Analisis kritis Daerah alir sungai (DAS) Situ Gintung Ciputat Tangerang Selatan

(1)

ANALISIS KRITIS DAERAH ALIR SUNGAI (DAS) SITU

GINTUNG CIPUTAT TANGERANG SELATAN

Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Mata Kuliah Tugas Akhir (Skripsi) Dalam Menyelesaikan Pendidikan Strata Satu (S-1)

Oleh:

MOH. RANGGARA NUGROHO

2040.9300.2656

PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

JAKARTA

2010 M / 1431 H

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

i

ANALISIS KRITIS DAERAH ALIR SUNGAI (DAS) SITU

GINTUNG CIPUTAT TANGERANG SELATAN

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komputer

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh:

MOH. RANGGARA NUGROHO 2040.9300.2656

PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

JAKARTA

2010 M / 1431 H

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

ii

ANALISIS KRITIS DAERAH ALIR SUNGAI (DAS) SITU

GINTUNG CIPUTAT TANGERANG SELATAN

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komputer

Pada Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh

MOH. RANGGARA NUGROHO 2040.9300.2656

Menyetujui,

Pembimbing I, Pembimbing II,

Ir Bakri La Katjong, MT, M.Kom NIP. 470 035 764

Zainul Arham, M.Si NIP. 19740730 200710 1 002

NIP.

Mengetahui,

NIP.

Ketua Program Studi Sistem Informasi

A’ang Subiyakto, M.Kom NIP. 150 411 252


(4)

iii

PENGESAHAN UJIAN

Skripsi yang berjudul ”Analisis Kritis Daerah Alir Sungai (DAS) Situ Gintung Ciputat Tangerang Selatan” telah diuji dan dinyatakan lulus pada sidang Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Senin, 06 September 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) Program Studi Sistem Informasi.

Jakarta, September 2010

Tim Penguji,

Penguji I, Penguji II,

Zulfiandri, S.Kom,MMSI Ditdit N.Utama, MMSI,M.Com NIP. 19700130 200501 1 003 NIP. 19741129 200801 1 006

Pembimbing I, Pembimbing II,

Ir.Bakri La Katjong MT ,M.Kom NIP.470 035 764

Mengetahui,

Zainul Arham ,M.si NIP. 19740730 200710 1 002

Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Ketua Program Studi Sistem Informasi

DR. Syopiansyah Jaya Putra, M. Sis A’ang Subiyakto, M.Kom NIP. 19680117 200112 1 001 NIP. 150 411 252


(5)

iv

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, September 2010

Moh. Ranggara Nugroho 2040.9300.2656


(6)

v ABSTRAK

Moh. Ranggara Nugroho, Analisis Kritis Daerah Alir Sungai (DAS) Situ Gintung Ciputat Tangerang Selatan (Studi Kasus : Situ Gintung). (Dibawah Bimbingan Bakri La katjong dan Zainul Arham).

Sistem Informasi Geografi adalah sistem informasi yang digunakan untuk memasukan, menyimpan, memanggil kembali, mengolah dan menganalisis dan menghasilkan data yang bereferensi geografis atau geospatial untuk pengambilan keputusan. SIG menampilkan data berupa peta-peta digital sehingga data mudah dianalisis dan tidak mudah rusak hal ini tentu berbeda dengan data yang berupa lembaran kertas atau peta-peta non digital. Hal ini tentu saja memudahkan si pembuat kebijakan dalam mengambil keputusan. Pada penelitian ini peneliti membuat analisis areal lahan di Situ Gintung Ciputat Tangerang Selatan dengan menampilkan peta jarak aman, lahan Existing baik peta jalan, pemukiman, lahan hijau dan jenis tanah di wilayah Situ Gintung. Metode penelitian yang digunakan pada skripsi sistem informasi geografis areal lahan Situ Gintung Ciputat Tangerang Selatan adalah : studi pustaka, observasi, dan metode pengembangan SIG yang meliputi konsep, analisis, pengumpulan materi, pemetaan area lahan, dan implementasi. Dalam hal ini SIG bertujuan membantu menginformasikan kepada masyarakat agar mereka dapat mengetahui areal Situ Gintung, jarak bebas pembangunan pemukiman menurut peraturan pemerintah dan penggunaan lahan eksisting.

Kata Kunci :Analisi Kritis, Daerah Alir Sungai (DAS), Situ Gintung, Ciputat Tangerang Selatan

Referensi :10 Buku (1993 – 2007)


(7)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT. Penguasa alam jagat raya ini yang Maha Pengasih tak pilih kasih dan Maha Penyayang yang sayangnya tiada akan pernah terbilang. Dan berkat kasih sayangNya pulalah penulis dapat mengerjakan skripsi ini. Shalawat serta salam kecintaan hanya tercurahkan kepada insan budiman manusia pilihan, Nabi besar kita Muhammad SAW. Semoga kita semua mendapatkan syafaatnya baik didunia maupun diakherat kelak. Amin.

Setelah berusaha keras akhirnya atas izin Allah SWT penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Meskipun demikian, penulis sadar bahwa dalam mengerjakan skripsi ini penulis banyak dibantu oleh berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis, Selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi.

2. Bapak Bakri La Katjong, MT, M.Kom, selaku Dosen Pembimbing satu. 3. Bapak Zainul Arham, M.Si, selaku Pembimbing dua.

4. Bapak A’ang Subiyakto, M.Kom sebagai Ketua Program Studi Sistem Informasi

5. Ibu Nur Aeni Hidayah, MMSI sebagai Sekretaris Progam Studi Sistem Informasi, beserta staf dan karyawan Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Bapak Herlino Nanang, MT, selaku Sekretaris Teknis Program Non Reguler Fakultas Sains dan Teknologi.


(8)

vii

7. Papa (Alm) dan Mama serta kedua abangku tercinta dan ponakanku yang lucu, yang selalu memberikan do’a, kasih sayang, dukungan dan semangat yang tiada henti-hentinya.

8. Buat temen–temen SI’04B angkatan 2004 beserta teman-teman seperjuangan lainnya dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kelemahan dan kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini. Atas dasar itulah penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada semua pihak jika terdapat kesalahan yang kurang berkenan dihati. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, September 2010


(9)

viii DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul... i

Halaman Persetujuan Pembimbing... ii

Halaman Pengesahan Ujian... iii

Halaman Pernyataan... iv

Abstrak... v

Kata Pengantar... vi

Daftar Isi... viii

Daftar Tabel... xi

Daftar Gambar... xii

Bab I Pendahuluan ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Batasan Masalah... 4

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian... 5

1.4.1 Tujuan... 5

1.4.2 Manfaat... 5

1.5 Metodologi Penelitian... 6

1.6 Sistematika Penulisan ... 7

Bab II Landasan Teori ... 9

2.1 Konsep Dasar Sistem Informasi... 9

2.1.1 Pengertian Sistem... 9

2.1.2 Pengertian Informasi... 11

2.2 Sistem Informasi Geografi... 12


(10)

ix

2.2.2 Data Raster... 17

2.2.3 Data Vektor... 18

2.2.4 Definisi Buffering... 19

2.2.5 Geomorologi... 23

2.2.6 Lahan Potensial dan Lahan Kritis... 27

2.2.7 Persebaran Lahan Potensial dan Lahan Kritis... 36

Bab III Metodologi Penelitian... 53

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 53

3.2 Bahan dan Alat………. 53

3.2.1 Bahan...………. 53

3.2.2 Alat...……….. 54

3.3 Populasi dan Sampel...………... 54

3.4 Metode Yang Digunakan……….. 55

3.4.1 Metode Penelitian..……….. 55

3.4.2 Metode Pelaksanaan.……… 57

Bab IV Hasil dan Pembahasan... 59

4.1 Profil Instani………... 59

4.1.1 Tugas Pokok dan Fungsi Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (Permen No. 13/PRT/M/2006)... 59 4.1.2 Sejarah Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane... 60

4.1.3 Visi dan Misi Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane... 62 4.1.4 Tujuan dan Sasaran... 63

4.1.5 Strategi dan Kebijakan... 64 4.1.6 Struktur Organisasi Balai Besar Wilayah Sungai

Ciliwung Cisadane...


(11)

x

4.2 Wilayah Situ Gintung... 66

4.3 Pembahasan... 68

4.3.1 Pengolahan Area Situ Gintung dan Jarak Bebas... 68

4.3.2 Lahan Existing... 78

4.4 Rencana Pembangunan... 84

Bab V Penutup 85 5.1 Kesimpulan... 85

5.2 Saran... 85

Daftar Pustaka... 86

Lampiran Lampiran 1 Surat Keterangan Permohonan Penelitian Skripsi Pada Dinas Pekerjaan Umum... xv Lampiran 2 Surat Keterangan Permohonan Penelitian Skripsi Pada Kelurahan Cireundeu... xvi Lampiran 3 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum... xvii


(12)

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Kelas Kemampuan Lahan, Sifat, dan Resiko Ancaman... 29

Tabel 2.2 Butir Batuan dan Diameternya….…... 31

Tabel 2.3 Kemiringan Lereng ……….. 38


(13)

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Komponen-Komponen GIS... 14

Gambar 2.2 Sumber Data Sistem Informasi Geografis... 16

Gambar 2.3 Profil Tanah………... 27

Gambar 2.4 Kemiringan Lereng Potensial... 34

Gambar 2.5 Kemiringan Lereng Kritis... 36

Gambar 2.6 Penyebab terjadinya lahan kritis... 47

Gambar 2.7 Cara-cara pengawetan tanah (konservasi tanah)... 48

Gambar 3.1 Flowchart Kegiatan Pelaksanaan Skripsi... 57

Gambar 4.1 Struktur Organisasi Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane…...…. 65 Gambar 4.2 Batas Administrasi Kelurahan Cireundeu….………….. 66

Gambar 4.3 Menu Add Theme………. 69

Gambar 4.4 Peta Areal Situ Gintung... 70

Gambar 4.5 View (Properties).……….. 71

Gambar 4.6 Menu View Properties... 72

Gambar 4.7 Line Yang Sudah Berubah Warna... 73

Gambar 4.8 Create Buffers………..…... 74

Gambar 4.9 Create Buffers “the features of a theme”... 75

Gambar 4.10 Create Buffers “at a specified distance”...... 75

Gambar 4.11 Create Buffers “a new theme”... 76

Gambar 4.12 Hasil Buffers... 77

Gambar 4.13 Lahan Existing ”jalan ”... 78


(14)

xiii

Gambar 4.15 Hasil Buffering Menurut Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Tahun 1993 pasal 10 bagian a………

80

Gambar 4.16 Hasil Buffering Menurut Topografi.……….. 81

Gambar 4.17 Potongan Situ Gintung....………... 82

Gambar 4.18 Jenis Tanah... 83

Gambar 4.19 Rencana Pembutan Gorong-gorong ... 84


(15)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemajuan teknologi telah merambah di semua aspek kehidupan di seluruh dunia, hal ini dapat dilihat dari meningkatnya penggunaan komputer dalam dunia pendidikan dan kerja yang sudah tidak asing lagi. Komputer merupakan alat bantu yang memberikan kemudahan bagi si pengguna dalam memenuhi kebutuhan akan informasi. Salah satu contoh kemajuan teknologi informasi di bidang geografi adalah Sistem Informasi Geografi (SIG).

Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah sistem komputer yang digunakan untuk memasukkan (capturing), menyimpan, memeriksa, mengintegrasikan, memanipulasi, menganalisa, dan menampilkan data-data yang berhubungan dengan posisi di permukaan bumi.

Sistem Informasi Geografi (SIG) adalah suatu sistem dapat diubah dari sistem konvensional menjadi sebuah sistem berbasis geografis atau gambar, yang dimaksud dengan sistem konvensional adalah sistem yang hanya dapat menampilkan data-data atribut saja, sedangkan sistem yang berbasis geografis adalah sistem yang dapat menampilkan gambaran dari situasi dan data atribut seperti yang ditampilkan pada sistem konvensional (Yousman, 2004) .


(16)

2

Perkembangan teknologi saat ini telah banyak membantu manusia dalam mengerjakan pekerjaan mereka sehingga menjadi lebih mudah, cepat dan hasil yang memuaskan.

Situ Gintung sebagai bagian dari sistem aliran Sungai Ciliwung Cisadane di bangun sejak tahun 1932 hingga 1933 oleh Belanda Pemanfaatan Situ Gintung adalah untuk kebutuhan air masyarakat, perikanan, pengendali banjir dan wisata.

Tetapi pada tanggal 27 Maret 2009 tanggul Danau gintung jebol dengan kronologi sebagai berikut:

Berawal pada tanggal 26 Maret 2009 mulai jam 16.00 hingga 19.00 wib, hujan lebat dan disertai angin kencang dan petir melanda kawasan Ciputat dan sekitarnya membuat permukaan air danau Situ Gintung meningkat dan melebihi kapasitas. Akibatnya tanggul Situ yang berada di Kelurahan Cirendeu Ciputat jebol dan air meluap ke pemukiman warga yang berada di belakang tanggul tersebut. Ratusan pemukiman warga mengalami luluhlantah dan puluhan rumah dan bangunan lainnya mengalami kerusakan cukup parah. Ratusan rumah penduduk hancur luluh merata dengan tanah, puluhan penduduk meninggal dunia dan ratusan penduduk dinyatakan hilang.


(17)

3

Tanggal 26 maret 2009 :

1. Pukul 14.00 WIB turunhujan deras disertai angin.

2. Pukul 16.00 WIB hujan makin deras disertai butiran es melanda wilayah selatan Jakarta yang mengakibatkan air Situ Gintung penuh.

3. Pukul 23.00 WIB warga mulai mendengar suara gemuruh dari arah tanggul di Situ Gintung dan sejumlah warga mulai berbenah karena takut tanggul akan jebol.

Tanggal 27 maret 2009 :

1. Pukul 00.00 WIB – 01.00 WIBtanggul di sisi utara mulai retak. 2. Pukul 03.00 WIB – 04.00 WIB tanggul yang dijadikan jembatan

yang dibangun Belanda tahun 1930-an tidak mampu menahan air dan akhirnya jebol. Air bah menerjang RT.02, RT.03, RT.04 yang berada di RW.08 Kampung Poncol, Situ Gintung, Cireundeu, Ciputat, Tangerang.

3. Pukul 04.00 WIB air mulai bertambah tinggi, warga mengungsi, ada yang naik ke atap rumah. (sumber BBMG Wilayah II Kampung Utan Ciputat)

Saat ini lahan di sekitar Situ Gintung telah berubah seakan sebuah lahan tidur yang tentu saja memerlukan penataan ulang, untuk menghindari terulangnya kejadian yang sama maka pada kesempatan ini


(18)

4

saya tertarik melakukan penelitian yang berjudul “ANALISIS KRITIS DAERAH ALIR SUNGAI (DAS) SITU GINTUNG CIPUTAT TANGERANG SELATAN” untuk sebagai bahan informasi untuk mendukung penataan lahan Situ Gintung bagi pemerintah kota Tangerang khususnya Dinas PU (Pekerjaan Umum)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka rumusan masalah yang akan penulis lakukan kemukakan adalah:

1. Bagaimana merancang GIS yang bisa menggambarkan kondisi fisik areal Situ Gintung dan sekitarnya.

2. Bagaimana GIS tersebut dapat menjadi penataan lahan di sekitar Situ Gintung berupa lokasi-lokasi peruntukan:

- Areal Situ Gintung.

- Jarak bebas pembangunan pemukiman terhadap pemukiman menurut peraturan pemerintah.

- Penggunaan lahan eksisting.

1.3. Batasan Masalah

Untuk mencapai tujuan supaya penelitian yang dilakukan lebih terarah dan dengan menimbang keterbatasan yang ada, maka penelitian hanya menekankan pada:


(19)

5

1. Layout hasil aplikasi pada ArcView

2. Informasi yang di tampilkan hanya sebatas hasil buffering yang terdapat disekitar Situ Gintung.

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1. Tujuan

Tujuan dilaksanakan skripsi ini adalah:

- Menghasilkan GIS penggunaan lahan pemukiman yang menggunakan ketentuan jarak bebas yang ditentukan oleh peraturan Menteri Pekerjaan Umum (PU) no. 63 tahun 1993 pasal 10 bagian a, berdasarkan kemiringan topografi, pemukiman dan vegetasi.

1.4.2. Manfaat

a. Manfaat untuk mahasiswa adalah:

1. Mahasiswa mampu memahami dan menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu sistem informasi.

2. Untuk memenuhi beban satuan kredit semester (SKS) yang harus ditempuh sebagai persyaratan akademis di Fakultas Sains Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jurusan Sistem Informasi.


(20)

6

4. Membandingkan teori yang didapat di perkuliahan dengan masalah yang sebenarnya dilapangan.

b. Manfaat untuk Masyarakat adalah :

1. Menyediakan informasi bagi masyarakat dalam hal pembangunan sekitar areal Situ Gintung.

2. Menyediakan informasi mengenai data tata lahan maupun laporan yang dibutuhkan baik tingkat masyarakat.

c. Manfaat untuk Universitas adalah :

1. Mengetahui seberapa jauh mahasiswa menguasai materi yang diberikan.

2. Mengetahui seberapa jauh mahasiswa menerapkan ilmu-ilmu yang bersifat teori dan sebagai evaluasi terhadap materi yang telah diberikan.

1.5. Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan teknik pengumpulan data meliputi

1. Lokasi Penelitian: Situ Gintung 2. Pengumpulan data:

b. Data Primer, meliputi: wawanacara dengan key-person, participant observation, dan cognitive mapping.


(21)

7

digital.

3. Modelling dan Overlay dengan menggunakan program GIS ArcView 3.3

4. Studi kepustakaan, yaitu usaha untuk mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan teori-teori atau konsep-konsep yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

1.6. Sistematika Penulisan

Dalam penyusunan tugas akhir ini, penulis menyajikan dalam 5 bab yang digambarkan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini akan diuraikan tentang latar belakang, permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, sistematika penulisan dan hipotesis.

BAB II LANDASAN TEORI

Pada bab ini akan diuraikan secara singkat teori yang mendukung penyusunan dan penulisan tugas akhir ini.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai pemaparan metode yang penulis pakai dalam pencarian data maupun perancangan sistem yang dilakukan pada penelitian.


(22)

8

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini membahas tentang analisa kebutuhan sistem, perancangan sistem serta implementasi sistem yang dibuat. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini penulis memberikan kesimpulan dari apa yang telah dibahas pada bab sebelumnya dan memberikan saran untuk pengembangan sistem yang lebih baik lagi.


(23)

9

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Sistem Informasi

2.1.1 Pengertian Sistem

Sistem adalah sekumpulan unsur / elemen yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi dalam melakukan kegiatan bersama untuk mencapai suatu tujuan. Sistem merupakan seperangkat unsur yang saling terikat dalam suatu antar relasi diantara unsur-unsur tersebut dengan lingkungan.

Sistem menurut para ahli (Barus dan Wiradisastra, 1996):

a. Sistem merupakan seperangkat unsur yang saling terikat dalam suatu antar relasi diantara unsur-unsur tersebut dengan lingkungan.

b. Sistem adalah suatu kumpulan kesatuan dan perangkat hubungan satu sama lain.

c. Sistem adalah setiap kesatuan secara konseptual atau fisik yang terdiri dari bagian-bagian dalam keadaan saling tergantung satu sama lainnya.


(24)

10 Syarat-syarat sistem :

1. Sistem harus dibentuk untuk menyelesaikan masalah. 2. Elemen sistem harus mempunyai rencana yang ditetapkan. 3. Adanya hubungan diantara elemen sistem.

4. Unsur dasar dari proses (arus informasi, energi dan material) lebih penting dari pada elemen sistem.

5. Tujuan organisasi lebih penting dari pada tujuan elemen. Secara garis besar, sistem dapat dibagi dua:

a. SISTEM FISIK (PHYSICAL SYSTEM ):

Kumpulan elemen-elemen/unsur-unsur yang saling berinteraksi satu sama lain secara fisik serta dapat diidentifikasikan secara nyata tujuan-tujuannya.

Contoh:

- Sistem transportasi, elemen : petugas,mesin, organisasi yang menjalankan transportasi

- Sistem Komputer, elemen : peralatan yang berfungsi bersamasama untuk menjalankan pengolahan data.


(25)

11 Sistem yang dibentuk akibat terselenggaranya ketergantungan ide, dan tidak dapat diidentifikasikan secara nyata, tetapi dapat diuraikan elemen-elemennya.

2.1.2 Pengertian Informasi

Informasi adalah suatu jaringan perangkat keras dan lunak yang dapat menjalankan operasi-operasi dimulai dari perencanan pengamatan dan pengumpulan data, kemudian untuk penyimpanan dan analisis data, termasuk penggunaan informasi yang diturunkan ke beberapa proses pembuatan keputusan. Kualitas dari suatu informasi (quality of nformation) tergantung dari tiga hal, yaitu informasi harus akurat (accurate), tepat pada waktunya (timeliness) dan relevan (relevance).

a. Akurat, berarti informasi harus bebas dari kesalahan-kesalahan dan tidak menyesatkan. Akurat juga berarti informasi harus jelas mencerminkan maksudnya. Informasi harus akurat karena dari sumber informasi sampai ke penerima informasi kemungkinan banyak terjadi gangguan (noise) yang dapat merubah atau merusak informasi tersebut.

b. Tepat pada waktunya, berarti informasi yang datang pada penerima tidak boleh terlambat. Informasi yang sudah usang


(26)

12 tidak akan mempunyai nilai lagi. Karena informasi merupakan landasan di dalam pengambilan keputusan, apabila terlambat dalam pengambilan keputusan, maka akan berakibat fatal. Dewasa ini mahalnya nilai informasi disebabkan harus cepatnya informasi tersebut untuk didapat, sehingga diperlukan teknologi-teknologi mutakhir untuk mendapatkan, mengolah dan mengirimkannya.

c. Relevan, berarti informasi tersebut mempunyai manfaat untuk pemakainya. Relevan informasi untuk tiap-tiap orang satu dengan yang lainnya berbeda.

Suatu informasi dikatakan bernilai bila manfaatnya lebih efektif dibandingkan dengan biaya mendapatkannya. Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa informasi yang digunakan di dalam suatu sistem informasi geografis umumnya digunakan untuk beberapa kegunaan. Sehingga tidak memungkinkan dan sulit untuk menghubungkan suatu bagian informasi pada suatu masalah yang tertentu dengan biaya untuk memperolehnya, karena sebagian besar informasi dinikmati tidak hanya oleh satu pihak di dalam perusahaan. Lebih lanjut sebagian besar informasi tidak dapat persis ditaksir keuntungannya dengan suatu nilai uang, tetapi dapat ditaksir nilai efektivitasnya (Prahasta, 2002).


(27)

13 2.2 Sistem Informasi Geografi

2.2.1 Definisi Sistem Informasi Geografi (SIG)

Geographic Information System (GIS) atau Sistem Informasi Geografis (SIG) diartikan sebagai sistem informasi yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan, memangggil kembali, mengolah, menganalisis dan menghasilkan data bereferensi geografis atau data geospatial, untuk mendukung pengambilan keputusan dalam perencanaan dan pengelolaan penggunaan lahan, sumber daya alam, lingkungan transportasi, fasilitas kota, dan pelayanan umum lainnya.

Dan merupakan sistem infomasi berbasis komputer yang menggabungkan antara unsur peta (geografis) dan informasinya tentang peta tersebut (data atribut) yang dirancang untuk mendapatkan, mengolah, memanipulasi, analisa, memperagakan dan menampilkan data spatial untuk menyelesaikan perencanaan, mengolah dan meneliti permasalahan. Dengan definisi ini , maka terlihat bahwa aplikasi SIG dilapangan cukup luas terutama bagi bidang yang memerlukan adanya suatu sistem informasi tidak hanya menyimpan, menampilkan, dan menganalisa data atribut saja tetapi juga unsur geografisnya seperti PT. Telkom, Pertamina, Departemen Kelautan, Kehutanan, Bakosurtanal, Marketing, Perbankan, Perpajakan.


(28)

14 Geografi berasal dari bahasa Yunani, gabunagan dari dua suku kata, yaitu Geo yang berarti bumi dan Graphien yang berarti lukisan. Dengan demikian jika diartikan, maka geografi berarti lukisan bumi. Sedangkan secara luas, yatiu suatu ilmu yang mempelajari masalah-masalah bumi secara luas dalam hubungannya dengan keruangan (Prahasta, 2002).

Gambar 2.1. Komponen-komponen GIS (Prahasta, 2002)

1. Orang yang menjalankan sistem meliputi mengoperasikan, mengembangkan bahkan memperoleh Manfaat dari sistem. Kategori orang yang menjadi bagian dari SIG ini ada beragam, misalnya operator, analis, programmer, database administrator bahkan stakeholder.


(29)

15 2. Aplikasi merupakan kumpulan dari prosedur-prosedur yang digunakan untuk mengolah data menjadi informasi. Misalnya penjumlahan, klasifikasi, rotasi, koreksi geometri, query, overlay, buffer, jointable dan sebagainya.

3. Data yang digunakan dalam SIG dapat berupa data grafis dan data atribut.

4. Data grafis/spasial ini merupakan data yang merupakan representasi fenomena permukaan bumi yang memiliki referensi (koodinat) lazim berupa peta, foto udara, citra satelit dan sebagainya atau hasil dari interpretasi data-data tersebut.

5. Sedangkan data atribut misalnya data sensus penduduk, catatan survei, data statistik lainnya. Kumpulan data-data dalam jumlah besar dapat disusun menjadi sebuah basisdata. Jadi dalam SIG juga dikenal adanya basisdata yang lazim disebut sebagai basisdata spasial (spatialdatabase).

6. Perangkat lunak SIG adalah program komputer yang dibuat khusus dan memiliki kemampuan Pengelolaan, penyimpanan, pemrosesan, analisis dan penayangan data spasial. Ada pun merk perangkat lunak ini cukup beragam, misalnya Arc/Info, ArcView, ArcGIS, Map Info, TNT Mips (MacOS, Windows, Unix, Linux tersedia), GRASS, bahkan ada Knoppix GIS dan masih banyak lagi.


(30)

16 7. Perangkat keras ini berupa seperangkat komputer yang dapat mendukung pengoperasian perangkat lunak yang dipergunakan. Dalam perangkat keras ini juga termasuk didalamnya scanner, digitizer, GPS, printer dan plotter.

INPUT DATA

- Data Spatial

- Data Tabular

- Data Raster

PROSES DATA

- Pengolahan

- Analisis

OUTPUT DATA

- Tabel

- Grafik

- Peta

Gambar 2.2. Sumber Data Sistem Informasi Geografis (Prahasta, 2002)

Data-data pada Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat diperoleh dari beberapa sumber yaitu:

Peta adalah gambar atau lukisan pada kertas, dan sebagainya yang menunjukkan letak tanah, laut, sungai, gunung, dan sebagainya; denah; representasi melalui gambar dari suatu daerah yang menyatakan sifat-sifat seperti batas daerah, sifat permukaan. Peta dalam arti luas adalah sebuah alat peraga, bisa berupa gambar tentang tinggi rendahnya suatu daerah (topografi), penyebaran penduduk, curah hujan, penyebaran batuan (geologi), penyebaran jens tanah dan semua hal lain yang berhubungan dengan kedudukan dalam


(31)

17 ruang. Sedangkan pengertian peta dalam arti sempit (konvensional) adalah gambar dari permukaan bumi, dalam skala tertentu dan digambarkan di atas bidang datar melalui sistem proyeksi.

Adapun fungsi dari peta adalah :

a. Menunjukkan posisi atau lokasi relatif (letak suatu tempat dalam hubungannya dengan tempat lain) di permukaan bumi.

b. Memperlihatikan ukuran, karena melalui peta dapat diukur luas daerah dan jarak di atas permukaan bumi.

c. Memperlihatkan atau menggambarkan bentuk-bentuk permukaan bumi.

d. Menyajikan data tentang potensi suatu daerah.

Data-data yang diolah dalam SIG pada dasarnya terdiri dari data spasial dan data atribut dalam bentuk digital, dengan demikian analisis yang dapat digunakan adalah analisis spasial dan analisis atribut. Data spasial merupakan data yang berkaitan dengan lokasi keruangan yang umumnya berbentuk peta. Sedangkan data atribut merupakan data tabel yang berfungsi menjelaskan keberadaan berbagai objek sebagai data spasial.

Struktur data spasial dibagi dua yaitu model data raster dan model data vektor. Data raster adalah data yang disimpan dalam bentuk kotak segi empat (grid/sel) sehingga terbentuk suatu ruang yang teratur. Data vektor adalah data


(32)

18 yang direkam dalam bentuk koordinat titik yang menampilkan, menempatkan dan menyimpan data spasial dengan menggunakan titik, garis atau area (Prahasta, 2002)

2.2.2 Data Raster

Model data raster menampilkan, menempatkan dan menyimpan data spasial dengan menggunakan struktur matriks atau pixel-pixel yang membentuk grid. Kumpulan pixel-pixel yang menggambar suatu obyek spasial dapat disebut sebagai dataset obyek. Setiap pixel dalam dataset raster mempunyai informasi atau sekumpulan data yang unik. Informasi yang terdapat dalam satu pixel dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu data atribut (informasi mengenai obyek, misal: sawah, kebun, dan pemukiman) dan koordinat data yang menunjukkan posisi geometris dari data tersebut. Data spasial raster disimpan di dalam layer yang secara fungsionalitas direlasikan dengan unsur-unsur obyek spasialnya (peta). Akurasi model data ini tergantung pada resolusi atau ukuran dari pixelnya (sel/grid) yang mewakili luasan di permukaan bumi. Memori yang digunakan untuk model raster ini cukup besar. Data berbentuk raster terdiri dari citra satelit, foto udara, dan gambar. Data gambar sebelum disimpan kemodel raster harus dikonversi


(33)

19 kebentuk digital dahulu dengan menggunakan scanner atau perangkat lain (Prahasta, 2002).

2.2.3 Data Vektor

Data yang direkam dalam bentuk koordinat titik yang menampilkan, menempatkan dan menyimpan data spasial dengan menggunakan titik, garis atau area (polygon). Bentuk-bentuk tersebut didefinisikan oleh sistem koordinat cartesian dua dimensi (x,y). Representasi vektor suatu obyek spasial merupakan suatu usaha menyajikan obyek sesempurna mungkin. Untuk itu, dimensi koordinat diasumsikan bersifat kontinyu (tidak dikuantisasi sebagaimana pada model data raster) yang memungkinkan semua posisi, panjang dan dimensi didefinisikan dengan presisi. Data vektor tidak memerlukan memori yang besar. Data model vektor terdiri dari peta-peta dan peta tersebut harus dikonversikan dahulu kedalam bentuk digital dengan menggunakan scanner (Prahasta, 2002).

Faktor-faktor penunjang kesuksesan SIG antara lain :

a. Set data, digunakan untuk merepresentasikan sesuatu tentang dunia nyata pada suatu saat.

b. Organisasi data, mengorganisasikan data ke dalam suatu bentuk database.


(34)

20 c. Pemilihan model, menggambarkan obyek atau fenomena yang ada di dunia dan memprediksi bagaimana suatu kejadian alam terjadi.

d. Kriteria, digunakan untuk mengevaluasi model yang nantinya menunjukkan tingkat kegunaan dari user untuk membuat keputusan

2.2.4 Definisi Buffering

Buffering merupakan salah satu analisis spatial yang sering digunakan dalam SIG. Buffer biasanya digunakan untuk mewakili suatu jangkauan pelayanan ataupun luasan yang diasumsikan dengan jarak tertentu untuk suatu kepentingan analisis spasial. Buffer dapat dilakukan untuk tipe feature polygon, polyline maupun point. Pembuatan buffer membutuhkan penentuan jarak dalam satuan yang terukur (meter atau kilometer). Fungsi buffer sering digunakan untuk membuat penyangga dengan suatu jarak tertentu pada feature titik, garis maupun polygon yang diseleksi. Hasil dari bufer ini dapat berupa garis atau feature polygon. Feature yang dipilih untuk dibuffer dapat lebih dari satu layer dan dapat lebih dari satu tipe feature. Jika lebih dari satu feature di pilih untuk dibuffer maka buffer yang terpisah akan dibentuk untuk setiap pilihan feature (Nuarsa, 2004).


(35)

21 1. Mudah dilakukan pembuatan buffering berdasarkan feature

yang diseleksi.

2. Memberikan banyak manfaat dan kegunaan untuk berbagai aplikasi.

3. Proses buffering tidak membutuhkan waktu yang lama. b. Kekurangan dari metode ini yaitu:

1. Buffering tidak dapat dilakukan untuk beberapa layer secara langsung, sehingga proses buffering dilakukan satu per satu. 2. Hasil dari beberapa buffering membutuhkan penyusunan atau

pengaturan agar layer tidak tumpang tindih, dalam hal ini tidak terjadi secara otomatis.

c. Aplikasi Buffering dan Manfaatnya

1. Menentukan batas kewenangan kabupaten yaitu 3 mil dari garis pantai serta batas kewenangan propinsi yaitu 12 mil agar tidak terjadi kekeliruan dalam pemanfaatan sumberdaya serta tidak menimbulkan konflik baik dalam masyarakat atau pemerintah terkait dengan pemanfaatan ganda.

2. Membuat zona inti, zona penyangga atau zona pemanfaatan berdasarkan suatu jarak untuk suatu kawasan Daerah Perlindungan Laut atau daerah konservasi. Dengan demikian


(36)

22 masyarkat dapat mengetahui daerah yang diperuntukan untuk perlindungan dan pemanfaatan.

3. Memprediksi daerah yang rawan banjir sehingga dapat segera mengevakuasi warga berada pada kawasan rawan banjir. 4. Mengetahui penyebaran bahan pencemar dari daerah pesisir

atau bahan berbahaya dan beracun dengan mengestimasi jarak atau radius dari bahan pencemar yang telah tersebar di perairan. Sehingga dapat menghasilkan keputusan secara cepat dalam mencegah warga untuk tidak mengkonsumi ikan di daerah tersebut.

5. Mengestimasi luasan tumpahan minyak kapal tanker dengan suatu radius tertentu sehingga dapat diketahui daerah mana yang terkena tumpahan minyak.

6. Melakukan ekspansi sektor di suatu kawasan baik di pesisir dan laut sehingga tidak terjadi konflik pemanfaatan ruang ganda antara dua kepentingan yang berbeda.

7. Menghitung luas kerusakan mangrove dengan misalnya mangrove ditebang pada radius 100 meter dari garis pantai yang ada dengan mengimplementasikan fungsi bufer yang ada pada aplikasi GIS pada masing-masing garis pantai yang dievaluasi.


(37)

23 8. Mengestimasi daerah yang rawan atau berpotensi terkena

tsunami dengan menerapkan fungsi bufer misalnya pada radius 50 km dari garis pantai sehingga dapat merencanakan

permukiman penduduk yang aman dari tsunami.

2.2.5 Geomorfologi

Kata Geomorfologi (Geomorphology) berasal bahasa Yunani, yang terdiri dari tiga kata yaitu: Geos (erath/bumi), morphos (shape/bentuk), logos (knowledge atau ilmu pengetahuan). Berdasarkan dari kata-kata tersebut, maka pengertian geomorfologi merupakan pengetahuan tentang bentuk-bentuk permukaan bumi. Namun, Geomorfologi bukan hanya mempelajari bentuk-bentuk muka bumi, tetapi lebih dari itu mempelajari material dan proses.

Berdasarkan pada pengertian Geomorfologi diatas, secara singkat dapat dijelaskan bahwa Geomorfologi membicarakan tentang bentuk lahan dan proses yang terjadi di permukaan bumi termasuk pergerakan material, air dan drainase serta faktor lain yang memicu terjadinya proses geomorfik. Secara singkat berikut ini disajikan mengenai beberapa definisi geomorfologi yang dikemukakan oleh para ahli yaitu:


(38)

24 1) Menyatakan bahwa Geomorfologi adalah studi tentang bentuk

lahan.

2) Dinyatakan bahwa geomorfologi adalah studi mengenai bentuklahan dan terutama tentang sifat alami, asal mula, proses perkembangan, dan komposisi material penyusunnya.

3) Disebutkan bahwa geomorfologi adalah ilmu pengetahuan tentang bentuk lahan.

4) Menyatakan bahwa Geomorfologi adalah studi yang menguraikan bentuklahan dan proses yang mempengaruhi pembentukannya serta mengkaji hubungan timbal balik antara bentuklahan dengan proses dalam tatanan keruangannya. 5) Bentuk lahan adalah menjadi sasaran Geomorfologi bukan

hanya daratan tetapi juga yang terdapat di dasar laut (lautan). Dengan demikian obyek kajian dari Geomorfologi berdasarkan definisi-definis tersebut adalah bentuklahan, bukan hanya sekedar mempelajari bentuk-bentuk yang tampak saja, tetapi juga mentafsirkan bagaimana bentuk-bentuk tersebut bisa terjadi, proses apa yang mengakibatkan pembentukan dan perubahan muka bumi. Misalnya, dalam mempelajari pegunungan, lembah-lembah atau bentukan-bentukan lain yang ada di permukaan bumi, bukan hanya mempelajari dalam arti mengamati serta mengukur bentukan-bentukan tersebut, tetapi juga mnedeskripsikan dan


(39)

25 menganalisa bagaimana bentukan itu terjadi. Dalam hal ini kita harus berhati-hati, karena pada bentukan yang tampak sama, ada kemungkinan latar belakang pembentukan dan kejadiannya tidak sama, bahkan sangat berbeda sekali. Umpamanya suatu deretan pegunungan, mungkin terjadi karena pelipatan kulit bumi, patahan, mungkin juga karena hasil pengerjaan erosi yang demikian hebat, sehingga menimbulkan relief permukaan bumi yang bervariasi, dan penyebab lainnya.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dijelaskan bahwa Geomorfologi adalah mempelajari bentuklahan (landform), proses-proses yang menyebabkan pembentukan dan perubahan yang dialami oleh setiap bentuklahan yang dijumpai di permukaan bumi termasuk yang terdapat di dasar laut/samudera serta mencari hubungan antara bentuklahan dengan proses-proses dalam tatanan keruangan dan kaitannya dengan lingkungan. Di samping itu, juga menelaah dan mengkaji bentuklahan secara deskriptif, mempelajari cara pembentukannya, proses alamiah dan ulah manusia yang berlangsung, pengkelasan dari bentuklahan serta cara pemanfaatannya secara tepat sesuai dengan kondisi lingkungannya.


(40)

26 Dalam mempelajari geomorfologi secara baik diperlukan secara baik dasar pengetahuan yang baik dalam bidang klimatologi, geografi, geologi serta sebagian ilmu fisika dan kimia yang mana berkaitan erat dengan proses dan pembentukan muka bumi. Secara garis besar proses pembentukan muka bumi menganut azas berkelanjutan dalam bentuk daur geomorfik (geomorphic cycles), yang meliputi pembentukan daratan oleh tenaga dari dalam bumi (endogen), proses penghancuran/pelapukan karena pengaruh luar atau tenaga eksogen, proses pengendapan dari hasil pengahncuran muka bumi (agradasi), dan kembali terangkat karena tenaga endogen, demikian seterusnya merupakan siklus geomorfologi yang ada dalam sekala waktu sangat lama.

Geomorfologi bukan hanya sekedar mempelajari bentuklahan yang tampak saja, tetapi juga mentafsirkan bagaimana bentuk-bentuk tersebut bisa terjadi, proses apa yang mengakibatkan pembentukan dan perubahan muka bumi. Jadi meliputi bentuklahan (landform), proses-proses yang menyebabkan pembentukan dan perubahan yang dialami oleh setiap bentuklahan yang dijumpai di permukaan bumi termasuk yang terdapat di dasar laut/samudera serta mencari hubungan antara bentuklahan dengan proses-proses dalam tatanan keruangan dan kaitannya dengan lingkungan. Jadi proses-proses geomorfologi mempelajari ekologi bentang lahannya yang tersusun atas batuan, bentuklahan, tanah, vegetasi, penggunaan lahan, dan lain-lain. Dengan demikian bahwa dalam mempelajari geomorfologi terkait pada geologi,


(41)

27 fisiografi, dan proses geomorfologi yang menjadi faktor yang tidak dapat diabaikan dalam perubahan bentuklahan. Konsep dasar Geomorfologi perlu dipahami secara baik untuk mempelajari Geomorfologi dalam membantu mengenal dan menganilasa kenampakan bentuklahan di permukaan bumi, sehingga pada akhirnya dapat mengenal peristilahan baik secara deskriptif maupun secara empiris, terutama nanti dalam melakukan klasifikasi bentuklahan.

Geomorfologi mempunyai peran dan terapan dalam survei dan pemetaan, survei geologi, hidrologi, vegetasi, penggunaan lahan pedesaan, keteknikan, ekplorasi mineral, pengembangan dan perencanaan, analisis medan, banjir, serta bahaya alam disebabkan oleh gaya endogen (Suprapto, 2001).

Analisis

Analisis didefinisikan bagaimana memahami dan menspesifikasi dengan detail apa yang harus dikerjakan oleh sistem (Al Fatta, 2007).


(42)

28 Selama ini orang beranggapan bahwa tanah sama pengertiannya dengan lahan. Padahal menurut konsep geografi, lahan dan tanah memiliki perbedaan yang mendasar.

Tanah dalam bahasa Inggris disebut Soil. Tanah adalah suatu benda fisis yang berdimensi tiga, terdiri dari lebar, panjang, dan dalam, merupakan bagian paling atas dari kulit bumi. Sedangkan lahan dalam bahasa Inggrisnya land. Lahan adalah merupakan lingkungan fisis dan biotik yang berkaitan dengan daya dukungnya terhadap perikehidupan dan kesejahteraan hidup manusia. Lingkungan fisis meliputi relief (topografi), iklim, tanah, dan air. Sedangkan lingkungan biotik meliputi hewan, tumbuhan, dan manusia. Jadi kesimpulannya, pengertian lahan lebih luas dari tanah. Tanah mempunyai susunan lapisan tanah atau disebut juga propil tanah.


(43)

29 Horison O merupakan horison organik. Terdapat pada tanah

bervegetasi. padat (hutan primer) yang belum diganggu oleh kegiatan manusia.

Horison A merupakan campuran mineral dan organik. Disebut horison eluviasi (pencucian), karena pada horison ini banyak mineral dan organik yang tercuci.

Horison B disebut juga horison iluviasi (penimbunan), karena tempat penimbunan mineral dan organik dari horison A.

Horison C, lapisan batuan induk yang belum banyak mengalami proses pelapukan.

Horison R, batuan induk yang sama sekali belum mengalami proses pelapukan.

1. Pengertian Lahan Potensial

Lahan Potensial adalah lahan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Dalam arti sempit lahan potensial selalu dikaitkan dengan produksi pertanian, yaitu lahan yang dapat memberikan hasil pertanian yang tinggi walaupun dengan biaya pengelolaan yang rendah. Tetapi dalam arti luas, lahan potensial dikaitkan dengan fungsinya bagi kehidupan manusia, yaitu lahan yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sehingga potensial tidaknya suatu lahan diukur sampai sejauh mana lahan tersebut memberikan manfaat secara optimal bagi kehidupan manusia. Sebagai contoh,


(44)

30 suatu lahan tidak potensial untuk lahan pertanian tetati potensial untuk permukiman, pariwisata, atau kegiatan lainnya.

2. Pengertian Lahan Kritis

Lahan Kritis adalah lahan yang telah mengalami kerusakan secara fisik, kimia, dan biologis atau lahan yang tidak mempunyai nilai ekonomis. Untuk menilai kritis tidaknya suatu lahan, dapat dilihat dari kemampuan lahan tersebut. Sedangkan untuk mengetahui kemampuan suatu lahan dapat dilihat dari besarnya resiko ancaman atau hambatan dalam pemanfaatan lahan tersebut (Sitanala, 2006).

Berikut ini disajikan tabel yang menghubungkan, kelas kemampuan lahan dan resiko ancaman/hambatan.

Tabel 2.2: Kelas kemampuan lahan, sifat, dan resiko ancaman (Hardjowigeno, 2002).

Kelas Topografi Sifat Lahan Resiko Ancaman

I Hampir Datar Pengairan baik, mudah diolah, kemampuan menahan air baik, subur dan respon terhadap pupuk.

Ancaman erosi kecil, tidak terancam banjir

II Lereng Landai Struktur tanah kurang baik, pengolahan harus hati-hati, mengandung garam Natrium

Ada ancaman erosi, terancam banjir.

III Lereng Miring Bergelombang

Untuk tanaman semusim tanahnya padat, kemampuan menahan air rendah, kandungan garam natrium sedang


(45)

31 IV Lereng Miring

Dan Berbukit

Lapisan tanah tipis, kemampuan menahan air rendah, kandungan garam natrium tinggi

Sangat mudah tererosi dan sering banjir

V Datar Tidak cocok untuk pertanian, tanahnya berbatu-batu

Selalu tergenang air

VI Lereng Agak Curam

Tanah berbatu-batu, mengandung garam natrium sangat tinggi

Erosi kuat, tidak cocok untuk pertanian

VII Lereng Curam Tanah berbatu, hanya untuk padang rumput

Erosi sangat kuat, perakaran sangat dangkal

VII Lereng Sangat Curam

Berbatu dan kemampuan menahan air sangat rendah

Tidak cocok untuk pertanian, lebih sesuai dibiarkan (alami)

1. Ciri-ciri Lahan Potensial dan Lahan Kritis dilihat dari sudut Pertanian (Hardjowigeno, 2002).

a. Ciri-ciri Lahan Potensial Untuk Pertanian 1) Tingkat Kesuburan Tinggi

Lahan yang subur adalah lahan dengan tanah yang banyak mengandung mineral untuk kebutuhan hidup tanaman. Hal ini sangat tergantung pada jenis tanaman yang diusahakan. Untuk tanaman biji-bijian banyak membutuhkan mineral posfor, untuk tanaman sayuran membutuhkan mineral zat lemas (N2), dan tanaman umbi-umbian membutuhkan mineral alkali. Jadi agar lahan dapat berproduksi secara


(46)

32 optimal harus disesuaikan, antara jenis mineral yang dikandung lahan dengan jenis tanaman yang akan diusahakan.

2) Memiliki Sifat Fisis yang Baik

Lahan yang memiliki sifat fisis baik adalah lahan yang daya serap air dan sirkulasi udara di dalam tanahnya cukup baik. Sifat fisis ini ditunjukkan oleh tekstur dan struktur tanahnya. Tekstur tanah adalah sifat fisis tanah yang berkaitan dengan ukuran partikel pembentuk tanah. Partikel utama pembentuk tanah adalah pasir, lanau (debu), dan lempung (tanah liat). Berasarkan ukuran partikel batuan, perhatikan tabel 2.3. Tekstur tanah berpengaruh terhadap daya serap dan daya tampung air. Tanah lempung teksturnya sangat halus, mudah menampung air tetapi daya serapnya kecil. Sebaliknya tanah pasir mudah menyerap air, tetapi sukar menampungnya. Tekstur tanah yang ideal untuk pertanian adalah geluh, yaitu tanah yang lekat. Tekstur tanah geluh terdiri dari dua macam tanah, yaitu tanah lanau (20% lempung, 30-50% lanau dan 30-50% pasir) dan tanah lanau berpasir (20-50% lanau/lempung, 50-80% pasir). Struktur tanah adalah sifat fisis tanah yang dikaitkan dengan cara partikel-partikel tanah berkelompok. Struktur tanah ini berpengaruh terhadap pengaliran air dan sirkulasi udara di dalam tanah.


(47)

33 Tabel 2.3. Butir batuan dan diameternya (Hardjowigeno, 2002).

No. Nama Butir Batuan Diameter (dalam mm)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Bongkah Berangkal Kerakal Kerikil Pasir Lanau Lempung

Lebih dari 256 mm Antara 64 – 256 mm Antara 4 – 64 mm Antara 2 – 4 mm Antara 0.053 – 2 mm Antara0,002 – 0.053 mm Kurang dari 0.002 mm

3) Belum Terjadi Erosi

Terjadinya erosi pada suatu lahan akan menyebabkan berubahnya lahan potensial menjadi lahan kritis. Lahan yang telah mengalami erosi, tingkat kesuburannya berkurang, sehingga kurang baik untuk pertumbuhan tanaman. Erosi mengakibatkan lahan tanah yang paling atas terkelupas. Sisanya tinggal tanah yang tandus, bahkan sering merupakan batuan yang keras (padas). Proses erosi yang kuat sering dijumpai di daerah pantai, akibat abrasi (pengikisan oleh gelombang laut) dan di daerah pegunungan dengan lereng terjal serta miskin tumbuhan. Erosi di pegunungan akibat adanya longsor dan soil creep (tanah merayap).


(48)

34 b. Ciri-ciri Lahan Kritis Untuk Pertanian

1) Tidak Subur

Lahan tidak subur adalah lahan yang sedikit mengandung mineral yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Umumnya lahan tidak subur terdapat di daerah yang resiko ancamannya besar (ancaman erosi dan banjir).

2) Miskin Humus

Lahan yang miskin humus umumnya kurang baik untuk dijadikan lahan pertanian, karena tanahnya kurang subur. Tanah Humus adalah tanah yang telah bercampur dengan daun dan ranting pohon yang telah membusuk. Tanah humus dapat dijumpai di daerah yang tumbuhannya lebat, contohnya hutan primer. Sedangkan lahan yang miskin humus adalah lahan yang terdapat di daerah yang miskin atau jarang tumbuhan, contohnya kawasan pegunungan yang hutannya rusak.

2. Ciri-ciri Lahan Potensial dan Lahan Kritis dilihat dari Sudut Permukiman (Hardjowigeno, 2002).


(49)

35

B

C A

y

x z

5 m 4 m

1) Daya Dukung Tanah Besar

Artinya memiliki kemampuan untuk menahan beban dalam ton tiap satu meter kubik. Jadi bila didirikan bangunan di atasnya tidak amblas.

2) Fluktuasi Air Baik

Artinya memiliki kedalaman air tanah yang sedang. Fluktuasi air berpengaruh terhadap kondisi lingkungan, jika air tanahnya dangkal maka keadaan di atasnya lembab dan jika air tanahnya dalam maka keadaan di atasnya gersang (kering/tandus).

3) Kandungan Lempung cukup

Kandungan lempung berpengaruh terhadap kembang kerutnya tanah. Hal ini erat kaitannya dengan pembuatan pondasi,pembangunan jalan, saluran air, dan sebagainya.

4) Topografi

Topografi yang ideal untuk permukiman adalah yang kemiringan lahannya antara 0% sampai 3%. Kemiringan merupakan perbandingan antara jarak vertikal dan jarak horisontal dikali 100%.


(50)

36 Gambar 2.4 Kemiringan Lereng Potensial

Kemiringan lereng gambar di atas adalah : z = y x 100 %

x

Kemiringan lereng 0% berarti tanahnya rata, dan kemiringan lereng 100% berarti sudut kemiringannya 45% (sangat curam). Topografi erat kaitannya dengan kenyamanan hunian (tempat tinggal) dan keamanan dari ancaman bencana alam seperti tanah longsor, banjir, dan sebagainya.

b. Ciri-ciri Lahan Kritis untuk Permukiman

1) Daya dukung tanah rendah, artinya tidak mampu menahan beban dalam ton tiap satu meter kubik. Sehingga bila didirikan bangunan di atasnya, bangunan tersebut akan roboh (amblas).

2) Fluktuasi air tidak baik, artinya air tanahnya terlalu dangkal atau terlalu dalam. Hal ini dapat mempengaruhi bangunan dan kesehatan penduduk yang tinggal di atas lahan tersebut.


(51)

37 Topografi yang tidak cocok untuk permukiman adalah yang kemiringannya lebih dari 3%. Karena topografi dengan kemiringan lebih dari 3% resiko ancaman bencana alam seperti tanah longsor dan banjir besar. Hal ini dapat mengganggu kenyamanan hunian dan keamanan dari bencana alam tersebut.

Gambar 2.5 Kemiringan Lereng Kritis

Untuk mengetahui suatu lahan potensial atau kritis untuk pemukiman dapat dilihat dari kemiringan lerengnya yaitu perbandingan antara jarak vertikal (y) dan jarak horisontal (x) dikalikan 100% atau

y x 100% x

2.2.7 PERSEBARAN LAHAN POTENSIAL DAN LAHAN KRITIS

1. Persebaran Lahan Potensial

Lahan potensial tersebar di daerah dataran rendah, pegunungan, dan pantai. Tetapi lahan potensial biasanya banyak terdapat di dataran rendah, karena dataran rendah merupakan daerah endapan dengan tingkat kemiringan dan erosi yang kecil. Berikut ini akan dijelaskan persebaran lahan potensial di daerah pantai, dataran rendah, dan pegunungan (Hardjowigeno, 2002).


(52)

38 a. Lahan Potensial di Kawasan Pantai

Lahan potensial di kawasan pantai memiliki ciri-ciri:

- kemiringan 0 - 3%.

- perbedaan tinggi 0 - 5 m dari permukaan laut.

Kemiringan dan perbedaan tinggi yang rendah, menyebabkan lahan potensial di daerah pantai terletak pada kawasan pasang surut air laut. Kawasan ini banyak di tumbuhi tanaman bakau (mangrove), fungsi tanaman bakau mengurangi abrasi dan mencegah perembasan air laut sampai jauh ke pedalaman. Lahan potensial kawasan pantai di Indonesia terdapat di pantai Timur Sumatera, pantai Barat, dan Selatan Kalimantan.

b. Lahan Potensial di Dataran Rendah

Mulai dataran pantai sampai ketinggian 400 meter dari permukaan laut termasuk wilayah dataran rendah. Lahan potensial di dataran rendah memiliki ciri-ciri:

- kemiringan 3 - 15%.

- perbedaan tinggi 5 - 10 m dari permukaan laut.

- umumnya merupakan endapan alluvial (endapan yang dibawa oleh air sungai).


(53)

39 Pengikisan di daerah ini masih relatif kecil dan tata airnya cukup baik. Karena merupakan endapan alluvial hasil erosi yang diangkut sungai yang berhulu di daerah vulkanis (gunung api). Sehingga kawasan ini memiliki kesuburan yang cukup tinggi. Lahan potensial dataran rendah di Indonesia antara lain terdapat di Utara Jawa Barat (Indramayu).

c. Lahan Potensial di Daerah Pegunungan/Perbukitan

Lahan potensial di daerah pegunungan/perbukitan memiliki ciri-ciri:

- kemiringan 15 - 30%.

- perbedaan tinggi 10 - 300 m dari permukaan laut.

- kesuburan tanah tergantung pada batuan induk dan tingkat pelapukan.

Erosi di daerah yang rendah relatif kecil, makin tinggi dan miskin tumbuhan (vegetasi) tingkat erosi makin besar. Jika tanahnya terbentuk dari hasil vulkanis (letusan gunung api), maka tanahnya subur. Pada kawasan dataran rendah antara dua pegunungan (inter-mountain plain) dapat terbentuk endapan alluvial yang subur. Lahan potensial kawasan pegunungan di Indonesia banyak dijumpai pada kawasan pegunungan yang hutannya masih baik (belum rusak). Hubungan antara kemiringan dengan topografi, dapat Anda lihat pada tabel 2.4.


(54)

40 Tabel 2.4. Kemiringan lereng (Hardjowigeno, 2002).

Simbol Kemiringan Lereng Topografi

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Kurang dari 3% 3 – 5%

15 - 30% 30 - 50% 50 - 80% 80 - 100% 100 - 150% 150% - ke atas

Datar Berombak Bergelombang Berbukit Curam Sangat curam Terjal Sangat terjal

2. Persebaran Lahan Kritis

a. Lahan Kritis di Kawasan Pantai

Kawasan pantai akan menjadi lahan kritis, jika terjadi pengikisan pantai oleh gelombang laut (abrasi) yang kuat. Abrasi dapat menyebabkan lapisan sedimen (endapan) akan hancur dan lenyap. Peristiwa ini terjadi pada muara sungai yang pantainya terbuka dengan gelombang laut yang besar, seperti di daerah muara sungai Progo (DI. Yogyakarta) dan muara sungai Cimanuk (Jawa Barat).


(55)

41 Lahan kritis di kawasan dataran rendah terjadi akibat adanya genangan air atau proses sedimentasi (pengendapan) bahan yang menutupi lapisan tanah yang subur. Genangan air terjadi karena tanahnya lebih rendah dari daerah sekitarnya, sehingga waktu hujan lebat terjadi banjir dan air menggenang. Lahan kritis di dataran rendah dapat dijumpai pada daerah sekitar Demak (jawa Tengah), Lamongan, Gresik, Bojonegoro, dan Tuban (Jawa Timur).

c. Lahan Kritis di Kawasan Pegunungan/Perbukitan

Lahan kritis di kawasan pegunungan terjadi akibat adanya longsor, erosi atau soil creep (tanah merayap). Lapisan tanah yang paling atas (top soil) terkelupas, sisanya tanah yang tandus bahkan sering merupakan batuan padas (keras). Hal ini sering terjadi di kawasan pegunungan dengan lereng terjal dan miskin tumbuhan penutup. Lahan kritis di kawasan pegunungan banyak dijumpai pada pegunungan yang hutannya telah rusak. Lahan kritis kawasan pegunungan di Indonesia antara lain di pegunungan Kendeng Utara (Jawa Timur) dan sekitar gunung Ciremai (Jawa Barat).

Pemanfaatan Lahan Potensial dan Kendalanya

Sampai saat ini, belum seluruh lahan di permukaan bumi dimanfaatkan seara optimal oleh manusia. Hal ini disebabkan adanya beberapa kendala (hambatan), misalnya gurun pasir dengan amplitudo suhu (perbedaan suhu)


(56)

42 yang tinggi, lereng terjal, daerah yang sangat tinggi atau daerah yang tertutup salju. Selama ini manusia hanya memanfaatkan lahan yang memungkinkan untuk hidup sesuai dengan tingkat kebudayaannya.

1. Pemanfaatan Lahan Potensial di Daerah Pantai

Lahan potensial di daerah pantai ternyata memiliki arti ekonomi yang cukup tinggi. Pemanfaatan lahan potensial di daerah pantai antara lain:

a. Untuk Usaha Tambak Udang dan Bandeng

Kendala (hambatan) yang dihadapi adalah adanya pasang surut yang perbedaannya cukup besar. Cara mengatasinya dengan membuat sistem saluran yang dilengkapi dengan pintu air, untuk mengatur pergantian air agar pH (tingakat keasaman) nya tetap.

b. Untuk Usaha Pembuatan Garam

Kendala utama yang dihadapi dalam usaha ini adalah cuaca (curah hujan) yang tidak teratur.

c. Untuk Wisata Bahari (Wisata Laut)

Kendala yang dihadapi daerah pantai yang dijadikan tempat wisata antara lain kurangnya sarana transportasi, penerangan (listrik), adat istiadat masyarakat, dan keamanan.


(57)

43 2. Pemanfaatan Lahan Potensial di Daerah Dataran Rendah

Lahan potensial pada kawasan dataran rendah dimanfaatkan untuk pertanian. Di sini juga ada kendala yang dihadapi seperti pada daerah pantai. Kendala yang dihadapi terutama terjadinya genangan air yang cukup lama setelah banjir, sehingga dapat mengurangi bahkan menggagalkan hasil pertanian (panen).

3. Pemanfaatan Lahan Potensial di Kawasan Pegunungan/Perbukitan

Lahan potensial di kawasan pegunungan, umumnya dimanfaatkan untuk perkebunan, perhutanan, dan wisata pegunungan. Kendalanya antara lain, terjadinya tanah longsor, erosi, dan soil creep (tanah merayap). Hal ini disebabkan lahan potensial di kawasan pegunungan memiliki kemiringan yang relatif besar dibandingkan dengan lahan potensial di pantai maupun di dataran rendah.

Cara Pelestarian Lahan Potensial

Agar lahan potensial dapat memberikan daya dukung terhadap kehidupan manusia dalam waktu yang relatif lama, maka harus dilakukan upaya pelestarian. Usaha pelestarian lahan ini berkaitan erat dengan usaha pengawetan tanah atau pengontrolan erosi. Secara garis besar usaha pelestarian/pengawetan tanah dibagi menjadi dua, yaitu (Hardjowigeno, 2002):


(58)

44 1. Metode Vegetatif

Metode vegetatif adalah metode pengawetan tanah dengan cara menanam vegetasi (tumbuhan) pada lahan yang dilestarikan. Metode ini sangat efektif (tepat) dalam pengontrolan erosi. Ada beberapa cara mengawetkan tanah melalui metode vegetatif antara lain:

a. Penghijauan, yaitu penanaman kembali lahan gundul dengan jenis tanaman tahunaan. Jenis tanamannya antara lain, akasia,angsana, flamboyan. Fungsinya untuk mencegah erosi, mempertahankan kesuburan tanah, dan menyerap debu/kotoran di udara lapisan bawah.

b. Reboisasi, yaitu penanaman kembali hutan gundul dengan jenis tanaman keras. Jenis tanamannya antara lain, pinus, jati, rasamala, dan cemara. Fungsinya untuk menahan erosi dan diambil hasilnya (kayunya).

c. Penanaman secara kontur (contour strip cropping), yaitu menanam tanaman searah dengan garis kontur. Fungsinya untuk menghambat kecepatan aliran air dan memperbesar resapan air ke dalam tanah. Cara ini sangat cocok dilakukan pada lahan dengan kemiringan 3 - 8%.


(59)

45 d. Penanaman tumbuhan penutup tanah (buffering), yaitu menanam lahan dengan tumbuhan keras (pinus, jati, cemara). Fungsinya untuk menghambat penghancuran tanah permukaan oleh air hujan, memperlambat erosi dan memperkaya bahan organik tanah.

e. Penanaman tanaman secara berbaris (strip cropping), yaitu melakukan penanaman berbagai jenis tanaman secara berbaris (larikan). Penanaman berbaris tegak lurus terhadap arah aliran air atau arah angin. Pada daerah yang hampir datar jarak tanaman diperbesar, pada kemiringan lebih dari 8% jarak tanaman dipersempit. Fungsinya untuk mengurangi kecepatan erosi dan mempertahankan kesuburan tanah.

f. Pergiliran tanaman (croprotation), yaitu penanaman tanaman secara bergantian (bergilir) dalam satu lahan. Jenis tanamannya disesuaikan dengan musim. Fungsinya untuk menjaga agar kesuburan tanah tidak berkurang.

2. Metode Mekanik

Metode mekanik adalah metode mengawetkan tanah melalui tehnik-tehnik pengolahan tanah yang dapat memperlambat aliran air. Beberapa cara yang umum dilakukan pada metode mekanik antara lain:


(60)

46 a. Pengolahan tanah menurut garis kontur (contour village), yaitu pengolahan tanah sejajar dengan garis kontur. Fungsinya untuk menghambat aliran air dan memperbesar resapan air.

b. Pembuatan tanggul/pematang/guludan bersaluran Pembuatan tanggul sejajar dengan kontur. Fungsinya agar air hujan dapat tertampung dan meresap dalam tanah. Pada tanggulnya dapat ditanami palawija.

c. Pembuatan teras (terrassering), yaitu membuat teras-teras (tangga-tangga) pada lahan miring dengan lereng yang panjang. Fungsinya untuk memperpendek panjang lereng, memperbesar resapan air dan mengurangi erosi.

d. Pembuatan saluran air (drainase) Saluran pelepasan air ini dibuat untuk memotong lereng panjang menjadi lereng yang pendek. Sehingga aliran air dapat diperlambat dan mengatur aliran air sampai ke sungai.

Metode pengawetan tanah atau pengontrolan erosi menjadi sangat efektif apabila metode mekanik dipadukan atau dikombinasikan dengan metode vegetatif, misalnya terrassering dan bufering.

Cara Pelestarian Lahan Potensial Di Pantai, Dataran Rendah, dan Pegunungan (Hardjowigeno, 2002).


(61)

47 1. Pelestarian Lahan Potensial di kawasan Pantai

Untuk menjaga kelestarian lahan potensial di kawasan pantai antara lain:

a. Tidak melakukan pengeringan rawa di kawasan pantai atau pengrusakan hutan bakau (mangrove).

b. Membuat sistem saluran air yang dilengkapi dengan pintu air untuk mengatur pergantian air agar pH nya tetap.

2. Pelestarian Lahan Potensial di Dataran Rendah

Pelestarian lahan potensial di dataran rendah antara lain dengan:

a. Pembuatan/perbaikan saluran air (drainase)

b. Penggunaan lahan secara teratur disesuaikan dengan kondisi fisisnya.

c. Pemupukan tanah dalam jumlah seimbang, untuk menghindari keracunan atau kejenuhan tanah terhadap pupuk.

d. Melakukan sistem pergiliran tanaman (crop rotation).

3. Pelestarian Lahan Potensial di Pegunungan/Perbukitan


(62)

48 a. Penanaman pohon pelindung (tanaman penutup tanah) Fungsinya untuk menghambat penghancuran tanah lapisan atas oleh air hujan. Jenis tanaman yang paling cocok adalah tanaman reboisasi (pinus, jati, rasamala, dan cemara).

b. Penanaman secara kontur yaitu melakukan penanaman searah dengan garis kontur. Fungsinya untuk menghambat kecepatan aliran air dan memperbesar resapan air.

c. Penggunaan tehnik pengolahan lahan secara baik yaitu pengolahan tanah menurut garis kontur. Fungsinya untuk menghambat aliran air.

d. Pembuatan teras. (terrassering) Fungsinya untuk mengurangi panjang lereng, memperbesar resapan air, dan mengurangi erosi.

e. Pembuatan tanggul/guludan bersaluran fungsinya agar air hujan dapat tertampung dan meresap dalam tubuh.


(63)

49 Gambar 2.3 dan 2.4 menggambarkan beberapa penyebab terjadinya lahan kritis dan usaha pelestarian lahan.


(64)

50 Keterangan gambar:

a. Pergiliran tanaman (crop rotation)

b. Pengendalian penggem- balaan

c. Reboisasi

d. Bendungan alami kecil e. Memperkuat pinggir sungai f. Pengolahan tanah menurut garis kontur.

Gambar 2.7 Cara-cara pengawetan tanah (Hardjowigeno, 2002).

Iklim

Di daerah beriklim basah, faktor iklim yang mempengaruhi adalah hujan. Besarnya curah hujan, intensitas, dan distribusi hujan menentukan kekuatan dispersi hujan terhadap tanah, jumlah dan kekuatan aliran permukaan serta tingkat kerusakan yang terjadi. Besarnya curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu. Oleh karena itu besarnya curah hujan dapat dinyatakan dalam m³ per satuan luas, atau secara lebih


(65)

51 umum dinyatakan dalam tinggi kolom air yaitu mm. Besarnya curah hujan dapat dimaksud untuk satu kali hujan atau untuk masa tertentu seperti per hari, per bulan, per musim atau per tahun. Intensitas hujan menyatakan besarnya hujan yang jatuh dalam suatu waktu yang singkat yaitu 5, 10, 15 atau 30 menit, yang dinyatakan dalam mm jam־¹ atau cm jam־¹. Kekuatan perusakan air yang mengalir di permukaan tanah akan semakin besar dengan semakin curamnya dan panjangnya lereng permukaan tanah (Arsyad, 2006).

Topografi

Kemiringan lereng dinyatakan dalam derajat atau persen. Dua titik yang berjarak 100 m yang mempunyai selisih tinggi 10 m membentuk lereng 10%. Kecuraman lereng 100% sama dengan kecuraman lereng 45º. Selain dari memperbesar jumlah aliran permukaan, semakin curam lereng juga memperbesar kecepatan aliran permukaan yang dengan demikian memperbesar energi angkut aliran permukaan. Selain dari pada itu, dengan semakin miringnya lereng, maka jumlah butir-butir tanah yang terpecik kebagian bawah lereng oleh tumbukan butir-butir hujan, semakin banyak (Arsyad, 2006).


(66)

52

Jenis Tanah Nilai Sudut

KERIKIL

Ukuran sedang Berpasir

40º - 55 º 35º - 50 º PASIR

Kering dan tidak padat Jenuh dan tidak padat Kering dan padat Jenuh dan padat

- - 43º - 50º 43º - 50º LANAU atau PASIR BERLANAU

Tidak padat Padat

27º - 30º 30º - 35º

LEMPUNG 20º - 42º

Tanah

Berbagai tipe tanah mempunyai kepekaan yang berbeda-beda. Kepekaan tanah yaitu mudah atau tidaknya tanah tererosi adalah fungsi berbagai interaksi sifat-sifat fisik dan kimia tanah. Sifat-sifat yang mempengaruhi adalah : 1. sifat-sifat tanah yang mempengaruhi infiltrasi, permeabilitas dan kapasitas menahan air, dan 2. sifat-sifat tanah yang mempengaruhi ketahanan sturktur tanah terhadap disperse dan penghancuran


(67)

53 agregat tanah oleh tumbukan butir-butir hujan dan aliran permukaan (Arsyad, 2006).

Vegetasi

Vegetasi merupakan lapisan pelindung atau penyangga antara atmosfer dan tanah. Suatu vegetasi penutup tanah yang baik seperti rumput yang tebal atau rimba yang lebat akan menghilangkan pengaruh hujan dan topografi terhadap erosi. Vegetasi mempengaruhi siklus hidrologi melalui pengaruhnya terhadap air hujan yang jatuh dari atmosfir ke permukaan bumi, ke tanah dan batuan di bawahnya. Oleh karena itu ia mempengaruhi volume air yang masuk ke sungai dan danau, ke dalam tanah dan cadangan air bawah tanah. Bagian vegetasi yang ada di atas permukaan tanah, seperti daun dan batang, menyerap energi perusak hujan, sehingga mengurangi dampaknya terhadap tanah, sedangkan bagian vegetasi yang ada di dalam tanah, yang terdiri atas sistem perakaran, meningkatkan kekuatan mekanik tanah (Arsyad, 2006).

Manusia

Pada akhirnya manusialah yang menentukan apakah tanah yang di usahakannya akan rusak dan menjadi tidak produktif atau menjadi baik dan


(68)

54 produktif secara lestari. Banyak faktor yang menentukan apakah manusi akan memperlakukan dan merawat serta mengusahakan tanahnya secara bijaksana sehingga menjadi lebih baik dan memberikan pendapatan yang tinggi untuk jangka waktu yang tidak terbatas (Arsyad, 2006)

Daerah Alir Sungai (DAS)

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah kawasan lahan di mana semua air, dari hujan maupun salju, mengalir ke bawah menuju suatu penampung air seperti kali, sungai, danau atau rawa-rawa. DAS juga disebut kawasan tangkapan (catchment) karena lahan di bagian atas dan kawasan hulu “menangkap” seluruh air dan selanjutnya air tersebut mengalir ke bawah dan ke kawasan hilir.

DAS bisa sangat luas, mencakup kawasan yang mencakup ribuan kilometer persegi, atau bisa juga hanya selebar sebuah lembah. Di dalam kawasan DAS yang sangat luas, di mana air mengalir dari bukit-bukit tinggi ke lembah-lembah yang rendah (seperti di daerah pegunungan), ada banyak DAS kecil (seperti sumber-sumber air kecil dan sungai kecil yang mengalir ke bawah menuju sungai yang lebih lebar dan laut).

DAS yang sehat mampu melindungi pasok air, menaungi hutan, tanaman dan satwa liar, menjaga tanah tetap subur dan mendukung


(69)

55 komunitas yang mandiri, perubahan besar dan mendadak pada DAS, seperti pembabatan pohon dan semak-semak, penimbunan sampah, atau pembangunan jalan raya, perumahan dan bendungan dapat merusak DAS dan sumber-sumber airnya. Hal ini akan mempengaruhi kemampuan tanah untuk mendukung komunitas yang sehat dan mendatangkan masalah-masalah kesehatan, kelaparan dan perpindahan penduduk. Perencanaan yang menyangkut perubahan bagaimana air mengalir melalui DAS dan bagaimana air dan lahan akan dikembangkan dan dimanfaatkan, dapat mencegah munculnya masalah-masalah di masa depan.


(70)

56

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Dinas Pekerjaan Umum (PU) Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWS CC) Jalan Infeksi Saluran Tarun Barat, No. 58 Jakata Timur (khususnya subbidang perancangan dan program) dan Kantor Kelurahan Cireundeu Jalan Cireundeu Raya, Ciputat Timur Tangerang Selatan 15419. Waktu penelitian ini mulai bulan 30 Oktober 2009 – 30 November 2009

3.2 Bahan dan Alat

3.2.1 Bahan

Bahan yang digunakan adalah peta dasar digital Situ Gintung Kelurahan Cireundeu, Kecamatan Ciputat, Tangerang Selatan, Provinsi Banten dalam bentuk vektor dengan skala 1 : 10.000 yang diterbitkan oleh Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL) Cibinong dalam format shapefile dengan extention .shp, jarak aman wilayah


(71)

57 konservasi disekitar area lahan sekitar Situ Gintung yang dikeluarkan oleh Kementerian Dinas Pekerjaan Umum (PU) yang terjadi di Situ Gintung Kelurahan Cireundeu, Kecamatan Ciputat, Tangerang Selatan, Provinsi Banten.

Letak geografis Situ Gintung berada di antara 106 Bujur Timur dan 06 Lintang Selatan.

3.2.2 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu buah PC dengan spesifikasi sebagai berikut :

1. Perangkat Lunak : Microsoft windows xp profesional SP2, ArcView 3.3 dengan ekstensi JPEG (JFIF) Image Support, Spatial Analyst untuk pemasukkan data spasial maupun data atribut serta pengolahan peta. 2. Perangkat Keras : Pentium IV 2.16 GHz, Memori 896 MB DDR,

Harddisk 2.17 GHz.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi sekaligus sampel pada penelitian ini adalah area lahan sekitar Situ Gintung Kelurahan Cireundeu, Kecamatan Ciputat, Kabupaten Tangerang Selatan, Provinsi Banten.


(72)

58 3.4 Metode yang digunakan

3.4.1 Metode Penelitian

1. Metode Studi Pustaka

Pada metode Studi Pustaka, peneliti mengumpulkan dan mempelajari buku – buku yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dalam Pengembangan tata lahan pada Situ Gintung ini yang merupakan bagian data – data, yaitu :

a. Buku Sistem Informasi Geografi dengan MapInfo Profesional karya Yeyep Yousman.

b. Buku Analisis dan Perancangan Sistem Informasi karya Hanif Al Fatta.

c. Buku Sistem Informasi Geografi karya Baba Barus dan U. S Wiradisastra

d. Buku Menganalisa Data Spatial dengan ArcView GIS 3.3 karya I Wayan Nuarsa.

Tulisan dan artikel dari internet dan buku-buku lain untuk selengkapnya dapat dilihat pada daftar pustaka.


(73)

59 Melakukan wawancara mengenai data area Situ Gintung, jarak aman pembangunan pemukiman dan koordinat Situ Gintung dilakukan dengan pihak Dinas Pekerjaan Umum Wilayah Cisadane (Sub Bidang Perencanaan dan Program) Jalan infeksi tarun barat no.58 Jakarta Timur berdasarkan UU SDA No. 7 tahun 2004. Dari wawancara tersebut diperoleh informasi bahwa Sungai lintas propinsi dan Danau yang berada dialiran Sungai Ciliwung Cisadane berada dibawah wewenang pemerintah pusat yaitu Departemen Pekerjaan Umum, Balai Besar Wilayah Sungai Cisadane Ciliwung. Selain itu wawancara juga dilakukan dengan Kantor Kelurahan Cireundeu Jalan Cireundeu Raya, Ciputat Timur Tangerang Selatan 15419. Dari wawancara ini diperoleh informasi berkaitan dengan batas-batas administrasi Kelurahan Cireundeu dimana Situ Gintung terletak disana.


(74)

60 3.4.2 Metode Pelaksanaan

Gambar 3.1 Flowchart Kegiatan Pelaksanaan Skripsi

Flowchart (diagram alir) tersebut menunjukkan kegiatan yang dilakukan dalam pelaksanaan penelitian skripsi secara keseluruhan. Adapun penjelasan pelaksanaan proses Skripsi sesuai flowchart adalah :Langkah awal


(75)

61 penulis membuat proposal untuk mengajukan penelitian dan pengambilan data di Dinas Pekerjaan Umum (PU) Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWS CC) Jalan Infeksi Saluran Tarun Barat, No. 58 Jakata Timur selama 1 bulan terhitung dari bulan Oktober – November. Setelah diterima penulis mulai melakukan penelitian dan pengambilan data di Dinas Pekerjaan Umum (PU) Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWS CC) dengan melakukan pengumpulan data yang berkaitan dengan peta Situ Gintung, jarak aman pembangunan yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Setelah mendapat data-data yang dibutuhkan penulis melakukan analisa data, kemudian penulis melakukan pengolahan data menggunakan tehnik Buffering di Arcview, yang pada akhirnya akan didapatkan hasil output seperti : layout keadaan penataan lahan di sekitar Situ Gintung berupa lokasi-lokasi peruntukan

- Areal Situ Gintung.

- Jarak bebas pembangunan pemukiman terhadap pemukiman menurut peraturan pemerintah.


(76)

62

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Profil Instansi

4.1.1 Tugas Pokok dan Fungsi Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (Permen No. 13/PRT/M/2006)

 Tugas Pokok Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane adalah : 1. Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane adalah unit pelaksana

teknis di Bidang Konservasi SDA, pendayagunaan SDA dan Pengendalian daya rusak air pada wilayah sungai Ciliwung Cisadane yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Dirjen SDA melalui Direktur terkait.

2. Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane dipimpin seorang Kepala dan dibantu oleh satu Kabag TU dan 3 Kepala Bidang.

3. Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan SDA yang meliputi perencanaan, pelaksanaan Konstruksi, operasi dan pemeliharaan dalam rangka konservasi SDA, pendayagunaan SDA dan pengendalian daya rusak air pada wilayah sungai Ciliwung Cisadane.


(77)

63  Fungsi Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane adalah

menyelenggarakan:

1. Penyusunan pola dan rencana pengelolaan SDA pada wilayah sungai Ciliwung Cisadane.

2. Penyusunan rencana dan pelaksana pengelolaan kawasan lindung sumber air pada wilayah sungai ciliwung cisadane.

3. Pengelolaan SDA pada wilayah sungai Ciliwung Cisadane.

4. Penyiapan rekomendasi yeknis dalam rangka pemberian ijin atas penyediaan, peruntukan, penggunaan dan pengusahaan SDA pada wilayah sungai ciliwung cisadane.

5. Operasi dan pemeliharaan SDA pada wilayah sungai ciliwung cisadane. 6. Pengelolaan sistim hidrologi pada wilayah sungai ciliwung cisadane. 7. Penyelenggaraan data dan informasi SDA wilayah sungai ciliwung

cisadane.

8. Fasilitas kegiatan koordinasi pengelolaan SDA wilayah sungai ciliwung cisadane.

9. Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan SDA pada wilayah sungai ciliwung cisadane.

10. Pelaksanaan ketatausahaan Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane.


(78)

64 4.1.2 Sejarah Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane

1. Tahun 1965 dibentuk Komando Proyek Banjir (Kopro Banjir) yang khusus menangani masalah banjir di Jakarta.

1. Tahun 1984 berubah menjadi Proyek Pengendalian Banjir Jakarta Raya dan sekitarnya.

2. Tahun 1994 berubah menjadi Proyek Induk Pengembangan Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane atau PIPWS Cilcis.

a. Program:

- Pengelolaan sumber air dan pengendalian banjir;

- Pengembangan dan konservasi sumber air.

b. Wilayah Kerja:

- Wilayah Jabodetebek,

- Batas Sungai Cimanceuri di Barat dan Cikarang di Timur.

1. Tahun 2005 dibentuk Induk Pelaksana Pengembangan Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (IPK PWSCC ).

2. Tahun 2007 menjadi Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) dengan tugas pokok dan program pengelolaan Sumber Daya Air (SDA):


(79)

65 b. Pendayagunaan Sumber Daya Air,

c. Pengendalian Daya Rusak Air.

4.1.3 Visi dan Misi Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane

a. Visi

- Terwujudnya pengelolaan Sumber Daya Air (SDA) wilayah sungai Ciliwung Cisadane yang layak bagi kesejahteraan rakyat dan berkelanjutan di wilayah jabodetabek.

b. Misi

- Melaksanakan Pengelolaan SDA Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane yang berkelanjutan.

- Mendayagunakan Pengelolaan SDA Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane secara adil serta memenuhi persyaratan kualitas untuk berbagai kebutuhan masyarakat di wilayah Jabodetabek.

- Mengendalikan daya rusak air di wilayah Sungai Ciliwung Cisadane.

- Mengurangi masalah banjir yang akan terjadi dengan upaya struktural.


(80)

66 - Memperdayakan dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan SDA di Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane.

- Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam hal rekomendasi teknis untuk perijinan di dalam Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane.

4.1.4 Tujuan dan Sasaran

a. Tujuan

- adalah untuk mendukung terjadinya kesejahteraan sosial dan pertumbuhan Ekonomi Jabodetabek yang berkesinambungan.

b. Sasaran

- Tercapainya peningkatan jaringan irigasi, rehabilitasi irigasi, pengoperasian dan pemeliharaan seluruh jaringan irigasi terbangun.

- Menurunnya luas kawasan yang berpotensi terkena bencana banjir.

- Meningkatnya jumlah wadah air berupa waduk dan rehabilitasi Situ sebagai penyedia air baku air minum dan irigasi.


(1)

Bagian Kedua Pemanfaatan

Pasal 14

1) Maysarakat dapat memanfaatkan lahan di daerah manfaat sungai, dengan ketentuan sebagai berikut:

a. memenuhi persyaratan yang telah ditentukan; b. harus dengan izin pejabat yang berwenang;

c. mengikuti ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Pasal 11 dan Pasal 12; d. tidak menganggu upaya pembinaan sungai.

2) Izin pemanfaatan lahan di daerah manfaat sungai yang berada pada wilayah sungai yang pembinaannya menjadi kewenangan Menteri, diberikan oleh Direktur Jenderal atas nama Meneti dengan memperhatikan saran dan pertimbangan dari Kepala Kantor Wilayah yang terkait.

3) Izin pemanfaatan lahan di daerah manfaat sungai yang berada pada wilayah sungai yang wewenang pembinaannya dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah, diberikan oleh Gubenur Kepala Daerah dengan rekomendasi teknis dari Dinas setelah berkonsultasi dengan Kepala Kantor Wilayah;

4) Izin pemanfaatan lahan di daerah manfaat sungai yang berada pada wilayah sungai yang wewenang pembinaannya dilimpahkan kepada Badan Hukum tertentu dilengkapi dengan rekomendasi teknis dari Badan Hukum tertentu, dan izin diberikan oleh:


(2)

- Direktur Jenderal atas nama Menteri dalam hal sungai yang bersangkutan mengalir pada lebih dari stu Propinsi.

5) Masyrakat yang memanfaatkan lahan di daerah manfaat sungai, dapat dikenakan kontribusi dlam rangka pemeliharaan daerah manfaat sungai, yang dapat berupa uang dan tenaga.

BAB IV

DAERAH PENGUASAAN SUNGAI Bagian Pertama

Umum Pasal 15

1) Penetapan daerah penguasaan sungai dimaksud agar pejabat yang berwenang dapat melaksanakan upaya pembinaan sungai seoptimal mungkin bagi keselamatan umum.

2) Batas daerah penguasaan sungai yang berupa daerah retensi ditetapkan 100 (seratus) meter dari evelasi banjir rencana di sekeliling daerah genangan, sedangkan yang berupa dataran banjir ditetapkan berdasarkan debit banjir rencana sekurang-kurangnya periode ulang 50 (lima puluh) tahunan.

3) Pejabat yang berwenang mengatur rencana peruntukan daerah penguasaan sungai dengan memperhatikan kepentingan instasi lain yang bersangkuta.


(3)

Bagian kedua Pemanfaatan

Pasal 16

1) Masyarakat dapat memanfaatkan lahan di daerah penguasaan sungai untuk kegiatan/keperluan tertentu sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan Pasal 15 ayat (3).

2) Izin pemanfaatan lahan di daerah penguasaan sungai yang berada di daerah sempadan, diberikan oleh Pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2).

3) Izin pemanfaatan lahan di daerah pengusaan sungai yang berada di luar daerah sempadan, diberikan oleh Gubernur Kepala Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB V BEKAS SUNGAI

Pasal 17

1) Lahan bekas sungai merupakan inventaris kekayaan milik negara yang berada di bawah pembinaan Direktur Jenderal atas nama Menteri.

2) Pemanfaatan lahan bekas sungai diprioritaskan untuk: a. Mengganti lahan yang terkena alur sungai baru; b. Keperluan pembangunan prasarana pengairan;


(4)

3) Permohonan pemanfaatan lahan bekas sungai diajukan kepada Direktur Jenderal. 4) Direktorat Jenderal melakukan inventarisasi lahan bekas sungai dan mengadakan

pemuktahiran data inventarisasi sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sekali.

BAB VI PENGAWASAN

Pasal 18

1) Pengawasan atas pelaksanaan ketentuan-ketentuan di dalam Peraturan ini dilakukan oleh satuan kerja atau Badan Hukum tertentu yang menangani sungai yang bersangkutan sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing 2) Laporan atas hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

disampaikan kepada:

a. Direktur Jenderal untuk pengawasan pada wilayah sungai yang menjadi kewenangan Menteri atau Badan Hukum tertentu.

b. Dinas, untuk pengawasan pada wilayah sungai yang menjadi kewenganan Pemerintah Daerah atau Badan Hukum tertentu.

3) Pengusutan ata pelanggaran ketentuan di dalam Peraturan ini dapat dilakukan oleh:

a. Pihak kepolisian dalam hal belum terbentuk Penyidik Pegawai Negeri Sipoil (PPNS), atau

b. Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) untuk selanjutnya diteruskan kepada pihak kepolisian.


(5)

Pasal 19

1) Masyarakat wajib menaati ketentuan-ketentuan pemanfaatan daerah sempadan, daerah manfaatkan sungai, daerah penguasaan sungai dan bekas sungai yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang.

2) Masyarakat wajib ikut serta secara aktif dalam usaha pelestarian dan pengamanan baik fungsi maupun fisik sungai.

BAB VII SANKSI Pasal 20

Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Pasal 11 ayat (2), Pasal 12, Pasal 14 ayat (1), Pasal 16 ayat (1) dan Pasal 19 Peraturan ini dapat dikenakan sanksi sebagai berikut:

a. Sanksi pidana sebagaimana ditetabpkan dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan, Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1992 tentang Sungai, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


(6)

BAB VIII

KETENTUAN PERALIHAN Pasal 21

1) Dengan berlakunya Peraturan ini, maka peraturan yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan ini masih tetap berlaku, sampai digantikan dengan yang baru.

2) Bagi para pemanfaat lahan di daerah sempadan, daerah manfaat sunngai, daerah penguasaan sungai, dan bekas sungai yang belum mengikuti ketentuan-ketentuan dalam Peraturan ini, agar dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkannya daerah sempadan segera menyesuaikan

BAB IX

KETENTUAN PENUTUP Pasal 21

1) Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

2) Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Menteri ini akan ditetapkan dengan keputusan tersendiri.

3) Peraturan Menteri ini disebarluaskan kepada yang bersangkutan untuk diketahui dan atau dilaksanakan.

DITETAPKAN : JAKARTA PADA TANGGAL : 27 Februari 1993

MENTERI PERKERJAAN UMUM ttd