Karakterisasi Sistem Imun dan Analisis Genetik Lima Strain Nila, Oreochromis niloticus Terhadap Infeksi Streptococcus agalactiae

KARAKTERISASI SISTEM IMUN DAN ANALISIS GENETIK
LIMA STRAIN NILA, Oreochromis niloticus TERHADAP
INFEKSI Streptococcus agalactiae

EVI ALFIAH TAUKHID

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Karakterisasi Sistem
Imun dan Analisis Genetik Lima Strain Nila, Oreochromis niloticus Terhadap
Infeksi Streptococcus agalactiae adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Evi Alfiah Taukhid
NIM G352110141

RINGKASAN
EVI ALFIAH TAUKHID. Karakterisasi Sistem Imun dan Analisis Genetik Lima Strain
Nila, Oreochromis niloticus Terhadap Infeksi Streptococcus agalactiae. Dibimbing oleh
ACHMAD FARAJALLAH dan ANGELA MARIANA LUSIASTUTI.
Ikan nila tergolong famili Cichlidae, dikenal sebagai Oreochromis niloticus. Ikan
nila diintroduksi ke Indonesia pada tahun 1969 dari Taiwan. Indukan nila unggul yang
telah dirilis di Indonesia sebagai ikan budidaya, yaitu BEST (Bogor Enhancement Strain
of Tilapia), GIFT (Genetic Improvement for Farmed Tilapia), Nirwana (Nila Ras
Wanayasa), Red-NIFI, dan Srikandi (Nila Ras Sukamandi).
Untuk mengoptimalkan upaya pencegahan dan pengobatan streptococcosis, serta
peningkatan hasil budidaya perlu diketahui terlebih dahulu informasi mengenai
karakterisasi sistem imun pada ikan nila yang dilakukan dengan uji tantang terhadap
bakteri S. agalactiae. Perbedaan yang signifikan pada ketahanan penyakit dari strain yang
berbeda kemungkinan besar disebabkan karena latar belakang genetik dapat
mempengaruhi pembentukan sistem kekebalan tubuhnya.

Sampel nila BEST, Nirwana, Red-NIFI, Srikandi, dan GIFT diuji tantang selama
21 hari terhadap bakteri S. agalactiae. Parameter yang diamati terdiri dari diferensiasi
leukosit, aktivitas lisozim, titer antibodi, dan tingkat kelangsungan hidup. Analisis
genetik dilakukan dengan metode Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) dan
Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP). Teknik RAPD menggunakan primer
OPA-11, OPA-15, OPA-16, dan OPA-20. Teknik AFLP menggunakan dua enzim yang
berbeda, yaitu EcoRI dan MseI.
Secara umum tidak ditemukan adanya perbedaan jumlah komponen leukosit
secara signifikan pada lima strain nila di hari ke-7 pasca uji tantang. Variasi pada hari ke14, penurunan limfosit terjadi pada Nirwana dan Srikandi, penurunan monosit dan
neutrofil terjadi pada BEST, Red-NIFI, dan GIFT. Proporsi leukosit pada hari ke-21
cenderung kembali pada kondisi awal, kecuali untuk Red-NIFI.
Penurunan aktivitas lisozim terjadi di hari ke-7 dan 14, kecuali pada strain BEST
di hari ke-14. Hari ke-21 terlihat nilai yang selaras pada kelima strain nila. Tingkat titer
antibodi tertinggi di hari ke-7 pada strain BEST dan Srikandi. Titer antibodi tertinggi di
hari ke-14 pada Red-NIFI, dan titer antibodi terendah pada BEST. Titer antibodi tertinggi
di hari ke-21 pada Red-NIFI dan GIFT, dan titer antibodi terendah pada Nirwana. Tingkat
kelangsungan hidup dengan nilai tertinggi ditemukan pada Red-NIFI dan GIFT (60%),
diikuti Srikandi (50%). Nilai terendah ditemukan pada BEST dan Nirwana (0%).
Berdasarkan parameter uji tantang, secara umum menunjukkan bahwa strain yang
resisten terhadap infeksi penyakit S. agalactiae adalah Red-NIFI, selanjutnya diikuti oleh

GIFT dan Srikandi. Sementara BEST dan Nirwana merupakan strain yang rentan
terhadap agen infeksi, terutama bakteri S. agalactiae. Keterkaitan antara karakteristik
sistem imun dan analisis genetik ikan nila menunjukkan korelasi yang positif. Strain nila
yang rentan, BEST dan Nirwana memiliki fragmen alel spesifik pada posisi yang sama,
dan memiliki hubungan kekerabatan yang paling erat berdasarkan jarak genetiknya.
Kata kunci: sistem imun, strain ikan nila, Streptococcus agalactiae, analisis genetik

SUMMARY
EVI ALFIAH TAUKHID. Characterization immune system and genetic analyses of five
different tilapia, Oreochromis niloticus against Streptococcus agalactiae infection.
Supervised by ACHMAD FARAJALLAH and ANGELA MARIANA LUSIASTUTI.
Tilapia is a member of the family Cichlidae, known as species of Oreochromis
niloticus. Tilapia was introduced to Indonesia in 1969 from Taiwan. Some advanced
tilapia variety releasing in Indonesia as fish culture, namely: BEST (Bogor Enhancement
Strain of Tilapia), Nirwana (Nila Ras Wanayasa), Red-NIFI, Srikandi (Nila Ras
Sukamandi), and GIFT (Genetic Improvement for Farmed Tilapia).
In order to optimal prevention and curing efforts, and to increase culture
production, it requires information on immune system characterization at tilapia that
conducted by a challenge test towards bacteria S. agalactiae. A significant difference of
disease immune from various strains might be caused by genetic background influencing

its body immune system establishment.
Tilapia samples BEST, Nirwana, Red-NIFI, Srikandi, and GIFT were challenge
test for 21 days towards bacteria S. agalactiae. Parameters observed consist of differential
leucocytes, lysozyme activity, antibody titer, and life survival level. Genetic analyses
was conducted by Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) and Amplified
Fragment Length Polymorphism (AFLP) methods. RAPD technique used primary
random OPA-11, OPA-15, OPA-16, and OPA-20. AFLP technique used two different
enzymes, i.e. EcoRI and MseI.
Generally, there is no significant change in the number of leucocytes component
at five tilapia strains in the 7th day after challenge test. Variation at 14th day, lymphocyte
decreasing happened in Nirwana and Srikandi, monocyte and neutrofil decreasing
happened in BEST, Red-NIFI, and GIFT. Leucocytes proportion at 21st day found that
trends to return to before challenge test, except for Red-NIFI.
The decrease of lysozyme activity at 7th and 14th day, except in BEST strain at the
th
14 day. At the 21st day it has seen that homogenous value at five tilapia strains. Highest
level of antibody titer at the 7th day in BEST and Srikandi strains. Highest level of
antibody titer at the 14th day in Red-NIFI and lower antibody titer in BEST. Highest level
of antibody titer at the 21st day in Red-NIFI and GIFT and lower antibody titer in
Nirwana. Life survival level produced value with variation at five tilapia strains. Lower

value was found in BEST and Nirwana (0%). Highest value was found in Red-NIFI and
GIFT (60%) and followed by Srikandi (50%).
Based on challenge test parameters, it generally shown that strain resistant to
infectious disease of S. agalactiae is Red-NIFI, and followed by GIFT and Srikandi.
Meanwhile, BEST and Nirwana are vulnerable strains to infectious agent, particularly
bakteria S. agalactiae. Relationship between immune system characterization and tilapia
genetic analyses indicated a positive correlation. Vulnerable tilapia strains, BEST and
Nirwana have fragment specific allele at the same position, and a closest relationship
based on their genetic distance.
Key words: immune system, tilapia strains, Streptococcus agalactiae, genetic analyses

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


KARAKTERISASI SISTEM IMUN DAN ANALISIS GENETIK
LIMA STRAIN NILA, Oreochromis niloticus TERHADAP
INFEKSI Streptococcus agalactiae

EVI ALFIAH TAUKHID

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Biosains Hewan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Nurlisa A Butet, M.Sc


Judul Tesis : Karakterisasi Sistem Imun dan Analisis Genetik Lima Strain
Nila, Oreochromis niloticus Terhadap Infeksi Streptococcus
agalactiae
Nama
: Evi Alfiah Taukhid
NIM
: G352110141

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr. Achmad Farajallah
Ketua

Dr.drh. Angela Mariana L, M.Si
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Biosains Hewan


Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. R.R. Dyah Perwitasari
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 29 Agustus 2014

Tanggal Lulus: 24 November 2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala
atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan MeiDesember 2013 ini ialah sistem imun dan analisis genetik, dengan judul
Karakterisasi Sistem Imun dan Analisis Genetik Lima Strain Nila,
Oreochromis niloticus Terhadap Infeksi Streptococcus agalactiae.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Achmad
Farajallah, M.Si dan Ibu Dr. drh. Angela Mariana Lusiastuti, M.Si selaku
pembimbing, Ibu Dr. Ir. Nurlisa A Butet, M.Sc selaku penguji sidang tesis,
serta Bapak Ahmad Wahyudi dan Bapak Edy Farid yang telah banyak

membantu selama penelitian di Balai Penelitian dan Pengembangan
Budidaya Air Tawar, Bogor.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tua, suami,
anak, adik, serta seluruh keluarga dan teman-teman, atas segala doa,
dukungan, dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan.

Bogor, Agustus 2014
Evi Alfiah Taukhid

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
METODE
Waktu dan Tempat
Ikan Uji
Tahapan Penelitian
Uji Tantang
Parameter
Analisis DNA

1
2
3
4
4

4
4
4
5
6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Diferensiasi Leukosit
Aktivitas Lisozim
Titer Antibodi
Tingkat Kelangsungan Hidup
Variasi dan Jarak Genetik Lima Strain Ikan Nila
Keterkaitan Karakteristik Respon Imun dan Analisis Genetik

8
8
9
11
12
13
20

SIMPULAN

21

DAFTAR PUSTAKA

21

RIWAYAT HIDUP

23

DAFTAR TABEL
1 Primer-primer yang diujicobakan pada sampel DNA
2 Titer antibodi lima strain Ikan Nila pada pra uji tantang, hari ke-7, 14, dan
21 pasca uji tantang bakteri S. agalactiae-N14G
3 Primer AFLP yang digunakan dan profil pita dari lima strain ikan nila
4 Tingkat kemiripan genetik kelima sampel (diagonal atas) dan jarak genetik
(diagonal bawah) menggunakan primer OPA-11
5 Tingkat kemiripan genetik kelima sampel (diagonal atas) dan jarak genetik
(diagonal bawah) menggunakan primer OPA-15
6 Tingkat kemiripan genetik kelima sampel (diagonal atas) dan jarak genetik
(diagonal bawah) menggunakan primer OPA-16
7 Tingkat kemiripan genetik kelima sampel (diagonal atas) dan jarak genetik
(diagonal bawah) menggunakan primer OPA-20
8 Tingkat kemiripan genetik kelima sampel (diagonal atas) dan jarak genetik
(diagonal bawah) dengan kombinasi primer EcoRI-ACG dan MseI-CTG
9 Tingkat kemiripan genetik kelima sampel (diagonal atas) dan jarak genetik
(diagonal bawah) dengan kombinasi primer EcoRI-ACC dan MseI-CTT

7
11
16
16
17
17
17
18
18

DAFTAR GAMBAR
1 Diferensiasi leukosit lima strain ikan nila yang diuji tantang bakteri
S. agalactiae-N14G
2 Aktivitas lisozim lima strain nila yang diuji tantang bakteri S. agalactiaeN14G

8
10

3

Rata-rata tingkat kelangsungan hidup lima strain Ikan Nila selama 21 hari
uji tantang terhadap infeksi bakteri S. agalactiae-N14G
4 Gejala klinis ikan nila yang terinfeksi bakteri patogen
Streptococcus agalactiae-N14G
5 Produk PCR-RAPD hasil running pada PAGE 8% lima strain nila
6 Produk PCR-AFLP hasil running pada PAGE 8% lima strain nila
7 Dendogram analisis cluster jarak genetik (UPGMA) data RAPD
dengan menggunakan primer OPA-11
8 Dendogram analisis cluster jarak genetik (UPGMA) data RAPD
dengan menggunakan primer OPA-15
9 Dendogram analisis cluster jarak genetik (UPGMA) data RAPD
dengan menggunakan primer OPA-16
10 Dendogram analisis cluster jarak genetik (UPGMA) data RAPD
dengan menggunakan primer OPA-20
11 Dendogram analisis cluster jarak genetik (UPGMA) data AFLP
dengan kombinasi primer EcoRI-ACG dan MseI-CTG
12 Dendogram analisis cluster jarak genetik (UPGMA) data AFLP
dengan kombinasi primer EcoRI-ACC dan MseI-CTT

12
13
14
15
18
19
19
19
20
20

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan nila merupakan ikan air tawar yang tergolong dalam famili
Cichlidae, genus Oreochromis, dengan nama spesies Oreochromis niloticus
(Trewavas 1983). Pada awalnya O. niloticus berasal dari hulu Sungai Nil di
Uganda, kemudian menyebar luas ke seluruh dunia untuk tujuan budidaya
(DJPB 2011). Di Indonesia, ikan nila pertama diimpor secara resmi dari
Taiwan untuk tujuan penelitian dan budidaya pada tahun 1969 oleh Balai
Penelitian Perikanan Budidaya Air Tawar Bogor (Gustiano et al. 2008).
Ikan nila merupakan jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis
tinggi dan merupakan komoditas unggulan dalam bisnis ikan air tawar dunia,
serta terus berkembang dengan prospek baik di Indonesia (Putra 2010).
Kebutuhan benih ikan ini dari tahun ke tahun terus meningkat seiring
dengan permintaan yang tinggi. Dalam upaya memenuhi kebutuhan
masyarakat ini dapat dilakukan dengan intensifikasi budidaya.
Perkembangan budidaya ikan yang baik harus ditunjang dengan peningkatan
kualitas bibit yang dilakukan melalui seleksi dan mendatangkan strain baru
yang berasal dari Filipina, Taiwan, dan Thailand; dan menghasilkan strain
nila unggulan.
Dalam rangka menemukan strain nila unggulan, lembaga penelitian
dan riset perguruan tinggi berusaha untuk meningkatkan kualitas genetik
ikan nila. Saat ini telah dirilis beberapa strain nila oleh Kementerian
Kelautan dan Perikanan untuk tujuan budidaya. BEST (Bogor Enhanced
Strain Tilapia) berhasil dikembangkan oleh Balai Penelitian Perikanan
Budidaya Air Tawar, Bogor. Nirwana (Nila Ras Wanayasa) telah
dikembangkan oleh Balai Pengembangan Benih Ikan Air Tawar (BPBIAT),
Wanayasa. Red-NIFI (National Inland Fishery Institute) diperoleh dari hasil
persilangan beberapa spesies yang termasuk genus Oreochromis dan
dikembangkan oleh Filipina. Srikandi (Nila Ras Sukamandi) telah
dikembangkan oleh Balai Penelitian Pemuliaan Ikan (BPPI), Sukamandi.
GIFT (Genetic Improvement for Farmed Tilapia) didapatkan dari hasil
persilangan jenis nila yang dipilih dari Taiwan, Mesir, Thailand, Ghana,
Singapura, Israel, Senegal, dan Kenya yang dikembangkan oleh
International Center for Living Aquatic Resources Management (ICLARM)
(DJPB 2011).
Potensi ikan nila sangat besar karena memiliki beberapa kelebihan
antara lain: (i) mudah dipelihara, (ii) pertumbuhan yang relatif cepat, dan
(iii) toleran terhadap kondisi perubahan air (Stickney 2000). Karakteristikkarakteristik inilah yang menjadikan ikan nila sebagai model ikan yang
menarik untuk studi biologi perkembangan, termasuk yang terkait dengan
biologi reproduksi (Lacerda et al. 2006).
Salah satu permasalahan dalam budidaya ikan nila adalah proses
produksinya yang cepat karena dipicu oleh permintaan yang meningkat dan

2
tidak diimbangi dengan ketersediaannya, baik dari sisi kualitas maupun
kuantitas. Hal ini menyebabkan populasinya terlalu padat dan memunculkan
penyakit infeksi oleh bakteri yang dikenal dengan streptococcosis.
Streptococcosis yang paling dominan disebabkan oleh bakteri Streptococcus
agalactiae. Jenis bakteri ini dapat menimbulkan kematian pada ikan nila
yang tinggi dalam berbagai ukuran, termasuk pada stadia benih (Taukhid et
al. 2009). Streptococcosis menyebabkan 90% kematian dalam enam hari
pasca injeksi. Gejala klinis pada ikan nila yang mengalami streptococcosis,
pada saat sebelum mati terlihat seperti berenang lemah di dasar akuarium,
berenang tidak beraturan, respon terhadap pakan lemah, perubahan warna
tubuh, tubuh membentuk huruf “C”, eksoptalmia pada mata, dan bukaan
operkulum lebih cepat (Eldar et al. 1995; Evans et al. 2002; Lusiastuti et al.
2010). Hasil penelitian yang dilakukan Taukhid dan Purwaningsih (2009)
menemukan bahwa angka kematian dari streptococcosis pada dua strain nila
(BEST dan Larasati) bervariasi antara 30-90% pada 14 hari pasca infeksi.
Ikan memiliki sistem imun yang sederhana dan berbeda dari
vertebrata yang lebih tinggi. Sistem pertahanan ikan bersifat non-spesifik
terdiri atas pertahanan humoral dan seluler. Sistem ini meliputi pertahanan
mekanik dan kimiawi (mukus, kulit, sisik, dan insang) dan pertahanan
seluler (sel makrofag, leukosit: monosit, netrofil, eosinofil, dan basofil).
Mekanisme kekebalan non-spesifik merupakan kekebalan alamiah (innate
immunity) berupa pertahanan inang yang responnya tidak tergantung kontak
antigen tertentu. Sistem kekebalan spesifik (humoral dan seluler) tergantung
pada kontak inang dengan antigen sebelumnya (adaptive immunity). Sistem
pertahanan ikan akan terbentuk sempurna setelah ikan dewasa. Pada benih,
sistem kekebalan tubuh ikan sudah terbentuk tetapi belum berfungsi dengan
optimal. Namun demikian, tersedia sedikit atau mungkin tidak ada informasi
dalam upaya untuk memperbaiki resistensi terhadap penyakit secara genetik
pada pengembangan strain nila. Dengan kata lain, ada peluang terkait alasan
mengapa genetik sistem imun pada beberapa strain nila terhadap infeksi
bakteri berbeda-beda. Hal ini kemungkinan besar disebabkan karena
berbagai latar belakang genetik strain nila yang berbeda dapat
mempengaruhi pembentukan sistem imunnya.
Latar belakang genetik yang berbeda pada strain nila dapat
mempengaruhi pembentukan sistem imun tersebut. Kisaran inang bakteri S.
agalactiae yang luas menuntut pentingnya informasi untuk mengetahui
mengenai latar belakang genetik munculnya sistem imun pada ikan nila.

Perumusan Masalah

Beberapa strain nila popular yang tersebar di Indonesia, lima
diantaranya yaitu BEST, Nirwana, Red-NIFI, Srikandi, dan GIFT sehingga
menimbulkan satu pertanyaan penelitian penting terkait bagaimanakah
sistem imun (spesifik dan non-spesifik) terhadap bakteri patogen

3
Streptococcus agalactiae? Bagaimanakah keterkaitan antara sistem imun
dengan analisis genetik pada kelima strain nila tersebut?

Lima strain nila

Intensifikasi budidaya dan
kepadatan populasi

Infeksi bakteri
Streptococcus agalactiae

Kematian tinggi

Sistem imun

Analisis genetik

Spesifik

Non-spesifik

Perbaikan mutu

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan karakterisasi sistem imun
pada lima strain nila yang berbeda, yaitu BEST, Nirwana, Red-NIFI,
Srikandi, dan GIFT dengan uji tantang terhadap bakteri patogen
Streptococcus agalactiae-N14G, serta melihat keterkaitan antara sistem
imun dengan analisis genetiknya.

4

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada Bulan Mei-Desember 2013 di Balai
Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar, Bogor dan di
Laboratorium Fungsi Hayati dan Perilaku Hewan Departemen Biologi
FMIPA, IPB.

Ikan Uji

Lima strain nila yang digunakan adalah BEST, Nirwana, Red-NIFI,
Srikandi, dan GIFT. Ukuran berat rata-rata ikan ± 15 gram/ekor. Semua
strain nila diasumsikan bebas patogen khusus (specific pathogen free-SPF)
terhadap patogen yang ditargetkan, berdasarkan pada hasil diagnosis
bakteriologi dan titer antibodi sampel yang dilakukan secara acak dari
masing-masing strain nila sebelum penelitian dilakukan. Ikan diberi makan
tiga kali per hari menggunakan pakan komersial dengan kandungan protein
kasar sekitar ± 28%. Pergantian air dilakukan setiap hari untuk membuang
sisa pakan dan limbah metabolisme ikan.

Tahapan Penelitian

Ikan nila diaklimatisasikan selama empat belas hari dengan
perlakuan yang sama. Hari pertama sebelum perlakuan uji tantang,
dilakukan pengambilan sampel jaringan untuk analisis molekular dan
sampel darah untuk pemeriksaan hematologi. Uji tantang dilakukan selama
21 hari dan pemeriksaan hematologi dari sampel darah dilakukan empat kali
selama uji tantang, yaitu pada hari ke-0, 7, 14, dan 21.

Uji Tantang

Sebanyak sepuluh ikan dari masing-masing strain ditebar dalam
wadah plastik dengan volume 100 liter. Isolat S. agalactiaei-N14G
digunakan untuk uji tantang yang berasal dari Balai Penelitian dan
Pengembangan Budidaya Air Tawar Bogor. Infeksi buatan dilakukan

5
dengan menginjeksikan bakteri aktif pada intra peritoneal (IP) sesuai dengan
dosis lethal-50 (LD50) dari isolat. Menurut Taukhid dan Purwaningsih
(2009) LD50 dari isolat S. agalactiae-N14G ditentukan dengan konsentrasi
bakteri sebesar 103 cfu/ml.
Periode pengamatan uji tantang dilakukan selama 21 hari.
Pengamatan perilaku, gejala klinis, dan persentase kematian dilakukan
sampai masa akhir uji tantang. Sampling untuk parameter (diferensiasi
leukosit, aktivitas lisozim, dan titer antibodi) dilakukan secara mingguan,
pada pra-uji tantang, hari ke-7, 14, dan 21 setelah infeksi buatan.

Parameter

Parameter yang diukur dan diamati dalam penelitian ini terdiri dari
(i) diferensiasi leukosit, (ii) aktivitas lisozim, (iii) titer antibodi, dan (iv)
tingkat kelangsungan hidup dengan detail penjelesannya sebagaimana
berikut:
Diferensiasi Leukosit
Diferensiasi leukosit merupakan salah satu indikator yang umum
digunakan sebagai profil hematologi dalam kaitannya dengan sistem imun
non-spesifik pada ikan. Sampel darah diambil dari vena caudalis
menggunakan jarum no. 25 non-heparinized dan diteteskan ke permukaan
kaca objek, dan dibuat preparat ulas. Preparat ulas difiksasi dengan metanol
95 % selama 10 menit. Preparat diwarnai dengan merendamnya dalam
Giemsa selama 30 menit. Jumlah limfosit, monosit, dan neutrofil dihitung
dalam bidang pandang mikroskop sampai berjumlah total 100 sel.
Aktivitas Lisozim
Lisozim adalah konstituen umum dari jaringan biologis dan sekresi,
yang banyak ditemukan dalam serum ikan, dan merupakan indikator umum
yang digunakan sebagai uji untuk sistem imun non-spesifik pada ikan (Uribe
et al. 2011). Setelah darah diambil dari ikan, darah disimpan pada suhu
ruang selama dua jam, kemudian pada lemari es (4°C) selama 24 jam.
Serum kemudian dimurnikan melalui sentrifugasi pada 5000 rpm (rotation
per minute) selama tiga menit. Uji aktivitas lisozim dilakukan dengan
menggunakan kit komersial-assay (Sigma). Protokol standar untuk
menghitung aktivitas lisozim dilakukan sesuai dengan manual kit yang
disediakan oleh produsennya. Sebanyak 0.1 ml serum ikan ditambahkan ke
1.9 ml suspensi dari Micrococcus lysodeikticus (Sigma) (0.2 gL-1
ditambahkan dalam 0.05 M NaH2PO4 pada suhu 25°C). Aktivitas lisozim
dideteksi dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 530 nm. Nilai
absorbansi semakin kecil menunjukkan unit lisozim yang semakin kecil.

6
Titer Antibodi
Titer antibodi adalah pengukuran antibodi ikan yang mengenali
antigen tertentu. Titer antibodi dinyatakan dengan kebalikan dari
pengenceran terbesar yang masih memberikan hasil positif. Teknik
aglutinasi langsung (direct agglutination) digunakan untuk mengukur titer
antibodi yang hasilnya dapat dibaca secara visual. Sebanyak 0.1 ml serum
ikan dimasukkan ke dalam sumur pertama, seri pengenceran dilakukan ke
dalam 12 sumur menggunakan larutan phosphate buffered saline (PBS).
Kemudian 20 µl bakteri S. agalactiae ditambahkan ke dalam semua sumur.
Serum dan antigen dicampurkan secara merata (homogenisasi) dengan
perlahan-lahan, kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama dua jam dan
disimpan dalam lemari es selama 24 jam. Aglutinasi (reaksi antigen
antibodi) diamati menggunakan mikroskop dengan pembesaran 100-400
dengan mengamati ada/tidaknya “agglutinins” yang ditandai dengan
penggumpalan serum sebagai indikator bahwa serum tersebut mengandung
antibodi terhadap S. agalactiae.
Tingkat Kelangsungan Hidup
Tingkat kelangsungan hidup atau tingkat kematian adalah istilah
yang digunakan untuk menunjukkan kemampuan ikan bertahan hidup atau
mati dalam suatu populasi karena suatu kejadian. Dalam penelitian ini,
tingkat kelangsungan hidup diamati setiap hari, kemudian dijumlahkan pada
akhir periode uji tantang.

Analisis DNA

Ekstraksi DNA
Isolasi DNA menggunakan metode phenol chloroform dengan cara
jaringan sebanyak 5-10 mg dalam alkohol, dicuci dengan menambahkan
tris-EDTA (pH 8) 0.5 ml kemudian dipisahkan melalui proses sentrifugasi
pada kecepatan 5000 rpm selama 5 menit sebanyak dua kali ulangan.
Penghancuran jaringan dilakukan dengan menambahkan bufer salt tris
EDTA (pH 8) 0.3 ml sambil digerus. Penghancuran protein dilakukan
dengan menambahkan enzim Proteinase K 10 µl dan 10% sodium duodesil
sulfat 50 µl, kemudian diinkubasi pada suhu 55°C selama satu jam. Material
DNA dipisahkan dari material organik lainnya dengan menambahkan
larutan fenol 0.4 ml, 5M NaCl 40 µl, dan kloroform isoamil alkohol 0.4 ml,
kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama satu jam. Bahan organik nonDNA yang masuk ke fase fenol dipisahkan dari DNA yang masuk ke fase
air dengan sentrifugasi pada kecepatan 5000 rpm selama 5 menit. DNA
alam fase air dimurnikan dengan menambahkan etanol absolut sebanyak dua
kali dari volume fase air dan 5M NaCl sebanyak sepersepuluh dari volume
fase air, kemudian diinkubasi pada suhu 4°C semalaman (overnight).
Molekul-molekul DNA diendapkan dengan sentrifugasi pada kecepatan
5000 rpm selama 5 menit, kemudian endapan dicuci dengan etanol 70%.

7
Molekul DNA disuspensikan dalam bufer 80% tris-EDTA (pH 8) 0.1 ml
dan disimpan dalam suhu 4ºC untuk digunakan lebih lanjut.
Amplifikasi DNA
Amplifikasi DNA dilakukan dengan menggunakan metode Random
Amplified Polymorphic DNA (RAPD), primer yang digunakan adalah OPA11, OPA-15, OPA-16, dan OPA-20 (Tabel 1). Proses amplifikasi
menggunakan komposisi reaksi: DNA 1 µl, primer 1 µl, PCR Master Mix
12.5 µl, dan H2O 10.5 µl; dengan total volume 25 µl. selanjutnya
dimasukkan dalam thermocycler dengan satu siklus denaturasi 94ºC selama
1 menit, annealing pada suhu 36ºC selama 1 menit, elongasi pada suhu 72ºC
selama 2.5 menit, dan elongasi akhir pada suhu 72ºC selama 7 menit.
Tabel 1 Primer-primer yang diujicobakan pada sampel DNA
Nama Primer
Urutan Nukleotida (5’→ 3’)
OPA-11
CAA TCG CCG T
OPA-15
TTC CGA ACC C
OPA-16
AGC CAG CGA A
OPA-20
GTT GCG ATC C
Amplifikasi DNA dilakukan dengan menggunakan metode Amplified
Fragment Length Polymorphism (AFLP) mengikuti protokol baku yang
dilakukan oleh Vos et al. (1995). Pemotongan ruas DNA menggunakan dua
enzim restriksi, yaitu EcoRI yang mengenali AATTC dan MseI yang
mengenali TAA. Genom DNA sebanyak 10 µl ditambahkan EcoRI 1 µl,
buffer EcoRI 1,1 µl, MseI 1 µl, dan buffer MseI 1,2 µl, kemudian diinkubasi
pada suhu 37ºC selama 24 jam. Hasil pemotongan sebanyak 5 µl diligasi
dengan T4 ligase sebanyak 0,2 µl ke adaptor EcoRI (5’CTCGTAGACTGCGTACC dan CATCTGACGCATGGTTAA-5’) dan
adaptor MseI (5’-GACGATGAGTCCTGAG dan TACTCAGGACTCAT5’) masing-masing 2 µl yang sebelumnya dipanaskan hingga suhu 95ºC.
Sebagai upaya praseleksi untuk amplifikasi awal, digunakan adaptor dengan
menambahkan satu nukleotida di ujung 3’.
Visualisasi Perbanyakan ruas DNA
Produk PCR sebanyak 2 µl kemudian dimigrasikan dalam
polyacrylamide gel electrophoresis (PAGE) 8% menggunakan bufer 1x tris
borate EDTA pada 150 volt selama 120 menit. Visualisasi DNA
menggunakan metode pewarnaan perak nitrat (silver staining) (Byun et al.
2009).
Analisis DNA
Pita-pita DNA di atas gel poliakrilamid diskoring biner, satu (1)
untuk munculnya pita dan nol (0) untuk lokus yang tidak terdapat pita.
Tingkat polimorfisme dianalisis dengan menggunakan program UPGMA,
fungsi SIMQUAL program NTSys versi 2.02 (Nei et al. 1979). Data yang
dihasilkan dari penggunaan program tersebut berupa konstruksi pohon
filogeni disajikan dalam bentuk dendrogram berdasarkan jarak genetik.

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

Diferensiasi Leukosit

Diferensiasi leukosit merupakan salah satu indikator yang umum
digunakan sebagai profil hematologi dalam kaitannya dengan sistem imun
non-spesifik pada ikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masingmasing strain nila menunjukkan variabilitas dalam proporsi leukosit
(limfosit, monosit, dan neutrofil).
Peningkatan atau penurunan jumlah komponen leukosit tidak
ditemukan adanya perbedaan yang signifikan pada strain nila yang berbeda.
Namun, secara umum menunjukkan bahwa penurunan jumlah limfosit
ditemukan pada semua strain nila di hari ke-7 pasca uji tantang, di sisi lain,
peningkatan jumlah terjadi pada kedua komponen, monosit dan neutrofil.
Pada hari ke-14 pasca uji tantang, penurunan jumlah komponen limfosit
terjadi pada Nirwana dan Srikandi; Namun, kondisi terbalik di BEST, RedNIFI, dan GIFT diamati pada komponen monosit. Pada akhir periode
pengamatan (hari ke-21 pasca uji tantang); pengecualian untuk Red-Nifi,
proporsi leukosit cenderung kembali pada kondisi normal, sebagaimana pra
uji tantang (Gambar 1).

BEST H21
NIRWANA H21
RED NIFI H21
SRIKANDI H21
GIFT H21

BEST H14
NIRWANA H14
RED NIFI H14
SRIKANDI H14
GIFT H14

BEST H7
NIRWANA H7
RED NIFI H7
SRIKANDI H7
GIFT H7

100
80
60
40
20
0
BEST H0
NIRWANA H0
RED NIFI H0
SRIKANDI H0
GIFT H0

proporsi (%)

Diferensial Leukosit

waktu (hari)
limfosit

monosit

neutrofil

Gambar 1 Diferensiasi leukosit lima strain ikan nila yang diuji tantang
bakteri S. agalactiae-N14G; Keterangan: H0 = Hari ke-0, H7 =
Hari ke-7, H14 = Hari ke-14, H21 = hari ke-21
Penurunan jumlah limfosit pada hari ke-7 pasca uji tantang
kemungkinan terjadi karena akting dari sel-sel limfosit pada tahap awal
infeksi, dan proliferasi sel menjadi limfosit B dan limfosit T. Hal ini sebagai
jenis mekanisme bawaan yang muncul sebelum aktivitas limfosit T spesifik
dan pembentukan antibodi. Jumlah dan persentase komposisi leukosit dalam

9
sirkulasi darah ikan secara signifikan tergantung pada beberapa faktor
seperti kondisi kesehatan, infeksi patogen, dan faktor stres (Homatowska et
al. 2002). Sel yang terlibat dalam sistem kekebalan tubuh terdiri dari dua
jenis limfosit, yaitu limfosit B dan limfosit T. Aktivitas tertentu dari sel T
pada ikan belum diketahui dengan jelas namun peran utamanya adalah pada
sel imunitas. Sel B berperan dalam produksi imunoglobulin melalui
stimulasi antigen spesifik dan immunoglobulin yang diproduksi oleh limpa
(Uribe et al. 2011).
Proporsi komponen monosit secara dramatis meningkat pada hari ke7 pasca uji tantang, dan sedikit menurun pada hari ke-14 dan ke-21 pasca uji
tantang, dengan pengecualian untuk BEST di hari ke-14 pasca uji tantang.
Hal ini menjelaskan bahwa semua strain nila tidak menunjukkan
kecenderungan secara signifikan terhadap proporsi monosit selama
pengamatan. Peningkatan jumlah monosit pada tahap awal infeksi diduga
terkait dengan fungsi utama dari sel-sel ini sebagai sel fagosit. Monosit
adalah sel makrofag dan berfungsi sebagai fagosit "memakan" benda asing
dan menginformasikan kepada sistem kekebalan tubuh untuk bertindak lebih
lanjut. Proporsi monosit ikan sekitar 0,1% pada leukosit, dengan
pengecualian jika ada benda asing dalam darah atau sirkulasi (Roberts 2001).
Oleh karena itu, peningkatan persentase monosit jelas sebagai akibat infeksi
S. agalactiae.
Pada saat aktivasi, kapasitas fagositik monosit lebih kuat daripada
sel-sel granulosit lain, dan itu akan menjadi aktor dari komponen penting
dalam pertahanan tuan rumah melalui serangkaian proses fagositosis. Sel
neutrofil adalah jenis leukosit yang meninggalkan kapiler darah selama
infeksi akut dan peradangan (Ferguson et al. 1995). Jumlah persentase
neutrofil kecil dibandingkan dengan limfosit dan sel-sel monosit, hal ini
mungkin terjadi karena migrasi besar-besaran dari sel ke situs infeksi.
Sel darah putih (leukosit) merupakan komponen penting dalam
sistem kekebalan tubuh ikan, terdapat dua jenis leukosit, yaitu granulosit
dan agranulosit. Granulosit terdiri dari eosinofil, neutrofil, dan basofil; dan
agranulosit terdiri dari limfosit, monosit, dan trombosit (Chinabut et al.
1991).

Aktivitas Lisozim

Dalam penelitian ini, uji aktivitas lisozim dilakukan dengan
menggunakan sel bakteri Micrococcus lysodeikticus sebagai substrat untuk
lisozim tersebut. Sebagai enzim yang bereaksi terhadap suspensi, kekeruhan
suspensi, dan oleh karena itu absorbansi sampel akan menurun. Tidak
ditemukan perbedaan yang signifikan dalam hal aktivitas lisozim pada strain
yang berbeda dari ikan nila. Namun, secara umum menunjukkan bahwa
penurunan aktivitas lisozim secara intens setelah 30 detik pencampuran
terjadi pada semua strain nila di hari ke-7 dan 14 pasca uji tantang, dengan
pengecualian untuk BEST di hari ke-14 pasca uji tantang (Gambar 2).

10

BEST H21
NIRWANA H21
RED NIFI H21
SRIKANDI H21
GIFT H21

BEST H14
NIRWANA H14
RED NIFI H14
SRIKANDI H14
GIFT H14

BEST H7
NIRWANA H7
RED NIFI H7
SRIKANDI H7
GIFT H7

1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
BEST H0
NIRWANA H0
RED NIFI H0
SRIKANDI H0
GIFT H0

optical density (OD)

Aktivitas Lisozim

strain Ikan Nila
30 detik

4.5 menit

Gambar 2 Aktivitas lisozim lima strain nila yang diuji tantang bakteri S.
agalactiae-N14G; Keterangan: H0 = Hari ke-0, H7 = Hari ke-7,
H14 = Hari ke-14, H21 = hari ke-21
Data yang diperoleh adalah merupakan suatu respon yang cepat dari
sistem imun non-spesifik ikan yang diuji terhadap bakteri gram (+), S.
agalactiae. Tingkat penurunan kekeruhan (pengamatan 30 detik dan 4,5
menit pencampuran) adalah ukuran relatif dari jumlah lisozim yang terdapat
dalam sampel; semakin banyak lisozim yang dimiliki, semakin cepat reaksi
terjadi, dan semakin cepat absorbansi menurun. Penurunan aktivitas lisozim
juga dicatat setelah 4,5 menit pencampuran di hari ke-7 dan hari ke-14 pasca
uji tantang, sebaliknya, nilai aktivitas lisozim setelah 30 detik dan 4,5 menit
pencampuran meningkat selaras pada hari ke-21 pasca uji tantang, hal
tersebut diduga karena intensitas infeksi bakteri menurun dan tingkat
aktivitas lisozim berkurang.
Lisozim merupakan enzim bacteriolytic yang didistribusikan secara
luas ke seluruh tubuh dan merupakan bagian dari mekanisme pertahanan
non-spesifik di sebagian besar hewan, termasuk ikan. Sumber utama lisozim
adalah monosit/makrofag dan neutrofil. Tindakan bakterisida enzim ini
melibatkan hydrolyzation dari peptidoglikan dinding sel bakteri yang
mengakibatkan lisis sel. Secara khusus, lisozim menambahkan air
(menghidrolisis) ke ikatan glikosidik antara N-acetylmuramic acid (NAM)
dan N-asetilglukosamin (NAG). Hal ini disebabkan oleh enzim hidrolitik
yang mampu memotong dinding sel gram (+) dan beberapa gram (-) bakteri.
Lisozim adalah konstituen umum dari jaringan biologi dan sekresi, telah
ditemukan dalam serum ikan, dan merupakan indikator yang digunakan
sebagai uji untuk sistem imun non-spesifik pada ikan (Uribe et al. 2011).
Aktivitas tinggi dari lisozim menunjukkan bahwa sistem kekebalan tubuh
non-spesifik ikan telah diaktifkan, terutama dalam hal terdapat infeksi
bakteri. Hasil uji aktivitas lisozim selama pengamatan menunjukkan
masing-masing strain memiliki variabilitas dalam aktivitas lisozim.

11
Titer Antibodi

Antibodi merupakan hasil dari sistem imun yang bertujuan untuk
melawan benda asing (antigen) yang masuk pada tubuh ikan. Antibodi
adalah sistem imun spesifik terhadap antigen tertentu. Level tertinggi titer
antibodi adalah pengenceran 1:512 pada hari ke-14 pasca uji tantang pada
Red-NIFI (Tabel 2).
Tabel 2 Titer antibodi lima strain Ikan Nila pada pra uji tantang, hari ke-7,
14, dan 21 pasca uji tantang bakteri S. agalactiae-N14G
Sampling
Strain
Pengenceran
0 2 4 8 16 32 64 128 256 512
H-0
BEST
- - - - Nirwana
- - - - Red-NIFI - - - - Srikandi
- - - - GIFT
- - - - H-7
BEST
+ + + ± Nirwana + ± - - Red-NIFI + ± - - Srikandi + + + ± GIFT
+ ± - - H-14
BEST
+ ± - - Nirwana + + ± - Red-NIFI + + + + + + +
+
+
±
Srikandi + + + + + ± GIFT
+ + + + + + ±
H-21
BEST
+ + ± - Nirwana + ± - - Red-NIFI + + + + + + +
+
±
Srikandi + + + + + ± GIFT
+ + + + + + +
+
±
Keterangan: (+) = terjadi aglutinasi, (±) = aglutinasi rendah, (-) = tidak terjadi aglutinasi

Dengan pengecualian untuk Red-NIFI; tingkat titer antibodi tertinggi
pada setiap strain nila terjadi: (i) pada pengenceran 1:8 untuk BEST dan
Srikandi pada hari ke-7 pasca uji tantang, (ii) pengenceran 1:64 untuk GIFT
pada hari ke-14 pasca uji tantang, pengenceran 1:32 untuk Srikandi pada
hari ke-14 dan 21 pasca uji tantang, dan (iii) pengenceran 1:256 untuk GIFT
pada hari ke-21 pasca uji tantang. Titer antibodi merupakan indikator untuk
mengukur tingkat reaksi antigen-antibodi. Nilai titer antibodi merupakan
indikator bahwa ikan terinfeksi dengan jenis antigen tertentu.
Keragaman tingkat aglutinasi berhubungan erat dengan respon biokimia pembentukan antibodi. Hal ini akan berbeda pada tingkat individu dan
dipengaruhi oleh banyak faktor seperti kondisi kesehatan, genetik, usia,
status gizi, kondisi lingkungan, dan faktor stres (Tizard 1987).

12
Tingkat Kelangsungan Hidup

Rata-rata tingkat kelangsungan hidup pada akhir studi lima jenis
yang berbeda dari ikan nila berkisar antara 0-60% (Gambar 3).

Tingkat Kelangsungan Hidup
Jumlah ikan uji

12
10
8
6
4
2
H0
H1
H2
H3
H4
H5
H6
H7
H8
H9
H10
H11
H12
H13
H14
H15
H16
H17
H18
H19
H20
H21

0

Hari keBEST

Nirwana

Red NIFI

Srikandi

GIFT

Gambar 3 Rata-rata tingkat kelangsungan hidup lima strain Ikan Nila selama
21 hari uji tantang terhadap infeksi bakteri S. agalactiae-N14G
Tingkat kelangsungan hidup terendah (0%) ditemukan pada strain
BEST dan Nirwana. Tingkat kelangsungan hidup tertinggi (60%) ditemukan
pada strain Red-NIFI dan GIFT, Srikandi (50%).
Jenis infeksi S. agalactiae pada ikan nila adalah sub-akut dengan
masa inkubasi tiga minggu. Gejala klinis streptococcosis pada ikan nila
menunjukkan seperti berenang lemah dan berada di dasar akuarium,
berenang tidak beraturan, respon terhadap pakan lemah, perubahan warna
tubuh, tubuh membentuk huruf “C”, eksoptalmia pada mata, dan bukaan
operkulum lebih cepat (Gambar 4). Hasil pengamatan sesuai dengan
penelitian Evans (2002) yang menunjukkan bahwa S. agalactiae terbukti
sangat menular dengan angka kematian mencapai 90-100% dalam 2 minggu
pertama setelah infeksi buatan.

13

Gambar 4 Gejala klinis ikan nila yang terinfeksi bakteri patogen
Streptococcus agalactiae-N14G

Variasi dan Jarak Genetik Lima Strain Ikan Nila

Analisis genetik menggunakan metode PCR RAPD dan AFLP.
Metode RAPD menggunakan empat macam primer dan AFLP
menggunakan dua pasangan kombinasi primer selektif menghasilkan
beberapa potong pita (Gambar 5 dan 6).

14

Gambar 5 Produk PCR-RAPD hasil running pada PAGE 8% lima strain
nila; Keterangan: B = BEST, N = Nirwana, RN = Red-NIFI, S =
Srikandi, G = GIFT

15

Gambar 6 Produk PCR-AFLP hasil running pada PAGE 8% lima strain nila;
Keterangan: B = BEST, N = Nirwana, RN = Red-NIFI, S =
Srikandi, G = GIFT
Kombinasi primer EcoRI-ACG dan MseI-CTG menghasilkan 24
total pita dengan persentase polimorfik sebesar 45.8%, untuk kombinasi
primer EcoRI-ACC dan MseI-CTT menghasilkan 26 total pita dengan
persentase polimorfik yang rendah, yaitu 15.4% (Tabel 3).

16
Tabel 3 Primer AFLP yang digunakan dan profil pita dari lima strain ikan
nila
Kombinasi primer selektif
EcoRI-ACG+MseI-CTG
EcoRI-ACC+MseI-CTT

Total
pita
24
26

Pita
monomorfik
13
22

Pita
polimorfik
11
4

Presentasi pita
polimorfik (%)
45.8
15.4

Baik RAPD maupun AFLP menghasilkan fragmen pita yang
polimorf. Pada hasil elektroforesis RAPD menggunakan primer OPA-20
ditemukan adanya alel spesifik yang berada pada posisi yang sama antara
lokus strain Red-NIFI, Srikandi, dan GIFT, tetapi tidak ditemukan pada
strain BEST dan Nirwana. Pada hasil elektroforesis AFLP menggunakan
kombinasi primer EcoRI-ACG+MseI-CTG ditemukan alel spesifik yang
berada pada posisi yang sama pada lokus strain BEST dan Nirwana, tetapi
tidak ditemukan pada Red-NIFI, Srikandi, dan GIFT.
Dengan perkembangan marka molekular, kesamaan posisi alel pada
beberapa strain dapat dikaji lebih lanjut sebagai keterpautan antara gen.
Keterepautan tersebut dapat berfungsi untuk mendeteksi dan
mengkarakterisasi lokus yang mengendalikan sifat kuantitatif ke dalam
faktor genetik yang terkait (Paterson et al. 1988). Adanya kesamaan posisi
alel pada strain-strain tertentu mungkin mengekspresikan suatu sifat tertentu
yang berkaitan dengan sistem imun.
Jarak genetik merupakan tingkat perbedaan gen antara dua populasi
yang biasa dihitung berdasarkan fungsi dari frekuensi alel. Jarak genetik
dapat digunakan untuk memperkirakan waktu terjadinya pemisahan antar
populasi dan dapat juga digunakan dalam membangun pohon filogenetik
(Nei 1987). Berdasarkan hasil analisis RAPD, dengan menggunakan primer
OPA-11 menunjukkan jarak genetik terdekat terjadi pada strain nila BEST
dengan Nirwana dan BEST dengan GIFT yang memiliki jarak genetik
sebesar 0.111 (Tabel 4).
Tabel 4 Tingkat kemiripan genetik kelima sampel (diagonal atas)
genetik (diagonal bawah) menggunakan primer OPA-11
BEST
Nirwana Red-NIFI Srikandi
BEST
***
0.889
0.848
0.788
Nirwana
***
0.727
0.727
0.111
Red-NIFI
0.152
0.273
***
0.800
Srikandi
0.212
0.273
0.200
***
GIFT
0.167
0.152
0.152
0.111

dan jarak
GIFT
0.889
0.833
0.848
0.848
***

Analisis menggunakan primer OPA-15 menunjukkan jarak genetik
terdekat terjadi pada strain nila Red-NIFI dengan GIFT yang memiliki jarak
genetik sebesar 0.097 (Tabel 5).

17
Tabel 5 Tingkat kemiripan genetik kelima sampel (diagonal atas)
genetik (diagonal bawah) menggunakan primer OPA-15
BEST
Nirwana Red-NIFI Srikandi
BEST
***
0.857
0.759
0.800
Nirwana
0.143
***
0.839
0.741
Red-NIFI
0.241
0.161
***
0.786
Srikandi
0.200
0.259
0.214
***
GIFT
0.357
0.267
0.259
0.097

dan jarak
GIFT
0.643
0.733
0.903
0.741
***

Analisis menggunakan primer OPA-16 menunjukkan jarak genetik
terdekat terjadi pada strain nila BEST dengan Nirwana yang memiliki jarak
genetik sebesar 0.130 (Tabel 6).
Tabel 6 Tingkat kemiripan genetik kelima sampel (diagonal atas)
genetik (diagonal bawah) menggunakan primer OPA-16
BEST
Nirwana Red-NIFI Srikandi
BEST
***
0.870
0.750
0.833
Nirwana
***
0.696
0.783
0.130
Red-NIFI
0.250
0.304
***
0.833
Srikandi
0.167
0.217
0.167
***
GIFT
0.312
0.355
0.375
0.312

dan jarak
GIFT
0.688
0.645
0.625
0.688
***

Analisis menggunakan primer OPA-16 menunjukkan jarak genetik
terdekat terjadi pada strain nila BEST dengan Nirwana yang memiliki jarak
genetik sebesar 0.000 (Tabel 7).
Tabel 7 Tingkat kemiripan genetik kelima sampel (diagonal atas)
genetik (diagonal bawah) menggunakan primer OPA-20
BEST
Nirwana Red-NIFI Srikandi
BEST
***
1.000
0.714
0.593
Nirwana
***
0.769
0.720
0.000
Red-NIFI
0.286
0.231
***
0.737
Srikandi
0.407
0.280
0.263
***
GIFT
0.357
0.308
0.400
0.158

dan jarak
GIFT
0.643
0.692
0.600
0.842
***

Dari hasil kombinasi primer EcoRI-ACG dan MseI-CTG diperoleh
jarak genetik paling kecil terdapat pada strain nila BEST dengan Nirwana
dan Srikandi dengan GIFT yang memiliki jarak genetik sebesar 0.273. Hal
ini menunjukkan adanya hubungan kekerabatan yang lebih dekat antara
kedua pasangan strain nila tersebut (Tabel 8).

18
Tabel 8 Tingkat kemiripan genetik kelima sampel (diagonal atas) dan jarak
genetik (diagonal bawah) dengan kombinasi primer EcoRI-ACG
dan MseI-CTG
BEST
Nirwana
Red-NIFI
Srikandi
GIFT

BEST
***
0.086
0.189
0.118
0.143

Nirwana
0.914
***
0.105
0.143
0.167

Red-NIFI
0.811
0.895
***
0.189
0.211

Srikandi
0.882
0.857
0.811
***
0.086

GIFT
0.857
0.833
0.789
0.914
***

Kombinasi primer EcoRI-ACC dan MseI-CTT menunjukkan jarak
genetik terdekat terjadi pada strain nila BEST dengan Nirwana dengan nilai
jarak genetik sebesar 0.000 (Tabel 9).
Tabel 9 Tingkat kemiripan genetik kelima sampel (diagonal atas) dan jarak
genetik (diagonal bawah) dengan kombinasi primer EcoRI-ACC
dan MseI-CTT
BEST
Nirwana
Red-NIFI
Srikandi
GIFT

BEST
***
0.000
0.083
0.042
0.021

Nirwana
1.000
***
0.083
0.042
0.021

Red-NIFI
0.917
0.917
***
0.042
0.064

Srikandi
0.958
0.958
0.958
***
0.021

GIFT
0.979
0.979
0.936
0.979
***

Berdasarkan hasil analisis jarak genetik menggunakan metode
RAPD dan AFLP, diperoleh dendogram pohon filogeni yang menunjukkan
kekerabatan dari kelima strain nila (Gambar 7-12). Hasil analisis RAPD
terjadi variasi nilai jarak genetik dan posisi pada pohon filogeni dari kelima
strain nila. Dendogram dari kedua metode tersebut menunjukkan bahwa
strain BEST selalu berada pada klaster yang sama dengan Nirwana. Hasil
analisis AFLP, menunjukkan bahwa strain BEST memiliki kekerabatan
yang dekat dengan Nirwana, begitu pula dengan strain Srikandi yang
berkerabat dekat dengan GIFT. Sedangkan strain Red-NIFI terpisah dari
keempat strain nila lainnya karena memiliki nilai jarak genetik yang jauh.

Gambar 7 Dendogram analisis cluster jarak genetik (UPGMA) data RAPD
dengan menggunakan primer OPA-11

19

Gambar 8 Dendogram analisis cluster jarak genetik (UPGMA) data RAPD
dengan menggunakan primer OPA-15

Gambar 9 Dendogram analisis cluster jarak genetik (UPGMA) data RAPD
dengan menggunakan primer OPA-16

Gambar 10 Dendogram analisis cluster jarak genetik (UPGMA) data RAPD
dengan menggunakan primer OPA-20

20

Gambar 11 Dendogram analisis cluster jarak genetik (UPGMA) data AFLP
dengan kombinasi primer EcoRI-ACG dan MseI-CTG

Gambar 12 Dendogram analisis cluster jarak genetik (UPGMA) data AFLP
dengan kombinasi primer EcoRI-ACC dan MseI-CTT .

Keterkaitan Karakteristik Respon Imun dan Analisis Genetik

Berdasarkan data titer antibodi dan tingkat kelangsungan hidup lima
strain nila yang berbeda, memberikan hubungan yang jelas atau korelasi
yang positif antara dua parameter tersebut dengan hasil analisis genetik yang
dapat dilihat dari pola fragmen yang spesifik dimiliki atau tidak dimiliki
oleh strain-strain tertentu, juga berdasarkan kekerabatan yang dilihat dari
jarak genetiknya. Hal ini dapat terjadi kemungkinan karena adanya
pengaruh variasi gen terhadap sistem imun. Nilai yang diperoleh pada titer
antibodi memiliki korelasi yang kuat dengan tingkat perlindungan antigen
spesifik, dan terlihat secara signifikan terhadap tingkat kelangsungan hidup.
Hasil analisis genetik juga mendukung bahwa strain nila BEST dan Nirwana

21
yang berada pada satu klaster memiliki sistem ketahanan tubuh yang rendah
terhadap infeksi bakteri patogen, S. agalactiae.

SIMPULAN
Strain Red-NIFI memiliki ketahanan yang tinggi dalam hal resisten
terhadap infeksi penyakit S. agalactiae, kemudian diikuti oleh GIFT dan
Srikandi. Sementara dua strain lainnya, BEST dan Nirwana memiliki
ketahanan yang rendah terhadap bakteri S. agalactiae. Eksplorasi dan
integrasi parameter, yaitu diferensiasi leukosit, aktivitas lisozim, titer
antibodi, dan tingkat kelangsungan hidup dalam penelitian ini
mengungkapkan bahwa parameter tersebut dapat digunakan untuk
membedakan sistem imun spesifik dan non-spesifik pada ikan nila. Korelasi
yang kuat antara strain yang tahan maupun yang rentan terhadap infeksi
bakteri S. agalactiae ditemukan pada hasil uji tantang dan kekerabatan
analisis genetik berdasarkan alel spesifik dan jarak genetik.

DAFTAR PUSTAKA
Byun SO, Fang Q, Zhou H, Hickford JGH. 2009. An effective mothod for
silver-staining DNA in large numbers of polyacrylamide gels. Anal
Biochem 385: 174-175.
Chinabut S, Limsuwan C, Kitsawat P. 1991. Histology of Walking Catfish,
Clarias batrachus. Thailand: AAHRI.
[DJPB] Direktorat Perikanan Budidaya. 2011. Ikan nila indukan unggulan.
[terhubung berkala] http://www.perikanan-budidaya.kkp.go.id/ [28
Desember 2013].
Eldar A, Shapiro O, Bejerano Y, Bercovier H. 1995. Vaccination with
whole-cell vaccine and bacterial protein extracts protects tilapia
against Streptococcus difficile meningoencephalitis. Vaccine 13: 867–
870.
Evans JJ, Klesius PH, Glibert PM, Shoemaker CA, Sarawi AMA,
Landsberg J, Duremdez R, Marzouk AA, Zenki AS. 2002.
Characterization of beta-haemolytic Group B Streptococcus agalactiae
in cultured seabream, Sparus auratus (L.) and wild mullet, Liza
klunzingeri (Day), in Kuwait. Journal of Fish Diseases 25: 505–513.
Ferguson AJ, Taggart B, Prodohl PA, Meel OM, Thompson C, Stone C,
McGinnity P, Hynes RA. 1995. The application of molecular markers
to the study and conservation of fish population, with special reference
to Salmo. J. Fish Biol. 47: 103-126.
Gustiano R, Arifin OZ, Nugroho E. 2008. Perbaikan pertumbuhan ikan nila
(Oreochromis niloticus) dengan seleksi famili. Media Akuakultur 3.

22
Homatowska A, Wajtaszek J, Adamowicz A. 2002. Haematological indices
and circulating blood picture in the sunbleak, Leucaspius delineatus
(Heckel, 1843). Zoologica Poloniae 47:57-68.
Lacerda SMSN, Batlouni SR, Silva SBG, Homem CSP, Franca LR. 2006.
Germ cells transplantation in fish: the Nile-tilapia model. Anim. Reprod.
3: 146-159.
Lusiastuti AM, Purwaningsih U, Sumiati T. 2010. Isolasi bakteriofaga anti
Streptococcus agalactiae dari ikan nila (Oreochromis niloticus).
Jurnal Riset Akuakultur 5:237-243.
Mulyasari. 2007. Beberapa teknik penentuan variasi genetik pada ikan untuk
proses pemuliaan. Media Aquaculture 2: 37-40.
Nei M, Li W. 1979. Mathematical model for studying genetic variation in
terms of restriction endonucleases. Proc. Natl. Acad. Sci. USA. 76:
5269-5273.
Paterson AH, Lander ES, Hewitt JD, Peterson S, Lincoln SE, Tanksley SD.
1988. Resolution of quantitative traits into Mendelian factors by using a
complete linkage map of restriction fragment length polymorphisms.
Nature 335: 721-726.
Putra AN. 2010. Kajian Probiotik, Prebiotik dan Sinbiotik untuk
Meningkatkan Kinerja Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
[tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Roberts RJ. 2001. Fish Pathology. London: W.B Sounders.
Stickney RR. 2000. Tilapia Culture: Encyclopedia of Aquaculture. New
York: John Wiley & Sons.
Taukhid, Purwaningsih U. 2009. Penapisan isolat bakteri Streptococcus spp.
sebagai kandidat antigen dalam pembuatan vaksin, serta efikasinya
untuk pencegahan penyakit streptococciasis pada ikan nila,
Oreochromis niloticus. Jurnal Riset Akuakultur 6:103-118.
Tizard IR. 1987. Immunology: An Introduction. Philadelphia: Saunders
College Pub.
Trewavas E. 1983. Tilapiine Fishes of the Genera Sarotherodon,
Oreochromis and Danakilia. London: British Museum.
Uribe C, Folch H, Enriquez R, Moran G. 2011. Innate and adaptive
immun