BAB 3 LANDASAN TEORI PENGUKURAN NILAI OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) SEBAGAI DASAR USAHA PERBAIKAN PROSES MANUFAKTUR (Studi Kasus di PT. Delta Nusantara, Yogyakarta).

(1)

17 BAB 3

LANDASAN TEORI

3.1. Pengukuran Performansi

Pengukuran performansi sering disalah artikan oleh kebanyakan perusahaan saat ini. Indikator performansi hanya dianggap sebagai indikator yang menunjukkan seberapa bagus perusahaan mereka dibandingkan dengan perusahaan lain, tetapi tidak didukung dengan adanya keinginan untuk menjadi lebih baik dari perusahaan lain. Indikator performansi seharusnya dapat digunakan untuk memberikan gambaran mengenai peluang perbaikan bagi perusahaan tersebut. Efektivitas adalah salah satu indikator performansi menurut Wireman, 1998. Efektivitas merupakan tingkat pencapaian dari suatu tujuan (Sumanth, 1984).

3.2. Overall Equipment Effectiveness

Overall Equipment Effectiveness (OEE) adalah pengukuran efektivitas penggunaan suatu peralatan. OEE dikenal sebagai salah satu aplikasi program Total Productive Maintenance (TPM). OEE dapat digunakan untuk mengevaluasi seberapa besar pencapaian performansi pada sistem manufaktur khususnya peralatan dan mengidentifikasi penyebab ketidakefektifan peralatan tersebut sehingga dapat dilakukan proses perbaikan (Hansen, 2001). Jika peralatan tidak bekerja sesuai dengan fungsinya maka kinerja peralatan akan melemah (Hansen, 2001). Menurut Nakajima (1989), Total productive


(2)

18

maintenance (TPM) berdasarkan tiga konsep yang

berhubungan yaitu:

a. Memaksimalkan efektivitas peralatan

b. Autonomous maintenance peralatan, dan

c. Kegiatan group kecil

OEE mampu meningkatkan efektivitas peralatan dan melatih operator untuk bertanggung jawab terhadap kegiatan rutin seperti inspeksi, membersihkan komponen peralatan, perawatan mesin, dan perbaikan-perbaikan kecil. Kegiatan-kegiatan rutin tersebut mampu meningkatkan produktivitas, memperluas keterlibatan dan tanggung jawab para karyawan (Nakajima, 1989).

Pengukuran OEE dapat diaplikasikan pada setiap bagian atau departemen yang berbeda dalam lingkungan manufaktur. Bamber dkk (2003) menyebutkan ada tiga kegunaan OEE:

a. OEE dapat digunakan sebagai “benchmark” untuk mengukur performansi awal perusahaan manufaktur. Dalam hal ini nilai OEE awal dapat dibandingkan dengan nilai OEE pada waktu berikutnya, sehingga ukuran level improvement dapat ditargetkan.

b. Nilai OEE tertentu dihitung untuk satu bagian (divisi) manufaktur yang sebanding dengan performanasi perusahaan tersebut.

c. Jika proses permesinan bekerja secara individual ukuran OEE dapat mengidentifikasikan mana performasi mesin yang jelek sehingga mengidentifikasi kemana memfokuskan sumber (resources) TPM (Nakajima, 1988). Oleh karena itu sistem pengukuran OEE dalam sebuah perusahaan menjadi fundamental untuk aktivitas-aktivitas TPM dan menjadi dasar perbaikan untuk sistem TPM.


(3)

19

Menurut Dal dkk (2000) ukuran OEE dapat dijadikan informasi khusus untuk pengambilan keputusan harian dalam hal preventive maintenance, kebutuhan material, absensi, kecelakaan, alokasi tenaga kerja, konfirmasi schedule,

set up dan lain-lain. OEE dapat pula dijadikan

perhitungan untuk berinisiatif improvement, menyediakan metode yang sistematis untuk mengejar target produksi dan bekerjasama antar manajemen serta teknik-teknik pencapaian serta seimbang antar proses Availability, Performance Efficiency, Quality Rate.

Menurut Nakajima (1989) menggunakan OEE, berbagai kerugian (loss) yang dapat menurunkan produktivitas dapat dikurangi, pada gambar 3.1 ditunjukkan enam kerugian yang dapat menurunkan nilai OEE yang dikenal sebagai six major losses.

Pada gambar 3.1 enam kerugian peralatan terbagi menjadi tiga yaitu:


(4)

20

a. Downtime Losses (availability loss)

Yang termasuk dalam downtime losses adalah:

1. Equipment Failure / Breakdown Loss

Kerusakan mesin yang disebabkan karena kerusakan mendadak dan tidak diharapkan. Dalam kondisi seperti ini mesin tidak dapat menghasilkan produk.

2. Setup and Adjusment

Proses pergantian mesin yang mengharuskan mesin harus dalam keadaan shutdown. Hal tersebut akan membutuhkan waktu yang digunakan mesin untuk setup ulang agar sesuai dengan spesifikasi produk yang diinginkan.

b. Speed Losses (performance loss)

Yang termasuk dalam speed losses adalah:

1. Idling and Minor stoppages

Pada saat mesin beroperasi dengan kecepatan yang tidak stabil, maka mesin tersebut akan kehilangan kecepatan dan mulai berjalan lambat. Meskipun kerugian ini hanya disebabkan oleh masalah kecil dan dapat ditangani oleh operator tapi adanya kejadian yang terus-menerus dapat menurunkan efektivitas dari mesin.

2. Reduced Speed Operation

Tipe loss yang dimaksud adalah adanya perbedaan (gap) antara kecepatan operasi aktual dengan kecepatan mesin yang sudah di setting. Hal tersebut menunjukkan bahwa mesin tidak beroperasi dengan kecepatan maksimal.


(5)

21

c. Defect Losses (quality loss)

Yang termasuk dalam defect losses adalah:

1. Scrap and Rework (Defect in Process)

Kerugian yang terjadi saat produk yang dihasilkan tidak memenuhi spesifikasi kualitas yang diinginkan.

2. Start up Losses (Reduced Yield)

Kerugian yang terjadi saat mesin tidak segera mencapai keadaan stabil sesaat setelah start up sehingga menyebabkan produk yang dihasilkan tidak sesuai dengan spesifikasi.

Menurut Hansen (2001), terdapat berbagai istilah pendefinisian waktu dalam OEE, yaitu:

a. Downtime (DT)

Downtime atau waktu kerusakan merupakan berhentinya mesin yang tidak terencana yang terbagi dalam beberapa kategori:

1. DT teknikal

Proses berhenti karena kerusakan pada peralatan atau mesin, seperti kesalahan perawatan, kotoran atau goresan.

2. DT operasional

Waktu kerusakan yang disebabkan oleh prosedur yang tidak benar, bekerja diluar spesifikasi dan kesalahan operator.

3. DT kualitas

Waktu kerusakan yang disebabkan oleh ketidaksesuaian material, pengendalian terhadap permasalahan diproses dan kotoran pada produk.


(6)

22

b. Excluded time

Waktu yang dijadwalkan tidak untuk operasi, seperti rapat yang terjadwal, percobaan-percobaan (produk yang untuk tidak dijual), pelatihan dan pendidikan (apabila tidak ada produk yang sedang diproduksi), istirahat, libur dan lain-lain.

c. Ideal cycle time (siklus aktual ideal)

Waktu ideal bekerjanya mesin sesuai dengan spesifikasi peralatan atau mesin.

d. Loading time (waktu terjadwal)

Waktu normal untuk melakukan produksi.

e. Operating time (waktu operasi)

Waktu sesungguhnya yang untuk membuat produk, biasanya juga disebut runtime.

f. Stop time (ST)

Waktu berhentinya peralatan atau mesin baik terjadwal maupun tidak terjadwal, yang terbagi menjadi beberapa kategori, yaitu:

1. ST operasional

Merupakan berhenti yang direncanakan dan termasuk dalam kegiatan operasional seperti pergantian model, pergantian ukuran produk, percobaan standarisasi, pengambilan data-data operasional dan lain-lain.

2. ST induced

Merupakan berhentinya proses yang disebabkan karena sesuatu hal yang tidak terjadwal dan diluar permasalahan mesin, seperti kekurangan material, kekurangan pekerja, kekurangan informasi dan rapat yang tidak direncanakan terlebih dahulu.


(7)

23 3.2.1. Perhitungan Nilai OEE

Nilai OEE dapat dihitung degan menggabungkan ketiga faktor yaitu Availability, Performance Efficiency, dan

Quality Rate. Menurut Hansen (2001) formula untuk

perhitungan OEE dapat dilihat pada persamaan 3.1.

....(3.1)

Dengan:

A = Availability

PE = Performance Efficiency QR = Quality Rate

a. Availability

Secara umum Availability dapat dikatakan sebagai kemungkinan suatu sistem atau komponen berhasil menjalankan fungsinya ketika dioperasikan setiap saat.

Availability dapat ditingkatkan dengan menurunkan

kerusakan dan kerugian akan persiapan dan penyesuaian ulang peralatan. Persamaan Availability dapat dilihat pada persamaan 3.2.

....(3.2) ....(3.3)

....(3.4)

Dengan:

A = Availability LT = Loading Time

TT = Total Time (working Hour) PDT = Planned Downtime


(8)

24 DT = Downtime

ST = Stop Time

b. Performance Efficiency

Nilai Performance Efficiency adalah rasio ideal atau rencana waktu siklus peralatan dengan kondisi sebenarnya.

Performance efficiency dapat ditingkatkan dengan

menurunkan kerugian terhadap turunnya kecepatan mesin dan tingkat berhenti mesin. Performance Efficiency dapat dilihat pada persamaan 3.5.

....(3.5)

....(3.6)

....(3.7)

....(3.8)

....(3.9)

Dengan:

PE = Performance Efficiency NOPR = Net Operating Rate OPSR = Operating Speed Rate APR = Actual Processing Time OPT = Operating Time

ICT = Ideal Cycle Time ACT = Actual Cycle Time

AAP = Actual Amount Product


(9)

25 c. Quality Rate

Quality Rate adalah perbandingan antara jumlah produk yang bagus terhadap jumlah total yang diproduksi. Quality Rate dapat ditingkatkan dengan menurunkan jumlah produk cacat pada saat proses produksi dan waktu awal mesin bekerja. Persamaan Quality Rate dapat dilihat pada persamaan 3.10.

....(3.10)

Dengan:

QR = Quality Rate GU = Good Unit TU = Total Unit

Standar nilai dari masing-masing faktor OEE dapat dilihat dalam tabel 3.1.

Komponen OEE

Tabel 3.1 OEE World Class Standart (Levitt, 1996)

World Class Score

Availability 90.0%

Performance Efficiency 95.0%

Quality Rate 99.0%

OEE 85%

Menurut Hansen (2001), nilai dari efektivitas peralatan keseluruhan (OEE) dihubungkan dengan kondisi yang ada adalah sebagai berikut:


(10)

26 a. <65%

Batasan keadaan yang tidak bisa diterima dan harus dilakukan perbaikan.

b. 65%-75%

Batasan keadaan yang cukup baik. c. 75%-85%

Batasan keadaan yang baik, namun perusahaan tidak boleh tinggal diam dan berusaha untuk mencapai level tingkat dunia (world class), yaitu:

1. >85%, untuk tipe proses batch,

2. >90%, untuk tipe proses diskrit berkelanjutan (continous discrete process)

3. >95%, untuk tipe proses produksi massal (continous on stream process industries).

3.3. Diagram Pareto

Diagram pareto adalah diagram batang berurutan yang ketinggian diagram menggambarkan frekuensi atau impact problem. Ketinggian diagram batang ini tersusun descending dari kiri ke kanan. Artinya bahwa posisi diagram batang sebelah kiri relatif lebih penting dibandingkan sebelah kanan. Prinsip pareto adalah 20 penyebab dapat mendatangkan 80 efek (Hansen, 2001). Diagram pareto adalah suatu grafik batang yang berisi informasi yang dapat dipakai dalam menentukan prioritas, sehingga dapat digunakan untuk perbaikan suatu proses (Hansen, 2001). Kelebihan diagram pareto adalah dapat membantu mengidentifikasi secara cepat masalah yang paling penting.


(11)

27

Diagram pareto dapat dibuat dengan membagi sejumlah data ke dalam grup-grup. Diagram pareto dapat menjawab

a. Masalah terbesar apa yang sedang dihadapi sebuah sistem?

b. Sumber sebanyak 20% apakah yang dapat menyebabkan 80% terjadinya masalah?

c. Di mana seharusnya dilakukan perbaikan untuk mendapatkan hasil yang optimal?

Penyusunan diagram Pareto meliputi enam langkah, yaitu: a. Menentukan metode atau arti dari pengklasifikasian

data, misalnya berdasarkan masalah, penyebab jenis ketidaksesuaian, dan sebagainya.

b. Menentukan satuan yang digunakan untuk membuat urutan karakteristik-karakteristik tersebut, misalnya rupiah, frekuensi, unit, dan sebagainya.

c. Mengumpulkan data sesuai dengan interval waktu yang telah ditentukan.

d. Merangkum data dan membuat rangking kategori data tersebut dari yaang terbesar hingga yang terkecil.

e. Menghitung frekuensi kumulatif atau persentase kumulatif yang digunakan.

f. Menggambar diagram batang, menunjukkan tingkat kepentingan relatif masing-masing masalah. Mengidentifikasi beberapa hal yang penting untuk mendapat perhatian.

Kegunaan diagram pareto:

a. Menganalisa data tentang frekuensi masalah dalam proses.

b. Terdapat sejumlah masalah dan ingin difokuskan pada masalah yang berpengaruh paling signifikan.


(12)

28

c. Menganalisa penyebab masalah dengan melihat pada komponen yang lebih spesifik.

3.4. Diagram Sebab-akibat

Diagram sebab-akibat pertama kali dibuat oleh Dr. Kaoru Ishikawa pada tahun 1943 sehingga kemudian disebut Ishikawa diagram. Sering kali juga dikenal dengan “fishbone” diagram karena betuknya yang serupa dengan tulang ikan. Tujuan utama diagram ini adalah untuk mengkategorikan berbagai sebab potensial dari suatu masalah atau pokok persoalan dengan cara yang mudah dimengerti. Diagram sebab-akibat menunjukkan hubungan antara suatu masalah dan kemungkinan penyebabnya (Mitra, 1993). Alat ini membantu dalam menganalisis apa yang sesungguhnya terjadi dalam proses yaitu dengan cara memecah proses menjadi sejumlah kategori berkaitan dengan proses, mencakup man, method, machine, material, dan environment. Diagram ini biasanya disusun berdasarkan informasi yang didapat dari sumbang saran atau brainstorming. Permasalahan utama dituliskan pada garis horizontal yang diangap sebagai garis utama dari fishbone diagram. Penyebab utama dari permasalahan dituliskan pada garis yang secara langsung menuju garis horizontal. Kemudian setiap penyebab utama dianalisa sehingga diperoleh penyebab-penyebab sekunder. Penyebab sekunder dituliskan pada garis yang secara langsung menuju garis penyebab utama. Pada dasarnya diagram sebab-akibat dapat dipergunakan untuk kebutuhan berikut:

a.Membantu untuk mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah.


(13)

29

b.Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah.

c.Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut.

Root cause Material

Machine

Man

Environtment Causes

People / man

Effect

Gambar 3.2 Fishbone Diagram (Besterfield, 1990)


(1)

24 DT = Downtime

ST = Stop Time

b. Performance Efficiency

Nilai Performance Efficiency adalah rasio ideal atau rencana waktu siklus peralatan dengan kondisi sebenarnya. Performance efficiency dapat ditingkatkan dengan menurunkan kerugian terhadap turunnya kecepatan mesin dan tingkat berhenti mesin. Performance Efficiency dapat dilihat pada persamaan 3.5.

....(3.5)

....(3.6)

....(3.7)

....(3.8)

....(3.9)

Dengan:

PE = Performance Efficiency NOPR = Net Operating Rate OPSR = Operating Speed Rate APR = Actual Processing Time OPT = Operating Time

ICT = Ideal Cycle Time ACT = Actual Cycle Time

AAP = Actual Amount Product


(2)

25

c. Quality Rate

Quality Rate adalah perbandingan antara jumlah produk yang bagus terhadap jumlah total yang diproduksi. Quality Rate dapat ditingkatkan dengan menurunkan jumlah produk cacat pada saat proses produksi dan waktu awal mesin bekerja. Persamaan Quality Rate dapat dilihat pada persamaan 3.10.

....(3.10)

Dengan:

QR = Quality Rate GU = Good Unit TU = Total Unit

Standar nilai dari masing-masing faktor OEE dapat dilihat dalam tabel 3.1.

Komponen OEE

Tabel 3.1 OEE World Class Standart (Levitt, 1996)

World Class Score

Availability 90.0%

Performance Efficiency 95.0%

Quality Rate 99.0%

OEE 85%

Menurut Hansen (2001), nilai dari efektivitas peralatan keseluruhan (OEE) dihubungkan dengan kondisi yang ada adalah sebagai berikut:


(3)

26 a. <65%

Batasan keadaan yang tidak bisa diterima dan harus dilakukan perbaikan.

b. 65%-75%

Batasan keadaan yang cukup baik. c. 75%-85%

Batasan keadaan yang baik, namun perusahaan tidak boleh tinggal diam dan berusaha untuk mencapai level tingkat dunia (world class), yaitu:

1. >85%, untuk tipe proses batch,

2. >90%, untuk tipe proses diskrit berkelanjutan (continous discrete process)

3. >95%, untuk tipe proses produksi massal (continous on stream process industries).

3.3. Diagram Pareto

Diagram pareto adalah diagram batang berurutan yang ketinggian diagram menggambarkan frekuensi atau impact problem. Ketinggian diagram batang ini tersusun descending dari kiri ke kanan. Artinya bahwa posisi diagram batang sebelah kiri relatif lebih penting dibandingkan sebelah kanan. Prinsip pareto adalah 20 penyebab dapat mendatangkan 80 efek (Hansen, 2001). Diagram pareto adalah suatu grafik batang yang berisi informasi yang dapat dipakai dalam menentukan prioritas, sehingga dapat digunakan untuk perbaikan suatu proses (Hansen, 2001). Kelebihan diagram pareto adalah dapat membantu mengidentifikasi secara cepat masalah yang paling penting.


(4)

27

Diagram pareto dapat dibuat dengan membagi sejumlah data ke dalam grup-grup. Diagram pareto dapat menjawab

a. Masalah terbesar apa yang sedang dihadapi sebuah sistem?

b. Sumber sebanyak 20% apakah yang dapat menyebabkan 80% terjadinya masalah?

c. Di mana seharusnya dilakukan perbaikan untuk mendapatkan hasil yang optimal?

Penyusunan diagram Pareto meliputi enam langkah, yaitu: a. Menentukan metode atau arti dari pengklasifikasian

data, misalnya berdasarkan masalah, penyebab jenis ketidaksesuaian, dan sebagainya.

b. Menentukan satuan yang digunakan untuk membuat urutan karakteristik-karakteristik tersebut, misalnya rupiah, frekuensi, unit, dan sebagainya.

c. Mengumpulkan data sesuai dengan interval waktu yang telah ditentukan.

d. Merangkum data dan membuat rangking kategori data tersebut dari yaang terbesar hingga yang terkecil.

e. Menghitung frekuensi kumulatif atau persentase kumulatif yang digunakan.

f. Menggambar diagram batang, menunjukkan tingkat kepentingan relatif masing-masing masalah. Mengidentifikasi beberapa hal yang penting untuk mendapat perhatian.

Kegunaan diagram pareto:

a. Menganalisa data tentang frekuensi masalah dalam proses.

b. Terdapat sejumlah masalah dan ingin difokuskan pada masalah yang berpengaruh paling signifikan.


(5)

28

c. Menganalisa penyebab masalah dengan melihat pada komponen yang lebih spesifik.

3.4. Diagram Sebab-akibat

Diagram sebab-akibat pertama kali dibuat oleh Dr. Kaoru Ishikawa pada tahun 1943 sehingga kemudian disebut Ishikawa diagram. Sering kali juga dikenal dengan “fishbone” diagram karena betuknya yang serupa dengan tulang ikan. Tujuan utama diagram ini adalah untuk mengkategorikan berbagai sebab potensial dari suatu masalah atau pokok persoalan dengan cara yang mudah dimengerti. Diagram sebab-akibat menunjukkan hubungan antara suatu masalah dan kemungkinan penyebabnya (Mitra, 1993). Alat ini membantu dalam menganalisis apa yang sesungguhnya terjadi dalam proses yaitu dengan cara memecah proses menjadi sejumlah kategori berkaitan dengan proses, mencakup man, method, machine, material, dan environment. Diagram ini biasanya disusun berdasarkan informasi yang didapat dari sumbang saran atau brainstorming. Permasalahan utama dituliskan pada garis horizontal yang diangap sebagai garis utama dari fishbone diagram. Penyebab utama dari permasalahan dituliskan pada garis yang secara langsung menuju garis horizontal. Kemudian setiap penyebab utama dianalisa sehingga diperoleh penyebab-penyebab sekunder. Penyebab sekunder dituliskan pada garis yang secara langsung menuju garis penyebab utama. Pada dasarnya diagram sebab-akibat dapat dipergunakan untuk kebutuhan berikut:

a.Membantu untuk mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah.


(6)

29

b.Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah.

c.Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut.

Root cause Material

Machine

Man

Environtment Causes

People / man

Effect

Gambar 3.2 Fishbone Diagram (Besterfield, 1990)


Dokumen yang terkait

Peningkatan Efektifitas Mesin Blowing Berdasarkan Evaluasi Overall Equipment Effectiveness dan FMEA pada Industri Manufaktur Plastik

13 124 92

Integrasi Overall Equipment Effectiveness dan Failure Mode and Effect Analysis untuk Meningkatkan Efektivitas Mesin Hammer Mill di PT. Salix Bintama Prima

12 167 136

Pengukuran Nilai Overall Equipment Effectiviness (OEE) Sebagai Dasar Implementasi Total Productive Maintenance (TPM) (Studi Kasus di PT INALUM Batu Bara Sumatera Utara)

11 110 156

Study Peningkatan Overall Equipment Effectiveness Melalui Penerapan Total Productive Maintenance Di PTPN IV PKS Pasir Mandoge

19 90 160

Pengukuran Nilai Overall Equipment Effectiveness (OEE) Sebagai Dasar Optimasi Produktivitas

7 29 84

PENGUKURAN NILAI OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) SEBAGAI DASAR USAHA PERBAIKAN PROSES MANUFAKTUR PENGUKURAN NILAI OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) SEBAGAI DASAR USAHA PERBAIKAN PROSES MANUFAKTUR (Studi Kasus di PT. Delta Nusantara, Yogyakarta)

1 7 12

BAB 1 PENDAHULUAN PENGUKURAN NILAI OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) SEBAGAI DASAR USAHA PERBAIKAN PROSES MANUFAKTUR (Studi Kasus di PT. Delta Nusantara, Yogyakarta).

0 2 11

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA PENGUKURAN NILAI OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) SEBAGAI DASAR USAHA PERBAIKAN PROSES MANUFAKTUR (Studi Kasus di PT. Delta Nusantara, Yogyakarta).

1 10 5

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN PENGUKURAN NILAI OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) SEBAGAI DASAR USAHA PERBAIKAN PROSES MANUFAKTUR (Studi Kasus di PT. Delta Nusantara, Yogyakarta).

0 2 4

PENGUKURAN NILAI OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS SEBAGAI DASAR USAHA PERBAIKAN PROSES MANUFAKTUR PADA LINI PRODUKSI (Studi Kasus Pada PT. UTAMA JAYA, Sukoharjo).

1 1 6