Tingkat Kejadian Cemaran Aflatoksin B1 Pada Bahan Baku Pakan Hewan Yang Diimpor Melalui Pelabuhan Tanjung Prio

TINGKAT KEJADIAN CEMARAN AFLATOKSIN B1 PADA
BAHAN BAKU PAKAN HEWAN YANG DIIMPOR MELALUI
PELABUHAN TANJUNG PRIOK

GALUH ARDHANARICWARI HANUM

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Tingkat Kejadian
Cemaran Aflatoksin B1 Pada Bahan Baku Pakan Hewan Yang Diimpor Melalui
Pelabuhan Tanjung Priok adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2016
Galuh Ardhanaricwari Hanum
NIM B251140051

RINGKASAN
GALUH ARDHANARICWARI HANUM. Tingkat Kejadian Cemaran Aflatoksin
B1 pada Bahan Baku Pakan Hewan yang Diimpor melalui Pelabuhan Tanjung
Priok. Dibimbing oleh TRIOSO PURNAWARMAN dan DENNY WIDAYA
LUKMAN.
Aflatoksin B1 merupakan toksin hasil metabolisme alami dari Aspergillus
sp. yang banyak mengontaminasi makanan dan pakan yang dapat menyebabkan
gangguan kesehatan manusia dan hewan. Penelitian ini bertujuan untuk
menghitung tingkat kejadian cemaran aflatoksin B1 pada bahan baku pakan hewan
berupa meat bone meal (MBM), poultry by product meal (PPM), feather meal
(FM), dan hydrolyzed feather meal (HFM) yang diimpor melalui Pelabuhan
Tanjung Priok, Jakarta. serta untuk menyediakan data dan informasi ilmiah untuk
Badan Karantina Pertanian dalam rangka menetapkan kebijakan pengujian
cemaran aflatoksin B1 pada bahan baku pakan hewan impor. Kajian yang
digunakan pada penelitian ini adalah kajian lintas seksional. Pengambilan sampel

dilakukan dengan cara mengumpulkan sampel bahan baku pakan hewan secara
acak berstrata di tempat pemasukan Pelabuhan Tanjung Priok dan Instalasi
Karantina Produk Hewan (IKPH). Besaran sampel dihitung dengan menggunakan
rumus ukuran contoh n = 4pq/L2 dengan keterangan n = ukuran sampel, p =
prevalensi (0.3), q = 1-p, dan L = galat/eror (10%), dengan tingkat kepercayaan
95%. Besaran sampel yang diperoleh adalah 84 sampel. Uji tapis (screening test)
terhadap cemaran aflatoksin B1 pada bahan baku pakan hewan dilaksanakan
dengan menggunakan metode enzymed linked immunosorbent assay (ELISA).
Sampel dengan hasil positif pada uji tapis, dikonfirmasi dengan metode high
performance liquid chromatography (HPLC).
Hasil analisis menunjukkan bahwa empat dari 84 (4.76%) sampel
menunjukkan hasil positif pada pengujian dengan metode ELISA kompetitif dan
HPLC. Tingkat kejadian cemaran aflatoksin B1 pada MBM sebesar 3.846%
(2/52), dan PPM 7.692% (2/26). Tingkat kejadian cemaran aflatoksin B1 pada
PPM lebih tinggi bila dibandingkan dengan MBM, FM, dan HFM yang
kemungkinan besar diakibatkan karena kandungan metionin dan triptopan PPM
lebih tinggi dari ketiga bahan baku pakan hewan lainnya. Metionin dan triptopan
merupakan asam amino yang memacu produksi aflatoksin oleh A,. flavus dan A.
parasiticus Konsentrasi cemaran aflatoksin B1 pada sampel yang diperiksa
dengan metode ELISA kompetitif berkisar antara 4.380 sampai 5.490 ppb,

sedangkan konsentrasi cemaran aflatoksin B1 dengan metode HPLC berkisar
antara 0.17 sampai 3.71 ppb. Hasil analisis menunjukkan sampel yang diperiksa
mengandung cemaran aflatoksin B1 dengan konsentrasi jauh di bawah standar
yang ditetapkan oleh SNI 7652.3:2011 (40 ppb) dan EFSA (20 ppb). Hasil
penelitian ini juga menunjukkan tidak ada korelasi antara cemaran AFB1 dengan
lamanya waktu timbun.
Kata kunci :

aflatoxins B1, feather meal, hydrolyzed feather meal, meat
bone meal, poultry by product meal

SUMMARY
GALUH ARDHANARICWARI HANUM. Aflatoksin B1 Contamination
Prevalence in Animal Feed Raw Material Imported Through Tanjung Priok
Seaport. Supervised by TRIOSO PURNAWARMAN and DENNY WIDAYA
LUKMAN.
Aflatoxin B1 is a toxin resulted from natural metabolism of Aspergillus sp.
which widely contaminates food and feed and causes disturbance in both human
and animal health. This study was aimed to calculate the prevalence of aflatoxin
B1 contamination in animal feed raw materials in the forms of meat bone meal

(MBM), poultry by product meal (PPM), feather meal (FM), and hydrolized
feather meal (HFM) which were imported through Tanjung Priok Port, Jakarta,
and to provide scientific data and information for Agricultural Quarantine in order
to establish the testing policy of aflatoxin B1 contamination in imported animal
feed raw material. The study used a cross-sectional study. Sampling was
performed by collecting samples of animal feed raw materials randomly stratified
at the entry point of Tanjung Priok Port and Animal Product Quarantine
Instalation. The sample sizes were calculated by using formula n = 4pq/L2 with
the following captions: n = sample size, p = prevalence (0.3), q = 1-p, and L =
eror (10%), with confidence rate of 95%. The sample size obtained was 84
samples. Screening test on aflatoxin B1 contamination on animal feed raw
materials was conducted by using enzymed linked immunosorbent assay (ELISA)
method. Samples with the positive results in ELISA, were then confirmed with
high performance liquid chromatography (HPLC) method.
The analysis showed that four out of 84 samples (4.76%) demonstrated
positive results in the test with competitive ELISA and HPLC methods. The
prevalence rate of aflatoxin B1 contamination in MBM and PPM reached 3.846%
(2/52) and 7.692% (2/26), respectively. The reason that prevalence rate of
aflatoxin B1 contamination in PPM was higher than one in MBM, FM, and HFM
was probably because methionine and tryptophan content in PPM are higher than

the other three animal feed raw materials. It is widely known that methionine and
tryptophan are amino acids which trigger the production of aflatoxin by A. flavus
dan A. parasiticus. The concentration of aflatoxin B1 contamination on samples
tested with competitive ELISA ranged between 4.380 and 5.490 ppb, while that of
aflatoxin B1 contamination identified with HPLC method varied from 0.17 to
3.71 ppb. The results of analysis revealed that the tested samples contained
aflatoxin B1 contamination with concentration significantly far below the standard
determined by SNI 7652.3:2011 (40 ppb) and EFSA (20 ppb). Furthermore, it was
shown that there was no correlation between AFB1 contamination and the storage
period.
Keywords :

aflatoxins B1, feather meal, hydrolyzed feather meal, meat bone
meal, poultry by product meal

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

TINGKAT KEJADIAN CEMARAN AFLATOKSIN B1 PADA
BAHAN BAKU PAKAN HEWAN YANG DIIMPOR MELALUI
PELABUHAN TANJUNG PRIOK

GALUH ARDHANARICWARI HANUM

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Drh Hj Agustin Indrawati, MBiomed

Judul Tesis : Tingkat Kejadian Cemaran Aflatoksin B1 pada Bahan Baku Pakan
Hewan yang Diimpor melalui Pelabuhan Tanjung Priok.
Nama
: Galuh Ardhanaricwari Hanum
NIM
: B251140051

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr drh Trioso Purnawarman, MSi
Ketua

Dr med vet drh Denny Widaya Lukman, MSi
Anggota


Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Kesehatan Masyarakat Veteriner

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr med vet drh Denny Widaya Lukman, MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 27 Mei 2016

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2015 ini ialah
cemaran aflatoksin B1 pada meat bone meal, poultry by product meal, feather

meal, dan hydrolyzed feather meal sebagai bahan baku pakan hewan, dengan judul
Tingkat Kejadian Cemaran Aflatoksin B1 pada Bahan Baku Pakan Hewan yang
Diimpor melalui Pelabuhan Tanjung Priok.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr drh Trioso Purnawarman,
MSi dan Bapak Dr med vet drh Denny Widaya Lukman, MSi selaku dosen
pembimbing sekaligus Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner
FKH-IPB serta Hj Dr Drh Agustin Indrawati, MBiomed sebagai dosen penguji
luar komisi. Ucapan terima kasih dan penghargaan juga penulis sampaikan kepada
Dr Drh Yusuf Ridwan, MSi selaku Ketua Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan
Kesmavet FKH-IPB dan seluruh staf Program Studi Kesehatan Masyarakat
Veteriner FKH-IPB.
Selanjutnya, penghargaan juga penulis sampaikan kepada Badan
Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (BP2SDM) Kementerian
Pertanian yang telah memberikan beasiswa, serta kepada Bapak Drh Sriyanto,
MSi PhD sebagai Kepala Bidang Karantina Hewan beserta seluruh staf Karantina
Hewan Balai Besar Karantina Pertanian Tanjung Priok dan seluruh staf
Laboratorium Karantina Hewan Balai Besar Karantina Pertanian Tanjung Priok
yang telah membantu selama pengumpulan data dan sampel serta pengujian
laboratorium. Ucapan terima kasih juga penulis haturkan untuk rekan-rekan
mahasiswa pascasarjana S2 dan S3 KMV angkatan 2013, 2014 dan 2015 baik

program khusus maupun reguler yang telah bersama-sama dalam menempuh
pendidikan di kampus FKH IPB tercinta.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada papa dan mama tercinta,
suami terkasih, anak-anakku M. Qahtan Qushay Al Ghaffarri dan M. Akram Faraj
Al Ishfahani, serta kakak-kakak tersayang atas segala do’a, kasih sayang dan
dorongannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Aamiin.
Bogor, Mei 2016
Galuh Ardhanaricwari Hanum

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA

Bahan Baku Pakan Hewan
Meat Bone Meal (MBM)
Poultry by Product Meal (PPM)
Feather Meal (FM) dan Hydrolyzed Poultry Feather Meal (HFM)
Mikotoksin
Aflatoksin
Biotransformasi Aflatoksin B1
Dampak Aflatoksin B1 terhadap Kesehatan Manusia dan Hewan
Residu Aflatoksin B1 pada Beberapa Spesies Hewan
Metode Pengujian Residu Aflatoksin B1 pada Bahan Baku Pakan
Enzyme-linked immunosorbent assay
High-performance liquid chromatography
3 METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Alat dan Bahan
Enzyme-linked immunosorbent assay
High-performance liquid chromatography
Rancangan Penelitian
Metode Pengujian ELISA
Metode Pengujian HPLC
Analisis Data
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

iii
iii
iii
1
1
2
2
2
2
3
3
3
5
5
7
7
8
9
9
9
10
10
10
10
10
10
11
12
13
13
16
16
17
18
23
26

DAFTAR TABEL
1
2

Komposisi nutrisi bahan baku pakan hewan per 100 gram
Rincian besaran sampel per negara berdasarkan volume impor bahan
baku pakan hewan tahun 2014
3 Hasil pengujian aflatoksin B1 dengan metode ELISA kompetitif
4. Hasil pengujian aflatoksin B1 dengan metode HPLC
5. Hasil pengujian aflatoksin B1 dengan metode ELISA kompetitif dan
HPLC
6. Korelasi waktu timbun dengan cemaran aflatoksin B1 pada bahan baku
pakan hewan

4
11
14
14
15
16

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4.

Proses dasar pengolahan bahan baku pakan hewan
Koloni A. flavus pada agar Czapek’s
Gambaran mikroskopis A. flavus
Struktur kimia aflatoksin B1, G1, M1, B2, G2, dan M2

4
6
6
6

DAFTAR LAMPIRAN

1
2

Hasil pengujian terhadap seluruh sampel bahan baku pakan hewan impor
dengan metode ELISA kompetitif dan HPLC
Surat penerimaan artikel

23
25

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pangan asal hewan merupakan sumber protein yang sangat bermanfaat bagi
manusia, namun dapat berbahaya bagi kesehatan bila tidak terjamin keamanannya.
Beberapa bahaya yang mungkin timbul dari pangan asal hewan seperti cemaran
mikroba, residu pestisida, antibiotik, mikotoksin, dan logam berat (Bahri et al.
2006).
Cemaran mikotoksin pada pakan hewan adalah persoalan yang cukup
serius di seluruh dunia, karena menimbulkan kerugian ekonomi yang tinggi.
Cemaran mikotoksin pada pakan hewan dapat menyebabkan penurunan tingkat
produksi dan kesehatan hewan, selain itu residu mikotoksin pada pangan asal
hewan juga berakibat negatif terhadap kesehatan manusia (Zaki et al. 2012).
Aflatoksin merupakan jenis mikotoksin yang banyak ditemukan pada negara
beriklim tropis dan subtropis yang suhu dan kelembabannya sangat sesuai untuk
pertumbuhan dan produksi toksin oleh kapang (Charoenpornsook dan Kavisarasai
2014). Salah satu jenis aflatoksin yang diketahui banyak mencemari pakan hewan
di seluruh dunia adalah aflatoksin B1 (AFB1). Toksin ini merupakan metabolit
alami dari Aspergillus sp. terutama Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus
(Williams et al. 2004; Zaki et al. 2012; Charoenpornsook dan Kavisarasai 2014;
EHSO 2015).
Toksisitas AFB1 paling tinggi di antara jenis aflatoksin yang lain (EHSO
2015). AFB1 bersifat mutagenik, karsinogenik, teratogenik, dan imunosupresif
(Charoenpornsook dan Kavisarasai 2014). Paparan AFB1 beserta infeksi virus
hepatitis dapat menyebabkan hepatocellular carcinoma (HCC). Cemaran AFB1
pada pakan hewan akan menyebabkan hadirnya residu aflatoksin M1 pada susu
dan produk susu sebagai hasil dari metabolisme AFB1. AFB1 dan AFM1 resisten
terhadap pemanasan, pasteurisasi, dan sterilisasi (Cvetnic dan pepeljnjak 2007;
Zain 2010; Charoenpornsook dan Kavisarasai 2014). Paparan AFB1 pada manusia
dapat disebabkan karena cemaran AFB1 pada makanan, residu AFB1 pada bahan
pangan, dan hasil metabolisme AFB1 pada produk hewan seperti daging, susu,
dan telur (Zain 2011; Charoenpornsook dan Kavisarasai 2014).
Tingkat kejadian cemaran aflatoksin B1 pada pakan ayam komersial di
Jawa Timur mencapai 100% (Bahri et al. 2005). Konsentrasi aflatoksin tertinggi
pada penelitian ini 131.3 µg/kg, yang berarti lebih tinggi dari batas maksimum
kandungan aflatoksin menurut SNI 7652.3:2011 tentang pakan bibit induk (parent
stock) ayam ras tipe pedaging yaitu 40 µg/kg (BSN 2011).
Meat bone meal (MBM), poultry by product meal (PPM), dan feather
meal (FM) merupakan bahan baku pakan hewan yang mengandung protein dan
asam amino yang sangat penting untuk pertumbuhan dan produktifitas hewan.
Harga terjangkau serta kandungan nutrisi yang baik membuat MBM, PPM, FM,
dan HFM dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan hewan (Hendriks et al. 2002;
King’ori 2012; Gumus dan Baki 2013).
Negara Indonesia sampai saat ini belum mampu memproduksi bahan baku
pakan hewan seperti MBM, PPM, dan FM, sehingga kebutuhan akan bahan baku
pakan hewan dilakukan dengan cara mengimpor dari beberapa negara seperti

Australia, Kanada, Selandia Baru, Amerika Serikat, China, Jerman, dan Saudi
Arabia. Volume impor total bahan baku pakan hewan dari berbagai negara yang
melalui Pelabuhan Tanjung Priok pada tahun 2014 sebesar 162 739 620 kg
(BBKPTP 2015).
Suhu dan kelembaban selama proses pengangkutan dan penumpukan di
pelabuhan sesuai untuk Aspergillus sp. tumbuh dan memproduksi aflatoksin.
Sampai saat ini belum ada laporan mengenai cemaran aflatoksin terutama
aflatoksin B1 yang memiliki toksisitas paling tinggi pada bahan baku pakan
hewan impor di Indonesia, sehingga penelitian ini merupakan yang pertama
kalinya dilakukan. Pengujian cemaran aflatoksin B1 pada bahan baku pakan
hewan impor perlu dilaksanakan dalam rangka pengawasan keamanan bahan
pangan sebagaimana terdapat pada Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012
tentang Pangan, karena berpotensi menyebabkan gangguan kesehatan bagi
konsumen.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menghitung tingkat kejadian cemaran aflatoksin
B1 pada bahan baku pakan hewan berupa MBM, PPM, FM, dan HFM yang
diimpor melalui Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta serta untuk menyediakan data
dan informasi ilmiah untuk Badan Karantina Pertanian dalam rangka menetapkan
kebijakan pengujian cemaran aflatoksin B1 pada bahan baku pakan hewan impor.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan data dan informasi mengenai
tingkat kejadian cemaran aflatoksin B1 pada bahan baku pakan hewan impor
sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan dalam perumusan maupun
penyempurnaan regulasi yang berkaitan dengan importasi bahan baku pakan
hewan.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Bahan Baku Pakan Hewan
Industri pengolahan hasil buangan pemotongan hewan merupakan salah
satu contoh proses pengolahan kembali hasil pemotongan hewan yang tidak
terpakai menjadi bahan yang bermanfaat di bidang peternakan, seperti meat bone
meal (MBM), poultry by product meal (PPM), feather meal (FM), dan hydrolyzed
feather meal (HFM). Hasil olahan ini terutama dimanfaatkan sebagai bahan baku
pakan hewan (Pearl 2005; Meeker dan Hamilton 2006; Meeker dan Meisinger
2015). Jaringan hewan yang tidak dipergunakan diproses menjadi butiran yang
kaya akan protein, lemak, vitamin, mineral dan asam amino yang bermanfaat bagi

industri peternakan, perikanan, dan juga pakan hewan kesayangan (Pearl 2005;
Forster dan Dominy 2006; Jayathilakan et al.2011).
Meat bone meal (MBM)
MBM merupakan salah satu bahan baku pakan babi dan unggas yang
berfungsi sebagai sumber protein, energi, fosfor, dan berbagai mineral lainnya.
Kualitas nutrisi dari MBM sangat tergantung dari bahan baku dan proses
pengolahan. Campuran MBM pada pakan unggas diketahui akan meningkatkan
kualitas kulit telur (Bozkurt et al. 2004; Hendriks et al. 2002). MBM dengan
kualitas baik mengandung residu pepsin yang tidak tercerna maksimal sebesar
12%. MBM dapat dipergunakan pada peternakan, industri perunggasan, dan
perikanan, berdasarkan peraturan Food and Drug Administration (FDA) hanya
hewan non-ruminansia yang diperbolehkan mengonsumsi pakan yang
mengandung jaringan hewan ruminansia (Meeker dan Hamilton 2006; Meeker
2009).
Poultry by product meal (PPM)
PPM merupakan hasil buangan penyembelihan unggas seperti leher, kaki,
telur yang belum berkembang, dan usus. PPM dengan kualitas baik harus
mengandung sedikit protein kasar, sedikit serat kasar, rendah fosfor, dan tinggi
kalsium. Kadar kalsium dalam PPM tidak boleh lebih dari 2.2 kali kadar fosfor.
Kualitas PPM ditentukan berdasarkan kandungan asam amino, asam lemak
esensial, vitamin, dan mineral, serta palatabilitasnya. PPM umumnya digunakan
pada industri pakan hewan kesayangan dan perikanan (Meeker dan Hamilton
2006; Meeker 2009).
PPM merupakan sumber protein yang ideal sebagai pengganti tepung ikan.
Pakan ikan yang dicampur dengan PPM terbukti tidak menimbulkan gangguan
pertumbuhan ikan. Saat ini, PPM banyak digunakan sebagai pengganti tepung
ikan pada pakan salmon laut, ikan trout, dan udang di Autralia, Kanada, Chili, dan
Meksiko. (Badillo et al. 2014).
Feather meal (FM) dan hydrolyzed poultry feather meal (HFM)
FM dan HFM diolah dari bulu unggas, yang bebas dari bahan tambahan.
Metode pengolahan HFM sedikit berbeda dengan pengolahan FM, HFM diolah
dengan proses hidrolisasi protein yang akan memecah ikatan keratin dari bulu
yang menyebabkan peningkatan palatabilitas produk. FM dan HFM merupakan
sumber asam amino (sistin) yang baik bagi ternak (Meeker 2009). FM dan HFM
dengan kualitas baik mengandung protein yang akan tercerna di dalam rumen
sebesar 64-70% (Meeker 2009).
Proses pengolahan bahan baku pakan hewan terdiri dari beberapa proses
yang melibatkan pemanasan, ekstraksi, dan pemisahan lemak. Fasilitas
pengolahan dan penyimpanan bahan baku terpisah untuk mecegah adanya
kontaminasi silang dari produk jadi dengan bahan baku. Pemanasan dengan suhu
tinggi berguna untuk mematikan mikroorganisme yang berbahaya terhadap
keamanan pangan. (Meeker dan Meisinger 2015). Proses pengolahan bahan baku
pakan hewan secara umum dapat dilihat pada Gambar 1.

Penambahan protein

Bahan mentah
Pencacahan
Pemanasan dengan
suhu tinggi

Penggilingan
Proses dengan
tekanan

Penyimpanan

Pemisahan
lemak
Gambar 1

Proses dasar pengolahan bahan baku pakan hewan (Meeker 2009;
Meeker dan Meisinger 2015)

Kandungan protein pada MBM, PPM, FM, dan HFM sangat penting bagi
hewan ternak, unggas, ikan, serta hewan kesayangan. Selain protein, produk ini
juga mengandung asam amino, lemak, asam lemak, vitamin, dan mineral yang
sangat baik untuk pertumbuhan hewan (Meeker 2009). Komposisi nutrisi dari
MBM, PPM, FM, dan HFM selengkapnya tersaji pada Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi nutrisi bahan baku pakan hewan per 100 gram (Meeker
2009)
Komposisi
MBM
FM dan HFM
PPM
Protein kasar
50.4
81.0
60.0
Lemak
10.0
7.0
13.0
Kalsium
10.3
0.3
3.0
Fosfor
5.1
0.5
1.7
Asam amino
Metionin
0.7
0.6
1.0
Sistin
0.7
4.3
1.0
Lisin
2.6
2.3
3.1
Treonin
1.7
3.8
2.2
Isoleusin
1.5
3.9
2.2
Valin
2.4
5.9
2.9
Triptopan
0.3
0.6
0.4
Arginin
3.3
5.6
3.9
Histidin
1.0
0.9
1.1
Leusin
3.3
6.9
4.0
Fenilalanin
1.8
3.9
2.3
Tirosin
1.2
2.5
1.7
Glisin
6.7
6.1
6.2
Serin
2.2
8.5
2.7
Cemaran kapang pada pakan hewan mempengaruhi kualitas pakan, baik
secara fisik maupun kualitas nutrisi. Kapang tumbuh dengan memanfaatkan
nutrisi yang tersedia pada pakan hewan, dan akan menghasilkan mikotoksin yang

berbahaya bagi kesehatan manusia dan hewan sebagai hasil metabolismenya
(Grece et al. 2014).

Mikotoksin
Kapang dapat menghasilkan mikotoksin selama proses produksi maupun
penyimpanan pakan hewan. Beberapa hal yang mempengaruhi pertumbuhan dan
produksi mikotoksin oleh kapang di antaranya : a) suhu. Suhu optimal untuk
Aspergillus sp. tumbuh dan memproduksi toksin berkisar antara 30-40 oC,
sedangkan untuk Penicillium sp. berkisar antara 25–30 oC; b) aktifitas air.
Aktifitas air merupakan jumlah air bebas yang tersedia untuk pertumbuhan
kapang, yang berkisar antara 0.61–0.91. Aktifitas air yang paling baik untuk
pertumbuhan kapang