Ekstrak Air Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi) sebagai Reduktor dalam Pembuatan Nanomagnetit

EKSTRAK AIR BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi)
SEBAGAI REDUKTOR DALAM PEMBUATAN
NANOMAGNETIT

IIS ISMAWATI

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Ekstrak Air Buah
Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi) sebagai Reduktor dalam Pembuatan
Nanomagnetit adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2013
Iis Ismawati
NIM G44090009

ABSTRAK
IIS ISMAWATI. Ekstrak Air Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi) sebagai
Reduktor dalam Pembuatan Nanomagnetit. Dibimbing oleh DEDEN SAPRUDIN
dan ZULHAN ARIF.
Kandungan sitrat dalam buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi)
berpotensi sebagai pereduksi Fe3+ dalam sintesis nanomagnetit secara hidrotermal.
Tujuan penelitian ini adalah menyintesis nanomagnetit menggunakan FeCl3, urea,
dan ekstrak air dari buah secara hidrotermal. Sampel dihaluskan dengan
penghancur buah sehingga diperoleh suspensi dan filtrat ekstrak air. Suspensi
ekstrak air yang direaksikan dengan FeCl3 dan urea dengan metode hidrotermal
pada suhu 200 oC selama 12 jam tidak menghasilkan nanomagnetit, sedangkan
filtrat ekstrak yang diberi perlakuan yang sama menghasilkan nanomagnetit.
Filtrat ekstrak air menghasilkan kristal nanomagnetit yang berukuran 27.06 nm
lebih kecil daripada kristal sintesis menggunakan natrium sitrat sebagai pereduksi.

Nanomagnetit hasil sintesis mengandung kobalt sebesar 7 ppm dengan cairan
hasil sintesis mengandung amonium sebesar 52% menunjukkan jumlah urea yang
terdekomposisi dalam sintesis. Berdasarkan penelitian ini, ekstrak air buah
belimbing wuluh dapat dimanfaatkan dalam pembuatan nanomagnetit.
Kata kunci: buah belimbing wuluh, hidrotermal, nanomagnetit, sitrat.

ABSTRACT
IIS ISMAWATI. Water Extract of Bilimbi Fruit (Averrhoa bilimbi) as a Reductor
in Nanomagnetite Synthesis. Supervised by DEDEN SAPRUDIN and ZULHAN
ARIF.
Citrate content of bilimbi fruit (Averrhoa bilimbi) is potential as a Fe3+
reductor in nanomagnetite synthesis through hydrothermal method. The purpose
of this experiment was to synthesis nanomagnetite using FeCl3, urea, and water
extract of the fruit by hydrothermal method. Some fruit samples were smashed
using blender to give suspension and water extract. The suspension reacted with
FeCl3 and urea by hydrothermal method at 200 oC for 12 hours did not formed
nanomagnetite, while those reacted under the same treatment formed
nanomagnetite. The filtrate gave crystal size of 27.06 nm, which was smaller than
that synthesized using sodium citrate as a reducing agent. The synthesized
nanomagnetite contained 7 ppm cobalt and the liquid of the synthesized magnetite

contained 52% ammonium showing the decomposed urea during the synthesis.
Based on the experiment, water extract of bilimbi fruit can be used in
nanomagnetite synthesis.
Key words : bilimbi fruit, citrate, hydrothermal, nanomagnetite.

EKSTRAK AIR BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi)
SEBAGAI REDUKTOR DALAM PEMBUATAN
NANOMAGNETIT

IIS ISMAWATI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Program Studi S1
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2013

Judul Slaipsi: Ekstrak Air Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi) sebagai
Reduktor dalam Pembuatan Nanomagnetit
Nama
: Iis Ismawati
: G44090009
NIM

Disetujui oleh

TanggalLulus:

0 1 NOV 2013

Judul Skripsi : Ekstrak Air Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi) sebagai
Reduktor dalam Pembuatan Nanomagnetit
Nama
: Iis Ismawati

NIM
: G44090009

Disetujui oleh

Dr Deden Saprudin, MSi
Pembimbing I

Zulhan Arif, SSi MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas limpahan

rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
Ekstrak Air Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi) sebagai Reduktor
dalam Pembuatan Nanomagnetit. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret
sampai Agustus 2013 di Laboratorium Kimia Analitik dan Laboratorium Bersama
Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr Deden Saprudin, MSi
dan Bapak Zulhan Arif, SSi MSi yang telah memberikan arahan dan bimbingan
selama penelitian. Ucapan terima kasih diberikan kepada seluruh staf
Laboratorium Kimia Analitik (Pak Eman, Pak Dede, dan Bu Nunung) dan staf
Laboratorium Bersama (Pak Wawan) yang telah memberikan bantuan dan
masukan kepada penulis. Terima kasih juga kepada Yesi, Nur, Dwi, Indri, dan
teman-teman Analitik yang telah memberikan semangat dan bantuan selama
penelitian. Terima kasih tak terhingga penulis ucapkan kepada Ibu, Ayah, dan
kakak-kakak tercinta atas doa, dukungan, dan kasih sayang yang selalu diberikan.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Terima kasih.
Bogor, Oktober 2013

Iis Ismawati

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Tujuan Penelitian

2

METODE

2

Alat dan Bahan

2

Prosedur

2

HASIL DAN PEMBAHASAN

4


Ekstrak Air Buah Belimbing Wuluh

4

Sintesis Nanomagnetit

5

Karakterisasi Hasil

7

SIMPULAN DAN SARAN

11

Simpulan

11


Saran

12

DAFTAR PUSTAKA

12

LAMPIRAN

14

RIWAYAT HIDUP

25

DAFTAR TABEL
1
2
3

4
5
6
7

Kandungan asam organik buah belimbing wuluh
Variasi komposisi sintesis magnetit
Puncak 2θ standar magnetit dan padatan hasil sintesis
Derajat kristalinitas hasil sintesis
Komposisi unsur padatan hasil sintesis
Kandungan Fe dalam hasil sintesis
Kadar ammonium dalam cairan hasil sintesis

1
6
8
9
10
10
11

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

Buah belimbing wuluh
Struktur asam sitrat
Larutan suspensi dan filtrat ekstrak air belimbing wuluh
Respon magnet terhadap hasil sintesis menggunakan filtrat ekstrak air
buah belimbing wuluh (C2)
5 Pola difraksi sinar-X (a) standar magnetit, (b) hasil sintesis C2, dan (c)
hasil sintesis C1

4
5
5
7
8

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Bagan alir penelitian
Pembuatan larutan standar dan pereaksi pada penentuan ammonium
Penentuan kadar air dan kadar abu
Perhitungan kadar asam
Sudut difraksi standar magnetit dan padatan hasil sintesis
Penentuan ukuran kristal
Perhitungan kadar Fe dan Co hasil sintesis
Penentuan kadar ammonium cairan hasil sintesis

14
15
16
17
18
19
20
22

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Nanomagnetit (Fe3O4) merupakan molekul oksida besi yang banyak
digunakan untuk kepentingan penelitian, biosensor glukosa dan urea, serta
aplikasi kedokteran, seperti antikanker dan pengantar obat (Loh et al. 2008).
Fauziah (2012) dan Sari (2012) menggunakan magnetit sebagai pemodifikasi
elektrode pasta karbon pada teknik voltametri siklik. Hal ini karena nanomagnetit
memiliki beberapa kelengkapan sifat diantaranya sifat kemagnetan, katalitik,
konduktivitas, dan luas permukaannya yang besar. Magnetit terdiri atas dua
bentuk Fe, yaitu Fe2+ dan Fe3+. Atom Fe2+ dan sebagian Fe3+ berikatan oktahedral,
sedangkan Fe3+ lainnya berikatan tetrahedral membentuk kristal spinel kubus
bepusat muka (Roonasi 2007). Nanomagnetit bersifat paramagnetik dan stabil
pada suhu tinggi (Márquez et al. 2011).
Metode yang sudah dikembangkan dalam sintesis nanomagnetit diantaranya
metode sol-gel, kopresipitasi, teknik mikroemulsi, dan teknik pemanasan
hidrotermal (Fernandez 2011). Menurut Byrappa dan Adschiri (2007), pemanasan
hidrotermal banyak digunakan karena mampu menghasilkan partikel murni
dengan homogenitas yang sangat tinggi. Sintesis nanomagnetit dilakukan Cheng
et al. (2010) dengan menggunakan prekursor FeCl3, natrium sitrat, poliakrilamida,
dan urea. Magnetit yang dihasilkan berukuran 20 nm, berbentuk bulat dan
terdispersi dalam air. Cara ini dianggap lebih murah dan tidak beracun.
Selanjutnya Pradana (2013) juga berhasil mensintesis magnetit dari FeCl3,
natrium sitrat, dan urea tanpa penambahan poliakrilamida. Magnetit yang
dihasilkan berukuran 46.66 nm, berbentuk bulat, dan teraglomersi.
Magnetit terbentuk dari reaksi reduksi FeCl3 oleh sitrat. Ion sitrat dapat
mengkompleks Fe dan menghasilkan reaksi lambat yang baik untuk pembentukan
kristal. Sitrat akan mereduksi sebagian Fe3+ menjadi Fe2+ yang selanjutnya
berubah menjadi magnetit (Fe3O4). Selain itu, sitrat juga berperan dalam
pembentukan fase murni Fe3O4 dan menunjang keberhasilan produk magnetit
yang dihasilkan. Kristal yang terbentuk tanpa penambahan sitrat adalah α-Fe2O3
(Cheng et al. 2010). Sumber sitrat banyak ditemukan pada berbagai buah dan
sayuran, namun ditemukan dengan konsentrasi tinggi pada jeruk lemon, limau,
markisa, nanas, dan buah belimbing wuluh (Lancashire 2004). Menurut
Manggung (2008), rasa asam pada buah belimbing wuluh berasal dari asam sitrat
dan asam oksalat, sesuai penelitian Hertanto (2012) buah belimbing wuluh
mengandung asam-asam organik yang didominasi asam sitrat. Asam-asam
organik tersebut selengkapnya disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1 Kandungan asam organik buah belimbing wuluh
Asam Organik
Jumlah (meq/100 g bahan segar)
Asam Sitrat
92.6-133.8
Asam Oksalat
5.5-8.9
Asam Asetat
1.6-1.9
Asam Format
0.4-0.9
Asam Laktat
0.4-1.2

2
Pemanfaatan buah belimbing wuluh masih jarang dilakukan. Buahnya
dimanfaatkan sebatas untuk keperluan memasak dan manisan. Tanaman
belimbing wuluh menghasilkan buah sepanjang tahun. Selain itu, tanaman ini juga
mudah ditanam dan diperbanyak sehingga buahnya melimpah (Hidayati 2007).
Oleh karena itu, dalam penelitian ini ekstrak air buah belimbing wuluh akan
dijadikan sumber sitrat yang sangat potensial dalam sintesis magnetit. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan nilai guna dalam pemanfaatan buah
belimbing wuluh dan dapat menghasilkan partikel magnetit yang memiliki banyak
kegunaan.
Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan mensintesis nanomagnetit menggunakan prekursor
FeCl3, urea, dan ekstrak air buah belimbing wuluh sebagai sumber sitrat secara
hidrotermal.

METODE
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah neraca analitik, alat
penggiling (blender), alat gelas, cawan porselin, oven, Bunsen, tanur, eksikator,
pH meter, buret, bejana hidrotermal, Difraktometer sinar-X (XRD Shimadzu 7000
Maxima), Penganalisis Dispersif Energi (EDX), Spektrofotometer UV-Vis, dan
Spektrofotometer Serapan Atom (AAS). Bahan yang digunakan adalah buah
belimbing wuluh, FeCl3.6H2O (Nacalai Tesque), urea (Merck), akuades, larutan
etanol, asam oksalat (Merck), NaOH (Merck), kalium-natrium tartrat (Merck),
fenol (Merck), (NH4)2SO4 (Merck), NaOCl 12%, dan HNO3 pekat.
Prosedur
Penelitian terdiri dari empat tahapan utama mengikuti diagram alir pada
Lampiran 1, meliputi (1) pembuatan ekstrak air buah belimbing wuluh (suspensi
dan filtrat buah belimbing wuluh), (2) penentuan kadar asam ekstrak air buah
belimbing wuluh menggunakan metode titrasi, (3) sintesis nanomagnetit dengan
variasi komposisi FeCl3 dan urea menggunakan metode hidrotermal, dan (4)
karakterisasi hasil sintesis. Karakterisasi dilakukan menggunakan Difraktometer
sinar-X (XRD), Penganalisis Dispersif Energi (EDX), penentuan kadar Fe
menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (AAS), dan penentuan kadar
ammonium.
Penentuan Kadar Air Belimbing Wuluh (AOAC 2007)
Buah belimbing wuluh ditimbang sebanyak 2 g kemudian dimasukkan ke
dalam cawan porselin yang sudah diketahui bobotnya. Cawan disimpan dalam
oven dan dikeringkan pada suhu 105 oC selama 5 jam. Selanjutnya didinginkan
dalam desikator dan ditimbang. Prosedur dilakukan sebanyak tiga kali ulangan.

3
Penentuan Kadar Abu (AOAC 2007)
Cawan porselen dikeringkan dalam tanur bersuhu 600 oC selama 30 menit.
Cawan kemudian didinginkan dalam eksikator selama 30 menit dan bobot kosong
cawan ditimbang. Sebanyak 2 g simplisia buah belimbing wuluh dimasukkan ke
dalam cawan lalu dipijarkan di atas nyala api pembakar bunsen sampai tidak
berasap. Cawan dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 600 oC selama 2 jam
hingga diperoleh abu. Cawan berisi abu didinginkan dalam eksikator selama 30
menit dan ditimbang. Prosedur dilakukan sebanyak tiga kali ulangan.
Pembuatan Ekstrak Air buah belimbing wuluh
Buah belimbing wuluh terlebih dahulu dicuci bersih, dipotong kecil-kecil
lalu digiling dengan menggunakan blender sampai halus. Hasil penggilingan
disaring dan diambil airnya sebagai suspensi ekstrak buah. Ekstrak air buah
sebagian disimpan selama 1 minggu pada suhu 4 oC. Ekstrak hasil penyimpanan
yang telah membentuk endapan diambil filtratnya. Suspensi dan filtrat 1 minggu
dianalisis kadar asamnya menggunakan metode titrasi dan dijadikan bahan
pembuatan nanomagnetit.
Penentuan Kadar Asam Ekstrak Air Buah Belimbing Wuluh
Standardisasi NaOH dilakukan dengan menimbang sebanyak 0.3150 g asam
oksalat dan dilarutkan dalam labu takar 50 mL lalu ditera menggunakan akuades.
Larutan asam oksalat 10 mL dipipet ke dalam Erlenmeyer lalu ditambah 2-3 tetes
indikator fenolftalein. Larutan dititrasi menggunakan NaOH sampai berubah
warna menjadi merah muda seulas. Titrasi dilakukan sebanyak 3 kali ulangan.
Selanjutnya, sebanyak 1 mL suspensi dan filtrat 1 minggu buah belimbing wuluh
diencerkan menggunakan akuades hingga volumenya 10 mL. Sampel ditambah
indikator fenolftalein 2-3 tetes lalu dititrasi menggunakan NaOH yang telah
distandardisasi. Titrasi dihentikan ketika terjadi perubahan warna menjadi merah
muda seulas.
Sintesis Nanomagnetit (modifikasi Cheng et al. (2010))
Sintesis dilakukan dengan 3 variasi komposisi. Komposisi Campuran A
terdiri dari 2 mmol FeCl3, 6 mmol urea, dan 12 mmol asam. Komposisi campuran
B terdiri dari 3 mmol FeCl3, 9 mmol urea, dan 12 mmol asam, sedangkan
campuran C terdiri dari 4 mmol FeCl3, 12 mmol urea, dan 12 mmol asam dari
ekstrak air buah belimbing wuluh. Ekstrak yang digunakan berupa suspensi dan
filtrat 1 minggu. Campuran dimasukkan ke dalam gelas piala lalu dimasukkan ke
dalam alat teflon-hidrotemal dan ditutup rapat selama 12 jam dengan suhu 200 oC.
Selanjutnya alat hidrotemal didinginkan dan hasil sintesis yang terbentuk
dipisahkan antara bagian padatan dan cairannya. Padatan yang terbentuk
kemudian dicuci dengan akuades dan etanol. Selanjutnya endapan dikeringkan
pada suhu 70oC.
Karakterisasi Hasil Sintesis
Kristal hasil sintesis dengan metode hidrotermal dikarakterisasi
menggunakan Difraktometer sinar-X (XRD) dan Penganalisis Dispersif Energi
(EDX).

4
Penentuan Kadar Fe Hasil Sintesis
Penentuan kadar Fe dilakukan terhadap serbuk dan cairan hasil sintesis.
Serbuk hasil sintesis ditimbang sebanyak 0.5 g dan ditambah 5 ml HNO 3 lalu
dipanaskan. Filtrat disaring dan diencerkan dalam labu takar 50 mL menggunakan
akuades selanjutnya diukur menggunakan AAS. Pengukuran Fe dalam cairan
dilakukan dengan mencampurkan 7 mL cairan hasil sintesis ditambah 0.7 mL
HNO3, kemudian dikocok hingga homogen. Selanjutnya larutan dianalisis
menggunakan AAS.
Penentuan Kadar Ammonium dalam Cairan Hasil Sintesis (Pradana 2013)
Sebanyak 1 mL cairan hasil sintesis dimasukkan ke dalam tabung reaksi
kemudian ditambahkan larutan sangga tartrat dan Na-fenat masing-masing
sebanyak 2 mL. Larutan dikocok dan dibiarkan selama 10 menit. Selanjutnya
larutan ditambah 2 mL NaOCl 5% dan diukur serapannya menggunakan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 615 nm. Pembuatan pereaksi
diperlihatkan pada Lampiran 2.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstrak Air Buah Belimbing Wuluh
Buah belimbing wuluh (A. bilimbi) merupakan buah yang dikenal sangat
asam. Keasaman yang tinggi dihubungkan dengan kadar asam sitrat yang
terkandung di dalamnya. Asam sitrat merupakan asam organik lemah yang
ditemukan pada daun dan buah tumbuhan. Keasaman sitrat didapatkan dari tiga
gugus karboksil COOH yang dapat melepas proton dalam larutan. Asam sitrat
akan mengion menjadi ion sitrat yang baik digunakan dalam larutan penyangga
untuk mengendalikan pH larutan (Kasmiyatun dan Jos 2008).

Gambar 1 Buah belimbing wuluh
Buah belimbing wuluh diketahui memiliki kadar air yang sangat tinggi.
Menurut Hertanto (2012), kadar air buah belimbing wuluh mencapai 93%. Hasil
pengukuran selama penelitian diperoleh kadar air buah belimbing wuluh sebesar
95.47% (Lampiran 3). Kadar air yang tinggi akan menyebabkan buah rentan
terhadap serangan jamur dan kapang. Penggilingan buah belimbing wuluh
dilakukan untuk mengambil air dalam buah. Ekstrak air buah belimbing wuluh
mengandung asam-asam organik termasuk asam sitrat. Keasaman ekstrak air hasil
penggilingan buah menunjukkan pH sebesar 1.1. Keasamaan ini berasal dari

5
asam-asam organik, terutama asam sitrat yang dapat melepaskan proton dalam
larutan (Gambar 2) (Kasmiyatun dan Jos 2008).

Gambar 2 Struktur asam sitrat
Buah belimbing wuluh memiliki kadar abu sebesar 6.51% berdasarkan
bobot kering. Kadar abu tersebut menunjukkan kandungan mineral yang terdapat
dalam buah belimbing wuluh. Menurut Roy et al. (2011) mineral yang terdapat
dalam buah belimbing wuluh meliputi fosfor, kalium, kalsium, dan besi.
Berdasarkan hasil titrasi, konsentrasi asam dalam suspensi ekstrak buah
belimbing wuluh dan filtrat buah yang disimpan 1 minggu tidak jauh berbeda.
Suspensi ekstrak buah memiliki konsentrasi asam sebesar 0.2928 N sedangkan
konsentrasi asam dalam filtrat buah 1 minggu sebesar 0.2865 N. Proses
penyimpanan ekstrak buah tidak menyebabkan penurunan kadar asam, tetapi
hanya menyebabkan padatan-padatan terlarut di dalam suspensi ekstrak buah
mengendap sehingga filtrat yang dihasilkan lebih jernih. Konsentrasi asam ini
menunjukkan total asam yang terdapat dalam buah, tidak hanya asam sitrat saja
Dengan konsentrasi asam tersebut, jumlah filtrat yang perlu ditambahkan dalam
sintesis ialah sebanyak 41.9 mL sebanding dengan 12 mmol asam (Lampiran 4).
Sintesis Nanomagnetit
Sintesis dilakukan dengan mencampurkan FeCl3, urea dan ekstrak air buah
belimbing wuluh. Ekstrak yang digunakan berupa suspensi ekstrak segar dan
filtrat ekstrak yang disimpan selama 1 minggu. Suspensi ekstrak segar lebih
banyak mengandung padatan terlarut dibandingkan filtrat yang disimpan selama 1
minggu. Filtrat 1 minggu mengandung padatan terlarut yang telah mengendap
akibat penyimpanan sehingga cairannya lebih homogen dan lebih jernih.

Gambar 3 Larutan suspensi dan filtrat ekstrak air belimbing wuluh
Pada reaksi, asam-asam organik dari ekstrak buah belimbing wuluh akan
mereduksi FeCl3 yang menjadi sumber besi sehingga sebagian Fe3+ akan berubah
menjadi Fe2+. Pemanasan akan membuat asam sitrat mengalami dekarboksilasi
sehingga gugus alkohol dalam ion sitrat akan berubah menjadi gugus keton.

6
Dekarboksilasi ini menyebabkan sitrat teroksidasi dan Fe 3+ tereduksi menjadi
Fe2+. Selain itu, CO2 akan dihasilkan sebagai produk samping proses
dekarboksilasi ion sitrat (Reaksi 1) (Yang et al. 2010). Reduksi besi terjadi
dengan metode hidrotermal yang memanfaatkan suhu tinggi mencapai 200 oC
selama 12 jam. Suhu yang tinggi dalam sistem tertutup akan menghasilkan
tekanan diatas 1 atm (Rizal dan Ismunandar 2007). Menurut Fernandez (2011)
tekanan yang dihasilkan sistem hidrotermal bisa mencapai 100 barr (setara 98.69
atm). Metode ini dapat memaksimalkan reaksi kimia yang terjadi karena tekanan
yang tinggi akan menyebabkan peningkatan daya larut padatan dan meningkatnya
kecepatan reaksi yang mendorong minimalisasi energi permukaan sehingga
partikel akan mulai mengkristal (Cheng et al. 2010). Tekanan tinggi juga dapat
mencegah pembentukan kristal sehingga derajat kristalinitas akan meningkat
(Abdullah et al. 2008).
Suhu yang tinggi menyebabkan urea terdekomposisi menjadi NH 3 yang
akan membuat suasana menjadi basa (Reaksi 2) (Lv et al. (2009). Suasana basa
akan menyebabkan terbentuknya Fe(OH)3 dan Fe(OH)2 (Reaksi 3 dan 4) yang
selanjutnya berubah menjadi magnetit dan menghasilkan air (Reaksi 5). Menurut
Cheng et al. (2010) reaksi pembentukan magnetit dituliskan sebagai berikut:
C6H5O73- + 2Fe3+  C5H4O52- + H+ + CO2 + 2Fe2+ ........................................ (1)
(NH2)2CO + 3H2O 2NH3.H2O + CO2 ........................................................... (2)
Fe2+ + 2NH3.H2O Fe(OH)2 + 2NH4+ ........................................................... (3)
Fe3+ + 3NH3.H2O Fe(OH)3 + 3NH4+ ........................................................... (4)
Fe(OH)2 + 2Fe(OH)3  Fe3O4 + 4H2O ............................................................. (5)
Hasil sintesis dengan beberapa komposisi ditampilkan dalam Tabel 2.
FeCl3
(mmol)

Urea
(mmol)

2

6

3

9

4

12

Tabel 2 Variasi komposisi sintesis magnetit
Hasil
Ekstrak Buah
Campuran
(12 mmol asam)
Warna Serbuk
Magnet
A1
Suspensi segar
Hijau
Tidak merespon
A2
Filtrat 1 minggu
Hijau
Tidak merespon
B1
Suspensi segar
Hijau kehitaman
Tidak merespon
B2
Filtrat 1 minggu
Hijau kehitaman
Tidak merespon
C1
Suspensi segar
Hitam
Tidak merespon
C2
Filtrat 1 minggu
Hitam
Merespon

Magnetit terbentuk saat pencampuran 4 mmol FeCl3, 12 mmol urea dan 12
mmol asam dari ekstrak air buah belimbing wuluh (Campuran C). Hal ini terbukti
dengan telah terbentuknya serbuk hitam yang tersebar dalam cairan. Warna hitam
sesuai dengan fase magnetit. Menurut Liang et al. (2006) magnetit dicirikan
sebagai kristal yang berwarna hitam. Pembentukan magnetit terjadi pada
perbandingan ini disebabkan karena jumlah asam yang berasal dari ekstrak air
buah belimbing wuluh memiliki konsentrasi yang tinggi sehingga diperlukan
jumlah basa yang semakin banyak. Penambahan 12 mmol urea (Campuran C)
membuat suasana sintesis lebih basa karena terjadi kenaikan pH selama sintesis,
sedangkan penambahan basa 6 mmol dan 9 mmol (Campuran A dan B) tidak
dihasilkan magnetit karena basa yang digunakan telah bereaksi dengan asam-asam
yang berasal dari ekstrak buah belimbing wuluh sehingga ketersediaan basa
semakin berkurang. Sintesis yang dilakukan pada kondisi sangat asam akan
membuat jumlah CO2 hasil dekomposisi urea semakin banyak sehingga akan
terbentuk H2CO3. Selain itu, urea sebagai basa yang digunakan merupakan basa

7
lemah. Menurut Liang et al. (2006), pembentukan magnetit membutuhkan basa
dengan konsentrasi yang tinggi, sedangkan penambahan basa dengan konsentrasi
rendah akan menghasilkan geotit.
Magnetit merupakan mineral yang bersifat paramagnetik. Hal ini akan
terlihat jika magnetit didekatkan dengan medan magnet maka akan merespon
medan magnet (Paul 2010). Sintesis menggunakan suspensi (C1) menghasilkan
serbuk hitam yang tidak merespon medan magnet sedangkan sintesis
menggunakan filtrat 1 minggu (C2) menghasilkan serbuk hitam yang merespon
medan magnet. Serbuk hasil sintesis menggunakan filtrat 1 minggu (C2) diduga
merupakan magnetit, sedangkan serbuk hasil sintesis menggunakan suspensi (C1)
bukan magnetit, kemungkinan oksida besi lainnya. Hal ini terlihat ketika serbuk
hasil sintesis C2 didekatkan dengan medan magnet maka serbuk akan menempel
pada medan magnet menunjukkan bahwa serbuk bersifat paramagnetik (Gambar
4). Sifat magnetik tersebut karena ukuran kristal hasil sintesis menggunakan filtrat
1 minggu lebih kecil dibandingkan ukuran kristal hasil sintesis suspensi ekstrak
segar. Menurut Lu et al. (2007) dan Cheng et al. (2010) bahwa partikel yang
memiliki ukuran 10-30 nm akan memiliki sifat paramagnetik. Sifat paramagnetik
Fe3O4 juga disebabkan oleh adanya transfer elektron antara Fe3+ dan Fe2+ dalam
kisi oktahedral dan adanya spin elektron yang tak berpasangan pada kisi kristal
(Lu et al. 2007). Serbuk hasil sintesis C1 dan C2 tersebut selanjutnya
dikarakterisasi untuk membuktikan telah terbentuknya magnetit.

Gambar 4 Respon magnet terhadap hasil sintesis menggunakan filtrat ekstrak air
buah belimbing wuluh (C2)
Karakterisasi Hasil
Karakterisasi dilakukan terhadap hasil sintesis menggunakan suspensi dan
filtrat 1 minggu dari campuran sintesis C1 dan C2. Karakterisasi menggunakan
difraktometer sinar-X (XRD) bertujuan mengetahui fase kristal, ukuran kristal,
dan derajat kristalinitas. Analisis dilakukan dengan membandingkan puncakpuncak yang khas dari padatan hasil sintesis dengan puncak kristal standar. Pola
difraksi padatan hasil sintesis menggunakan filtrat 1 minggu (C2) menunjukkan
kemiripan dengan standar magnetit (JCPDS No 19-0629), sedangkan pola difraksi
padatan hasil sintesis menggunakan suspensi (C1) tidak menunjukkan kemiripan
dengan standar magnetit (Gambar 5).

8

Gambar 5 Pola difraksi sinar-X (a) standar magnetit, (b) hasil sintesis C2, dan (c)
hasil sintesis C1
Tabel 3 Puncak 2θ standar magnetit dan padatan hasil sintesis
Standar magnetit
Padatan hasil sintesis
Padatan hasil sintesis
JCPDS No 19-0629
suspensi (C1)
filtrat (C2)
18.269
17.90
19.00
30.095
19.00
22.92
35.422
22.82
30.02
37.052
24.80
35.48
43.052
30.14
37.28
53.391
34.32
38.30
56.942
39.94
43.10
62.515
44.86
44.82
65.743
48.06
50.16
70.924
50.20
53.52
73.948
61.44
57.10
74.960
61.54
78.929
62.64

Berdasarkan data XRD, sintesis menggunakan filtrat buah 1 minggu (C2)
menghasilkan magnetit, sedangkan sintesis menggunakan suspensi (C1) tidak
menghasilkan magnetit. Kemurnian magnetit yang dihasilkan belum dapat
dipastikan karena masih adanya kemungkinan logam-logam dan komponen
lainnya yang berasal dari ekstrak air buah belimbing wuluh ikut teradsorpsi dalam
magnetit tersebut. Adanya puncak sudut 2θ pada 30.02; 35.48; 37.28; 43.10;
53.52; 57.10; dan 62.64o pada padatan hasil sintesis menggunakan filtrat buah 1
minggu (C2) menunjukkan adanya kemiripan dengan puncak standar magnetit
walaupun dengan intensitas yang berbeda (Lampiran 5), sedangkan padatan hasil
sintesis suspensi (C1) tidak terlihat adanya puncak dari magnetit. Padatan hasil

9
sintesis filtrat 1 minggu (C2) memiliki puncak dengan intensitas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan puncak padatan hasil sintesis menggunakan suspensi (C1).
Puncak hasil sintesis filtrat 1 minggu membentuk luas daerah kristalin yang lebih
banyak dibandingkan luas daerah amorf membuktikan padatan hasil sintesis filtrat
1 minggu terbentuk lebih baik dengan derajat kristalinitas yang lebih tinggi. Hasil
perhitungan derajat kristalinitas hasil sintesis ditampilkan dalam Tabel 4.
Tabel 4 Derajat kristalinitas hasil sintesis
Luas daerah kristalin
Luas daerah amorf
Padatan hasil sintesis
(kcps*deg)
(kcps*deg)
Suspensi (C1)
0.9192
0.1740
Filtrat(C2)
2.0667
0.1007

Kristalinitas
(%)
84.08
95.36

Derajat kristalinitas diperoleh berdasarkan perbandingan antara luas daerah
kristalin dengan luas daerah total (kristalin dan amorf) yang dihasilkan oleh
sampel. Padatan hasil sintesis menggunakan filtrat 1 minggu (C2) memiliki
derajat kristalinitas lebih tinggi sebesar 95.36% dibandingkan padatan hasil
sintesis suspensi segar (C1) sebesar 84.08%. Hal ini karena jumlah padatan
terlarut dalam filtrat 1 minggu menjadi lebih sedikit akibat proses penyimpanan.
Proses penyimpanan ekstrak air buah menyebabkan terbentuk endapan pada
ekstrak buah dan filtrat menjadi lebih jernih sehingga tidak banyak komponen
yang ikut bereaksi selama sintesis. Menurut De Lima (2001), jumlah padatan
terlarut yang terkandung dalam buah belimbing wuluh berkisar antara 3.94 sampai
5.06%. Selama proses sintesis, tekanan yang tinggi akan mengakibatkan
terjadinya peningkatan daya larut padatan sehingga mendorong kecepatan reaksi
yang meningkatkan kristalinitas bahan (Fernandez 2011). Selain itu, waktu
sintesis juga akan mempengaruhi derajat kristalinitas. Waktu sintesis selama 12
jam memungkinkan reaksi telah berjalan sempurna sehingga derajat
kristalinitasnya tinggi.
Hasil analisis XRD juga diketahui ukuran kristal. Ukuran kristal diperoleh
dengan menggunakan persamaan Debye Scherrer (Zakaria et al. 2009). Hasil
perhitungan ditampilkan dalam Lampiran 6. Kristal hasil sintesis menggunakan
filtrat 1 minggu (C2) memilki ukuran rata-rata 27.06 nm sedangkan kristal hasil
sintesis menggunakan suspensi (C1) memiliki ukuran rata-rata 67.37 nm. Sintesis
magnetit dalam larutan berair dapat menghasilkan kristal dengan ukuran kurang
dari 1 μm. Menurut Laurent et al. (2008), jika ukuran kristal yang diperoleh lebih
kecil dari 100 nm maka dapat dikatakan sampel tersebut adalah nanokristal.
Dengan demikian, kedua kristal hasil sintesis tersebut dapat dikategorikan sebagai
nanokristal karena ukurannya kurang dari 100 nm.
Karakterisasi menggunakan penganalisis energi dispersif (EDX) dilakukan
untuk mengetahui kandungan unsur-unsur yang terdapat dalam kristal hasil
sintesis. Sintesis dilakukan menggunakan prekursor logam memungkinkan kadar
logam di dalamnya cukup tinggi. Selain itu, penggunaan ekstrak air buah
belimbing wuluh dapat menyebabkan banyaknya komponen-komponen lain yang
ikut selama proses sintesis sehingga akan berpengaruh terhadap kemurnian kristal
magnetit yang dihasilkan. Hasil EDX diketahui magnetit hasil sintesis
menggunakan filtrat 1 minggu (C2) mengandung besi dan oksigen sebagai
komponen utama penyusun magnetit. Namun demikian, masih ditemukan adanya
unsur-unsur lain seperti karbon, kobalt, dan fosfor. Hal ini menunjukkan

10
kemurnian kristal cukup rendah karena masih adanya komponen lain dalam
kristal.
Unsur
Besi
Oksigen
Karbon
Kobalt
Fosfor

Tabel 5 Komposisi unsur padatan hasil sintesis
Komposisi padatan (%)
Filtrat 1 minggu (C2)
Suspensi segar (C1)
48.60
20.95
31.79
52.05
15.71
25.87
2.48
1.13
1.42
0.00

Adanya karbon berasal dari urea dan asam dalam ekstrak buah yang
ditambahkan, sedangkan fosfor dan kobalt dihasilkan dari ekstrak air buah
belimbing wuluh. Berdasarkan Tabel 5, diketahui padatan hasil sintesis
menggunakan filtrat buah 1 minggu mengandung besi dan oksigen sebagai
penyusun utama magnetit dengan komposisi besi sebesar 48.60% dan oksigen
sebesar 31.79%. Padatan hasil sintesis menggunakan suspensi buah mengandung
lebih banyak oksigen (52.05%) dan karbon (25.87%) sehingga proporsi besi di
dalamnya menjadi lebih sedikit (20.95%). Karbon dan oksigen dalam suspensi
tersebut diduga berasal dari serat-serat, karbohidrat, dan padatan terlarut lainnya
yang ada dalam ekstrak air buah belimbing wuluh. Hasil EDX menunjukkan
magnetit tidak mengandung nitrogen. Hal ini disebabkan karena analisis
menggunakan EDX hanya dapat mendeteksi unsur-unsur di permukaan partikel
tertentu saja.
Adanya logam kobalt dalam padatan hasil sintesis diukur dengan
menggunakan spektrofotometer serapan atom (AAS). Hasil AAS diperoleh bahwa
padatan hasil sintesis menggunakan suspensi (C1) mengandung 1.7229 ppm
kobalt sedangkan hasil sintesis menggunakan filtrat buah 1 minggu (C2)
mengandung kobalt sebanyak 7.0277 ppm (Lampiran 7). Jumlah Co yang terdapat
dalam padatan hasil sintesis menggunakan suspensi (C1) sebanyak 0.0017 mg
sedangkan jumlah Co yang terdapat dalam padatan hasil sintesis menggunakan
filtrate (C2) sebanyak 0.0044 mg. Logam Co ini berasal dari ekstrak air buah
belimbing wuluh yang ikut bereaksi selama proses sintesis.
Pengukuran logam menggunakan AAS juga dilakukan untuk mengetahui
kadar Fe dalam hasil sintesis. Analisis kandungan Fe dilakukan untuk mengetahui
jumlah Fe awal yang berubah menjadi produk. Hasil AAS menunjukkan lebih dari
96% Fe telah terkonversi menjadi padatan (Lampiran 7), namun padatan yang
terbentuk belum dipastikan membentuk magnetit.
Ekstrak air
Buah
Suspensi (C1)
Filtrat (C2)

Tabel 6 Kandungan Fe dalam hasil sintesis
Bobot Fe (mg) dalam
Fe dalam padatan
(%)
cairan
padatan
4.7
215.2
21.50%
4.1
217.5
34.14%

Berdasarkan Tabel 6, jumlah Fe yang terdapat dalam cairan hasil sintesis
menggunakan suspensi buah sebesar 4.7 mg, sedangkan jumlah Fe dalam cairan
hasil sintesis menggunakan filtrat 1 minggu sebesar 4.1 mg. Kadar Fe dalam
padatan sintesis menggunakan suspensi dan filtrat 1 minggu berturut-turut adalah
21.7416% dan 34.5161% sehingga diketahui bobot Fe yang terdapat dalam
padatan sebanyak 215.2 mg (C1) dan 217.5 mg (C2). Dengan demikian persen Fe

11
dalam padatan sintesis menggunakan suspensi buah sebesar 21.50% dan persen Fe
dalam padatan hasil sintesis menggunakan filtrat 1 minggu sebesar 34.14%.
Sintesis menggunakan suspensi (C1) menghasilkan padatan sebanyak 990
mg lebih banyak dibandingkan sintesis menggunakan filtrat 1 minggu (C2) yang
menghasilkan padatan sebanyak 630 mg. Hal ini karena suspensi buah banyak
mengandung padatan terlarut di dalamnya sehingga lebih banyak komponen yang
terbawa selama reaksi. Namun demikian, jumlah padatan tersebut lebih sedikit
dari jumlah serbuk secara teori, yaitu 1008.4 mg untuk sintesis menggunakan
suspensi dan 637.1 mg untuk sintesis menggunakan filtrat buah 1 minggu.
Perbedaan ini disebabkan karena masih adanya serbuk sisa yang masih menempel
dalam permukaan Teflon hidrotermal yang digunakan sehingga bobot hasil
sintesis yang didapatkan lebih sedikit dari bobot sebenarnya.
Penentuan kadar ammonium dalam cairan hasil sintesis dilakukan untuk
mengetahui jumlah urea yang terdekomposisi menjadi amonia. Amonia dalam air
berbentuk ammonium. Amonium dalam cairan sebagai produk samping dari hasil
sintesis. Pengukuran dilakukan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada
panjang gelombang maksimum 615 nm (Lampiran 8).
Tabel 7 Kadar ammonium dalam cairan hasil sintesis
Cairan sintesis
Masa ammonium (g)
Ammonium (%b/v)
Filtrat 1 minggu (C2)
0.2243
0.6231
Suspensi (C1)
0.2107
0.5852

Berdasarkan Tabel 7, kadar ammonium dalam cairan hasil sintesis
menggunakan suspensi (C1) sebesar 0.5852%, sedangkan kadar ammonium dalam
cairan sintesis menggunakan filtrat 1 minggu (C2) sebesar 0.6231%. Masa
ammonium yang terbentuk dalam 36 ml cairan hasil sintesis menggunakan
suspensi buah didapatkan sebesar 0.2107 g, sedangkan cairan sintesis
menggunakan filtrat buah 1 minggu mengandung ammonium sebesar 0.2243 g.
Masa ammonium kedua cairan sintesis lebih sedikit dibandingkan masa
ammonium yang seharusnya, yaitu sebesar 0.432 g sehingga didapat persentase
hasil sintesis menggunakan suspensi (C1) dan filtrat (C2) berturut-turut sebesar
48.77% dan 51.92%. Hal ini disebabkan pemanasan urea tidak hanya akan
menghasilkan amonia tetapi juga menghasilkan produk samping berupa
NH2CONHCONH2 sehingga jumlah amonia yang dihasilkan akan berkurang
(Winarso 2004). Selain itu, dengan semakin tingginya derajat kristalinitas akan
membuat urea terabsorpsi dalam kristal sehingga kadar ammonium dalam cairan
menjadi lebih sedikit.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Ekstrak air buah belimbing wuluh dapat dimanfaatkan sebagai reduktor
dalam pembuatan nanomagnetit. Hasil sintesis 4 mmol FeCl3, 12 mmol urea, dan
filtrat 1 minggu buah belimbing wuluh (C2) menghasilkan nanomagnetit,
sedangkan hasil sintesis suspensi buah segar (C1) tidak menghasilkan magnetit.
Analisis XRD membuktikan kristal hasil sintesis C2 memiliki kemiripan puncak

12
difraksi dengan standar magnetit, yaitu pada sudut 2θ 30.02; 35.48; 37.28; 43.10;
53.52; 57.10; dan 62.64o. Ukuran kristal magnetit hasil sintesis C2 sebesar 27.06
nm. Hasil EDX menunjukkan Fe dan O sebagai komponen utama padatan
magnetit yang dihasilkan. Pengukuran kadar Fe diketahui lebih dari 96% Fe
berhasil diubah menjadi padatan.
Saran
Analisis terhadap kandungan kimia yang terdapat dalam ekstrak air buah
belimbing wuluh perlu dilakukan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap
kemurnian hasil sintesis. Perlu dilakukan analisis lanjutan terhadap oksida besi
hasil sintesis yang tidak membentuk magnetit.

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah M, Virgus Y, Nirmin, Khairurrijal. 2008. Sintesis Nanomaterial. J Nano
Saintek 1(2):33-57.
[AOAC] Association Official Agriculture Chemist. 2007. Official Methods
of Analysis of AOAC International. Maryland: AOAC International.
Byrappa K, Adschiri T. 2007. Hydrothermal technology for nanotechnology.
Progress in Crystal Growth and Characterization of Materials 53 : 117-166.
doi:10.1016/j.pcrysgrow.2007.04.001.
Cheng W, Tang K, Qi Y, Sheng J, Liu Z. 2010. One-step synthesis of
superparamagnetic monodisperse porous Fe3O4 hollow and core-shell
spheres. J Mater Chem. 20:1799-1805.doi:10.1039/b919164j.
De Lima VLAG, Melo EDA, Lima LS. 2001. Physicochemical characteristics of
bilimbi (Averrhoa bilimbi L.). Rev.Bras. Frutic 23(2):421-423.
Fauziah H. 2012. Nanomagnetit sebagai peningkat sensitivitas elektrode pasta
karbon dalam analisis iodida secara voltametri siklik [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Fernandez BR. 2011. Sintesis nanopartikel [tesis]. Padang (ID): Pascasarjana
Universitas Andalas.
Hertanto B. 2012. Penggunaan belimbing wuluh untuk mengahambat oksidasi dan
mempertahankan mutu organoleptik pada dendeng sapi selama
penyimpanan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Hidayati IL. 2007. Formulasi tablet effervescent dari ekstrak daun belimbing
wuluh (Averrhoa bilimbi L.) sebagai anti hipertensi [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Kasmiyatun M, Jos B. 2008. Ekstraksi asam sitrat dan asam oksalat: pengaruh
trioctylamine sebagai extracting power dalam berbagai solven campuran
terhadap koefisien distribusi. Reaktor 12 (2):107-116.
Lancashire RJ. 2004. The chemistry of passion fruit. [Internet]. [diunduh 2013
Sep
14].
Tersedia
pada:
http://www.chem.uwimona.edu.jm/lectures/psnfruit.html.
Laurent S, Forge D, Port M, Roch A, Robic C, Elst LV, Muller RN. 2008.
Magnetic iron oxide nanoparticles: synthesis, stabilization, vectorization,

13
physicochemical characterizations, and biological applications. Chem Rev
108 (16): 2069-2070.doi: 10.1021/cr068445e.
Liang X, Wang X, Zhuang J, Chen Y, Wang D, Li Y. 2006. Synthesis of nearly
monodisperse iron oxide and oxyhydroxide nanocrystals. Adv. Funct.
Mater.16:1805-1813.doi:10.1002/adfm.200500884.
Loh KS. Lee YH, Musa A, Salmah AA, Zamri I. 2008. Use of Fe3O4 nanoparticle
for enhancement of biosensor respons the herbiside 2,4dichlorophenoxyacetic acid. Sensor 8:5775-5791. doi:10.3390/s8095775.
Lu A H, Salabas El, dan Scutch F. 2007. Magnetic nanoparticles: synthesis,
protection, functionalization, and application. Wiley-VCH Verlag GmbH &
Co 46:1222 – 1244.doi: 10.1002/anie.200602866.
Lv Y, Wang H, Wang X, Bai J. 2009. Synthesis, characterization and growing
mechanism of monodisperse Fe3O4 microspheres. J Crystal Growth 311:
3445-3450.doi:10.1016/j.jcrysgro.2009.03.046.
Manggung RER. 2008. Pengujian toksisitas akut lethal dose 50 (LD50) ekstrak
etanol buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) pada mencit (Mus
musculus albinus) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Márquez F, Campo T, Cotto M, Polanco R, Roque R, Fierro P, Sanz JM, Elizalde
E, Morant C. 2011. Synthesis and characterization of monodisperse
magnetite hollow microspheres. Soft Nanoscience Letters 1: 25-32.
doi:10.4236/snl.2011.12005.
Paul MC. 2010. Molecular beam epitaxy and properties of magnetite thin films on
semiconducting substrates [disertasi]. Wurzburg (DE): Universitas Julius
Maximilians.
Pradana VM. 2013. Keragaan nitrogen-ammonium dalam magnetit sintetik
(Fe3O4) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Rizal M, Ismunandar. 2007. Sintesis dengan metode hidrotermal dan karakterisasi
senyawa berstruktur Aurivillius Bi4Ti3O12. J Mat Sains 12:44-48.
Roonasi P. 2007. Adsorption and surface reaction properties of synthesized
magnetite nano-particles [tesis]. Luleå (SE): Luleå University of
Technology.
Roy A, Geetha RV, Lakshmi T. 2011. Averrhoa bilimbi Linn –nature’s drug storea pharmacological. International Journal of Drug Development & Research
3 (3): 101-106.
Sari EO. 2012. Kinerja elektrode pasta karbon termodifikasi nanomagnetit pada
teknik voltametri siklik [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Winarso L. 2004. Optimasi alat pengolah limbah cair 2nd stage hydrolizer dan
pemanfaatannya sebagai air umpan boiler [tesis]. Semarang: Program
Pascasarjana, Universitas Dipenegoro.
Yang Z, Qian H, Chen H, Anker JN. 2010. One-pot hydrothermal synthesis of
silver nanowires via citrate reduction. J Colloid Interface Sc. 352: 285-281.
doi:10.1016/j.jcis.2010.08.072.
Zakaria FZ, Wajir J, Aziz FA. 2009. Crystallite sizes of porites species. Journal of
Nuclear and Technology. 6(1): 11-18.

14
Lampiran 1 Bagan alir penelitian

Buah belimbing wuluh
Penggilingan dan penyaringan

Ekstrak air buah

ampas

Penentuan kadar asam

Suspensi segar

Filtrat 1 minggu

Sintesis
nanomagnetit
pemisahan

cairan

padatan
Penentuan
kadar Fe

Penentuan
kadar amonium

Karakterisasi
XRD dan EDS

15
Lampiran 2 Pembuatan larutan standar dan pereaksi pada penentuan ammonium









Standar pokok 1000 ppm N
Sebanyak 0.4174 g serbuk (NH4)2SO4 p.a ditimbang dan dilarutkan
menggunakan air bebas ion dalam labu takar hingga volumenya tepat 100 mL.
larutan dikocok hingga homogen.
Standar 20 ppm N
Sebanyak 2 mL larutan standar pokok 1000 ppm N dipipet ke dalam labu
takar 100 mL dan diencerkan menggunakan akuades hingga tepat 100 mL.
Deret standar
Deret larutan standar 0, 1, 2, 4, 6, 8, dan 10 ppm dibuat dengan memipet
larutan standar 20 ppm N sebanyak 0; 0.5; 1; 2; 3; 4; dan 5 mL berturut-turut
ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan akuades hingga semua
volumenya menjadi 10 mL.
Larutan Na-fenat
Sebanyak 5 g serbuk NaOH p.a ditimbang dan dilarukan dalam labu takar 50
mL menggunakan sekitar 25 mL air bebas ion. Setelah dingin, larutan
ditambah 6.25 gram fenol dan diaduk hingga larut. Selanjutnya larutan
diencerkan dengan air bebas ion hingga volumenya tepat 50 mL.
Larutan sangga tartrat
Serbuk NaOH sebanyak 2.5 g ditimbang dan dilarutkan dengan menggunakan
air bebas ion sebanyak 25 mL dalam labu takar 50 mL. Setelah dingin, larutan
ditambah 2.5 g serbuk K,Na-tartrat dan diaduk hingga larut. Selanjutnya
larutan diencerkan dengan air bebas ion hingga volumenya tepat 50 mL.

16
Lampiran 3 Penentuan kadar air dan kadar abu
Penentuan kadar air buah belimbing wuluh
Bobot
Bobot
Bobot wadah
sampel
wadah+sampel
Ulangan
kosong (g)
awal (g)
kering (g)
1
1.8805
2.0034
1.9629
2
1.9334
2.0049
2.0271
3
1.9384
2.0062
2.0348

Bobot
sampel
kering (g)
0.0821
0.0937
0.0964
rerata

Kadar air
(%)
95.90
95.33
95.19
95.47

Kadar air =
=

= 95.90%

Rerata =

=

= 95.47%

Penentuan kadar abu buah belimbing wuluh
Ulangan

Bobot wadah
kosong (g)

Bobot
sampel
awal (g)*

1
2
3

23.3743
17.8943
17.3917

2.0037
2.0086
2.0017

Bobot
wadah+sampel
setelah
pengabuan(g)
23.5058
18.0295
17.5205

Bobot abu
(g)

Kadar
abu (%)

0.1315
0.1352
0.1288
rerata

6.38
5.73
6.43
6.51

*berdasarkan bobot kering

Kadar abu =

=

= 6.38%

17
Lampiran 4 Perhitungan kadar asam
Data standardisasi NaOH oleh asam oksalat
Volume NaOH (mL)
Volume asam
ulangan
oksalat (mL)
awal
akhir
Terpakai
1
10.0
0.0
10.5
10.5
2
10.0
10.5
21.0
10.5
3
10.0
21.0
31.5
10.5
Rerata

Konsentrasi
NaOH (N)
0.0955
0.0955
0.0955
0.0955

Konsentrasi asam oksalat =
=

= 0.1003 N

Konsentrasi NaOH =

=

Data hasil titrasi asam
Ekstrak
ulangan
buah
1
Filtrat
2
1 minggu
3
Suspensi
segar

Total asam =
=

1
2
3

= 0.0955 N

Volume NaOH (mL)
awal
Akhir terpakai
0.0
2.8
3.0
2.8
5.7
3.0
5.8
8.7
3.0
rerata
22.0
25.2
3.1
25.2
28.4
3.0
28.4
31.6
3.1
rerata

Total asam
(N)
0.2865
0.2865
0.2865
0.2865
0.2960
0.2865
0.2960
0.2928

x faktor pengenceran
x 10 = 0.2865 N

Jumlah mol asam dalam sintesis = volume x konsentrasi asam
= 41.9 mL x 0.2865 mmol /mL
= 12 mmol

18
Lampiran 5 Sudut difraksi standar magnetit dan padatan hasil sintesis
Standar Magnetit
(JCPDS No 19-0629)

Intensitas
18.269
4
30.095
26
35.422
100
37.052
8
43.052
24
53.391
15
56.942
47
62.515
68
65.743
4
70.924
8
73.948
20
74.960
8
78.929
4

Padatan hasil sintesis
suspensi segar

Intensitas
17.90
30
19.00
56
22.82
38
24.80
28
30.14
22
34.32
32
39.94
38
44.86
30
48.06
24
50.20
42
61.44
28

Padatan hasil sintesis
filtrat 1 minggu

Intensitas
19.00
64
22.92
40
30.02
48
35.48
86
37.28
16
38.30
34
43.10
22
44.82
26
50.16
18
53.52
16
57.10
32
61.54
72
62.64
36

19
Lampiran 6 Penentuan ukuran kristal
Padatan hasil sintesis suspensi segar
2θ (deg) a θ (deg)
cos θ
FWHM(deg) a
17.90
8.95
0.9878
0.1285
19.00
9.50
0.9862
0.1014
22.82
11.41
0.9802
0.1266
24.80
12.40
0.9768
0.1285
30.14
15.07
0.9656
0.1200
34.32
17.16
0.9555
0.1480
39.94
19.97
0.9399
0.1266
44.86
22.43
0.9243
0.1285
48.06
24.03
0.9133
0.1200
50.20
25.10
0.9056
0.1266
61.44
30.72
0.8597
0.1285

Padatan hasil sintesis filtrat 1 minggu
2θ (deg) a θ (deg)
cos θ
FWHM(deg) a
19.00
9.50
0.9863
0.3200
22.92
11.46
0.9801
0.3950
30.02
15.01
0.9659
0.4600
35.48
17.74
0.9524
0.4422
37.28
18.64
0.9475
0.3000
38.30
19.15
0.9447
0.3067
43.10
21.55
0.9301
0.3600
44.82
22.41
0.9245
0.2433
50.16
25.08
0.9057
0.2400
53.52
26.76
0.8929
0.2400
57.10
28.55
0.8784
0.3733
61.54
30.77
0.8592
0.2389
62.64
31.32
0.8543
0.5033
a

W (rad)
0.0022
0.0018
0.0022
0.0022
0.0021
0.0026
0.0022
0.0022
0.0021
0.0022
0.0022
rerata

ukuran (nm)
62.56
79.41
63.99
63.27
68.53
56.15
66.74
66.86
72.46
69.26
71.88
67.37

W (rad)
0.0056
0.0069
0.0080
0.0077
0.0052
0.0054
0.0063
0.0042
0.0042
0.0042
0.0065
0.0042
0.0088
rerata

ukuran (nm)
25.16
20.51
17.87
18.86
27.94
27.41
23.72
35.30
36.53
37.06
24.22
38.69
18.47
27.06

= hasil pengukuran

Contoh perhitungan:
Ukuran kristal berdasarkan hukum Debye Scherrer:
D=
=
= 25.16 nm
θ

Keterangan : D : ukuran kristal (nm)
K : konstanta (0.9)
: panjang gelombang sinar-X (0.15406 nm)
W : Lebar puncak pada setengah intensitas puncak maksimum (rad)

20
Lampiran 7 Perhitungan kadar Fe dan Co hasil sintesis
Kadar Fe Cairan Hasil Sintesis
Cairan Sintesis
Suspensi
Filtrat 1 minggu
a
= hasil pengukuran

[Fe]
(ppm)a
132.0042
114.2619

Bobot
Fe (mg)
4.8
4.1

% Fe terkonversi
menjadi cairan
2.12
1.84

Contoh perhitungan cairan sintesis menggunakan suspensi:
1. Bobot Fe awal yang ditimbang = 4 mmol x 56 mg/mmol
= 224 mg
2. Bobot Fe yang terkonversi menjadi cairan
=
% Fe yang terkonversi menjadi cairan =

x 100% = 2.12%

3. Fe yang terkonversi menjadi padatan (teori)
= bobot Fe awal – bobot Fe yang terkonversi menjadi cairan
= 224 mg – 4.8
= 219.2 mg
Kadar Fe Padatan Hasil Sintesis
Padatan Kadar Fe Bobot sintesis
(%) a
Sintesis
(mg) a
Suspensi 21.7416
990
Filtrat
34.5161
630
a
= hasil pengukuran

Bobot
Fe (mg)
215.2
217.5

% Fe terkonversi
menjadi padatan
96.09
97.08

Contoh perhitungan (padatan sintesis menggunakan suspensi):
1. Bobot Fe awal yang ditimbang = 4 mmol x 56 mg/mmol
= 224 mg
2. Bobot Fe yang terkonversi menjadi padatan
=
% Fe yang terkonversi menjadi padatan
=
x 100% = 96.09%
3. Masa Fe awal = Masa Fe padatan + Masa Fe cairan
a) Suspensi buah
Bobot padatan (teori) =

x 100% = 1008.4 mg

% hasil
sintesis
98.17
98.89

21
% Fe dalam padatan =
% Hasil sintesis =
b) Filtrat 1 minggu
Bobot padatan (teori) =
% Fe dalam padatan =
% Hasil sintesis =

x 100% = 21.50%
x 100% =

x 100% = 637.1 mg
x 100% = 34.14%
x 100% =

Penentuan kadar Co padatan hasil sintesis
Padatan
Bobot hasil
[Co] (%)
sintesis
sintesis (mg)
Suspensi
1.7229 x 10-4
990
-4
Filtrat
7.0277 x 10
630
Contoh perhitungan (suspensi):
Bobot Co dalam padatan =

x 100% = 98.17%

x 100% = 98.89%

Bobot Co dalam
Kadar Co (ppm)
padatan (mg)
0.0017
1.7229
0.0044
7.0277

22
Lampiran 8 Penentuan kadar ammonium cairan hasil sintesis
Penentuan panjang gelombang maksimum
Panjang
Absorbansi
gelombang (nm)
550
0.073
552
0.074
554
0.076
556
0.077
558
0.078
560
0.080
562
0.081
564
0.082
566
0.083
568
0.084
570
0.087
572
0.087
574
0.089
576
0.090
578
0.090
580
0.092
582
0.092
584
0.093
586
0.094
588
0.095
590
0.096
592
0.097
594
0.098
596
0.099
598
0.100
600
0.100

Panjang
gelombang (nm)
602
604
606
608
610
612
614
616
618
620
622
624
626
628
630
632
634
636
638
640
642
644
646
648
650

Absorbansi
0.101
0.102
0.102
0.102
0.102
0.103
0.103
0.103
0.103
0.103
0.102
0.102
0.102
0.102
0.101
0.101
0.100
0.100
0.099
0.097
0.096
0.094
0.093
0.091
0.088

23
Penentuan kurva standar ammonium
Konsentrasi (ppm)
0
1
2
4
6
8
10

absorbansi
0.000
0.004
0.015
0.037
0.055
0.087
0.106

0.120
y = 0.011x - 0.0053
R² = 0.9913

0.100

absorbansi

0.080
0.060
0.040
0.020
0.000
-0.020

Cairan
sintesis
Suspensi

Filtrat

0

2

4
6
8
[ammonium] (ppm)

[ammonium]
absorbansi
(ppm)
0.098
0.096
0.099
0.104
0.105
0.104

5871.0227
5757.3864
5927.8409
6211.9318
6268.7500
6211.9318

rerata
(ppm)

rerata
%
(b/v)

10

12

volume
ammonium
filtrat
(g)
(mL)

5852.0833 0.5852

36

0.2107

6230.8712 0.6231

36

0.2243

Contoh perhitungan
 [ammonium] (ppm)
Kurva regresi linier dari larutan standar menghasilkan persamaan
y = 0.011x - 0.0053, dengan y=absorbansi dan x=[ammonium]
[ammonium] =
x fp
x 625

=

= 6211.9318 ppm


Rerata [ammonium] (ppm) =
=
= 6230.8712 ppm

24




Rerata % (b/v)
6230.8712 mg/L x

x

= 0.6231g/100 mL

Ammonium (g)
x 36 mL = 0.2243g

Reaksi dekomposisi urea menjadi ammonium
CO(NH2)2 + H2O  CO2 + 2NH3
Konversi urea menjadi ammonium secara teoritis:
Jumlah mmol urea = 12 mmol
Jumlah mmol ammonium = 2 x 12 mmol = 24 mmol
Bobot ammonium yang terbentuk secara teoritis = 24 mmol x Mr ammonium
= 24 mmol x 18 g/mol
= 0.432 g
Bobot ammonium pada cairan hasil sintesis menggunakan suspensi = 0.2107 g
Persentase urea yang terdekomposisi menjadi ammonium pada cairan hasil
sintesis menggunakan suspensi:
=
=
x 100% = 48.77%
Bobot ammonium pada cairan hasil sintesis menggunakan filtrat = 0.2243 g
Persentase urea yang terdekomposisi menjadi ammonium pada cairan hasil
sintesis menggunakan filtrat:
=
=
x 100% = 51.92%

25

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 1 Januari 1990 dari pasangan
Ayah Pudin dan Ibu Patimah. Penulis merupakan anak keempat dari empat
bersaudara. Pada tahun 2006 penulis lulus dari MTs. Al-Qurthubiyyah, kemudian
melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Cibadak dan lulus tahun 2009.
Selanjutnya pada tahun yang sama penulis diterima di Departemen Kimia Institut
Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum
mata kuliah Elektroanalitik dan Teknik Pemisahan pada tahun 2012, asisten
praktikum Teknik Pemisahan tahun 2013, dan asisten mata kuliah Statistika
Untuk Kimia Analitik program Diploma IPB pada tahun 2013.