Analisis Nilai Tambah Usaha Pemindangan Ikan (Studi Kasus Di Ud. Cindy Group, Kabupaten Bogor).

ANALISIS NILAI TAMBAH USAHA PEMINDANGAN IKAN
(Studi Kasus di UD. Cindy Group, Kabupaten Bogor)

NOVA FIRDAUS

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Nilai Tambah
Usaha Pemindangan Ikan (Studi Kasus di UD. Cindy Group, Kabupaten Bogor)
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

Nova Firdaus
NIM H34104019

ABSTRAK
NOVA FIRDAUS. Analisis Nilai Tambah Usaha Pemindangan Ikan (Studi Kasus
di UD. Cindy Group, Kabupaten Bogor). Dibimbing oleh DWI RACHMINA.
UD. Cindy Group merupakan unit pengolahan pindang yang berada di
Kabupaten Bogor dan telah melakukan inovasi dalam pengolahan pindang
sehingga menghasilkan pindang higienis. Disamping itu, ada juga kelompok
pengolah ikan pindang yang mengolah pindang biasa di unit pengolahan pindang
tradisional milik UD. Cindy Group. Tujuan pengolahan pindang ikan adalah untuk
memberikan nilai tambah pada bahan baku ikan. Tujuan penelitian ini adalah
mengukur nilai tambah yang diperoleh pada pengolahan pindang biasa dan
pindang higienis dan menganalisis alokasi proporsi nilai tambah yang diperoleh
pada pengolahan pindang biasa dan pindang higienis. Analisis nilai tambah
menggunakan metode Hayami. Hasil yang diperoleh adalah nilai tambah pada

pengolahan pindang higienis lebih besar dibandingkan dengan pengolahan
pindang biasa karena perbedaan pengaruh teknologi yang digunakan. Alokasi
proporsi nilai tambah pada pengolahan pindang higienis hampir 50% untuk
sumbangan input lainnya. Pada pengolahan pindang biasa dan pindang higienis,
distribusi margin untuk keuntungan perusahaan lebih besar dibandingkan dengan
tenaga kerja sehingga kedua usaha tersebut merupakan kegiatan padat modal.
Kata kunci: pengolahan, pindang biasa, pindang higienis, nilai tambah

ABSTRACT
NOVA FIRDAUS. Added Value Analysis of Fish Boiling Business (Case Study
at UD. Cindy Group, Bogor Regency). Supervised by DWI RACHMINA.
UD. Cindy Group is a boiled fish processing unit located in the Bogor
Regency and has been innovated to make boiled fish be an hygienic product. In
addition, there are groups of boiled fish processors who process ordinary boiled
fish in traditional boiled fish processing unit owned UD. Cindy Group. The
purpose of boiled fish processing is to provide added value to the raw materials of
fish. The purpose of study was to measure added value obtained in the processing
og ordinay boiled fish and hygienic boiled fish, analyze the allocation proportion
of the added value obtained in the processing og ordinay boiled fish and hygienic
boiled fish. Analysis of the added value of boiled fish use Hayami Methode. The

result is the value added in the processing of hygienic boiled fish larger than the
ordinary boiled fish due to differences influence the technology used. The
allocation proportion of value added inhygienic boiled fish processing nearly 50
percent for the contribution of other inputs. In the processing of ordinaryand
hygienic boiled fish, distribution of profit margins for the company larger than the
labour force so that the two businesses are the capital activities.
Keywords: processing, ordinary boiled fish, hygienic boiled fish, added value

ANALISIS NILAI TAMBAH USAHA PEMINDANGAN IKAN
(Studi Kasus di UD. Cindy Group, Kabupaten Bogor)

NOVA FIRDAUS

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Karya ilmiah ini merupakan hasil penelitian penulis yang berjudul Analisis Nilai
Tambah Usaha Pemindangan Ikan (Studi Kasus di UD. Cindy Group, Kabupaten
Bogor) sebagai salah satu syarat kelulusan pada Program Alih Jenis Agribisnis
Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian
Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Dwi Rachmina, MSi
sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam
penyelesaian skripsi ini, Dr. Ir. Anna Faruyanti, MS sebagai dosen evaluator, Dr.
Ir. Suharno, A.Adev dan Ir. Narni Farmayanti, M.Sc sebagai dosen penguji yang
telah memberi banyak saran dan masukan untuk penyempurnaan skripsi ini,
Bapak Solihin sebagai pemilik UD. Cindy Group dan jajarannya yang telah
bersedia memberikan informasi dan data yang berkaitan dengan usaha

pemindangan yang dimiliki. Ungkapan terima kasih tidak lupa pula penulis
sampaikan kepada seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya serta
semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberi
dukungan dan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga karya ilmiah ini
dapat bermanfaat.

Bogor, September 2014

Nova Firdaus

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Industri Perikanan
Pemindangan Ikan di Indonesia
Alokasi Proporsi Nilai Tambah
Pengaruh Teknologi Terhadap Nilai Tambah
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Teoritis
Kerangka Operasional
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu
Metode Penentuan Sampel
Jenis dan Sumber Data
Metode Analisis Data
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
Sejarah Perusahaan
Struktur Organisasi
Karakteristik Tenaga Kerja
Penyediaan Bahan Baku
Mesin dan Peralatan
Proses Produksi

Produk Sampingan
Pemasaran Pindang
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Nilai Tambah
Sumbangan Input Lain
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vi
1
1
4
5
6
6
7

7
8
9
10
11
11
14
16
16
17
17
17
19
19
20
21
22
23
24
28

28
29
29
32
39
41
42
48

DAFTAR TABEL
1 Jumlah Unit Pengolahan Ikan Tradisional di Indonesia 2009-2012
2 Jumlah Tenaga Kerja dan Kapasitas Kroduksi Pemindangan Ikan di
Pulau Jawa tahun 2012
3 Jenis-jenis Ikan Pindang di Indonesia
4 Perhitungan Nilai Tambah menurut Metode Hayami
5 Peralatan Pengolahan Pindang UD. Cindy Group
6 Nilai Tambah Pengolahan Pindang Biasa dan Pindang Higienis UD.
Cindy Group tahun 2013
7 Sumbangan Input Lain Pengolahan Pindang Biasa dan Pindang
Higienis UD. Cindy Group tahun 2013


2
3
9
18
23
30
33

DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Nilai Tambah Usaha
Pemindangan Ikan UD Cindy Group
2 Struktur Organisasi UD. Cindy Group
3 Proses Produksi Pindang Tradisional UD. Cindy Group
4 Proses Produksi Pindang Higienis UD. Cindy Group

16
20
25
27


DAFTAR LAMPIRAN
1 Bahan Baku Ikan Tongkol psda Pengolahan Pindang Biasa di UD.
Cindy Group tahun 2013
2 Bahan Baku Ikan Bandeng psda Pengolahan Pindang Biasa di UD.
Cindy Group tahun 2013
3 Penyusutan Peralatan UD. Cindy Group tahun 2013
4 Pengolahan Pindang Biasa di UD. Cindy Group
5 Pengolahan Pindang Higienis di UD. Cindy Group

42
43
44
45
46

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam Undang-Undang Pangan No 18 Tahun 2012 menyebutkan bahwa
salah satu kelompok bahan pangan yang menjadi pangan strategis untuk
menopang ketahanan pangan nasional adalah pangan hewani. Pangan hewani
tersebut salah satunya adalah ikan yang menjadi sumber pangan dengan nilai gizi
tinggi dan berperan penting dalam penyediaan sumber protein hewani untuk
mewujudkan kualitas manusia yang sehat dan cerdas. Keunggulan utama pada
ikan adalah memiliki kandungan asam lemak omega 3 yang baik untuk
perkembangan otak anak dan kesehatan jantung (Agustini et al, 2005). Asam
lemak yang dominan dalam ikan adalah asam linoleat, asam eikosapentainoat
(EPA) dan asam dokosaheksainoat (DHA).
FAO dan WHO menganjurkan peningkatan konsumsi ikan mengingat ikan
memiliki peran penting untuk menunjang kesehatan. Konsumsi ikan masyarakat
Indonesia tahun 2012 mencapai 33.89 kg per kapita (Kementerian Kelautan dan
Perikanan, 2012). Konsumsi ikan Indonesia telah melampaui ketentuan Pola
Pangan Harapan (PPH) untuk konsumsi ikan yaitu minimal 31.40 kg per kapita
per tahun. Namun, jika dibandingkan dengan konsumsi ikan negara-negara lain
seperti Jepang dan Korea Selatan yang masing-masing sebesar 110 dan 85 kg per
kapita per tahun, maka konsumsi ikan Indonesia masih jauh lebih rendah. Dengan
demikian diperlukan upaya untuk terus meningkatkan konsumsi ikan melalui
pemanfaatan potensi perikanan Indonesia yang cukup besar dan belum tergali
secara optimal. Potensi perikanan Indonesia pada tahun 2012 mencapai 15.26 ton
yang terdiri dari produksi perikanan tangkap sebesar 5.81 juta ton dan perikanan
budidaya sebesar 9.45 juta ton (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2012).
Potensi yang besar tersebut merupakan peluang besar bagi Indonesia untuk
dimanfaatkan dalam mendorong peningkatan konsumsi ikan.
Saat ini pemerintah (Kementerian Kelautan dan Perikanan) menjalankan
program nasional melalui Industrialisasi Perikanan untuk mendorong proses
perubahan sistem produksi hulu dan hilir dengan tujuan meningkatkan nilai
tambah, produktivitas, dan skala produksi sumber daya kelautan dan perikanan.
Pemerintah juga mengembangkan dan meningkatkan peran industri perikanan
skala mikro, kecil dan menengah karena sampai saat ini sebagian besar industri
perikanan di Indonesia masih dominan skala menengah ke bawah. Karakteristik
umum industri skala mikro, kecil dan menengah antara lain pengetahuan sumber
daya manusia masih rendah, keterampilan yang diperoleh bersifat turun temurun,
sanitasi dan higiene rendah, keterbatasan sarana dan prasarana, permodalan
terbatas, peralatan yang digunakan sederhana, pemasaran terbatas (Direktorat
Jenderal Perikanan Tangkap, 2001). Namun disamping kelemahan yang ada,
industri skala mikro, kecil dan menengah sangat berpotensi dalam meningkatkan
taraf hidup orang banyak karena mampu menyerap tenaga kerja yang cukup besar.
Ikan sebagai perisable food (makanan mudah rusak) agar dapat dikonsumsi
dalam kondisi yang baik, diperlukan upaya untuk mempertahankan kesegarannya
melalui penerapan sistem rantai dingin (es). Disamping itu, agar ikan dapat
dikonsumsi dalam waktu yang cukup lama dan untuk memberikan nilai tambah

2

pada ikan, maka dilakukan usaha untuk mengawetkan ikan melalui pengolahan
seperti pengeringan/pengasinan, pemindangan, pengasapan dan pengolahan
tradisional lainnya. Pengolahan ikan bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah
pada bahan baku ikan dengan tetap konsisten menjaga mutu dan nutrisi yang
terkandung dalam ikan sehingga konsumen dapat mengkonsumsi produk dengan
aman dan memperoleh manfaat. Jumlah unit pengolahan ikan secara tradisional di
Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Jumlah unit pengolahan ikan tradisional di Indonesia tahun 2009 – 2012
Jumlah (Unit)
Jenis Pengolahan
Laju
2009
2010
2011
2012
Ikan
(%/tahun)
Penggaraman

23 737

23 876

25 205

23 807

0.20

Pemindangan

10 952

10 952

11 091

12 291

4.03

Pengasapan
Peragian/
Fermentasi

7 974

8 056

8 558

8 560

2.43

2 911

2 912

3 008

2 829

-0.87

Pereduksian
Pelumatan
Daging Ikan
Penanganan Ikan
Segar

1 323

1 323

1 364

970

-8.60

349

381

589

1 598

78.36

2 726

2 745

2 862

2 497

-2.60

Lainnya

9 198

9 202

10 161

10 852

5.76

Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam Angka 2009-2012 (diolah)

Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan bahwa jenis pengolahan ikan tradisional
di Indonesia yang terus mengalami perkembangan adalah penggaraman,
pemindangan, pengasapan, pelumatan daging ikan dan pengolahan lainnya. Hal
tersebut ditunjukkan dengan laju pertumbuhan yang positif berkisar antara 0.20%
sampai 78.36%. Perkembangan yang sangat signifikan ditunjukkan oleh
pengolahan berupa pelumatan daging ikan yang jumlahnya terus meningkat dari
tahun ke tahun. Pengolahan tersebut menghasilkan produk antara dan biasa
disebut dengan “surimi”. Jenis pengolahan ikan tersebut berkembang karena
untuk memenuhi tuntutan konsumen saat ini yang cenderung menyukai makanan
yang lebih praktis, cepat saji dan aman dikonsumsi. Oleh karena itu pemerintah
melalui program Industrialisasi Perikanan terus mendorong peningkatan
diversifikasi produk olahan berbasis ikan sehingga dihasilkan produk olahan yang
praktis dan aman dikonsumsi seperti bakso, nugget, sosis, dan lain-lain.
Pemindangan ikan di Indonesia jumlahnya menempati posisi kedua setelah
penggaraman/pengeringan. Jika dilihat dari sisi fisiknya, pindang memiliki
keunggulan yang lebih dibandingkan dengan ikan asin. Ikan pindang mempunyai
citarasa yang lebih lezat dan tidak terlalu asin sehingga dapat dimakan dalam
jumlah yang banyak, termasuk produk yang siap untuk dimakan (ready to eat)
karena telah mengalami pemasakan, semua jenis ikan berbagai ukuran dapat

3

diolah menjadi pindang dan mudah dipasarkan (Winarno, 2002). Berdasarkan
manfaatnya, meskipun pindang sudah berbentuk produk olahan, namun pindang
tetap memiliki nilai gizi yang baik karena mengandung omega 3 yang sangat
berguna untuk kesehatan. Pada pemindangan dengan bahan baku ikan layang
(Decapterus spp) terkandung gizi yang cukup tinggi yaitu protein 27%, lemak
3%, energi 176 kalori, air 60%, mineral 0.26%, serta vitamin B 0.07 mg
(Heruwati, 2002).
Usaha pemindangan ikan telah lama dilakukan oleh masyarakat sebagai
kebutuhan alternatif dalam pemenuhan konsumsi protein hewani. Harganya relatif
murah karena dapat dibeli dalam satuan terkecil yaitu sekitar Rp2 000 per ekor
atau Rp10 000 untuk lima ekor 1 . Dengan harga yang terjangkau, kebutuhan
pangan hewani masyarakat dapat terpenuhi dengan mengkonsumsi pindang
tersebut.
Wilayah potensi pemindangan di Indonesia tersebar di Provinsi Sumatera
Utara, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur,
Banten, Bali dan Nusa Tenggara Barat. Usaha pemindangan ikan secara nasional
melibatkan tenaga kerja sebanyak 65.766 kepala keluarga (KK) dengan kapasitas
produksi 82 207 ton per bulan (APPIKANDO, 2012). Usaha pemindangan
terbesar terdapat di Pulau Jawa dengan penyerapan tenaga kerja dan kebutuhan
bahan baku ikan terbanyak terletak di Provinsi Jawa Barat. Jumlah tenaga kerja
dan kapasitas produksi pindang di Pulau Jawa dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Jumlah tenaga kerja dan kapasitas produksi pemindangan di Pulau Jawa
tahun 2012
Provinsi
Jawa Barat
Jawa Tengah
DIY
Jawa Timur
Banten
Total

Tenaga Kerja
(Orang)
24 108

Kapasitas Produksi
(Ton/Bulan)
30 135

11 694

14 617

384

480

12 834

16 042

2 424

3 030

51 444

64 305

Sumber: Asosiasi Pengusaha Pemindangan Ikan Indonesia, 2012 (diolah)

Usaha pemindangan memiliki prospek yang sangat baik untuk
dikembangkan karena permintaan terhadap kebutuhan bahan baku pindang cukup
tinggi. Di Kabupaten Sukabumi, kebutuhan bahan baku untuk pindang biasa
mencapai 10 ton per hari atau 300 ton per bulan. Kebutuhan tersebut tidak cukup
dipasok perairan Indonesia saja, namun sampai harus melakukan impor 2 .
1

http://www.ciputraentrepreneurship.com/bisnis-mikro/ikan-pindang-bisnis-kecil-yang-untungnyabesar (diakses 12 September 2014)
2
http://bandung.bisnis.com/m/read/20120124/6/135133/sukabumi-impor-bahan-baku-ikan
pindang-300-tonbulan (diakses 12 September 2014)

4

Kebutuhan bahan baku ikan untuk pindang yang tinggi harus ditopang oleh
pasokan bahan baku ikan yang cukup. APPIKANDO (2012) menyebutkan bahwa
kebutuhan bahan baku pindang secara nasional sebesar 98 649 ton per bulan
dengan ketersediaan pasokan bahan baku dari wilayah barat Indonesia 76 434 ton
per bulan (77.48%) sehingga kekurangan pasokan bahan baku pindang sebesar 22
215 ton per bulan (22.52%). Faktor yang berpengaruh terhadap ketersediaan
pasokan bahan baku ikan salah satunya adalah faktor musim yang tidak dapat
diprediksi. Disamping itu perbedaan wilayah produsen ikan menjadi permasalahan
juga karena sentra produksi pindang lebih banyak di wilayah barat Indonesia
sedangkan sentra produsen ikan berada di wilayah timur Indonesia. Upaya untuk
mendatangkan pasokan ikan dari wilayah timur Indonesia tentunya berpengaruh
terhadap nilai bahan baku karena untuk mendapatkan bahan baku tersebut
membutuhkan biaya tambahan terutama karena biaya transportasinya yang cukup
tinggi. Ketika pasokan ikan dari dalam negeri tidak mencukupi, maka dilakukan
impor untuk jenis ikan tertentu seperti salem dan kembung. Hal ini dilakukan
untuk tetap menjaga keberlangsungan produksi pemindangan ikan yang menyerap
tenaga kerja cukup besar.
Secara umum usaha pemindangan yang berkembang di Indonesia memiliki
ciri antara lain pengolahannya yang masih bersifat tradisional biasanya
pengolahannya hanya dilakukan dengan menggunakan atau tanpa menggunakan
garam, teknologi masih sangat sederhana, usaha berskala kecil, penggunaan
peralatan masih terbatas seperti perebusan ikan dalam wadah khusus (besek, naya,
reyeng, dan lain-lain), sanitasi dan higienis masih sangat minim. Pemindangan
dengan karakteristik tersebut memberikan citra kepada masyarakat bahwa produk
yang dihasilkan “kurang bergengsi” atau sering disebut “ikan untuk rakyat
bawah”. Namun karena pindang memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan
karena permintaan masyarakat terhadap pindang yang cukup tinggi, maka
diharapkan ada perbaikan-perbaikan agar produk yang dihasilkan memenuhi
persyaratan mutu dan jaminan keamanan bagi konsumen (Heruwati, 2002).
Semakin berkembangnya usaha pemindangan ikan dan semakin banyak
perlakuan yang diberikan maka diharapkan dapat memberikan nilai tambah yang
semakin besar. Teknologi seperti peralatan, proses produksi, pengemasan dan
peningkatan sumber daya manusia yang diterapkan pada masing-masing usaha
pemindangan akan menghasilkan nilai tambah yang berbeda-beda. Usaha
pemindangan yang berkembang akhir-akhir ini sudah mulai melakukan
peningkatan nilai tambah tidak hanya pada bahan baku ikan saja, namun terhadap
produk pindang itu sendiri. Beberapa usaha pemindangan melakukan inovasi
dengan mengolah pindang biasa menjadi pindang olahan. Dalam pengolahannya
terdapat penggunaan komponen lain seperti penggunaan bumbu masakan dan
teknologi pengemasan sehingga nilai pindang olahan lebih tinggi dibandingkan
dengan pindang biasa. Disamping untuk mendapatkan nilai tambah yang lebih
tinggi dibandingkan dengan pindang biasa, produksi pindang olahan bertujuan
untuk memenuhi permintaan konsumen yang mulai menyukai produk praktis,
cepat saji dan aman dikonsumsi.

5

Perumusan Masalah
Pengolahan memiliki tujuan mengoptimalkan setiap input yang digunakan
untuk menghasilkan output yang diinginkan konsumen sehingga menciptakan
nilai tambah bagi suatu produk dan nilai guna bagi konsumen. Proses pengolahan
dan pengawetan ikan memberikan manfaat yang cukup besar yaitu keragaman
dalam usaha, kesempatan kerja, menghasilkan pendapatan dan sebagai bahan
pangan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Salah satu cara yang
dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah yaitu dengan mengolah ikan menjadi
pindang. Pemindangan ikan dilakukan untuk meningkatkan nilai jual ikan yang
lebih tinggi dan memberi nilai tambah bagi pelaku usaha.
UD.Cindy Group merupakan salah satu usaha pemindangan ikan yang
berlokasi di Parung, Kabupaten Bogor dan melakukan kegiatan pengolahan
pindang dengan menggunakan inovasi dan teknologi sehingga menghasilkan
produk yang disebut pindang “higienis”. Kecenderungan konsumen yang
menginginkan pindang lebih higienis dan aman dikonsumsi, mendorong UD.
Cindy Group untuk menciptakan produk inovasi tersebut. Disamping itu, UD.
Cindy Group juga berkeinginan untuk menaikkan citra pindang yang selama ini
masih dinilai kurang oleh masyarakat sehingga faktor utama yang menjadi
perhatian untuk menghasilkan pindang adalah penerapan aspek sanitasi dan
higiene dengan ditunjang teknologi dan peralatan yang lebih memadai. Produk
yang higienis akan lebih memberikan nilai manfaat pada konsumen dan nilai
tambah bagi pelaku usaha yaitu produk lebih baik karena dalam proses
produksinya ada upaya untuk mengurangi nilai kerusakan pada ikan sehingga
kualitas produk lebih baik, daya awet pindang lebih lama dengan penggunaan
teknologi kemasan dan penyimpanan dan menjaga nutrisi pindang melalui proses
pengolahan yang baik.
Selain UD. Cindy Group yang melakukan kegiatan pengolahan untuk
menghasilkan pindang higienis, terdapat juga kelompok pengolah pindang yang
melakukan kegiatan pengolahan untuk menghasilkan pindang biasa. Kelompokkelompok pengolah pindang tersebut menggunakan unit pengolahan pindang
tradisional milik UD. Cindy Group. Unit pengolahan pindang tradisional tersebut
berada satu lokasi dengan UD. Cindy Group namun terpisah dengan unit
pengolahan pindang higienis. Dalam menjalankan aktivitas pengolahannya,
kelompok pengolah pindang mengelola usahanya sendiri dengan menggunakan
fasilitas unit pengolahan yang ada. Untuk mendapatkan bahan baku dan bahan
tambahan lainnya seperti bahan bakar (kayu), bahan penolong (garam) dan
kemasan (keranjang dan koran), para kelompok pengolah melakukan pembelian
ke UD. Cindy Group karena UD. Cindy Group juga melakukan pengadaan bahan
baku ikan yang ditampung di cold storage dan bahan tambahan lainnya sehingga
memudahkan kelompok pengolah pindang untuk mendapatkan bahan-bahan
tersebut.
Pengolahan pindang biasa dilakukan secara tradisional dengan
menggunakan peralatan yang sangat terbatas dan teknologi yang sederhana.
Kegiatan pengolahan pindang biasa dilakukan secara kontinyu karena untuk
memenuhi permintaan konsumen khususnya di pasar-pasar tradisional. Aspek
sanitasi dan higiene belum menjadi perhatian utama karena sampai saat ini
konsumen masih sebatas ingin memenuhi kebutuhan pindang saja tanpa memberi

6

perhatian lebih terhadap kebersihan dan keamanan untuk mengkonsumsi pindang
biasa.
Kedua usaha pemindangan yang dilakukan di UD. Cindy Group masingmasing melalui proses pengolahan dengan input, tenaga kerja, output dan
teknologi yang berbeda. Perbedaan karakteristik yang terdapat pada pindang biasa
dan pindang higienis menjadi hal yang menarik untuk dianalisis lebih lanjut
sehingga akan diketahui nilai tambah dan alokasi proporsi nilai tambah yang
berbeda pada kedua pengolahan pindang tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang akan dianalisis sebagai
berikut:
1. Berapakah nilai tambah yang diperoleh pada pengolahan pindang biasa dan
pindang higienis?
2. Bagaimana alokasi proporsi nilai tambah pada pengolahan pindang biasa dan
pindang higienis?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian
ini adalah:
1. Mengukur nilai tambah yang diperoleh pada pengolahan pindang biasa dan
pindang higienis.
2. Menganalisis alokasi proporsi nilai tambah yang diperoleh pada pengolahan
pindang biasa dan pindang higienis.

Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Penelitian ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelas Sarjana
Ekonomi pada Program Alih Jenis Agribisnis, Departemen Agribisnis,
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi perusahaan
dalam dalam mengambil keputusan sehingga dapat meningkatkan nilai
tambah bagi pengusaha dan tenaga kerja UD. Cindy Group.
3. Penelitian ini dapat menambah wawasan bagi mahasiswa dan memberi
informasi serta menjadi referensi bagi pihak – pihak yang membutuhkan
khususnya dalam melakukan studi yang berkaitan dengan analisis nilai
tambah usaha pemindangan ikan.

Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini membatasi pada penggunaan jenis input yang
paling dominan digunakan pada pindang biasa dan pindang higienis di UD. Cindy
Group. Pada pindang biasa input yang paling banyak digunakan adalah ikan
tongkol sedangkan pada pindang higienis adalah ikan bandeng. Waktu yang
digunakan adalah produksi periode 1 tahun terakhir (tahun 2013).

7

TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Industri Perikanan
Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan
dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari pra produksi,
produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu
sistem bisnis perikanan (UU Perikanan No. 45 Tahun 2009). Industri Perikanan
merupakan industri yang menggunakan ikan sebagai bahan baku untuk diolah
melalui transformasi dan pengawetan dengan cara melakukan proses perubahan
fisik atau kimiawi, penyimpanan, pengemasan dan distribusi untuk menghasilkan
produk dengan nilai tambah yang lebih tinggi.
Pengolahan ikan merupakan salah satu dari kegiatan perikanan yang
bertujuan untuk mempertahankan ikan dari proses pembusukan sehingga mampu
disimpan dalam waktu lama. Terdapat beberapa cara pengolahan lain, yaitu
pendinginan, pembekuan, pengasapan, penggaraman, pemindangan dan peragian
ikan (Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu
Pengetahuan danTeknologi, 2000).
Industri pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan
kegiatan mengubah barang dasar secara mekanik, kimia atau dengan tangan
sehingga menjadi barang jadi atau barang setengah jadi atau mengubah barang
dari yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya dengan
maksud mendekatkan produk tersebut kepada konsumen akhir (BPS, 2002).
Proses pengolahan berkaitan dengan penerapan teknologi dalam upaya
meningkatkan produksi dan nilai tambah suatu komoditas. Apabila terjadi
peningkatan nilai tambah maka harga komoditas juga akan mengalami
peningkatan. Suatu komoditas yang telah mengalami proses pengolahan dapat
dimanfaatkan sebagai bahan pangan, bahan industri serta bahan pakan
(Krisnamurthi, 2000).
Menurut Nikijuluw (2012), beberapa karakteristik industri perikanan di
Indonesia yang masih didominasi skala Usaha Mikro Kecil dan Menengah
dipandang dari beberapa dimensi antara lain:
1. Modal: kecil, sulit, keluarga, terbatas akses perbankan, rentenir, kredit
pemerintah, program pemerintah, dan lain-lain.
2. Skill: rendah, terbatas, kurang pendidikan, kurang pelatihan, kurang
pengalaman dan kurang jaringan.
3. Akses sumber daya alam: sangat terbatas, hanya pada daerahnya saja.
4. Produk: tidak standar, musiman, rendah mutu, shell-life terbatas, jangkauan
pasar rendah, tidak ada jaminan.
5. Pasar: totally drivent by the market, absolutely price taker, terbatas di sekitar
daerah produsen.
Hubeis (1997) menyatakan bahwa usaha mikro, kecil dan menengah
mempunyai kelebihan dan kekurangan sebagai berikut:
a. Kelebihan:
1) Organisasi internal sederhana terutama pada usaha mikro, kecicl dan
menengah, sedangkan pada usaha menengah cukup terstruktur

8

2) Mampu meningkatkan ekonomi kerakyatan/padat karya dan berpeluang
untuk mengisi pasar ekspor dan mensubstitusi impor
3) Relatif aman bagi perbankan dalam pemberian kredit
4) Bergerak di bidang usaha yang cepat menghasilkan
5) Mampu memperpendek rantai distribusi
6) Fleksibel dalam pengembangan usaha
b. Kekurangan
1) Lemah dalam kewirausahaan dan manajerial
2) Keterbatasan ketersediaan keuangan
3) Ketidakmampuan pemenuhan aspek pasar
4) Keterbatasan pengetahuan produksi dan teknologi
5) Ketidakmampuan informasi
6) Tidak didukung kebijakan dan regulasi memadai
7) Tidak terorganisir dalam jaringan dan kerjasama
8) Sering tidak memenuhi standar

Pemindangan Ikan di Indonesia
Pemindangan ikan adalah teknik/cara pengawetan ikan dengan cara
memasak atau merebus ikan baik dengan/tanpa menggunakan garam selama
jangka waktu tertentu dalam wadah. Tujuan pemindangan untuk
mengawetkan/memperpanjang daya awet ikan yang diproses dengan cara
perebusan menggunakan media air garam sehingga mikroorganisme dapat
dihambat pertumbuhannya (Ditjen P2HP DKP, 2006).
Berdasarkan cara perebusan ikan dalam suasana bergaram maka teknik
penggaraman dibedakan atas 2 kelompok (Badan Penelitian dan Pengembangan
Perikanan, 1980):
1. Pemindangan garam: proses pemindangan ikan dengan cara memberi lapisan
garam kering pada ikan, kemudian disusun berlapis-lapis dalam wadah yang
terbuat dari plat logam, kendil atau paso tanah atau lainnya. Selanjutnya
direbus dalam waktu yang cukup lama (4-6 jam) kemudian cairan perebus
dibuang melalui lubang kecil bagian bawah wadah atau ditiriskan. Pada
lapisan atas ditutup dengan selembar kertas dan diatas permukaan kertas
disebarkan merata lapisan garam.
2. Pemindangan air garam: proses pemindangan dengan cara mencelupkan ikan
dan garam yang telah tersusun dalam wadah tembus air (naya, besek,
keranjang bambu) ke dalam larutan garam mendidih dan direbus dalam waktu
singkat. Setelah perebusan, wadah yang berisi ikan diangkat, disiram dengan
air tawar untuk membersihkan permukaan ikan, selanjutnya ditiriskan dan
didinginkan.
Menurut Wibowo (2000), terdapat kesamaan proses antara perebusan ikan
menggunakan atau tanpa garam sehingga dikembangkan cara baru yang
mengadopsi proses pengalengan yaitu menggunakan pemanasan bertekanan tinggi
sehingga dihasilkan pindang duri lunak. Teknik pemindangan tersebut disebut
presto.

9

Cara pemindangan ikan yang dilakukan secara bervariasi tergantung daerah,
jenis ikan dan kebiasaan pengolah sehingga proses dan mutu pindang yang
dihasilkan sangat beragam. Oleh karena itu pindang dapat diklasifikasikan
berdasarkan proses, wadah yang digunakan, jenis ikan, perlakuan atau bumbu
yang ditambahkan dan daerah asal. Jenis-jenis pindang di Indonesia dapat dilihat
pada tabel 3.
Tabel 3 Jenis-jenis ikan pindang di Indonesia
No
Dasar Pengelompokan
Nama dalam Perdagangan
1
Proses
Pindang cue (perebusan dalam air garam),
pindang garam (pemanasan dengan garam dan
sedikit air), pindang presto (pemindangan
tekanan tinggi, pindang duri lunak)
2
Wadah
Pindang naya (pindang cue dengan wadah
naya), pindang besek (pindang cue dengan
wadah besek), pindang badeng, pindang paso,
pindang kendil
3
Jenis ikan
Pindang bandeng, pindang tongkol, pindang
kembung, pindang lemuru, pindang tawes,
pindang gurame, dan sebagainya
4
Bumbu
Pindang memakai bahan tambahan misal
kunyit
5
Asal
Pindang Pekalongan, Pindang Kudus, Pindang
Tuban, Pindang Muncar, dan sebagainya
Sumber: Wibowo (2000)

Alokasi Proporsi Nilai Tambah
Penelitian yang berkaitan dengan alokasi proporsi nilai tambah dilakukan
oleh Nidya (2007) mengenai analisis nilai tambah ayam bakar (studi kasus di
Rumah Makan Wong Solo Halalan Tayyiban Cabang Depok). Analisis data
menggunakan metode Hayami. Hasil penelitian menunjukkan bahwa besarnya
biaya produksi pengolahan ayam bakar di Rumah Makan Wong Solo sebesar
Rp52 961 612.13 per bulan. Biaya produksi terdiri dari biaya bahan baku
langsung (Rp33 371 000), biaya tenaga kerja langsung (Rp1 770 253) dan biaya
overhead (Rp17 820 359.13). Berdasarkan perubahan volume kegiatan biaya
dibagi menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Total biaya tetap pengolahan ayam
bakar sebesar Rp14 175 505.30 atau 26.77% dari total biaya. Total biaya variabel
pengolahan ayam bakar sebesar Rp18 786 106.83 atau 73.23% dari total biaya.
Komponen biaya yang mendominasi total biaya yaitu biaya bahan baku (63.01%),
biaya tenaga kerja tidak langsung (8.30%) dan biaya bahan penolong (5.58%).
Nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan ayam bakar sebesar Rp14 121.88
per kg bahan baku. Nilai tambah pengolahan ayam bakar terebut merupakan nilai
tambah kotor karena masih mengandung imbalan tenaga kerja. Rasio nilai tambah
merupakan persentase nilai tambah terhadap nilai output yang besarnya 35.13%.
Nilai ini menunjukkan bahwa setiap Rp100 dari nilai output terdapat nilai tambah
sebesar Rp35.13. Nilai tambah disistribusikan terhadap tenaga kerja dan

10

keuntungan rumah makan masing-masing Rp778.13 dan Rp13 343.75 per ekor
bahan baku. Marjin yang diperoleh dari hasil analisis nilai tambah pengolahan
ayam bakar sebesar Rp23 200 per ekor bahan baku. Besarnya marjin akan
didistribusikan terhadap faktor-faktor produksi yang terdiri dari 3.35% untuk
pendapatan tenaga kerja, 39.13% untuk sumbangan input lain dan 57.52% untuk
keuntungan rumah makan. Nilai tersebut berarti setiap Rp100 marjin yang
diperoleh akan didistribusikan Rp3.35 untuk imbalan tenaga kerja, Rp39.13 untuk
sumbangan input lain dan Rp57.52 untuk keuntungan rumah makan. Kecilnya
marjin yang didistribusikan untuk tenaga kerja dibandingkan keuntungan yang
diterima menunjukkan bahwa pengolahan ayam bakar di Rumah Makan Wong
Solo Halalan Tayyiban Cabang Depok merupakan kegiatan padat modal.

Pengaruh Teknologi terhadap Nilai Tambah
Analisis nilai tambah merupakan metode perkiraan sejauh mana bahan baku
yang mendapat perlakuan mengalami perubahan nilai sehingga menimbulkan nilai
tambah yang dipengaruhi oleh teknologi yang digunakan dalam proses
pengolahan. Analisis nilai tambah yang pernah dilakukan pada penelitian
sebelumnya adalah penelitian Andini (2009) mengenai analisis profitabilitas serta
nilai tambah usaha tahu dan tempe (studi kasus di Kecamatan Tegal Gundil dan
Cilendek Timur Kota Bogor). Dalam penelitian ini menggunakan metode Hayami.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot berat tahu yang
dihasilkan per hari adalah 810 kg. Bahan baku yang masuk dalam perhitungan
nilai tambah adalah bahan baku utama yaitu kacang kedelai, dimana setiap hari
usaha tahu mengolah kacang kedelai sebanyak 300 kg. Perbandingan antara bobot
berat tahu dengan jumlah bahan baku dalam satu hari menghasilkan faktor
konversi sebesar 2.7 yang menandakan bahwa setiap kilogram kedelai yang diolah
menghasilkan 2.7 kg tahu. Dalam satu hari seluruh tenaga kerja pada usaha tahu
bekerja selama 50 jam, yang jika dibagi dengan faktor konversi maka diperoleh
hasil perhitungan koefisien tenaga kerja sebesar 0.17. Koefisisen tenaga kerja
yang sebesar 0.17 ini berarti waktu yang dibutuhkan tenaga kerja untuk mengolah
tiap kilogram kedelai agar menjadi tahu adalah 0.17 jam. Harga bahan baku utama
berupa kacang kedelai adalah Rp6 500 per kg, sedangkan untuk sumbangan input
lainnya adalah Rp44 per kg output atau tahu yang dihasilkan. Nilai output tahu
yang diperoleh dari perkalian antara faktor konversi dengan harga output atau tahu
adalah sebesar Rp13 426, menandakan bahwa nilai tahu yang dihasilkan dari tiap
kilogram kedelai adalah sebesar Rp13 426. Nilai tambah yang diperoleh dari
pengolahan kacang kedelai menjadi tahu adalah sebesar Rp6 881 per kg kacang
kedelai, dengan rasio sebesar 51%. Rasio nilai tambah terhadap nilai output yang
sebesar 51% menunjukkan bahwa setiap Rp100 nilai output tahu, akan diperoleh
nilai tambah sebesar Rp51. Keuntungan yang didapat usaha tahu berdasarkan
perhitungan nilai tambah adalah sebesar Rp6 381, dengan bagian keuntungan
yang diperoleh adalah 92%. Ini berarti bahwa distribusi keuntungan nilai tambah
untuk pemilik usaha jauh lebih besar dibandingkan dengan bagian keuntungan
untuk tenaga kerja yaitu sebesar 7% atau Rp500 per hari.
Sementara itu, untuk tempe juga dilakukan analisis nilai tambah.
Berdasarkan perhitungan menggunakan metode Hayami diketahui bahwa bobot

11

tempe yang dihasilkan per hari adalah 868.45 kg, sedangkan jumlah kacang
kedelai yang diolah usaha tempe per harinya adalah 400 kg. Perbandingan antara
bobot berat tahu dengan jumlah bahan baku dalam satu hari menghasilkan faktor
konversi sebesar 2.17, yang menandakan bahwa setiap kilogram kedelai yang
diolah menghasilkan 2.17 kg tempe. Koefisien tenaga kerja sebesar 0.15 yang
berarti bahwa waktu yang dibutuhkan tenaga kerja untuk mengolah tiap kilogram
kedelai agar menjadi tempe adalah 0.15 jam. Upah rata-rata tenaga kerja yang
bekerja pada usaha tempe adalah Rp2 400 per jam, sedangkan harga output atau
tempe per kilogram adalah Rp5 283. Nilai sumbangan input lain pada usaha tempe
ini adalah Rp23 per kg output atau tempe, sedangkan nilai output tempe pada hasil
analisis diperoleh sebesar Rp11 470. Ini menunjukkan bahwa nilai tahu yang
dihasilkan dari tiap kilogram kedelai adalah sebesar Rp11 470. Nilai tambah yang
diperoleh dari pengolahan kacang kedelai menjadi tempe adalah sebesar Rp4 947
per kg kacang kedelai, dengan rasio nilai tambah sebesar 43% yang menunjukkan
bahwa setiap Rp100 nilai output tahu akan diperoleh nilai tambah sebesar Rp43.
Keuntungan yang didapat usaha tempe adalah sebesar Rp4 487, dengan bagian
keuntungan yang diperoleh dari nilai tambah adalah 93%. Ini menunjukkan bahwa
distribusi nilai tambah untuk pemilik usaha adalah 93%, sedangkan bagian
keuntungan untuk tenaga kerja adalah 7%. Berdasarkan itu maka terlihat bahwa
distribusi keuntungan dari nilai tambah untuk pemilik usaha jauh lebih baik,
dibandingkan dengan bagian keuntungan untuk tenaga kerja sebesar Rp360 per
hari.
Besarnya keuntungan yang diperoleh dari pengolahan kedelai yang
dilakukan masing-masing usaha, yaitu sebesar Rp6 381 untuk usaha tahu dan
Rp4 587 untuk usaha tempe. Berdasarkan itu terlihat bahwa usaha tahu
memperoleh keuntungan nilai tambah yang lebih besar walaupun kedelai yang
diolah usaha tempe lebih, karena proses produksi tahu lebih singkat dibandingkan
proses produksi tempe. Ini terjadi karena kedelai yang diolah menjadi tempe harus
melalui beberapa tahapan dalam proses produksinya, yaitu perendaman,
pencucian dan fermentasi, dimana masing-masing tahapan tersebut membutuhkan
waktu satu hari.

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Teoritis
Kerangka teoritis merupakan teori-teori yang digunakan untuk menjawab
tujuan penelitian. Tujuan penelitian ini adalah mengukur nilai tambah dan
menganalisis alokasi proporsi nilai tambah pada pengolahan pindang biasa dan
pindang higienis. Beberapa teori yang berkaitan dengan nilai tambah serta biaya
akan dituangkan dalam kerangka teori ini untuk mendukung pencapaian tujuan
penelitian. Untuk teori yang berkaitan dengan nilai tambah nantinya akan
digunakan teori Hayami et al (1987) sebagai teori yang lebih banyak digunakan
dalam menganalisis nilai tambah dalam kegiatan pengolahan.

12

Konsep Nilai Tambah
Menurut Rahardjo (1986), nilai tambah adalah selisih nilai produk bruto
dengan pengeluaran. Nilai produk bruto yang dimaksud adalah nilai output
ditambah dengan nilai jasa yang diberikan. Total pengeluaran yang dimaksud
meliputi gaji atau upah, bahan baku, bahan bakar dan biaya lainnya.
Menurut Coltrain, Barton dan Boland (2000) dalam Setiawan (2008),
terdapat dua jenis nilai tambah yaitu inovasi dan koordinasi. Kegiatan inovasi
merupakan aktivitas yang memperbaiki proses yang ada, prosedur, produk dan
pelayanan atau menciptakan sesuatu yang baru dengan menggunakan atau
memodifikasi konfigurasi organisasi yang telah ada. Sedangkan koordinasi adalah
harmonisasi fungsi dalam keseluruhan bagian sistem yang merupakan peluang
dalam meningkatkan koordinasi produk, pelayanan informasi dalam proses
produksi untuk menciptakan imbalan yang nyata dan meningkatkan nilai produk
dalam setiap tahap proses produksi. Nilai tambah koordinasi difokuskan pada
hubungan vertikal dan horisontal diantara produsen, pengolahan, perantara,
distributor dan pengecer. Chopra dan Meindl (2003) menyatakan jika dalam
koordinasi produk terjadi kesenjangan koordinasi maka akan menimbulkan
“bullwhip effect” atau fluktuasi dalam pesanan sehingga akan menyebabkan
peningkatan biaya.
Menurut Hayami et al (1987), nilai tambah merupakan pertambahan nilai
suatu komoditas karena adanya input fungsional yang diberlakukan pada
komoditas tersebut. Input fungsional tersebut berupa proses perubahan bentuk
(form utility), pemindahan tempat (place utility), maupun penyimpanan (time
utility). Semakin banyak perubahan yang diperlakukan terhadap komoditas
tertentu maka makin besar nilai tambah yang diperoleh. Nilai tambah dapat
dihitung dengan dua cara yaitu menghitung nilai tambah selama proses
pengolahan dan menghitung nilai tambah selama proses pemasaran.
Konsep nilai tambah menggunakan metode Hayami memperhitungkan nilainilai variabel output, input, harga output, tenaga kerja, hari orang kerja, upah
tenaga kerja, sumbangan input lainnya serta balas jasa dari masing-masing faktor
produksi. Semua variabel digunakan untuk menghitung besarnya nilai tambah.
Tiga komponen pendukung dalam perhitungan nilai tambah adalah faktor
konversi yang menunjukkan banyaknya output yang dihasilkan dari satu satuan
input, faktor koefisien tenaga kerja, menunjukkan banyaknya tenaga kerja yang
diperlukan untuk mengolah satu satuan input dan nilai produk yang menunjukkan
nilai output per satu satuan input.
Input produksi yang memperoleh perlakuan sehingga mengalami perubahan
baik bentuk, tempat dan waktu akan menghasilkan nilai tambah. Dalam
pengolahan teknologi dapat berpengaruh terhadap peningkatan nilai tambah.
Besarnya nilai tambah dalam proses pengolahan diperoleh dari pengurangan biaya
bahan baku dan input lainnya terhadap nilai produk yang dihasilkan (tidak
termasuk tenaga kerja). Nilai tambah merupakan balas jasa bagi tenaga kerja dan
keuntungan bagi pelaku usaha.
Metode Hayami memiliki kelebihan dan kelemahan. Adapun kelebihan dari
metode Hayami ini antara lain:
1. Dapat diketahui besarnya nilai tambah dan output.

13

2. Dapat diketahui besarnya balas jasa terhadap pemilik faktor-faktor produksi,
seperti tenaga kerja, modal, sumbangan input lain, dan keuntungan.
3. Prinsip nilai tambah menurut Hayami dapat digunakan untuk subsistem lain
selain pengolahan, seperti analisis nilai tambah pemasaran.
Sedangkan kelemahan dari metode Hayami antara lain:
1. Pendekatan rata-rata tidak tepat jika diterapkan pada unit usaha yang
menghasilkan banyak produk dari satu jenis bahan baku.
2. Tidak dapat menjelaskan nilai output produk sampingan.
3. Sulit menentukan pembanding yang dapat digunakan untuk mengatakan
apakah balas jasa terhadap pemilik faktor produksi sudah layak atau belum.
Analisis nilai tambah menggunakan metode Hayami menghasilkan
informasi antara lain:
1. Perkiraan nilai tambah (Rp).
2. Rasio nilai tambah terhadap nilai produk yang dihasilkan (%), menunjukkan
persentase nilai tambah dari produk.
3. Balas jasa tenaga kerja (Rp), menunjukkan upah yang diterima tenaga kerja
langsung.
4. Bagian tenaga kerja dari nilai tambah yang dihasilkan (%), menunjukkan
persentase imbalan tenaga kerja dari nilai tambah.
5. Keuntungan pengolahan (Rp), menunjukkah bagian yang diterima pemilik
usaha karena menanggung risiko usaha.
6. Tingkat keuntungan pengolah terhadap nilai input (%), menunjukkan
persentase keuntungan terhadap nilai tambah.
7. Margin pengolahan (Rp), menunjukkan besarnya kontribusi faktor-faktor
produksi selain bahan baku yang digunakan dalam proses produksi.

Konsep Biaya
Biaya sangat mutlak diperlukan dalam suatu kegiatan organisasi, baik yang
bersifat profit oriented maupun non profit oriented. Pada organisasi profit
oriented (perusahaan), informasi biaya digunakan sebagai dasar perhitungan
untung rugi, sedangkan pada organisasi non profit oriented informasi biaya
digunakan untuk menganalisis seberapa besar pengorbanan yang dikeluarkan
untuk menghasilkan output.
Untuk memberikan kemudahan dalam identifikasi, biaya diklasifikasikan
atas dasar tujuan tertentu. Berdasarkan fungsi pokok dalam perusahaan, biaya
diklasifikasikan menjadi tiga (Mulyadi, 1993):
1. Biaya Produksi
Merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi
produk jadi yang siap untuk dijual. Secara garis besar yang termasuk dalam
biaya ini adalah biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung yang terlibat
dalam proses produksi dan biaya overhead pabrik.
2. Biaya Pemasaran
Merupakan biaya-biaya yang terjadi dalam kegiatan pemasaran produk. Biaya
pemasaran terdiri dari biaya promosi, biaya iklan, biaya transportasi dari
gudang perusahaan ke gudang pembeli, gaji karyawan di bagian pemasaran,
biaya pembuatan contoh produk dan lain-lain.

14

3. Biaya Administrasi dan Umum
Merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka mengkoordinasikan
proses produksi. Biaya administrasi dan umum terdiri dari gaji karyawan
bagian keuangan, akuntansi, personalia, dan bagian lainnya yang tidak
berkaitan langsung dengan proses produksi, biaya fotokopi, biaya listrik,
telepon dan lain-lain.
Dalam hubungannya dengan produk, biaya diklasifikasikan menjadi dua
(Mulyadi, 1993):
1. Biaya Langsung (Direct Cost)
Dmerupakan biaya yang terjadi karena adanya sesuatu yang dibiayai. Biaya
produksi langsung terdiri dari biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja
langsung.
2. Biaya Tidak Langsung (Indirect Cost)
Merupakan biaya yang terjadinya tidak hanya disebabkan oleh sesuatu yang
dibiayai. Dalam hubungannya dengan produk, biaya tidak langsung disebut
sebagai biaya produksi tidak langsung atau biaya overhead pabrik (factory
overhead costs).
Sementara itu untuk kepentingan perencanaan, pengendalian biaya dan
pengambilan keputusan, biaya dapat digolongkan berdasarkan pola perilaku.
Perilaku biaya didefinisikan sebagai biaya yang akan bereaksi jika terjadi
perubahan pada tingkat kegiatan usaha. Berdasarkan perilaku biaya dalam
menanggapi perubahan volume kegiatan, biaya diklasifikasikan menjadi empat
(Mulyadi, 1993):
1. Biaya Variabel
Merupakan biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahan
volume kegiatan, sedangkan jumlah biaya per satuan unitnya akan tetap.
Yang termasuk biaya variabel antara lain biaya bahan baku, biaya tenaga
kerja langsung.
2. Biaya Semivariabel
Merupakan biaya yang jumlah totalnya berubah tidak sebanding dengan
perubahan volume kegiatan. Didalam biaya semivariabel ini terkandung biaya
tetap dan biaya variabel.
3. Biaya Semifixed
Merupakan biaya yang jumlah totalnya tetap pada tingkat volume tertentu dan
berubah pada jumlah yang konstan pada volume produksi tertentu.
4. Biaya Tetap
Merupakan biaya yang jumlah totalnya dalam kisaran volume kegiatan
tertentu tetapi jumlah per unit akan mengalami penurunan ketika terjadi
peningkatan volume kegiatan. Yang termasuk biaya tetap seperti gaji direktur
produksi, listrik, telepon, peralatan, penyusutan gedung dan lain-lain.

Kerangka Operasional
Ikan sebagai bahan baku industri pengolahan hasil perikanan karena
termasuk komoditas yang cepat rusak perlu ditangani dengan tepat agar
kualitasnya tetap terjaga. Salah satu caranya adalah dengan melakukan
pengolahan. Pengolahan ikan tradisional yang populer di masyarakat adalah

15

pemindangan. Ikan pindang memiliki nilai jual yang lebih tinggi karena adanya
perlakuan tambahan yang diberikan terhadap input utamanya yaitu ikan. pindang
sendiri dapat ditingkatkan nilai tambahnya dengan memberikan sumbangan input
lainnya dan menerapkan teknologi seperti mengolah pindang higienis.
Analisis nilai tambah dilakukan untuk mengetahui besarnya nilai tambah
dari proses pengolahan ikan menjadi pindang. Analisis nilai tambah pada
penelitian ini menggunakan metode Hayami, dimana berdasarkan analisis yang
dilakukan dapat dibandingkan pengolahan mana yang memiliki nilai tambah lebih
besar selanjutnya akan dianalisis apakah penggunaan teknologi pada pengolahan
pindang yang berbeda akan berpengaruh terhadap peningkatan nilai tambah.
Masing-masing pengolahan pindang baik pindang biasa dan pindang higienis akan
dihitung komponen-komponen utamanya seperti bahan baku, produk/output yang
digunakan, tenaga kerja dan sumbangan input lainnya.
Pada pengolahan pindang biasa, bahan baku yang digunakan adalah ikan
tongkol segar dalam bentuk beku, sedangkan pada pengolahan pindang higienis,
bahan baku yang digunakan adalah ikan bandeng segar dalam bentuk beku.
Produk/output yang dihasilkan pada pengolahan pindang biasa adalah pindang
tongkol, sedangkan pada pengolahan pindang higienis adalah pindang bandeng.
Sumbangan input lain pada pengolahan pindang biasa dan pindang higienis cukup
berbeda dimana jumlah sumbangan input lain pada pindang higienis lebih banyak
dan nilainya lebih besar dibandingkan dengan pindang biasa. Perbedaan tersebut
terletak pada penggunaan kemasan dan bumbu masakan yang berbeda. Pada
pengolahan pindang biasa menggunakan kemasan sederhana berupa keranjang
sedangkan pada pengolahan pindang higienis menggunakan kemasan plastik
berlabel dan kedap udara, disamping itu untuk penciptarasaan pada pengolahan
pindang higienis digunakan tambahan bumbu masakan, sedangkan pada
pengolahan pindang biasa hal tersebut tidak dilakukan.
Dengan melakukan penghitungan pada komponen utama, maka akan
diketahui nilai tambah pada pengolahan pindang biasa dan pindang higienis.
Disamping nilai tambah, informasi lain yang dapat diperoleh adalah rasio nilai
tambah, imbalan dan bagian tenaga kerja, keuntungan, dan balas jasa terhadap
tenaga kerja, sumbangan input lain dan pengusaha. Dengan demikian akan dapat
diketahui pula alokasi proporsi nilai tambah yang diperoleh pada pengolahan
pindang biasa dan pindang higienis. Secara ringkas kerangka pemikiran
operasional dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini:

16

Industri Pengolahan Ikan Pindang
UD Cindy Group

Nilai Tambah dengan
Metode Hayami:
1. Pindang biasa
2. Pindang Higienis
Penggunaan Input:
- Bahan baku/Input
- Tenaga kerja
- Bahan
tambahan/input
lain

-

Harga input
Harga output
Produksi/Output
Teknologi

Proporsi Nilai Tambah:
Pelaku Usaha dan Tenaga Kerja
Gambar 1 Kerangka pemikiran operasional analisis nilai tambah usaha
pemindangan ikan UD. Cindy Group

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada Usaha Pemindangan Ikan UD. Cindy
Group di Kp. Tulang Kuning Desa Waru, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - Agustus 2014 mulai dari tahap
penyusunan proposal, pengumpulan, pengolahan dan analisis data sebagai hasil
penelitian. Pemilihan lokasi penelitian didasari pertimbangan sebagai berikut:
1. Bogor merupakan salah satu sentra produksi pemindangan ikan yang berada
di Jawa Barat.
2. UD.Cindy Group merupakan salah satu unit pemindangan ikan yang
melakukan inovasi untuk meningkatkan nilai tambah pindang dengan
memproduksi pindang higienis.
3. UD. Cindy Group sebagai mitra pemerintah (Kementerian Kelautan dan
Perikanan) yang memiliki komitmen untuk meningkatkan konsumsi ikan
masyarakat melalui produksi pindang yang ber