Hapusnya perjanjian Lisensi Dan Pembayaran Royalti Hak Cipta Sinematografi Menurut Hukum Perjanjian

berlaku dalam hal ketidak cakapan suatu pihak sejak orang ini menjadi cakap menurut hukum.

2. Hapusnya perjanjian

Dalam Pasal 1381 KUH Perdata disebutkan cara hapusnya perjanjian yaitu sebagai berikut : a. Pembayaran Istilah pembayaran tidak selalu harus diartikan terbatas pada pelunasan hutang semata-mata, karena bila ditinjau lebih jauh pembayaran tidak selamanya harus berbentuk sejumlah uang atau barang tetentu. Pembayaran dapat juga dilakukan dengan pemenuhan jasa atau pembayaran dalam bentuk yang tidak berwujud, pembayaran prestasi dapat pula dilakukan dengan melakukan sesuatu. Timbulnya alasan untuk melakukan pembayaran adalah adanya perjanjian itu sendiri. pembayaran harus didahului oleh tindakan hukum yang menimbulkan hubungan hukum baik hubungan hukum jual beli, hutang piutang, melakukan jasa dan sebagainya. Hal ini didukung oleh pendapat yang mengatakan : Pembayaran tanpa hutang adalah merupakan sesuatu yang tidak dapat dipikirkan alasannya atau tak beralasan sama sekali. Karena secara yuridis, setiap pembayaran didahului dengan penetapan hutang. Maka pembayaran pada dasarnya, adalah perwujudan dari hutang prestasi. Dengan pembayaran prestasi perjanjian hapus dengan sendirinya. 78 78 M. Yahya Harahap, Segi- segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1982, hal.108. Universitas Sumatera Utara Dari ketentuan undang-undang dapat dilihat bahwa pada umumnya pembayaran tidak mendasarkan pada formalitas tertentu, walau ada beberapa jenis perjanjian yang menentukan formalitas pembayaran. Menurut Harahap pembayaran bukanlah tindakan hukum, oleh karena itu pembayaran dapat dilakukan tanpa ikatan formalitas. 79 Pihak yang harus melakukan pembayaran adalah yang berkepentingan sendiri yaitu debitur. Jika bertitik tolak dari Pasal 1381 KUH Perdata, maka telah ditentukan orang-orang yang dapat melakukan pembayaran yaitu : 1 Debitur sendiri sebagai orang yang berkepentingan 2 Penjamin borgtchter 3 Orang ketiga yang bertindak atas nama debitur. b. Karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penitipan Hal ini ditentukan dalam Pasal 1381 KUHPerdata. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penitipan hanya mungkin terjadi dalam perjanjian menyerahkan menyerahkan suatu benda bergerak. Oleh karena itu dalam perjanjian yang objek prestasinya melakukan atau tidak melakukan sesuatu maupun dalam penyerahan benda tak bergerak, penawaran dan penitipan ini tidak mungkin dilakukan. 79 Ibid., h. 108. Universitas Sumatera Utara Dalam perjanjian yang objek prestasinya melakukan atau tidak melakukan sesuatu prestasi tidak mungkin dititipkan tapi harus dilakukan oleh debitur sendiri, demikian pula halnya dengan penyerahan benda tak bergerak. Jadi penawaran tunai yang diikuti kosignasi adalah khusus untuk perjanjian pembayaran uang dan penyerahan benda-benda bergerak. c. Pembaharuan hutang novasi Pembaharuan hutang ini lahir dari persetujuan para pihak, yaitu dengan jalan menghapuskan perjanjian lama dan pada saat yang bersamaan dengan penghapusan tadi, perjanjian tersebut diganti dengan perjanjian baru. Menurut ketentuan Pasal 1413 KUHPerdata, pembaharuan hutang terjadi apabila : 1 Kreditur mengadakan ikatan perjanjian hutang terhadap debitur dengan tujuan menghapuskan dan mengganti perjanjian lama, dengan perjanjian baru. Dalam hal ini perjanjiannya diperbaharui, sedangkan para pihaknya tetap seperti semula 2 Seorang debitur baru menggantikan debitur lama yang dibebaskan dari kewajiban pembayaran oleh kreditur 3 Dengan membuat perjanjian baru yang menggantikan kreditur lama dengan kreditur baru yang kreditur lama tidak berhak lagi menuntut pembayaran dari ikatan perjanjian lama. d. Perjumpaan hutang atau kompensasi Terjadinya perjumpaan hutang kompensasi adalah akibat berjumpanya dua pribadi yang sama-sama berkedudukan sebagai debitur antara yang satu dengan lainnya mewajibkan mereka saling melunasi dan membebaskan diri dari perhutangan. Jadi apabila pada waktu yang Universitas Sumatera Utara bersamaan terdapat dua pribadi yang saling menjadi debitur, masing-masing mereka dapat melunasi hutang piutang dengan jalan kompensasi, baik untuk seluruh hutang maupun untuk sebagian hutang dan saling melakukan perhitungan sesuai dengan besar kecilnya tagihan masing-masing. e. Percampuran hutang terjadi akibat keadaan bersatunya kedudukan debitur dan kreditur pada diri seseorang. Dengan bersatunya kedudukan debitur dan kreditur pada diri seseorang dengan sendirinya menurut hukum telah terjadi percampuran hutang atau konfusio dan semua tagihan menjadi hapus seperti yang tersebut dalam Pasal 1436 KUHPerdata. f. Penghapusan hutang Tindakan kreditur membebaskan kewajiban debitur untuk memenuhi pelaksanaan perjanjian. Tindakan pembebasan hutang ini harus dapt dibuktikan dan tidak boleh diduga-duga. Hal yang sangat dibutuhkan dalam pembebasan hutang ialah, adanya kehendak kreditur membebaskan kewajiban debitur untuk melaksanakan pemenuhan perjanjian serta sekaligus menggugurkan perjanjian itu sendiri. g. Musnahnya barang yang terhutang Perjanjian hapus karena musuh atau lenyapnya barang tertentu yang menjadi pokok prestasi yang diwajibkan kepada debitur untuk barang harus sesuai dengan ketentuan lebih lanjut dari Pasal 1444 KUHPerdata yang dapat dijelaskan sebagai berikut. Universitas Sumatera Utara 1 Musnahnya atau lenyapnya barang harus diluar perbuatan dan kesalahan debitur. Musnahnya barang tersebut akibat dari sebab yang berada di luar kekuasaan debitur. 2 Kemusnahan barang itu sendiri harus terjadi pada saat sebelum jatuh tenggang waktu penyerahan. Untuk hal ini terdapat pengecualian yaitu debitur terbebas dari kewajiban, sekalipun musnahnya barang terjadi sudah lewat waktu penyerahan, asalkan musnahnya barang itu akan terjadi juga di tangan kreditur seandainya diserahkan oleh sebab peristiwa yang sama. 3 Debitur berkewajiban untuk membuktikan kebenaran tentang musnahnya barang itu disebabkan oleh peristiwa yang berada di luar perhitungan debitur. h. Kebatalan atau pembatalan. Perjanjian yang dibuat oleh orang-orang yang belum dewasa atau yang ditaruh dibawah pengampunan adalah batal demi hukum dan atas penuntutan yang diajukan oleh atau dari pihak mereka, harus dinyatakan batal semata- mata atas dasar kebelum-dewasaan atau pengampuannya itu. Undang- undang juga menentukan jangka waktu suatu tuntutan pembatalan itu dapat diajukan yaitu lima tahun yang mulai berlaku : 1. Dalam hal kedewasaan, sejak hari kedewasaan 2. Dalam hal pengampuan, sejak hari pencabutan pengampuan Universitas Sumatera Utara 3. Dalam hal adanya paksaan, sejak hari paksaan itu telah berhenti 4. Dalam hal adanya kekhilafan atau penipuan sejak hari diketahuinya kekhilafan atau penipuan itu 5. Dalam hal kebatalan yang tersebut dalam Pasal 1341 KUHPerdata, sejak hari diketahuinya bahwa kesadaran yang diperlukan untuk kesadaran itu ada. 80 i. Lewatnya waktu Lewat waktunya waktu akan membebaskan seseorang dari suatu kewajiban. Dalam kaitan antara lampaunya waktu dengan perjanjian, maka dapat dijelaskan sebagai berikut : 1 Membebaskan seseorang dari kewajiban setelah lewat jangka waktu tertentu sebagaimana yang telah ditetapkan Undang-Undang. 2 Memberikan kepada seseorang untuk memperoleh sesuatu hak setelah lewat jangka tertentu sesuai dengan yang ditetapkan Undang-Undang. Apabila dilihat dari segi yuridis lampau waktu merupakan suatu tanggapan hukum wetttelijk vermoeden. Dengan lampaunya waktu tertentu dianggap perjanjian telah hapus, sehingga debitur terbebas dari kewajiban pemenuhan prestasi. Disamping itu dapat pula dianggap seseorang telah memperoleh hak milik atas sesuatu setelah lewat jangka waktu tertentu.

D. Lisensi dan Tujuan Lisensi Menurut Hukum Perjanjian

80 Ridwan Syahrani, Op.Cit., hal 75. Universitas Sumatera Utara Hak Atas Kekayaan Inteektual HAKI adalah kekayaan intelektual yang mempunyai manfaat ekonomi. Dengan demikian, suatu kekayaan intelektual dapat dikatakan bahwa karena bermanfaat ekonomi, maka terkandung di dalamnya nilai- nilai ekonomi. Kerapkali dalam pemanfaatan dari nilai ekonomi dari HAKI, pencipta tidak dapat melakukannya seorang diri, namun berdasarkan undang- undang yang berlaku, HAKI diperbolehkan untuk memberikan lisensi. Sedangkan didalam UU No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, yang dimaksud dengan Lisensi sesuai ketentuan Pasal 1 angka 14 adalah: “Lisensi adalah izin yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemegang Hak Terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan danatau memperbanyak Ciptaannya atau produk Hak Terkaitnya dengan persyaratan tertentu.” Namun demikian, pengertian tersebut tidak selengkap pengertian lisensi menurut Black’s Law Dictionary. Lisensi menurut Black’s Law Dictionary yang dikutip Gunawan Wijaya diartikan sebagai: A Personal privilege to do some particular act or series of acts. 81 atau The Permission by competent authority to do an act which, without such permission would be illegal, a tresspass, a tort, or other wise would not allowable . 82 81 Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis: Lisensi, Raja Grafindo Persada, Jakarta 2001, hal. 7. 82 Ibid Universitas Sumatera Utara Pengertian di atas, dapat menjelaskan bahwa lisensi senantiasa dikaitkan dengan kewenangan dalam bentuk keistimewaan privilege yang ada untuk melakukan sesuatu hal oleh seseorang atau pihak tertentu yang ada karena kewenangan yang diberikan oleh pihak yang berwenang. Sedangkan Licensing menurut Black Law’s Dictionary adalah The sale of a License permitting the use of Patent, trademarks, or the technology to another firm . 83 Berdasarkan kedua pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa bahwa pengertian yang termuat dalam Black’s Law Dictionary lebih lengkap dan luas karena mencakup keharusan adanya izin dari pencipta dan bila tiadak ada izin merupakan suatu perbuatan melawan hukum. Oleh karena itu, dalam Pasal 1 angka 14 sebaiknya juga dicantumkan kata-kata apabila tidak ada izin, maka dapat digolongkan perbuatan melawan hukum. Pengertian yang diberikan oleh Black Law’s Dictionary ini memiliki pendekatan makna yang lebih, yakni Lisensi dikatakan sebagai bentuk penjualan atas izin privilege untuk menggunakan Paten, Hak Cipta, Hak atas Merek, dan Teknologi. Dalam konsep yang ditawarkan oleh Black’s Law Dictionary dapat dilihat bahwa dengan adanya penjualan atas izin tersebut maka terdapat penjual dan pembeli sebagai akibat adanya penjualan yang dilakukan. 83 Ibid., hal. 8. Universitas Sumatera Utara PenjualPembeli Lisensi ini disebut Licensor, dan pihak penerima Lisensi disebut Licensee . 84 Jika melihat pengertian Licensing lebih lanjut yang dikemukakan oleh Betsy Ann Toffer dan Jane Imber dalam Dictionary of Marketing Terms, dimana Licensing diartikan sebagai: 85 Contractual agreement between two business entities in which Licensor permits the Licensee to use a brand name, patent, or other proprietary rights, in exchange for fee or royalti . Apabila diterjemahkan secara bebas berarti: Perjanjian bersifat kontrak antara dua pihak dimana pemberi lisensi mengizinkan penerima lisensi untuk menggunakan nama dagang, paten, atau Hak lainnya, dengan penggantian sejumlah uang atau royalti . Lisensi, dalam pengertian yang lebih lanjut senantiasa melibatkan suatu bentuk perjanjian tertulis dari pemberi lisensi dan penerima lisensi. Perjanjian ini sekaligus berfungsi sebagai bukti pemberian izin dari pemberi lisensi kepada penerima lisensi untuk menggunakan nama dagang, paten, atau hak milik lainnya Hak Atas Kekayaan Intelektual. Pemberian hak untuk memanfaatkan Hak Atas 84 Ibid 85 Ibid., hal. 9. Universitas Sumatera Utara Kekayaan Intelektual ini disertai dengan Imbalan dalam bentuk pembayaran Royalti oleh penerima lisensi kepada penerima lisensi. 86 Beberapa pengertian lisensi yang dikemukakan di atas, maka dapat dimaknai bahwa yang dimaksud dengan lisensi adalah suatu bentuk pemberian izin untuk memanfaatkan atau menggunakan suatu Hak Atas Kekayaan Intelektual, yang dapat diberikan oleh pemberi lisensi kepada penerima lisensi agar penerima lisensi dapat melakukan suatu bentuk kegiatan usaha, baik dalam bentuk teknologi atau pengetahuan knowhow yang dapat dipergunakan untuk memproduksi, menghasilkan, menjual, atau memasarkan barang berwujud tertentu, maupun yang akan dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan jasa tertentu, dengan mmpergunakan Hak Atas Kekayaan Intelektual yang dilisensikan tersebut. Untuk keperluan tersebut penerima Lisensi diwajibkan untuk memberikan kontraprestasi dalam bentuk pembayaran royalti yang dikenal juga dengan License fee. 87 Selanjutnya apabila dilihat dari tujuan dari adanya perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual, Tujuan lisensi merupakan suatu bentuk usaha negara untuk melindungi ide atau hasil karya warga negaranya. Namun sejalan dengan perkembangan, sifat teritorial atas perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual HAKI tersebut dirasakan kurang efektif dikarenakan tidak dapat melindungi penggunaan HAKI di negara lain. Untuk menjawab hal inilah maka dibentuklah 86 Ibid. 87 Gunawan Widjaja, Op.Cit., hal. 10. Universitas Sumatera Utara World Intellectual Property Organization WIPO sebagai wadah penyeragaman dalam pengaturan penggunaan HAKI di seluruh dunia. Dalam ketentuan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-33Pj2009 Tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Berupa Royalti dari Hasil Karya Sinematografi, lisensi dikatakan sebagai izin yang diberikan oleh pemegang hak cipta atau pemegang hak terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan danatau memperbanyak ciptaannya atau produk hak terkaitnya dengan persyaratan tertentu. Di dalam ketentuan ini tujuan lisensi adalah sebagai salah satu sumber pendapatan Negara, di mana terhadap royalti yang dibayarkan kepada pencipta atau pemegang hak cipta dikenakan pajak penghasilan sebagai pendapatan Negara. 88 Beberapa hal yang terkait dengan perlindungan HAKI dicoba untuk disusun oleh WIPO, namun dalam kenyataannya, perlindungan tersebut tidak dapat berlaku efektif pula. Maka dalam perundingan GATT Uruguay Round berhasil dirumuskan hal-hal yang dilindungi atas HAKI yang diatur dalam WTO-GATT- TRIPS meliputi: 89 1. Copyrights and Related Rights; 2. Trademarks, service marks, trade names; 3. Geographical indications; 4. Industrial designs; 88 Lihat Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-33Pj2009 Tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Berupa Royalti Dari Hasil Karya Sinematografi 89 Gunawan Widjaja,, Op.Cit., hal.13 Universitas Sumatera Utara 5. Patents; 6. Layout designs topographies of integrated circuits; 7. Protection of undisclosed information; 8. Control of anti-competitive rights. Penjelasan sebelumnya yang dikemukakan di atas dapat disebutkan bahwa Hak Atas Kekayaan Intelektual yang dapat digolongkan ke dalam: a. Hak Cipta dan Hak yang berkaitan dengan Hak Cipta; b. Paten dan paten sederhana; c. Merek Dagang, Merek Jasa, Nama Dagang, Indikasi Asal dan Indikasi Geografis; d. Rahasia Dagang; e. Desain Industri; f. Desain atas Tata Letak Sirkuit Terpadu. 90 Enam golongan HAKI tersebut merupakan 6 macam HAKI yag dapat dilisensikan, dalam hal pemilik atau pemegang HAKI tersebut tidak melaksanakan sendiri HAKI yang dimilikinya tersebut, ataupun dalam hal pemilik atau pemegang HAKI tersebut bermaksud untuk mengembangkan usahanya melalui HAKI yang dimilikinya tersebut tanpa melibatkan dirinya secara aktif. Pengaturan Lisensi dalam Hak Cipta termasuk dalam hal ini hak cipta sinematografi mengacu pada Undang-undang Nomor 6 tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 7 tahun 1987 tidak diatur perihal Lisensi Hak Cipta, walaupun demikian lisensi Hak Cipta pada dasarnya tetap diperbolehkan, selama dan sepanjang syarat-syarat lahirnya lisensi sebagai suatu perjanjian terpenuhi secara sah. 91 90 Ibid., hal. 15. 91 Ibid., hal. 63. Universitas Sumatera Utara Namun dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 diatur perihal Lisensi atas hak Cipta. Sejalan dengn prinsip pada Undang-Undang Hak Cipta sebelumnya, bahwa pemegang Hak Cipta berhak untuk memberikan lisensi kepada orang lain berdasarkan surat perjanjian lisensi. 92 Perjanjian lisensi tersebut mengacu kepada syarat sah perjanjian berdasarkan KUH Perdata sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Adapun perjanjian lisensi yang diberikan sepanjang tidak dikecualikan, maka dalam perjanjian lisensi segala perbuatan yang terkait dengan penggunaan atas hak cipta yakni dalam bentuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaan maupun memberikan izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuan pencipta atau pemegang hak cipta menyewakan suatu ciptaan untuk kepentingan yang bersifat komersial tersebut berlangsung dalam jangka waktu lisensi diberikan dan berlaku untuk seluruh wilayah Negara Republik Indonesia. 93 Dalam pembuatan perjanjian lisensi, dilarang memuat ketentuan yang dapat menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia atau memuat ketentuan yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam perundang-undangan yang berlaku. 94 Hal ini menunjukkan bahwa secara alami adanya ketentuan lisensi dapat disamakan dengan keistimewaan Privilege Negara berupa perlakuan khusus kepada pemegang lisensi, yang secara 92 Pasal 45 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. 93 Pasal 45 jo Pasal 2 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. 94 Pasal 47 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Universitas Sumatera Utara tidak langsung menunjukkan bahwa adanya kecenderungan terjadinya pemusatan kekuatan ekonomi atas lisensi tersebut. Adanya pemusatan kekuatan ekonomi pada satu pihak atau kelompok tertentu dapat menciptakan iklim usaha monopolistis anti kompetitif. Oleh sebab itu, kemungkinan terjadinya Praktek Monopoli yang kemudian dapat menciptakan kondisi pasar anti kompetitif, telah berusaha diminimalisir dengan melahirkan undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pemberian lisensi merupakan suatu hak khusus yang hanya dapat diberikan oleh pemberi lisensi atas kehendaknya pemberi lisensi semata-mata kepada satu atau lebih penerima lisensi yang menurut pertimbangan pemberi lisensi dapat menyelenggarakan, mengelola atau melaksanakan Hak Atas Kekayaan Intelektual HAKI yang dimiliki oleh pemberi lisensi. 95 a. Lisensi Eksklusif Suatu Lisensi dikatakan Eksklusif Lisensi Eksklusif, jika lisensi tersebut diberikan dengan kewenangan penuh untuk melaksanakan, memanfaatkan atau mempergunakan suatu HAKI yang diberikan perlindungan oleh Negara. Eksklusifitas itu sendiri tidaklah bersifat absolut atau mutlak, melainkan juga dibatasi oleh berbagai hal, misalnya hanya diberikan untuk 95 Gunawan Widjaja, Op.Cit., hal.21. Universitas Sumatera Utara suatu jangka waktu tertentu, wilayah tertentu, atau produk tertentu dengan proses tertentu. 96 b. Lisensi Non-Eksklusif Pemberian lisensi yang tidak memberikan kewenangan penuh disebut dengan lisensi non-eksklusif. Dalam praktiknya, jarang sekali ditemui pemberian lisensi yang eksklusif, dan jikalau pemberian lisensi tersebut bersifat eksklusif biasanya pemberian lisensi masih dikaitkan dengan Time Exclusivity, Territorial Exclusivity , atau Product Exclusivity. 97 Prinsip dasar lisensi adalah lisensi selalu bersifat noneksklusif, kecuali diperjanjikan lain. Sedangkan tujuan pemberian lisensi adalah memberikan keuntungan ekonomis kepada pemberi maupun penerima lisensi, memperluas pangsa pasar, memperbesar keuntungan hasil produksi, mempercepat proses perwujudan produksi masal dan sebagai salah satu cara tukar menukar teknologi. Berdasarkan uraian di atas, dapat pula diketahui bahwa dalam pemberian lisensi termasuk lisensi hak cipta, juga dikenal ada beberapa asas yang harus diperhatikan, yaitu: a. Asas Kebebasan Berkontrak dan Sahnya Perjanjian Asas ini berlaku universal dan tertuang dalam Pasal 1338 KUHPerdata yang menyatakan bahwa setiap pihak diperbolehkan membuat perjanjian 96 Ibid 97 Ibid., hal . 21. Universitas Sumatera Utara apapun selama perjanjian tersebut dibuat secara sah dan perjanjian tersebut berlaku sebagai undang-undang bagi para pembuatnya. Dengan dianggapnya perjanjian tersebut sebagai undang-undang, berarti perjanjian tersebut seharusnya tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. b. Asas Kepatutan dan Kewajaran Dalam perjanjian, sepatutnya dipenuhi syarat budi dan kepatutan redelijkheid en billijkheid. Redelijkheid en billijkheid maksudnya adalah sesuatu yang dapat dimengerti akal budi dan perasaan manusia. Asas kepatutan dan kewajaran berkaitan erat dengan asas itikad baik. Asa ini merupakan penyeimbang dari asas kebebasan berkontrak. Asas itikad baik, kepatutan dan kewajaran digunakan dalam penilaian klausula yang dianggap tidak “fair”. c. Asas Kewajiban dan Hak Asas ini muncul karena pada dasarnya perjanjian lisensi menimbulkan kewajiban bagi salah satu pihak yang menjadi hak pihak lainnya dan begitu pulasebaliknya. d. Asas Keadilan Asas keadilan merupakan tiang utama yang menjembatani antara hak dan kewajiban antar para pihak yang terkait di dalam perlisensian. Adil disini Universitas Sumatera Utara maksudnya tidak berat sebelah, tidak sewenang-wenang dan berpihak kepada kebenaran. Apabila kesempat asas dalam perjanjian ini dikaitkan dengan perjanjian lisensi, maka jelas bahwa dalam perjanjian lisensi termasuk dalam hal ini perjanjian lisensi sinematografi juga harus memenuhi ketentuan tersebut. Perjanjian lisensi sinematografi dilaksanakan karena adanya kebebasan bagi para pihak untuk membuat perjanjian sesuai dengan kesepakatan dan kepentingannya terhadap objek perjanjian. Perjanjian lisensi juga dilakukan secara patut dan wajar, di mana dalam hal ini perjanjian lisensi yang dibuat tidak boleh melanggar norma-norma dalam masyarakat seperti norma kesusilaan dan kesopanan. Perjanjian lisensi juga mengandung pengaturan tentang hak dan kewajiban bagi para pihak yang terikat dalam perjanjian, di mana dalam perjanjian tersebut pemegang hak dan penerima lisensi masing-masing dibebankan hak dan kewajiban masing-masing sesuai kesepakatan yang dilandasi pada asas keadilan dan saling menguntungkan bagi para pihak. Penerima hak cipta berhak atas pengelolaan hak cipta sinematografi secara komersil dengan kewajiban membayar royalti dan pemegang hak cipta berhak atas royalti dengan kewajiban menyerahkan hak pengelolaan atas hak cipta sinematografi kepada penrima lisensi.

E. Para Pihak dalam Lisensi Hak Cipta dan Jenis Lisensi

Universitas Sumatera Utara Hak atas kekayaan intelektual lainnya hak cipta juga khususnya hak cipta sinematografi merupakan bagian dari hak atas intelektual yang diatur dalam Undang-undang Hak Cipta. Selain dari alasan yang telah disebutkan pada bagian awal tulisan ini, maka khusus mengenai hak cipta sinematografi secara eksplisit disebut sebagai benda immateril dalam konsiderans Undang-Undang Hak Cipta, bahwa : a. bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman etniksuku bangsa dan budaya serta kekayaan di bidang seni dan sastra dengan pengembangan-pengembangannya yang memerlukan perlindungan Hak Cipta terhadap kekayaan intelektual yang lahir dari keanekaragaman tersebut; b. bahwa Indonesia telah menjadi anggota berbagai konvensiperjanjian internasional di bidang hak kekayaan intelektual pada umumnya dan Hak Cipta pada khususnya yang memerlukan pengejawantahan lebih lanjut dalam sistem hukum nasionalnya; c. bahwa perkembangan di bidang perdagangan, industri, dan investasi telah sedemikian pesat sehingga memerlukan peningkatan perlindungan bagi Pencipta dan Pemilik Hak Terkait dengan tetap memperhatikan kepentingan masyarakat luas; Hak cipta dapat beralih atau dialihkan kepada pihak lain melalui, pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis atau Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan, misalnya pengalihan karena putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Pemegang hak cipta berhak memberikan lisensi kepada pihak lain berdasarkan surat perjanjian lisensi untuk mengumumkan atau memperbanyak atau menyewakan ciptaan dengan jangka waktu tertentu. Lisensi berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia. Universitas Sumatera Utara Pengertian lisensi dalam Undang-Undang Hak Cipta disebutkan dalam Pasal 1 angka 14 yang menyatakan bahwa Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang hak cipta atau pemegang hak terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan atau memperbanyak ciptaanya atau produk hak terkaitnya dengan persyaratan tertentu. Dalam WIPO Convention Establising The World Intelectual Property Organization , dikenal dua jenis lisensi, yaitu : a. Lisensi yang bersifat pasif, dimana licensor akan membatasi kepentingannya hanya sampai pada menerima royalti dan pengawasan atas pemakaian mereknya. b. Lisensi yang bersifat aktif, licensor bermaksud juga untuk membantu licensee berkenaan dengan distribusi barang-barang, memberikan pengetahuan dibidang teknologi, keterampilan, kecakapan teknik dalam pembuatanproduksi barang-barang yang dilisensikan, cara pengolahan dan keahlian. 98 Di dalam Undang-Undang Hak Cipta ketentuan secara khusus mengenai lisensi ini Pasal 1 angka 14 menyebutkan bahwa Lisensi adalah izin yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemegang Hak Terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan danatau memperbanyak Ciptaannya atau produk Hak Terkaitnya dengan persyaratan tertentu. Selain itu, juga diatur dalam tiga Pasal yaitu : Pasal 45 1 Pemegang Hak Cipta berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain berdasarkan surat perjanjian lisensi untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. 98 Fithri Mutiara Harahap, Analisis Yuridis Mengenai Kedudukan Para Pihak Dalam Perjanjian Lisensi Merek Jasa Perhotelan , Mkn, Sps Usu, Medan, 2009, hal 26 – 27. Universitas Sumatera Utara 2 Kecuali diperjanjikan lain, lingkup Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi semua perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 berlangsung selama jangka waktu Lisensi diberikan dan berlaku untuk seluruh wilayah Negara Republik Indonesia. 3 Kecuali diperjanjikan lain, pelaksanaan perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 disertai dengan kewajiban pemberian royalti kepada Pemegang Hak Cipta oleh penerima Lisensi. 4 Jumlah royalti yang wajib dibayarkan kepada Pemegang Hak Cipta oleh penerima Lisensi adalah berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dengan berpedoman kepada kesepakatan organisasi profesi. Pasal 46 Kecuali diperjanjikan lain, Pemegang Hak Cipta tetap boleh melaksanakan sendiri atau memberikan Lisensi kepada pihak ketiga untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. Pasal 47 1 Perjanjian Lisensi dilarang memuat ketentuan yang dapat menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia atau memuat ketentuan yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2 Agar dapat mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga, perjanjian Lisensi wajib dicatatkan di Direktorat Jenderal. 3 Direktorat Jenderal wajib menolak pencatatan perjanjian Lisensi yang memuat ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1. 4 Ketentuan lebih lanjut mengenai pencatatan perjanjian Lisensi diatur dengan Keputusan Presiden. Berdasarkan ketentuan tersebut dapat diketahui bahwa dalam suatu perjanjian lisensi melibatkan para pihak yang antara lain di satu sisi bertindak sebagai pemberi lisensi dalam hal ini penciptapemegang hak cipta atau pemegang hak terkait dan pihak penerima lisensi yang kemudian berwenang untuk mengumumkan dan atau memperbanyak ciptaanya atau produk hak terkaitnya dengan persyaratan tertentu. Universitas Sumatera Utara Pengertian mengumumkan atau memperbanyak, termasuk kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, dan mengomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana apa pun. 99 Pada dasarnya perjanjian lisensi hanya bersifat pemberian ijin atau hak yang dituangkan dalam akta perjanjian untuk dalam jangka waktu tertentu dan dengan syarat tertentu menikmati manfaat ekonomi suatu ciptaan yang dilindungi hak ciptaan. Gunawan Widjaya mengelompokkan lisensi atas dua kelompok yaitu :

1. Lisensi umum