Keaslian Penelitian Kerangka Teori Dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

sinematografi, agar lebih mengetahui tentang hak dan kewajibannya dalam penyebarluasan dan penggunaan hak cipta sinematografi orang lain dan peranan notaris sebagai pembuat akta perjanjian lisensi, sekaligus pula memberi masukan kepada aparat dan praktisi hukum yang berkaitan dengan hak milik intelektual.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran sementara dan pemeriksaan yang telah penulis lakukan baik di kepustakaan penulisan karya ilmiah Magister Hukum, maupun di Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara USU Medan, dan sejauh yang diketahui, ditemukan beberapa judul penelitian yang menyangkut dengan Hak Kekayaan Intelektual diantaranya : 1. Penelitian dengan Judul “Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cipta atas Lagu yang Tidak di Ketahui Penciptanya ”, Oleh Sandhiyaning Wahyu A Arifani, 077011086MKn 2. Penelitian dengan Judul “Analisis Yuridis Mengenai Kedudukan Para Pihak Dalam Perjanjian Lisensi Merek Jasa Perhotelan ”, Oleh Fithri Mutiara Harahap, 077011022MKn. Universitas Sumatera Utara 3. Penelitian dengan Judul “Perlindungan Hukum Hak Cipta Atas Karya Rekaman Suara Studi Mengenai Jasa Pengisian Ringtone Di Kota Medan, A. Enrico Tandean, 057011026MKn Dilihat dari topik yang dikaji pada kedua diatas jelas sangat berbeda dengan penelitian yang penulis lakukan. Oleh karena itu, penelitian tentang “LISENSI DAN PEMBAYARAN ROYALTI HAK CIPTA SINEMATOGRAFI MENURUT HUKUM PERJANJIAN, belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini adalah asli adanya. Artinya secara akademik penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan kemurniannya, karena belum ada yang melakukan penelitian yang sama dengan judul penelitian ini.

F. Kerangka Teori Dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Soerjono Soekanto mengatakan bahwa perkembangan ilmu hukum selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial, juga sangat ditentukan oleh teori. 13 Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi. Suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya. 14 13 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta 1986, hal. 6. 14 J.J.J. M. Wuisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, jilid I, Penyunting, M. Hisyam, UI Press, Jakarta, , 1996, hal. 203. Universitas Sumatera Utara Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan pegangan teoritis. 15 Lahirnya beberapa peraturan hukum positif diluar KUHPerdata sebagai konsekuensi dari asas-asas hukum yang terdapat dalam lapangan hukum kekayaan dan hukum perikatan inilah diperlukan kerangka teori yang akan dibahas dalam penelitian ini, dengan aliran hukum positif yang analitis dari Jhon Austin yang mengartikan: Hukum itu sebagai a command of the lawgiver perintah dari pembentuk undang-undang atau penguasa, yaitu suatu perintah mereka yang memegang kekuasaan tertinggi atau yang memegang kedaulatan, hukum dianggap sebagai suatu sistem yang logis, tetap dan bersifat tertutup closed logical system . Hukum secara tegas dipisahkan dari moral dan keadilan tidak didasarkan pada penilaian baik-buruk. 16 Selain menggunakan teori positivisme hukum dari Jhon Austin, juga digunakan teori sistem dari Mariam Darus Badrulzaman yang mengemukakan bahwa “Sistem adalah kumpulan asas-asas hukum yang terpadu, yang merupakan landasan diatas mana dibangun tertib hukum. 17 Hal yang sama juga dikatakan oleh Sunaryati Hartono bahwa sistem adalah sesuatu yang terdiri dari sejumlah 15 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Penerbit Mandar Maju, Bandung 1994, hal 80. 16 Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filasafat Hukum, Mandar Maju, Bandung 2002, hal. 55. 17 Mariam Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, Alumni, Bandung 1983, hal 15. Universitas Sumatera Utara unsur atau komponen yang selalu pengaruh mempengaruhi dan terkait satu sama lain oleh satu atau beberapa asas. 18 Jadi dalam sistem hukum terdapat sejumlah asas-asas hukum yang menjadi dasar dalam pembentukan norma hukum dalam suatu perundang-undangan. Pembentukan hukum dalam bentuk hukum positif harus berorientasi pada asas- asas hukum sebagai jantung peraturan hukum tersebut. Salah satu teori yang diterapkan dalam pembuatan perjanjian antara underwriter dan emiten adalah teori hasrat yaitu teori yang merupakan prestasi kedua belah pihak dalam suatu kontrak yang menekankan kepada pentingnya “hasrat” will atau intend dan pihak yang memberikan janji. Ukuran dan eksistensi, kekuatan berlaku dan substansi dan suatu perjanjian diukur dan hasrat tersebut, yang terpenting dalam suatu kontrak atau penjanjian bukan apa yang akan dilakukan oleh para pihak dalam kontrak tersebut, tetapi apa yang mereka inginkan. Jadi suatu perjanjian mula-mula dibentuk berdasarkan kehendak para pihak. 19 18 Lihat, Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 1986, hal 15, menyatakan bahwa disebut demikian karena dua hal, yakni pertama, asas hukum merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum, artinya peraturan hukum itu pada akhirnya bias dikembalikan kepada asas-asas tersebut. Kedua, sebagai alasan bagi lahirnya peraturan hukum atau merupakan ratio legis dari peraturan hukum. 19 Munir Fuady, Hukum Kontrak Dan Sudut Pandang Hukum Bisnis, Citra AdityaBakti,, Bandung, 2001, hal. 5 Universitas Sumatera Utara Selanjutnya menurut teori yang dikemukan oleh Van Dunne, yang mengartikan tentang perjanjian, yaitu “suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum”. 20 Teori tersebut tidak hanya melihat perjanjian semata-mata, tetapi juga harus dilihat perbuatan sebelumnya atau yang mendahuluinya. Ada tiga tahap dalam membuat perjanjian, yaitu : 21 1. Tahap pra contractual, yaitu adanya penawaran dan penerimaan 2. Tahap contractual, yaitu adanya persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak; 3. Tahap post contractual, yaitu pelaksanaan perjanjian Setelah subjek hukum dalam perjanjian telah jelas, termasuk mengenai kewenangan hukum masing-masing pihak, maka pembuat perjanjian harus menguasai materi atas perjanjian yang akan dibuat oleh para pihak. Dua hal paling penting dalam perjanjian adalah objek dan hakikat daripada perjanjian serta syarat- syarat atau ketentuan yang disepakati. Lebih lanjut dapat dijelaskan bahwa permasalahan lisensi di dalam Undang- undang Hak Cipta di atur di dalam bab V mulai dari Pasal 45 – 47 Undang-undang Hak Cipta. Berdasarkan Pasal 45 Undang-undang Hak Cipta maka pemegang hak cipta berhak memberikan lisensi kepada pihak lain berdasarkan surat perjanjian 20 Lely Niwan, Hukum Perjanjian. Dewan Kerjasama Ilmu Hukum Belanda dengan Indonesia Proyek Hukum Perdata, Yogyakarta 1987, hal. 26 21 Salim HS, Hukum Kontrak Teori dan Tehnik Penyusunan Kontrak, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Mataram, 2002 hal. 26. Universitas Sumatera Utara lisensi untuk melaksanakan perbuatan mengumumkan, memperbanyak ciptaan serta menyewakan ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial. Sedangkan pengertian lisensi berdasarkan Pasal 1 angka 14 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta adalah izin yang diberikan oleh pemegang hak cipta atau pemegang hak terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan danatau memperbanyak ciptaannya atau produk hak terkaitnya dengan persyaratan tertentu. Gunawan Widjaya mengelompokkan lisensi atas dua kelompok yaitu :

1. Lisensi umum

2. Lisensi paksa, lisensi wajib compulsory license, non voluntary license . 22 Lisensi umum adalah lisensi yang secara umum dikenal di dalam praktek perdagangan yang merupakan pemberian izin dari satu pihak kepada pihak lain setelah melalui proses negosiasi antara kedua belah pihak, yaitu antara pemberi lisensi kepada penerima lisensi. Lisensi paksa atau lisensi wajib adalah pemberian izin yang diberikan tidak dengan sukarela oleh pemilik atau pemegang Hak Kekayaan Intelektual kepada penerima lisensi melainkan lisensi diberikan oleh suatu badan nasional yang berwenang. 22 Gunawan Widjaya, Seri Hukum Bisnis Lisensi, Jakarta, Rajawali Press, 2001, hal. 17. Universitas Sumatera Utara Dalam praktek, lisensi dikategorikan atas 3 macam lisensi, yaitu : 1. Lisensi eksklusif, yaitu penerima lisensi yang memberikan izin hanya kepada penerima lisensi untuk menjalankan perbuatan yang diperjanjikan di dalam perjanjian lisensi. 2. Lisensi tunggal yaitu perjanjian lisensi yang berisikan ketentuan bahwa pencipta atau pemegang hak cipta mengalihkan hak ciptanya kepada pihak lain akan tetapi si pemegang hak cipta tetap dapat mempergunakan haknya sebagai pemegang hak cipta. 3. Lisensi non eksklusif yaitu perjanjian lisensi yang berisikan ketentuan bahwa pencipta atau pemegang hak cipta mengalihkan hak cipta kepada sejumlah pihak serta tetap pencipta atau pemegang hak cipta tetap dapat mempergunakan haknya sebagai pemegang hak cipta. 23 Lisensi yang diberikan berdasarkan Pasal 45 ayat 2 Undang-undang Hak Cipta terhadap perbuatan mengumumkan, memperbanyak ciptaan serta menyewakan ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial berlangsung selama jangka waktu lisensi yang diberikan serta berlaku di seluruh wilayah negara Republik Indonesia. Kompensasi dari pemberian lisensi oleh pemberi lisensi kepada penerima lisensi adalah adanya pembayaran sejumlah royalti kepada pemberi lisensi, yaitu pemegang hak cipta oleh penerima lisensi dan jumlah royalti yang diberikan oleh penerima lisensi adalah berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dengan berpedoman kepada kesepakatan organisasi profesi. 24 23 Swari N. Tarigan, Perlindungan Hukum Hak Cipta Atas Karya Rekaman Suara Studi Mengenai Jasa Pengisian Rington Di Kota Medan , Thesis, PPS USU, Medan, 2008, hal. 69. 24 Ibid ., hal. 70 Universitas Sumatera Utara Berdasarkan uraian tersebut di atas, jelas bahwa bahwa dasar dari lisensi tersebut adalah perjanjian sehingga di dalam prakteknya disebut dengan perjanjian lisensi. Hal ini tampak dalam Pasal 45 ayat 1 Undang-undang Hak Cipta yang menentukan bahwa pemegang Hak Cipta berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain berdasarkan surat perjanjian lisensi untuk melaksanakan perbuatan mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, dan Pencipta danatau Pemegang Hak Cipta atas karya sinematografi dan Program Komputer memiliki hak untuk memberikan izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan Ciptaan tersebut unt uk kepentingan yang bersifat komersial. 25 Kecuali diperjanjikan oleh kedua belah pihak, pemegang hak cipta masih diperbolehkan untuk melaksanakan sendiri perbuatan mengumumkan, memperbanyak ciptaan serta menyewakan ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial atau memberikan lisensi lain kepada pihak ketiga. Hal ini tampak di dalam Pasal 46 Undang-undang Hak Cipta. Dari ketentuan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa lisensi yang diberikan oleh pemberi lisensi belum tentu merupakan lisensi eksklusif yang hanya dapat dipegang oleh satu pihak penerima lisensi. 25 Lihat Pasal Pasal 45 ayat 1 Jo Pasal 2 Undang-undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Universitas Sumatera Utara Menurut Swari N. Tarigan isi dari perjanjian lisensi adalah : Pemberian izin untuk mengumumkan, memperbanyak ciptaan serta menyewakan ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial dan di dalam perjanjian lisensi dilarang dimuat ketentuan yang dapat menimbulkan kerugian bagi perekonomian Indonesia atau ketentuan yang mengakibatkan persaingan usaha yang tidak sehat. Hal ini sesuai dengan Pasal 47 ayat 1 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. 26 Lebih lanjut Husain Audah menyebutkan bahwa Lisensi hak cipta dituangkan di dalam bentuk kontrak tertulis. Klausul yang termuat di dalam kontrak tersebut disusun untuk tidak membuka peluang adanya penafsiran yang argumentatif serta termuat di dalamnya ketentuan yang dapat dilakukan dan dipertanggungjawabkan dengan jelas dan tidak bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku serta tidak menyalahi asas kepatutan. 27 Oleh karena itu, yang harus diperhatikan di dalam perjanjian lisensi adalah : 1. Para pihak dimana masing-masing penandatangan kontrak tersebut harus jelas kedudukannya baik nama, jabatan dan domisili. 2. Materi dimana materi yang dilisensikan harus disebutkan dengan jelas judul lagunya dengan lampiran lirik dan notasinya, rekaman dasar karya ciptanya. 3. Pemberian hak yaitu batasan hak yang diberikan dalam lisensi tersebut harus dicantumkan dengan lengkap dan jelas baik format kemasan kaset, CD, VCD dan lain sebagainya maupun jenis musiknya pop, dangdut, campursari, dan lain sebagainya. 4. Durasi atau jangka waktu. Pencantuman jangka waktu penggunaan hak cipta bagi hak lisensi tersebut harus tertuang dengan pasti. 5. Wilayah. Batasan wilayah bagi penggunaan hak cipta dalam lisensi itu juga sebaiknya jelas dan terinci. 6. Pembayaran. Sistem pembayaran yang dilakukan dalam bentuk flatpay langsung atau royalti dengan atau tanpa advance bertahap. 26 Ibid ., hal. 70 27 Husain Audah, Hak Cipta dan Karya Cipta Musik, Pustaka Litera Antar Nusa, Bogor. 2004, hal. 32 Universitas Sumatera Utara 7. Kontrol. Dalam perjanjian yang menganut sistem royalti, dimuatkan klausul yang menyangkut hak inspeksi atau kontrol keuangan secara reguler minimal 3 bulan sekali terhadap perkembangan hasil eksploitasi karya cipta tersebut. 8. Jaminan. Jaminan dari pemberi lisensi licensor bahwa karya cipta yang diperjanjikan tersebut adalah asli atau original. Harus dimuat sebagai jaminan bagi penerima lisensi licensee dalam penggunaan karya cipta tersebut. 9. Arbitrase. Pencantuman lembaga arbitrase yang akan ditunjuk sebagai mediasi apabila terjadi sengketa yang menyangkut isi perjanjian tersebut perlu dipertimbangkan. 28 Supaya perjanjian lisensi yang dilakukan oleh pemberi lisensi kepada penerima lisensi memiliki akibat hukum bagi pihak ketiga, maka perjanjian lisensi tersebut harus dicatatkan di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Ditjen HKI. Pencatatan pada Ditjen HKI dilakukan sebagai upaya untuk melakukan pengawasan atas pelaksanaan perjanjian lisensi dan sekaligus juga sebagai sarana untuk mewujudkan keseimbangan antara para pihak dalam pelaksanaan perjanjian lisensi. 29 Dengan adanya, perjanjian lisensi ini, penerima lisensi sinematografi terdaftar tidak dapat digugat karena, dianggap melanggar hak atas hasil ciptaan sinematografi. Sebab pemilik pemberi Lisensi Terdaftar telah memberikan izin kepadanya, untuk menggunakan karya sinematografi tersebut, baik untuk seluruh atau sebagian jenis barang danatau jasa yang didaftarkan. 28 Ibid ., hal 33. 29 Swari N. Tarigan, Op.Cit., hal. 70. Universitas Sumatera Utara

2. Konsepsi