Kerentanan Strain Ikan Nila Terhadap Infeksi Streptococcus Agalactiae Penyebab Penyakit Streptococcosis
KERENTANAN STRAIN IKAN NILA TERHADAP
INFEKSI Streptococcus agalactiae PENYEBAB PENYAKIT
STREPTOCOCCOSIS
ERRY PURWATI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kerentanan Strain Ikan
Nila Terhadap Infeksi Streptococcus agalactiae Penyebab Penyakit
Streptococcosis adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2015
Erry Purwati
NIM C151120191
RINGKASAN
ERRY PURWATI. Kerentanan Strain Ikan Nila terhadap Infeksi Streptococcus
agalactiae Penyebab Penyakit Streptococcosis. Dibimbing oleh SUKENDA dan
DINAMELLA WAHJUNINGRUM.
Strain ikan nila (Oreochromis niloticus) unggulan hasil pemuliaan telah
banyak dilepas untuk meningkatkan produksi perikanan budidaya di Indonesia.
Namun ada kendala yang dihadapi yaitu kasus kematian ikan akibat penyakit
Streptococcosis yang dikhawatirkan akan menjadi penghambat keberhasilan
budidaya ikan nila. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri Streptococcus
agalactiae. Penanganan yang kurang baik, padat tebar yang tinggi, lingkungan
pemeliharaan yang buruk, manajemen pemberian pakan yang kurang baik
menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan lingkungan dan akhirnya ketahanan
tubuh ikan menjadi menurun sehingga rentan terhadap serangan penyakit.
Bakteri S. agalactiae memiliki kisaran inang (host range) yang luas dan
kemampuan adaptasi lingkungan yang cukup baik. Berdasarkan potensi infeksi S.
agalactiae yang cukup tinggi dan potensial inang yang besar, maka diperlukan
informasi mengenai kerentanan antar strain ikan nila unggulan dan variasi respon
imun antara ikan nila (cichlidae) dan ikan mas (non-cichlidae).
Pertama, melakukan uji kerentanan empat strain ikan nila terhadap infeksi S.
agalactiae NK1. Strain ikan nila yang dipergunakan adalah ikan Nila Srikandi,
ikan Nila Nirwana, ikan Nila BEST dan ikan Nila Sultana. Keempat strain nila
diinfeksi dengan S. agalactiae NK1 pada dosis kepadatan bakteri 103, 104, 105,
106 CFU/ekor dan satu kontrol yang diinjeksi dengan PBS, masing-masing 2 kali
ulangan. Nilai LD50 yang diperoleh berkisar antara 103,20-103,45 CFU/ekor .
Kedua, melakukan analisis parameter imunologis strain ikan nila dan ikan
mas terhadap infeksi S. agalactiae NK1. Dipergunakan ikan Nila Srikandi yang
memiliki nilai LD50 tertinggi dan ikan mas yang mewakili kelompok noncichlidae (sebagai kontrol). Ikan diinfeksi dengan S. agalactiae NK1
menggunakan dosis 103 CFU/ekor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan nila
memperlihatkan perubahan pola renang (berdiam didasar, berenang tidak
beraturan dan berenang berputar), perubahan anatomi makroskopis (pigmentasi,
eksoptalmi, mata keruh, operkulum jernih, hemoragi pada pangkal sirip). Sintasan
ikan Nila Srikandi sebesar 50% dan ikan mas 100% pada 15 hari masa
pemeliharaan. Ikan mas tidak menunjukkan perubahan pola renang dan perubahan
anatomi. Kematian tercepat terjadi pada ikan Nila Srikandi terjadi pada 96 jam
pasca infeksi. Aktivitas lisozim menunjukkan perbedaan yang signifikan antara
ikan Nila Srikandi dan ikan mas. Berdasarkan pengamatan terhadap preparat
histopatologi diketahui bahwa otak ikan Nila Srikandi yang terinfeksi S.
agalactiae mengalami meningoensefalitis, sedangkan pada ikan mas hanya
mengalami meningitis. Streptococcus agalactiae merupakan patogen spesifik
pada ikan nila, hal ini terbukti dengan sintasan ikan mas yang mencapai 100%.
Kata Kunci : Kerentanan, strain nila, Streptococcus agalactiae
SUMMARY
ERRY PURWATI. Susceptibility of tilapia strains against Streptococcus
agalactiae infection causing Streptococcosis. Supervised by SUKENDA and
DINAMELLA WAHJUNINGRUM.
The featured strains of tilapia from selective breeding have been released to
enhance aquaculture production in Indonesia. On the other hand, there is a
problem about mortality cases caused by Streptococcosis disease which suspected
would be the success of tilapia culture obstacle. This disease is caused by
Streptococcus agalactiae infection. The stressful handling, high culture density,
poor environment, poor feeding management cause the occurrence environmental
imbalance and then the fish immunity will decrease, so that it will susceptible to
disease outbreaks.
S. agalactiae has wide host range and good environmental adaptation.
Based on the high infection potency of S. agalactiae and wide host potential, then
the necessary information about the susceptibility of tilapia strains and the
variation of immune responses between tilapia (cichlidae) and common carp (noncichlidae) against S. agalactiae is need to be studied.
The first, there was susceptibility test of four strains of tilapia to S.
agalactiae NK1 infection. The strains of tilapia used in this study were tilapia
Srikandi, Nirwana, BEST and Sultana. These four tilapia strains were infected by
S. agalactiae NK1 at a dose of 103, 104, 105, 106 CFU/fish and a control which
injected by PBS, each treatment got two replication. The LD50 value ranged from
103,20-103,45 CFU/fish.
The second, immunological parameters analysis between the tilapian strain
and carp to S. agalactiae NK1 infection. This study used tilapia Srikandi which
has the highest LD50 value and dan common carp which represented non-cichlidae
group (as the control). The fish were infected by S. agalactiae NK1 used dose of
103 CFU/fish. The results of this study showed that tilapia showed the changes of
swimming pattern (idle in the bottom, swim in irregular ways and whirling), the
macroscopic anatomy changes (pigmentation, exophthalmia, purulens, clear
operculum, hemorrhage at the base of fin), and tilapia also faced loss of appetite.
The survival rate of tilapia Srikandi was 50% and common carp was 100% during
15 days of rearing period. The common carp did not show the swimming pattern,
and anatomy changes. The fastest mortality occurred in tilapia Srikandi that was
96 hours post-infection. Lysozyme activity showed significant differences
between tilapia Srikandi and carp. Based on the histopathological slides
observation noted that tilapia brain which infected by S. agalactiae showed
meningoencephalitis, while in the common carp just showed meningitis.
Streptococcus agalactiae is a specific pathogen in tilapia, it was proven with the
survival rate of common carp that reached 100%.
Key words : Susceptibility, Streptococcus agalactiae, tilapia strain
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KERENTANAN STRAIN IKAN NILA TERHADAP
INFEKSI Streptococcus agalactiae PENYEBAB PENYAKIT
STREPTOCOCCOSIS
ERRY PURWATI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Akuakultur
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Munti Yuhana, SPi MSi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari – Juni 2014 ini
ialah Penyakit Streptococcosis, dengan judul Kerentanan Strain Ikan Nila
Terhadap Infeksi Streptococcus agalactiae Penyebab Penyakit Streptococcosis.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Sukenda, MSc dan Dr
Dinamella Wahjuningrum, SSi MSi selaku pembimbing atas waktu dan
bimbingannya.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Munti Yuhana, SPi MSi selaku
dosen penguji luar komisi pembimbing dan Dr Ir Widanarni, MSi atas saran dan
masukan untuk perbaikan tesis ini.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Kepala Badan Pengembangan
Sumberdaya Manusia Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kepala Badan
Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan, Kepala Pusat
Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan, serta Kepala
Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas
II Cirebon atas izin tugas belajar dan beasiswa yang telah diberikan.
Penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Ranta dari Laboratorium
Kesehatan Ikan Budidaya Perairan IPB, Ibu Sellyn dari Laboratorium Penyakit
Hewan Fakultas Kedokteran Hewan, keluarga besar Pasca AKU 2012, rekanrekan di Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil
Perikanan Kelas II Cirebon, rekan-rekan di Balai Besar Karantina Ikan
Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas II Tanjung Emas
Semarang, Kenidas Lukman Taufik dan keluarga, serta semua pihak yang telah
membantu selama pelaksanaan penelitian.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada suami tercinta Fauzan
Bahri, ananda Muhammad Haidar Bahri, ananda Muhammad Zaydan Bahri,
ananda Almira Athiyya Bahri, ayah Samsiono, ibu Subariningrum, ibu Rubiah,
bibi Samiah serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2015
Erry Purwati
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
1
1
2
2
2
2 TINJAUAN PUSTAKA
Nile tilapia (Oreochromis niloticus)
Penyakit streptococcosis
Bakteri Streptococcus agalactiae
Imunologi ikan
3
3
3
4
4
3 METODE
Materi Uji
Prosedur penelitian
Tahap pertama : uji kerentanan empat strain ikan nila terhadap
infeksi S. agalactiae NK1
Tahap kedua : analisis parameter imunologis strain ikan nila
(cichlidae) dan ikan mas (non-cichlidae) terhadap infeksi
S. agalactiae NK1
Parameter yang diamati
Perubahan pola berenang
Perubahan anatomi organ
Sintasan
Parameter hematologi
Kadar hematokrit
Kadar hemoglobin
Total leukosit
Aktifitas fagositik
Respiratory Burst
Aktifitas lisozim
Histopatologi
Parameter kualitas air
Analisis data
5
5
6
7
8
8
8
8
8
8
9
9
9
9
10
10
10
11
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Uji Konfirmasi Bakteri
Pengujian Postulat Koch
11
11
11
11
6
Uji kerentanan empat strain ikan nila terhadap infeksi
S. agalactiae NK1
Analisis parameter imunologis strain ikan Nila Srikandi
(cichlidae) dan ikan mas (non-cichlidae) terhadap infeksi
S. agalactiae NK1
Perubahan pola renang
Perubahan anatomi organ secara makroskopis
Sintasan
Kematian kumulatif
Parameter hematologi
Kadar hematokrit
Kadar hemoglobin
Total leukosit
Aktifitas fagositik
Respiratory Burst
Aktifitas lisozim
Histopatologi organ otak
Parameter kualitas air
Pembahasan
12
13
13
15
16
16
17
17
17
18
18
19
20
20
22
22
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
26
26
26
DAFTAR PUSTAKA
26
LAMPIRAN
31
RIWAYAT HIDUP
41
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
Hasil pengujian Postulat Koch
Hasil pengujian LD50 terhadap empat strain ikan nila
Perubahan pola renang
Perubahan anatomi organ luar
Data kualitas air media pemeliharaan
12
13
14
15
22
DAFTAR GAMBAR
1 Perubahan pola renang yang terjadi: (A) ikan berenang lemah di
permukaan air/gasping, (B) ikan berenang berulang, berputar dan tidak
beraturan/whirling
2 Perubahan patologi anatomi yang terjadi pada permukaan organ luar
secara makroskopis: (A) pendarahan pada pangkal sirip, mata keruh;
(B) clear operkulum, (C) bentuk tubuh seperti huruf “C”, dan (D) mata
terlepas pasca mengalami eksoptalmi
3 Sintasan pada ikan Nila Srikandi (A) dan ikan mas (B) setelah diinfeksi
dengan S. agalactiae NK1
4 Kematian kumulatif pada ikan Nila Srikandi (
) dan ikan mas (
)
setelah diinfeksi dengan S. agalactiae NK1
5 Persentase hematokrit darah pada ikan Nila Srikandi (A) dan ikan mas
(B) setelah diinfeksi dengan S. agalactiae NK1
6 Persentase hemoglobin darah pada ikan Nila Srikandi (A) dan ikan mas
(B) setelah diinfeksi dengan S. agalactiae NK1
7 Total leukosit darah pada ikan Nila Srikandi (A) dan ikan mas (B)
setelah diinfeksi dengan S. agalactiae NK1
8 Aktifitas fagositik pada ikan Nila Srikandi (A) dan ikan mas (B) setelah
diinfeksi dengan S. agalactiae NK1
9 Respiratory Burst pada ikan Nila Srikandi (A) dan ikan mas (B) setelah
diinfeksi dengan S. agalactiae NK1
10 Aktifitas lisozim pada ikan Nila Srikandi (A) dan ikan mas (B) setelah
diinfeksi dengan S. agalactiae NK1
11 Histopatologi organ otak ikan Nila Srikandi setelah diinfeksi dengan S.
agalactiae NK1
12 Histopatologi organ otak ikan mas setelah diinfeksi dengan S.
agalactiae NK1
14
15
16
16
17
18
18
19
19
20
21
21
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil pengujian isolat bakteri S. agalactiae NK1 dengan metode SNI
7545.3 : 2009
2 Metode Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk pengujian isolat
bakteri S. agalactiae NK1
3 Pembuatan preparat histopatologi
4 Hasil pengujian isolat bakteri S. agalactiae NK1 dengan kit API 20
STREP
5 Hasil konfirmasi awal isolat S. agalactiae NK1 dengan metode PCR
6 Hasil konfirmasi akhir isolat S. agalactiae NK1 dengan metode PCR
7 Perhitungan LD50 dengan metode Reed & Muench (1938)
32
33
35
36
37
38
39
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Berbagai strain ikan nila (Oreochromis niloticus) hasil pemuliaan telah
dilepas di Indonesia dalam rangka lebih memperkaya jenis dan varietas ikan nila
yang beredar di masyarakat guna menunjang peningkatan produksi perikanan
budidaya dan pendapatan serta kesejahteraan pembudidaya ikan. Beberapa
diantaranya adalah ikan Nila Nirwana (nila ras Wanayasa), Nila BEST (Bogor
Enhanched Strain Tilapia), Nila Srikandi (salinity resistent improvement from
Sukamandi) dan Nila Sultana (seleksi unggul Selabintana). Namun upaya
peningkatan produksi ikan nila tersebut masih belum optimal karena adanya
penyakit yang belum dapat diatasi dengan baik. Bakteri patogen Streptococcus
agalactiae menyebabkan penyakit Streptococcosis pada ikan Nila (Hernandez et
al. 2009).
Streptococcus agalactiae merupakan bakteri gram positif yang menjadi
patogen utama pada budidaya ikan nila di Indonesia. Menurut Sheehan et al.
(2009) S. agalactiae yang menyebabkan Streptococcosis pada budidaya ikan nila
terdiri dari dua macam yaitu tipe β-hemolitik dan tipe non hemolitik. Kedua tipe
bakteri ini secara umum menunjukkan gejala klinis yang sama yaitu abnormalitas
pada mata (eksoptalmia dan kekeruhan mata), kehilangan keseimbangan saat
berenang (whirling disease), bentuk badan seperti huruf “C”, nafsu makan
menurun, warna tubuh menjadi lebih gelap, timbulnya bercak merah, asites dan
pada kondisi akut dapat menyebabkan ikan kehilangan cairan pada saluran
pencernaan serta tidak berfungsinya sebagian organ (Hardi, 2011).
Sebagai bakteri yang patogen, S. agalactiae memiliki faktor virulensi untuk
menginfeksi inang. Salah satu faktor virulensinya adalah kandungan toksin yang
merupakan hasil metabolisme atau disebut juga extracellular product (ECP).
Sebagai eksotoksin ECP bersifat imunogenik dengan target biokimia dari toksin
tersebut terletak pada proses intraseluler, komponen membran atau
neurotransmitter. Eksotoksin biasanya disekresikan oleh bakteri hidup selama fase
pertumbuhan eksponensial. Umumnya, strain bakteri yang patogen menghasilkan
toksin yang virulen. Pada penelitiannya, Dwinanti (2011) menyatakan bahwa ECP
bakteri S. agalactiae bersifat toksik pada ikan nila dengan nilai LD50 untuk isolat
3 adalah 633,9 µg/Kg dan isolat 5 adalah 685,4 µg/Kg. Gejala klinis yang
ditimbulkan akibat infeksi ECP pada ikan nila hampir sama dengan gejala klinis
yang ditimbulkan akibat infeksi langsung dari bakteri. Kelainan organ mata,
kehilangan keseimbangan berenang dan penurunan nafsu makan terjadi setelah
injeksi yang dilakukan secara intraperitoneal pada ikan nila.
Dinyatakan oleh Evans et al. (2006) bahwa lebih dari 50 spesies pada 29
famili ikan air tawar, payau dan air laut yang dilaporkan rentan terhadap S.
agalactiae maupun S. iniae, hal ini mengindikasikan luasnya kisaran inang (host
range) dan adaptasi lingkungan dari organisme ini. Pada ikan air tawar, famili
ikan yang terserang antara lain Cichlidae, Centrarchidae, Cyprinidae, Moronidae,
Mugilidae, Plecoglossidae, Salmonidae, Terapontidae dan Ictaluridae.
Evans dan Arias (2009) menyatakan bahwa S. agalactiae yang diisolasi dari
ikan bersifat sangat virulen dan dapat menginfeksi bermacam-macam jenis ikan
2
air tawar dan ikan air laut. Penyakit ini dapat timbul antara lain karena
lingkungan pemeliharaan yang buruk, manajemen pemberian pakan yang kurang
baik sehingga terjadi ketidakseimbangan lingkungan dan akhirnya ketahanan
tubuh ikan menjadi menurun sehingga rentan terhadap serangan penyakit.
Pada perairan umum misalnya waduk, sistem budidaya dilakukan secara
polikultur dan sesuai dengan trophic level misalnya ikan mas dengan ikan nila.
Potensi penyebaran penyakit maupun transmisi penyakit pada polikultur menjadi
sangat tinggi. Hal ini dibuktikan dengan hasil identifikasi pada kegiatan
pemantauan Hama Penyakit Ikan Karantina bahwa telah terdeteksi adanya ikan
mas (Cyprinus carpio) yang terinfeksi S. agalactiae di waduk Saguling. Selain itu
teridentifikasi juga adanya S. agalactiae yang menginfeksi ikan koi (Cyprinus
carpio) di Semarang (BKIPM, 2013).
Berdasarkan potensi infeksi S. agalactiae yang sangat tinggi dan potensial
inang yang cukup besar, maka diperlukan informasi mengenai kerentanan antar
strain ikan nila unggulan dan variasi respon imun antara ikan nila (cichlidae) dan
ikan mas (non-cichlidae). Sehingga informasi tersebut dapat digunakan dalam
upaya pengembangan strain ikan nila untuk budidaya.
Perumusan Masalah
Strain ikan nila unggulan telah banyak dikembangkan di Indonesia, namun
masih ada kendala yang dihadapi berupa ancaman penyakit Streptococcosis yang
menimbulkan kematian dan kerugian yang sangat besar. Adanya indikasi luasnya
kisaran inang penyakit ini dapat berpengaruh terhadap budidaya yang dilakukan
secara polikultur di Indonesia. Sehingga perlu dikaji mengenai kerentanan strain
ikan nila dan
ikan mas (non-cichlidae/non-tilapia) terhadap penyakit
Streptococcosis.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kerentanan strain ikan nila
terhadap infeksi Streptococcus agalactiae, mengetahui variasi respon imun antara
strain ikan nila (cichlidae) dan dibandingkan dengan ikan mas (non-cichlidae)
terhadap infeksi Streptococcus agalactiae
Manfaat Penelitian
Penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai kerentanan
strain ikan nila dan ikan mas yang dibudidayakan secara polikultur terhadap
penyakit Streptococcosis
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
Nile tilapia (Oreochromis niloticus)
Tilapia merupakan ikan air tawar yang termasuk kedalam famili Cichlidae,
berasal dari Afrika dan Timur Tengah (Trewaves 1983). Ikan nila memiliki tubuh
yang pipih ke arah vertikal (compress). Posisi mulutnya terletak diujung hidung
(terminal) dan dapat disembulkan.
Nile tilapia merupakan salah satu spesies ikan yang pertama dibudidayakan
di dunia (Amal dan Zamri-Saad 2011). Tilapia memiliki karakteristik yang baik
untuk budidaya dan telah didomestikasi sehingga ikan ini mendapat julukan
“aquatic chicken”. Tilapia memiliki pertumbuhan yang cepat, daging berwarna
putih, mampu bertahan hidup pada kondisi perairan yang kurang baik, memiliki
kisaran luas pada tipe makanannya, dan mudah berkembang biak tanpa
membutuhkan teknologi pembenihan khusus. Lingkungan ekologis ikan nila
merupakan bentopelagik yang hidup di perairan tawar maupun perairan payau. Di
daerah tropis ikan tilapia tahan pada temperatur 8-42 C.
Pada awalnya ikan nila dianggap lebih tahan terhadap infeksi penyakit
bakteri, parasit, jamur dan virus dibanding spesies ikan budidaya lainnya. Namun
saat ini tilapia dinyatakan rentan terhadap infeksi bakteri dan parasit. Patogen
yang umum menyerang ikan nila diantaranya adalah Streptococcus sp.,
Flavobacterium columnare, Aeromonas hydrophila, Edwardsiella tarda,
Ichthyopthirius multifiliis, Trichodina sp., dan Gyrodactylus niloticus (Klesius et
al. 2008). Merupakan suatu catatan yang penting bahwa infeksi streptococcal
telah menjadi masalah utama pada budidaya ikan nila dan berkontribusi terhadap
kerugian ekonomi yang hebat (Shoemaker dan Klesius, 1997)
Penyakit Streptococcosis
Streptococcosis telah diakui sebagai salah satu penyakit bakterial yang
sangat penting pada budidaya tilapia. Dua spesies Streptococcus, Streptococcus
agalactiae dan Streptococcus iniae secara umum dianggap sebagai agen
terpenting penyakit Streptococcus pada tilapia. Menurut Evans et al. (2006) ikan
yang terinfeksi S. agalactiae menunjukkan tingkah laku yang abnormal seperti
berenang berputar maupun berenang tak tentu arah, berenang menggantung
dengan kepala diatas atau ekor diatas. Infeksi Streptococcal ditandai dengan
bentuk tubuh yang melengkung menyerupai huruf “C”. Kelainan yang terjadi pada
mata antara lain pendarahan pada peri-orbital dan intraocular, kekeruhan dan
eksoptalmi pada infeksi kronis.
Warna kemerahan dan hemoragi seringkali ditemukan pada sistem
integumen dan muskoskeletal, terutama bagian tengkorak seperti di sekitar mulut,
operkulum dan sirip. Warna tubuh yang lebih gelap juga umum ditemukan pada
ikan yang terinfeksi. Perbedaan yang tidak dilaporkan pada infeksi S. iniae namun
ditemukan pada infeksi S. agalactiae adalah penampakan operkulum yang jernih
“ window to the gill/ clear operculum” (Evans et al. 2002a).
4
Bakteri Streptococcus agalactiae
Streptococcus agalactiae merupakan bakteri gram positif, katalase negatif,
berbentuk kokus yang berpasangan maupun berantai. Bersifat non-motil, peka
terhadap vancomycin, bereaksi negatif pada media VP (Voges-Proskauer),
memproduksi asam pada sorbitol, tumbuh pada media cair yang mangandung
NaCl 6,5% (namun beberapa strain menunjukkan pertumbuhan yang lambat). S.
agalactiae ada yang bersifat hemolitik dan non hemolitik (Sheehan et al. 2009).
Sedangkan dalam SNI 7545.3:2009 disebutkan bahwa karakteristik bakteri S.
agalactiae yaitu motilitas negatif, oksidatif-fermentatif positif, katalase negatif,
mampu tumbuh dalam media bile salt 40% dan NaCl 6.5%. Streptococcus agalactiae
tidak mampu menghidrolisis esculin dan D-mannitol sedangkan S. iniae mampu
menghidrolisis gula-gula tersebut.
Imunologi Ikan
Sistem imun dibagi menjadi dua yaitu sistem imun bawaan (non-spesifik)
dan sistem imun adaptif (spesifik). Namun semakin banyak bukti, dari imunologi
ikan maupun mamalia yang menyatakan bahwa imunologi merupakan sistem
kombinasi. Respon imun bawaan umumnya mendahului respon imun adaptif,
mengaktifkan dan menentukan sistem imun adaptif dan bersama-sama
mempertahankan homeostasis (Magnadottir 2005). Komponen penyusun sistem
imun non-spesifik umumnya terbagi menjadi parameter fisik (sisik, mukus pada
permukaan kulit dan insang, jaringan epidermis), seluler (sel-sel fagosit
(granulosit (neutrofil) dan monosit/makrofag; sel-sel sitotoksik non-spesifik),
faktor humoral (transferin, interferon, lisozim). Parameter imun bawaan/nonspesifik seperti fagositik, lisozim dan aktifitas hemolitik spontan, telah digunakan
sebagai indikator pengaruh yang melekat maupun faktor eksternal pada sistem
imun dan resistensi ikan terhadap penyakit. Sistem imun non-spesifik didukung
oleh dua komponen utama yaitu respon seluler dan respon humoral (Irianto 2005).
Respon selular imun non-spesifik meliputi beberapa tipe mekanisme: inflamasi,
fagositosis, fagositosis sebagai penyaji antigen (antigen presenting cells) dan non
specific citotoxic cells. Inflamasi merupakan upaya proteksi reaksi restoratif dari
tubuh sejak ikan berusaha menjaga kondisi kestabilan sistem dari pengaruh
lingkungan yang kurang baik (Tizard 1988). Inflamasi ditandai dengan rasa sakit,
pembengkakan, kulit memerah atau peradangan, suhu tubuh naik atau kehilangan
fungsi-fungsi fisiologis. Hal tersebut merupakan respon protektif awal tubuh
dalam upaya menghalangi patogen dan menghancurkannya (Irianto 2005).
Susunan darah ikan merupakan faktor diagnostik penting, sehingga perubahan
gambaran darah banyak digunakan untuk menilai status kesehatan ikan (Amrullah
2004).
Menurut Saurabh dan Sahoo (2008) lisozim merupakan hidrolase yang
terdistribusi, dan berperan penting dalam sistem pertahanan-biologis. Enzim ini
memiliki antivirus, antibakteri, dan sifat anti-inflamasi. Lisozim pada ikan secara
luas terdistribusi di permukaan tubuh, kulit, insang, saluran usus dan serum
sebagai faktor perlindungan terhadap infeksi bakteri. Lisozim ikan memiliki
5
sebuah potensi aktivitas bakteriosidal atau bakteriolitik tinggi terhadap bakteri
gram-positif dan gram-negatif.
Fagositosis merupakan pertahanan pertama dari respon selular yang
dilakukan oleh monosit (makrofag) dan granulosit (netrofil). Proses fagositosis
meliputi tahap kemotaksis, tahap pelekatan, tahap penelanan dan tahap
pencernaan. Tahap kemotaksis yaitu pergerakan sel fagosit yang terarah dibawah
pengaruh rangsangan kimiawi eksternal (berbagai produk patogen yang
menginfeksi ataupun sel yang rusak akibat infeksi patogen) (Tizard 1988).
3 METODE
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - Juni 2014 di Laboratorium
Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan-Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Penyakit Hewan-Fakultas
Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Materi Uji
Ikan uji yang dipergunakan adalah ikan nila (Oreochromis niloticus) yang
terdiri dari 4 (empat) strain nila yaitu ikan Nila Nirwana (nila ras Wanayasa)
(KEP. 45/MEN/2006, tanggal 4 Desember 2006), ikan Nila BEST (Bogor
Enhanched Strain Tilapia) (KEP. 77/MEN/2009, tanggal 23 Oktober 2009), ikan
Nila
Srikandi
(salinity
resistent
improvement
from
Sukamandi)
(KEP.09/MEN/2012, tanggal 1 Mei 2012 dan ikan Nila Sultana (seleksi unggul
Selabintana) (KEP. 28/MEN/2012, tanggal 7 Juni 2012) serta ikan mas (Cyprinus
carpio) dengan ukuran 14,97±0,816 gr/ekor. Sampel ikan Nila Nirwana dan ikan
Nila Srikandi diperoleh dari Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya
Perikanan Air Tawar-Sukamandi; ikan Nila Sultana dan ikan mas dari Balai Besar
Pengembangan Budidaya Air Tawar-Sukabumi, sedangkan ikan Nila BEST
diperoleh dari Balai Riset Perikanan Air Tawar-Bogor. Sebelum dilakukan
pengujian, ikan diaklimatisasi terlebih dahulu selama 14 hari. Ikan uji yang
dipergunakan adalah ikan yang dalam masa karantina tidak menunjukkan gejala
terinfeksi Streptococcosis (seperti warna tubuh yang menghitam, eksoptalmi,
keruh pada mata dan ikan berenang berputar/whirling) berdasarkan diagnosa dan
pengujian mikrobiologi berdasarkan SNI 7545.3:2009. Pengujian dilakukan
terhadap sampel organ ginjal dan otak (Lampiran 1).
Ikan dipelihara dalam akuarium berukuran 60x40x30 cm3 dengan suhu air
berkisar pada 29±2°C. Ikan diberi makan dua kali sehari secara at satiation
menggunakan pakan komersial dengan kandungan protein kasar 35%. Pergantian
air dilakukan dua hari sekali sebanyak 50% untuk membuang sisa pakan dan sisa
metabolisme tubuh.
Bakteri uji yang digunakan adalah Streptococcus agalactiae isolat NK1
yang diperoleh dari Instalasi Penelitian dan Pengembangan Penyakit Ikan (IP4I),
Depok. Menurut Hardi (2011), bakteri NK1 diisolasi dari otak ikan nila daerah
Klaten dan bersifat non-hemolitik. Dilakukan uji konfirmasi terhadap isolat
6
bakteri yang dipergunakan dengan menggunakan kit API 20 STREP, kemudian
diperkuat dengan uji konfirmasi menggunakan metode Polymerase Chain
Reaction (PCR) yang dilakukan pada awal dan akhir penelitian (Lampiran 2).
Persiapan isolat stok S. agalactiae untuk meningkatkan virulensinya
diawali dengan pasase (menyegarkan kultur) dengan cara menggoreskan isolat
pada media agar Brain Heart Infusion Agar/ BHIA (Merck) sebanyak 2 kali.
Kemudian disiapkan inokulum bakteri dengan cara mengkultur bakteri S.
agalactiae kedalam media cair Brain Heart Infusion Broth/ BHIB (Merck). Satu
ose penuh biakan bakteri dari media agar lalu dikultur dalam 10 ml medium BHIB,
diinkubasi dalam inkubator bergoyang (waterbath shaker) pada 140 rpm, suhu 2930°C selama 24 jam. Kemudian setelah 24 jam, diambil 1 ml biakan media yang
telah dikultur dan dimasukkan kedalam 9 ml medium BHIB. Dilakukan inkubasi
pada inkubator bergoyang (waterbath shaker) pada 140 rpm, suhu 29-30°C
selama 24 jam. Setelah itu bakteri siap untuk dipergunakan.
Pengujian Postulat Koch dilakukan untuk memperoleh bakteri S. agalactiae
NK1 yang paling patogen terhadap ikan uji sehingga siap digunakan untuk uji
tantang. Ikan nila yang dipergunakan pada uji Postulat Koch adalah ikan Nila
BEST. Ikan nila dimasukkan kedalam dua akuarium, yaitu akuarium pertama
untuk ikan nila yang diinjeksi dengan bakteri NK1 dan akuarium kedua digunakan
untuk ikan nila kontrol (diinjeksi dengan PBS steril) dengan padat tebar ikan uji 5
ekor per akuarium. Ikan diamati setiap hari sampai menunjukkan gejala klinis dan
kematian. Kemudian ikan diambil untuk diisolasi bakterinya dari organ ginjal,
mata dan otak. Bakteri diinokulasi dengan metode penggoresan (streak method)
pada media Brain Heart Infusion Agar/ BHIA. Koloni yang tumbuh lalu diamati
morfologi koloni, karakteristik biokimia dan sifat gram, untuk memastikan bakteri
tersebut adalah spesies bakteri patogen yang diinfeksikan pada Postulat Koch.
Kemudian bakteri tersebut digores diatas agar miring dan dilakukan kultur cair
(seperti yang dilakukan diatas) untuk Postulat Koch kembali yang dilakukan
sebanyak 3 kali. Pengulangan ini bertujuan agar diperoleh bakteri yang paling
patogen bagi ikan nila.
Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap yaitu tahap pertama yaitu uji
kerentanan empat strain ikan nila terhadap infeksi S. agalactiae NK1; dan tahap
kedua yaitu analisis parameter imunologis strain ikan nila dan ikan mas (sebagai
pembanding/ kontrol) terhadap infeksi S. agalactiae.
Tahap Pertama : Uji kerentanan empat strain ikan nila terhadap infeksi
S. agalactiae NK1
Pengujian kerentanan strain ikan nila terhadap infeksi S. agalactiae
dilakukan dengan pengujian LD50, untuk mengetahui dosis maksimum yang dapat
menyebabkan kematian 50% sampel ikan uji mengacu kepada penelitian yang
telah dilakukan oleh Aryanto (2011). Pengujian ini dilakukan dengan empat
perlakuan dosis kepadatan bakteri yaitu 103, 104, 105, dan 106 CFU/ekor dan satu
7
kontrol yang diinjeksi dengan PBS, masing-masing 2 kali ulangan. Setiap
perlakuan terdiri dari 10 ekor ikan, yang masing-masing diinjeksi sebanyak 0,1 ml
suspensi bakteri per ekor ikan melalui intra peritoneal. Kemudian ikan dipelihara
selama 15 hari dan diberi makan secara at satiation. Pergantian air dilakukan
setiap dua hari sekali sebanyak 50% sedangkan penyiponan dilakukan setiap hari
sebanyak 10% untuk membuang feses dan sisa makanan yang mengendap di dasar
akuarium. Suhu air selama perlakuan dipertahankan pada kisaran 29±2 C.
Pada pengujian tahap pertama ini, parameter yang diamati adalah mortalitas
dan LD50. Mortalitas dicatat dan dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :
Sedangkan penentuan LD50 dilakukan dengan menggunakan metode Reed &
Muench (1938) :
Keterangan :
A = Kematian diatas 50%
B = Kematian dibawah 50%
Log negatif LD50 = Log negatif konsentrasi diatas 50% + selang proporsi
Tahap kedua : Analisis parameter imunologis strain ikan nila (cichlidae)
dan ikan mas (non-cichlidae) terhadap infeksi S. agalactiae
NK1
Analisis imunologis ini dilakukan untuk melihat respon imun pada ikan nila
(cichlidae) dan imun ikan mas (non-cichlidae)-sebagai pembanding/ kontrol,
terhadap infeksi S. agalactiae NK1. Infeksi dilakukan setelah diperoleh dosis
LD50 pada pengujian tahap pertama. Pengujian infeksi ini bertujuan untuk
mengamati respon imun dan perubahan patologis pada organ otak ikan nila serta
ikan mas.
Disiapkan masing-masing sebanyak 10 ekor ikan dari strain nila yang
memiliki nilai LD50 tertinggi dan ikan mas (non-cichlidae). Setiap ekor ikan
disuntik dengan 0,1 ml suspensi bakteri S. agalactiae NK1 dengan dosis sesuai
dengan dosis LD50 tertinggi. Setelah bakteri diinjeksikan kedalam tubuh ikan
secara intraperitoneal, maka 1 ekor ikan dikorbankan dari setiap kelompok mulai
hari ke 0, 3, 6, 9, 12 dan 15. Kelompok ikan yang dipergunakan untuk
pengamatan sintasan dipelihara dalam akuarium yang berbeda dengan kelompok
ikan yang akan dipergunakan untuk analisis gambaran darah.
8
Parameter yang Diamati
Perubahan pola berenang
Perubahan pola berenang yang diamati mengacu kepada Hardi (2011) yaitu
berupa: perubahan gerakan pada kolom air (berenang di permukaan, melayang
atau di dasar akuarium), perpindahan badan (lemah atau agresif), dan cara
berenang (berulang, berputar dan tidak beraturan). Pengamatan dilakukan
terhadap populasi ikan dalam setiap akuarium yang berjumlah 10 ekor selama 5
menit.
Perubahan anatomi organ
Perubahan yang diamati yaitu pada kondisi mata (kekeruhan dan
eksoptalmi), warna tubuh (ada tidaknya pigmentasi), pendarahan, dan perubahan
warna pada operkulum.
Sintasan
Sintasan atau survival rate (SR) ikan dapat diketahui dari jumlah ikan
pada akhir perlakuan dibagi dengan jumlah ikan awal dan dapat dirumuskan
sebagai berikut :
Keterangan :
SR
: sintasan (%)
Nt
: Jumlah ikan pada akhir pemeliharaan (ekor)
No
: Jumlah ikan pada awal pemeliharaan (ekor)
Parameter Hematologi
Kadar Hematokrit
Hematokrit merupakan persentase volume eritrosit dalam darah ikan. Kadar
hematokrit diukur menurut Anderson dan Siwicki (1995) yaitu dengan
menggunakan tabung mikro hematokrit yang berupa pipa kapiler berlapis heparin.
Pengukuran dilakukan dengan membandingkan bagian darah yang mengendap (a)
dengan seluruh bagian darah yang ada dalam tabung mikrohematokrit (b) kadar
hematokrit dinyatakan sebagai % volume padatan sel darah yang dihitung dengan
cara :
9
Kadar Hemoglobin
Kadar hemoglobin diukur menurut metode Sahli (Wedenmeyer dan
Yasutake, 1977) yaitu dengan menggunakan Sahlinometer. Kadar hemoglobin
dinyatakan dalam g % yang berarti banyaknya hemoglobin dalam gram per 100
ml darah. Hemoglobin merupakan metaloprotein (Protein yang mengandung zat
besi) didalam sel darah merah yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen.
Total Leukosit
Perhitungan total leukosit dilakukan berdasarkan metode Blaxhall dan
Daisley (1973) dengan cara sampel darah dihisap dengan menggunakan pipet
khusus pengukuran leukosit berskala sampai batas 0,5. Selanjutnya darah tersebut
dicampur dengan larutan Turk’s sampai skala 11. Campuran tersebut
dihomogenkan selama kurang lebih 3 menit. Tetesan pertama yang ada di pipet
dibuang terlebih dahulu, berikutnya diteteskan kedalam hemasitometer dan
ditutup dengan kaca penutup. Perhitungan jumlah leukosit dilakukan pada 5 kotak
besar hemasitometer.
Jumlah leukosit = jumlah sel leukosit terhitung x 50 sel/mm3
Aktifitas Fagositik
Perhitungan aktifitas fagositik mengacu kepada metode Anderson dan
Siwicki (1995). Sampel darah diambil sebanyak 50 µl lalu diasukkan kedalam
microplate dan ditambahkan 50 µl bakteri Staphylococcus aureus 107 CFU/ml.
Sebelumnya dilakukan pencucian bakteri dari media sebanyak satu kali.
Kemudian diinkubasi selama 20 menit dalam inkubator suhu ruang. Kemudian
sebanyak 10 µl campuran tersebut dibuat preparat ulas dan dikeringanginkan.
Selanjutnya difiksasi dan direndam dalam larutan giemsa selama 15 menit, lalu
dibilas dengan air mengalir dan dikeringanginkan. Pengamatan aktifitas fagositik
dilakukan dibawah mikroskop dengan perbesaran 400x. Aktifitas fagositik
dihitung menggunakan rumus :
Aktifitas fagositik =
Respiratory Burst
Aktifitas respiratory burst dilakukan dengan nitroblue tetrazolium (NBT)
assay mengacu kepada metode Secomb (1990), yang dimodifikasi oleh Stasiack
dan Bauman (1996) dalam Singh (2012). Sampel darah diambil dari ikan, melalui
vena caudal. Kemudian darah dimasukkan ditempatkan kedalam sumuran
mikrotiter berbentuk “U” sebanyak 50 µl. Darah diinkubasi pada suhu 37°C
selama 1 jam agar terjadi “adhesi” sel. Kemudian supernatan dibuang dan
sumuran dicuci dengan PBS sebanyak 3 kali, lalu ditambahkan 50 µl 0,2% NBT,
dan diinkubasi selama 1 jam. Pelekatan sel kemudian dikuatkan dengan 100 µl
methanol 100% selama 2-3 menit dan dicuci 3 kali dengan 30% methanol, lalu
10
dikeringanginkan. Setelah itu ditambahkan 60 µl 2N pottasium hydroxide dan 70
µl dimethyl sulphoxide kedalam masing-masing sumuran. Pembacaan Optical
Density (OD) dilakukan dengan alat Microplate Reader (Benchmark, BIO-RAD)
pada panjang gelombang 540 nm.
Aktifitas Lisozim
Pengukuran lisozim dilakukan dengan metode Ellis (1990) yang
dimodifikasi oleh Sahoo et al. (2005). Plasma sebanyak 10 µl ditambahkan
suspensi cair Micrococcus lysodeicticus (Sigma) sebanyak 190 µl (0,2 mg/ml
dalam 0,05 M NaH2PO4 pada 25°C). Kemudian dilakukan dua kali pembacaan
adsorpsi pada panjang gelombang 540 nm di spektrofotometer setelah 30 detik
pencampuran dan 30 menit pencampuran. Secara matematis aktifitas lisozim
dapat dirumuskan sebagai berikut :
Aktifitas lisozim (UI/ml/menit) = [(OD30s - OD30m) x1000] x(1/(t x p))
Keterangan :
1000
t
p
OD 30s
OD 30m
= Konversi hasil absorbansi (OD) menjadi unit internasional (UI)
= waktu (menit)
= jumlah plasma (ml)
= pembacaan densitas optikal detik ke – 30
= pembacaan densitas optikal menit ke – 30
Histopatologi
Perubahan histopatologi organ internal yang diamati yaitu pada
hepatopankreas, ginjal dan otak. Pengambilan ikan untuk pengamatan dilakukan
secara acak dan diutamakan ikan yang akan mati atau memperlihatkan gejala
klinis sakit. Setelah dinekropsi, otak ikan dimasukkan kedalam larutan Neutral
Buffer Formalin (BNF) 10%. Setelah difiksasi kemudian dibuat preparat
histopatologi dan diwarnai dengan Hematoksilin-Eosin. Setelah itu dilakukan
pengamatan preparat dibawah mikroskop dengan perbesaran 200-400 kali.
Metode selengkapnya diuraikan pada Lampiran 3.
Parameter Kualitas Air
Parameter kualitas air yang diamati pada penelitian ini adalah suhu, pH,
amoniak dan kadar oksigen terlarut (DO). Pengukuran kualitas air dilakukan pada
awal, pertengahan dan akhir penelitian.
11
Analisis Data
Analisis untuk data sintasan, parameter hematologi (kadar hematokrit, kadar
hemoglobin, total leukosit), Respiratory Burst, aktifitas lisozim dan aktifitas
fagositosis dilakukan dengan analisis varian (ANOVA), jika ditemukan berbeda
nyata (p
INFEKSI Streptococcus agalactiae PENYEBAB PENYAKIT
STREPTOCOCCOSIS
ERRY PURWATI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kerentanan Strain Ikan
Nila Terhadap Infeksi Streptococcus agalactiae Penyebab Penyakit
Streptococcosis adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2015
Erry Purwati
NIM C151120191
RINGKASAN
ERRY PURWATI. Kerentanan Strain Ikan Nila terhadap Infeksi Streptococcus
agalactiae Penyebab Penyakit Streptococcosis. Dibimbing oleh SUKENDA dan
DINAMELLA WAHJUNINGRUM.
Strain ikan nila (Oreochromis niloticus) unggulan hasil pemuliaan telah
banyak dilepas untuk meningkatkan produksi perikanan budidaya di Indonesia.
Namun ada kendala yang dihadapi yaitu kasus kematian ikan akibat penyakit
Streptococcosis yang dikhawatirkan akan menjadi penghambat keberhasilan
budidaya ikan nila. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri Streptococcus
agalactiae. Penanganan yang kurang baik, padat tebar yang tinggi, lingkungan
pemeliharaan yang buruk, manajemen pemberian pakan yang kurang baik
menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan lingkungan dan akhirnya ketahanan
tubuh ikan menjadi menurun sehingga rentan terhadap serangan penyakit.
Bakteri S. agalactiae memiliki kisaran inang (host range) yang luas dan
kemampuan adaptasi lingkungan yang cukup baik. Berdasarkan potensi infeksi S.
agalactiae yang cukup tinggi dan potensial inang yang besar, maka diperlukan
informasi mengenai kerentanan antar strain ikan nila unggulan dan variasi respon
imun antara ikan nila (cichlidae) dan ikan mas (non-cichlidae).
Pertama, melakukan uji kerentanan empat strain ikan nila terhadap infeksi S.
agalactiae NK1. Strain ikan nila yang dipergunakan adalah ikan Nila Srikandi,
ikan Nila Nirwana, ikan Nila BEST dan ikan Nila Sultana. Keempat strain nila
diinfeksi dengan S. agalactiae NK1 pada dosis kepadatan bakteri 103, 104, 105,
106 CFU/ekor dan satu kontrol yang diinjeksi dengan PBS, masing-masing 2 kali
ulangan. Nilai LD50 yang diperoleh berkisar antara 103,20-103,45 CFU/ekor .
Kedua, melakukan analisis parameter imunologis strain ikan nila dan ikan
mas terhadap infeksi S. agalactiae NK1. Dipergunakan ikan Nila Srikandi yang
memiliki nilai LD50 tertinggi dan ikan mas yang mewakili kelompok noncichlidae (sebagai kontrol). Ikan diinfeksi dengan S. agalactiae NK1
menggunakan dosis 103 CFU/ekor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan nila
memperlihatkan perubahan pola renang (berdiam didasar, berenang tidak
beraturan dan berenang berputar), perubahan anatomi makroskopis (pigmentasi,
eksoptalmi, mata keruh, operkulum jernih, hemoragi pada pangkal sirip). Sintasan
ikan Nila Srikandi sebesar 50% dan ikan mas 100% pada 15 hari masa
pemeliharaan. Ikan mas tidak menunjukkan perubahan pola renang dan perubahan
anatomi. Kematian tercepat terjadi pada ikan Nila Srikandi terjadi pada 96 jam
pasca infeksi. Aktivitas lisozim menunjukkan perbedaan yang signifikan antara
ikan Nila Srikandi dan ikan mas. Berdasarkan pengamatan terhadap preparat
histopatologi diketahui bahwa otak ikan Nila Srikandi yang terinfeksi S.
agalactiae mengalami meningoensefalitis, sedangkan pada ikan mas hanya
mengalami meningitis. Streptococcus agalactiae merupakan patogen spesifik
pada ikan nila, hal ini terbukti dengan sintasan ikan mas yang mencapai 100%.
Kata Kunci : Kerentanan, strain nila, Streptococcus agalactiae
SUMMARY
ERRY PURWATI. Susceptibility of tilapia strains against Streptococcus
agalactiae infection causing Streptococcosis. Supervised by SUKENDA and
DINAMELLA WAHJUNINGRUM.
The featured strains of tilapia from selective breeding have been released to
enhance aquaculture production in Indonesia. On the other hand, there is a
problem about mortality cases caused by Streptococcosis disease which suspected
would be the success of tilapia culture obstacle. This disease is caused by
Streptococcus agalactiae infection. The stressful handling, high culture density,
poor environment, poor feeding management cause the occurrence environmental
imbalance and then the fish immunity will decrease, so that it will susceptible to
disease outbreaks.
S. agalactiae has wide host range and good environmental adaptation.
Based on the high infection potency of S. agalactiae and wide host potential, then
the necessary information about the susceptibility of tilapia strains and the
variation of immune responses between tilapia (cichlidae) and common carp (noncichlidae) against S. agalactiae is need to be studied.
The first, there was susceptibility test of four strains of tilapia to S.
agalactiae NK1 infection. The strains of tilapia used in this study were tilapia
Srikandi, Nirwana, BEST and Sultana. These four tilapia strains were infected by
S. agalactiae NK1 at a dose of 103, 104, 105, 106 CFU/fish and a control which
injected by PBS, each treatment got two replication. The LD50 value ranged from
103,20-103,45 CFU/fish.
The second, immunological parameters analysis between the tilapian strain
and carp to S. agalactiae NK1 infection. This study used tilapia Srikandi which
has the highest LD50 value and dan common carp which represented non-cichlidae
group (as the control). The fish were infected by S. agalactiae NK1 used dose of
103 CFU/fish. The results of this study showed that tilapia showed the changes of
swimming pattern (idle in the bottom, swim in irregular ways and whirling), the
macroscopic anatomy changes (pigmentation, exophthalmia, purulens, clear
operculum, hemorrhage at the base of fin), and tilapia also faced loss of appetite.
The survival rate of tilapia Srikandi was 50% and common carp was 100% during
15 days of rearing period. The common carp did not show the swimming pattern,
and anatomy changes. The fastest mortality occurred in tilapia Srikandi that was
96 hours post-infection. Lysozyme activity showed significant differences
between tilapia Srikandi and carp. Based on the histopathological slides
observation noted that tilapia brain which infected by S. agalactiae showed
meningoencephalitis, while in the common carp just showed meningitis.
Streptococcus agalactiae is a specific pathogen in tilapia, it was proven with the
survival rate of common carp that reached 100%.
Key words : Susceptibility, Streptococcus agalactiae, tilapia strain
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KERENTANAN STRAIN IKAN NILA TERHADAP
INFEKSI Streptococcus agalactiae PENYEBAB PENYAKIT
STREPTOCOCCOSIS
ERRY PURWATI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Akuakultur
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Munti Yuhana, SPi MSi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari – Juni 2014 ini
ialah Penyakit Streptococcosis, dengan judul Kerentanan Strain Ikan Nila
Terhadap Infeksi Streptococcus agalactiae Penyebab Penyakit Streptococcosis.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Sukenda, MSc dan Dr
Dinamella Wahjuningrum, SSi MSi selaku pembimbing atas waktu dan
bimbingannya.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Munti Yuhana, SPi MSi selaku
dosen penguji luar komisi pembimbing dan Dr Ir Widanarni, MSi atas saran dan
masukan untuk perbaikan tesis ini.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Kepala Badan Pengembangan
Sumberdaya Manusia Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kepala Badan
Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan, Kepala Pusat
Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan, serta Kepala
Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas
II Cirebon atas izin tugas belajar dan beasiswa yang telah diberikan.
Penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Ranta dari Laboratorium
Kesehatan Ikan Budidaya Perairan IPB, Ibu Sellyn dari Laboratorium Penyakit
Hewan Fakultas Kedokteran Hewan, keluarga besar Pasca AKU 2012, rekanrekan di Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil
Perikanan Kelas II Cirebon, rekan-rekan di Balai Besar Karantina Ikan
Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas II Tanjung Emas
Semarang, Kenidas Lukman Taufik dan keluarga, serta semua pihak yang telah
membantu selama pelaksanaan penelitian.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada suami tercinta Fauzan
Bahri, ananda Muhammad Haidar Bahri, ananda Muhammad Zaydan Bahri,
ananda Almira Athiyya Bahri, ayah Samsiono, ibu Subariningrum, ibu Rubiah,
bibi Samiah serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2015
Erry Purwati
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
1
1
2
2
2
2 TINJAUAN PUSTAKA
Nile tilapia (Oreochromis niloticus)
Penyakit streptococcosis
Bakteri Streptococcus agalactiae
Imunologi ikan
3
3
3
4
4
3 METODE
Materi Uji
Prosedur penelitian
Tahap pertama : uji kerentanan empat strain ikan nila terhadap
infeksi S. agalactiae NK1
Tahap kedua : analisis parameter imunologis strain ikan nila
(cichlidae) dan ikan mas (non-cichlidae) terhadap infeksi
S. agalactiae NK1
Parameter yang diamati
Perubahan pola berenang
Perubahan anatomi organ
Sintasan
Parameter hematologi
Kadar hematokrit
Kadar hemoglobin
Total leukosit
Aktifitas fagositik
Respiratory Burst
Aktifitas lisozim
Histopatologi
Parameter kualitas air
Analisis data
5
5
6
7
8
8
8
8
8
8
9
9
9
9
10
10
10
11
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Uji Konfirmasi Bakteri
Pengujian Postulat Koch
11
11
11
11
6
Uji kerentanan empat strain ikan nila terhadap infeksi
S. agalactiae NK1
Analisis parameter imunologis strain ikan Nila Srikandi
(cichlidae) dan ikan mas (non-cichlidae) terhadap infeksi
S. agalactiae NK1
Perubahan pola renang
Perubahan anatomi organ secara makroskopis
Sintasan
Kematian kumulatif
Parameter hematologi
Kadar hematokrit
Kadar hemoglobin
Total leukosit
Aktifitas fagositik
Respiratory Burst
Aktifitas lisozim
Histopatologi organ otak
Parameter kualitas air
Pembahasan
12
13
13
15
16
16
17
17
17
18
18
19
20
20
22
22
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
26
26
26
DAFTAR PUSTAKA
26
LAMPIRAN
31
RIWAYAT HIDUP
41
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
Hasil pengujian Postulat Koch
Hasil pengujian LD50 terhadap empat strain ikan nila
Perubahan pola renang
Perubahan anatomi organ luar
Data kualitas air media pemeliharaan
12
13
14
15
22
DAFTAR GAMBAR
1 Perubahan pola renang yang terjadi: (A) ikan berenang lemah di
permukaan air/gasping, (B) ikan berenang berulang, berputar dan tidak
beraturan/whirling
2 Perubahan patologi anatomi yang terjadi pada permukaan organ luar
secara makroskopis: (A) pendarahan pada pangkal sirip, mata keruh;
(B) clear operkulum, (C) bentuk tubuh seperti huruf “C”, dan (D) mata
terlepas pasca mengalami eksoptalmi
3 Sintasan pada ikan Nila Srikandi (A) dan ikan mas (B) setelah diinfeksi
dengan S. agalactiae NK1
4 Kematian kumulatif pada ikan Nila Srikandi (
) dan ikan mas (
)
setelah diinfeksi dengan S. agalactiae NK1
5 Persentase hematokrit darah pada ikan Nila Srikandi (A) dan ikan mas
(B) setelah diinfeksi dengan S. agalactiae NK1
6 Persentase hemoglobin darah pada ikan Nila Srikandi (A) dan ikan mas
(B) setelah diinfeksi dengan S. agalactiae NK1
7 Total leukosit darah pada ikan Nila Srikandi (A) dan ikan mas (B)
setelah diinfeksi dengan S. agalactiae NK1
8 Aktifitas fagositik pada ikan Nila Srikandi (A) dan ikan mas (B) setelah
diinfeksi dengan S. agalactiae NK1
9 Respiratory Burst pada ikan Nila Srikandi (A) dan ikan mas (B) setelah
diinfeksi dengan S. agalactiae NK1
10 Aktifitas lisozim pada ikan Nila Srikandi (A) dan ikan mas (B) setelah
diinfeksi dengan S. agalactiae NK1
11 Histopatologi organ otak ikan Nila Srikandi setelah diinfeksi dengan S.
agalactiae NK1
12 Histopatologi organ otak ikan mas setelah diinfeksi dengan S.
agalactiae NK1
14
15
16
16
17
18
18
19
19
20
21
21
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil pengujian isolat bakteri S. agalactiae NK1 dengan metode SNI
7545.3 : 2009
2 Metode Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk pengujian isolat
bakteri S. agalactiae NK1
3 Pembuatan preparat histopatologi
4 Hasil pengujian isolat bakteri S. agalactiae NK1 dengan kit API 20
STREP
5 Hasil konfirmasi awal isolat S. agalactiae NK1 dengan metode PCR
6 Hasil konfirmasi akhir isolat S. agalactiae NK1 dengan metode PCR
7 Perhitungan LD50 dengan metode Reed & Muench (1938)
32
33
35
36
37
38
39
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Berbagai strain ikan nila (Oreochromis niloticus) hasil pemuliaan telah
dilepas di Indonesia dalam rangka lebih memperkaya jenis dan varietas ikan nila
yang beredar di masyarakat guna menunjang peningkatan produksi perikanan
budidaya dan pendapatan serta kesejahteraan pembudidaya ikan. Beberapa
diantaranya adalah ikan Nila Nirwana (nila ras Wanayasa), Nila BEST (Bogor
Enhanched Strain Tilapia), Nila Srikandi (salinity resistent improvement from
Sukamandi) dan Nila Sultana (seleksi unggul Selabintana). Namun upaya
peningkatan produksi ikan nila tersebut masih belum optimal karena adanya
penyakit yang belum dapat diatasi dengan baik. Bakteri patogen Streptococcus
agalactiae menyebabkan penyakit Streptococcosis pada ikan Nila (Hernandez et
al. 2009).
Streptococcus agalactiae merupakan bakteri gram positif yang menjadi
patogen utama pada budidaya ikan nila di Indonesia. Menurut Sheehan et al.
(2009) S. agalactiae yang menyebabkan Streptococcosis pada budidaya ikan nila
terdiri dari dua macam yaitu tipe β-hemolitik dan tipe non hemolitik. Kedua tipe
bakteri ini secara umum menunjukkan gejala klinis yang sama yaitu abnormalitas
pada mata (eksoptalmia dan kekeruhan mata), kehilangan keseimbangan saat
berenang (whirling disease), bentuk badan seperti huruf “C”, nafsu makan
menurun, warna tubuh menjadi lebih gelap, timbulnya bercak merah, asites dan
pada kondisi akut dapat menyebabkan ikan kehilangan cairan pada saluran
pencernaan serta tidak berfungsinya sebagian organ (Hardi, 2011).
Sebagai bakteri yang patogen, S. agalactiae memiliki faktor virulensi untuk
menginfeksi inang. Salah satu faktor virulensinya adalah kandungan toksin yang
merupakan hasil metabolisme atau disebut juga extracellular product (ECP).
Sebagai eksotoksin ECP bersifat imunogenik dengan target biokimia dari toksin
tersebut terletak pada proses intraseluler, komponen membran atau
neurotransmitter. Eksotoksin biasanya disekresikan oleh bakteri hidup selama fase
pertumbuhan eksponensial. Umumnya, strain bakteri yang patogen menghasilkan
toksin yang virulen. Pada penelitiannya, Dwinanti (2011) menyatakan bahwa ECP
bakteri S. agalactiae bersifat toksik pada ikan nila dengan nilai LD50 untuk isolat
3 adalah 633,9 µg/Kg dan isolat 5 adalah 685,4 µg/Kg. Gejala klinis yang
ditimbulkan akibat infeksi ECP pada ikan nila hampir sama dengan gejala klinis
yang ditimbulkan akibat infeksi langsung dari bakteri. Kelainan organ mata,
kehilangan keseimbangan berenang dan penurunan nafsu makan terjadi setelah
injeksi yang dilakukan secara intraperitoneal pada ikan nila.
Dinyatakan oleh Evans et al. (2006) bahwa lebih dari 50 spesies pada 29
famili ikan air tawar, payau dan air laut yang dilaporkan rentan terhadap S.
agalactiae maupun S. iniae, hal ini mengindikasikan luasnya kisaran inang (host
range) dan adaptasi lingkungan dari organisme ini. Pada ikan air tawar, famili
ikan yang terserang antara lain Cichlidae, Centrarchidae, Cyprinidae, Moronidae,
Mugilidae, Plecoglossidae, Salmonidae, Terapontidae dan Ictaluridae.
Evans dan Arias (2009) menyatakan bahwa S. agalactiae yang diisolasi dari
ikan bersifat sangat virulen dan dapat menginfeksi bermacam-macam jenis ikan
2
air tawar dan ikan air laut. Penyakit ini dapat timbul antara lain karena
lingkungan pemeliharaan yang buruk, manajemen pemberian pakan yang kurang
baik sehingga terjadi ketidakseimbangan lingkungan dan akhirnya ketahanan
tubuh ikan menjadi menurun sehingga rentan terhadap serangan penyakit.
Pada perairan umum misalnya waduk, sistem budidaya dilakukan secara
polikultur dan sesuai dengan trophic level misalnya ikan mas dengan ikan nila.
Potensi penyebaran penyakit maupun transmisi penyakit pada polikultur menjadi
sangat tinggi. Hal ini dibuktikan dengan hasil identifikasi pada kegiatan
pemantauan Hama Penyakit Ikan Karantina bahwa telah terdeteksi adanya ikan
mas (Cyprinus carpio) yang terinfeksi S. agalactiae di waduk Saguling. Selain itu
teridentifikasi juga adanya S. agalactiae yang menginfeksi ikan koi (Cyprinus
carpio) di Semarang (BKIPM, 2013).
Berdasarkan potensi infeksi S. agalactiae yang sangat tinggi dan potensial
inang yang cukup besar, maka diperlukan informasi mengenai kerentanan antar
strain ikan nila unggulan dan variasi respon imun antara ikan nila (cichlidae) dan
ikan mas (non-cichlidae). Sehingga informasi tersebut dapat digunakan dalam
upaya pengembangan strain ikan nila untuk budidaya.
Perumusan Masalah
Strain ikan nila unggulan telah banyak dikembangkan di Indonesia, namun
masih ada kendala yang dihadapi berupa ancaman penyakit Streptococcosis yang
menimbulkan kematian dan kerugian yang sangat besar. Adanya indikasi luasnya
kisaran inang penyakit ini dapat berpengaruh terhadap budidaya yang dilakukan
secara polikultur di Indonesia. Sehingga perlu dikaji mengenai kerentanan strain
ikan nila dan
ikan mas (non-cichlidae/non-tilapia) terhadap penyakit
Streptococcosis.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kerentanan strain ikan nila
terhadap infeksi Streptococcus agalactiae, mengetahui variasi respon imun antara
strain ikan nila (cichlidae) dan dibandingkan dengan ikan mas (non-cichlidae)
terhadap infeksi Streptococcus agalactiae
Manfaat Penelitian
Penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai kerentanan
strain ikan nila dan ikan mas yang dibudidayakan secara polikultur terhadap
penyakit Streptococcosis
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
Nile tilapia (Oreochromis niloticus)
Tilapia merupakan ikan air tawar yang termasuk kedalam famili Cichlidae,
berasal dari Afrika dan Timur Tengah (Trewaves 1983). Ikan nila memiliki tubuh
yang pipih ke arah vertikal (compress). Posisi mulutnya terletak diujung hidung
(terminal) dan dapat disembulkan.
Nile tilapia merupakan salah satu spesies ikan yang pertama dibudidayakan
di dunia (Amal dan Zamri-Saad 2011). Tilapia memiliki karakteristik yang baik
untuk budidaya dan telah didomestikasi sehingga ikan ini mendapat julukan
“aquatic chicken”. Tilapia memiliki pertumbuhan yang cepat, daging berwarna
putih, mampu bertahan hidup pada kondisi perairan yang kurang baik, memiliki
kisaran luas pada tipe makanannya, dan mudah berkembang biak tanpa
membutuhkan teknologi pembenihan khusus. Lingkungan ekologis ikan nila
merupakan bentopelagik yang hidup di perairan tawar maupun perairan payau. Di
daerah tropis ikan tilapia tahan pada temperatur 8-42 C.
Pada awalnya ikan nila dianggap lebih tahan terhadap infeksi penyakit
bakteri, parasit, jamur dan virus dibanding spesies ikan budidaya lainnya. Namun
saat ini tilapia dinyatakan rentan terhadap infeksi bakteri dan parasit. Patogen
yang umum menyerang ikan nila diantaranya adalah Streptococcus sp.,
Flavobacterium columnare, Aeromonas hydrophila, Edwardsiella tarda,
Ichthyopthirius multifiliis, Trichodina sp., dan Gyrodactylus niloticus (Klesius et
al. 2008). Merupakan suatu catatan yang penting bahwa infeksi streptococcal
telah menjadi masalah utama pada budidaya ikan nila dan berkontribusi terhadap
kerugian ekonomi yang hebat (Shoemaker dan Klesius, 1997)
Penyakit Streptococcosis
Streptococcosis telah diakui sebagai salah satu penyakit bakterial yang
sangat penting pada budidaya tilapia. Dua spesies Streptococcus, Streptococcus
agalactiae dan Streptococcus iniae secara umum dianggap sebagai agen
terpenting penyakit Streptococcus pada tilapia. Menurut Evans et al. (2006) ikan
yang terinfeksi S. agalactiae menunjukkan tingkah laku yang abnormal seperti
berenang berputar maupun berenang tak tentu arah, berenang menggantung
dengan kepala diatas atau ekor diatas. Infeksi Streptococcal ditandai dengan
bentuk tubuh yang melengkung menyerupai huruf “C”. Kelainan yang terjadi pada
mata antara lain pendarahan pada peri-orbital dan intraocular, kekeruhan dan
eksoptalmi pada infeksi kronis.
Warna kemerahan dan hemoragi seringkali ditemukan pada sistem
integumen dan muskoskeletal, terutama bagian tengkorak seperti di sekitar mulut,
operkulum dan sirip. Warna tubuh yang lebih gelap juga umum ditemukan pada
ikan yang terinfeksi. Perbedaan yang tidak dilaporkan pada infeksi S. iniae namun
ditemukan pada infeksi S. agalactiae adalah penampakan operkulum yang jernih
“ window to the gill/ clear operculum” (Evans et al. 2002a).
4
Bakteri Streptococcus agalactiae
Streptococcus agalactiae merupakan bakteri gram positif, katalase negatif,
berbentuk kokus yang berpasangan maupun berantai. Bersifat non-motil, peka
terhadap vancomycin, bereaksi negatif pada media VP (Voges-Proskauer),
memproduksi asam pada sorbitol, tumbuh pada media cair yang mangandung
NaCl 6,5% (namun beberapa strain menunjukkan pertumbuhan yang lambat). S.
agalactiae ada yang bersifat hemolitik dan non hemolitik (Sheehan et al. 2009).
Sedangkan dalam SNI 7545.3:2009 disebutkan bahwa karakteristik bakteri S.
agalactiae yaitu motilitas negatif, oksidatif-fermentatif positif, katalase negatif,
mampu tumbuh dalam media bile salt 40% dan NaCl 6.5%. Streptococcus agalactiae
tidak mampu menghidrolisis esculin dan D-mannitol sedangkan S. iniae mampu
menghidrolisis gula-gula tersebut.
Imunologi Ikan
Sistem imun dibagi menjadi dua yaitu sistem imun bawaan (non-spesifik)
dan sistem imun adaptif (spesifik). Namun semakin banyak bukti, dari imunologi
ikan maupun mamalia yang menyatakan bahwa imunologi merupakan sistem
kombinasi. Respon imun bawaan umumnya mendahului respon imun adaptif,
mengaktifkan dan menentukan sistem imun adaptif dan bersama-sama
mempertahankan homeostasis (Magnadottir 2005). Komponen penyusun sistem
imun non-spesifik umumnya terbagi menjadi parameter fisik (sisik, mukus pada
permukaan kulit dan insang, jaringan epidermis), seluler (sel-sel fagosit
(granulosit (neutrofil) dan monosit/makrofag; sel-sel sitotoksik non-spesifik),
faktor humoral (transferin, interferon, lisozim). Parameter imun bawaan/nonspesifik seperti fagositik, lisozim dan aktifitas hemolitik spontan, telah digunakan
sebagai indikator pengaruh yang melekat maupun faktor eksternal pada sistem
imun dan resistensi ikan terhadap penyakit. Sistem imun non-spesifik didukung
oleh dua komponen utama yaitu respon seluler dan respon humoral (Irianto 2005).
Respon selular imun non-spesifik meliputi beberapa tipe mekanisme: inflamasi,
fagositosis, fagositosis sebagai penyaji antigen (antigen presenting cells) dan non
specific citotoxic cells. Inflamasi merupakan upaya proteksi reaksi restoratif dari
tubuh sejak ikan berusaha menjaga kondisi kestabilan sistem dari pengaruh
lingkungan yang kurang baik (Tizard 1988). Inflamasi ditandai dengan rasa sakit,
pembengkakan, kulit memerah atau peradangan, suhu tubuh naik atau kehilangan
fungsi-fungsi fisiologis. Hal tersebut merupakan respon protektif awal tubuh
dalam upaya menghalangi patogen dan menghancurkannya (Irianto 2005).
Susunan darah ikan merupakan faktor diagnostik penting, sehingga perubahan
gambaran darah banyak digunakan untuk menilai status kesehatan ikan (Amrullah
2004).
Menurut Saurabh dan Sahoo (2008) lisozim merupakan hidrolase yang
terdistribusi, dan berperan penting dalam sistem pertahanan-biologis. Enzim ini
memiliki antivirus, antibakteri, dan sifat anti-inflamasi. Lisozim pada ikan secara
luas terdistribusi di permukaan tubuh, kulit, insang, saluran usus dan serum
sebagai faktor perlindungan terhadap infeksi bakteri. Lisozim ikan memiliki
5
sebuah potensi aktivitas bakteriosidal atau bakteriolitik tinggi terhadap bakteri
gram-positif dan gram-negatif.
Fagositosis merupakan pertahanan pertama dari respon selular yang
dilakukan oleh monosit (makrofag) dan granulosit (netrofil). Proses fagositosis
meliputi tahap kemotaksis, tahap pelekatan, tahap penelanan dan tahap
pencernaan. Tahap kemotaksis yaitu pergerakan sel fagosit yang terarah dibawah
pengaruh rangsangan kimiawi eksternal (berbagai produk patogen yang
menginfeksi ataupun sel yang rusak akibat infeksi patogen) (Tizard 1988).
3 METODE
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - Juni 2014 di Laboratorium
Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan-Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Penyakit Hewan-Fakultas
Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Materi Uji
Ikan uji yang dipergunakan adalah ikan nila (Oreochromis niloticus) yang
terdiri dari 4 (empat) strain nila yaitu ikan Nila Nirwana (nila ras Wanayasa)
(KEP. 45/MEN/2006, tanggal 4 Desember 2006), ikan Nila BEST (Bogor
Enhanched Strain Tilapia) (KEP. 77/MEN/2009, tanggal 23 Oktober 2009), ikan
Nila
Srikandi
(salinity
resistent
improvement
from
Sukamandi)
(KEP.09/MEN/2012, tanggal 1 Mei 2012 dan ikan Nila Sultana (seleksi unggul
Selabintana) (KEP. 28/MEN/2012, tanggal 7 Juni 2012) serta ikan mas (Cyprinus
carpio) dengan ukuran 14,97±0,816 gr/ekor. Sampel ikan Nila Nirwana dan ikan
Nila Srikandi diperoleh dari Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya
Perikanan Air Tawar-Sukamandi; ikan Nila Sultana dan ikan mas dari Balai Besar
Pengembangan Budidaya Air Tawar-Sukabumi, sedangkan ikan Nila BEST
diperoleh dari Balai Riset Perikanan Air Tawar-Bogor. Sebelum dilakukan
pengujian, ikan diaklimatisasi terlebih dahulu selama 14 hari. Ikan uji yang
dipergunakan adalah ikan yang dalam masa karantina tidak menunjukkan gejala
terinfeksi Streptococcosis (seperti warna tubuh yang menghitam, eksoptalmi,
keruh pada mata dan ikan berenang berputar/whirling) berdasarkan diagnosa dan
pengujian mikrobiologi berdasarkan SNI 7545.3:2009. Pengujian dilakukan
terhadap sampel organ ginjal dan otak (Lampiran 1).
Ikan dipelihara dalam akuarium berukuran 60x40x30 cm3 dengan suhu air
berkisar pada 29±2°C. Ikan diberi makan dua kali sehari secara at satiation
menggunakan pakan komersial dengan kandungan protein kasar 35%. Pergantian
air dilakukan dua hari sekali sebanyak 50% untuk membuang sisa pakan dan sisa
metabolisme tubuh.
Bakteri uji yang digunakan adalah Streptococcus agalactiae isolat NK1
yang diperoleh dari Instalasi Penelitian dan Pengembangan Penyakit Ikan (IP4I),
Depok. Menurut Hardi (2011), bakteri NK1 diisolasi dari otak ikan nila daerah
Klaten dan bersifat non-hemolitik. Dilakukan uji konfirmasi terhadap isolat
6
bakteri yang dipergunakan dengan menggunakan kit API 20 STREP, kemudian
diperkuat dengan uji konfirmasi menggunakan metode Polymerase Chain
Reaction (PCR) yang dilakukan pada awal dan akhir penelitian (Lampiran 2).
Persiapan isolat stok S. agalactiae untuk meningkatkan virulensinya
diawali dengan pasase (menyegarkan kultur) dengan cara menggoreskan isolat
pada media agar Brain Heart Infusion Agar/ BHIA (Merck) sebanyak 2 kali.
Kemudian disiapkan inokulum bakteri dengan cara mengkultur bakteri S.
agalactiae kedalam media cair Brain Heart Infusion Broth/ BHIB (Merck). Satu
ose penuh biakan bakteri dari media agar lalu dikultur dalam 10 ml medium BHIB,
diinkubasi dalam inkubator bergoyang (waterbath shaker) pada 140 rpm, suhu 2930°C selama 24 jam. Kemudian setelah 24 jam, diambil 1 ml biakan media yang
telah dikultur dan dimasukkan kedalam 9 ml medium BHIB. Dilakukan inkubasi
pada inkubator bergoyang (waterbath shaker) pada 140 rpm, suhu 29-30°C
selama 24 jam. Setelah itu bakteri siap untuk dipergunakan.
Pengujian Postulat Koch dilakukan untuk memperoleh bakteri S. agalactiae
NK1 yang paling patogen terhadap ikan uji sehingga siap digunakan untuk uji
tantang. Ikan nila yang dipergunakan pada uji Postulat Koch adalah ikan Nila
BEST. Ikan nila dimasukkan kedalam dua akuarium, yaitu akuarium pertama
untuk ikan nila yang diinjeksi dengan bakteri NK1 dan akuarium kedua digunakan
untuk ikan nila kontrol (diinjeksi dengan PBS steril) dengan padat tebar ikan uji 5
ekor per akuarium. Ikan diamati setiap hari sampai menunjukkan gejala klinis dan
kematian. Kemudian ikan diambil untuk diisolasi bakterinya dari organ ginjal,
mata dan otak. Bakteri diinokulasi dengan metode penggoresan (streak method)
pada media Brain Heart Infusion Agar/ BHIA. Koloni yang tumbuh lalu diamati
morfologi koloni, karakteristik biokimia dan sifat gram, untuk memastikan bakteri
tersebut adalah spesies bakteri patogen yang diinfeksikan pada Postulat Koch.
Kemudian bakteri tersebut digores diatas agar miring dan dilakukan kultur cair
(seperti yang dilakukan diatas) untuk Postulat Koch kembali yang dilakukan
sebanyak 3 kali. Pengulangan ini bertujuan agar diperoleh bakteri yang paling
patogen bagi ikan nila.
Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap yaitu tahap pertama yaitu uji
kerentanan empat strain ikan nila terhadap infeksi S. agalactiae NK1; dan tahap
kedua yaitu analisis parameter imunologis strain ikan nila dan ikan mas (sebagai
pembanding/ kontrol) terhadap infeksi S. agalactiae.
Tahap Pertama : Uji kerentanan empat strain ikan nila terhadap infeksi
S. agalactiae NK1
Pengujian kerentanan strain ikan nila terhadap infeksi S. agalactiae
dilakukan dengan pengujian LD50, untuk mengetahui dosis maksimum yang dapat
menyebabkan kematian 50% sampel ikan uji mengacu kepada penelitian yang
telah dilakukan oleh Aryanto (2011). Pengujian ini dilakukan dengan empat
perlakuan dosis kepadatan bakteri yaitu 103, 104, 105, dan 106 CFU/ekor dan satu
7
kontrol yang diinjeksi dengan PBS, masing-masing 2 kali ulangan. Setiap
perlakuan terdiri dari 10 ekor ikan, yang masing-masing diinjeksi sebanyak 0,1 ml
suspensi bakteri per ekor ikan melalui intra peritoneal. Kemudian ikan dipelihara
selama 15 hari dan diberi makan secara at satiation. Pergantian air dilakukan
setiap dua hari sekali sebanyak 50% sedangkan penyiponan dilakukan setiap hari
sebanyak 10% untuk membuang feses dan sisa makanan yang mengendap di dasar
akuarium. Suhu air selama perlakuan dipertahankan pada kisaran 29±2 C.
Pada pengujian tahap pertama ini, parameter yang diamati adalah mortalitas
dan LD50. Mortalitas dicatat dan dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :
Sedangkan penentuan LD50 dilakukan dengan menggunakan metode Reed &
Muench (1938) :
Keterangan :
A = Kematian diatas 50%
B = Kematian dibawah 50%
Log negatif LD50 = Log negatif konsentrasi diatas 50% + selang proporsi
Tahap kedua : Analisis parameter imunologis strain ikan nila (cichlidae)
dan ikan mas (non-cichlidae) terhadap infeksi S. agalactiae
NK1
Analisis imunologis ini dilakukan untuk melihat respon imun pada ikan nila
(cichlidae) dan imun ikan mas (non-cichlidae)-sebagai pembanding/ kontrol,
terhadap infeksi S. agalactiae NK1. Infeksi dilakukan setelah diperoleh dosis
LD50 pada pengujian tahap pertama. Pengujian infeksi ini bertujuan untuk
mengamati respon imun dan perubahan patologis pada organ otak ikan nila serta
ikan mas.
Disiapkan masing-masing sebanyak 10 ekor ikan dari strain nila yang
memiliki nilai LD50 tertinggi dan ikan mas (non-cichlidae). Setiap ekor ikan
disuntik dengan 0,1 ml suspensi bakteri S. agalactiae NK1 dengan dosis sesuai
dengan dosis LD50 tertinggi. Setelah bakteri diinjeksikan kedalam tubuh ikan
secara intraperitoneal, maka 1 ekor ikan dikorbankan dari setiap kelompok mulai
hari ke 0, 3, 6, 9, 12 dan 15. Kelompok ikan yang dipergunakan untuk
pengamatan sintasan dipelihara dalam akuarium yang berbeda dengan kelompok
ikan yang akan dipergunakan untuk analisis gambaran darah.
8
Parameter yang Diamati
Perubahan pola berenang
Perubahan pola berenang yang diamati mengacu kepada Hardi (2011) yaitu
berupa: perubahan gerakan pada kolom air (berenang di permukaan, melayang
atau di dasar akuarium), perpindahan badan (lemah atau agresif), dan cara
berenang (berulang, berputar dan tidak beraturan). Pengamatan dilakukan
terhadap populasi ikan dalam setiap akuarium yang berjumlah 10 ekor selama 5
menit.
Perubahan anatomi organ
Perubahan yang diamati yaitu pada kondisi mata (kekeruhan dan
eksoptalmi), warna tubuh (ada tidaknya pigmentasi), pendarahan, dan perubahan
warna pada operkulum.
Sintasan
Sintasan atau survival rate (SR) ikan dapat diketahui dari jumlah ikan
pada akhir perlakuan dibagi dengan jumlah ikan awal dan dapat dirumuskan
sebagai berikut :
Keterangan :
SR
: sintasan (%)
Nt
: Jumlah ikan pada akhir pemeliharaan (ekor)
No
: Jumlah ikan pada awal pemeliharaan (ekor)
Parameter Hematologi
Kadar Hematokrit
Hematokrit merupakan persentase volume eritrosit dalam darah ikan. Kadar
hematokrit diukur menurut Anderson dan Siwicki (1995) yaitu dengan
menggunakan tabung mikro hematokrit yang berupa pipa kapiler berlapis heparin.
Pengukuran dilakukan dengan membandingkan bagian darah yang mengendap (a)
dengan seluruh bagian darah yang ada dalam tabung mikrohematokrit (b) kadar
hematokrit dinyatakan sebagai % volume padatan sel darah yang dihitung dengan
cara :
9
Kadar Hemoglobin
Kadar hemoglobin diukur menurut metode Sahli (Wedenmeyer dan
Yasutake, 1977) yaitu dengan menggunakan Sahlinometer. Kadar hemoglobin
dinyatakan dalam g % yang berarti banyaknya hemoglobin dalam gram per 100
ml darah. Hemoglobin merupakan metaloprotein (Protein yang mengandung zat
besi) didalam sel darah merah yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen.
Total Leukosit
Perhitungan total leukosit dilakukan berdasarkan metode Blaxhall dan
Daisley (1973) dengan cara sampel darah dihisap dengan menggunakan pipet
khusus pengukuran leukosit berskala sampai batas 0,5. Selanjutnya darah tersebut
dicampur dengan larutan Turk’s sampai skala 11. Campuran tersebut
dihomogenkan selama kurang lebih 3 menit. Tetesan pertama yang ada di pipet
dibuang terlebih dahulu, berikutnya diteteskan kedalam hemasitometer dan
ditutup dengan kaca penutup. Perhitungan jumlah leukosit dilakukan pada 5 kotak
besar hemasitometer.
Jumlah leukosit = jumlah sel leukosit terhitung x 50 sel/mm3
Aktifitas Fagositik
Perhitungan aktifitas fagositik mengacu kepada metode Anderson dan
Siwicki (1995). Sampel darah diambil sebanyak 50 µl lalu diasukkan kedalam
microplate dan ditambahkan 50 µl bakteri Staphylococcus aureus 107 CFU/ml.
Sebelumnya dilakukan pencucian bakteri dari media sebanyak satu kali.
Kemudian diinkubasi selama 20 menit dalam inkubator suhu ruang. Kemudian
sebanyak 10 µl campuran tersebut dibuat preparat ulas dan dikeringanginkan.
Selanjutnya difiksasi dan direndam dalam larutan giemsa selama 15 menit, lalu
dibilas dengan air mengalir dan dikeringanginkan. Pengamatan aktifitas fagositik
dilakukan dibawah mikroskop dengan perbesaran 400x. Aktifitas fagositik
dihitung menggunakan rumus :
Aktifitas fagositik =
Respiratory Burst
Aktifitas respiratory burst dilakukan dengan nitroblue tetrazolium (NBT)
assay mengacu kepada metode Secomb (1990), yang dimodifikasi oleh Stasiack
dan Bauman (1996) dalam Singh (2012). Sampel darah diambil dari ikan, melalui
vena caudal. Kemudian darah dimasukkan ditempatkan kedalam sumuran
mikrotiter berbentuk “U” sebanyak 50 µl. Darah diinkubasi pada suhu 37°C
selama 1 jam agar terjadi “adhesi” sel. Kemudian supernatan dibuang dan
sumuran dicuci dengan PBS sebanyak 3 kali, lalu ditambahkan 50 µl 0,2% NBT,
dan diinkubasi selama 1 jam. Pelekatan sel kemudian dikuatkan dengan 100 µl
methanol 100% selama 2-3 menit dan dicuci 3 kali dengan 30% methanol, lalu
10
dikeringanginkan. Setelah itu ditambahkan 60 µl 2N pottasium hydroxide dan 70
µl dimethyl sulphoxide kedalam masing-masing sumuran. Pembacaan Optical
Density (OD) dilakukan dengan alat Microplate Reader (Benchmark, BIO-RAD)
pada panjang gelombang 540 nm.
Aktifitas Lisozim
Pengukuran lisozim dilakukan dengan metode Ellis (1990) yang
dimodifikasi oleh Sahoo et al. (2005). Plasma sebanyak 10 µl ditambahkan
suspensi cair Micrococcus lysodeicticus (Sigma) sebanyak 190 µl (0,2 mg/ml
dalam 0,05 M NaH2PO4 pada 25°C). Kemudian dilakukan dua kali pembacaan
adsorpsi pada panjang gelombang 540 nm di spektrofotometer setelah 30 detik
pencampuran dan 30 menit pencampuran. Secara matematis aktifitas lisozim
dapat dirumuskan sebagai berikut :
Aktifitas lisozim (UI/ml/menit) = [(OD30s - OD30m) x1000] x(1/(t x p))
Keterangan :
1000
t
p
OD 30s
OD 30m
= Konversi hasil absorbansi (OD) menjadi unit internasional (UI)
= waktu (menit)
= jumlah plasma (ml)
= pembacaan densitas optikal detik ke – 30
= pembacaan densitas optikal menit ke – 30
Histopatologi
Perubahan histopatologi organ internal yang diamati yaitu pada
hepatopankreas, ginjal dan otak. Pengambilan ikan untuk pengamatan dilakukan
secara acak dan diutamakan ikan yang akan mati atau memperlihatkan gejala
klinis sakit. Setelah dinekropsi, otak ikan dimasukkan kedalam larutan Neutral
Buffer Formalin (BNF) 10%. Setelah difiksasi kemudian dibuat preparat
histopatologi dan diwarnai dengan Hematoksilin-Eosin. Setelah itu dilakukan
pengamatan preparat dibawah mikroskop dengan perbesaran 200-400 kali.
Metode selengkapnya diuraikan pada Lampiran 3.
Parameter Kualitas Air
Parameter kualitas air yang diamati pada penelitian ini adalah suhu, pH,
amoniak dan kadar oksigen terlarut (DO). Pengukuran kualitas air dilakukan pada
awal, pertengahan dan akhir penelitian.
11
Analisis Data
Analisis untuk data sintasan, parameter hematologi (kadar hematokrit, kadar
hemoglobin, total leukosit), Respiratory Burst, aktifitas lisozim dan aktifitas
fagositosis dilakukan dengan analisis varian (ANOVA), jika ditemukan berbeda
nyata (p