Analisis Serangan Virus Gemini pada Cabai Merah (Capsicum annum L.) Berbasis Visual dengan Segmentasi Bayes

ANALISIS SERANGAN VIRUS GEMINI PADA CABAI
MERAH (Capsicum annum L.) BERBASIS VISUAL DENGAN
SEGMENTASI BAYES

ROMI MANAF

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Serangan
Virus Gemini pada Cabai Merah (Capsicum annum L.) Berbasis Visual dengan
Segmentasi Bayes adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2014
Romi Manaf
NIM F14100004

ABSTRAK
ROMI MANAF. Analisis Serangan Virus Gemini pada Cabai Merah (Capsicum
annum L.) Berbasis Visual dengan Segmentasi Bayes. Dibimbing oleh
MOHAMAD SOLAHUDIN.
Kebutuhan cabai semakin meningkat dengan peningkatan jumlah penduduk.
Salah satu kendala rendahnya produktivitas cabai disebabkan oleh infeksi virus
yang disebut virus Gemini. Tanaman yang terinfeksi menunjukkan gejala berupa
klorosis pada daun, daun keriting dan menguning. Infeksi virus berpotensi
menurunkan hasil sebesar 20 – 100%. Melihat kondisi tersebut, maka diperlukan
metode pemantauan dan evaluasi serangan virus yang baik untuk menentukan
tindakan yang harus dilakukan. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis
lahan tanaman cabai merah yang terkena serangan virus. Pengambilan citra
dilakukan melalui foto udara menggunakan multicopter, citra hasil pemotretan
selanjutnya di analisis dengan program pengolah citra untuk mengevaluasi tingkat

serangan virus Gemini yang terjadi di lahan. Metode segmentasi Bayes digunakan
untuk menentukan tingkat serangan virus pada tanaman individual dengan
masukan 3 dimensi berupa komponen warna (R, G, B) dan 4 target segmentasi
yaitu tanaman sehat, terserang virus ringan, terserang virus sedang, dan terserang
virus akut. Hasil training menggunakan 40 sampel, diperoleh nilai akurasi 100%.
Uji coba validasi tanaman individual dengan sampel 240 tanaman untuk 4 kelas
diperoleh nilai akurasi 64.24%, validasi dengan target 2 kelas 91.25%, validasi
tingkat serangan dengan satuan lahan diperoleh ketelitian 95.58%.
Kata kunci: cabai, pengolahan gambar, segmentasi Bayes, virus Gemini

ABSTRACT
ROMI MANAF. Analysis Gemini Virus Attack on Red Chili (Capsicum annum
L.) Visual Based with Bayes Segmentation. Supervised by MOHAMAD
SOLAHUDIN.
Chili demand in Indonesia has increased in line with increases of
population. One of the constraints of low productivity of chili caused by a viral
infection called Gemini virus. Infected plants showed symptoms of chlorosis on
leaves, leaf curling and yellowing. Viral infections potentially reduce yields by
20-100%. Due to these conditions, then necessary good methods of monitoring
and evaluation virus attack to determine what actions to take. The purpose of this

study is to analyze the chili plants field were exposed by virus. Images taken
through aerial photography via multicopter, the image captured in the subsequent
analysis with image processing program to evaluate the level of Gemini virus
attacks that occurred on field. Bayesian segmentation method is used to determine
the level of virus attacks on individual plants with a 3-dimensional input color
components (R, G, B) and 4 segmentation target i.e. healthy plants, mild virus
attacks, middle virus attacks, and acute virus attacks. Training results using 40
samples, obtained 100% accuracy rate. Validation test of individual plants with
240 plant samples for 4 classes obtained 64.24% accuracy rate, validation test of
individual plants for 2 target class of attack obtained 91.25%, validation test of
total fields attack obtained 95.58% accuracy.
Keywords: chili, image processing, Bayes segmentation, Gemini virus

ANALISIS SERANGAN VIRUS GEMINI PADA CABAI
MERAH (Capsicum annum L.) BERBASIS VISUAL DENGAN
SEGMENTASI BAYES

ROMI MANAF

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Analisis Serangan Virus Gemini pada Cabai Merah (Capsicum
annum L.) Berbasis Visual dengan Segmentasi Bayes
Nama
: Romi Manaf
NIM
: F14100004

Disetujui oleh


Dr Ir Mohamad Solahudin, MSi
Pembimbing I

Diketahui oleh

Dr Ir Desrial, MEng
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 sampai September
2014 ini ialah pengolahan citra lahan cabai merah yang terinfeksi virus gemini,
dengan judul Analisis Serangan Virus Gemini pada Cabai Merah (Capsicum
annum L.) Berbasis Visual dengan Segmentasi Bayes.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Mohamad Solahudin, M.Si
selaku dosen pembimbing dan Supriyanto, S.TP, M.Kom selaku pembimbing
pengambilan data lapangan yang telah banyak memberi saran dan bantuan. Di

samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Johan Maryanto
(Komunitas Internet Petani Liwa/KIPLA), Bapak Sukoyo dan Susono sebagai
pemilih dan penggarap cabai. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya, dan rekanrekan yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian dan penulisan skripsi
ini.
Semoga tulisan ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2014
Romi Manaf

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN

vi
vi
vi
1


Latar Belakang

1

Tujuan

2

Ruang Lingkup

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Cabai Merah (Capsicum annum L.)

2


Virus Gemini

2

Pengolahan Citra

3

Multicopter

5

Contoh Penelitian Terdahulu

6

Metode Klasifikasi Non-parametrik Bayes

7


METODE

8

Bahan

8

Alat

8

Metodologi
HASIL DAN PEMBAHASAN

10
11

Foto Udara


11

Gambar Pengolahan Citra

12

Desain Program Pengolah Citra

14

Filterisasi Citra Program

15

Klasifikasi Non-parametrik Bayes

17

Proses Training Metode Bayes


19

Proses Validasi Metode Bayes

19

Validasi Per Citra

21

SIMPULAN DAN SARAN

23

Simpulan

23

Saran

24

DAFTAR PUSTAKA

24

LAMPIRAN

26

RIWAYAT HIDUP

29

DAFTAR TABEL
1

Luasan area hasil pemotretan foto udara dari berbagai ketinggian
kamera
Nilai R, G, B, dan GS masing−masing objek
Nilai G dengan B (G/B) dan R dengan G (R/G) masing–masing objek
Data rata–rata R, G, dan B contoh tanaman cabai pada tiap–tiap kelas
yang digunakan sebagai data training Bayes
Akurasi hasil training metode Bayes
Akurasi validasi tanaman individual klasifikasi 4 kelas
Akurasi validasi tanaman individual klasifikasi 2 kelas
Persentase serangan virus Gemini per blok

2
3
4
5
6
7
8

11
15
16
19
19
20
20
23

DAFTAR GAMBAR
Serangga Bemisia tabaci dewasa
Perkembangan gejala serangan virus gemini pada tanaman cabai
Representasi citra digital dalam 2 dimensi
Quadcopter (a) dan Hexacopter (b)
Diagram alir tahapan−tahapan penelitian
Hasil potret foto udara lahan cabai merah
Grafik hubungan ketinggian kamera dengan luasan area
Spesifikasi lens correction
Hasil perbaikan foto dengan Photoshop CS 5
Gambar sampel lahan untuk program pengolah citra
Tampilan desain program pengolah citra visual basic 6.0
Grafik rentang nilai RG tanah dan tanaman cabai
Grafik rentang nilai GB tanah dan tanaman cabai
Grafik rentang nilai R/G dan G/B pada tanah dan tanaman cabai
Citra sebelum difilter (kanan) dan citra sesudah difilter (kiri)
Perbandingan gambar citra foto udara dengan hasil metode Bayes
Pembagian beberapa blok untuk validasi per citra

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

3
3
4
6
10
11
12
13
13
14
14
15
16
17
17
21
22

DAFTAR LAMPIRAN
1

Data pendugaan tiap−tiap baris terbagi dalam 4 kelas untuk akurasi
validasi tanaman individual

27

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Cabai merupakan produk hortikultura unggulan Indonesia dan menempati
urutan pertama dalam produksi dalam negeri. Kebutuhan terhadap komoditi cabai
semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk Indonesia.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS 2012), luas panen tanaman cabai nasional
mencapai 120 275 hektar (ha) dengan produksi nasional 954 363 ton dan
produktivitas nasional mencapai 7.93 ton/ha.
Salah satu kendala utama rendahnya produktivitas cabai dalam negeri
tersebut disebabkan oleh infeksi virus tanaman. Tanaman cabai yang terserang
virus umumnya mengalami hambatan pertumbuhan dan penurunan. Salah satu
virus yang sangat merugikan pertanaman cabai adalah Pepper Yellow Leaf Curl
Virus (PYLCV) yang termasuk kelompok Begomovirus dari famili Geminiviridae
(Faizah 2010). PYLCV disebut juga virus Gemini. Tanaman yang terinfeksi virus
ini menunjukkan gejala berupa klorosis pada daun, tepi daun menggulung ke atas
seperti mangkuk (cupping), daun keriting dan menguning, tanaman menjadi kerdil
dan bunga rontok (Trisno et al. 2010).
Di Indonesia, penyakit virus kuning pertama kali dilaporkan menyerang
tanaman tembakau pada tahun 1989. Pada tahun 1996 virus ini ditetapkan sebagai
virus potensial di negara-negara Asia yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina,
Thailand dan Taiwan. Serangan virus ini kemudian diketahui mulai menyerang
tanaman cabai di sekitar Lembang pada tahun 2001. Luas serangan virus kuning
di seluruh Indonesia pada tahun 2004 mencapai 984.6 ha yang menyebabkan
kerugian finansial mencapai Rp 7.31 milyar dengan kehilangan hasil dapat
mencapai 20–100% (Gunaeni et al. 2008). Melihat kondisi tersebut, maka
diperlukan metode pemantauan dan evaluasi serangan virus yang baik untuk
menentukan tindakan yang harus dilakukan.
Program pengolah citra telah beredar luas, baik yang komersial maupun
yang gratis. Selain menggunakan program pengolah citra siap pakai, program juga
dapat dibuat sendiri dengan kemampuan atau tujuan khusus yang tidak bisa
ditemui pada program pengolah citra siap pakai. Jadi program yang dibuat dapat
saja mempunyai kemampuan atau fungsi terbatas, tetapi fungsi tersebut sangat
dibutuhkan untuk mengolah data citra yang dimiliki hingga menghasilkan data
lain yang dibutuhkan. Virus Gemini yang mempengaruhi produktivitas cabai
merah dapat dianalisis dengan program pengolahan citra dari gambar atau foto
tanaman cabai merah yang terkena virus Gemini untuk mengetahui persentase
serangan virus Gemini pada tanaman cabai tersebut.

2
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis persentase serangan virus
Gemini secara visual pada lahan cabai. Pengujian yang dilakukan adalah untuk
memprediksi persentase serangan virus Gemini pada lahan tanaman cabai merah.

Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari penelitian ini adalah pembuatan program pengolahan
citra untuk menganalisis serangan virus Gemini pada cabai merah. Lahan cabai
yang terinfeksi virus Gemini diambil citranya melalui foto udara menggunakan
multicopter, kemudian citra tersebut dianalisis menggunakan program pengolahan
citra visual basic sehingga dapat diketahui persentase serangan virus Gemini pada
lahan tersebut.

TINJAUAN PUSTAKA
Cabai Merah (Capsicum annum L.)
Tanaman cabai merah termasuk tanaman herba (perdu semusim) yang
batangnya tegak dengan ketinggian tanaman dewasa mencapai 65−120 cm,
daunnya mencapai panjang 4−10 cm dan lebar 1.5−4 cm, dan tangkai buahnya
sekitar 1.5−4.5 cm. Ukuran buah cabai beragam dengan panjang sekitar 5–15 cm
dan lebarnya 0.6−2.0 cm. Bentuk buah umumnya memanjang dengan ujung
runcing. Buah cabai merah berwama hijau pada waktu muda dan merah pada saat
masak. Tanaman cabai mulai berbunga pada saat berumur 26−31 hari tetapi
sebagian besar bunga pertamanya gugur. Pembentukan buah dimulai pada umur
29−40 hari setelah pembuahan. Pemanenan buah pertama dapat dilakukan setelah
tanaman berumur 3−4 bulan (Dewa dan Suganjar 2002).
Virus Gemini
Virus ini diklasifikasikan dalam famili Geminiviridae yang terbagi dalam
Begomovirus. Genus Begomovirus mempunyai genom berukuran 2.5−2.9 kb
yang menyerang tanaman dikotil (Faizah 2010). Penyakit yang disebabkan virus
Gemini di Indonesia dikenal dengan berbagai nama antara lain: penyakit brekele
(Sumatera Barat dan Bengkulu), penyakit golkar (Jawa Tengah dan Jawa Timur),
penyakit bule (Jawa Timur), dan penyakit kuning (di berbagai tempat). Spesies
kutu kebul yang menularkan virus Gemini pada tanaman cabai adalah Bemisia
tabaci seperti pada Gambar 1. Virus Gemini tergolong dalam keluarga
Geminiviridae.

3

Gambar 1 Serangga Bemisia tabaci dewasa
Sumber : http://www.litbang.deptan.go.id/
Partikel virus berukuran kecil (20 nm) berbentuk isometrik dan materi
genetiknya berupa deoxyribonucleic acid (DNA) utas tunggal. Partikel ini muncul
secara berpasangan atau kembar sebagai akibat fusi parsial dua partikel isometrik.
Gejala yang ditimbulkan oleh isolat virus Gemini berbeda−beda, tergantung
pada genus dan spesies tanaman yang terinfeksi. Gejala pada cabai merah pertama
kali muncul pada daun muda atau pucuk berupa bercak kuning di sekitar tulang
daun, kemudian berkembang menjadi urat daun berwarna kuning (vein clearing),
cekung dan mengkerut dengan warna mosaik ringan atau kuning seperti pada
Gambar 2. Gejala berlanjut hingga hampir seluruh daun muda atau pucuk
berwarna kuning cerah, dan ada pula yang berwarna kuning bercampur dengan
hijau, daun cekung dan mengkerut berukuran lebih kecil dan lebih tebal.

Gambar 2 Perkembangan gejala serangan virus Gemini pada tanaman cabai
Virus ditemukan di dataran rendah dari 100 m dpl (diatas permukaan laut)
hingga dataran tinggi di atas 1000 m dpl. Virus dapat menyerang berbagai umur
tanaman. Virus menyerang berbagai varietas cabai dan berpotensi menyebabkan
kehilangan hasil produksi tanaman 20–100% (Gunaeni et al. 2008).

Pengolahan Citra
Perkembangan teknologi informasi yang sedemikian pesatnya,
menyebabkan terjadinya keanekaragaman dalam penyajian data dan informasi.
Penyajian tidak hanya dalam bentuk teks, tetapi juga dapat berupa gambar, audio
dan video (Rangkuti 2007).

4
Pengolahan citra digital adalah sebuah disiplin ilmu yang mempelajari
tentang teknik-teknik mengolah citra. Citra yang dimaksud disini adalah gambar
diam (foto) maupun gambar bergerak (video). Sedangkan digital disini
mempunyai maksud bahwa pengolahan citra dilakukan secara digital
menggunakan komputer. Sebuah citra digital dapat diwakili oleh sebuah matriks
dua dimensi f(x,y) yang terdiri dari M kolom dan N baris seperti pada Gambar 3,
dimana perpotongan antara kolom dan baris disebut piksel (pixel = picture
element) atau elemen terkecil dari sebuah citra.

,



0,0
1,0

− 1,0

0,1 …
1,1 …


− 1,1 …

0,
0,


−1
−1

− 1,

−1

Suatu citra ƒ(x,y) dalam fungsi matematis dapat dituliskan sebagai berikut:
0 ≤ x ≤ M-1
0 ≤ y ≤ N-1
0 ≤ ƒ(x,y) ≤ G-1
dimana :
M = jumlah piksel baris (row) pada array citra
N = jumlah piksel kolom (column) pada array citra
G = nilai skala keabuan (graylevel)
Besarnya nilai M, N dan G pada umumnya merupakan perpangkatan dari dua.
M = 2m; N = 2n; G = 2k
dimana nilai m, n dan k adalah bilangan bulat positif. Interval (0, G) disebut
skala keabuan (grayscale). Besarnya nilai G tergantung pada proses
digitalisasinya. Biasanya keabuan 0 (nol) menyatakan intensitas hitam dan 1 (satu)
menyatakan intensitas putih. Citra 8 bit, nilai G sama dengan 28 = 256 warna
(derajat keabuan) (Kusumanto dan Tompunu 2011).
columns

0
0
1

1

n

N-1

x

m

M-1
y

Gambar 3 Representasi citra digital dalam 2 dimensi

5
Berdasarkan intensitas cahaya yang dimiliki oleh piksel dalam sebuah citra citra digital dibagi menjadi tiga macam, yaitu citra warna, citra abu-abu, dan citra
biner.
1. Citra Warna
Menurut Ahmad (2005) menyatakan bahwa warna ternyata tidak lebih dari
sekedar respon psycho-physiological dari manusia untuk intensitas
penyinaran yang berbeda. Energi dari cahaya tampak dengan panjang
gelombang tertentu ditangkap oleh mata dan diterjemahkan oleh otak sebagai
warna. Model pengolahan warna telah banyak dikembangkan oleh para ahli,
salah satunya adalah model warna RGB. Model warna RGB menggunakan
dasar tiga buah warna pokok yaitu Red (merah), Green (hijau), dan Blue
(biru). Suatu citra warna yang disimpan dalam memori 8-bit, setiap pikselnya
akan mengandung informasi intensitas tiga buah warna tersebut (R, G, dan B)
dengan selang nilai 0–255.
2. Citra Abu-abu (Grayscale)
Sebelum dikuantisasi dan diubah menjadi citra digital, citra mengandung nilai
intensitas yang kontinyu. Informasi intensitas dalam suatu citra digital dapat
disimpan dalam bentuk gray values atau nilai abu-abu (Nurhasanah 2005).
Apabila citra disimpan dalam memori 8-bit, maka setiap piksel dalam citra
tersebut akan mengandung nilai intensitas antara 0–255. Pada komputer,
piksel dengan nilai intensitas 0 berwarna hitam, intensitas 255 berarti warna
putih, sedangkan nilai antara 0–255 adalah warna abu-abu (gabungan warna
hitam dan putih).
3. Citra Biner
Citra biner merupakan citra yang dihasilkan dari proses binerisasi. Setiap
piksel dalam suatu citra biner 8-bit hanya memiliki dua intensitas warna yaitu
0 (hitam) atau 255 (putih). Citra biner digunakan untuk memisahkan antara
obyek dengan latar belakangnya. Citra biner, piksel dengan intensitas warna 0
dikelompokkan ke dalam latar belakang, sedangkan piksel dengan intensitas
warna 255 adalah piksel obyek (Ahmad 2005).

Multicopter
Multicopter merupakan pesawat tanpa awak yang memiliki lebih dari 1
motor seperti pada Gambar 4 sebagai mekanis angkat dari flying platform dan
baling-baling di tiap ujung-ujung kerangka utama. Bagian tengah digunakan untuk
peletakan sumber daya (baterai), sistem kontrol, dan sensor dari multicopter.
Sistem kontrol tersebut digunakan untuk mengatur kecepatan dari tiap-tiap motor
sesuai dengan gerakan yang diinginkan, contohnya adalah gerakan moving
forward yang mana multicopter terbang dan bergerak maju dengan kecepatan
tertentu.
Pergerakan multicopter dipengaruhi oleh kecepatan putar pada setiap
rotornya dengan mengendalikan kecepatan putar masing-masing rotor dengan
menggunakan kontrol, maka nilai kecepatan setiap rotor dapat dipertahankan
kestabilannya sesuai set poin nilai sehingga pergerakan moving forward
multicopter dapat berjalan secara stabil.

6

a

b

Gambar 4 Quadcopter (a) dan Hexacopter (b)

Contoh penelitian terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Hanafi et al (2013), quadcopter
dikendalikan melalui antarmuka graphical user interface (GUI) di mana
komunikasi antara GUI dan quadcopter dibangun dengan menggunakan sistem
komunikasi nirkabel. Penyeimbang kondisi quadcopter dengan kontrol FY90 dan
sensor IMU 5DOF. Quadcopter dilengkapi dengan sensor ultrasonik untuk
mendarat halus. Semua sinyal dari sensor diproses oleh Arduino Uno dan output
dari Arduino Uno diimplementasikan untuk mengontrol baling-baling quadcopter.
Penelitian yang dilakukan oleh Lafleur et al (2013), kontrol quadcopter
dalam tiga dimensi (3D) ruang menggunakan brain-computer interface berbasis
citra noninvasif scalp electroencephalogram (EEG) pada subyek manusia. Sinyal
bioelectric dihasilkan dari imajinasi motor tangan diperoleh melalui amplifier di
workstation subjek yang didigitalkan dan diteruskan ke sistem komputer.
Penyaringan dan pengolahan lebih lanjut dari hasil sinyal konversi ke sinyal
kontrol yang dapat menentukan pergerakan quadcopter tersebut. Sinyal ini
dikirim secara teratur melalui WiFi ke quadcopter untuk memperbarui gerakannya,
sementara quadcopter secara bersamaan menangkap citra dalam bentuk video dan
mengirimkannya kembali ke workstation komputer.
Penelitian yang dilakukan oleh Li et al (2014), klasifikasi tutupan lahan
pada metropolitan, Arizona, menggunakan foto udara dengan National
Agriculture Imagery Program (NAIP) ditambah dengan data geographic
information system (GIS) kadaster saja dan pendekatan jaringan hirarkis yang
menyeimbangkan perhitungan waktu dengan akurasi klasifikasi. Segmentasi citra
yang digunakan ada 4, yaitu multi-resolution, multi-threshold, quadtreebased, and
chessboard segmentation.

7
Metode Klasifikasi Non Parametrik Bayes

Bidang estimasi densitas non parametrik telah berkembang dalam
beberapa tahun terakhir dengan berbagai alat-alat baru untuk analisis statistik.
Tujuannya adalah untuk memperkirakan fungsi kepadatan yang mendasari dari
pelatihan data, dan idenya adalah bahwa lebih banyak data dalam suatu daerah,
semakin besar pula fungsi kepadatan.
Klasifikasi Bayes dan pengambilan keputusan didasarkan pada teori
probabilitas dan prinsip pemilihan opsi yang paling mungkin. Penggunaan secara
praktis dari teorema Bayes adalah untuk mengubah probabilitas yang dapat
diperkirakan dari pelatihan menggunakan beberapa set data, selanjutnya
digunakan sebagai metode klasifikasi.
Metode estimasi kepadatan nonparametrik yang paling banyak digunakan
adalah estimasi kernel. Mengingat sampel acak x1 sampai xn independen
terdistribusi secara identik dari probabilitas fungsi kepadatan kontinyu f,
didefinisikan dalam persamaan berikut:

Keterangan:

1
=
�ℎ1 ℎ2… ℎ


=1

=1

Κ




(x) = Dugaan tinggi fungsi peluang pada kelas c untuk fitur x, c = 0, 1, 2, 3
xij
hj
K(t)
d
n
s

= Observasi ke i komponen ke j (j: 0, 1, 2, 3)
= Parameter lebar jendela untuk komponen ke j
= Normal baku (rataan 0 dan simpangan baku 1)
= Dimensi vektor (R, G, B)
= Jumlah observasi
= Standar deviasi komponen ke j

8

METODE
Bahan
Bahan untuk penelitian ini adalah tanaman cabai merah yang terserang
virus gemini milik kelompok tani Liwa dengan luas 5 600 m2, berlokasi di desa
Padang Dalam, Kecamatan Balik Bukit, Kabupaten Lampung Barat, Lampung.

Alat
Peralatan yang digunakan diantaranya:
1. Laptop AMD A8, 4 Core, @ 1.9 Ghz RAM 4GB
2. Multicopter
3. Kamera digital GoPro Hero3 12 MP
Software yang digunakan diantaranya:
1. Visual Basic 6.0 untuk menganalisa citra
2. Photoshop CS 5 untuk pengeditan citra (koreksi distorsi, tuning kualitas warna)
3. MS. Excel untuk mengolah data awal dan pembuatan grafik

Tahapan Penelitian
Penelitian dilakukan dalam dua tahap seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 5, yaitu tahap pengamatan dan pengambilan data tanaman cabai secara
langsung di lapangan dan tahap pengambilan citra lahan cabai dari udara dengan
peralatan kamera yang terpasang pada hexacopter.
 Tahap pengamatan dan pengambilan data tanaman cabai secara langsung di
lapangan
1. Penentuan lokasi sampel pada lahan cabai merah yang terserang virus
Gemini untuk pengamatan dan pengambilan data.
2. Pendefinisian klasifikasi berdasarkan tingkat serangan virus Gemini.
Klasifikasi terbagi dalam 4 (empat) kelas serangan virus, yaitu tanaman
cabai yang seluruh daunnya keriting dan menguning atau terserang virus
akut disebut kelas 0, tanaman cabai yang pucuk daunnya keriting dan bercak
kuning atau terserang virus sedang disebut kelas 1, tanaman cabai yang
pucuk daunnya keriting dan berbintik kuning atau terserang virus ringan
disebut kelas 2, dan tanaman cabai sehat disebut kelas 3.
3. Pengamatan dan pencatatan klasifikasi kelas per tanaman cabai.
4. Hasil pengambilan data dibuat peta berupa angka-angka klasifikasi kelas
yang akan dibandingkan dengan citra lahan cabai dari udara.

9
 Tahap pengambilan citra lahan cabai dari udara dengan peralatan kamera yang
terpasang pada hexacopter
1. Persiapan kamera yang akan dipasang pada hexacopter
2. Pemotretan udara lahan cabai dengan hexacopter dilakukan untuk
pengambilan citra yang akan digunakan sebagai pengolahan citra dalam
program yang sudah dibangun.
3. Hasil pemotretan udara menghasilkan citra yang cembung karena kamera
GoPro Hero3 yang digunakan memiliki lensa cembung, maka perlu
dilakukan edit koreksi distorsi citra.
4. Citra yang telah selesai dikoreksi, selanjutnya di-crop dan dibagi sesuai
jumlah baris dan kolom pada lokasi sampel yang dipilih untuk pengolahan
citra.
5. Pembuatan grid yang menyatakan 1 grid mewakili 1 tanaman dan dianalisis
RGB pada tiap grid menggunakan program pengolah citra.
6. Hasil analisis tersebut diperoleh nilai rata−rata RGB yang tersimpan dalam
bentuk file MS. Excel.
7. Data tersebut diambil 40 sampel sebagai data training metode Bayes dengan
klasifikasi 4 kelas serangan virus.
8. Akurasi training Bayes diharuskan mencapai 100% karena akan digunakan
sebagai akurasi validasi persentase serangan virus pada masing−masing
kelas
9. Semua data rata−rata RGB yang telah diklasifikasi dengan metode Bayes
dibuat peta serangan virus pada tanaman cabai merah
Peta hasil pengamatan di lapangan dibandingkan dengan peta hasil metode
Bayes. Jika peta hasil metode Bayes tidak valid dengan hasil pengamatan
langsung, maka kembali pada training Bayes, sedangkan jika perbandingan
pengamatan langsung dengan hasil metode Bayes telah valid, maka dapat
diketahui besar nilai persentase serangan virus Gemini pada tanaman cabai merah.

10
Metodologi
Mulai

Pengamatan langsung
tanaman cabai merah
yang di lapangan

Pengambilan citra melalui
hexacopter

Pengambilan
data

Edit distorsi citra
Peta hasil pengamatan
di lapangan

Crop gambar

Bagi sesuai jumlah baris
dan kolom

1 grid menyatakan 1
tanaman
Perbandingan hasil
validasi pengamatan
dengan hasil Bayes

Analisis RGB tiap grid

Training Bayes menjadi 4
kelas serangan virus

Peta serangan virus pada
tanaman cabai merah

Valid?

tidak

ya
Persentase serangan

Kesimpulan

Selesai

Gambar 5 Diagram alir tahapan–tahapan penelitian

11

HASIL DAN PEMBAHASAN
Foto Udara
Pemotretan udara dilakukan untuk memotret lahan cabai merah yang
terserang virus Gemini dengan posisi tegak lurus terhadap permukaan bumi.
Pemotretan menggunakan hexacopter yang dilengkapi dengan kamera digital.
Kamera yang digunakan pada penelitian ini adalah kamera GoPro Hero3 Black
Edition 12 MP lensa cembung. Hasil potret lahan cabai merah dengan kamera ini
menghasilkan gambar yang cembung seperti pada Gambar 6.

Gambar 6 Hasil potret foto udara lahan cabai merah
Penentuan ketinggian pemotretan dilakukan dengan cara menghitung
hubungan antara ketinggian kamera dan luas area tangkapan yang dihasilkan.
Tabel 1 Luasan area hasil pemotretan foto udara dari berbagai ketinggian kamera
Ketinggian kamera (m)
Luasan (m2)
Panjang (m)
Lebar (m)
1.60
10.60
5.31
3.98
3.05
28.70
7.17
5.38
4.08
58.02
9.21
6.91
5.02
92.82
11.05
8.29
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa besar luasan area pada citra
berbanding lurus dengan ketinggian kamera karena semakin tinggi kamera, maka
semakin besar luasan area pada citra. Gambar 7 menunjukkan hubungan
ketinggian kamera dan luas tangkapan kamera dalam bentuk grafik garis
berbentuk polinominal ordo 2.

Luas area (m2)

12
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

y = 5.652x2 - 13.24x + 17.16
R² = 0.999

0

1

2

3

4

5

6

Ketinggian kamera (m)
Gambar 7 Grafik hubungan ketinggian kamera dengan luasan area
Hubungan antara ketinggian kamera dan luas tangkapan citra dapat
dinyatakan dalam persamaan polinominal ordo 2 sebagai berikut y = 5.652x2 13.241x + 17.16. Nilai R2 sebesar 0.9997 itu berarti persamaan rumus dari grafik
tersebut dapat digunakan untuk menentukan tinggi kamera terhadap besar luasan
area suatu lahan. Luas tanaman cabai merah yang digunakan untuk penelitian
adalah 432 m2 dengan menggunakan persamaan grafik tersebut diperoleh
ketinggian kamera untuk memotret lahan seluas itu setinggi 9.82 m.

Gambar Pengolahan Citra
Gambar yang digunakan dalam pengolahan citra adalah hasil pemotretan
melalui udara lahan cabai merah yang terinfeksi virus Gemini. Citra hasil
pemotretan perlu diperbaiki karena adanya efek distrosi yang mengakibatkan rasio
panjang dan lebar tidak proposional. Citra tersebut diperbaiki menggunakan
program photoshop CS 5. Pada program tersebut, citra diberikan tuning image
autocolor secara otomastis memperbaiki warna dan difilter dengan lens correction
untuk memperbaiki distorsi pada citra tersebut serta dengan teknik warping.
Spesifikasi pengaturan koreksi seperti pada Gambar 8. Hasil perbaikan citra
ditunjukkan pada Gambar 9.

13

Gambar 8 Spesifikasi penganturan lens correction

Gambar 9 Hasil perbaikan foto dengan Photoshop CS 5

14
Citra yang telah dikoreksi dibagi menjadi beberapa blok untuk dianalisis
dengan program yang dibangun. Pada Gambar 10 menunjukkan sampel potongan
citra yang akan digunakan untuk program pengolah citra.

Gambar 10 Gambar sampel lahan untuk program pengolah citra

Desain Program Pengolah Citra
Pada program tersebut terdapat dua picture box, yaitu picture box 1 dan
picture box 2. Picture box 1 untuk filterisasi citra dan picture box 2 untuk
menampilkan hasil segmentasi Bayes. Tombol lainnya berupa command untuk
membuka gambar, menghapus gambar, filterisasi, pilih ukuran grid, petakan
gambar, keluar program, kotak teks keterangan nilai RGB, kotak teks nilai
persentase serangan virus gemini per kelas, dan kotak teks total serangan virus
gemini. Berikut dibawah ini desain program pengolah citra yang telah dibangun
yang ditunjukkan pada Gambar 11.

Gambar 11 Tampilan desain program pengolah citra visual basic 6.0

15
Filterisasi Citra Program
Filterisasi pada citra diperlukan untuk memisahkan antara objek yang
diinginkan dengan objek yang tidak diinginkan. Pada penelitian ini obyek mulsa
dan tanah dihilangkan dengan cara melakukan filterisasi dengan nilai pembatas
berupa parameter R, G, B, dan GS tertentu agar hanya ada tanaman cabai merah
saja. Proses filterisasi ini memperhatikan nilai RGB dan GS dari mulsa, tanah dan
tanaman cabai (tanaman berdaun hijau dan berdaun kuning). Hasil uji coba
program menunjukkan banyak objek utama (tanaman cabai) yang ikut tereliminasi.
Hal ini disebabkan oleh karena hasil pengamatan terhadap nilai R, G, B, dan GS
tiap−tiap objek memiliki rentang nilai yang saling berpotongan seperti pada Tabel
2.
Tabel 2 Nilai R, G, B dan GS masing−masing objek
Objek
R
G
B
Tanah
59−177
63−161
40−158
Tanaman hijau
43−130
59−158
33−110
Tanaman kuning
117−242
125−230
76−110

GS
54−155
45−132
106−194

Rentang nilai RG tanaman cabai berpotongan dengan rentang nilai RG tanah
seperti ditunjukkan pada Gambar 12 dan rentang nilai GB antara tanah dengan
tanaman cabai saling berimpit seperti ditunjukkan pada Gambar 13.

Gambar 12 Grafik rentang nilai RG tanah (*) dan tanaman cabai (*)

16

Gambar 13 Grafik rentang nilai GB tanah (*) dan tanaman cabai (*)
Oleh karena itu nilai RGB dan GS tidak dapat dipergunakan sebagai
parameter filterisasi sehingga diperlukan parameter lain sebagai nilai penentu
filterisasi. Pada penelitian ini nilai perbandingan G dengan B dan R dengan G
dipilih sebagai nilai pembatas filterisasi karena dengan menggunakan nilai G/B
dan R/G sebagai batas filterisasi program mampu dengan baik membedakan
obyek tanah dengan tanaman cabai dengan baik seperti yang ditunjukkan Gambar
14. Nilai−nilai tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Nilai G dengan B (G/B) dan R dengan G (R/G) masing–masing objek
Objek
Tanah
Tanaman Hijau
Tanaman Kuning

G/B
1.59
>1.99

R/G
>0.85
0.83

17

Gambar 14 Grafik rentang nilai R/G dan G/B pada tanah (*) dan
tanaman cabai (*)
Berdasarkan Tabel 3, menunjukkan bahwa nilai perbandingan G/B dan
R/G dapat dengan lebih baik membedakan antara satu objek dengan objek lainnya
pada citra. Nilai filter untuk mulsa berkisar 1.1≤ G/B