Formulasi Sediaan Gel Dari Ekstrak Etanol Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Dan Uji Aktivitasnya Terhadap Beberapa Bakteri Penyebab Jerawat

(1)

FORMULASI SEDIAAN GEL DARI

EKSTRAK ETANOL BUAH BELIMBING WULUH

(Averrhoa bilimbi Linn.) DAN UJI AKTIVITASNYA

TERHADAP BEBERAPA BAKTERI PENYEBAB JERAWAT

SKRIPSI

OLEH:

RABIATUL HADAWIYAH M.

NIM 081501023

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

FORMULASI SEDIAAN GEL DARI

EKSTRAK ETANOL BUAH BELIMBING WULUH

(Averrhoa bilimbi Linn.) DAN UJI AKTIVITASNYA

TERHADAP BEBERAPA BAKTERI PENYEBAB JERAWAT

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

RABIATUL HADAWIYAH M.

NIM 081501023

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

FORMULASI SEDIAAN GEL DARI EKSTRAK ETANOL BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi Linn.) DAN UJI AKTIVITASNYA

TERHADAP BEBERAPA BAKTERI PENYEBAB JERAWAT Oleh:

RABIATUL HADAWIYAH NIM 081501023

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pada Tanggal: 23 Juli 2012

Pembimbing I, Panitia Penguji:

Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195807101986012001 NIP 195311281983031002

Pembimbing II, Drs. Suryanto M.Si., Apt. NIP 196106191991031001

Dra. Erly Sitompul, M.Si., Apt. Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt.,

NIP 195006121980032001 NIP 195807101986012001

Dra. Herawaty Ginting, M.Si., Apt., NIP 195112231980032002

Medan, Juli 2012 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat, rahmat, karunia dan ridhoNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Formulasi Sediaan Gel Dari Ekstrak Etanol Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Dan Uji Aktivitasnya Terhadap Beberapa Bakteri Penyebab Jerawat”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama pendidikan sekaligus sebagai Ketua penguji yang telah memberikan saran, arahan, kritik dan masukan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., dan Ibu Dra. Erly Sitompul, M.Si., Apt., selaku pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan dan nasehat selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Drs, Suryanto, M.Si., Apt., dan Ibu Dra. Herawaty Ginting, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan saran, arahan, kritik dan masukan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada Ayahandaku Sulaiman Effendi Matondang dan Ibundaku tersayang Tuti Wildani Nasution, kakak dan adikku, Kakak-kakak, Abang-abang senior dan teman-temanku tersayang atas doa, dorongan dan pengorbanan baik moril maupun materil dalam penyelesaian skripsi ini.


(5)

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih memiliki banyak kekurangan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis bersedia menerima kritik dan saran yang membangun pada skripsi ini. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.

Medan, Juli 2012 Penulis,

Rabiatul Hadawiyah M. NIM 081501023


(6)

FORMULASI SEDIAAN GEL DARI EKSTRAK ETANOL BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi Linn.) DAN UJI AKTIVITASNYA

TERHADAP BEBERAPA BAKTERI PENYEBAB JERAWAT ABSTRAK

Buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) secara tradisional telah digunakan sebagai antibakteri untuk penyakit alergi pada kulit seperti ruam pada wajah, bisul dan jerawat. Buah belimbing wuluh mengandung flavonoid dan tanin (senyawa antibakteri), yang diduga dapat berperan sebagai senyawa aktif anti jerawat. Ekstrak etanol buah belimbing wuluh diformulasi menjadi sediaan gel, sediaan gel dipilih karena bening, mudah mengering membentuk lapisan film yang mudah dicuci dan memberikan rasa dingin di kulit. Tujuan penelitian untuk mengetahui stabilitas formulasi sediaan gel ekstrak buah belimbing wuluh sebagai antijerawat.

Metode penelitian yang dilakukan meliputi: karakterisasi simplisia buah belimbing wuluh, pembuatan ekstrak etanol buah belimbing wuluh dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol 80%, formulasi sediaan gel ekstrak etanol buah belimbing wuluh menggunakan basis gel HPMC 4000, evaluasi sediaan dan uji aktivitas antibakteri terhadap bakteri Propionibacterium acne dan

Staphylococcus epidermidis dengan metode difusi agar menggunakan pencadang kertas.

Berdasarkan hasil penelitian terhadap karakterisasi simplisia buah belimbing wuluh, diperoleh kadar air 8,63%; kadar sari yang larut dalam air 35,04%; kadar sari yang larut dalam etanol 31,83%; kadar abu total 5,04% dan kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,36%. Hasil evaluasi sediaan secara fisik stabil selama penyimpanan 35 hari pada suhu kamar, homogen, pH relatif stabil dan terdapat hasil negatif pada uji iritasi. Hasil uji aktivitas antibakteri sediaan gel yang efektif yaitu sediaan gel yang mengandung 20% ekstrak etanol buah

belimbing wuluh, memberikan diameter zona hambat rata-rata 15,00 mm terhadap bakteri Propionibacterium acne dan memberikan diameter zona hambat rata-rata 16,50 mm terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis. Dari hasil penelitian bahwa gel ektrak etanol buah belimbing wuluh dapat digunakan untuk mengobati jerawat.

Kata kunci: Buah belimbing wuluh, karakterisasi, evaluasi, gel, anti jerawat, Propionibacterium acne, Staphylococcus epidermidis.


(7)

THE GEL FORMULATION OF ETHANOL EXTRACT OF BILIMBI FRUITS (Averrhoa bilimbi Linn.) AND TEST ACTIVITIES

OF SOME BACTERIA CAUSE ACNE ABSTRACT

Bilimbi fruits (Averrhoa bilimbi Linn.) traditionally have been used as an antibacterial for diseases such as allergic skin rash on the face, boils and acne. bilimbi fruits contain flavonoid and tannin (antibacterial compounds), which supposedly can act as an active anti acne compound. Ethanol extract of bilimbi fruits was formulated into gel, gel was chosen because of clear, easy to dry forming film layer that easily washable and giving the cold on the skin. The purpose of this research was to know the stability of bilimbi fruits ethanol extract gel formulation as anti acne.

Research methods included: characterization simplicia of bilimbi fruits, preparation of bilimbi fruits ethanol extract by maceration using 80% ethanol solvent, gel formulation of bilimbi fruits ethanol extract using gel base HPMC 4000, evaluation of gel and antibacterial activity against Propionibacterium acne bacteria and Staphylococcus epidermidis by agar diffusion method using paper disc.

Based on the results of research on the characterization simplicia of bilimbi fruits water content of 8.63%; levels of water-soluble extract 35.04%; levels in ethanol-soluble extract 31.83%; total ash content 5.04% and acid insoluble ash content 0.36%. Evaluation results are physically stable dosage during 35 days storage at room temperature, homogen, pH was relative stable and there is a negative result in irritation test. The results of antibacterial activity test the most effective gel which gel containing 20% ethanol extract of bilimbi fruits give the diameter of inhibitory zone average of 15.00 mm against bacteria

Propionibacterium acne and give the diameter of inhibitory zone average of 16.50 mm against bacteria Staphylococcus epidermidis. These result suggested that ethanol fruits gel extract of bilimbi fruits can be used to treat acne.

Keywords : Bilimbi fruits, characterization, evaluation, gel, anti acne, Propionibacterium acne, Staphylococcus epidermidis.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II Tinjauan Pustaka ... 5

2.1 Uraian Tumbuhan ... 5

2.1.1 Sistematika tumbuhan ... 5

2.1.2 Nama Daerah ... 5

2.1.3 Morfologi tumbuhan ... 6

2.1.4 Khasiat tumbuhan ... 6


(9)

2.2 Uraian Kulit ... 7

2.2.1 Struktur kulit... 7

2.2.2 Fungsi biologik kulit ... 8

2.2.3 Absorbsi obat melalui kulit ... 9

2.3 Uraian Jerawat ... 10

2.3.1 Penyebab terjadinya jerawat ... 10

2.3.2 Tahap terjadinya jerawat ... 11

2.3.3 Penanggulangan jerawat ... 12

2.4 Uji Aktivitas Antibakteri ... 13

2.5 Uraian Bakteri ... 14

2.5.1 Bakteri Propionibacterium acne ... 14

2.5.2 Bakteri Staphylococcus epidermidis ... 15

2.6 Simplisia ... 16

2.7 Ekstraksi ... 16

2.8 Uraian Gel ... 18

2.9 Preformulasi ... 19

2.9.1 Hidroksi propil metil selulosa ... 20

2.9.2 Propilen glikol ... 20

2.9.3 Metil paraben ... 21

2.9.4 Propil paraben ... 22

BAB III METODE PENELITIAN ... 23

3.1 Alat ... 23

3.2 Bahan ... 24


(10)

3.3.1 Pengumpulan sampel ... 24

3.3.2 Identifikasi sampel ... 25

3.3.3 Pengolahan sampel ... 25

3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia ... 25

3.4.1 Pemeriksaan makroskopik ... 25

3.4.2 Pemeriksaan mikroskopik ... 26

3.4.3 Penetapan kadar air ... 26

3.4.4 Penetapan kadar sari larut dalam air ... 27

3.4.5 Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol ... 27

3.4.6 Penetapan kadar abu total ... 28

3.4.7 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam ... 28

3.5 Skrining Fitokimia ... 28

3.5.1 Pemeriksaan alkaloid ... 29

3.5.2 Pemeriksaan glikosida ... 29

3.5.3 Pemeriksaan saponin ... 30

3.5.4 Pemeriksaan flavonoid ... 30

3.5.5 Pemeriksaan antrakinon ... 30

3.5.6 Pemeriksaan tanin ... 31`

3.5.7 Pemeriksaan steroid/triterpenoid ... 31

3.6 Pembuatan ekstrak ... 31

3.7 Pembuatan Media Untuk Bakteri Uji ... 32

3.7.1 Nutrient agar ... 32

3.7.2 Larutan Nutrient Broth (NB) ... 32


(11)

3.8 Pembuatan stok kultur bakteri … ... ... 33

3.8.1 Pembuatan stok kultur bakteri Propionibacterium acne …. 33

3.8.2 Pembuatan stok kultur bakteri Staphylococcus Epidermidis ………... 33

3.9 Penyiapan inokolum bakteri ... 34

3.9.1 Penyiapan inokolum bakteri Propionibacterium acne ... 34

3.9.2 Penyiapan inokolum bakteri Staphylococcus Epidermidis ………. 34

3.10 Sterilisasi alat dan bahan ... .... 34

3.11 Pembuatan larutan uji ekstrak etanol buah belimbing wuluh dengan berbagai konsentrasi ... . 35

3.12 Pengujian Aktivitas Antibakteri Terhadap Ekstrak ... 35

3.12.1 Bakteri Propionibacterium acne ... .... 35

3.12.2 Bakteri Staphylococcus epidermidis ... .... 35

3.13 Pembuatan Formula Sediaan ... ... 36

3.13.1 Pembuatan basis gel ... ... 36

3.13.2 Komposisi formula ... ... 37

3.13.2.1 Cara pembuatan sediaan ... ... 37

3.14 Evaluasi Formula ... .. . 38

3.14.1 Pemeriksaan stabilitas fisik sediaan ... ... 38

3.14.2 Pemeriksaan homogenitas sediaan ... 38

3.14.3 Penentuan pH sediaan ……… 39

3.14.4 Penentuan viskositas sediaan ... .... 39

3.14.5 Uji iritasi terhadap kulit sukarelawan ... .... 39


(12)

3.12.6.1 Bakteri Propionibacterium acne ... . 40

3.12.6.2 Bakteri Staphylococcus epidermidis ... 41

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 42

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 42

4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia ... . 42

4.3 Hasil Skrining Fitokimia ... 44

4.4 Hasil Ekstraksi serbuk buah belimbing wuluh ... 45

4.5 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol buah belimbing wuluh Terhadap Bakteri Propionibacterum acne dan Staphylococcus epidermidis Dengan Metode Difusi Agar ….. 45

4.6 Hasil Evaluasi Formula ... 47

4.6.1 Hasil pemeriksaan stabilitas fisik sediaan ... 47

4.6.2 Hasil pengamatan homogenitas sediaan ... 48

4.6.3 Hasil penentuan pH sediaan ... 49

4.6.4 Hasil penentuan viskositas sediaan ... .. 50

4.6.5 Hasil uji iritasi ... .. 50

4.6.6 Hasil uji mikrobiologi sediaan ... .. 51

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... . 54

5.1 Kesimpulan ... . 54

5.2 Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 55


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1. Data karakterisasi serbuk simplisia buah belimbing wuluh ... 43

Tabel 4.2. Data hasil Skrinning Fitokimia …... 44

Tabel 4.3. Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol buah belimbing wuluh terhadap bakteri Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis …... 46

Tabel 4.4. Data pengamatan perubahan bentuk, warna, dan bau sediaan ... 48

Tabel 4.5. Data pengamatan homogenitas sediaan ……….. 48

Tabel 4.6. Data pengukuran pH sediaan ………. … 49

Tabel 4.7. Data viskositas sediaan ... 50

Tabel 4.8. Data uji iritasi ... 51

Tabel 4.9. Hasil uji aktivitas antibakteri gel ekstrak etanol buah belimbing wuluh terhadap bakteri Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis ……… 52


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan ... 58 Lampiran 2. Gambar tumbuhan belimbing wuluh (Averrhoa bilimbí Linn.)

dan buah belimbing wuluh segar ………. 59 Lampiran 3. Gambar simplisia belimbing wuluh (Averrhoa bilimbí Linn.) dan serbuk simplisia belimbing wuluh ……… 60 Lampiran 4. Gambar mikroskopik serbuk simplisia belimbing wuluh

(Averrhoa bilimbí Linn.) ……… 61 Lampiran 5. Gambar sediaan gel ekstrak etanol buah belimbing wuluh

dan basisi gel ……….. ... 62

Lampiran 6. Gambar hasil uji homogenitas ………. 63 Lampiran 7. Gambar hasil uji aktvitas ekstrak etanol buah belimbing

wuluh (Averrhoa bilimbí Linn.) Terhadap bakteri Propionibacterium acne Danbakteri Staphylococcus

epidermidis ……… ……….. 64

Lampiran 8. Gambar hasil uji aktvitas gel ekstrak etanol buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbí Linn.) Terhadap bakteri

Propionibacterium acne Danbakteri Staphylococcus

epidermidis ……… 68 Lampiran 9. Gambar hasil uji aktvitas basis gel dan pengawet

yang dipakai dalam formula Terhadap bakteri Propionibacterium acne Danbakteri Staphylococcus

epidermidis ……… 70 Lampiran 10. Perhitungan pemeriksaan karakterisasi serbuk simplisia ... 71

Lampiran 11. Gambar bagan pembuatan gel ekstrak etanol belimbing

wuluh (Averrhoa bilimbí Linn.) ……… 76 Lampiran 12. Gambar bagan pengujian aktivitas antibakteri ……….. 77 Lampiran 13. Tabel hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol

Buah belimbing wuluh terhadap bakteri Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis ……… 78


(15)

Lampiran 14. Tabel hasil uji aktivitas antibakteri gel ekstrak buah belimbing wuluh terhadap bakteri Propionibacterium

acne dan Staphylococcus epidermidis ... 79 Lampiran 15. Perhitungan penentuan viskositas sediaan ... 80 Lampiran 16. Gambar alat mikropipet ... 82


(16)

FORMULASI SEDIAAN GEL DARI EKSTRAK ETANOL BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi Linn.) DAN UJI AKTIVITASNYA

TERHADAP BEBERAPA BAKTERI PENYEBAB JERAWAT ABSTRAK

Buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) secara tradisional telah digunakan sebagai antibakteri untuk penyakit alergi pada kulit seperti ruam pada wajah, bisul dan jerawat. Buah belimbing wuluh mengandung flavonoid dan tanin (senyawa antibakteri), yang diduga dapat berperan sebagai senyawa aktif anti jerawat. Ekstrak etanol buah belimbing wuluh diformulasi menjadi sediaan gel, sediaan gel dipilih karena bening, mudah mengering membentuk lapisan film yang mudah dicuci dan memberikan rasa dingin di kulit. Tujuan penelitian untuk mengetahui stabilitas formulasi sediaan gel ekstrak buah belimbing wuluh sebagai antijerawat.

Metode penelitian yang dilakukan meliputi: karakterisasi simplisia buah belimbing wuluh, pembuatan ekstrak etanol buah belimbing wuluh dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol 80%, formulasi sediaan gel ekstrak etanol buah belimbing wuluh menggunakan basis gel HPMC 4000, evaluasi sediaan dan uji aktivitas antibakteri terhadap bakteri Propionibacterium acne dan

Staphylococcus epidermidis dengan metode difusi agar menggunakan pencadang kertas.

Berdasarkan hasil penelitian terhadap karakterisasi simplisia buah belimbing wuluh, diperoleh kadar air 8,63%; kadar sari yang larut dalam air 35,04%; kadar sari yang larut dalam etanol 31,83%; kadar abu total 5,04% dan kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,36%. Hasil evaluasi sediaan secara fisik stabil selama penyimpanan 35 hari pada suhu kamar, homogen, pH relatif stabil dan terdapat hasil negatif pada uji iritasi. Hasil uji aktivitas antibakteri sediaan gel yang efektif yaitu sediaan gel yang mengandung 20% ekstrak etanol buah

belimbing wuluh, memberikan diameter zona hambat rata-rata 15,00 mm terhadap bakteri Propionibacterium acne dan memberikan diameter zona hambat rata-rata 16,50 mm terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis. Dari hasil penelitian bahwa gel ektrak etanol buah belimbing wuluh dapat digunakan untuk mengobati jerawat.

Kata kunci: Buah belimbing wuluh, karakterisasi, evaluasi, gel, anti jerawat, Propionibacterium acne, Staphylococcus epidermidis.


(17)

THE GEL FORMULATION OF ETHANOL EXTRACT OF BILIMBI FRUITS (Averrhoa bilimbi Linn.) AND TEST ACTIVITIES

OF SOME BACTERIA CAUSE ACNE ABSTRACT

Bilimbi fruits (Averrhoa bilimbi Linn.) traditionally have been used as an antibacterial for diseases such as allergic skin rash on the face, boils and acne. bilimbi fruits contain flavonoid and tannin (antibacterial compounds), which supposedly can act as an active anti acne compound. Ethanol extract of bilimbi fruits was formulated into gel, gel was chosen because of clear, easy to dry forming film layer that easily washable and giving the cold on the skin. The purpose of this research was to know the stability of bilimbi fruits ethanol extract gel formulation as anti acne.

Research methods included: characterization simplicia of bilimbi fruits, preparation of bilimbi fruits ethanol extract by maceration using 80% ethanol solvent, gel formulation of bilimbi fruits ethanol extract using gel base HPMC 4000, evaluation of gel and antibacterial activity against Propionibacterium acne bacteria and Staphylococcus epidermidis by agar diffusion method using paper disc.

Based on the results of research on the characterization simplicia of bilimbi fruits water content of 8.63%; levels of water-soluble extract 35.04%; levels in ethanol-soluble extract 31.83%; total ash content 5.04% and acid insoluble ash content 0.36%. Evaluation results are physically stable dosage during 35 days storage at room temperature, homogen, pH was relative stable and there is a negative result in irritation test. The results of antibacterial activity test the most effective gel which gel containing 20% ethanol extract of bilimbi fruits give the diameter of inhibitory zone average of 15.00 mm against bacteria

Propionibacterium acne and give the diameter of inhibitory zone average of 16.50 mm against bacteria Staphylococcus epidermidis. These result suggested that ethanol fruits gel extract of bilimbi fruits can be used to treat acne.

Keywords : Bilimbi fruits, characterization, evaluation, gel, anti acne, Propionibacterium acne, Staphylococcus epidermidis.


(18)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Gaya hidup kembali ke alam (back to nature) menjadi cukup popular saat ini sehingga masyarakat kembali memanfaatkan berbagai bahan alam, termasuk pengobatan dengan tumbuhan obat. Sudah sejak zaman dahulu masyarakat Indonesia mengenal dan menggunakan tanaman obatberkhasiat sebagai salah satu upaya untuk menanggulangi berbagai masalah kesehatan, jauh sebelum pelayanan kesehatan formal dan obat-obatan modern menyentuh lapisan masyarakat. Penggunaan tanaman obat untuk penyembuhan suatu penyakit didasarkan pada pengalaman yang secara turun-temurun diwariskan oleh generasi terdahulu kepada generasi berikutnya yang lebih dikenal sebagai obat tradisional. Saat ini pemilihan bahan-bahan alami untuk pengobatan didasarkan pada bukti penelitian, sehingga penggunaan bahan-bahan alami diharapkan dapat lebih tepat sasaran dalam dunia pengobatan. Tanaman berkhasiat obat mempunyai nilai lebih ekonomis dan efek samping lebih kecil dibandingkan dengan obat-obat sintesis, karena itu penggunaan tumbuhan obat dengan formulasi yang tepat sangat penting dan tentunya lebih aman dan efektif (Wasitaatmadja, 1997).

Di Indonesia tumbuhan buah belimbing wuluh sudah diketahui dengan baik digunakan sebagai antibakteri untuk penyakit alergi pada kulit. Dalam pengobatan herbal telah dikembangkan untuk pengobatan topikal seperti ruam pada wajah, luka dan bisul. Belimbing wuluh mengandung senyawa flavonoida


(19)

dan tanin yang diketahui sebagai suatu senyawa aktif antibakteri (Gunawan dan Mulyani, 2006).

Jerawat merupakan penyakit peradangan yang terjadi akibat penyumbatan pada pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pastul dan bopeng (scar) pada daerah wajah, leher, lengan atas, dada dan punggung. Peradangan dipicu oleh bakteri Propionibacterium acne, Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus aureus (Wasitaatmadja, 1997).

Di pasaran sediaan anti jerawat telah banyak beredar dalam bentuk krim, lotion dan gel. Jenis sediaan yang banyak disukai adalah bentuk gel. Sediaan dalam bentuk gel lebih banyak digunakan karena bening, mudah mengering membentuk lapisan film yang mudah dicuci dan memberikan rasa dingin di kulit. Gel mempunyai aliran pseudoplastik dan aliran tiksotropik yaitu gel berbentuk padat apabila disimpan dan akan segera mencair bila dikocok. Sediaan gel mempunyai kadar air yang tinggi, sehingga dapat menghidrasi stratum corneumdan mengurangi resiko timbulnya peradangan lebih lanjut akibat menumpuknya minyak pada pori-pori. Formulasi pada sediaan gel akan mempengaruhi jumlah dan kecepatan zat aktif yang dapat diabsorbsi. Zat aktif dalam sediaan gel masuk ke dalam basis atau pembawa yang akan membawa obat untuk kontak dengan permukaan kulit. Bahan pembawa yang digunakan untuk sediaan topikal akan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap absorbsi obat dan memiliki efek yang menguntungkan jika dipilih secara tepat (Lieberman, 1997).


(20)

Berdasarkan hal tersebut, peneliti ingin menguji aktivitas antimikroba dari ekstrak etanol buah belimbing wuluh terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis dan Propionibacterium acne yang diformulasikan dalam sediaan gel.

1.2 Perumusan Masalah

1. Apakah ekstrak etanol belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis?

2. Apakah ekstrak etanol buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) dapat diformulasi dalam bentuk sediaan gel?

3. Bagaimana aktivitas antibakteri sediaan gel dari ekstrak buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) terhadap bakteri penyebab jerawat?

1.3 Hipotesis

1. Ekstrak etanol buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis.

2. Ekstrak etanol buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) dapat diformulasi dalam bentuk sediaan gel.

3. Ekstrak etanol buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) mempunyai aktivitas sebagai antibakteri penyebab jerawat dalam bentuk sediaan gel.


(21)

1.4 Tujuan Percobaan

1. Mengetahui aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) terhadap bakteri Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis.

2. Memformulasi sediaan gel antijerawat yang mengandung ekstrak etanol buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.)

3. Mengetahui bagaimana aktivitas antibakteri sediaan gel dari ekstrak etanol buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) terhadap bakteri penyebab jerawat.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah tentang efek antijerawat dari ekstrak etanol buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis dan Propionibacterium acne yang diformulasikan dalam sediaan gel.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan

Uraian tumbuhan meliputi, sistematika tumbuhan, nama daerah, morfologi tumbuhan, khasiat tumbuhan dan kandungan kimia.

2.1.1 Sistematika Tumbuhan

Menurut Tjitrosoepomo (2000), sistematika tumbuhan buah belimbing wuluh diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub-divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Oxalidales Suku : Oxalidaceae Genus : Averrhoa

Spesies : Averrhoa bilimbiLinn.

2.1.2 Nama Daerah

Nama daerah, Sumatera: Asom belimbing, balimbieng, balimbingan, balimbing ; Jawa: belimbing wuluh, calincing wulet, bhalingbhing bulu ; Bali: blimbing buloh ; Sulawesi: limbi,balimbeng, lumpias, lembetue, bainang, calene, takurela ; Papua: uteke. Dalam bahasa Inggris dikela sebagai cucumber tree atau


(23)

bilimbi, sedangkan dalam bahasalatin disebut Averrhoa bilimbi (Gunawan dan Mulyani, 2006).

2.1.3 Morfologi tumbuhan

Belimbing wuluh merupakan tanaman berbentuk pohon kecil, tinggi mencapai 10 m dengan batang yang tidak begitu besar dan mempunyai garis tengah hanya sekitar 30 cm. Ditanam sebagai pohon buah, kadang tumbuh liar dan ditemukan dari dataran rendah sampai 500 m. Daun majemuk menyirip ganjil dengan 21-45 pasang anak daun. Anak daun bertangkai pendek, bentuknya bulat telur, ujung runcing, pangkal membundar, tepi rata, panjang 2-10 cm, lebar 1-3 cm,

warnanya hijau, permukaan bawah warnanya lebih muda. Ciri buah belimbing

wuluh yaitu buahnya berbentuk bulat lonjong bersegi hingga seperti torpedo, panjangnya 4-10 cm. Warna buah ketika muda hijau dengan sisa kelopak bunga menempel pada ujungnya. Apabila buah sudah masak, maka buah berwarna kuning atau kuning pucat.Daging buahnya mengandung banyak air dan rasanya asam.Kulit buahnya berkilap dan tipis.Biji bentuknya bulat telur, gepeng (Wijayakusuma dan Dalimartha, 2006).

2.1.4 Khasiat tumbuhan

Khasiat dari buah belimbingwuluh ini adalah sebagai obat batuk, gusi berdarah, sariawan, jerawat, panu dan bisul (Gunawan dan Mulyani, 2006).

2.1.5 Kandungan senyawa kimia

Kandungan kimia buah belimbing wuluh mengandung flavonoid, steroid/triterpenoid, glikosida, protein, lemak, kalsium, fosfor, besi, vitamin A, B1, dan C (Wijayakusuma dan Dalimartha, 2006).


(24)

2.2 Uraian Kulit

Kulit merupakan “selimut” yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis, seperti pembentukan lapisan tanduk secara terus-menerus, respirasi, pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan keringat, pembentukan pigmen melanin untuk melindungi kulit dari bahaya sinar ultraviolet matahari, sebagai peraba dan perasa, serta pertahanan terhadap tekanan dan infeksi dari luar (Tranggono dan Latifah, 2007).

2.2.1 Struktur kulit

Struktur kulit terdiri dari tiga lapisan utama, yaitu: Lapisan epidermis, lapisan dermis dan lapisan hipodermis (Wasitaatmadja, 1997).

1. Lapisan epidermis

Epidermis merupakan bagian kulit paling luar yang palingmenarik untuk diperhatikan dalam perawatan kulit, karena kosmetikdipakai pada bagian epidermis. Ketebalan epidermis berbeda-bedapada berbagai bagian tubuh, yang paling tebal berukuran 1 milimetermisalnya pada telapak tangan dan telapak kaki, yang paling tipisberukuran 0,1 milimeter terdapat pada kelopak mata, pipi, dahi danperut. Sel-sel epidermis disebut keratinosit.Epidermis melekat eratpada dermis karena secara fungsional epidermis memperoleh zat-zatmakanan dan cairan antar sel dari plasma yang merembes melaluidinding-dinding kapiler dermis ke dalam epidermis.Lapisan epidermis terdiri atas 5 lapisan: stratum korneum (lapisan tanduk), stratum lusidum (lapisan jernih), stratum granulosum (lapisan butir),


(25)

stratum spinosum (lapisan taju) dan stratum basalis (lapisan benih) (Wasitaatmadja, 1997).

2. Lapisan dermis

Lapisan dermis ini jauh lebih tebal daripada epidermis dan tersusun atas jaringan fibrosa dan jaringan ikat yang elastis. Lapisan ini terdiri atas: a. Pars papilaris, yaitu bagian yang menonjol ke dalam epidermis berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah ; b. Pars retikularis, yaitu bagian bawah dermis yang berhubungan dengan lapisan hypodermis yang terdiri atas serabut kolagen. Serat-serat kolagen ini disebut juga jaringan penunjang, karena fungsinya dalam membentuk jaringan-jaringan kulit yang menjaga kekeringan dan kelenturan kulit (Wasitaatmadja, 1997).

3. Lapisan hipodermis

Lapisan ini terutama mengandung jaringan lemak, pembuluhdarah dan limfe.Cabang-cabang dari pembuluh-pembuluh dan saraf-saraf menujulapisan kulit jangat.Jaringan ikat bawah kulit berfungsi sebagaibantalan atau penyangga bagi organ-organ tubuh bagian dalam dan sebagai cadangan makanan(Wasitaatmadja, 1997).

2.2.2 Fungsi biologik kulit 1. Proteksi

Serabut elastis yang terdapat pada dermis serta jaringan lemak subkutan berfungsi mencegah trauma mekanik langsung terhadap interior tubuh. Lapisan tanduk dan mantel lemak kulit menjaga kadar air tubuh dengan cara mencegah masuknya air dari luar tubuh dan mencegah penguapan air, selain itu juga


(26)

berfungsi sebagai barrier terhadap racun dari luar. Mantel asam kulit dapat mencegah pertumbuhan bakteri di kulit.

2. Thermoregulasi

Kulit mengatur temperatur tubuh melalui mekanisme dilatasi dan konstriksi pembuluh kapiler dan melalui perspirasi, yang keduanya dipengaruhi saraf otonom. Pusat pengatur temperatur tubuh di hipotalamus. Pada saat temperatur badan menurun terjadi vasokonstriksi, sedangkan pada saat temperatur badan meningkat terjadi vasodilatasi untuk meningkatkan pembuangan panas. 3. Persepsi sensoris

Kulit sangat sensitif terhadap rangsangan dari luar berupa tekanan, raba, suhu dan nyeri. Rangsangan dari luar diterima oleh reseptor-reseptor tersebut dan diteruskan ke sistem saraf pusat selanjutnya diinterpretasi oleh korteks serebri. 4. Absorbsi

Beberapa bahan dapat diabsorbsi kulit masuk ke dalam tubuh melalui dua jalur yaitu melalui epidermis dan melalui kelenjar sebasea dari folikel rambut (Tranggono dan Latifah, 2007).

2.2.3 Absorbsi obat melalui kulit

Tujuan umum pengunaan obat topikal pada terapi adalah untuk menghasilkan efek terapetik pada tempat-tempat spesifik di jaringan epidermis. Daerah yang terkena, umumnya epidermis dan dermis, sedangkan sediaan topikal tertentu seperti pelembab dan antimikroba bekerja dipermukaan kulit saja (Lachman, dkk., 1994).

Beberapa cara penetrasi obat yang mungkin ke dalam kulit menurut Tranggono dan Latifah (2007), yaitu: lewat antara sel-sel stratum korneum


(27)

(interselular), menembus sel-sel stratum korneum (transelular), melalui kelenjar keringat, melalui kelenjar sebasea dan melalui dinding saluran folikel rambut.

2.3. Uraian Jerawat

Jerawat merupakan penyakit peradangan yang terjadi akibat penyumbatan pada pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pastul dan bopeng (scar) pada daerah wajah, leher, lengan atas, dada dan punggung. Peradangan dipicu oleh bakteri Propionibacterium acne, Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus aureus (Mitsui, 1997; Wasitaatmadja, 1997).

2.3.1 Penyebab terjadinya jerawat 1. Hormonal

Sekresi kelenjar sebaseus yang hiperaktif dipacu oleh pembentukan hormon testoteron (androgen) yang berlebih, sehingga pada usia pubertas akan banyak timbul jerawat pada wajah, dada, punggung, sedangkan pada wanita selain hormon androgen, produksi lipida dari kelenjar sebaseus dipacu oleh hormon luteinizing yang meningkat saat menjelang menstruasi (Mitsui, 1997).

2. Makanan

Menurut penelitian yang dilakukan oleh sebuah institusikecantikan kulit di Amerika Serikat (Academy of Dermatology) mengatakan bahwa jerawat tidak disebabkan oleh makanan. Tidak ada makanan yang secara signifikan dapat menimbulkan jerawat, tetapi ternyata sebuah hasilstudi kasus yang terbaru, membuktikan hal yang bertolakbelakang. Para pakar peneliti di Colorado State UniversityDepartment of Health and Exercise menemukan bahwamakanan yang mengandung kadar gula dan kadar karbohidrat yang tinggi memiliki pengaruh yang cukup besar dalam menimbulkan jerawat. Secara ilmiah dapat dibuktikan


(28)

bahwa mengkonsumsi terlalu banyak gula dapat meningkatkan kadar insulin dalam darah, dimana hal tersebut memicu produksi hormon androgen yang membuat kulit jadi berminyak dan kadar minyak yang tinggi dalam kulit merupakan pemicu paling besar terhadap timbulnya jerawat (Mitsui, 1997).

3. Kosmetik

Penggunaan kosmetika yang melekat pada kulit danmenutupi pori-pori, jika tidak segera dibersihkan akan menyumbat saluran kelenjar palit dan menimbulkan jerawat yang disebut komedo. Kosmetik yang paling umum menjadi penyebab timbulnya jerawat yaitu kosmetik pelembab yanglangsung menempel pada kulit.

4. Infeksi bakteri

Propionibacterium acnes (Corynebacterium acnes) dan Staphylococcus epidermidis biasanya ditemukan pada lesi-lesi akne. Berbagai strain Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis dapat menghidrolis trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol, asam lemak bebas tersebut memungkinkan terjadinya lesi komedo (Mitsui, 1997).

2.3.2 Tahap terjadinya jerawat

Pada kulit yang semula dalam kondisi normal, sering kali terjadi penumpukan kotoran dan sel kulit mati karena kurangnya perawatan dan pemeliharaan, khususnya padakulit yang memiliki tingkat reproduksi minyak yang tinggi. Akibatnya saluran kandung rambut (folikel) menjadi tersumbat. Sel kulit mati dan kotoran yang menumpuk tersebut, kemudian terkena bakteri acne, maka timbulah jerawat. Jerawat yang tidak diobati akan mengalami pembengkakan (membesar dan berwarna kemerahan) disebut papule. Bila


(29)

peradangan semakin parah, sel darah putih mulai naik ke permukaan kulit dalam bentuk nanah (pus), jerawat tersebut disebut pastules. Jerawat radang terjadi akibat folikel yang ada di dalam dermis mengembang karena berisi lemak padat, kemudian pecah, menyebabkan serbuan sel darah putih ke area folikel sebasea, sehingga terjadilah reaksi radang. Peradangan akan semakin parah jika kuman dari luar ikut masuk ke dalam jerawat akibat perlakuan yang salah seperti dipijat dengan kuku atau benda lain yang tidaksteril. Jerawat radang mempunyai ciri berwarna merah, cepat membesar, berisi nanah dan terasa nyeri. Pastules yangtidak terawat, maka jaringan kolagen akan mengalami kerusakan sampai pada lapisan dermis, sehingga kulit/wajah menjadi bopeng (Scar) (Mitsui, 1997).

2.3.3 Penanggulangan jerawat

Usaha pengobatan jerawat menurut Wasitaatmadja (1997) dapat dilakukan dengan 3 cara:

1. Pengobatan topikal

Prinsip pengobatan topikal adalah mencegah pembentukan komedo (jerawat ringan), ditujukan untuk mengatasi menekan peradangan dan kolonisasi bakteri, serta penyembuhan lesi jerawat dengan pemberian bahan iritan dan antibakteri topikal seperti; sulfur, resorsinol, asam salisilat, benzoil peroksida, asam azelat, tetrasiklin, eritromisin dan klindamisin.

2. Pengobatan sistemik

Pengobatan sistemik ditujukan untuk penderita jerawat sedang sampai berat dengan prinsip menekan aktivitas bakteri, menekan reaksi radang, menekan produksi sebum dan mempengaruhi keseimbangan hormonal. Golongan obat sistemik misalnya: pemberian antibiotik (tetrasiklin, eritromisin dan klindamisin).


(30)

3. Bedah kulit

Bedah kulit ditujukan untuk memperbaiki jaringan parut yang terjadi akibat jerawat. Tindakan dapat dilaksanakan setelah jerawat sembuh baik dengan cara bedah listrik, bedah pisau, dermabrasi atau bedah laser.

2.4 Uji Aktivitas Antibakteri

Aktivitas potensi antibakteri dapat ditunjukkan pada kondisi yang sesuai dengan efek daya hambatnya terhadap bakteri. Ada dua metode umum yang dapat digunakan yaitu Metode difusi dan Metode dilusi (Pratiwi, 2008).

Metode difusi untuk menentukan aktifitas agen antimikroba. Piringan yang berisi agen antimikroba diletakkan pada media agar yang telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar tersebut. Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media agar.

Metode dilusi terdiri menjadi dua tahap. Tahap awal disebut metode dilusi cair/broth dilution test. Metode ini mengukur MIC (minimum inhibitory concentration atau kadar hambat minimum, KHM) dan MBC (minimum bactericidal concentration atau kadar bunuh minimum, KBM). Cara yang dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran agen antimikroba pada medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji. Larutan uji agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM. Larutan yang ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun agen antimikroba dan diinkubasi selama 18-24 jam. Media cair yang tetap terlihat


(31)

jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai KBM. Tahap selajutnya disebut metode dilusi padat/solid dilution test. Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan media padat (solid). Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi agen mikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa mikroba uji (Pratiwi, 2008).

2.5 Uraian Bakteri

Nama bakteri berasal dari kata “bacterion” (bahasa Yunani) yang berarti tongkat atau batang. Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok mikroorganisme yang bersel satu, berbiak dengan pembelahan diri, serta demikian kecilnya sehingga hanya tampak dengan mikroskop (Dwidjoseputro, 1988).

Bakteri penyebab jerawat umumnya adalah Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis.

2.5.1 Bakteri Propionibacterium acne

Dalam penelitian ini salah satu bakteri yang digunakan adalah Propionibacterium acne. Propionibacterium acne adalah organisme utama yang pada umumnya memberikontribusi terhadap terjadinya jerawat. Adapun sistematika bakteri Propionibacterium acne menurut Irianto (2006)adalah sebagai berikut:

Divisi : Protophyta Kelas : Schizomycetes Bangsa : Eubacteriales

Suku : Propionibacteriaceae Marga : Propionibacterium Jenis : Propionibacterium acne


(32)

Propionibacterium acnes adalah termasuk gram-positif berbentuk batang, tidak berspora, tangkai anaerob ditemukan dalam spesimen-spesimen klinis, beberapa strain/jenis adalah aerotoleran, tetapi tetap menunjukkan pertumbuhan lebih baik sebagai anaerob. Bakteri ini mempunyai kemampuan untuk menghasilkan asam propionat, sebagaimana ia mendapatkan namanya (Irianto, 2006).

2.5.2 Bakteri Staphylococcus epidermidis

Sistematika bakteri Staphylococcus epidermidis menurut Irianto (2006) adalah sebagai berikut:

Divisi : Protophyta Kelas : Schizomycetes Bangsa : Eubacteriales Suku : Micrococaceae Marga : Staphylococcus

Jenis : Staphylococcus epidermidis

Stafilokokus merupakan sel gram positif berbentuk bulat biasanya tersusun dalam bentuk kluster yang tidak teratur seperti anggur. Staphylococcus epidermidis membentuk koloni berupa abu-abu sampai putih, non patogen, koagulasi negatif, tidak memfermentasi manitol, dapat bersifat aerob dan anaerob fakultatif. Staphylococcus epidermidis merupakan flora normal pada kulit. Infeksi stafilokokus lokal tampak sebagai jerawat dan infeksi folikel rambut atau abses (Irianto, 2006).


(33)

2.6 Simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan alam yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan atas simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia mineral (Ditjen POM, 1979).

Simplisia tumbuhan obat merupakan bahan baku proses pembuatan ekstrak, baik sebagai bahan obat atau sebagai produk. Ekstrak tumbuhan obat dapat berfungsi sebagai bahan baku obat tradisional atau sebagai produk yang dibuat dari simplisia (Ditjen POM, 1979).

2.7 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Dengan diketahui senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dengan cara ekstraksi yang tepat (Ditjen POM, 1995).

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Ditjen POM, 1995).

Ada beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut (Ditjen POM, 2000), yaitu:


(34)

a. Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar. b. Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru, yang umumnya

dilakukan pada temperatur ruangan. Prosesnya terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahapan maserasi antara tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang tidak meninggalkan sisa bila 500 mg perkolat terakhir diuapkan pada suhu + 50oC.

2. Cara Panas

a. Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga proses ekstraksi sempurna. b. Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang

umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstrak kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

c. Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur kamar, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50oC.

d. Infudasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 96-98oC selama 15-20 menit di penangas air dapat berupa bejana infus tercelup dengan penangas air mendidih.

e. Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90oC selama 30 menit.


(35)

2.8Uraian Gel

Gel kadang-kadang disebut jeli, merupakan sistem semi padat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. gel yang mempunyai massa terdiri dari jaringan partikel kecil yang terpisah, gel digolongkan sebagai sistem dua fase (misalnya Gel Aluminium Hidroksida). Gel sistem dua fase, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif besar, massa gel kadang-kadang dinyatakan sebagai magma (misalnya Magma Bentonit). Gel maupun magma dapat berupa tiksotropik, membentuk semipadat jika dibiarkan dan menjadi cair pada pengocokan. Sediaan harus dikocok dahulu sebelum digunakan untuk menjamin homogenitas, hal ini harus tertera pada etiket. Massa gel yang banyak mengandung air disebut jelly. Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar serba sama dalam suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul makro yang terdispersi dan cairan (Ditjen POM, 1995).

Dasar gel yang umum digunakan adalah gel hidrofobik dan gel hidrofilik. 1. Dasar gel hidrofobik

Dasar gel hidrofobik umumnya terdiri dari partikel-partikel anorganik, bila ditambahkan ke dalam fase pendispersi, hanya sedikit sekali interaksi antara kedua fase. Berbeda dengan bahan hidrofilik, bahan hidrofobik tidak secara spontan menyebar, tetapi harus dirangsang dengan prosedur yang khusus (Ansel, 1989).


(36)

2. Dasar gel hidrofilik

Dasar gel hidrofilik umumnya terdiri dari molekul-molekul organik yang besar dan dapat dilarutkan atau disatukan dengan molekul dari fase pendispersi. Istilah hidrofilik berarti suka pada pelarut. Umumnya daya tarik menarik pada pelarut dari bahan-bahan hidrofilik kebalikan dari tidak adanya daya tarik menarik dari bahan hidrofobik. Sistem koloid hidrofilik biasanya lebih mudah untuk dibuat dan memiliki stabilitas yang lebih besar. Gel hidrofilik umummnya mengandung komponen bahan pengembang, air, humektan dan bahan pengawet (Ansel, 1989). Keuntungan sediaan gel :

Beberapa keuntungan sediaan gel (Voigt, 1994) adalah sebagai berikut: - Memiliki kemampuan penyebarannya baik pada kulit

- Memberikan efek dingin, yang dijelaskan melalui penguapan lambat dari kulit - Kemudahan pencuciannya dengan air yang baik

- Jumlah air yang banyak dalam gel akan menghidrasi stratum corneum sehingga terjadi perubahan permeabilitas stratum corneum menjadi lebih permeabel terhadap zat aktif yang dapat meningkatkan berpenetrasi zat aktif.

2.9 Preformulasi

Bahan-bahan yang digunakan dalam formula gel ekstrak etanol buah belimbing wuluh adalah hidroksi propil metil selulosa (HPMC), propilen glikol, metil paraben dan propil paraben.


(37)

2.9.1 Hidroksi propil metil selulose (HPMC)

HPMC merupakan turunan dari metil selulosa yang memiliki ciri-ciri serbuk atau butiran putih, tidak memiliki bau dan rasa. Sangat sukar larut dalam eter, etanol atau aseton. Dapat mudah larut dalam air panas dan akan segera menggumpal dan membentuk koloid. Mampu menjaga penguapan air sehingga secara luas banyak digunakan dalam aplikasi produk kosmetik dan aplikasi lainnya (Rowe, dkk., 2005).

Gambar 1. Rumus Bangun HPMC (Rowe, dkk., 2005)

HPMC melarut sangat lambat dan sulit, metode yang disarankan sebagai berikut: Air panas disediakan terlebih dahulu, ditambahkan air panas sebanyak satu per tiga atau dua per tiga kali dari jumlah HPMC, sebab HPMC mudah larut dalam air panas dan HPMC di sebar merata pada permukaan air panas. Tambahkan sisa air dingin, aduk dan dinginkan campuran, kemudian ditambahkan pelarut organik seperti etanol, propilen glikol atau minyak sebagai peningkat kelarutan, lalu tambahkan air dapat menyebabkan HPMC benar-benar larut, lalu ditambahkan pelarut organik seperti etanol, propilen glikol atau minyak sebagai peningkat kelarutan, lalu ditambahkan air dapat menyebabkan HPMC benar-benar larut.

2.9.2. Propilen glikol

Propilen glikol banyak digunakan sebagai pelarut dan pembawa dalam pembuatan sediaan farmasi dan kosmetik, khususnya untuk zat-zat yang yang


(38)

tidak stabil atau tidak dapat larut dalam air. Propilen gilkol adalah cairan bening, tidak berwarna, kental dan hampir tidak berbau. Memiliki rasa manis sedikit tajam menyerupai gliserol. Dalam kondisi biasa, propilen glikol stabil dalam wadah yang tertutup baik dan juga merupakan suatu zat kimia yang stabil bila dicampur dengan gliserin, air atau alcohol (Rowe, dkk., 2005).

Gambar 2. Rumus Bangun Propilen glikol (Rowe, dkk., 2005)

2.9.3 Metil paraben

Metil paraben memiliki ciri-ciri serbuk hablur halus, berwarna putih, hampir tidak berbau dan tidak mempunyai rasa kemudian agak membakar diikuti rasa tebal (Depkes, 1979; Rowe, dkk., 2005) .

Gambar 3. Rumus Bangun Metil Paraben (Rowe., dkk, 2005).

Metil paraben banyak digunakan sebagai pengawet dan antimikroba dalam kosmetik, produk makanan dan formulasi farmasi dan digunakan baik sendiri atau dalam kombinasi dengan paraben lain atau dengan antimikroba lain. Pada kosmetik, metil paraben adalah pengawet antimikroba yang paling sering digunakan. Jenis paraben lainnya efektif pada kisaran pH yang luas dan memiliki aktivitas antimikroba yang kuat. Metil paraben meningkatkan aktivitas


(39)

antimikroba dengan panjangnya rantai alkil, namun dapat menurunkan kelarutan terhadap air, sehingga paraben sering dicampur dengan bahan tambahan yang berfungsi meningkatkan kelarutan. Kemampuan pengawet metil paraben ditingkatkan dengan penambahan propilen glikol (Rowe., dkk, 2005).

2.9.4 Propil paraben

Propil paraben merupakan serbuk kristalin putih, tidak berbau dan tidak berasa serta berfungsi sebagai pengawet. Konsentrasi propil paraben yang digunakan pada sediaan topikal adalah 0,01-0,6%. Propil paraben efektif sebagai pengawet pada rentang pH 4-8, peningkatan pH dapat menyebabkan penurunan aktivitas antimikrobanya. Propil paraben sangat larut dalam aseton dan etanol, larut dalam 250 bagian gliserin dan sukar larut di dalam air. Larutan propil paraben dalam air dengan pH 3-6, stabil dalam penyimpanan selama 4 tahun pada suhu kamar, sedangkan pada pH lebih dari 8 akan cepat terhidrolisis (Rowe., dkk, 2005).


(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fitokimia, Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium Farmasetika Dasar Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental parametrik.Identifikasi tumbuhan dan karakterisasi simplisia dilakukan sebelum pembuatan ekstrak etanol buah belimbing wuluh, kemudian dilanjutkan dengan pembuatan ekstrak etanol buah belimbing wuluh secara maserasi, pembuatan sediaan gel dari ekstrak etanol buah belimbing wuluh, evaluasi stabilitas sediaannya dan pengujian aktivitas antibakteri ekstrak etanol buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) dan sediaan gel ekstrak etanol buah belimbing wuluh terhadap bakteri Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis dengan metode difusi agar menggunakan pencadang kertas.

3.1 Alat

Alat-alat yang digunakan adalah: spektrofotometer Visibel (Dynamica Halo Vis-10),laminar airflow cabinet (Astec HLF 1200 L),oven (Gallenkamp), autoklaf (Fison), inkubator (Memmert), lemari pendingin (Toshiba), neraca kasar (Ohanus), neraca analitik (Mettler AE 200), mikroskop, pH meter (Trans Instrumen), viskometer bola jatuh (Haake 597 Gerbruder Berlin), stopwatch, rotary evaporator(Haake D), freeze dryer (Modulio), blender, alat maserasi, alat penetapan kadar air, lemari pengering, jarum ose, bunsen, mikro pipet (Eppendorf), pipet tetes, bola karet, alumunium foil, kertas perkamen, tissu,


(41)

pencadang kertas, cawan petri, kapas steril, jangka sorong, mortir, stamfer, spatula dan peralatan gelas di laboratorium.

3.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk simplisia buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.), etanol 80%, air suling, larutan kloralhidrat, toluen, HPMC 4000, propilenglikol, metil paraben, propil paraben, bakteri uji: Propionibacterium acne (ATCC 6919), Staphylococcus epidermidis (ATCC 12228), media nutrient agar (NA), media nutrient brooth (NB). Bahan kimia yang digunakan berkualitas pro analisa, kecuali dinyatakan lain: alfa naftol, asam klorida pekat, asam asetat anhidrida, asam asetat glasial, asam nitrat pekat, asam sulfat pekat, benzen, besi (III) klorida, bismut (III) nitrat, etanol, etilasetat, n-heksan, iodium, isopropanol, kalium iodida, kloralhidrat, kloroform, metanol, natrium hidroksida, natrium klorida, natrium sulfat anhidrat, raksa (II) klorida, serbuk magnesium, serbuk zinkum, timbal (II) asetat dan toluena.

3.3 Penyiapan Sampel 3.3.1 Pengumpulan sampel

Pengambilan bahan dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Bahan yang diambil adalah buah belimbing wuluh yang masih segar, bewarna hijau kekuningan dan ukuran buahnya (± 6 cm). Sampel yang digunakan adalah buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) yang diperoleh dari Desa Glugur Rimbun, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara.


(42)

3.3.2 Identifikasi sampel

Identifikasi sampel dilakukan di Herbarium Medanese (MEDA), Universitas Sumatera Utara.

3.3.3 Pengolahan sampel

Buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) yang telah dikumpulkan sebanyak 10 kg dicuci bersih dengan air mengalir, ditiriskan kemudian dipotong secara melintang. Buah ini dikeringkan di lemari pengering pada suhu 40-600C hingga kering, dimana jika simplisia tersebut sudah kering bila diremas akan hancur, simplisia ditimbang sebagai berat kering, kemudian simplisia diserbuk menggunakan blender, disimpan dalam wadah plastik yang tertutup rapat dan terlindung dari panas dan sinar matahari.Serbuk simplisia yang diperoleh sebanyak 600 g.

3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik, mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari yang larut air, penetapan kadar sari yang larut dalam etanol, penetapan kadar abu total dan penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam.

3.4.1 Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan pada buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) dengan mengamati morfologi luar tumbuhan.


(43)

3.4.2 Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia buah belimbing wuluh. Sedikit serbuk simplisia ditaburkan di atas kaca objek yang telah ditetesi dengan larutan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup, kemudian diamati di bawah mikroskop.

3.4.3 Penetapan kadar air

Penetapan kadar air dilakukan terhadap serbuk simplisia buah belimbing wuluh untuk mengetahui kadar air yang terkandung dalam buah belimbing wuluh. Sebelum serbuk simplisia dimasukkan ke dalam labu, toluen terlebih dahulu dijenuhkan dengan cara sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu alas bulat, dipasang alat penampung dan pendingin, kemudian didestilasi selama 2 jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama 30 menit, kemudian volume air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml, lalu ke dalam labu tersebut dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama, labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes untuk tiap detik sampai sebagian besar air terdestilasi, lalu kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes tiap detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, selanjutnya tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (WHO, 1992).


(44)

3.4.4 Penetapan kadar sari larut dalam air

Penetapan kadar sari larut dalam air dilakukan terhadap serbuk simplisia buah belimbing wuluh untuk mengetahui kadar senyawa-senyawa larut dalam air yang terdapat pada serbuk simplisia buah belimbing wuluh.

Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1 liter) dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata, yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Ditjen POM, 1995).

3.4.5 Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol

Penetapan kadar sari larut dalam etanol dilakukan terhadap serbuk simplisia buah belimbing wuluh untuk mengetahui kadar senyawa-senyawa larut dalam pelarut etanol yang terdapat pada serbuk simplisia buah belimbing wuluh.

Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 95% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, lalu disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol. Sejumlah20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata, yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen


(45)

sari yang larut dalam etanol 95% dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Ditjen POM, 1995).

3.4.6 Penetapan kadar abu total

Sebanyak 2 g serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran dilakukan pada suhu 600oC selama 3 jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Ditjen POM, 1995).

3.4.7 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam

Senyawa-senyawa mineral hasil pemijaran yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring dipijarkan sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang dikeringkan di udara (Ditjen POM, 1995).

3.5 Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia serbuk simplisia buah belimbung wuluh meliputi: pemeriksaan senyawa alkaloid, glikosida, saponin, flavonoid, antrakinon, tanin dan steroid/triterpenoid.


(46)

3.5.1 Pemeriksaan Alkaloid

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia ditimbang, kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat dipakai untuk tes alkaloid.

Diambil 3 tabung reaksi, lalu ke dalam masing-masing tabung reaksi dimasukkan 0,5 ml filtrat. Pada tabung:

a.Ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat

b.Ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff

c. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer

Alkaloid disebut positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada paling sedikit 2 tabung reaksi dari percobaan diatas (Ditjen POM, 1989).

3.5.2 Pemeriksaan Glikosida

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 3 g kemudian disari dengan 30 ml campuran 7 bagian volume etanol 96% dan 3bagian volum air suling ditambah dengan 10 ml asam klorida 2N.Direfluks selama 30 menit, lalu didinginkan dan disaring.Diambil 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4M, lalu dikocok selama 5 menit dan disaring.Filtrat disari dengan 20 ml campuran 3 bagian kloroform dan 2 isopropanol dilakukan berulang sebanyak tiga kali. Kumpulan sari air diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 500C.Sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol. Larutan sisa digunakan untuk percobaan berikut, yaitu 0,1 ml larutan percobaan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, diuapkan di penangas air. Sisa dilarutkan dalam 2 ml air suling dan 5 tetes pereaksi Molish,


(47)

kemudian secara perlahan ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat.Glikosida positif jika terbentuk cincin ungu (Ditjen POM, 1979).

3.5.3 Pemeriksaan Saponin

Sebanyak 0,5 g sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 10 ml air suling panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik, timbul busa yang mantap tidak kurang dari 10 menit setinggi 1-10 cm. Ditambahkan 1 tetes larutan asam klorida 2N, bila buih tidak hilang menunjukkan adanya saponin (Ditjen POM, 1979).

3.5.4 Pemeriksaan Flavonoid

Sebanyak 10 g sebuk simplisia kemudian ditambahkan 100 ml air panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, filtrat yang diperoleh kemudian diambil 5 ml lalu di tambahkan 0,1 g serbuk Mg dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoid positif jika terjadi warna merah, kuning, jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1966).

3.5.5 Pemeriksaan Antrakinon

Sebanyak 0,2 g serbuk simplisia ditambahkan 5 ml asam sulfat 2N, dipanaskan sebentar, dinginkan. Tambahkan 10 ml benzena, kocok, diamkan.Pisahkan lapisan benzen, saring, filtrat berwarna kuning, menunjukkan adanya antrakinon.Kocok lapisan benzena dengan 1-2 ml natrium hidroksida 2N, diamkan; lapisan air berwarna merah dan lapisan benzena tidak berwarna menunjukkan adanya antrakinon (Ditjen POM, 1995).


(48)

3.5.6 Pemeriksaan Tanin

Sebanyak 0,5 g sampel disari dengan 10 ml air suling, disaring lalu filtratnya diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna. Filtrat yang diperoleh, diambil 2 ml larutan lalu ditambahkan 1 sampai 2 tetes pereaksi besi (III) klorida.Terjadi warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Ditjen POM, 1979).

3.5.7 Pemeriksaan Steroid/triterpenoid

Sebanyak 1 g sampel dimaserasi dengan n-heksan selama 2 jam, lalu disaring.Filtrat diuapkan dalam cawan penguap, pada sisa ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat.Timbul warna biru atau hijau menunjukkan adanya steroid dan timbul warna merah, pink atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid (Farnsworth, 1966).

3.6 Pembuatan Ekstrak

Serbuk simplisia diekstraksi dengan cara maserasi dengan menggunakan pelarut etanol 80%. Cara kerja:

Sebanyak 600 g serbuk simplisia dimasukkan ke dalam wadah gelas berwarna gelap lalu dimaserasi dengan 750 ml pelarut etanol 80% selama 5 hari terlindung dari cahaya matahari sambil sering diaduk, kemudian diserkai, diperas, lalu ampas ditambahkan cairan penyari secukupnya sehingga diperoleh seluruh maserat sebanyak 1000 ml, kemudian didiamkan selama 2 hari dan dienap tuangkan. Maserat diuapkan dengan bantuan alat penguap rotary evaporator pada temperatur tidak lebih dari 40oC dan di freeze dryer sampai diperoleh ekstrak kental (Ditjen POM, 1979). Ekstrak kental yang diperoleh sebanyak 89,6 g.


(49)

3.7 Pembuatan Media Untuk Bakteri Uji 3.7.1 Nutrient agar

Komposisi: Bacto beef extract 3,0 g

Bacto peptone 5,0 g

Bacto agar 15,0 g

Air suling ad 1 L

Cara pembuatan:

Sebanyak 23 gram serbuk Nutrient Agar (NA) dilarutkan dalam air suling steril sedikit demi sedikit kemudian volumenya dicukupkan hingga 1 L dengan bantuan pemanasan sampai semua bahan larut sempurna, kemudian disterilkan di autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit (Difco Laboratories, 1977).

3.7.2 Nutrient Broth (NB)

Komposisi: Bacto Beef Extract 3,0 g

Bacto Peptone 5,0 g

Air suling ad 1 L

Cara pembuatan:

Sebanyak 8 gram serbuk Nutrient Broth (NB) dilarutkan dalam air suling steril sedikit demi sedikit kemudian volumenya dicukupkan hingga 1 L dengan bantuan pemanasan sampai semua bahan larut sempurna, kemudian disterilkan di autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit (Difco Laboratories,1997).


(50)

3.7.3 Pembuatan agar miring

Ke dalam tabung reaksi yang steril dimasukkan 3 ml media nutrient agar steril, didiamkan pada temperatur kamar sampai sediaan membeku pada posisi miring membentuk sudut 45oC, kemudian disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 5oC.

3.8 Pembuatan stok kultur

3.8.1 Pembuatan stok kultur bakteri Propionibacterium acne

Cara kerja:

Satu koloni bakteri Propionibacterium acne diambil dengan jarum ose steril, lalu diinokulasikan pada permukaan media nutrient agar miring dengan cara menggores, kemudian diinkubasikan pada suhu 35 ± 2oC selama 24 jam (Ditjen POM, 1995).

3.8.2 Pembuatan stok kultur bakteri Staphylococcus epidermidis

Cara kerja:

Satu koloni bakteri Staphylococcus epidermidis diambil dengan jarum ose steril, lalu diinokulasikan pada permukaan media nutrient agar miring dengan cara menggores, kemudian diinkubasikan pada suhu 35 ± 2oC selama 24 jam (Ditjen POM, 1995).


(51)

3.9 Pembuatan inokulum bakteri

3.9.1 Pembuatan inokulum bakteri Propionibacterium acne

Cara kerja:

Koloni bakteri Propionibacterium acne diambil dari stok kultur dengan menggunakan jarum ose steril, kemudian disuspensikan ke dalam 10 ml larutan Nutrient Broth (NB) steril lalu diinkubasikan pada suhu 35 ± 2oC sampai didapat kekeruhan dengan transmitan 25% menggunakan alat spektrofotometer visible panjang gelombang 580 nm (Ditjen POM, 1995).

3.9.2 Pembuatan inokulum bakteri Staphylococcus epidermidis

Cara kerja:

Koloni bakteri Staphylococcus epidermidis diambil dari stok kultur diambil menggunakan jarum ose steril, kemudian disuspensikan ke dalam 10 ml larutan Nutrient Broth (NB) steril lalu diinkubasikan pada suhu 35 ± 2oC sampai didapat kekeruhan dengan transmitan 25% menggunakan alat spektrofotometer visible panjang gelombang 580 nm (Ditjen POM, 1995).

3.10 Sterilisasi Alat Dan Bahan

Alat-alat dan bahan-bahan untuk pemeriksaan mikrobiologi harus disterilkan terlebih dahulu sebelum dipakai. Alat-alat gelas disterilkan didalam oven pada suhu 170oC selama 1 jam. Media disterilkan di autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. Jarum ose dan pinset dengan lampu bunsen (Lay, 1994).


(52)

3.11 Pembuatan Larutan Uji Ekstrak Etanol Buah Belimbing Wuluh dengan Berbagai Konsentrasi

Sebanyak 5 g ekstrak etanol buah belimbing wuluh ditimbang, lalu ditambahkan etanol 96% hingga volume total 10 ml dan diaduk hingga larut dan didapat konsentrasi 500 mg/ml, kemudian dibuat pengenceran dengan konsentrasi 400, 300, 200, 100, 75, 50 dan 25 mg/ml.

3.12 Pengujian Aktivitas Antibakteri Terhadap Ekstrak

Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan terhadap ekstrak etanol buah belimbing wuluh dengan berbagai konsentrasi. Pengujian ini dilakukan dengan metode difusi agar menggunakan pencadang kertas.

3.12.1 Bakteri Propionibacterium acne

Sebanyak 0,1 ml inokulum dimasukkan ke dalam cawan petri steril, setelah itu dituang media nutrient agar sebanyak 20 ml dengan suhu 45-50oC, selanjutnya cawan digoyang di atas permukaan meja agar media dan suspensi bakteri tercampur rata. Pada media yang telah padat diletakkan beberapa pencadang kertas, dipipet 0,1 ml larutan uji ekstrak etanol buah belimbing wuluh dengan berbagai konsentrasi, kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 35 ± 2oC selama18-24 jam, lalu diukur diameter daerah hambatan (zona jernih) pertumbuhan di sekitar pencadang dengan menggunakan jangka sorong.

3.12.2 Bakteri Staphylococcus epidermidis

Sebanyak 0,1 ml inokulum dimasukkan ke dalam cawan petri steril, setelah itu dituang media nutrient agar sebanyak 20 ml dengan suhu 45-50oC, selanjutnya cawan digoyang di atas permukaan meja agar media dan suspensi


(53)

bakteri tercampur rata. Pada media yang telah padat diletakkan beberapa pencadang kertas, dipipet 0,1 ml larutan uji ekstrak etanol buah belimbing wuluh dengan berbagai konsentrasi, kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 35 ± 2oC selama18-24 jam, lalu diukur diameter daerah hambatan (zona jernih) pertumbuhan di sekitar pencadang dengan menggunakan jangka sorong.

3.13 Pembuatan Formula Sediaan 3.13.1 Pembuatan basis gel

Formula dasar gel:

Hidroksipropilmetilselulosa (HPMC) 4000 3,0 g

Propilen glikol 15 g

Metil paraben 0,18 g

Propil paraben 0,05 g

Air suling 81,77 g (ad 100 g)

Cara pembuatan: Air suling sebanyak 20 kali berat HPMC dipanaskan hingga mendidih, kemudian diangkat dan HPMC dikembangkan di dalamnya selama 15 menit, setelah kembang ditambahkan metil paraben dan propil paraben dilarutkan dalam propilen glikol sedikit demi sedikit sambil digerus sampai homogen, lalu dicukupkan dengan air suling hingga 100 g (Soerartri, 2004).


(54)

3.13.2 Komposisi formula

No. Nama Bahan Blanko

(g)

FI (g)

FII (g)

FIII (g)

1 Ekstrak etanol buah belimbing wuluh

- 1 2 3

2 Basis gel 10 9 8 7

Keterangan:

B = Formula tanpa mengandung ekstrak etanol buah belimbing wuluh FI = Formula mengandung 10% ekstrak etanol buah belimbing wuluh FII = Formula mengandung 20% ekstrak etanol buah belimbing wuluh FIII = Formula mengandung 30% ekstrak etanol buah belimbing wuluh

3.13.2.1 Cara pembuatan sediaan a. Formula I

Cara pembuatan: ke dalam lumpang dimasukkan 1 g ekstrak etanol buah belimbing wuluh ditambahkan 9 g basis gel sambil gerus sampai homogen. b. Formula II

Cara pembuatan: ke dalam lumpang dimasukkan 2 g ekstrak etanol buah belimbing wuluh ditambahkan 8 g basis gel sambil gerus sampai homogen. c. Formula III

Cara pembuatan: ke dalam lumpang dimasukkan 3 g ekstrak etanol buah belimbing wuluh ditambahkan 7 g basis gel sambil gerus sampai homogen.


(55)

3.14 Evaluasi Formula

Evaluasi formula meliputi evaluasi fisik dan biologi. Evaluasi fisik meliputi pemeriksaan stabilitas sediaan, pemeriksaan homogenitas, penentuan pH dan viskositas serta uji iritasi pada kulit. Evaluasi biologi meliputi penentuan aktivitas antibakteri sediaan gel ekstrak etanol buah belimbing wuluh terhadap Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis dengan metode difusi agar menggunakan pencadang kertas.

3.14.1 Pemeriksaan stabilitas fisik sediaan

Pemeriksaan stabilitas sediaan meliputi bentuk, warna dan bau yang diamati secara visual (Ditjen POM, 1995).

Sediaan dinyatakan stabil apabila warna, bau dan penampilan tidak berubah secara visual selama penyimpanan dan juga secara visual tidak ditumbuhi jamur. Pengamatan dilakukan pada suhu kamar pada hari ke 0, 7, 14, 21, 28 dan hari ke 35.

3.14.2 Pemeriksaan homogenitas sediaan

Cara: sejumlah tertentu sediaan dioleskan pada dua keping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Ditjen POM, 1985).

Pengamatan dilakukan pada suhu kamar pada hari ke 0, 7, 14, 21, 28 dan hari ke 35.


(56)

3.14.3 Penentuan pH sediaan

Penentuan pH sediaan dilakukan dengan mengunakan pH meter.

Cara: alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar standar pH netral (pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat menunjukkan harga pH tersebut, elektroda dicuci dengan air suling, lalu dikeringkan dengan kertas tissue. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1% yaitu ditimbang 1 gram sediaan dan dilarutkan dalam 100 ml air suling, kemudian elektroda dicelupkan dalam larutan tersebut, sampai alat menunjukkan harga pH yang konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan harga pH sediaan (Rawlins, 2003).

Pengamatan dilakukan pada suhu kamar pada hari ke 0, 7, 14, 21, 28 dan hari ke 35.

3.14.4 Penentuan viskositas sediaan

Penentuan viskositas sediaan menggunakan viskometer bola jatuh.

Cara: sediaan dan bola dimasukkan ke dalam tabung gelas dalam. Tabung dan jaket kemudian dibalik, dengan demikian posisi bola berada di puncak tabung gelas dalam. Waktu yang dibutuhkan bola untuk jatuh di antara dua tanda diukur dengan teliti. Dihitung nilai viskositasnya (Moechtar, 1989).

3.14.5 Uji iritasi terhadap kulit sukarelawan

Uji iritasi terhadap kulit sukarelawan dilakukan dengan cara uji terbuka (open test). Uji tempel terbuka dilakukan dengan mengoleskan sediaan pada lengan bawah bagian dalam yang dibuat pada lokasi lekatan dengan luas tertentu


(57)

(2,5 x 2,5 cm), dibiarkan terbuka dan diamati apa yang terjadi. Uji ini dilakukan dengan mengoleskan sediaan pada kulit lengan bawah bagian dalam sebanyak 3 kali sehari dalam selang waktu 8 jam selama tiga hari berturut-turut. Reaksi iritasi positif ditandai oleh adanya kemerahan, gatal-gatal, atau bengkak pada kulit lengan bawah bagian dalam yang diberi perlakuan. Adanya kemerahan diberi tanda (+), gatal-gatal (++), bengkak (+++) dan yang tidak menunjukkan reaksi apa-apa diberi tanda (-) (Wasitaatmadja, 1997; Tranggono dan Latifah, 2007).

3.14.6 Uji mikrobiologi sediaan

Uji mikrobiologi untuk mengetahui aktivitas antibakteri sediaan gel ekstrak etanol buah belimbing wuluh yang dilakukan dengan metode difusi agar menggunakan pencadang kertas dengan cara mengukur diameter hambatan pertumbuhan bakteri terhadap bakteri Propionibacterium acne dan bakteri Staphylococcus epidermidis.

3.14.6.1 Bakteri Propionibacterium acne

Sebanyak 0,1 ml inokulum dimasukkan ke dalam cawan petri steril, setelah itu dituang media nutrient agar sebanyak 20 ml dengan suhu 45-50oC, selanjutnya cawan digoyang di atas permukaan meja agar media dan suspensi bakteri tercampur rata. Pada media yang telah padat diletakkan beberapa pencadang kertas, dipipet 0,1 ml gel ekstrak buah belimbing wuluh dimasukkan ke dalam pencadang kertas, kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 35±2oC selama18-24 jam, setelah itu diukur diameter daerah hambatan (zona jernih) pertumbuhan di sekitar pencadang denganmenggunakan jangka sorong.


(58)

3.14.6.2 Bakteri Staphylococcus epidermidis

Sebanyak 0,1 ml inokulum dimasukkan ke dalam cawan petri steril, setelah itu dituang media nutrient agar sebanyak 20 ml dengan suhu 45-50oC, selanjutnya cawan digoyang di atas permukaan meja agar media dan suspensi bakteri tercampur rata. Pada media yang telah padat diletakkan beberapa pencadang kertas, dipipet 0,1 ml gel ekstrak buah belimbing wuluh dimasukkan ke dalam pencadang kertas, kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 35±2oC selama18-24 jam, setelah itu diukur diameter daerah hambatan (zona jernih) pertumbuhan di sekitar pencadang denganmenggunakan jangka sorong.


(59)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan

Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan di Herbarium Medanense (MEDA), Universitas Sumatera Utara menyatakan bahwa tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) family Oxalidaceae.Hasil identifikasi dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 58.

4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia

Hasil pemeriksaan makroskopik buah segar yaitu buahnya berbentuk bulat lonjong bersegi hingga seperti torpedo, panjangnya 4-10 cm. Warna buah ketika mudahijau, dengan sisa kelopak bunga menempel pada ujungnya. Apabila buah sudah masak, maka buah berwarna kuning atau kuning pucat. Daging buahnya banyak mengandung air, rasanya asam. Kulit buahnyaberkilap dan tipis. Biji bentuknya bulat telur, gepeng.Pemeriksaan makroskopik simplisia buah belimbing wuluh adalah kulitnya berkeriput, rasa asam dan berwarna kuning kecoklatan.

Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia buah belimbing wuluh memperlihatkan adanya Sel rambut biasa, parenkim berisi Kristal kalsium oksalat berbentuk druise, Fragmen pembuluh kayu dan sel batu. Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 61.

Hasil karakterisasi simplisia buah belimbing wuluh dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut.


(60)

Tabel 4.1. Data karakterisasi serbuk simplisia buah belimbing wuluh

No Pemeriksaan Kadar (%)

1 Kadar air 8,63%

2 Kadar sari yang larut dalam air 36,03% 3 Kadar sari yang larut dalam etanol 31,83%

4 Kadar abu total 5,04%

5 Kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,36%

Hasil penetapan kadar air simplisia buah memenuhi persyaratan Materia Medika Indonesia yaitu tidak melebihi 10%. Kadar air yang melebihi persyaratan memungkinkan terjadinya pertumbuhan jamur. Hal ini dikarenakan air merupakan media yang baik bagi pertumbuhan jamur.

Penetapan kadar sari larut air untuk mengetahui kadar sari yang larut dalam air. Senyawa-senyawa yang dapat larut dalam air adalah glikosida, gula, gom, protein, enzim, zat warna dan asam organic, sedangkan penetapan kadar sari larut dalam etanol dilakukan untuk digunakan mengetahui kadar sari yang larut dalam pelarut polar. Senyawa-senyawa yang dapat larut dalam etanol adalah glikosida, antrakinon, steroid, flavonoid, klorofil dan dalam jumlah sedikit yang larut yaitu lemak dan saponin. Penetapan kadar abu total dilakukan untuk mengetahui jumlah logam-logam berat dan mineral dalam simplisia, misalnya logam Ca, Mg, Fe, Mn, Zn dan mineral misalnya K dan Na, sedangkan penetapan kadar abu tidak larut dalam asam dilakukan untuk mengetahui kadar senyawa yang tidak larut dalam asam, misalnya silika, pasir (Ditjen POM, 2000). Hasil perhitungan pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia dapat terlihat pada Lampiran 10, halaman 71.


(61)

4.3 Hasil Skrining Fitokimia

Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia buah belimbing wuluh menunjukkan adanya golongan senyawa glikosida, saponin, flavonoid, steroid/triterpenoid.Hasil skrining dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut.

Tabel 4.2.Hasil Skrining Fitokimia

No. Pemeriksaan

Hasil Serbuk simplisia

Ekstrak etanol

1 Alkaloida - -

2 Glikosida + +

3 Steroida/ Triterpenoida + +

4 Flavonoida + +

5 Tanin + +

6 Saponin - -

7 Antrakuinon - -

Keterangan :+ = Mengandung senyawa yang diperiksa

- = Tidak mengandung senyawa yang diperiksa

Pada serbuksimplisia buah belimbing wuluh yangditambahkan pereaksi Molish dan asam sulfat pekat, terbentuk cincin berwarna ungu pada batas cairan hal ini menunjukkan adanya glikosida. Penambahan serbuk Mg danasam klorida pekat dan amil alcohol kemudian dibiarkan memisah memberikan warna kuning jingga hal ini menunjukkan adanya senyawa flavonoid. Penambahan pereaksi Liebermann-Burchard memberikan warna ungu menunjukkan adanya triterpenoid dan memberikan warna biru atau hijau menunjukkan adanya steroid. Hasil skrining fitokimia simplisia buah belimbing wuluh memperlihatkan adanya golongan senyawa glikosida, flavonoid, tannin dan steroid/triterpenoid.

Kandungan senyawa flavonoid pada buah belimbing wuluh mempunyai aktivitas antimikroba dimana flavonoid merupakan golongan senyawa fenol (Robinson, 1995). Senyawa fenol bekerjadengan cara mendenaturasi protein sel


(62)

dan merusak dinding sel bakteri sehingga bakteri mati, juga dapat mempresipitasikan protein secara aktif dan merusak lipid pada membran sel melalui mekanisme penurunan tegangan permukaan membran sel, selain ituflavonoid bekerja pada bakteri dengan merusak membran sitoplasma. Membran sitoplasma bakteri sendiri berfungsi mengatur masuknya bahan-bahan makanan atau nutrisi, apabila membran sitoplasma rusak maka metabolit penting dalam bakteri akan keluar dan bahan makanan untuk menghasilkan energi tidak dapat masuk sehingga terjadi ketidakmampuan sel bakteri untuk tumbuh dan pada akhirnya terjadi kematian (Pelczar dan Chan, 1988).

Mekanisme kerja tanin sebagai antibakteri jika terbentuk ikatan hidrogen antara tanin dengan protein, kemungkinan protein yang terendapkan.Fenomena ini dikenal dengan denaturasi protein. Jika protein dari bakteri terdenaturasi, enzim akan inaktif sehingga metabolisme bakteri terganggu yang berakibat pada kerusakan sel (Harborne, 1973).

4.4 Hasil Ekstraksi Serbuk Buah Belimbing Wuluh

Hasil maserasi dari 600 g serbuk belimbing wuluh dengan pelarut etanol 80% diperoleh 89,6 g ekstrak setelah di freeze dryer dengan pH 3.

4.5 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Buah Belimbing Wuluh Terhadap Bakteri Propionibacterum acne dan Staphylococcus epidermidis dengan Metode Difusi Agar

Hasil uji aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa ekstrak etanol buah belimbing wuluh dapat menghambat pertumbuhan bakteri Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak akan menghasilkan diameter daerah hambat yang semakin besar.


(63)

Hasil pengukuran diameter daerah hambat ekstrak etanol, buah belimbing wuluh dapat dilihat pada Tabel4.3 berikut ini.

Tabel 4.3. Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol buah belimbing wuluh terhadap bakteri Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis

Konsentrasi Diameter daerah hambatan (mm)*

(mg/ ml) Propionibacterium acne Staphylococcus epidermidis

500 22,75 23,6

400 22,5 23,0

300 21,5 22,2

200 20,0 21,0

100 15,3 16,5

75 12,55 13,7

50 11,15 12,35

25 - -

BLANKO - -

Keterangan: * = hasil rata-rata tiga kali pengukuran - = tidak ada hambatan

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah menentukan diameter zona hambat pertumbuhan bakteri, dimana diameter zona hambat akan meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi ekstrak. Hal ini membuktikan bahwa peningkatan konsentrasi terhadap ekstrak buah belimbing wuluh memiliki korelasi positif terhadap peningkatan diameter zona hambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus epidermidis dan Propionibacterium acne.Dari data di atas menunjukkan bahwa ekstrak buah belimbing wuluh efektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus epidermidisdan Propionibacterium acne, sedangkan pada blanko tidak menunjukkan aktivitas antimikroba terhadap kedua bakteri yang digunakan. Aktivitas antibakteri dapat disebabkan adanya kandungan senyawa kimia yaitu flavonoid dan tanin.


(1)

Lampiran 12.Gambar Bagan Pengujian Aktivitas Antibakteri

Diambil 1 ose

Disuspensikan ke dalam 10 ml Nutrient Broth (NB)

Diukur kekeruhan pada panjang gelombang 580 nm sampai diperoleh transmitan 25%

Dimasukkan 0,1 ml inokulum ke dalam cawan petri

Ditambahkan 20 ml media nutrient agar ke dalam cawan petri

Dihomogenkan dan dibiarkan hingga memadat

Ditanamkan pencadang kertas

Dimasukkan 0,1 ml ekstrak dengan berbagai konsentrasi

Diinkubasi pada suhu 36-37oC selama 18-24 jam

Diukur diameter daerah hambatan di sekitar pencadang kertas

Stok kultur

Inokulum bakteri

Media padat


(2)

Lampiran 13. Tabel Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Buah Belimbing Wuluh Terhadap Bakteri Staphylococcus epidermidis

dan Propionibacterium acne

Konsentrasi ekstrak etanol buah

belimbing wuluh (mg/ml)

Diameter daerah hambatan (mm)

Propionibacterium acne Staphylococcus epidermidis

D1 D2 D3 D* D1 D2 D3 D*

500 22,50 23,00 22,75 22,75 23,7 23,6 23,50 23,60 400 22,50 22,25 22,25 22,50 23,50 23,00 22,50 23,00 300 22,00 21,50 21,00 21,50 22,20 22,90 21,50 22,20 200 19,00 21,00 20,00 20,00 21,00 21,25 20,75 21,00 100 15,25 15,35 15,30 15,30 16,65 16,50 16,35 16,50 75 12,55 13,00 12,10 12,55 13,50 13,90 13,70 13,70 50 11,15 11,30 11,00 11,15 12,20 12,35 12,50 12,35

25 - - - -

Blanko - - - -

Keterangan:

D1 = Diameter daerah hambatan pertumbuhan bakteri pada perlakuan pertama D2 = Diameter daerah hambatan pertumbuhan bakteri pada perlakuan kedua D3 = Diameter daerah hambatan pertumbuhan bakteri pada perlakuan ketiga D* = Rata-rata diameter daerah hambatan pertumbuhan bakteri

- = tidak terdapat daerah hambatan pertumbuhan bakteri Blanko = etanol 96%


(3)

Lampiran 14. Tabel Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Gel Ekstrak Etanol Buah Belimbing Wuluh Terhadap Bakteri Staphylococcus Epidermidis

dan Propionibacterium Acne

Sediaan Diameter daerah hambatan (mm)

Propionibacterium acne Staphylococcus Epidermidis

D1 D2 D3 D* D1 D2 D3 D*

Blanko - - - -

FI 12,95 13,27 12,80 13,00 13,90 13,70 13,65 13,75 FII 14,00 16,50 14,00 15,00 17,00 16,50 16,00 16,50 FIII 18,50 16,00 16,50 17,00 18,00 17,00 17,50 17,50

Keterangan:

D1 = Diameter daerah hambatan pertumbuhan bakteri pada perlakuan pertama D2 = Diameter daerah hambatan pertumbuhan bakteri pada perlakuan kedua D3 = Diameter daerah hambatan pertumbuhan bakteri pada perlakuan ketiga D* = Rata-rata diameter daerah hambatan pertumbuhan bakteri

- = Tidak terdapat daerah hambatan pertumbuhan bakteri Blanko = Basis gel tanpa ekstrak etanol buah belimbing wuluh


(4)

2r2g 9l

Lampiran 15.Perhitungan Penentuan Viskositas Sediaan 15.1 Nilai viskositas sediaan

Pengualangan Formula

Blanko FI FII FIII

1 56,156 62,903 65,091 68,420

2 57,279 63,465 65,652 71,785

3 57,841 64,027 66,213 74,028

Rata-rata 57,092 63,465 65,652 71,411

15.2 Data penentuan viskositas sediaan

Replikasi Formula

Blanko FI FII FIII

Berat (gram) 10,125 10,105 10,242 10,326

Volume (ml) 10 10 10 10

Waktu (detik)

t1 3000 3360 3480 3660

t2 3060 3390 3510 3840

t3 3090 3420 3540 3960

Rumus penentuan viskositas bola jatuh:

η = K (ρk – ρf)t K =

Keterangan:

η : Viskositas (Poise) K : Konstanta viskometer

ρk : Berat jenis bola (g/ml) = 16,231 g/ml

ρf : Berat jenis sediaan gel (g/ml) t : Waktu (detik)

r : Jari-jari bola (m) = 7,5 x 10-3 m l : Panjang antara 2 tanda (m) = 0,1 m g : Percepatan gravitasi bumi (9,88 m/s2)


(5)

2(7,5 x 10-3)2 x 9,88 9 x 0,1

massa volume

10,326 10

K = = 1,23 x 10-3

Contoh Perhitungan Formula III

ρf =

= x (g/ml) = 1,0326 g/ml

η1 = 1,23 x 10-3 (16,231 - 1,0326 )g/ml x 3660 = 68,420 Poise

η2 = 1,23 x 10-3 (16,231 - 1,0326)g/ml x 3840 = 71,785 Poise

η3 = 1,23 x 10-3 (16,231 - 1,0326 g/ml x 3960 = 74,028 Poise

η = η1 + η2 + η3

= (3,101 + 3,138 + 3,176) Poise = 71,411 Poise


(6)

Lampiran 16. Gambar Alat Mikropipet


Dokumen yang terkait

Efek Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi L.) Terhadap Kontraksi Otot Polos Ileum Marmut Jantan (Cavia Porcellus) Terisolasi

6 112 90

Formulasi Krim Yang Mengandung Ekstrak Etanol Daun Afrika (Vernonia sp.) dan Uji Aktivitasnya Terhadap Beberapa Bakteri Penyebab Jerawat

44 269 103

Formulasi Sediaan Gel dari Ekstrak Etanol Daun Bangun-Bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) dan Uji Aktivitasnya terhadap Beberapa Bakteri Penyebab Jerawat

23 97 92

Formulasi Sediaan Gel Dari Ekstrak Etanol Daun Kemenyan (Styrax benzoin Dryand.) Dan Uji Aktivitasnya Terhadap Beberapa Bakteri Penyebab Jerawat.

4 47 90

Pengaruh Pemberian Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) Terhadap Kadar Kadmium (Cd) Pada Kerang (Bivalvia) Yang Berasal Dari Laut Belawan Tahun 2010

7 59 114

Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet

4 103 73

Uji Aktivitas Antibiofilm Sari Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Terhadap Biofilm Pseudomonas aeruginosa Secara In Vitro

7 24 91

UJI EFEK EKSTRAK ETANOL 70% BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) TERHADAP KADAR GLUKOSA Uji Efek Ekstrak Etanol 70% Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Terhadap Kadar Glukosa Darah Tikus Putih Jantan Galur Wistar.

0 3 11

FORMULASI GEL DARI EKSTRAK ETANOL BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi Lina) SEBAGAI ANTI JERAWAT.

0 3 7

Formulasi Sediaan Gel dari Ekstrak Etanol Daun Bangun-Bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) dan Uji Aktivitasnya terhadap Beberapa Bakteri Penyebab Jerawat

0 3 20