keberadaan retail modern

PD. PASAR JAYA

PEDAGANG Pakaian Sayuran Buah

1 orang

5 orang 5 orang 5 orang

TOTAL 16 ORANG

Untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan, maka peneliti menggunakan jenis penelitian lapangan (field research). Di mana peneliti datang langsung ke tempat penelitian.

Adapun yang menjadi alasan kenapa peneliti memilih informan adalah sebagai berikut :

a. Pedagang yang berjualan di pasar ciputat b. Termasuk dalam ketiga kategori pedagang c. Telah berjualan lebih dari 5 tahun

d. Pengelola pasar 3. Sumber Data


(24)

a. Data Primer. Adalah data utama yang terdiri dari kata-kata dan tindakan, data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari hasil wawancara dengan responden di lapangan, serta hasil observasi pada subjek penelitian.

b. Data Sekunder. Adalah data tambahan yang berasal dari dokumen tertulis, data yang digunakan adalah buku, majalah ilmiah, arsip, serta dokumen-dokumen yang berhubungan dengan penelitian.

4. Teknik Analisis Data

Setelah terkumpulnya data dan informasi yang dibutuhkan sesuai dengan permasalahan penelitian, maka selanjutnya penulis melakukan analisis terhadap data dan informasi tersebut. Dalam menulis data tersebut penulis menggunakan analisis deskriptif, yaitu mendeskripsikan hasil temuan penelitian secara sistematis, faktual dan akurat yang disertai dengan petikan hasil wawancara.

Nasir mengemukakan analisa data merupakan bagian yang sangat penting dalam metode ilmiah, karena dengan analisis data tersebut dapat diberi data dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian.11 Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Data-data kualitatif dari hasil wawancara mendalam yang berupa kalimat-kalimat atau pernyataan pendapat atau sikap tersebut dianalisa dan diinterpretasikan untuk mengetahui makna yang terkandung di dalamnya, untuk memahami keterikatan dengan permasalahan yang sedang diteliti. Data kualitatif dari

11


(25)

hasil wawancara, observasi langsung dan dokumentasi selanjutnya disusun dalam catatan lapangan, kemudian diringkas dan dipilih hal-hal yang penting dan pokok, dikategorikan dan disusun secara sistematis dengan mengacu pada perumusan masalah dan tinjauan teoritis yang berkaitan dengan penelitian ini.

5. Tekhnik Penulisan

Adapun dalam penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Skripsi, Tesis, dan Disertasi” yang diterbitkan oleh UIN Jakarta Press Tahun 2007.

E. Sistematika Penulisan

Penulisan Skripsi ini berdasarkan sistematika penulisan, yaitu sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan

Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metedologi Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II Landasan Teori

Retail atau Pasar, Jenis-jenis Pasar, Pengertian Retail Modern, Pengertian Pasar Tradisional, Karakteristik Pasar, Pembagian Retail Modern dan Tradisional, Pengertian Kesejahteraan Sosial, Sasaran Ilmu Kesejahteraan Sosial, Pengertian Dampak.


(26)

BAB III Profil dan Sejarah Pasar Ciputat

Latar Belakang, Sejarah Singkat Pasar Ciputat, Perkembangan Pasar Ciputat, Permasalahan Pasar Ciputat, Aspek Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan

BAB IV Analisis Mengenai Dampak Retail Modern Terhadap Kesejahteraan Pedagang Pasar Tradisional Ciputat, Tangerang Selatan

Dampak Retail Modern, Sifat Persaingan dalam Pasar, Manajemen atau Pengelolaan

BAB V Penutup


(27)

BAB II LANDASAN TEORI

A. Retail atau Pasar

Manusia adalah makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat hidup sendiri melainkan ada ketergantungan sesamanya. Demikian pula dalam memenuhi kebutuhan hidupnya seperti sandang, pangan, papan, harus mencari dan berkomunikasi dengan orang lain karena mereka tidak dapat membuat dan menghasilkan sendiri barang dan jasa yang diperlukan dalam hidupnya. Sebagai manusia yang memiliki keterbatasan dalam berbagai hal seperti permodalan, keterampilan, kesempatan dan sebagainya. Sebagai contoh seorang petani dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari tidak cukup dengan hasil panennya semata. Untuk menghasilkan barang yang lain, mereka memiliki keterbatasan. Untuk itu ia menjual sebagian hasil panennya agar memperoleh uang guna membeli keperluan lain. Seorang nelayanpun harus menjual sebagian ikannya untuk membeli gula, kopi, minyak goreng, obat-obatan, pakaian, kendaraan dan keperluan lainnya. Dengan demikian mereka memerlukan pasar yaitu tempat untuk menjual hasil panen dan kerjanya serta membeli kebutuhan lainnya. Secara lebih formal, pasar adalah suatu institusi atau badan yang menjalankan aktivitasnya jual-beli barang dan jasa. Dengan kata lain bahwa setiap hubungan yang terjadi antara pembeli dan penjual suatu komoditi dalam jangka waktu tertentu telah dapat disebut pasar


(28)

walaupun komunikasi tersebut dilakukan melalui alat komunikasi telepon,

hand phone ataupun internet.1

Sejarah terbentuknya pasar melalui evolusi yang panjang, yakni bermula dari upaya memenuhi kebutuhan sendiri. Hal ini dapat dilakukan karena saat itu kebutuhan manusia sangat terbatas pada masalah pangan saja, sehingga dapat dipenuhi sendiri. Seandainya terdapat pertukaran barang sebatas lingkungannya saja. Pada tahap berikutnya dimana kebutuhan mulai berkembang, mereka mengadakan pertukaran barang yang lebih luas lingkungannya dengan mencari atau menemui pihak-pihak yang saling membutuhkan. Pada tahap selanjutnya dimana kebutuhan sudah semakin berkembang, maka mereka yang saling membutuhkan barang tersebut saling bertemu pada suatu tempat yang rindang dan teduh. Tempat yang disepakati untuk bertemu tersebut dikenal dengan nama pasar.2

Pada saat sekarang peranan pasar masa kini sangatlah penting. Untuk menekan harga pokok, perusahaan industri menghasilkan barang secara massal karena dalam proses produksinya menggunakan mesin-mesin sehingga dapat menghasilkan barang dalam jumlah banyak yang mungkin lebih banyak dari yang dibutuhkan dengan waktu yang relatif singkat. Adanya pasar bagi barang-barang hasil produksinya sangatlah berkaitan dengan kelangsungan hidup perusahaan. Pada pasar tersebut produsen dan konsumen bertemu dan berkomunikasi. Melalui mekanisme pasar produsen mengajukan penawaran (supply) atas produknya dan melalui mekanisme pasar pula konsumen

1

Traditional Markets and Small Retailers in the Urban Centers.’ Mimeo. Jakarta: SMERU Research Institute.

2 Ibid


(29)

mengajukan permintaan (demand). Adanya tindakan penawaran dan permintaan akan dapat menimbulkan harga dan kesesuaian harga akan menimbulkan jual beli. Transaksi jual beli akan menimbulkan keuntungan yang akan dapat menutupi biaya produksi serta menambah modal perusahaan.3

Melalui keuntungan yang diperoleh di pasar, perusahan dapat menjaga kontinyuitas usahanya. Sebaliknya didalam pasar pula perusahaan mengalami kegagalan. Kemampuan hidup perusahaan bukan ditentukan oleh besarnya modal semata, melainkan ditentukan oleh tersedianya pasar untuk produk yang dihasilkan. Perkembangan pasar akan selalu sejalan dengan perkembangan masyarakatnya. Di Ibu kota misalnya pasar tradisional secara perlahan dan pasti sudah mulai tergusur dan diganti dengan pasar-pasar modern.4

Dengan gambaran tersebut pengertian pasar dapat dikatakan sebagai keseluruhan permintaan dan penawaran akan sesuatu barang dan jasa. Pengertian ini dapat diperluas lagi menjadi pasar konkrit dan pasar abstrak. Pasar konkrit adalah suatu tempat yang tertentu dimana penjual dan pembeli bertemu untuk saling menawar. Pasar abstrak ialah setiap kegiatan pertemuan dimanapun baik langsung maupun tidak langsung yang turut menentukan terjadinya harga. Penggunaan istilah pasar saat ini menjadi lebih luas tanpa mengurangi maknanya yakni tempat pertemuan antara penjual dan pembeli.

Secara sederhana, kita dapat mengartikan pasar adalah tempat bertemunya calon penjual dan calon pembeli barang dan jasa. Di pasar antara penjual dan pembeli akan melakukan transaksi. Transaksi adalah kesepakatan

3 Ibid 4


(30)

dalam kegiatan jual dan beli. Syarat terjadinya transaksi adalah ada barang yang diperjual belikan, ada pedagang, ada pembeli, ada kesepakatan harga barang, dan tidak ada paksaan dari pihak manapun.

1. Jenis-jenis Pasar5

Jika dibagi dari bentuk kegiatan, maka pasar dapat digolongkan menjadi 2 jenis. Yaitu:

a. Pasar Nyata. Adalah pasar di mana barang-barang yang akan diperjual belikan dan dapat dibeli oleh pembeli. Contoh pasar tradisional dan pasar swalayan.

b. Pasar Abstrak. Adalah pasar di mana para pedagangnya tidak menawar barang-barang yang akan dijual dan tidak membeli secara langsung tetapi hanya dengan menggunakan surat dagangannya saja. Contoh pasar online, pasar saham, pasar modal, dan pasar valuta asing.

Secara sederhana, definisi pasar selalu dibatasi oleh anggapan yang menyatakan antara pembeli dan penjual harus bertemu secara langsung untuk mengadakan interaksi jual beli. Namun, pengertian tersebut tidaklah sepenuhnya benar karena seiring kemajuan teknologi, internet, atau malah hanya dengan surat. Pembeli dan penjual tidak bertemu secara langsung, mereka dapat saja berada di tempat yang berbeda atau berjauhan. Artinya, dalam proses pembentukan pasar, hanya dibutuhkan adanya penjual, pembeli, dan barang yang diperjualbelikan serta adanya kesepakatan antara penjual dan pembeli.

5

Jenis-jenis Pasar. Artkel diakses Pada Tanggal 02 November 2010 dari


(31)

Jika dikelompokkan menurut cara transaksinya, maka jenis pasar dibedakan menjadi pasar tradisional dan pasar (retail) modern.

a.1 Pasar Tradisional. Adalah pasar yang bersifat tradisional, di mana para penjual dan pembeli dapat mengadakan tawar menawar secara langsung. Barang-barang yang diperjual belikan adalah barang yang berupa barang-barang kebutuhan pokok.

a.2 Pasar (retail) Modern. Adalah pasar yang bersifat modern, di mana barang-barang yang diperjual belikan dengan harga pas dan dengan layanan sendiri (swalayan). Tempat berlangsungnya pasar ini adalah mall, mal, plaza, dan tempat-tempat modern lainnya.

Di pasar, kita akan menjumpai banyak penjual yang menawarkan berbagai macam barang, baik hasil pertanian, maupun hasil industri. Selain itu, kita akan banyak menjumpai orang dengan tujuan berbelanja yang berbeda pula. Dari hanya untuk memenuhi kebutuhannya (mengkonsumsi), untuk dijual kembali (distribusi) sampai untuk diolah kembali kemudian dijual (produksi). Selanjutnya, di antara pembeli dan penjual tersebut sering kali terjadi tawar menawar yang diakhiri dengan transaksi jual beli.

Pasar tradisional juga merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta ditandai dengan adanya transaksi penjual pembeli secara langsung dan biasanya ada proses tawar-menawar, bangunan biasanya terdiri dari kios-kios atau gerai, los dan dasaran terbuka yang dibuka oleh penjual maupun suatu pengelola pasar. Kebanyakan menjual kebutuhan sehari-hari seperti bahan-bahan makanan berupa ikan, buah, sayur-sayuran, telur, daging, kain, pakaian barang elektronik, jasa dan lain-lain. Selain itu, ada pula yang


(32)

menjual kue-kue dan barang-barang lainnya. Pasar seperti ini masih banyak ditemukan di Indonesia, dan umumnya terletak dekat kawasan perumahan agar memudahkan pembeli untuk mencapai pasar. Beberapa pasar tradisional yang "legendaris" antara lain adalah pasar Beringharjo di Jogja, pasar Klewer di Solo, pasar Johar di Semarang. Pasar tradisional di seluruh Indonesia terus mencoba bertahan menghadapi serangan dari pasar modern.

Retail modern tidak banyak berbeda dari pasar tradisional, namun pasar jenis ini penjual dan pembeli tidak bertransakasi secara langsung melainkan pembeli melihat label harga yang tercantum dalam barang (barcode), berada dalam bangunan dan pelayanannya dilakukan secara mandiri (swalayan) atau dilayani oleh pramuniaga. Barang-barang yang dijual, selain bahan makanan makanan seperti; buah, sayuran, daging; sebagian besar barang lainnya yang dijual adalah barang yang dapat bertahan lama. Contoh dari retail modern adalah pasar swalayan dan hypermarket, supermarket, dan minimarket.

Persaingan sengit dalam industri retail telah melanda negara-negara maju sejak abad yang lalu, khususnya di Amerika Serikat dan Eropa Barat. Persaingan terjadi terutama antara usaha retail tradisional dan retail modern. Namun, menjelang dekade akhir milenium lalu persaingan telah meluas hingga ke negara-negara berkembang, di mana deregulasi sektor usaha ritel yang bertujuan untuk meningkatkan investasi asing langsung (IAL) telah berdampak pada pengembangan jaringan supermarket.6

6

Reardon, Thomas and Rose Hopkins (2006) ’The Supermarket Revolution in Developing”. Diterbitkan dalam European Journal of Development Research.


(33)

Di Indonesia, supermarket lokal telah ada sejak 1970-an, meskipun masih terkonsentrasi di kota-kota besar. Supermarket bermerek asing mulai masuk ke Indonesia pada akhir 1990-an semenjak kebijakan Investasi Asing Langsung (IAL) dalam sektor usaha ritel dibuka pada 1998. Meningkatnya persaingan telah mendorong kemunculan supermarket di kota-kota lebih kecil dalam rangka untuk mencari pelanggan baru dan terjadinya perang harga. Akibatnya, bila supermarket Indonesia hanya melayani masyarakat kelas menengah-atas pada era 1980-an dan awal 1990-an, penjamuran supermarket hingga ke kota-kota kecil dan adanya praktik pemangsaan melalui strategi pemangkasan harga memungkinkan konsumen kelas menengah-bawah untuk mengakses supermarket.7 Persoalan ini tentu juga dialami di negara berkembang lainnya. Kendati persaingan antarsupermarket secara teoretis menguntungkan konsumen, dan mungkin perekonomian secara keseluruhan, relatif sedikit yang diketahui mengenai dampaknya pada pasar tradisional. Mengukur dampak amat penting mengingat supermarket saat ini secara langsung bersaing dengan pasar tradisional, tidak hanya melayani segmen pasar tertentu. Dengan itu maka studi ini menganalisis dampak supermarket atau retail modern pada pasar tradisional di Ciputat, Tangerang Selatan. 2. Pengertian Retail Modern

Retail adalah suatu penjualan dari jumlah kecil komoditas kepada konsumen. Retail berasal dari Bahasa Perancis diambil dari kata retailer yang berarti “memotong menjadi kecil-kecil”.8 Sedangkan menurut Gilbert retail

7

CPIS (1994) Perdagangan Eceran di Indonesia: Skala Kecil vs Skala Besar. Jakarta: Center for Policy and Implementation Studies.

8

Reardon, Thomas and Rose Hopkins (2006) ’The Supermarket Revolution in Developing”. Diterbitkan dalam European Journal of Development Research.


(34)

adalah semua usaha bisnis yang secara langsung mengarahkan kemampuan pemasarannya untuk memuaskan konsumen akhir berdasarkan organisasi penjualan barang dan jasa sebagai inti dari distribusi. Dan dalam Kamus Bahasa Inggris-Indonesia retail bisa diartikan sebagai eceran.

Izin supermarket dikeluarkan oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan (Deperindag). Pemda umumnya tidak berwewenang untuk menolak izin yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat, meskipun beberapa Pemda mensyaratkan agar supermarket mengajukan izin lokal. Sebagai contoh, Pemda Depok mensyaratkan agar supermarket memiliki Izin Usaha Pasar Modern (IUPM), yang dikeluarkan oleh Deperindag dan Izin Prinsip Pembangunan Pasar Modern (IP3M), yang dikeluarkan oleh Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota. Selain izin yang dikeluarkan secara terpusat, supermarket biasanya harus mendapatkan izin lokal lainnya yang diperlukan oleh setiap usaha pribadi, seperti Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Izin Gangguan (HO).9

Supermarket pertama di Indonesia dibuka pada 1970-an, dan jumlahnya meningkat dengan pesat antara 1977 dan 1992—dengan rata-rata pertumbuhan 85% setiap tahunnya. Hipermarket muncul pertama kali pada 1998, dengan pembukaan pusat belanja Carrefour dan Continent (yang kemudian diambil alih oleh Carrefour) di Jakarta. Dari 1998 hingga 2003, hypermarket bertumbuh rata-rata 27% per tahun, dari 8 menjadi 49 toko. Kendati tidak mudah memastikan jumlah supermarket dan hypermarket di seluruh Indonesia, sejak 2003, sekitar 200 supermarket dan hipermarket

9

Lihat Jurnal Depok, Bappeda Kota Depok and BPS Kota Depok (2006) ’Kota Depok dalam Angka 2005.’ Jakarta: Bappeda Kota Depok.


(35)

merupakan milik dari 10 pemilik ritel terbesar. Pertumbuhan supermarket dalam hal pangsa pasar juga mengesankan. Laporan World Bank (2007) menunjukkan bahwa pada 1999 pasar modern hanya meliputi 11% dari total pangsa pasar bahan pangan. Menjelang 2004, jumlah tersebut meningkat tiga kali lipat menjadi 30%. Terkait dengan tingkat penjualan, studi tersebut menemukan bahwa jumlah penjualan di supermarket bertumbuh rata-rata 15%, sementara penjualan di ritel tradisional menurun 2% per tahun. Diperkirakan bahwa penjualan di supermarket akan meningkat 50% antara 2004 dan 2007, dengan penjualan di hipermarket yang meningkat 70% pada periode yang sama.10

Tabel 2.

Perbandingan Penjualan Retail Modern dan Pasar Tradisional

No Jenis Retail Tingkat Penjualan Pertahun

1 Modern + 15%

2 Tradisional - 2%

Keterangan Tabel :

+ = Bertumbuh atau Berkembang

- = Berkurang atau Menurun

Kecenderungan publik untuk berbelanja di pasar-pasar tradisional telah mengalami penurunan rata-rata 2% per tahun. Meski pertumbuhan jumlah supermarket di Indonesia terbilang pesat, penduduk yang tinggal di luar Jakarta dan beberapa kota kecil lainnya di Jawa relatif belum tersentuh—86%

10

Baker, Judy (2000) Evaluating the Impact of Development Projects on Poverty: A Handbook for Practitioners. Washington DC: Bank Dunia


(36)

hypermarket berada di Jawa. Profil lima jaringan supermarket terbesar di Indonesia dibahas berikut ini.

Dari kelimanya, jaringan Carrefour dan Superindo menyertakan perusahaan asing sebagai pemegang saham terbesar. Jaringan-jaringan besar ini beroperasi di kota-kota besar di Indonesia, baik di Jawa maupun di luar Jawa. Tiga dari lima jaringan terbesar membuka supermarket dan hypermarket, Carrefour secara khusus mengoperasikan hypermarket, sedangkan Superindo hanya mengoperasikan supermarket. Selain jaringan-jaringan besar tersebut, terdapat jaringan-jaringan supermarket yang lebih kecil, terutama yang beroperasi di luar Jakarta dan berfokus di satu wilayah tertentu. Daftar usaha ritel utama didiskusikan di bawah ini, dimulai dari yang tertinggi hingga terendah berdasarkan angka penjualan. Matahari, usaha ritel terbesar di Indonesia, pertama kali membuka tempat belanjanya (department store) pada 1958. Supermarket pertama dibuka pada 1995. Pada 2002, Matahari mendirikan dua entitas bisnis terpisah, yang satu mengelola department store, yang lain mengelola supermarket. Matahari kemudian membuka hypermarket pertamanya, yang diberi nama Hypermart, pada 2004. Nilai penjualan yang tergabung dalam jaringan Matahari pada 2005 mencapai Rp. 7 triliun.11

Pada akhir 2005, Matahari telah memiliki 37 supermarket dan 17 Hypermart, dan masih banyak lagi yang direncanakan di masa depan. Usaha ritel terbesar kedua adalah yang salah satu yang termuda di Indonesia. Carrefour masuk Indonesia pada 1998, dan menjadi pioner hypermarket di Indonesia bersama dengan Continent, yang diambil alih Carrefour pada 2000.

11

Matahari Putra Prima (2006) Laporan Tahunan 2005. Jakarta: PT Matahari Putra Prima Tbk


(37)

Pada 2004 Carrefour memiliki 15 hipermarket. Total nilai penjualan pada 2004 mencapai Rp. 4,9 triliun.12

Pemain utama ketiga adalah Hero, jaringan supermarket domestik terbesar dan tertua di Indonesia. Jaringan ini mulai beroperasi pada 1970-an, dan pada 2005 Hero telah memiliki 99 supermarket. Saat ini, sekitar 30% saham Hero dikuasai oleh Dairy Farm International (DFI), sebuah perusahaan yang berbasis di Hong Kong. Pada 2002, Hero turut meramaikan “boom” hypermarket di Indonesia dengan membuka Giant, merek usaha ritel Malaysia yang juga dikuasai oleh DFI. Pada 2004 terdapat 10 hypermarket Giant di Indonesia. Total penjualan yang tergabung dalam Hero pada 2004 mencapai Rp. 3,8 triliun. Pemain peringkat empat, Alfa, mulai beroperasi pada 1989 dan pada 2004 memiliki 35 supermarket dan hypermarket di seluruh Indonesia. Total nilai penjualan pada 2004 mencapai Rp 3,3 triliun.13

Terakhir, usaha ritel terbesar kelima adalah Superindo, yang mulai beroperasi pada 1997 dan pada 2003 memiliki 38 supermarket. Superindo adalah perusahaan pribadi, dan Delhaize, sebuah perusahaan ritel Belgia, memiliki proporsi saham terbesar. Total nilai penjualan Superindo pada 2003 mencapai Rp. 985 miliar.

12 Ibid 13


(38)

Tabel 3.

Jumlah Rata-rata Pendapatan Retail Modern

No Nama Retail Omzet Rata-rata

Per-5 Tahun

1 Matahari 7 Triliun

2 Carrefour 4,9 Triliun

3 Hero 3,8 Triliun

4 Alfa 3,3 Triliun

5 Superindo 985 Miliar

Yang tidak kalah pentingnya untuk dibahas secara singkat adalah praktik bisnis supermarket. Barang yang dijual supermarket relatif merupakan barang-barang bermutu tinggi, dengan harga pasti, harga yang bersaing, dan kadang-kadang ditawarkan diskon borongan. Telebih lagi, mereka menawarkan aneka pilihan pembayaran, mulai dari tunai dan kartu kredit hingga pendanaan untuk barang-barang yang lebih besar. Tempat pembelanjaan juga terang, bersih, dan memiliki fasilitas yang berfungsi dengan baik, seperti toilet dan tempat makan. Kunjungan ke kantor pusat supermarket mengungkap bahwa penyediaan barang dilakukan oleh bagian pembelian (merchandising) yang didasarkan atas perjanjian kontrak atau nonkontrak. Dalam kontrak tersebut harga dan jumlah barang dicantumkan sesuai perjanjian untuk dikirimkan berdasarkan jadwal yang telah ditentukan. Barang-barang dalam kontrak ini umumnya berupa sayuran dan daging, yang harus memenuhi standar pengemasan dan harus lolos dari standar yang ditetapkan Badan Pengawasan Obat-obatan dan Makanan (BPOM)


(39)

Pemerintah Pusat. Barang-barang di bawah kontrak umumnya disediakan berdasarkan konsinyasi.14

Sebaliknya, perjanjian tanpa kontrak dilakukan melalui negosiasi berdasarkan kasus per kasus dan berlaku untuk semua produk. Selain itu, supermarket lazim mengenakan biaya memajang barang dan menentukan lamanya periode pembayaran. Supermarket menerapkan strategi harga campuran dan strategi nonharga untuk menarik pelanggan dan untuk bersaing dengan para peritel lainnya. Berbagai strategi penetapan harga digunakan, seperti strategi penetapan harga batasan untuk menghambat masuknya pelaku bisnis baru, strategi pemangsaan melalui penetapan harga untuk menyaingi pelaku bisnis lainnya, dan diskriminasi harga antarwaktu—yang berarti bahwa mengenakan harga yang berbeda pada kesempatan yang berbeda, seperti memberikan diskon pada akhir pekan atau antara jam-jam tertentu.

Selain itu, supermarket juga melakukan survei pada pasar tradisional untuk mendapatkan perkiraan tingkat harga pasar sehingga mereka akan menjualnya dengan harga bersaing. Terakhir, praktik subsidi silang kerap dilakukan, saat mereka mengalami kerugian atas sejumlah barang dagangan dalam rangka memenangkan persaingan.15

3. Pengertian Pasar Tradisional

Berbeda dengan supermarket, kebanyakan pasar tradisional merupakan milik pemda. Pemda di Indonesia umumnya memiliki Dinas Pasar yang menangani dan mengelola pasar tradisional. Dinas ini mengelola pasar miliknya sendiri atau bekerja sama dengan swasta. Metode kerja sama

14

A.C. Nielsen (2005) Asia Pacific Retail and Shopper Trends 2005 [online] diunduh pada tanggal 02 November 2010

15


(40)

umumnya melibatkan pemberian izin kepada pihak swasta untuk membangun dan mengoperasikan pasar tradisional di bawah skema Bangun, Operasi, dan Transfer (BOT), dengan pembayaran oleh pihak swasta kepada Dinas Pasar setiap tahun.

Pasar adalah sebuah komunitas yang umurnya sudah setua dengan usia peradaban. Dari sisi sejarah Pasar adalah penggerak utama, karena di pasar itulah kemudian berkembang pola-pola landasan susunan ekonomi masyarakat. 16

Pengertian Pasar di Nusantara pada awalnya adalah sebuah jaringan-jaringan dagang internasional. Unsur-unsur jaringan-jaringan dagang inilah yang kemudian menjadi penggerak sejarah di Indonesia mulai dari masuknya pengaruh Hindu-Buddha (jaringan indianisasi), Cina dan Pembaratan. Setelah beberapa peristiwa penting seperti pembantaian dan pembakaran kebun-kebun lada (hongi), penguasaan jaringan dagang pesisir oleh VOC dan Monopoli perdagangan besar dimana VOC memiliki konsesi yang sangat besar. Dari unsur-unsur ini kemudian pasar di Indonesia jauh dari pengertian rakyat seperti jaringan niaga raksasa seperti yang ada di Banten, Surabaya, Medan dan Makassar, setelah konsesi Semarang dan lahirnya perjanjian Giyanti 1755, secara revolusioner seluruh pengertian pasar dalam alam pikiran rakyat berubah total. Pasar dalam pengertian rakyat pribumi juga dalam alam pikiran para elite mengkerut menjadi pasar mikro dimana jaringan distribusinya

16

Pengertian Pasar. Artikel diakses pada tanggal 02 November 2010 dari http://anton-djakarta.blogspot.com.pasar-tradisional-vs-pasar-retail.html.


(41)

merupakan rantai kedua setelah barang masuk pelabuhan dan diterima oleh jaringan dagang lokal. Disinilah kemudian pengertian pasar itu terbentuk.17

Dijaman VOC dan Hindia Belanda kaum penguasa pribumi dan orang-orang timur asing tidak lagi memainkan politik dagang penting seperti ekspor gula, bermain saham di pasar modal London, membeli obligasi perang Napoleon atau menjalankan praktek-praktek aturan dagang dengan etikanya yang mengikat (macam tawan karang di Bali), dimana kekuatan negara menjadi unsur penting regulasinya. Pasar berubah maknanya menjadi alam yang sangat tradisional dan erat kaitannya dengan pola pikir masyarakat yang sempit bahkan secara tegas dijauhkan dari alam pikir penguasa oleh pemerintahan kolonialisme. Gayung bersambut dengan pikiran buruk terhadap jiwa dagang, sehingga peran saudagar diruntuhkan menjadi hanya pariah dalam sistem masyarakat. Bahkan Mangkunagoro IV dengan nyinyir mengumandangkan tembang dengan salah satu baitnya adalah : Ati Saudagar

yang dalam bait itu juga diparalelkan dengan Mo limo sebuah perbuatan nista dari gerak pikir manusia Jawa. Disini kemudian wilayah ‘ati saudagar’ itu menjadi milik kelompok pendatang dalam hal ini orang-orang Cina, India dan Arab yang kedatangan mereka meledak jumlahnya di tahun 1870.18

Memang tidak semua peran pasar menjadi pariah dalam alam pikir masyarakat tradisional Jawa, seperti di Kotagede, misalnya masyarakat lokal berhasil mengembangkan pasarnya sendiri. Bahkan Sargedhe (Pasar Gedhe) yang dibangun oleh Panembahan Senopati memainkan peranan penting dalam menumbuhkan peran pasar sebagai kantung-kantung kapital rakyat kecil.

17 Ibid 18


(42)

Perlu diingat sebelum masuknya penetrasi budaya anti-pasar yang digagas kaum priyayi-inlander, peran pasar memiliki arti penting bahkan dekat dengan kekuasaan seperti halnya nama julukan yang melekat pada Panembahan Senopati pendiri wangsa Mataram itu : Panembahan Lor ing Pasar

(Panembahan yang berkedudukan di utara Pasar).19

Tapi Sargedhe lengkap dengan struktur sosial masyarakat Kalang dan pegadaian juga perak-nya, hanya sedikit kasus dan kemudian tidak menjadi gerakan besar pertumbuhan kapital pribumi dimana perannya kemudian dimainkan oleh negara dalam hal ini Orde Baru yang menerapkan Kapitalisme-Negara-Birokrasi.20

Karena bangsa kita tidak terdidik sebagai penguasa Jaringan, tapi terdidik sebagai pion-pion yang dimainkan oleh jaringan. Jika kita bicara jaringan, maka kita bicara sistem politik, dan jika kita bicara sistem politik maka kita bicara bagaimana sistem politik memakan perekonomian rakyat bukannya malah bekerja seperti seharusnya yaitu menyediakan akses kemudahan kapital dan penciptaan jalur-jalur kemudahan distribusi untuk mengembangkan bagaimana kerja kapital dapat menjadi sarana memutar roda perekonomian.21

19 Ibid 20

Ibid 21


(43)

4. Karakteristik Pasar

Adapun karakteristik dan perbedaan pasar tradisional dengan pasar modern dapat dilihat pada tabel 4 di bawah ini.

Tabel 4: Perbedaan Karakteristik antara Pasar Tradisional dengan Retail Modern22

No Aspek Pasar Tradisional Pasar Modern

1 Histori Evolusi panjang Fenomena baru

2 Fisik Kurang baik, sebagian baik Baik dan mewah

3 Pemilikan/

Kelembagaan

Milik masyarakat/desa, Pemda, sedikit swasta

Umumnya perorangan/swasta

4 Modal Modal lemah/Subsidi/Swadaya

Masyarakat Inpres

Modal kuat/digerakkan oleh swasta

5 Konsumen Golongan menengah ke bawah Umumnya golongan menengah

ke atas

6 Motode Ciri dilayani, tawar menawar Swalayan

7 Status tanah Tanah Negara, sedikit swasta Tanah swasta/perorangan

8 Pembiayaan Kadang-kadang di subsidi Tidak di subsidi

9 Pembangunan Pemda/Desa/Masyarakat Swasta

10 Pedagang yang

masuk

Beragam, masal, dari sektor informal sampai pedagang

menengah dan besar

Pemilik modal juga pedagangnya (tunggal) atau beberapa pedagang formal skala

menengah dan besar

11 Peluang

masuk/partisipasi

Bersifat missal (pedagang kecil, menengah, dan bahkan besar)

Terbatas, umumnya pedagang tunggal dan menengah ke atas

12 Jaringan Pasar regional, pasar kota, pasar

kawasan

Sistem rantai korporasi nasional atau bahkan terkait dengan modal luar negeri

22

CESS (1998), “Dampak Krisis Ekonomi dan Liberalisasi Perdagangan terhadap Strategi dan Arah Pengembangan Pedagang Eceran Kecil-Menengah di Indonesia”, November, TAF dan USAID, Jakarta.


(44)

Meskipun terdapat beberapa perbedaan, tetapi tidak menutup kemungkinan akan terjadinya persaingan di antara keduanya. Persaingan ini terjadi ketika masyarakat memilih satu diantara keduanya sebagai tempat mereka berbelanja. Penentuan pilihan itu dipengaruhi oleh beberapa aspek, seperti peningkatan pendapatan rata-rata masyarakat per kapita, terutama fisik, modal dan kelompok konsumen.

Pola belanja masyarakat moderen yang menginginkan kenyamanan, kebersihan dan efisien dalam berbelanja menyebabkan pasar tradisional semakin ditinggalkan konsumen. Terlebih lagi jika tidak ada usaha-usaha dari PD Pasar Jaya selaku pengelola pasar tradisional untuk melakukan perbaikan ke dalam maupun lingkungan di sekitarnya.

Dampak negatif dari pertumbuhan retail moderen yang semakin pesat belakangan ini, sudah mulai dirasakan oleh banyak pedagang tradisional. Hasil diskusi antara pengamat retail di Indonesia Koestarjono Prodjolalito dengan sejumlah pedagang alat-alat listrik tradisional menunjukkan bahwa banyaknya macam atau merek barang yang ditawarkan oleh hypermarket, termasuk alat-alat listrik telah mengancam usaha mereka. Ia berpendapat bahwa kelangsungan usaha pasar tradisional yang ada sekarang tidak mencerminkan daya saing yang sesungguhnya di tengah pesatnya pembangunan pusat perdagangan atau pasar retail modern.23

23

BI, “Pemda dinilai tak serius bina pasar tradisional”, dalam Bisnis Indonesia, Jasa & Perdagangan, Rabu, 08 Oktober 2003.


(45)

5. Pembagian Retail Modern dan Tradisional

Tabel 5. Pembagian Retail Modern dan Tradisional

Klasifikasi Retail Modern Retail Tradisional

Lini Produk Toko Khusus

Toko Serba Ada Toko Swalayan Toko Convenience

Toko Super, Kombinasi, dan Pasar Hyper

Toko Diskon

Pengecer Potongan Harga Ruang Penjual Katalog

Mom & Pop Store Mini Market

Kepemilikan Corporate Chain Store Independent Store

Penggunaan Fasilitas

Alat-alat pembayaran modern (komputer, credit card, autodebet)

AC, Eskalator / Lift

Alat Pembayaran tradisional (manual / calculator, cash) Tangga, tanpa AC

Promosi Ada Tidak Ada

Keuangan Tercatat dan Dapat dipublikasikan Belum tentu tercatat dan

tidak dipublikasikan

Tenaga Kerja Banyak Sedikit, biasanya keluarga

Fleksibilitas Operasi

Tidak Fleksibel Fleksibel

Keterangan tabel:

a. Toko khusus, yaitu toko yang menjual satu macam barang atau lini produk yang lebih sempit dengan ragam yang lebih banyak dalam lini tersebut. Contoh pengecer khusus adalah toko alat-alat olah raga, toko pakaian, toko meubel, toko bunga, dan toko buku. Biasanya volumenya tidak terlalu besar, milik pribadi, dan badan hukumnya berbentuk usaha perorangan, firma atau CV. Toko khusus dapat diklasifikasikan lagi menurut tingkat


(46)

kekhususan lini produknyanya. Toko pakaian merupakan toko lini tunggal; toko pakaian pria merupakan toko sangat khusus. Di Indonesia saat ini toko khusus yang berkembang pesat dalam beberapa tahun belakangan ini adalah AGIS (PT Artha Graha Investama Sentral) sebagai salah satu retail yang mengkhususkan menjual barang-barang elektronik. Lainnya yang masuk kelompok ini adalah Cosmo yang hanya menjual produk-produk Jepang dan toko roti Holland Bakery yang hanya jual roti.

b. Toko serba ada, yaitu toko yang menjual berbagai macam lini produk. Biasanya toko seperti ini mempunyai volume usaha yang besar, kondisi keuangannya lebih kuat, dan badan hukumnya berbentuk perseroan terbatas atau paling tidak berbentuk CV. Misalnya Ramayana dan Sarinah.

c. Pasar Swalayan, yaitu toko yang merupakan operasi relatif besar, berbiaya rendah, margin rendah, volume tinggi, swalayan, yang dirancang untuk melayani semua kebutuhan konsumen seperti makanan, cucian, dan produk-produk perawatan rumah tangga.

d. Toko Convenience, yaitu toko yang relatif kecil dan terletak di daerah pemukiman atau di jalur high traffic, memiliki jam buka yang panjang (24 jam) selama tujuh hari dalam seminggu, dan menjual lini produk

convenience yang terbatas seperti minuman, makanan ringan, permen, rokok,

dll., dengan tingkat perputarannya yang tinggi. Jam buka yang panjang dan karena konsumen hanya membeli di toko ini hanya sebagai “pelengkap” menyebabkan toko ini menjadi suatu operasi dengan harga tinggi.

e. Toko Super, Toko Kombinasi dan Pasar Hyper. Toko Super rata-rata memiliki ruang jual 35.000 kaki persegi dan bertujuan memenuhi


(47)

semua kebutuhan konsumen untuk pembelian makanan maupun bukan makanan secara rutin. Mereka biasanya menawarkan pelayanan seperti cucian, membersihkan, perbaikan sepatu, penguangan cek, dan pembayaran tagihan, serta makan siang murah. Toko kombinasi merupakan diversifikasi usaha pasar swalayan ke bidang obat-obatan, dengan luas ruang jual sekitar 55.000 kaki persegi. Masuk dalam kelompok ini mulai dari yang konvensional seperti Naga SM dan Bilka hingga yang lebih modern dan besar seperti Hero dan Top’s. Pasar hyper lebih besar lagi, berkisar antara 80.000 sampai 220.000 kaki persegi. Pasar ini tidak hanya menjual barang-barang yang rutin dibeli tetapi juga meliputi meubel, perkakas besar dan kecil, pakaian, dan banyak jenis lainnya, seperti Carrefour dan Mega M.

f. Toko Diskon, yaitu toko yang menjual secara reguler barang-barang standar dengan harga lebih murah karena mengambil marjin yang lebih rendah dan menjual dengan volume yang lebih tinggi. Umumnya menjual merek nasional, bukan barang bermutu rendah. Pengeceran diskon telah bergerak dari barang dagangan umum ke khusus, seperti toko diskon alat-alat olah raga, toko elektronik, dan toko buku.

g. Pengecer Potongan Harga. Kalau toko diskon biasanya membeli pada harga grosir dan mengambil margin yang kecil untuk menekan harga, pengecer potongan harga membeli pada harga yang lebih rendah daripada harga grosir dan menetapkan harga pada konsumen lebih rendah daripada harga eceran. Mereka cenderung menjual persediaan barang dagangan yang berubah-rubah dan tidak stabil sering merupakan sisa, tidak laku, dan cacat yang diperoleh dengan harga lebih rendah dari produsen atau pengecer


(48)

lainnya. Pengecer potongan harga telah berkembang pesat dalam bidang pakaian, asesoris, dan perlengkapan kaki. Contoh dari pengecer potongan harga ini adalah factory outlet, seperti Herritage dan Millenia.

h. Ruang Jual Katalog, yaitu toko yang menjual cukup banyak pilihan produk-produk dengan marjin tinggi, perputarannya cepat, bermerek, dengan harga diskon. Produk-produk yang dijual meliputi perhiasan, alat-alat pertukangan, kamera, koper, perkakas kecil, mainan, dan alat-alat olah raga.

i. MOM & POP Store, yaitu toko berukuran relatif kecil yang dikelola secara tradisional, umumnya hanya menjual bahan pokok atau kebutuhan sehari-hari yang terletak di daerah perumahan atau pemukiman. Jenis toko ini dikenal sebagai toko kelontong.

j. Mini Market, yaitu toko berukuran relatif kecil yang merupakan pengembangan dari Mom & Pop Store, dimana pengelolaannya lebih modern, dengan jenis barang dagangan lebih banyak. Misalnya Indomaret.

Tabel 6.

Regulasi Berkenaan Dengan Pasar Tradisional dan Retail Modern

Tingkat Regulasi Regulation

Nasional a. Keputusan Presiden (Kepres) No.

118/2000 tentang Perubahan dari Keputusan Presiden No. 96/2000 mengenai Sektor Usaha yang Terbuka dan Tertutup dengan Beberapa Syarat untuk Investasi Asing Langsung.

b. Keputusan Menteri Perindustrian dan

Perdagangan No.107/MPP/Kep/2/1998 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Usaha Pasar Modern


(49)

Perdagangan No.420/MPP/Kep/10/1997 tentang Pedoman Penataan dan

Pembinaan Pasar dan Pertokoan

d. Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri

Perindustrian dan Perdagangan dan Menteri Dalam Negeri No.57 dan

145/MPP/Kep/1997 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar dan Pertokoan;

e. Peraturan Menteri Perindustrian dan

Perdagangan No.12/M-

DAG/PER/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba

f. Rancangan Peraturan Presiden tentang

Penataan dan Pembinaan Pasar Modern dan Toko Modern

Provinsi (hanya Jakarta) DKI Jakarta: Perda Provinsi No. 2/2002 tentang Pasar Swasta di

DKI Jakarta; Keputusan Gubernur No. 44/2003 mengenai Petunjuk Pelaksanaan Pasar Swasta di Jakarta.

Meski kaya dalam batasan-batasannya, rancangan peraturan tentang pasar modern dan peraturan tentang pengelolaan pasar tidak secara gamblang menjelaskan tugas dan tanggung jawab khusus dari masing-masing dinas pasar terkait. Demikian juga, peraturan tersebut tidak memuat hak atau tanggung jawab pedagang dan pengelola pasar, demikian pun sanksi bagi pemda atau pedagang yang melanggarnya. Selain itu, sosialisasi peraturan ini masih lemah.


(50)

B. Kesejahteraan Sosial

1. Pengertian Kesejahteraan Sosial

Pada mulanya, usaha-usaha kesejahteraan sosial dilakukan oleh kelompok keagamaan. Usaha-usaha kesejahteraan yang dilakukan pada umumnya merupakan pelayanan sosial yang bersifat amal. Sebagaimana yang dituliskan Canda dan Furman dalam bukunya, Keberagaman Agama dalam Praktek Pekerjaan Sosial (Spiritual Diversity in Social Work Practice: The Heart of Helping), bahwa setiap agama (Budha, Hindu, Islam, Konghucu, Kristen, dan Yahudi) memiliki kepercayaan dan nilai dasar yang berimplikasi pada penerapan atau praktek kerja sosial.24

Ketika orang memperlajari kesejahteraan sosial, maka aorang tersebut akan menghadapi masalah yang berkenaan dengan istilah itu sendiri, tetapi tidak berakhir sampai di situ. Setelah masalah itu terjawab, masalah yang lebih luas yang berkenaan dengan substansi dari istilah tersebut muncul. Seperti pertanyaan apakah kesejahteraan sosial merupakan suatu aktivitas yang dimaksudkan untuk menolong orang yang berada di bawah tekanan sosial tertentu untuk meraih kembali keseimbangannya, kepercayaan dirinya dengan menghilangkan sebab-sebabnya? Apakah kesejahteraan sosial merupakan suatu sistem tindakan umum yang dimaksudkan untuk memperbaiki kondisi institusi-institusi sosial agar bisa diakses oleh anggot masyarakat? Apakah kesejahteraan sosial merupakan suatu ilmu yang mempelajari kedua ranah kesejahteraan sosial itu? Dan banyak lainnya.

24

Canda dan Furman, Keberagaman Agama dalam Praktek Pekerjaan Sosial (Spiritual Diversity in Social Work Practice: The Heart of Helping)


(51)

Secara historis, cikal bakal ilmu kesejahteraan sosial dapat ditelusuri melalui adanya usaha kesejahteraan sosial tradisional dalam masyarakat, yang dikemudian hari menjadi modern atau ilmiah.

a. Abad 13-18

Pada periode ini pemerintah Inggris mengeluarkan beberapa peraturan perundangan untuk menangani masalah kemiskinan. Undang-undang Kemiskinan yang dikeluarkan oleh Ratu Elizabeth (Elizabethan Poor Law) merupakan salah satu undang-undang yang paling terkenal saat itu. Undang-undang tersebut dianggap sebagai cikal bakal intervensi pemerintah terhadap kesejahteraan warga negaranya karena usaha kesejahteraan sosial sebelumnya lebih banyak dilakukan oleh kelompok keagamaan, seperti pihak gereja.25

Usaha-usaha kesejahteraan sosial pada dasarnya berasal dari nilai-nilai humanitarianisme yang percaya bahwa kondisi kemiskinan yang terjadi di tengah masyarakat adalah sesuatu yang tidak seharusnya terjadi. Kemudian muncul kelompok-kelompok (relawan) yang mengupayakan pengembangan usaha kesejahteraan sosial untuk memperbaiki kondisi tersebut. Usaha kesejahteraan sosial yang dilakukan oleh relawan yang didasari semangat filantropis selanjutnya berkembang menjadi lebih terarah dan terorganisir. Karena itu, baik di Inggris maupun Amerika, sejarah pekerjaan sosial sangat terkait dengan para relawan dan organisasi para relawan. Organisasi para

25

Adi, Isbandi Rukminto. 2005. Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial: Pengantar Pada Pengertian dan Beberapa Pokok Bahasan. Jakarta. FISIP UI Press. Hal. 1-10.


(52)

relawan inilah yang kemudian mendorong terciptanya beragam usaha kesejahteraan sosial.26

b. Tahun 1869

Organisasi relawan bernama COS (Charity Organization Society)

didirikan di London, Inggris. Organisasi relawan tersebut dikembangkan untuk menggalang dan mengkoordinasikan bantuan dana dan material dari berbagai gereja serta kurang lebih 100 lembaga amal. Perkembangan organisasi relawan di Inggris berpengaruh pula terhadap perkembangan organisasi relawan di Amerika.27

c. Tahun 1877

COS kemudian di kembangkan di Buffalo, New York. Dalam jangka waktu 10 tahun kemudian, terbentuk 25 organisasi sosial di Amerika Serikat. Berkembangnya berbagai COS di Amerika membuat para relawan aktif yang terlibat di dalamnya merasa perlu suatu pemahaman yang lebih mendalam tentang materi yang berhubungan dengan perilaku individu, serta permasalahan sosial dan ekonomi. Oleh karena itu, Mary Richmond, seorang praktisi pekerjaan sosial, berencana untuk mengembangkan Sekolah Pelatihan Filantropi Terapan. Lembaga ini menjadi cikal bakal kelas pekerjaan sosial di New York pada tahun 1898.

26 Ibid 27


(53)

Perluasan pokok bahasan dalam sejarah perkembangan bidang pekerjaan sosial telah memunculkan suatu kajian kesejahteraan sosial yang lebih luas. Munculnya kajian kesejahteraan sosial ini kemudian mendorong terbentuknya disiplin baru bernama ilmu kesejahteraan sosial.28

Usaha-usaha kesejahteraan sosial pada mulanya dilakukan hanya bredasarkan atas dorongan kemuraha hati (charity) dan kasih sayang (philatrophy) terhadap sesama manusia. Dalam konteks kelangsungan hidup, jika aspek yang dijadikan pertimbangan sesungguhnya sejak jaman primitif pun manusia sudah menunjukkan adanya dorongan-dorongan untuk melakukan usaha perlindungan diri sendiri, kesejahteraan keluarga, dan kesejahteraan kelompok mereka dalam kehidupan.29

Di dua negara seperti Inggris dan Amerika, notabene anggota masyarakatnya beragama Kristen, maka usaha-usaha kesejahteraan sosial seperti itu dipelopori oleh umat Gereja. Sebaliknya, di Indonesia karena mayoritas anggota masyarakatnya beragama Islam, maka bisa dimengerti bahwa jemaah Masjid memainkan peranan penting dalam usaha-usaha kesejahteraan sosial yang serupa itu.

Untuk menunjukkan bahwa kesejahteraan sosial merupakan suatu kajian yang ilmiah atau ilmu, maka akan dikutipkan beberapa batasan kesejahteraan sosial sebagai berikut:

28 Ibid 29

Suud, Muhammad. 3 Orientasi Kesejahteraan Sosial. Jakarta: Prestasi Pustaka. 2006. h. 2 & h. 3.


(54)

Kesejahteraan Sosial ialah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial, material maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir batin, yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila.30

Kesejahteraan Sosial, keadaan sejahtera pada umumnya, yang meliputi keadaan jasmaniah, rohaniah, sosial dan bukan hanya perbaikan dan pemberantasan keburukan sosial tertentu saja; jadi merupakan suatu keadaan dan kegiatan.31

… suatu keadaan sejahtera secara sosial tersusun dari tiga unsur sebagai berikut. Itu adalah, pertama, setinggi apa masalah-masalah sosial dikendalikan, kedua, seluas apa kebutuhan-kebutuhan dipenuhi, dan terakhir, setinggi apa kesempatan-kesempatan untuk maju tersedia. Tiga unsur ini berlaku bagi individu-individu, keluarga-keluarga, komunitas-komunitas, dan bahkan seluruh masyarakat.32

Dari defenisi-defenisi kesejahteraan sosial yang telah disebutkan di atas, kita dapat membedakan mana yang merupakan kebaikan pada umumnya (well being) dan mana yang merupakan kesejahteraan sosial (social welfare).

Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagaimana yang telah dikutip oleh Sumarnonugroho (1991:32), sebagai lembaga yag lebih bersifat praktis daripada akademis, mengemukakan pada tahun 1959 bahwa kesejahteraan sosial adalah:

… suatu kegiatan yang terorganisasi dengan tujuan membantu penyesuaian timbal balik antara individu- individu dengan lingkungan sosial mereka. Tujuan ini dicapai secara saksama memalui teknik- teknik dan metode-metode dengan maksud agar supaya memungkiknkan individu-individu, kelompok-kelompok, maupun komunitas-komunitas memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan memecahkan masalah-masalah penyeseuaian diri mereka terhadap perubahan pola-pola masyarakat, serta melalui tindakan kerja sama untuk memperbaiki kondisi-kondisi ekonomi dan sosial.

30

Pemerintah dan DPR RI, Undang-Undang Republik Indonesia No. 6 Tahun 1974. 31

Suud, Muhammad. 3 Orientasi Kesejahteraan Sosial. Jakarta: Prestasi Pustaka. 2006. h. 5. 32


(55)

… kesejahteraan sosial dapat didefinisikan sebagai kegiatan-kegiatan yang terorganisasi bagi peningkatan kesejahteraan sosial melalui menolong orang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dalam beberapa bidang seperti kehidupan keluarga dan anak, kesehatan, penyesuaian sosial, waktu senggang, standar-standar kehidupan, dan hubungan-hubungan sosial. Pelayanan-pelayanan kesejahteraan sosial member perhatian terhadap individu-individu, kelompok-kelompok, komunitas-komunitas, dan kesatuan-kesatuan penduduk yang lebih luas. Pelayanan-pelayanan ini meliputi perawatan, penyembuhan, dan pencegahan.

Dari uraian di atas, jelaslah bahwa kesejahteraan sosial didefinisikan secara berbeda-beda oleh para ahli dan contoh-contoh tersebut masih dapat dilanjutkan lagi degan batasan-batasan lainnya sehingga akan kompleks. Yang ingin dijelaskan di sini adalah dua hal sebagai berikut. Pertama adalah mengklasifikasi definisi-definisi agar menjadi lebih mudah dipahami. Untuk maksud ini akan digolongkan definisi-definisi tersebut menjadi tiga kelompok, yaitu: kesejahteraan sosial sebagai kondisi, kesejahteraan sosial sebagai kegiatan atau pelayanan, dan kesejahteraan sosial sebagai ilmu.33

Kedua adalah mengkritisi definisi-definisi tersebut. Dalam konteks ini perlu adanya pemahaman yang hati-hati terhadap keluasan beberapa batasan kesejahteraan sosial tersebut, khususnya batasan kesejahteraan sosial yang tertuang dalam UU RI No. 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial, dalam mana kesejahteraan meliputi aspek perkehidupan sosial, materiil dan spiritual, dan aspek pemenuhan kebutuhan baik jasmaniah, rohaniah, maupun sosial.

Sebagai suatu sistem, kesejahteraan sosial terdiri dari beberapa komponen, yaitu pendidikan, kesehatan, pemeliharaan pengahasilan,

33


(56)

perumahan, pelayanan kerja, dan pelayanan sosial personal.34 Dalam konteks Indonesia, perlu ditambahkan lag komponen agama. Jika dilihat seperti ini, maka kesejahteraan sosial bisa dianggap sebagai bidang dan dalam bidang ini dipraktekkan berbagai macam profesi seperti guru, dokter, pekerja sosial, dan sebagainya.

2. Sasaran Ilmu Kesejahteraan Sosial

Dalam dunia keilmuan, telah diterima adanya asumsi bahwa suatu ilmu selalu membahas suatu sasaran tertentu. Dalam sasaran yang sama terdapalah rumpun ilmu yang serupa. Sasaran itu bisa berupa benda mati dalam alam semesta ini seperti batu, fosil dan sebagainya atau suatu gejala sosial dalam masyarakat seperti kemiskinan, kesejahteraan, keadilan, dan lain sebagainya. Kelompok sasaran yang pertama merupakan kajian dari ilmu alam, sedangkan kelompok sasaran yang kedua merupakan kajian dari ilmu sosial.35

Dilihat dari pembelahan kelompok sasaran tersebut, kesejahteraan sosial kiranya termasuk dalam rumpun ilmu sosial. Ketika kita mulai mendefinisikan suatu bidang penyelidikan ilmiah, seperti bidang ekonomi, kita mengenali suatu kelas fenomena untuk dipelajari. Horton dan Hunt merumuskan ilmu sebagai sekumpulan pengetahuan yang telah diverifikasi dan terorganisasi yang diperoleh malalui penelitian ilmiah.

Batasan lain yang mengarahkan perhatian kita pada kelompok sasaran yang kedua dikemukakan oleh Selingman yaitu sebagai berikut:

34

Ibid. Suud, Muhammad. h. 14 & h. 15. . 35


(57)

… dengan demikian gejala-gejala yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan kelompok biasanya disebut gejala-gejala sosial, dan ilmu yang menggolong-golongkan dan menafsirkan kegiatan-kegiatan demikian adalah ilmu-ilmu sosial. Jadi ilmu-ilmu sosial dapat didefinisikan sebagai segenap ilmu jiwa dan budaya yang mempelajari kegiatan-kegiatan individu sebagai anggota dari suatu kelompok. Sasaran ilmu kesejahteraan sosial meliputi beberapa hal di bawah ini:36

3. Kondisi kesejahteraan (individu, kelompok, dan komunitas) 4. Aktivitas kesejahteraan

5. Kebutuhan (pelayanan sosial) 6. Fakta kesejahteraan

7. Institusi atau organisasi pelayanan sosial, dan 8. Negara kesejahteraan

2.1 3 Orientasi Kesejahteraan Sosial

Adapun 3 orientas kesejahteraan sosial yang dalam prakteknya dapat terjadi pertautan antar ketiganya. Masing-masing adalah.37

d. Oreintasi Akademik, mengemban tugas memprediksikan dan memecahkan masalah secara teoritis. Ilmu kesejahteraan sosial diharapkan menunjukkan kompetensinya membina teori-teori, baik dalam mengembangkan meta teori (pembinaan dan pengembangan teori tentang teori dan hipotesa teori) maupun teori praktek (penciptaan model-model peecahan masalah).

36

Ibid. Suud, Muhammad. h. 22. 37


(1)

(2)

Acuan Wawancara Mendalam Pewawancara : Ahmad Reza S.

Responden : PD. PASAR NIAGA KERTA RAHARJA KABUPATEN TANGERANG

No. Daftar Pertanyaan Alternatif Jawaban

1 Sejarah berdiri PD. PASAR JAYA?

 Hari Tanggal? Bulan? Tahun?  Para Pendiri?

 Alasan Didirikan? 2 Profil dan struktur organisasi

PD. PASAR JAYA

 Struktur organisasi terbaru sampai dengan 2010?

3 Sejarah Terbentuknya Pasar Tradisional Ciputat

 Alasan komersil?  Alasan lainnya….. 4 Apa saja tantangan dan

hambatan terhadap pengelolaan Pasar Tradisional Ciputat

 Tantangan dan hambatan dari dalam?

 Tantangan dan hambatan dari luar? 5 Masalah yang terjadi di pasar

tradisional ciputat

 Pendapatan?  Pemasaran?  Fasilitas? 6 Sampai dengan tahun 2010, ada

berapa pedagang yag terdapat di Pasar Tradisional Ciputat

 Pedagang sayur?  Pedagang buah?  Pedagang pakaian? 7 Apakah ada model pengelolaan

terhadap pengusaha pasar

 Retail modern?  Pasar tradisional?


(3)

 Alfa Midi? 9 Apakah ada dampak dari retail

modern terhadap kesejahteraan pedagang pasar tradisional

 Pedagang sayur?  Pedagang buah?  Pedagang pakian? 10 Apakah ada pengaplikasian

terhadap UU No 5. Tahun 1999

 Model pengaplikasian?  Lainnya….

11 Dari tahun 2009 sampai sekarang, apakah ada pedagang yang gulung tikar akibat didirikannya retail modern

 Pedagang sayur?  Pedagang buah?  Pedagang pakaian?


(4)

Acuan Wawancara Mendalam Pewawancara : Ahmad Reza S.

Responden : PEDAGANG PASAR TRADISIONAL CIPUTAT

No. Daftar Pertanyaan Alternatif Jawaban

1 Sejak kapan mulai berjualan di pasar ciputat

 Hari Tanggal? Bulan? Tahun?  Alasan berjualan?

2 Barang yang dijual

3 Apakah ada pungutan atau biaya lain untuk berjualan di pasar ciputat

 Biaya lapak  Biaya lainnya…..

4 Bagaimana omset atau

pendapatan ketika berjualan di pasar ciputat

 Tahun atau bulan awal berjualan  Tahun-tahun atau bulan-bulan

seterusnya

5 Masalah yang terjadi di pasar tradisional ciputat

 Pendapatan?  Pemasaran?  Fasilitas? 6 Selain di ciputat, apakah juga

berjualan di tempat lain 7 Apa pendapat tentang

didirikannya pasar modern

 Carrefour

 Alfa Mart atau Alfa Midi  Lainnya …

8 Apakah ada pengaruh dari didirikannya pasar modern

 Pendapatan  Pemasaran  Lainnya …


(5)

1. Keputusan Presiden No. 118/2000 tentang Perubahan dari Keputusan Presiden No. 96/2000

tentang Sektor Usaha yang Terbuka dan Tertutup dengan Beberapa Syarat untuk Investasi Asing Langsung

2. SKB Menteri Perindustrian dan Perdagangan dan Menteri Dalam Negeri No. 145/MPP/Kep/ 5/97 dan No. 57/MPP/1997 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar dan Pertokoan

3. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 261/MPP/Kep/7/1997 tentang Pembentukan Tim Penataan dan Pembinaan Pasar dan Pertokoan Pusat

4. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 402/MPP/Kep/11/1997 tentang Ketentuan Perizinan Usaha Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing

5. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 420/MPP/Kep/10/1997 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar dan Pertokoan

6. Surat Edaran Dirjen PDN No. 300/DJPDN/IX/97 tentang Prosedur Perizinan Pasar Modern 7. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.23/MPP/Kep/1/1998 tentang Lembaga lembaga Usaha Perdagangan

8. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.107/MPP/Kep/2/1998 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Usaha Pasar Modern

9. Lampiran Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.107/MPP/Kep/2/1998 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Usaha Pasar Modern

10. Peraturan Menteri Perdagangan No.10/M-DAG/PER/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Izin Usaha Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing

11. Peraturan Menteri Perdagangan No.12/M-DAG/PER/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba

12. Rancangan Peraturan Presiden tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Modern dan Toko Modern.

Pemda Depok

1. Perda Kota Depok No. 49/2001 tentang Izin Gangguan

2. Perda Kota Depok No. 23/2003 mengenai Pasar di Kota Depok Pemda Kota/Kabupaten Bandung

1. Perda Kabupaten Bandung No. 3/1994 tentang Pengelolaan Pasar di Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung

2. Perda Kabupaten Bandung No. 27/1996 tentang Dinas Pengelolaan Pasar Kabupaten Bandung

3. Keputusan Walikota Bandung No. 382/2000 tentang Pengelompokan Kelas Pasar dan Standar

Harga Jual Tempat Berjualan di Kota Bandung

4. Keputusan Kepala Dinas Pengelolaan Pasar Kota Bandung No. 22 Tahun 2003 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Kepala Pasar

5. Kumpulan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Pasar di Kota Bandung 6. Rencana Peraturan Daerah tentang Pasar Modern dan Toko Modern 7. Panduan Pelayanan Sistem Satu Atap

8. Perda No. 19/2001 tentang Manajemen Pasar di Kota Bandung

9. Keputusan Walikota No. 644/2002 tentang Tarif untuk Kebersihan di Kota Bandung 10. Rancangan Perda tentang Pasar Modern dan Toko Modern


(6)

LAMPIRAN VIII

Surat Pembaca (Kompas, Jumat, 18 Februari 2000)

Box 3. Surat Pembaca: Belanja di Pasar Tradisional (Kompas, Jumat 18 Feb 2000) http://www.kompas.com/kompas-cetak/0002/18/opini/reda04.htm

Soal pemberitaan di media massa, tentang pedagang eceran dan pasar tradisional terancam oleh

hadirnya hipermarket. Sebagai ibu rumah tangga, pasti hafal dengan harga sebagian besar barang

keperluan sehari-hari. Sebetulnya bukan peraturan letak hipermarket (di dalam atau luar kota) yang menentukan tersingkirnya pasar tradisional atau pedagang eceran. Yang menentukan adalah

kenyamanan dan harga di tempat berbelanja tersebut.

Pasar tradisional tidak mungkin tersingkir kalau dikelola dengan baik. Nikmatnya berbelanja di

pasar ini, bisa tawar-menawar dan berkenalan dengan pedagang secara pribadi – mereka cukup

ramah dan sayur atau buah yang dijual lebih murah dibanding di supermarket. Namun, yang membuat segan mendatangi pasar tradisional adalah kotor dan terkadang becek serta harus berdesakan karena umumnya setiap tempat yang harusnya untuk jalan diisi oleh pedagang yang

memajukan barang dagangannya dengan semaunya. Kondisi itu dibiarkan oleh pengelola pasar,

dan konsumen sering menjadi korban pencopetan.

Faktor lain adalah kaki lima yang menutup sebagian besar kios sehingga menghalangi konsumen

yang berbelanja di kios, di samping kaki lima juga menempati jalan masuk ke pasar-pasar dan

menjadi mangsa pemungut pungli petugas pengelola pasar.

Usul saya, adakan perlombaan antarpasar dan pengelola pasar yang tidak becus dipecat atau dimutasikan. Perlombaan diadakan setahun sekali dan dinilai oleh masyarakat (pengunjung diberi formulir untuk diisi). Nama dan nomor kios pedagang yang jorok diumumkan sehingga mereka cenderung menjaga kebersihan. Ny S Karyadi, Bogor Jabar