Deteksi Salmonella dan Escherichia coli pada Tepung Telur yang Diimpor Melalui Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Resistensinya Terhadap Antibiotik
iii
DETEKSI SALMONELLA DAN ESCHERICHIA COLI PADA
TEPUNG TELUR YANG DIIMPOR MELALUI PELABUHAN
TANJUNG PRIOK, JAKARTA DAN RESISTENSINYA
TERHADAP ANTIBIOTIK
KAMIL RISKI SIDIK
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
iv
iii
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Deteksi Salmonella dan
Escherichia coli pada Tepung Telur yang Diimpor Melalui Pelabuhan Tanjung
Priok, Jakarta dan Resistensinya terhadap Antibiotik adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2015
Kamil Riski Sidik
NIM B251130174
iv
RINGKASAN
KAMIL RISKI SIDIK. Deteksi Salmonella dan Escherichia coli pada Tepung
Telur yang Diimpor Melalui Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Resistensinya
terhadap Antibiotik. Dibimbing oleh DENNY WIDAYA LUKMAN dan
I WAYAN TEGUH WIBAWAN.
Penelitian ini dilakukan untuk mendeteksi kemungkinan adanya cemaran
Salmonella dan Eschericia coli pada produk tepung telur impor yang masuk ke
Indonesia serta resistensinya terhadap antibiotik. Penelitian dilakukan
menggunakan kajian lintas seksional dengan penghitungan besaran sampel
menggunakan pendugaan prevalensi. Penghitungan besaran sampel menggunakan
asumsi tingkat kepercayaan 95%, tingkat kesalahan 10% dengan tingkat
prevalensi dugaan adalah 50% sehingga diperoleh besaran 100 sampel tepung
telur impor. Pengujian dilakukan terhadap 100 sampel tepung telur yang dikolesi
selama bulan Agustus 2014. Koleksi sampel dilakukan pada produk tepung telur
yang diimpor melalui Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dari dua negara eksportir
yang berbeda yaitu Ukraina dan India. Sampel yang berhasil dikoleksi berupa
whole egg powder (Ukraina n=30, India n=40) dan egg yolk powder (India n=30).
Penelitian dilakukan melalui pemeriksaan fisik produk tepung telur di pelabuhan
pemasukan dilanjutkan dengan pengambilan sampel dan pengujian cemaran
Salmonella dan E. coli menggunakan pengujian cepat (rapid test) dan metode
pengujian konvensional berupa isolasi dan identifikasi. Konfirmasi isolat bakteri
terduga Salmonella dilakukan dengan metode PCR. Isolat Salmonella dan E. coli
diuji resistensinya terhadap preparat antibiotik. Pengujian dilakukan terhadap 10
jenis antibiotik yaitu ampisilin, amoksisilin-asam klavulanat, oksasilin,
gentamisin, kanamisin, sefalotin, sefoksitin, sefotaksim, asam nalidiksat dan
tetrasiklin.
Terdapat sembilan sampel yang memberikan hasil positif adanya cemaran
bakteri Salmonella dan E. coli pada produk tepung telur yang diuji. Hasil positif
Salmonella ditemukan pada satu sampel whole egg powder (India, 2.5%) dan pada
empat sampel egg yolk powder (India, 13.3%). Hasil Positif E. coli ditemukan
pada tiga sampel whole egg powder (Ukraina, n=1 [3.3%] dan India, n=2 [5%])
serta pada satu sampel egg yolk powder (India, 3.3%). Hasil pengujian resistensi
antibiotik menunjukkan isolat Salmonella yang berhasil dideteksi secara umum
memiliki resistensi terhadap lima jenis antibiotik (ampisilin, amoksisilin-asam
klavulanat, oksasilin, sefalotin, sefoksitin) dengan 100% isolat memiliki resistensi
terhadap minimal tiga jenis antibiotik. Isolat E. coli yang berhasil dideteksi secara
umum memiliki resistensi terhadap enam jenis antibiotik (ampisilin, amoksisilinasam klavulanat, oksasilin, sefalotin, sefoksitin, tetrasiklin) dengan 75% isolat
memiliki resistensi terhadap minimal tiga jenis antibiotik. Pengujian terhadap
isolat Salmonella menunjukkan terdapat reaksi intermediet pada dua isolat (50%)
dengan masing-masing isolat memberikan reaksi intermediet pada satu jenis
antibiotik. Pengujian terhadap isolat E. coli menunjukkan terdapat reaksi
intermediet pada dua isolat (40%) dengan masing-masing isolat memberikan
reaksi intermediet pada minimal satu jenis antibiotik.
Kata kunci: E. coli, resistensi antibiotik, Salmonella spp., tepung telur
iii
SUMMARY
KAMIL RISKI SIDIK. Salmonella and Escherichia coli Detection on Egg
Powder Imported Through Port of Tanjung Priok, Jakarta and Its Resistance
Against Antibiotics. Supervised by DENNY WIDAYA LUKMAN and
I WAYAN TEGUH WIBAWAN.
This study was conducted to detect the presence of Salmonella and E. coli
in Indonesian imported egg powder at the Port of Tanjung Priok, Jakarta and its
resistance to antibiotics. The study was performed using cross sectional study and
the sample size was determined based on prevalence estimation. Sample size
calculated based on 95% of confidence level assumption with 10% of margin of
error and 50% of predicted prevalence and resulted in a total of 100 sample for the
study. A total of 100 egg powder samples were collected through August 2014
from two exporting countries, Ukraine (whole egg powder, n=30) and India
(whole egg powder, n=40 and egg yolk powder, n=30). The study was performed
by physical examination of the products at the entry port followed by samples
collection and testing for Salmonella and E. coli contamination using rapid test
and conventional methods, isolation and identification. Presumed Salmonella
isolates were confirmed by PCR assay for Salmonella spp. Salmonella and E. coli
isolates were then tested for antibiotic resistance. Antibiotic resistance test was
performed on 10 antibiotics, i.e., ampicillin, amoxicillin-clavulanic acid, oxacillin,
gentamicin, kanamycin, cephalothin, cefoxitin, cefotaxime, nalidixic acid, and
tetracycline.
There were 9 samples that showed positive results on the presence of
Salmonella and or E. coli. There were 5 samples, i.e., 1 Indian whole egg powder
(2.5%) and 4 Indian egg yolk powder (13.3%) which were positive to Salmonella
and 4 samples, i.e., 1 Ukrainian whole egg powder (3.3%), 2 Indian whole egg
powder (5%) and 1 Indian egg yolk powder (3.3%), were positive to E. coli. The
result of antibiotic resistance test on Salmonella isolates showed that they were
resistance to 5 types of antibiotics (amoxicillin, amoxicillin-clavulanic acid,
oxacillin, cephalothin, cefoxitin) with 100% of the isolates having resistance to
minimum of 3 types of antibiotics. Antibiotic resistance test results on
detected E. coli isolates showed that they were resistance to 6 types of antibiotics
tested (amoxicillin, amoxicillin-clavulanic acid, oxacillin, cephalothin, cefoxitin,
tetracycline) with 75% of the isolates having resistance to minimum of 3 type of
antibiotics. There were intermediate reaction results on antibiotic resistance test
performed. Test performed on detected Salmonella isolates resulted that 2 isolates
(50%) showed intermediate reaction with each isolate reacted intermediately to 1
type of antibiotic. Test performed on detected E. coli isolates resulted that 2
isolates (40%) showed intermediate reaction with each isolate reacted
intermediately to minimum of 1 type of antibiotic.
Key words: antibiotic resistance, egg powder, E. coli, Salmonella
iv
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
iii
DETEKSI SALMONELLA DAN ESCHERICHIA COLI PADA
TEPUNG TELUR YANG DIIMPOR MELALUI PELABUHAN
TANJUNG PRIOK, JAKARTA DAN RESISTENSINYA
TERHADAP ANTIBIOTIK
KAMIL RISKI SIDIK
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
iv
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr med vet Drh Hadri Latif, MSi
iii
Judul Tesis : Deteksi Salmonella dan Escherichia coli pada Tepung Telur yang
Diimpor Melalui Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan
Resistensinya Terhadap Antibiotik
Nama
: Kamil Riski Sidik
NIM
: B251130174
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr med vet Drh Denny Widaya Lukman, MSi
Ketua
Prof Dr Drh I Wayan T Wibawan, MS
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Kesehatan Masyarakat Veteriner
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr med vet Drh Denny Widaya Lukman, MSi
Tanggal Ujian: 11 Februari 2015
Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr
Tanggal Lulus:
iv
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2014 ini ialah cemaran
bakteri pada produk telur olahan, dengan judul Deteksi Salmonella Dan
Escherichia coli pada Tepung Telur yang Diimpor Melalui Pelabuhan Tanjung
Priok, Jakarta dan Resistensinya terhadap Antibiotik.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr med vet Drh Denny Widaya
Lukman, MSi beserta Bapak Prof Dr Drh I Wayan T. Wibawan, MS selaku dosen
pembimbing serta Dr med vet Drh Hadri Latif, MSi selaku dosen penguji. Ucapan
terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Kepala Bagian
Kesehatan Masyarakat Veteriner FKH-IPB beserta staf, rekan-rekan mahasiswa
pascasarjana program studi KMV 2013 baik kelas khusus maupun kelas regular.
Terimakasih dan penghargaan penulis ucapkan kepada Badan Karantina
Pertanian, atas kesempatan berharga yang telah diberikan, kepada Balai Besar
Karantina Pertanian Tanjung Priok dan pihak-pihak terkait dalam pelaksanan
penelitian sehingga dapat terlaksana dengan baik. Ungkapan terima kasih juga
tentunya tak lupa pula disampaikan kepada istri terkasih, anak-anak tersayang,
bapak, mama, mertua serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2015
Kamil Riski Sidik
iii
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR TABEL
x
DAFTAR LAMPIRAN
x
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
1
1
2
2
2
2 TINJAUAN PUSTAKA
Keberadaan Salmonella dan E. coli pada Telur
Keberadaan Salmonella dan E. coli pada Produk Olahan Telur
Resistensi Antibiotik pada Salmonella dan E. coli
2
2
4
6
3 METODE
Bahan
Alat
Waktu dan Tempat Penelitian
Metode Pengambilan Sampel dan Besaran Sampel
Pengujian Rapid Test terhadap Salmonella spp dan E. coli
Pengujian Cemaran Salmonella spp dan E. coli Menggunakan Metode
Kultur
Uji Konfirmasi Isolat Salmonella Menggunakan Metode PCR
Uji Kepekaan Isolat Bakteri Terhadap Antibiotik
Analisa Data
6
6
7
7
8
9
9
10
10
11
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
11
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
18
18
19
DAFTAR PUSTAKA
19
iv
DAFTAR TABEL
1 Hasil pengujian Salmonella dan E. coli menggunakan metode kultur
berdasarkan negara asal dan jenis tepung telur
2 Hasil pengujian resistensi antibiotik dengan kategori hasil resisten
3 Hasil pengujian resistensi antibiotik dengan kategori hasil intermediet
13
15
16
DAFTAR GAMBAR
1 Hasil pengujian PCR isolat yang diduga Salmonella spp.
13
DAFTAR LAMPIRAN
1 Daftar dan jumlah sampel tepung telur yang diambil sebagai obyek
penelitian
2 Hasil Pengujian sampel tepung telur terhadap cemaran Salmonella
spp dan E. coli berdasarkan negara asal dan jenis tepung telur
3 Hasil pengujian resistensi antibiotik pada isolat bakteri yang berasal
dari sampel tepung telur
23
24
25
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Telur adalah bahan pangan asal hewan yang memiliki kandungan nutrisi
yang dibutuhkan oleh manusia. Bahan pangan ini menjadi salah satu pilihan untuk
dikonsumsi sebagai sumber protein hewani selain daging, susu dan ikan. Telur
seringkali disebut sebagai bahan pangan yang sempurna. Anggapan tersebut
dikarenakan telur hampir semua unsur nutrisi yang dibutuhkan tubuh. Kekurangan
telur hanya terletak pada tidak adanya vitamin C dalam kandungannya (Damerow
2010). Secara umum komposisi telur terdiri atas 27.5-36% bagian kuning telur,
54-63% bagian putih telur, dan 9.5-11% bagian kerabang. Komposisi nutrisi
utama yang terkandung dalam telur meliputi 75% air, dan sisanya meliputi hingga
12% protein dan 12% lemak (Li-Chan et al. 1995; Anton 2010; Damerow
2010).Kandungan nutrisi yang dimiliki telur tidak hanya baik bagi manusia tetapi
juga menjadikan bahan ini menjadi media yang baik bagi pertumbuhan
mikroorganisme.
Telur ayam yang berasal dari ayam yang sehat umumnya berada dalam
kondisi steril saat telur dikeluarkan dari tubuh ayam. Kejadian kontaminasi
mikroorganisme pada telur dapat terjadi secara vertikal dan secara horisontal.
Kontaminasi secara vertikal atau dikenal dengan istilah transovari terjadi melalui
induk yang terinfeksi. Bakteri yang menginfeksi telur dapat mencapai bagian
dalam telur sebelum terjadinya pembentukan cangkang pada oviduk induk.
Kontaminasi horisontal terjadi saat telur baru dikeluarkan dan mengalami kontak
dengan lingkungan. Kontaminasi horisontal akan semakin meningkat saat telur
mengalami kerusakan cangkang, berada pada kondisi lingkungan yang kotor atau
telah melalui masa penyimpanan yang lama.
Potensi terjadinya kontaminasi mikroorganisme pada telur membuat adanya
rekomendasi untuk terlebih dulu memberikan perlakuan pada telur berupa
pasteurisasi sebelum dikonsumsi. Kondisi ini ideal dan praktis pada kondisi
jumlah telur yang relatif kecil. Kebutuhan akan pemanfaatan telur tidak hanya
pada tingkat konsumsi individu atau skala kecil.
Terdapat kebutuhan akan telur dalam jumlah besar pada skala industri.
Kondisi ini mengakibatkan perlakuan berupa pasteurisasi setiap kali telur akan
digunakan sebagai bahan baku bukan menjadi pilihan yang efisien dan ekonomis.
Solusi bagi pihak industri yang membutuhkan telur sebagai bahan baku tersedia
dalam bentuk olahan telur yang telah melalui proses pasteurisasi dan dibuat dalam
bentuk tepung telur. Tepung telur yang tersedia secara komersial dapat berupa egg
powder (whole egg powder), egg yolk powder, egg albumin atau bentuk lain
sesuai kebutuhan industri. Berdasarkan data laporan tahunan Balai Besar
Karantina Pertanian Tanjung Priok, sepanjang tahun 2013 dilakukan importasi
tepung telur sebesar 1711854 Kg melalui 135 kali pemasukan dengan negara
pengekspor adalah India (91.2%), Ukraina (7.3%) dan Amerika Serikat (1.5%)
(BBKP Tanjung Priok 2014).
2
Perumusan Masalah
Beberapa laporan penelitian menunjukkan bahwa telur yang telah diolah
menjadi bentuk tepung telur seperti egg powder dan egg yolk powder masih
memiliki potensi tercemar oleh mikroorganisme patogen. Mikroorganisme
patogen yang dilaporkan masih dapat ditemukan pada tepung telur adalah
Salmonella spp. dan Escherichia coli. Kondisi ini mengakibatkan perlunya
dilakukan analisis terhadap kemungkinan risiko adanya cemaran. Terlebih lagi,
pada tingkat pemanfaatan tepung telur pada tingkat industri atau konsumen
terkadang tidak disertai proses pemanasan. Kondisi ini akan berakibat
kontaminasi yang ada pada produk ini akan berpotensi menyebabkan kejadian
penyakit saat hasil akhirnya dikonsumsi manusia.
Tujuan Penelitian
Penelitian dilakukan untuk mendeteksi tingkat kejadian cemaran serta
mengkarakterisasi Salmonella spp. dan E. coli pada tepung telur yang diimpor
melalui Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta. Selain itu, mengidentifikasi isolat
Salmonella dan E. coli terhadap resistensi antibiotik.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini akan memberikan manfaat berupa informasi ilmiah mengenai
kejadian cemaran Salmonella spp. dan E. coli pada tepung telur yang diimpor
melalui Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta. Penelitian ini juga akan memberikan
gambaran tingkat resistensi antibiotik isolat Salmonella spp. dan E. coli yang
berhasil diisolasi dan diidentifikasi. Informasi ini akan dapat digunakan oleh
penentu kebijakan dalam hal menentukan kriteria dan persyaratan importasi
terhadap komoditas tepung telur yang akan masuk ke Indonesia. Informasi yang
dihasilkan juga dapat digunakan dalam pembuatan standar baku prosedur
pemeriksaan serta penanganan bahan baku ini selama dilakukannya tindakan
karantina di tempat-tempat pemasukan yang telah ditetapkan.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Keberadaan Salmonella dan E. coli pada Telur
Salmonella menjadi mikroorganisme utama yang menyebabkan kejadian
gastroenteritis pada manusia. Bakteri ini menjadi perhatian penting dalam bidang
industri makanan khususnya dari segi kesehatan masyarakat. Pemanasan atau
pengolahan makanan yang tidak sempurna menjadi faktor penting yang memicu
munculnya kejadian penyakit akibat pangan (foodborne illness) termasuk
diantaranya adalah salmonelosis. Kondisi ini dapat terjadi pada tingkatan industri
pangan maupun pada tingkatan rumah tangga (Plym dan Wierup 2006). Air dan
makanan yang terkontaminasi feses hewan atau manusia pembawamerupakan
3
sumber penyebaran Salmonella. Kontaminasi silang terjadi melalui orang yang
mengani makanan, pemrosesan, kontaminasi peralatan, atau kontaminasi saat
penyimpanan (Carraso et al. 2012).
Munculnya kejadian salmonelosis umumnya diakibatkan oleh konsumsi
daging, telur atau produk susu yang terkontaminasi oleh bakteri Salmonella.
Beberapa kejadian wabah salmonelosis diasosiasikan dengan pangan yang
memiliki tingkat water activity (aw) yang rendah. Keberadaan bakteri ini pada
pangan dengan aw rendah telah meningkatkan kekhawatiran terhadap keamanan
pangan terkait bentuk pangan tertentu (Mattick et al. 2001).
Bakteri E. coli adalah bakteri gram negatif yang secara alami berada pada
saluran sistem pencernaan dan feses hewan dan manusia meskipun beberapa galur
bakteri ini dapat menyebabkan kejadian penyakit yang berakibat fatal pada
manusia dan hewan (Bonnet et al. 2009; Murray et al. 2013). Kejadian cemaran E.
coli pada telur telah banyak dilaporkan baik pada tingkat peternakan, pada telur
konsumsi maupun pada produk olahan yang menggunakan telur sebagai bahan
baku (Botka-Petrak et al. 2000; Oh et al. 2011; Jones et al. 2012; Grizard et al.
2014).
Bakteri E.coli umumnya ditularkan dari satu host ke host lainnya melalui
rute fekal-oral. Penularan bakteri ini dapat terjadi melalui permukaan peralatan
maupun ruangan yang terkontaminasi, cairan atau larutan yang terkontaminasi
bakteri, dan dapat pula melalui perantaraan pekerja yang menangani bahan
pangan. Kejadian penularan bakteri ini umumnya melalui konsumsi pangan
maupun air yang telah terkontaminasi. Bakteri E. coli tidak membutuhkan kondisi
lingkungan khusus untuk dapat mencemari lingkungan dan menginfeksi manusia
(Croxen et al. 2013).
Ternak unggas dan produk pangan yang berasal dari unggas menjadi salah
satu sumber penularan bakteri E. coli khususnya yang bersifat patogen pada
manusia. Bahan pangan yang bersumber dari unggas memiliki kecenderungan
yang cukup tinggi untuk terkontaminasi oleh bakteri E. coli. Kondisi ini dikaitkan
dengan berbagai studi epidemiologis yang mendukung keberadaan bakteri E. coli
tersebut pada saluran cerna ternak unggas (Mellata 2013).
Keberadaan bakteri ini tidak terbatas pada saluran cerna unggas hidup,
tetapi juga pada area kandang tempat pemeliharaan unggas tersebut. Feses dan
lingkungan kandang dapat menjadi tempat keberadaan bakteri E. coli meskipun
unggas yang dipelihara tidak menunjukkan adanya gejala penyakit apapun akibat
keberadaan bakteri ini (Cortes et al. 2010; Srinivasan et al. 2013). Berawal dari
kondisi inilah telur yang diproduksi oleh unggas dapat membawa bakteri E. coli
pada kerabangnya dan berpotensi menginfeksi dalam proses pengolahan telur
tersebut.Bahan makanan yang telah melalui proses dan siap untuk dikonsumsi
tetap dapat menjadi sumber penularan bakteri E. coli. Cemaran bakteri ini
umumnya diawali oleh kontaminasi pada dapur atau ruangan tempat persiapan
makanan kemudian melalui perantaraan pekerja yang menangani makanan
sehingga dapat mencemari bahan makanan yang siap untuk dikonsumsi (Johnson
et al. 2005; Hammerum dan Heuer 2009).
Faktor penting yang mendukung terjadinya kejadian infeksi pangan pada
manusia melalui konsumsi telur adalah penanganan bahan pangan ini pada kondisi
mentah dan proses pengolahan yang dilakukan sebelum dikonsumsi. Telur adalah
salah satu bahan pangan yang seringkali dikonsumsi dalam kondisi mentah atau
4
setengah matang oleh manusia. Telur seringkali juga menjadi bahan baku
produksi makanan olahan yang digunakan dalam kondisi mentah. penggunaan
dalam kondisi mentah seperti pada proses pembuatan es krim, imbuhan salad,
mayones, atau dalam bentuk minuman seperti egg nog dan minuman keperluan
diet tertentu atau untuk minuman kesehatan. Makanan lain yang mengandung
telur dengan tingkat olahan yang tidak matang adalah telur untuk sarapan pagi
(Braden 2006).
Telur terkontaminasi oleh Salmonella melalui dua jalur kontaminasi utama
yaitu secara vertikal dan horisontal. Kontaminasi secara vertikal terjadi melalui
rute transovari. Rute ini terjadi pada unggas yang terinfeksi sehingga pada ovari
dan oviduct terdapat Salmonella. Bakteri ini mengontaminasi telur sebelum telur
tersebut diselimuti cangkang. Keberadaan S. Enteritidis pada telur menjadi
contoh kejadian cemaran Salmonella melalui rute transovari. Salmonella
Enteritidis memiliki fimbre SEF14 yang mengakibatkan serotipe ini memiliki
kemampuan melakukan kolonisasi pada organ reproduksi. Hal ini mengakibatkan
S. Enteritidis dapat ditemukan pada bagian dalam telur (Cogan dan Humphrey
2003).
Kontaminasi telur oleh Salmonella secara horisontal terjadi melalui rute
penetrasi cangkang telur. Salmonella berpenetrasi melewati cangkang telur. Telur
memiliki tiga pertahanan fisik utama yaitu lapisan protein yang bersifat
hidroponik (kutikula) yang menyelimuti cangkang, cangkang telur, dan membran
yang memisahkan cangkang dan albumin. Pertahanan kimia yang terdapat pada
telur antara lain zat-zat antimikroba yang terdapat di albumin. Bakteri yang
mengontaminasi telur harus mampu melewati pertahanan fisik dan kimia.
Kontaminasi secara horisontal ini dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik.
Faktor ekstrinsik antara lain galur bakteri, suhu, kelembaban, jumlah bakteri yang
terdapat pada feses, pH, dan kondisi penyimpanan telur. Faktor intrinsik yang
mempengaruhi penetrasi Salmonella ke telur antara lain kondisi kutikula, kualitas
cangkang, dan kondisi membran. Penetrasi Salmonella akan meningkat jika terjadi
kerusakan kutikula, permukaan cangkang yang basah, dan penurunan suhu (Pui et
al. 2011).
Keberadaan Salmonella dan E. coli pada Produk Olahan Telur
Bahan olahan yang bersumber dari telur baik berupa larutan telur maupun
tepung telur merupakan bahan baku yang dibutuhkan dalam bidang industri
pangan. Proses produksi bahan olahan yang bersumber dari telur mencakup
penerapan pemanasan berupa pasteurisasi. Terdapat dua aspek penting yang ingin
dicapai melalui perlakuan pasteurisasi. Aspek pertama adalah eliminasi sebanyak
mungkin mikroorganisme yang mengontaminasi telur. Aspek yang lain adalah
menjaga komponen gizi yang dikandungnya khususnya protein tetap dalam
kondisi yang baik (Nemeth et al. 2011).
Penemuan adanya kontaminasi Salmonella pada tepung telur merujuk
kembali pada awal tahun 1942 di wilayah Inggris, yang mana bakteri ini
dilaporkan diisolasi dari tepung telur yang akan digunakan dalam produksi
makanan. Temuan ini kemudian diperkuat oleh temuan lain yang dilaporkan oleh
penelitian-penelitian yang dilakukan setelahnya. Bakteri Salmonella yang
5
ditemukan pada tepung telur diidentifikasi merupakan isolat yang identik dengan
Salmonella yang ditemukan pada unggas, hewan lainnya, maupun manusia
(Solowey et al. 1947). Penelitian yang dilakukan oleh Baron et al. (1999)
menunjukkan bahwa bakteri Salmonella Enteritidis yang diinokulasi pada produk
tepung albumin dapat hidup dengan baik. Penelitian yang dilakukan oleh Lound et
al. (2011) menunjukkan kemampuan beberapa serovar Salmonella yang mampu
beradaptasi melalui proses pemanasan hingga suhu 82 °C dalam proses
penanganan dan pembuatan tepung telur. Meskipun demikian, terjadinya
kontaminasi Salmonella pada bahan pangan olahan lebih banyak dipengaruhi oleh
adanya rekontaminasi produk pangan tersebut setelah melalui proses pasteurisasi.
Kejadian rekontaminasi ini dapat muncul akibat kontaminasi langsung maupun
melalui penggunaan peralatan yang terkontaminasi.
Bakteri E. coli telah dilaporkan sebagai salah satu jenis bakteri yang dapat
ditemukan pada telur meskipun telah dilakukan perlakuan pemanasan. Tingkat
kejadian cemaran pada produk telur yang dihasilkan berkaitan langsung dengan
tingkat cemaran pada bahan baku telur yang digunakan. Tingkat kejadian cemaran
juga dipengaruhi oleh jenis perlakuan yang digunakan dalam proses pengolahan
telur (Jin et al. 2008; Botka-Petrak et al. 2000). Meskipun demikian, belum
banyak laporan yang dapat memberikan gambaran kejadian cemaran
bakteri E. coli secara lebih mendalam pada produk tepung telur.
Bakteri Salmonella dapat menyebabkan kejadian penyakit meskipun hanya
terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit dalam bahan pangan dengan tingkat aw
rendah yang dikonsumsi. Kondisi ini didukung oleh kemampuan bakteri ini
bertahan lebih baik dalam proses pemanasan/pasteurisasi pada bahan pangan yang
memiliki aw rendah dibandingkan dengan bahan pangan yang memiliki aw tinggi.
Kondisi ini memberikan implikasi yang sangat jelas pada saat produksi makanan
dilakukan menggunakan proses pemanasan untuk mengeliminasi mikroorganisme
patogen dalam pangan. Melalui proses pemanasan, aw pada bahan pangan akan
mengalami penurunan sehingga memungkinkan Salmonella untuk bertahan pada
bahan pangan tersebut hingga saat dikonsumsi (Mattick et al. 2001).
Tahun 2011 berhasil ditemukan dan diisolasi adanya bakteri Salmonella
pada tepung telur yang merupakan produksi dari negara Kanada. Bakteri
Salmonella berhasil ditemukan dan diisolasi pada 28 sampel dari 380 sampel
tepung telur yang duji. Bakteri Salmonella yang ditemukan berada dalam jumlah
yang kecil. Jumlah yang ditemukan dan berhasil diisolasi bervariasi mulai dari
kurang dari satu organisme per gram sampel hingga 54 organisme per gram
sampel uji. Meskipun demikian, karena keberadaan bakteri Salmonella pada
bahan pangan dapat menimbulkan potensi bahaya yang fatal, jumlah yang sedikit
ini tetap menjadi temuan yang sangat penting (Gibbons dan Moore 2011).
Kejadian terbaru ditemukannya Salmonella pada tepung telur dilaporkan
oleh lembaga pengawasan bahan pangan asal pertanian Amerika Serikat (The U.S.
Department of Agriculture’s Food Safety and Inspection Service/FSIS) pada
bulan Pebruari 2014. Cemaran Salmonella ditemukan saat dilakukannya pengujian
oleh sebuah laboratorium rujukan (Washington State Laboratories) terhadap
produk tepung telur yang diproduksi oleh suatu perusahaan produsen tepung telur
di wilayah negara bagian Washington. Meskipun demikian, sampai dengan saat
dilakukannnya penarikan kembali produk tepung telur yang tercemar oleh
6
Salmonella tersebut dari pasaran tidak ada laporan kejadian salmonelosis akibat
konsumsi produk bahan olahan telur tersebut (FSIS 2014).
Resistensi Antibiotik pada Salmonella dan E. coli
Penggunaan antibiotik selama beberapa dekade terakhir untuk penanganan
infeksi pada manusia dan hewan telah memberikan pengaruh besar pada
keberadaan mikroorganisme. Pengaruh yang timbul tidak terbatas hanya terhadap
mikroorganisme yang bersifat patogen tetapi juga terhadap mikroorganisme
komensal. Tekanan yang muncul tersebut mengakibatkan perubahan
keseimbangan mikroflora khususnya yang berada dalam tubuh manusia dan
hewan yang menerima terapi. Perubahan yang terjadi termasuk munculnya
kemampuan adaptasi mikroorganisme terhadap senyawa antibiotik melalui
ekspresi fenotipik maupun genotipik tertentu (Szmolka dan Nagy 2013).
Penggunaan antibiotik yang semakin intensif khususnya dalam bidang
peternakan memunculkan potensi masalah baru yang akan berdampak sangat
besar. Berbagai penelitian telah menunjukkan adanya indikasi terjadinya resistensi
antibiotik pada bakteri Salmonella baik yang diisolasi dari manusia maupun yang
berasal dari hewan ternak. Terjadinya resistensi antibiotik pada bakteri Salmonella
akan mengakibatkan keterbatasan dalam pemilihan terapi antibiotik yang dapat
digunakan dalam penanganan salmonelosis. Keterbatasan ini tentunya tidak
terbatas hanya pada penanganan di hewan tetapi juga terkait penanganan
salmonelosis di manusia. Infeksi oleh Salmonella yang bersifat zoonotik akan
semakin diperparah oleh adanya kemampuan bakteri ini untuk bertahan dari
penggunaan antibiotik yang umum digunakan (de Oliveira et al. 2006).
Bakteri E. coli tidak saja menarik minat para peneliti akibat cemaran dan
patogenesisnya pada hewan dan manusia. Kemampuan bakteri ini bersifat resisten
terhadap penggunaan senyawa antibiotik telah banyak dilaporkan (Dhanarani et
al. 2009; De Jong et al. 2012; Tadesse et al. 2012). Terlebih lagi adanya laporan
yang menyebutkan potensi bakteri ini yang dapat menyebarkan kemapuan
resistensinya kepada bakteri lainnya (Kluytmans et al. 2013; Liebana et al. 2013).
Munculnya kemampuan bakteri khususnya Salmonella dan E. coli untuk bersifat
resisten terhadap penggunaan senyawa antibiotik tentunya akan menimbulkan
masalah yang besar bagi manusia, hewan dan lingkungan.
3 METODE
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah tepung telur (whole egg
powder dan egg yolk powder), perangkat pengujian cepat (rapid test)
RIDA®COUNT Salmonella/Enterobacteriaceae, buffered peptone water (BPW)
0.1% (OXOID CM1049), standard plate count agar (PCA; OXOID CM0463),
Rappaport Vassiliadis (RV) enrichment broth (OXOID CM0669), xylose lysine
deoxycholate agar (XLDA) (Oxoid CM0469), triptic soy broth (MERCK
1.05459.0500), SMAC agar (OXOID), nutrient agar (NA) (Oxoid CM0003),
7
triple sugar iron agar (TSIA; OXOID CM0277), lysin iron agar (LIA; OXOID
CM0381), violet red bile agar (VRBA) (OXOID CM0107), eosin methilen blue
agar (EMBA) (MERCK 1.01342.0500), reagen Kovacs (MERCK 1.09293.0100),
medium MR-VP broth (OXOID CM0043), larutan α-naphthol, larutan KOH 40%,
indikator Methil Red, Simmon citrate agar (Oxoid CM0155), tryptone broth
(OXOID LP0042), McFarland suspenssion 0.5, Muller Hinton agar (MHA)
(OXOID CM0337), lempeng cakram antibiotik, aquades, dan alkohol.
Jenis antibiotik yang digunakan dalam pengujian kepekaan mikroorganisme
terhadap bahan antimikrobial (antibiotik) berasal dari lima golongan antibiotik.
Antibiotik dari golongan β-laktam yang digunakan adalah preparat ampisilin 10
μg (AMP; OXOID CT0003B), amoksisilin-asam klavulanat 30 μg (AMC;
OXOID CT0223B) dan oksasilin 5 μg (OX; OXOID CT0040B). Antibiotik dari
golongan aminoglikosida yang digunakan adalah preparat gentamisin 10 μg (CN;
OXOID CT0024B) dan kanamisin 30 μg (K; OXOID CT0026B). Antibiotik dari
golongan sefalosporin yang digunakan adalah preparat sefalotin 30 μg (KF;
OXOID CT0010B), sefoksitin 30 μg (FOX; OXOID ), sefotaksim 30 μg (CTX;
OXOID CT0166B). Antibiotik dari golongan quinolon yang digunakan adalah
preparat asam nalidiksat 30 μg (NA; OXOID CT0031B) dan dari golongan
tetrasiklin yang digunakan adalah preparat tetrasiklin 30 μg (T; OXOID
CT0031B). Dalam setiap pengujian digunakan pula cakram tanpa kandungan
bahan antimikrobial (blank disc; OXOID CT0998B) sebagai kontrol negatif
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah timbangan digital, sendok
sampel steril, plastik sampel, kertas label, spidol, pinset steril, gelas Erlenmeyer
(250 ml), tabung reaksi (5–10 ml) steril, cawan petri steril (diameter 100 mm dan
tinggi 15 mm), pipet volumetrik (0.1-1 ml), pipet mikro (10, 100, 1000 μl), pipet
tips mikro (10, 100, 1000 μl), kapas, ose, needle, hockey stick, vortex atau
pengocok mekanis, stomacher, autoklaf, lemari pendingin, penangas air, inkubator
35-37 °C, GeneAmp ® PCR System 9700 thermocycler.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Agustus sampai dengan November 2014.
Pemeriksaan fisik komoditas, pemeriksaan dokumen, dan pengumpulan data lain
terkait importasi, serta pengambilan sampel dilakukan di Tempat Pemeriksaan
Fisik Terpadu, Pelabuhan Tanjung Priok dan Kantor Balai Besar Karantina
Pertanian Tanjung Priok, Jakarta. Pengujian Laboratorium dilakukan di
Laboratorium Kesmavet Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Uji konfirmasi terhadap isolat bakteri yang berhasil ditemukan dilakukan di
Laboratorium Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Produk Hewan (BPMSPH)
Bogor.
Pengambilan data menggunakan kuesioner dilakukan dengan target
responden adalah petugas karantina hewan BBKP Tanjung Priok yang pernah
melakukan tindakan karantina terhadap produk tepung telur impor. Target
8
pengumpulan data menggunakan kuesioner lainnya adalah pengguna jasa dalam
hal ini adalah pihak importir produk tepung telur. Kuesioner yang diajukan akan
meliputi pertanyaan-pertanyaan terkait jenis, kondisi dan kemasan produk, lama
waktu pengiriman, tindakan dan penanganan produk selama dalam tindakan
karantina.
Metode Pengambilan Sampel dan Besaran Sampel
Besaran sampel yang diambil, dihitung dengan menggunakan rumus
pendugaan prevalensi berdasarkan kajian lintas seksional. Besaran sampel
ditentukan pada tingkat kepercayaan 95% dihitung menggunakan persamaan
menurut Budiharta (2002). Pengambilan sampel akan difokuskan pada importasi
tepung telur yang masuk melalui Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta selama bulan
Agustus 2014. Penghitungan besaran sampel dilakukan dengan asumsi importasi
produk tepung telur selama bulan yang ditentukan dianggap sebagai satu populasi.
Rumus penghitungan besaran sampel menurut Budiharta (2002):
n = 4 PQ
(L2)
keterangan:
n = besaran sampel
P = asumsi prevalensi
Q = 1–P
L = galat yang diinginkan
Berdasarkan persamaan tersebut, pengambilan sampel dilakukan dengan
asumsi untuk mendapatkan besaran sampel maksimal yang dapat diperoleh
melalui kajian lintas seksional. Penghitungan besaran sampel menggunakan
prevalensi 50%. Besaran sampel yang diperoleh dengan prevalensi 50% dan galat
sebesar 10% menghasilkan sampel yang akan diambil sebesar 100 sampel.
Pengambilan sampel dilakukan secara acak sederhana (simple random
sampling). Besaran sampel yang diambil pada setiap tindakan pengambilan
sampel dengan juga mempertimbangkan negara asal, perbedaan jenis tepung telur
dan batch produksi. Pengambilan sampel dilakukan dengan memproporsikan
besaran sampel pada jenis tepung telur yang berbeda dan batch produksi yang
berbeda.
Pengumpulan data dilakukan melalui observasi langsung terhadap sampel
tepung telur yang diperoleh dari Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta. Observasi
dilakukan untuk menemukan adanya cemaran bakteri Salmonella dan E. coli pada
tepung telur melalui pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium
dilakukan menggunakan metode isolasi dan identifikasi pada media biakan
selektif untuk Salmonella dan E. coli. Cemaran Salmonella dan E. coli yang
diperoleh melalui pengujian akan dinyatakan secara kualitatif (positif atau
negatif).
Data sekunder dikumpulkan melalui penelusuran dokumen terkait
importasi tepung telur dari negara asal bahan. Data sekunder juga dikumpulkan
melalui penelusuran dokumen terkait proses produksi tepung telur hingga proses
transportasi (pengiriman) dari negara asal dan sampai ke Pelabuhan Tanjung Priok
Jakarta.
9
Pengujian Rapid Test terhadap Salmonella spp dan E. coli
Sampel tepung telur yang dikoleksi diuji menggunakan perangkat pengujian
cepat (rapid test) RIDA®COUNT Salmonella/Enterobacteriaceae terhadap
keberadaan Salmonella spp dan E. coli yang dalam hal ini adalah bagian dari
kelompok bakteri Enterobacteriaceae. Sebanyak 1 ml suspensi sampel tepung
telur yang berasal dari suspensi sampel pra-pengayaan (25 g tepung telur
ditambahkan kedalam 225 ml BPW, diinkubasi 18-20 jam pada suhu 37 °C)
diteteskan
pada
permukaan
lembaran
pengujian
RIDA®COUNT
Salmonella/Enterobacteriaceae.
Lembaran
pengujian
RIDA®COUNT
Salmonella/Enterobacteriaceae yang telah ditetesi sampel kemudian diinkubasi di
inkubator dengan suhu 35 ± 2 °C. Pembacaan hasil pengujian dilakukan dengan
memperhatikan perubahan warna yang timbul pada lembaran pengujian
RIDA®COUNT Salmonella/Enterobacteriaceae dan dibandingkan dengan kontrol
dan panduan pembacaan hasil. Kontrol yang digunakan dalam pengujian ini
adalah isolat murni Salmonella ATCC 13028 dan E. Coli ATCC 25922 yang
diberikan perlakuan sama dengan sampel. Hasil yang diperoleh dibandingkan
dengan hasil pengujian menggunakan metode biakan konvensional sebagai acuan.
Pengujian Cemaran Salmonella spp dan E. coli Menggunakan Metode
Kultur
Pemeriksaan cemaran Salmonella spp dan E. coli menggunakan metode
kultur dilakukan mengacu pada panduan Standar Nasional Indonesia (SNI)
2897:2008 tentang Metode Pengujian Cemaran Mikroba dalam Daging, Telur,
dan Susu serta Hasil Olahannya (BSN 2008). Pengujian cemaran dilakukan
dengan modifikasi pada media yang digunakan pada tahapan pra-pengayaan.
Medium yang digunakan pada tahapan pra-pengayaan diubah menggunakan
buffered peptone water (BPW) 0.1% (Musgrove et al. 2006). Secara singkat
pengujian yang dilakukan sebagai berikut: sebanyak 25 gram sampel ditambahkan
ke dalam 225 ml media preenrichment buffer peptone water (BPW), selanjutnya
diinkubasikan pada suhu 37 °C selama 18-20 jam. Sebanyak 1 ml larutan tersebut
kemudian diambil untuk ditambahkan dalam 10 ml media selective enrichment
Rappaport-Vassiliadis (RV) dan selanjutnya diinkubasikan pada suhu 42 °C
selama 24 jam. Sebanyak 1 osse inokulum dari sampel yang telah diinkubasi
dalam media RV kemudian diinokulasikan pada media padat xylose lysine
deoxycholate agar (XLDA) dan diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24 jam.
Koloni yang tumbuh pada media XLDA kemudian dikarakterisasi penampakan
pertumbuhannya. Koloni Salmonella pada media XLDA akan tampak berwarna
pink hingga merah dengan bagian tengah kehitaman. Koloni E. coli pada media
XLDA umumnya akan berwarna krem hingga kuning cerah dengan dikelilingi
zona berwarna putih kekuningan atau kuning trasparan. Koloni yang tumbuh
kemudian diisolasi dan diidentifikasi terhadap Salmonella dan E. coli berdasarkan
reaksi biokimiawi pada media agar miring TSIA dan LIA. Berdasarkan reaksi
biokimiawi Salmonella spp bersifat tidak memfermentasikan laktosa tetapi
menghasilkan gas H2S yang berwarna hitam. Koloni terduga Salmonella spp dan
10
E. coli dikonfirmasi secara biokimia dan uji serologis untuk peneguhan
identifikasi Salmonella (Noor et al. 2006).
Uji Konfirmasi Isolat Salmonella Menggunakan Metode PCR
Identifikasi terhadap bakteri Salmonella tidak dapat dilakukan hanya
melalui isolasi dan identifikasi yang disertai uji-uji biokimiawi. Diperlukan
tahapan lebih lanjut untuk memastikan isolat diduga (presumptif) Salmonella.
Konfirmasi isolat Salmonella dalam penelitian ini dilakukan menggunakan
metode polymerase chain reaction (PCR). Pengujian menggunakan PCR yang
dilakukan mengacu kepada Woods et al. (2008).
Pengujian yang dilakukan menggunakan pasangan primer forward 20
pasang basa (5 - GGG GTG GAT TCT ACT CAA C – 3) primer reverse (5 –
AGA AGC GGA ACT GAA AGG C – 3). Pengujian dilakukan menggunakan alat
GeneAmp ® PCR System 9700 dengan total volume reagen dan bahan yang
digunakan sejumlah 25 µl yang di dalamnya mengandung pasangan primer
masing-masing sejumlah 1 µl (10 pmol/µl), 12.5 µl Kapa Taq Extra HotStart,
5.5 µl dH2O dan 5 µl cetakan (templat) DNA dari sampel yang diuji.
Siklus pengujian yang dilakukan mencakup denaturasi pada suhu 94 °C
selama 5 menit dan dilanjutkan dengan 40 siklus penggandaan untai DNA. Siklus
yang dilakukan terdiri atas fase denaturasi pada suhu 94 °C selama 30 detik,
penempelan (annealing) pada suhu 52 °C selama 30 detik dan amplifikasi
(pemanjangan) untai DNA pada suhu 72 °C selama 30 detik. Siklus penggandaan
untai DNA diakhiri dengan fase amplifikasi pada suhu 72 °C selama 7 menit.
Hasil PCR berupa untai DNA yang telah digandakan kemudian dibaca melalui
tahapan elektroforesis pada media agarosa 1.5% dengan memberikan pewarna
ethidium bromida (0.5 µg ml-1) dan divisualisasikan menggunakan lampu dengan
cahaya ultraviolet.
Uji Kepekaan Isolat Bakteri Terhadap Antibiotik
Pengujian kepekaan bakteri Salmonella spp dan atau E. coli terhadap
antibiotik dilakukan menggunakan metode difusi cakram (disc diffusion method)
merujuk pada metode yang dipublikasikan oleh Clinical and Laboratory
Standards Institute CLSI (2012). Isolat bakteri yang berhasil diisolasi
diinokulasikan pada media padat nutrien agar miring. Setelah diperoleh biakan
yang homogen, 1 ose dari biakan tersebut dipindahkan ke dalam triptic soy broth,
kemudian diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24 jam hingga menjadi keruh.
Sebanyak 0.1 hingga 1 ml bakteri yang telah dibiakkan dalam triptic soy broth
kemudian disuspensikan ke dalam 9 ml BPW 0.1% dengan menggunakan vortex
hingga kekeruhannya menyamai dengan 0.5 Mc Farland. Suspensi bakteri
sebanyak 0.1 ml diinokulasikan secara merata pada Mueller-Hinton agar (MHA)
padat dengan menggunakan hockey stick. Lempeng cakram kosong (blank disc)
dan lempeng cakram antibiotik atau antibiotic disc kemudian ditempelkan pada
permukaan MHA padat yang sudah diinokulasi dengan isolat bakteri.
11
Cawan petri berisi inokulum dan lempeng cakram pengujian resistensi
antibiotik diinkubasikan pada suhu 37 °C selama 24 jam. Setelah diinkubasikan
selama 24 jam, diameter daerah hambat (DDH) pertumbuhan bakteri yang
terbentuk disekitar cakram antibiotik diukur dengan penggaris dalam satuan
millimeter. Isolat bakteri ditentukan kepekaannya terhadap antimikrobial dengan
mengukur zona hambat yang terbentuk. Penentuan susceptible (S), intermediate
(I), dan resistant (R) ditentukan melalui ukuran zona hambat yang terbentuk
berdasarkan standar interpretasi diameter zona hambat antibiotik (CLSI 2012).
Analisa Data
Data yang diperoleh dalam bentuk hasil pengujian rapid test akan dianalisa
dan disajikan secara deskriptif dan dihubungkan dengan ada tidaknya kejadian
cemaran Salmonella dan atau E. coli pada tepung telur impor menggunakan
metode kultur. Hasil analisa data disajikan dalam bentuk tabel dan grafik untuk
menggambarkan kejadian cemaran Salmonella dan E. coli pada tepung telur yang
diimpor melalui pelabuhan Tanjung Priok Jakarta.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Selama bulan Agustus 2014, berhasil dikumpulkan 100 sampel tepung telur
yang diimpor melalui pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Sampel yang diperoleh
berasal dari enam kali pengiriman yang berbeda. Sampel tersebut berasal dari dua
negara produsen yaitu Ukraina dan India. Pemeriksaan
dokumen
yang
menyertai importasi produk tepung telur yang menjadi obyek penelitian
menunjukkan telah sesuai dengan ketentuan yang dipersyaratkan. Importasi
didukung oleh adanya sertifikat kesehatan/sanitasi (health certificate) dari negara
asal yang mendeklarasikan bahwa produk tersebut telah diperiksa oleh pihak yang
berwenang di negara asal dan dinyatakan bebas dari penyakit hewan khususnya
Salmonella. Importasi juga disertai dengan kelengkapan dokumen lain yang
dipersyaratkan seperti Sertifikat Halal, Certificate of Origin, Bill of Lading,
Packing List, Invoice dan Certificate of Quality.
Pemeriksaan fisik komoditi di Pelabuhan Tanjung Priok menunjukkan
kesesuaian jenis produk, jumlah dan kemasan tepung telur impor dengan
dokumen yang menyertainya. Keseluruhan importasi yang diperiksa
menggunakan kontainer jenis dry/bulk container yang tidak dilengkapi instalasi
pendingin. Pemeriksaan fisik menunjukkan nomor identifikasi kontainer dan segel
yang digunakan dalam importasi sesuai dengan nomor identifikasi yang tercantum
pada dokumen kelengkapan impor dan segel kontainer dalam keadaan utuh.
Produk tepung telur yang diimpor dikemas dalam dua lapisan kemasan. Kemasan
primer tepung telur yang berasal dari Ukraina menggunakan kantong plastik tebal
transparan diamankan (disegel) dengan membuat simpul/ikatan pada bagian ujung
yang terbuka. Kemasan primer kemudian dimasukkan ke dalam kemasan
sekunder berupa kantong (bag) berbahan karton berlapis plastik dan aluminium
foil yang kemudian dijahit. Kemasan primer tepung telur yang berasal dari India
12
juga menggunakan kantong plastik tebal transparan yang kemudian disegel
menggunakan plastic strap. Kemasan primer dimasukkan ke dalam kemasan
sekunder berupa kotak kardus.
Bahan olahan yang bersumber dari telur baik berupa larutan telur maupun
tepung telur merupakan bahan baku yang dibutuhkan dalam bidang industri
pangan. Proses produksi bahan olahan yang bersumber dari telur mencakup
pemanasan berupa pasteurisasi. Terdapat dua aspek penting yang ingin dicapai
melalui perlakuan pasteurisasi. Aspek pertama adalah eliminasi sebanyak
mungkin mikroorganisme yang mengontaminasi telur. Aspek yang lain adalah
menjaga komponen gizi yang dikandungnya khususnya protein tetap dalam
kondisi yang baik (Nemeth et al. 2011). Aktifitas mengurangi kandungan air
dalam bahan pangan dilakukan hingga mencapai level dimana pertumbuhan
mikroorganisme tidak lagi akan terjadi. Aktiifitas ini juga akan menurunkan laju
reaksi kimia pada bahan pangan. Metode ini akan mengakibatkan bahan pangan
mengalami dehidrasi sehingga dapat menjadi salah satu cara untuk pengawetan
bahan pangan. Proses dehidrasi menjadi salah satu pilihan dalam mengawetkan
telur dan telah berkembang hingga pada skala industri (Berquist 1995).
Kualitas mikrobiologis tepung telur akan sangat dipengaruhi oleh perlakuan
pasteurisasi bahan baku yang digunakan dan kontrol yang baik terhadap sanitasi
dalam proses produksi. Whole egg powder dan egg yolk powder umumnya akan
melalui proses pasteurisasi saat masih dalam bentuk cair sebelum kemudian
dilanjutkan dengan proses pengeringan. Kombinasi antara perlakuan pasteurisasi
dan pemanasan pada proses pengeringan akan membuat tepung telur yang
dihasilkan memiliki cemaran bakteri yang sangat rendah. Karakteristik populasi
mikrobiologi pada telur juga akan mengalami perubahan akibat dilakukannya
proses dehidrasi atau pengeringan. Penghitungan total bakteri akan mengalami
penurunan jumlah yang signifikan setelah dilakukannya pengeringan telur.
Perubahan ini tetap dipengaruhi oleh jenis bakteri yang ada pada telur sebelum
proses pengeringan. Proses pengeringan telur tidak dapat dijadikan sebagai
pengganti proses pateurisasi telur dalam hal mengeleminasi cemaran mikrobiologi
yang ada pada telur (Berquist 1995).
Hasil pengujian menggunakan perangkat uji cepat RIDA®COUNT
Salmonella/Enterobacteriaceae menunjukkan bahwa tidak terdapat sampel tepung
telur yang menunjukkan reaksi positif terhadap Salmonella. Perangkat uji cepat
yang digunakan masih menunjukkan hasil yang lebih baik dalam pendeteksian
kemungkinan adanya cemaran bakteri lainnya dari kelompok Enterobacteriaceae
yang dalam hal ini salah satu diantaranya adalah jenis bakteri E. coli.
Terdapat sembilan sampel yang memberikan hasil positif adanya cemaran
bakteri Salmonella dan E. coli pada produk tepung telur yang diuji (Tabel 1).
Hasil positif Salmonella ditemukan pada 1 sampel whole egg powder (India,
2.5%) dan pada 4 sampel egg yolk powder (India, 13.3%). Hasil Positif E. coli
ditemukan pada 3 sampel whole egg powder (Ukraina, n=1 [3.3%] dan India, n=2
[5%]) serta pada 1 sampel egg yolk powder (India, 3.3%).
13
Hasil pengujian Salmonella dan E. coli menggunakan metode kultur
berdasarkan negara asal dan jenis tepung telur
Table 1
Jenis tepung
telur
Whole egg
powder
Whole egg
powder
Egg Yolk
Powder
Total
Asal negara
Ukraina
India
Jumlah
sampel
Jumlah sampel positif
Salmonella
E. coli
30
0
1 (3.3%)
40
1 (2.5%)
2 (5%)
30
4 (13.3%)
1 (3.3%)
100
5 (5%)
4 (4%)
Pengujian Salmonella pada produk pangan memiliki perbedaan yang
signifikan dengan pengujian Salmonella pada kasus klinis. Bakteri Salmonella
umumnya berada pada jumlah yang kecil pada bahan pangan. Kondisi tersebut
mengakibatkan pengujian cemaran Salmonella pada pangan membutuhkan sampel
yang relatif lebih besar. Meskipun demikian, penggunaan sampel pangan dalam
jumlah banyak secara langsung pada media selektif pengujian Salmonella akan
mengurangi selektifitas media tersebut dalam mendeteksi bakteri ini. Bakteri
Salmonella pada produk pangan seringkali berada pada kondisi fisiologis yang
buruk sehingga akan menyulitkan pada saat akan diisolasi atau diidentifikasi.
Pengujian Salmonella membutuhkan proses pengayaan sampel yang akan diuji ke
dalam media non-selektif. Proses ini akan memungkinkan terjadinya proses
perbaikan kondisi bakteri yang sedang dalam kondisi fisiologis yang buruk.
Perbaikan kondisi fisiologis bakteri tentunya akan memudahkan pada saat
diisolasi dan diidentifikasi (Andrews et al. 2001).
Pengujian konfirmasi terhadap isolat yang diduga Salmonella menggunakan
metode PCR menunjukkan bahwa keseluruhan isolat terduga benar merupakan
bakteri Salmonella. Hasil elektroforesis terhadap produk yang dihasilkan melalui
amplifikasi PCR ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1 Hasil pengujian PCR isolat yang diduga Salmonella spp.
Pengujian PCR yang dilakukan menggunakan pasangan primer yang berasal
dari segmen DNA origin of replication (oriC) bakteri dari genus Salmonella.
Segmen tersebut merupakan segmen spesifik pembeda bakteri genus Salmonella
dari bakteri lainnya. Pasangan primer ini telah divalidasi menggunakan material
14
genetik bakteri Salmonella dari 72 serovar Salmonella subspesies I dan 80 serovar
yang termasuk kedalam subspesies II, IIIa, IIIb, IV, dan VI serta S. bongori
(Woods et al. 2008).
Salmonella dan E. coli merupakan mikroorganisme utama yang
menyebabkan kejadian gastroenteritis pada manusia. Bakteri ini menjadi perhatian
penting dalam bidang industri makanan khususnya dari segi kesehatan
masyarakat. Pemanasan atau pengolahan makanan yang tidak sempurna menjadi
faktor penting yang memicu munculnya kejadian penyakit akibat pangan
(foodborne illness) termasuk diantaranya adalah salmonelosis dan infeksi akibat
bakteri E. coli. Kondisi ini dapat terjadi pada tingkatan industri pangan maupun
pada tingkatan rumah tangga (Plym d
DETEKSI SALMONELLA DAN ESCHERICHIA COLI PADA
TEPUNG TELUR YANG DIIMPOR MELALUI PELABUHAN
TANJUNG PRIOK, JAKARTA DAN RESISTENSINYA
TERHADAP ANTIBIOTIK
KAMIL RISKI SIDIK
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
iv
iii
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Deteksi Salmonella dan
Escherichia coli pada Tepung Telur yang Diimpor Melalui Pelabuhan Tanjung
Priok, Jakarta dan Resistensinya terhadap Antibiotik adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2015
Kamil Riski Sidik
NIM B251130174
iv
RINGKASAN
KAMIL RISKI SIDIK. Deteksi Salmonella dan Escherichia coli pada Tepung
Telur yang Diimpor Melalui Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Resistensinya
terhadap Antibiotik. Dibimbing oleh DENNY WIDAYA LUKMAN dan
I WAYAN TEGUH WIBAWAN.
Penelitian ini dilakukan untuk mendeteksi kemungkinan adanya cemaran
Salmonella dan Eschericia coli pada produk tepung telur impor yang masuk ke
Indonesia serta resistensinya terhadap antibiotik. Penelitian dilakukan
menggunakan kajian lintas seksional dengan penghitungan besaran sampel
menggunakan pendugaan prevalensi. Penghitungan besaran sampel menggunakan
asumsi tingkat kepercayaan 95%, tingkat kesalahan 10% dengan tingkat
prevalensi dugaan adalah 50% sehingga diperoleh besaran 100 sampel tepung
telur impor. Pengujian dilakukan terhadap 100 sampel tepung telur yang dikolesi
selama bulan Agustus 2014. Koleksi sampel dilakukan pada produk tepung telur
yang diimpor melalui Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dari dua negara eksportir
yang berbeda yaitu Ukraina dan India. Sampel yang berhasil dikoleksi berupa
whole egg powder (Ukraina n=30, India n=40) dan egg yolk powder (India n=30).
Penelitian dilakukan melalui pemeriksaan fisik produk tepung telur di pelabuhan
pemasukan dilanjutkan dengan pengambilan sampel dan pengujian cemaran
Salmonella dan E. coli menggunakan pengujian cepat (rapid test) dan metode
pengujian konvensional berupa isolasi dan identifikasi. Konfirmasi isolat bakteri
terduga Salmonella dilakukan dengan metode PCR. Isolat Salmonella dan E. coli
diuji resistensinya terhadap preparat antibiotik. Pengujian dilakukan terhadap 10
jenis antibiotik yaitu ampisilin, amoksisilin-asam klavulanat, oksasilin,
gentamisin, kanamisin, sefalotin, sefoksitin, sefotaksim, asam nalidiksat dan
tetrasiklin.
Terdapat sembilan sampel yang memberikan hasil positif adanya cemaran
bakteri Salmonella dan E. coli pada produk tepung telur yang diuji. Hasil positif
Salmonella ditemukan pada satu sampel whole egg powder (India, 2.5%) dan pada
empat sampel egg yolk powder (India, 13.3%). Hasil Positif E. coli ditemukan
pada tiga sampel whole egg powder (Ukraina, n=1 [3.3%] dan India, n=2 [5%])
serta pada satu sampel egg yolk powder (India, 3.3%). Hasil pengujian resistensi
antibiotik menunjukkan isolat Salmonella yang berhasil dideteksi secara umum
memiliki resistensi terhadap lima jenis antibiotik (ampisilin, amoksisilin-asam
klavulanat, oksasilin, sefalotin, sefoksitin) dengan 100% isolat memiliki resistensi
terhadap minimal tiga jenis antibiotik. Isolat E. coli yang berhasil dideteksi secara
umum memiliki resistensi terhadap enam jenis antibiotik (ampisilin, amoksisilinasam klavulanat, oksasilin, sefalotin, sefoksitin, tetrasiklin) dengan 75% isolat
memiliki resistensi terhadap minimal tiga jenis antibiotik. Pengujian terhadap
isolat Salmonella menunjukkan terdapat reaksi intermediet pada dua isolat (50%)
dengan masing-masing isolat memberikan reaksi intermediet pada satu jenis
antibiotik. Pengujian terhadap isolat E. coli menunjukkan terdapat reaksi
intermediet pada dua isolat (40%) dengan masing-masing isolat memberikan
reaksi intermediet pada minimal satu jenis antibiotik.
Kata kunci: E. coli, resistensi antibiotik, Salmonella spp., tepung telur
iii
SUMMARY
KAMIL RISKI SIDIK. Salmonella and Escherichia coli Detection on Egg
Powder Imported Through Port of Tanjung Priok, Jakarta and Its Resistance
Against Antibiotics. Supervised by DENNY WIDAYA LUKMAN and
I WAYAN TEGUH WIBAWAN.
This study was conducted to detect the presence of Salmonella and E. coli
in Indonesian imported egg powder at the Port of Tanjung Priok, Jakarta and its
resistance to antibiotics. The study was performed using cross sectional study and
the sample size was determined based on prevalence estimation. Sample size
calculated based on 95% of confidence level assumption with 10% of margin of
error and 50% of predicted prevalence and resulted in a total of 100 sample for the
study. A total of 100 egg powder samples were collected through August 2014
from two exporting countries, Ukraine (whole egg powder, n=30) and India
(whole egg powder, n=40 and egg yolk powder, n=30). The study was performed
by physical examination of the products at the entry port followed by samples
collection and testing for Salmonella and E. coli contamination using rapid test
and conventional methods, isolation and identification. Presumed Salmonella
isolates were confirmed by PCR assay for Salmonella spp. Salmonella and E. coli
isolates were then tested for antibiotic resistance. Antibiotic resistance test was
performed on 10 antibiotics, i.e., ampicillin, amoxicillin-clavulanic acid, oxacillin,
gentamicin, kanamycin, cephalothin, cefoxitin, cefotaxime, nalidixic acid, and
tetracycline.
There were 9 samples that showed positive results on the presence of
Salmonella and or E. coli. There were 5 samples, i.e., 1 Indian whole egg powder
(2.5%) and 4 Indian egg yolk powder (13.3%) which were positive to Salmonella
and 4 samples, i.e., 1 Ukrainian whole egg powder (3.3%), 2 Indian whole egg
powder (5%) and 1 Indian egg yolk powder (3.3%), were positive to E. coli. The
result of antibiotic resistance test on Salmonella isolates showed that they were
resistance to 5 types of antibiotics (amoxicillin, amoxicillin-clavulanic acid,
oxacillin, cephalothin, cefoxitin) with 100% of the isolates having resistance to
minimum of 3 types of antibiotics. Antibiotic resistance test results on
detected E. coli isolates showed that they were resistance to 6 types of antibiotics
tested (amoxicillin, amoxicillin-clavulanic acid, oxacillin, cephalothin, cefoxitin,
tetracycline) with 75% of the isolates having resistance to minimum of 3 type of
antibiotics. There were intermediate reaction results on antibiotic resistance test
performed. Test performed on detected Salmonella isolates resulted that 2 isolates
(50%) showed intermediate reaction with each isolate reacted intermediately to 1
type of antibiotic. Test performed on detected E. coli isolates resulted that 2
isolates (40%) showed intermediate reaction with each isolate reacted
intermediately to minimum of 1 type of antibiotic.
Key words: antibiotic resistance, egg powder, E. coli, Salmonella
iv
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
iii
DETEKSI SALMONELLA DAN ESCHERICHIA COLI PADA
TEPUNG TELUR YANG DIIMPOR MELALUI PELABUHAN
TANJUNG PRIOK, JAKARTA DAN RESISTENSINYA
TERHADAP ANTIBIOTIK
KAMIL RISKI SIDIK
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
iv
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr med vet Drh Hadri Latif, MSi
iii
Judul Tesis : Deteksi Salmonella dan Escherichia coli pada Tepung Telur yang
Diimpor Melalui Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan
Resistensinya Terhadap Antibiotik
Nama
: Kamil Riski Sidik
NIM
: B251130174
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr med vet Drh Denny Widaya Lukman, MSi
Ketua
Prof Dr Drh I Wayan T Wibawan, MS
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Kesehatan Masyarakat Veteriner
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr med vet Drh Denny Widaya Lukman, MSi
Tanggal Ujian: 11 Februari 2015
Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr
Tanggal Lulus:
iv
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2014 ini ialah cemaran
bakteri pada produk telur olahan, dengan judul Deteksi Salmonella Dan
Escherichia coli pada Tepung Telur yang Diimpor Melalui Pelabuhan Tanjung
Priok, Jakarta dan Resistensinya terhadap Antibiotik.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr med vet Drh Denny Widaya
Lukman, MSi beserta Bapak Prof Dr Drh I Wayan T. Wibawan, MS selaku dosen
pembimbing serta Dr med vet Drh Hadri Latif, MSi selaku dosen penguji. Ucapan
terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Kepala Bagian
Kesehatan Masyarakat Veteriner FKH-IPB beserta staf, rekan-rekan mahasiswa
pascasarjana program studi KMV 2013 baik kelas khusus maupun kelas regular.
Terimakasih dan penghargaan penulis ucapkan kepada Badan Karantina
Pertanian, atas kesempatan berharga yang telah diberikan, kepada Balai Besar
Karantina Pertanian Tanjung Priok dan pihak-pihak terkait dalam pelaksanan
penelitian sehingga dapat terlaksana dengan baik. Ungkapan terima kasih juga
tentunya tak lupa pula disampaikan kepada istri terkasih, anak-anak tersayang,
bapak, mama, mertua serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2015
Kamil Riski Sidik
iii
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR TABEL
x
DAFTAR LAMPIRAN
x
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
1
1
2
2
2
2 TINJAUAN PUSTAKA
Keberadaan Salmonella dan E. coli pada Telur
Keberadaan Salmonella dan E. coli pada Produk Olahan Telur
Resistensi Antibiotik pada Salmonella dan E. coli
2
2
4
6
3 METODE
Bahan
Alat
Waktu dan Tempat Penelitian
Metode Pengambilan Sampel dan Besaran Sampel
Pengujian Rapid Test terhadap Salmonella spp dan E. coli
Pengujian Cemaran Salmonella spp dan E. coli Menggunakan Metode
Kultur
Uji Konfirmasi Isolat Salmonella Menggunakan Metode PCR
Uji Kepekaan Isolat Bakteri Terhadap Antibiotik
Analisa Data
6
6
7
7
8
9
9
10
10
11
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
11
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
18
18
19
DAFTAR PUSTAKA
19
iv
DAFTAR TABEL
1 Hasil pengujian Salmonella dan E. coli menggunakan metode kultur
berdasarkan negara asal dan jenis tepung telur
2 Hasil pengujian resistensi antibiotik dengan kategori hasil resisten
3 Hasil pengujian resistensi antibiotik dengan kategori hasil intermediet
13
15
16
DAFTAR GAMBAR
1 Hasil pengujian PCR isolat yang diduga Salmonella spp.
13
DAFTAR LAMPIRAN
1 Daftar dan jumlah sampel tepung telur yang diambil sebagai obyek
penelitian
2 Hasil Pengujian sampel tepung telur terhadap cemaran Salmonella
spp dan E. coli berdasarkan negara asal dan jenis tepung telur
3 Hasil pengujian resistensi antibiotik pada isolat bakteri yang berasal
dari sampel tepung telur
23
24
25
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Telur adalah bahan pangan asal hewan yang memiliki kandungan nutrisi
yang dibutuhkan oleh manusia. Bahan pangan ini menjadi salah satu pilihan untuk
dikonsumsi sebagai sumber protein hewani selain daging, susu dan ikan. Telur
seringkali disebut sebagai bahan pangan yang sempurna. Anggapan tersebut
dikarenakan telur hampir semua unsur nutrisi yang dibutuhkan tubuh. Kekurangan
telur hanya terletak pada tidak adanya vitamin C dalam kandungannya (Damerow
2010). Secara umum komposisi telur terdiri atas 27.5-36% bagian kuning telur,
54-63% bagian putih telur, dan 9.5-11% bagian kerabang. Komposisi nutrisi
utama yang terkandung dalam telur meliputi 75% air, dan sisanya meliputi hingga
12% protein dan 12% lemak (Li-Chan et al. 1995; Anton 2010; Damerow
2010).Kandungan nutrisi yang dimiliki telur tidak hanya baik bagi manusia tetapi
juga menjadikan bahan ini menjadi media yang baik bagi pertumbuhan
mikroorganisme.
Telur ayam yang berasal dari ayam yang sehat umumnya berada dalam
kondisi steril saat telur dikeluarkan dari tubuh ayam. Kejadian kontaminasi
mikroorganisme pada telur dapat terjadi secara vertikal dan secara horisontal.
Kontaminasi secara vertikal atau dikenal dengan istilah transovari terjadi melalui
induk yang terinfeksi. Bakteri yang menginfeksi telur dapat mencapai bagian
dalam telur sebelum terjadinya pembentukan cangkang pada oviduk induk.
Kontaminasi horisontal terjadi saat telur baru dikeluarkan dan mengalami kontak
dengan lingkungan. Kontaminasi horisontal akan semakin meningkat saat telur
mengalami kerusakan cangkang, berada pada kondisi lingkungan yang kotor atau
telah melalui masa penyimpanan yang lama.
Potensi terjadinya kontaminasi mikroorganisme pada telur membuat adanya
rekomendasi untuk terlebih dulu memberikan perlakuan pada telur berupa
pasteurisasi sebelum dikonsumsi. Kondisi ini ideal dan praktis pada kondisi
jumlah telur yang relatif kecil. Kebutuhan akan pemanfaatan telur tidak hanya
pada tingkat konsumsi individu atau skala kecil.
Terdapat kebutuhan akan telur dalam jumlah besar pada skala industri.
Kondisi ini mengakibatkan perlakuan berupa pasteurisasi setiap kali telur akan
digunakan sebagai bahan baku bukan menjadi pilihan yang efisien dan ekonomis.
Solusi bagi pihak industri yang membutuhkan telur sebagai bahan baku tersedia
dalam bentuk olahan telur yang telah melalui proses pasteurisasi dan dibuat dalam
bentuk tepung telur. Tepung telur yang tersedia secara komersial dapat berupa egg
powder (whole egg powder), egg yolk powder, egg albumin atau bentuk lain
sesuai kebutuhan industri. Berdasarkan data laporan tahunan Balai Besar
Karantina Pertanian Tanjung Priok, sepanjang tahun 2013 dilakukan importasi
tepung telur sebesar 1711854 Kg melalui 135 kali pemasukan dengan negara
pengekspor adalah India (91.2%), Ukraina (7.3%) dan Amerika Serikat (1.5%)
(BBKP Tanjung Priok 2014).
2
Perumusan Masalah
Beberapa laporan penelitian menunjukkan bahwa telur yang telah diolah
menjadi bentuk tepung telur seperti egg powder dan egg yolk powder masih
memiliki potensi tercemar oleh mikroorganisme patogen. Mikroorganisme
patogen yang dilaporkan masih dapat ditemukan pada tepung telur adalah
Salmonella spp. dan Escherichia coli. Kondisi ini mengakibatkan perlunya
dilakukan analisis terhadap kemungkinan risiko adanya cemaran. Terlebih lagi,
pada tingkat pemanfaatan tepung telur pada tingkat industri atau konsumen
terkadang tidak disertai proses pemanasan. Kondisi ini akan berakibat
kontaminasi yang ada pada produk ini akan berpotensi menyebabkan kejadian
penyakit saat hasil akhirnya dikonsumsi manusia.
Tujuan Penelitian
Penelitian dilakukan untuk mendeteksi tingkat kejadian cemaran serta
mengkarakterisasi Salmonella spp. dan E. coli pada tepung telur yang diimpor
melalui Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta. Selain itu, mengidentifikasi isolat
Salmonella dan E. coli terhadap resistensi antibiotik.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini akan memberikan manfaat berupa informasi ilmiah mengenai
kejadian cemaran Salmonella spp. dan E. coli pada tepung telur yang diimpor
melalui Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta. Penelitian ini juga akan memberikan
gambaran tingkat resistensi antibiotik isolat Salmonella spp. dan E. coli yang
berhasil diisolasi dan diidentifikasi. Informasi ini akan dapat digunakan oleh
penentu kebijakan dalam hal menentukan kriteria dan persyaratan importasi
terhadap komoditas tepung telur yang akan masuk ke Indonesia. Informasi yang
dihasilkan juga dapat digunakan dalam pembuatan standar baku prosedur
pemeriksaan serta penanganan bahan baku ini selama dilakukannya tindakan
karantina di tempat-tempat pemasukan yang telah ditetapkan.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Keberadaan Salmonella dan E. coli pada Telur
Salmonella menjadi mikroorganisme utama yang menyebabkan kejadian
gastroenteritis pada manusia. Bakteri ini menjadi perhatian penting dalam bidang
industri makanan khususnya dari segi kesehatan masyarakat. Pemanasan atau
pengolahan makanan yang tidak sempurna menjadi faktor penting yang memicu
munculnya kejadian penyakit akibat pangan (foodborne illness) termasuk
diantaranya adalah salmonelosis. Kondisi ini dapat terjadi pada tingkatan industri
pangan maupun pada tingkatan rumah tangga (Plym dan Wierup 2006). Air dan
makanan yang terkontaminasi feses hewan atau manusia pembawamerupakan
3
sumber penyebaran Salmonella. Kontaminasi silang terjadi melalui orang yang
mengani makanan, pemrosesan, kontaminasi peralatan, atau kontaminasi saat
penyimpanan (Carraso et al. 2012).
Munculnya kejadian salmonelosis umumnya diakibatkan oleh konsumsi
daging, telur atau produk susu yang terkontaminasi oleh bakteri Salmonella.
Beberapa kejadian wabah salmonelosis diasosiasikan dengan pangan yang
memiliki tingkat water activity (aw) yang rendah. Keberadaan bakteri ini pada
pangan dengan aw rendah telah meningkatkan kekhawatiran terhadap keamanan
pangan terkait bentuk pangan tertentu (Mattick et al. 2001).
Bakteri E. coli adalah bakteri gram negatif yang secara alami berada pada
saluran sistem pencernaan dan feses hewan dan manusia meskipun beberapa galur
bakteri ini dapat menyebabkan kejadian penyakit yang berakibat fatal pada
manusia dan hewan (Bonnet et al. 2009; Murray et al. 2013). Kejadian cemaran E.
coli pada telur telah banyak dilaporkan baik pada tingkat peternakan, pada telur
konsumsi maupun pada produk olahan yang menggunakan telur sebagai bahan
baku (Botka-Petrak et al. 2000; Oh et al. 2011; Jones et al. 2012; Grizard et al.
2014).
Bakteri E.coli umumnya ditularkan dari satu host ke host lainnya melalui
rute fekal-oral. Penularan bakteri ini dapat terjadi melalui permukaan peralatan
maupun ruangan yang terkontaminasi, cairan atau larutan yang terkontaminasi
bakteri, dan dapat pula melalui perantaraan pekerja yang menangani bahan
pangan. Kejadian penularan bakteri ini umumnya melalui konsumsi pangan
maupun air yang telah terkontaminasi. Bakteri E. coli tidak membutuhkan kondisi
lingkungan khusus untuk dapat mencemari lingkungan dan menginfeksi manusia
(Croxen et al. 2013).
Ternak unggas dan produk pangan yang berasal dari unggas menjadi salah
satu sumber penularan bakteri E. coli khususnya yang bersifat patogen pada
manusia. Bahan pangan yang bersumber dari unggas memiliki kecenderungan
yang cukup tinggi untuk terkontaminasi oleh bakteri E. coli. Kondisi ini dikaitkan
dengan berbagai studi epidemiologis yang mendukung keberadaan bakteri E. coli
tersebut pada saluran cerna ternak unggas (Mellata 2013).
Keberadaan bakteri ini tidak terbatas pada saluran cerna unggas hidup,
tetapi juga pada area kandang tempat pemeliharaan unggas tersebut. Feses dan
lingkungan kandang dapat menjadi tempat keberadaan bakteri E. coli meskipun
unggas yang dipelihara tidak menunjukkan adanya gejala penyakit apapun akibat
keberadaan bakteri ini (Cortes et al. 2010; Srinivasan et al. 2013). Berawal dari
kondisi inilah telur yang diproduksi oleh unggas dapat membawa bakteri E. coli
pada kerabangnya dan berpotensi menginfeksi dalam proses pengolahan telur
tersebut.Bahan makanan yang telah melalui proses dan siap untuk dikonsumsi
tetap dapat menjadi sumber penularan bakteri E. coli. Cemaran bakteri ini
umumnya diawali oleh kontaminasi pada dapur atau ruangan tempat persiapan
makanan kemudian melalui perantaraan pekerja yang menangani makanan
sehingga dapat mencemari bahan makanan yang siap untuk dikonsumsi (Johnson
et al. 2005; Hammerum dan Heuer 2009).
Faktor penting yang mendukung terjadinya kejadian infeksi pangan pada
manusia melalui konsumsi telur adalah penanganan bahan pangan ini pada kondisi
mentah dan proses pengolahan yang dilakukan sebelum dikonsumsi. Telur adalah
salah satu bahan pangan yang seringkali dikonsumsi dalam kondisi mentah atau
4
setengah matang oleh manusia. Telur seringkali juga menjadi bahan baku
produksi makanan olahan yang digunakan dalam kondisi mentah. penggunaan
dalam kondisi mentah seperti pada proses pembuatan es krim, imbuhan salad,
mayones, atau dalam bentuk minuman seperti egg nog dan minuman keperluan
diet tertentu atau untuk minuman kesehatan. Makanan lain yang mengandung
telur dengan tingkat olahan yang tidak matang adalah telur untuk sarapan pagi
(Braden 2006).
Telur terkontaminasi oleh Salmonella melalui dua jalur kontaminasi utama
yaitu secara vertikal dan horisontal. Kontaminasi secara vertikal terjadi melalui
rute transovari. Rute ini terjadi pada unggas yang terinfeksi sehingga pada ovari
dan oviduct terdapat Salmonella. Bakteri ini mengontaminasi telur sebelum telur
tersebut diselimuti cangkang. Keberadaan S. Enteritidis pada telur menjadi
contoh kejadian cemaran Salmonella melalui rute transovari. Salmonella
Enteritidis memiliki fimbre SEF14 yang mengakibatkan serotipe ini memiliki
kemampuan melakukan kolonisasi pada organ reproduksi. Hal ini mengakibatkan
S. Enteritidis dapat ditemukan pada bagian dalam telur (Cogan dan Humphrey
2003).
Kontaminasi telur oleh Salmonella secara horisontal terjadi melalui rute
penetrasi cangkang telur. Salmonella berpenetrasi melewati cangkang telur. Telur
memiliki tiga pertahanan fisik utama yaitu lapisan protein yang bersifat
hidroponik (kutikula) yang menyelimuti cangkang, cangkang telur, dan membran
yang memisahkan cangkang dan albumin. Pertahanan kimia yang terdapat pada
telur antara lain zat-zat antimikroba yang terdapat di albumin. Bakteri yang
mengontaminasi telur harus mampu melewati pertahanan fisik dan kimia.
Kontaminasi secara horisontal ini dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik.
Faktor ekstrinsik antara lain galur bakteri, suhu, kelembaban, jumlah bakteri yang
terdapat pada feses, pH, dan kondisi penyimpanan telur. Faktor intrinsik yang
mempengaruhi penetrasi Salmonella ke telur antara lain kondisi kutikula, kualitas
cangkang, dan kondisi membran. Penetrasi Salmonella akan meningkat jika terjadi
kerusakan kutikula, permukaan cangkang yang basah, dan penurunan suhu (Pui et
al. 2011).
Keberadaan Salmonella dan E. coli pada Produk Olahan Telur
Bahan olahan yang bersumber dari telur baik berupa larutan telur maupun
tepung telur merupakan bahan baku yang dibutuhkan dalam bidang industri
pangan. Proses produksi bahan olahan yang bersumber dari telur mencakup
penerapan pemanasan berupa pasteurisasi. Terdapat dua aspek penting yang ingin
dicapai melalui perlakuan pasteurisasi. Aspek pertama adalah eliminasi sebanyak
mungkin mikroorganisme yang mengontaminasi telur. Aspek yang lain adalah
menjaga komponen gizi yang dikandungnya khususnya protein tetap dalam
kondisi yang baik (Nemeth et al. 2011).
Penemuan adanya kontaminasi Salmonella pada tepung telur merujuk
kembali pada awal tahun 1942 di wilayah Inggris, yang mana bakteri ini
dilaporkan diisolasi dari tepung telur yang akan digunakan dalam produksi
makanan. Temuan ini kemudian diperkuat oleh temuan lain yang dilaporkan oleh
penelitian-penelitian yang dilakukan setelahnya. Bakteri Salmonella yang
5
ditemukan pada tepung telur diidentifikasi merupakan isolat yang identik dengan
Salmonella yang ditemukan pada unggas, hewan lainnya, maupun manusia
(Solowey et al. 1947). Penelitian yang dilakukan oleh Baron et al. (1999)
menunjukkan bahwa bakteri Salmonella Enteritidis yang diinokulasi pada produk
tepung albumin dapat hidup dengan baik. Penelitian yang dilakukan oleh Lound et
al. (2011) menunjukkan kemampuan beberapa serovar Salmonella yang mampu
beradaptasi melalui proses pemanasan hingga suhu 82 °C dalam proses
penanganan dan pembuatan tepung telur. Meskipun demikian, terjadinya
kontaminasi Salmonella pada bahan pangan olahan lebih banyak dipengaruhi oleh
adanya rekontaminasi produk pangan tersebut setelah melalui proses pasteurisasi.
Kejadian rekontaminasi ini dapat muncul akibat kontaminasi langsung maupun
melalui penggunaan peralatan yang terkontaminasi.
Bakteri E. coli telah dilaporkan sebagai salah satu jenis bakteri yang dapat
ditemukan pada telur meskipun telah dilakukan perlakuan pemanasan. Tingkat
kejadian cemaran pada produk telur yang dihasilkan berkaitan langsung dengan
tingkat cemaran pada bahan baku telur yang digunakan. Tingkat kejadian cemaran
juga dipengaruhi oleh jenis perlakuan yang digunakan dalam proses pengolahan
telur (Jin et al. 2008; Botka-Petrak et al. 2000). Meskipun demikian, belum
banyak laporan yang dapat memberikan gambaran kejadian cemaran
bakteri E. coli secara lebih mendalam pada produk tepung telur.
Bakteri Salmonella dapat menyebabkan kejadian penyakit meskipun hanya
terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit dalam bahan pangan dengan tingkat aw
rendah yang dikonsumsi. Kondisi ini didukung oleh kemampuan bakteri ini
bertahan lebih baik dalam proses pemanasan/pasteurisasi pada bahan pangan yang
memiliki aw rendah dibandingkan dengan bahan pangan yang memiliki aw tinggi.
Kondisi ini memberikan implikasi yang sangat jelas pada saat produksi makanan
dilakukan menggunakan proses pemanasan untuk mengeliminasi mikroorganisme
patogen dalam pangan. Melalui proses pemanasan, aw pada bahan pangan akan
mengalami penurunan sehingga memungkinkan Salmonella untuk bertahan pada
bahan pangan tersebut hingga saat dikonsumsi (Mattick et al. 2001).
Tahun 2011 berhasil ditemukan dan diisolasi adanya bakteri Salmonella
pada tepung telur yang merupakan produksi dari negara Kanada. Bakteri
Salmonella berhasil ditemukan dan diisolasi pada 28 sampel dari 380 sampel
tepung telur yang duji. Bakteri Salmonella yang ditemukan berada dalam jumlah
yang kecil. Jumlah yang ditemukan dan berhasil diisolasi bervariasi mulai dari
kurang dari satu organisme per gram sampel hingga 54 organisme per gram
sampel uji. Meskipun demikian, karena keberadaan bakteri Salmonella pada
bahan pangan dapat menimbulkan potensi bahaya yang fatal, jumlah yang sedikit
ini tetap menjadi temuan yang sangat penting (Gibbons dan Moore 2011).
Kejadian terbaru ditemukannya Salmonella pada tepung telur dilaporkan
oleh lembaga pengawasan bahan pangan asal pertanian Amerika Serikat (The U.S.
Department of Agriculture’s Food Safety and Inspection Service/FSIS) pada
bulan Pebruari 2014. Cemaran Salmonella ditemukan saat dilakukannya pengujian
oleh sebuah laboratorium rujukan (Washington State Laboratories) terhadap
produk tepung telur yang diproduksi oleh suatu perusahaan produsen tepung telur
di wilayah negara bagian Washington. Meskipun demikian, sampai dengan saat
dilakukannnya penarikan kembali produk tepung telur yang tercemar oleh
6
Salmonella tersebut dari pasaran tidak ada laporan kejadian salmonelosis akibat
konsumsi produk bahan olahan telur tersebut (FSIS 2014).
Resistensi Antibiotik pada Salmonella dan E. coli
Penggunaan antibiotik selama beberapa dekade terakhir untuk penanganan
infeksi pada manusia dan hewan telah memberikan pengaruh besar pada
keberadaan mikroorganisme. Pengaruh yang timbul tidak terbatas hanya terhadap
mikroorganisme yang bersifat patogen tetapi juga terhadap mikroorganisme
komensal. Tekanan yang muncul tersebut mengakibatkan perubahan
keseimbangan mikroflora khususnya yang berada dalam tubuh manusia dan
hewan yang menerima terapi. Perubahan yang terjadi termasuk munculnya
kemampuan adaptasi mikroorganisme terhadap senyawa antibiotik melalui
ekspresi fenotipik maupun genotipik tertentu (Szmolka dan Nagy 2013).
Penggunaan antibiotik yang semakin intensif khususnya dalam bidang
peternakan memunculkan potensi masalah baru yang akan berdampak sangat
besar. Berbagai penelitian telah menunjukkan adanya indikasi terjadinya resistensi
antibiotik pada bakteri Salmonella baik yang diisolasi dari manusia maupun yang
berasal dari hewan ternak. Terjadinya resistensi antibiotik pada bakteri Salmonella
akan mengakibatkan keterbatasan dalam pemilihan terapi antibiotik yang dapat
digunakan dalam penanganan salmonelosis. Keterbatasan ini tentunya tidak
terbatas hanya pada penanganan di hewan tetapi juga terkait penanganan
salmonelosis di manusia. Infeksi oleh Salmonella yang bersifat zoonotik akan
semakin diperparah oleh adanya kemampuan bakteri ini untuk bertahan dari
penggunaan antibiotik yang umum digunakan (de Oliveira et al. 2006).
Bakteri E. coli tidak saja menarik minat para peneliti akibat cemaran dan
patogenesisnya pada hewan dan manusia. Kemampuan bakteri ini bersifat resisten
terhadap penggunaan senyawa antibiotik telah banyak dilaporkan (Dhanarani et
al. 2009; De Jong et al. 2012; Tadesse et al. 2012). Terlebih lagi adanya laporan
yang menyebutkan potensi bakteri ini yang dapat menyebarkan kemapuan
resistensinya kepada bakteri lainnya (Kluytmans et al. 2013; Liebana et al. 2013).
Munculnya kemampuan bakteri khususnya Salmonella dan E. coli untuk bersifat
resisten terhadap penggunaan senyawa antibiotik tentunya akan menimbulkan
masalah yang besar bagi manusia, hewan dan lingkungan.
3 METODE
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah tepung telur (whole egg
powder dan egg yolk powder), perangkat pengujian cepat (rapid test)
RIDA®COUNT Salmonella/Enterobacteriaceae, buffered peptone water (BPW)
0.1% (OXOID CM1049), standard plate count agar (PCA; OXOID CM0463),
Rappaport Vassiliadis (RV) enrichment broth (OXOID CM0669), xylose lysine
deoxycholate agar (XLDA) (Oxoid CM0469), triptic soy broth (MERCK
1.05459.0500), SMAC agar (OXOID), nutrient agar (NA) (Oxoid CM0003),
7
triple sugar iron agar (TSIA; OXOID CM0277), lysin iron agar (LIA; OXOID
CM0381), violet red bile agar (VRBA) (OXOID CM0107), eosin methilen blue
agar (EMBA) (MERCK 1.01342.0500), reagen Kovacs (MERCK 1.09293.0100),
medium MR-VP broth (OXOID CM0043), larutan α-naphthol, larutan KOH 40%,
indikator Methil Red, Simmon citrate agar (Oxoid CM0155), tryptone broth
(OXOID LP0042), McFarland suspenssion 0.5, Muller Hinton agar (MHA)
(OXOID CM0337), lempeng cakram antibiotik, aquades, dan alkohol.
Jenis antibiotik yang digunakan dalam pengujian kepekaan mikroorganisme
terhadap bahan antimikrobial (antibiotik) berasal dari lima golongan antibiotik.
Antibiotik dari golongan β-laktam yang digunakan adalah preparat ampisilin 10
μg (AMP; OXOID CT0003B), amoksisilin-asam klavulanat 30 μg (AMC;
OXOID CT0223B) dan oksasilin 5 μg (OX; OXOID CT0040B). Antibiotik dari
golongan aminoglikosida yang digunakan adalah preparat gentamisin 10 μg (CN;
OXOID CT0024B) dan kanamisin 30 μg (K; OXOID CT0026B). Antibiotik dari
golongan sefalosporin yang digunakan adalah preparat sefalotin 30 μg (KF;
OXOID CT0010B), sefoksitin 30 μg (FOX; OXOID ), sefotaksim 30 μg (CTX;
OXOID CT0166B). Antibiotik dari golongan quinolon yang digunakan adalah
preparat asam nalidiksat 30 μg (NA; OXOID CT0031B) dan dari golongan
tetrasiklin yang digunakan adalah preparat tetrasiklin 30 μg (T; OXOID
CT0031B). Dalam setiap pengujian digunakan pula cakram tanpa kandungan
bahan antimikrobial (blank disc; OXOID CT0998B) sebagai kontrol negatif
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah timbangan digital, sendok
sampel steril, plastik sampel, kertas label, spidol, pinset steril, gelas Erlenmeyer
(250 ml), tabung reaksi (5–10 ml) steril, cawan petri steril (diameter 100 mm dan
tinggi 15 mm), pipet volumetrik (0.1-1 ml), pipet mikro (10, 100, 1000 μl), pipet
tips mikro (10, 100, 1000 μl), kapas, ose, needle, hockey stick, vortex atau
pengocok mekanis, stomacher, autoklaf, lemari pendingin, penangas air, inkubator
35-37 °C, GeneAmp ® PCR System 9700 thermocycler.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Agustus sampai dengan November 2014.
Pemeriksaan fisik komoditas, pemeriksaan dokumen, dan pengumpulan data lain
terkait importasi, serta pengambilan sampel dilakukan di Tempat Pemeriksaan
Fisik Terpadu, Pelabuhan Tanjung Priok dan Kantor Balai Besar Karantina
Pertanian Tanjung Priok, Jakarta. Pengujian Laboratorium dilakukan di
Laboratorium Kesmavet Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Uji konfirmasi terhadap isolat bakteri yang berhasil ditemukan dilakukan di
Laboratorium Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Produk Hewan (BPMSPH)
Bogor.
Pengambilan data menggunakan kuesioner dilakukan dengan target
responden adalah petugas karantina hewan BBKP Tanjung Priok yang pernah
melakukan tindakan karantina terhadap produk tepung telur impor. Target
8
pengumpulan data menggunakan kuesioner lainnya adalah pengguna jasa dalam
hal ini adalah pihak importir produk tepung telur. Kuesioner yang diajukan akan
meliputi pertanyaan-pertanyaan terkait jenis, kondisi dan kemasan produk, lama
waktu pengiriman, tindakan dan penanganan produk selama dalam tindakan
karantina.
Metode Pengambilan Sampel dan Besaran Sampel
Besaran sampel yang diambil, dihitung dengan menggunakan rumus
pendugaan prevalensi berdasarkan kajian lintas seksional. Besaran sampel
ditentukan pada tingkat kepercayaan 95% dihitung menggunakan persamaan
menurut Budiharta (2002). Pengambilan sampel akan difokuskan pada importasi
tepung telur yang masuk melalui Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta selama bulan
Agustus 2014. Penghitungan besaran sampel dilakukan dengan asumsi importasi
produk tepung telur selama bulan yang ditentukan dianggap sebagai satu populasi.
Rumus penghitungan besaran sampel menurut Budiharta (2002):
n = 4 PQ
(L2)
keterangan:
n = besaran sampel
P = asumsi prevalensi
Q = 1–P
L = galat yang diinginkan
Berdasarkan persamaan tersebut, pengambilan sampel dilakukan dengan
asumsi untuk mendapatkan besaran sampel maksimal yang dapat diperoleh
melalui kajian lintas seksional. Penghitungan besaran sampel menggunakan
prevalensi 50%. Besaran sampel yang diperoleh dengan prevalensi 50% dan galat
sebesar 10% menghasilkan sampel yang akan diambil sebesar 100 sampel.
Pengambilan sampel dilakukan secara acak sederhana (simple random
sampling). Besaran sampel yang diambil pada setiap tindakan pengambilan
sampel dengan juga mempertimbangkan negara asal, perbedaan jenis tepung telur
dan batch produksi. Pengambilan sampel dilakukan dengan memproporsikan
besaran sampel pada jenis tepung telur yang berbeda dan batch produksi yang
berbeda.
Pengumpulan data dilakukan melalui observasi langsung terhadap sampel
tepung telur yang diperoleh dari Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta. Observasi
dilakukan untuk menemukan adanya cemaran bakteri Salmonella dan E. coli pada
tepung telur melalui pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium
dilakukan menggunakan metode isolasi dan identifikasi pada media biakan
selektif untuk Salmonella dan E. coli. Cemaran Salmonella dan E. coli yang
diperoleh melalui pengujian akan dinyatakan secara kualitatif (positif atau
negatif).
Data sekunder dikumpulkan melalui penelusuran dokumen terkait
importasi tepung telur dari negara asal bahan. Data sekunder juga dikumpulkan
melalui penelusuran dokumen terkait proses produksi tepung telur hingga proses
transportasi (pengiriman) dari negara asal dan sampai ke Pelabuhan Tanjung Priok
Jakarta.
9
Pengujian Rapid Test terhadap Salmonella spp dan E. coli
Sampel tepung telur yang dikoleksi diuji menggunakan perangkat pengujian
cepat (rapid test) RIDA®COUNT Salmonella/Enterobacteriaceae terhadap
keberadaan Salmonella spp dan E. coli yang dalam hal ini adalah bagian dari
kelompok bakteri Enterobacteriaceae. Sebanyak 1 ml suspensi sampel tepung
telur yang berasal dari suspensi sampel pra-pengayaan (25 g tepung telur
ditambahkan kedalam 225 ml BPW, diinkubasi 18-20 jam pada suhu 37 °C)
diteteskan
pada
permukaan
lembaran
pengujian
RIDA®COUNT
Salmonella/Enterobacteriaceae.
Lembaran
pengujian
RIDA®COUNT
Salmonella/Enterobacteriaceae yang telah ditetesi sampel kemudian diinkubasi di
inkubator dengan suhu 35 ± 2 °C. Pembacaan hasil pengujian dilakukan dengan
memperhatikan perubahan warna yang timbul pada lembaran pengujian
RIDA®COUNT Salmonella/Enterobacteriaceae dan dibandingkan dengan kontrol
dan panduan pembacaan hasil. Kontrol yang digunakan dalam pengujian ini
adalah isolat murni Salmonella ATCC 13028 dan E. Coli ATCC 25922 yang
diberikan perlakuan sama dengan sampel. Hasil yang diperoleh dibandingkan
dengan hasil pengujian menggunakan metode biakan konvensional sebagai acuan.
Pengujian Cemaran Salmonella spp dan E. coli Menggunakan Metode
Kultur
Pemeriksaan cemaran Salmonella spp dan E. coli menggunakan metode
kultur dilakukan mengacu pada panduan Standar Nasional Indonesia (SNI)
2897:2008 tentang Metode Pengujian Cemaran Mikroba dalam Daging, Telur,
dan Susu serta Hasil Olahannya (BSN 2008). Pengujian cemaran dilakukan
dengan modifikasi pada media yang digunakan pada tahapan pra-pengayaan.
Medium yang digunakan pada tahapan pra-pengayaan diubah menggunakan
buffered peptone water (BPW) 0.1% (Musgrove et al. 2006). Secara singkat
pengujian yang dilakukan sebagai berikut: sebanyak 25 gram sampel ditambahkan
ke dalam 225 ml media preenrichment buffer peptone water (BPW), selanjutnya
diinkubasikan pada suhu 37 °C selama 18-20 jam. Sebanyak 1 ml larutan tersebut
kemudian diambil untuk ditambahkan dalam 10 ml media selective enrichment
Rappaport-Vassiliadis (RV) dan selanjutnya diinkubasikan pada suhu 42 °C
selama 24 jam. Sebanyak 1 osse inokulum dari sampel yang telah diinkubasi
dalam media RV kemudian diinokulasikan pada media padat xylose lysine
deoxycholate agar (XLDA) dan diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24 jam.
Koloni yang tumbuh pada media XLDA kemudian dikarakterisasi penampakan
pertumbuhannya. Koloni Salmonella pada media XLDA akan tampak berwarna
pink hingga merah dengan bagian tengah kehitaman. Koloni E. coli pada media
XLDA umumnya akan berwarna krem hingga kuning cerah dengan dikelilingi
zona berwarna putih kekuningan atau kuning trasparan. Koloni yang tumbuh
kemudian diisolasi dan diidentifikasi terhadap Salmonella dan E. coli berdasarkan
reaksi biokimiawi pada media agar miring TSIA dan LIA. Berdasarkan reaksi
biokimiawi Salmonella spp bersifat tidak memfermentasikan laktosa tetapi
menghasilkan gas H2S yang berwarna hitam. Koloni terduga Salmonella spp dan
10
E. coli dikonfirmasi secara biokimia dan uji serologis untuk peneguhan
identifikasi Salmonella (Noor et al. 2006).
Uji Konfirmasi Isolat Salmonella Menggunakan Metode PCR
Identifikasi terhadap bakteri Salmonella tidak dapat dilakukan hanya
melalui isolasi dan identifikasi yang disertai uji-uji biokimiawi. Diperlukan
tahapan lebih lanjut untuk memastikan isolat diduga (presumptif) Salmonella.
Konfirmasi isolat Salmonella dalam penelitian ini dilakukan menggunakan
metode polymerase chain reaction (PCR). Pengujian menggunakan PCR yang
dilakukan mengacu kepada Woods et al. (2008).
Pengujian yang dilakukan menggunakan pasangan primer forward 20
pasang basa (5 - GGG GTG GAT TCT ACT CAA C – 3) primer reverse (5 –
AGA AGC GGA ACT GAA AGG C – 3). Pengujian dilakukan menggunakan alat
GeneAmp ® PCR System 9700 dengan total volume reagen dan bahan yang
digunakan sejumlah 25 µl yang di dalamnya mengandung pasangan primer
masing-masing sejumlah 1 µl (10 pmol/µl), 12.5 µl Kapa Taq Extra HotStart,
5.5 µl dH2O dan 5 µl cetakan (templat) DNA dari sampel yang diuji.
Siklus pengujian yang dilakukan mencakup denaturasi pada suhu 94 °C
selama 5 menit dan dilanjutkan dengan 40 siklus penggandaan untai DNA. Siklus
yang dilakukan terdiri atas fase denaturasi pada suhu 94 °C selama 30 detik,
penempelan (annealing) pada suhu 52 °C selama 30 detik dan amplifikasi
(pemanjangan) untai DNA pada suhu 72 °C selama 30 detik. Siklus penggandaan
untai DNA diakhiri dengan fase amplifikasi pada suhu 72 °C selama 7 menit.
Hasil PCR berupa untai DNA yang telah digandakan kemudian dibaca melalui
tahapan elektroforesis pada media agarosa 1.5% dengan memberikan pewarna
ethidium bromida (0.5 µg ml-1) dan divisualisasikan menggunakan lampu dengan
cahaya ultraviolet.
Uji Kepekaan Isolat Bakteri Terhadap Antibiotik
Pengujian kepekaan bakteri Salmonella spp dan atau E. coli terhadap
antibiotik dilakukan menggunakan metode difusi cakram (disc diffusion method)
merujuk pada metode yang dipublikasikan oleh Clinical and Laboratory
Standards Institute CLSI (2012). Isolat bakteri yang berhasil diisolasi
diinokulasikan pada media padat nutrien agar miring. Setelah diperoleh biakan
yang homogen, 1 ose dari biakan tersebut dipindahkan ke dalam triptic soy broth,
kemudian diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24 jam hingga menjadi keruh.
Sebanyak 0.1 hingga 1 ml bakteri yang telah dibiakkan dalam triptic soy broth
kemudian disuspensikan ke dalam 9 ml BPW 0.1% dengan menggunakan vortex
hingga kekeruhannya menyamai dengan 0.5 Mc Farland. Suspensi bakteri
sebanyak 0.1 ml diinokulasikan secara merata pada Mueller-Hinton agar (MHA)
padat dengan menggunakan hockey stick. Lempeng cakram kosong (blank disc)
dan lempeng cakram antibiotik atau antibiotic disc kemudian ditempelkan pada
permukaan MHA padat yang sudah diinokulasi dengan isolat bakteri.
11
Cawan petri berisi inokulum dan lempeng cakram pengujian resistensi
antibiotik diinkubasikan pada suhu 37 °C selama 24 jam. Setelah diinkubasikan
selama 24 jam, diameter daerah hambat (DDH) pertumbuhan bakteri yang
terbentuk disekitar cakram antibiotik diukur dengan penggaris dalam satuan
millimeter. Isolat bakteri ditentukan kepekaannya terhadap antimikrobial dengan
mengukur zona hambat yang terbentuk. Penentuan susceptible (S), intermediate
(I), dan resistant (R) ditentukan melalui ukuran zona hambat yang terbentuk
berdasarkan standar interpretasi diameter zona hambat antibiotik (CLSI 2012).
Analisa Data
Data yang diperoleh dalam bentuk hasil pengujian rapid test akan dianalisa
dan disajikan secara deskriptif dan dihubungkan dengan ada tidaknya kejadian
cemaran Salmonella dan atau E. coli pada tepung telur impor menggunakan
metode kultur. Hasil analisa data disajikan dalam bentuk tabel dan grafik untuk
menggambarkan kejadian cemaran Salmonella dan E. coli pada tepung telur yang
diimpor melalui pelabuhan Tanjung Priok Jakarta.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Selama bulan Agustus 2014, berhasil dikumpulkan 100 sampel tepung telur
yang diimpor melalui pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Sampel yang diperoleh
berasal dari enam kali pengiriman yang berbeda. Sampel tersebut berasal dari dua
negara produsen yaitu Ukraina dan India. Pemeriksaan
dokumen
yang
menyertai importasi produk tepung telur yang menjadi obyek penelitian
menunjukkan telah sesuai dengan ketentuan yang dipersyaratkan. Importasi
didukung oleh adanya sertifikat kesehatan/sanitasi (health certificate) dari negara
asal yang mendeklarasikan bahwa produk tersebut telah diperiksa oleh pihak yang
berwenang di negara asal dan dinyatakan bebas dari penyakit hewan khususnya
Salmonella. Importasi juga disertai dengan kelengkapan dokumen lain yang
dipersyaratkan seperti Sertifikat Halal, Certificate of Origin, Bill of Lading,
Packing List, Invoice dan Certificate of Quality.
Pemeriksaan fisik komoditi di Pelabuhan Tanjung Priok menunjukkan
kesesuaian jenis produk, jumlah dan kemasan tepung telur impor dengan
dokumen yang menyertainya. Keseluruhan importasi yang diperiksa
menggunakan kontainer jenis dry/bulk container yang tidak dilengkapi instalasi
pendingin. Pemeriksaan fisik menunjukkan nomor identifikasi kontainer dan segel
yang digunakan dalam importasi sesuai dengan nomor identifikasi yang tercantum
pada dokumen kelengkapan impor dan segel kontainer dalam keadaan utuh.
Produk tepung telur yang diimpor dikemas dalam dua lapisan kemasan. Kemasan
primer tepung telur yang berasal dari Ukraina menggunakan kantong plastik tebal
transparan diamankan (disegel) dengan membuat simpul/ikatan pada bagian ujung
yang terbuka. Kemasan primer kemudian dimasukkan ke dalam kemasan
sekunder berupa kantong (bag) berbahan karton berlapis plastik dan aluminium
foil yang kemudian dijahit. Kemasan primer tepung telur yang berasal dari India
12
juga menggunakan kantong plastik tebal transparan yang kemudian disegel
menggunakan plastic strap. Kemasan primer dimasukkan ke dalam kemasan
sekunder berupa kotak kardus.
Bahan olahan yang bersumber dari telur baik berupa larutan telur maupun
tepung telur merupakan bahan baku yang dibutuhkan dalam bidang industri
pangan. Proses produksi bahan olahan yang bersumber dari telur mencakup
pemanasan berupa pasteurisasi. Terdapat dua aspek penting yang ingin dicapai
melalui perlakuan pasteurisasi. Aspek pertama adalah eliminasi sebanyak
mungkin mikroorganisme yang mengontaminasi telur. Aspek yang lain adalah
menjaga komponen gizi yang dikandungnya khususnya protein tetap dalam
kondisi yang baik (Nemeth et al. 2011). Aktifitas mengurangi kandungan air
dalam bahan pangan dilakukan hingga mencapai level dimana pertumbuhan
mikroorganisme tidak lagi akan terjadi. Aktiifitas ini juga akan menurunkan laju
reaksi kimia pada bahan pangan. Metode ini akan mengakibatkan bahan pangan
mengalami dehidrasi sehingga dapat menjadi salah satu cara untuk pengawetan
bahan pangan. Proses dehidrasi menjadi salah satu pilihan dalam mengawetkan
telur dan telah berkembang hingga pada skala industri (Berquist 1995).
Kualitas mikrobiologis tepung telur akan sangat dipengaruhi oleh perlakuan
pasteurisasi bahan baku yang digunakan dan kontrol yang baik terhadap sanitasi
dalam proses produksi. Whole egg powder dan egg yolk powder umumnya akan
melalui proses pasteurisasi saat masih dalam bentuk cair sebelum kemudian
dilanjutkan dengan proses pengeringan. Kombinasi antara perlakuan pasteurisasi
dan pemanasan pada proses pengeringan akan membuat tepung telur yang
dihasilkan memiliki cemaran bakteri yang sangat rendah. Karakteristik populasi
mikrobiologi pada telur juga akan mengalami perubahan akibat dilakukannya
proses dehidrasi atau pengeringan. Penghitungan total bakteri akan mengalami
penurunan jumlah yang signifikan setelah dilakukannya pengeringan telur.
Perubahan ini tetap dipengaruhi oleh jenis bakteri yang ada pada telur sebelum
proses pengeringan. Proses pengeringan telur tidak dapat dijadikan sebagai
pengganti proses pateurisasi telur dalam hal mengeleminasi cemaran mikrobiologi
yang ada pada telur (Berquist 1995).
Hasil pengujian menggunakan perangkat uji cepat RIDA®COUNT
Salmonella/Enterobacteriaceae menunjukkan bahwa tidak terdapat sampel tepung
telur yang menunjukkan reaksi positif terhadap Salmonella. Perangkat uji cepat
yang digunakan masih menunjukkan hasil yang lebih baik dalam pendeteksian
kemungkinan adanya cemaran bakteri lainnya dari kelompok Enterobacteriaceae
yang dalam hal ini salah satu diantaranya adalah jenis bakteri E. coli.
Terdapat sembilan sampel yang memberikan hasil positif adanya cemaran
bakteri Salmonella dan E. coli pada produk tepung telur yang diuji (Tabel 1).
Hasil positif Salmonella ditemukan pada 1 sampel whole egg powder (India,
2.5%) dan pada 4 sampel egg yolk powder (India, 13.3%). Hasil Positif E. coli
ditemukan pada 3 sampel whole egg powder (Ukraina, n=1 [3.3%] dan India, n=2
[5%]) serta pada 1 sampel egg yolk powder (India, 3.3%).
13
Hasil pengujian Salmonella dan E. coli menggunakan metode kultur
berdasarkan negara asal dan jenis tepung telur
Table 1
Jenis tepung
telur
Whole egg
powder
Whole egg
powder
Egg Yolk
Powder
Total
Asal negara
Ukraina
India
Jumlah
sampel
Jumlah sampel positif
Salmonella
E. coli
30
0
1 (3.3%)
40
1 (2.5%)
2 (5%)
30
4 (13.3%)
1 (3.3%)
100
5 (5%)
4 (4%)
Pengujian Salmonella pada produk pangan memiliki perbedaan yang
signifikan dengan pengujian Salmonella pada kasus klinis. Bakteri Salmonella
umumnya berada pada jumlah yang kecil pada bahan pangan. Kondisi tersebut
mengakibatkan pengujian cemaran Salmonella pada pangan membutuhkan sampel
yang relatif lebih besar. Meskipun demikian, penggunaan sampel pangan dalam
jumlah banyak secara langsung pada media selektif pengujian Salmonella akan
mengurangi selektifitas media tersebut dalam mendeteksi bakteri ini. Bakteri
Salmonella pada produk pangan seringkali berada pada kondisi fisiologis yang
buruk sehingga akan menyulitkan pada saat akan diisolasi atau diidentifikasi.
Pengujian Salmonella membutuhkan proses pengayaan sampel yang akan diuji ke
dalam media non-selektif. Proses ini akan memungkinkan terjadinya proses
perbaikan kondisi bakteri yang sedang dalam kondisi fisiologis yang buruk.
Perbaikan kondisi fisiologis bakteri tentunya akan memudahkan pada saat
diisolasi dan diidentifikasi (Andrews et al. 2001).
Pengujian konfirmasi terhadap isolat yang diduga Salmonella menggunakan
metode PCR menunjukkan bahwa keseluruhan isolat terduga benar merupakan
bakteri Salmonella. Hasil elektroforesis terhadap produk yang dihasilkan melalui
amplifikasi PCR ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1 Hasil pengujian PCR isolat yang diduga Salmonella spp.
Pengujian PCR yang dilakukan menggunakan pasangan primer yang berasal
dari segmen DNA origin of replication (oriC) bakteri dari genus Salmonella.
Segmen tersebut merupakan segmen spesifik pembeda bakteri genus Salmonella
dari bakteri lainnya. Pasangan primer ini telah divalidasi menggunakan material
14
genetik bakteri Salmonella dari 72 serovar Salmonella subspesies I dan 80 serovar
yang termasuk kedalam subspesies II, IIIa, IIIb, IV, dan VI serta S. bongori
(Woods et al. 2008).
Salmonella dan E. coli merupakan mikroorganisme utama yang
menyebabkan kejadian gastroenteritis pada manusia. Bakteri ini menjadi perhatian
penting dalam bidang industri makanan khususnya dari segi kesehatan
masyarakat. Pemanasan atau pengolahan makanan yang tidak sempurna menjadi
faktor penting yang memicu munculnya kejadian penyakit akibat pangan
(foodborne illness) termasuk diantaranya adalah salmonelosis dan infeksi akibat
bakteri E. coli. Kondisi ini dapat terjadi pada tingkatan industri pangan maupun
pada tingkatan rumah tangga (Plym d