Efek Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi L.) Terhadap Kontraksi Otot Polos Ileum Marmut Jantan (Cavia Porcellus) Terisolasi

(1)

EFEK EKSTRAK ETANOL DAUN BELIMBING WULUH

(

Averrhoa bilimbi

L.) TERHADAP KONTRAKSI OTOT POLOS

ILEUM MARMUT JANTAN (

Cavia porcellus

) TERISOLASI

SKRIPSI

OLEH:

DESI PURNAMA SARI

NIM 121524054

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(2)

EFEK EKSTRAK ETANOL DAUN BELIMBING WULUH

(

Averrhoa bilimbi

L.) TERHADAP KONTRAKSI OTOT POLOS

ILEUM MARMUT JANTAN (

Cavia porcellus

) TERISOLASI

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

DESI PURNAMA SARI

NIM 121524054

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(3)

EFEK EKSTRAK ETANOL DAUN BELIMBING WULUH

(

Averrhoa bilimbi

L.) TERHADAP KONTRAKSI OTOT POLOS

ILEUM MARMUT JANTAN (

Cavia porcellus

) TERISOLASI

OLEH:

DESI PURNAMA SARI NIM 121524054

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal : 28 Mei 2015 Disetujui Oleh:

Pembimbing I, Panitia penguji,

Hari Ronaldo Tanjung, S.Si., M.Sc., Apt. Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt. NIP197803142005011002 NIP 195103261978022001

Hari Ronaldo Tanjung, S.Si., M.Sc., Apt.

Pembimbing II, NIP 197803142005011002

Aminah Dalimunthe, S.Si., M.Si., Apt. Dr. Poppy A. Z. Hasibuan, M.Si., Apt. NIP 197806032005012004 NIP197506102005012003

Drs. Saiful Bahri, M.S, Apt. NIP 195208241983031001

Medan, Juni 2015 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Wakil Dekan I,

Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. NIP 1958071019860/12001


(4)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan berkat, rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, yang berjudul “Efek Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Terhadap Kontraksi Otot Polos Ileum Marmut Jantan (Cavia procellus) Terisolasi”.

Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan, yang telah memberikan fasilitas sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan. Bapak Hari Ronaldo Tanjung, S.Si., M.Sc., Apt., dan ibu Aminah Dalimunthe, S.Si., M.Si., Apt., selaku pembimbing yang telah membimbing dan memberikan petunjuk serta saran-saran selama penelitian hingga selesainya skripsi ini. Ibu Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt, Ibu Dr. Poppy Anjelisa Z. Hasibuan, S.Si., Msi.,Apt., serta bapak Drs. Saiful Bahri., M.S., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Bapak dan Ibu staff pengajar Fakultas Farmasi USU Medan yang telah mendidik selama perkuliahan dan Bapak Surjanto, M.Si, Apt., selaku penasehat akademik yang selalu memberikan bimbingan kepada penulis selama perkuliahan. Ibu Marianne, S.Si, M.Si., Apt., selaku kepala Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi USU yang telah memberikan izin


(5)

iv

dan fasilitas untuk penulis sehingga dapat mengerjakan dan menyelesaikan penelitian.

Penulis juga ingin mempersembahkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahanda Drs. Sarbini dan Ibunda Dra. Nirwana atas doa dan pengorbanannya dengan tulus dan ikhlas bagi kesuksesan penulis, juga kepada adik tersayang Dewi dan Delta serta sahabat-sahabat penulis Siti Mutmainah, Astria Kurnia, Yeri Mei Ferina, Voni Cherli, Jessy Fransiska, Intan Purnamasari, Puspita Dewi, Nola Awal Lukita, Herly Yulwitara, Deri Arisandi, Rahmi dan juga teman-teman Farmasi Ektensi 2012 khususnya Riza Fahlevie dan rekan penelitian Aini Savitri yang selalu setia memberi doa, bantuan dan semangat.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.

Medan, Mei 2014 Penulis,

Desi Purnama Sari NIM 121524054


(6)

v

EFEK EKSTRAK ETANOL DAUN BELIMBING WULUH

(Averrhoa bilimbi L.) TERHADAP KONTRAKSI OTOT POLOS ILEUM

MARMUT JANTAN (Cavia porcellus) TERISOLASI ABSTRAK

Belimbing wuluh merupakan salah satu tanaman obat yang digunakan oleh masyarakat Blangpidie kabupaten Nangroe Aceh Darussalam sebagai antidiare. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek relaksasi dari ekstrak etanol daun belimbing wuluh pada otot polos ileum marmut terisolasi.

Tahapan penelitian ini meliputi persiapan bahan pengujian dan uji efek relaksasi menggunakan otot polos ileum marmut. Penelitian ini dilakukan secara in vitro dengan menggunakan alat organ bath. Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah relaksasi otot polos ileum marmut terisolasi. Sebelum dilakukan pengujian, ileum marmut terisolasi diekuilibrasi selama 45 menit sampai diperoleh kondisi yang stabil didalam larutan tyrode dengan suhu 37oC yang diaerasi gas karbogen.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol daun belimbing wuluh dengan seri konsentrasi pada otot polos yang sebelumnya diinduksi dengan asetilkolin menunjukkan penurunan kontraksi. Dengan adanya korelasi positif antara penurunan kontraksi oleh ekstrak etanol daun belimbing wuluh terhadap efek kontraksi ileum (r = 0,982). Ekstrak etanol daun belimbing wuluh pada konsentrasi 4mg/ml memiliki kemampuan yang tidak jauh berbeda dengan atropin sulfat 3x10-7M dalam menurunkan kontraksi otot polos ileum marmut terisolasi yang diinduksi oleh asetilkolin 2,91x10-5M (p > 0,05). Kontraksi yang ditimbulkan oleh asetilkolin dengan inkubasi ekstrak etanol daun belimbing wuluh menunjukkan hasil yang berbeda signifikan dengan kontraksi oleh asetilkolin tanpa inkubasi (p < 0,05), hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan ekstrak etanol daun belimbing wuluh bekerja dengan menduduki reseptor muskarinik. Dapat ditarik kesimpulan bahwa ekstrak etanol daun belimbing wuluh memiliki efek merelaksasi otot polos ileum dengan kemampuan yang tidak jauh berbeda dengan atropin sulfat dan kemungkinan bekerja pada reseptor muskarinik.

Kata kunci : daun belimbing wuluh, relaksasi, ileum, marmut, in vitro, Averrhoa bilimbi L.


(7)

vi

THE EFFECT OF Averrhoa bilimbi L. LEAVES ETHANOL EXTRACT ON CONTRACTION OF ISOLATED GUINE PIG ILEAL (Cavia porcellus)

ABSTRACT

Averrhoa bilimbi L. is one of the medicinal plants as antidiarrheal that used by whole of people at Blangpidie Nangroe Aceh Darussalam. The aim of the study is determine the effect of relaxation the ethanol bilimbi leaves extract in isolated guinea pig ileal smooth muscle.

This study have some stages such as the preparing of material and testing of relaxation effect on guinea pig’s ileal smooth muscle. This research was conducted by in vitro methode using the organ bath. The parameter that measured in this research is the relaxation of isolated guinea pig’s ileal smooth muscle. Before the test, isolated guinea pig ileal were equilibrated for 45 minutes to obtain a stable condition in Tyrode solution at 37°C aerated carbogen gas.

The result is the ethanol extract of bilimbi leaves with serial concentrations of the smooth muscle induced by acetylcholine, that showed by decreases contraction. There have positive correlation between the decrease in contraction by the ethanol in bilimbi leaves extract with ileal contraction effect (r = 0.982). Extract ethanol in bilimbi leaves has concentration of 4mg/ml, that is not different with atropine sulfate 3x10-7M in reduced the contraction of guinea pig’s ileal smooth muscle induced by acetylcholine 2,91x10-5M (p > 0.05). Contraction of ileal induced acetylcholine with incubation of ethanol extract in bilimbi leaves showed that different significant results compare with the contraction of acetylcholine without incubation (p < 0.05), it showed that the possibility of the ethanol extract of bilimbi leaves has the mechanism of action muscarinic receptors. In conclusion, the ethanol extract of bilimbi leaves has the effect of relaxed the ileal smooth muscle. That are not different with atropine sulfate and the possibility mechanism of action muscarinic receptors.

Key words : bilimbi leaves, relaxation, ileal, guinea pig, in vitro, Averrhoa bilimbi L.


(8)

vii

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

1.6 Kerangka pikir penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Uraian Tumbuhan ... 7

2.1.1 Sistematika tumbuhan ... 7

2.1.2 Morfologi tumbuhan ... 8

2.1.3 Kandungan kimia tumbuhan ... 8

2.1.4 Kegunaan tumbuhan ... 8


(9)

viii

2.3 Karakteristik Dinding Saluran Pencernaan ... 11

2.3.1 Lapisan mukosa ... 12

2.3.2 Lapisan submukosa ... 12

2.3.3 Lapisan muskularis ... 13

2.3.4 Lapisan serosa ... 13

2.4 Otot Polos ... 13

2.5 Reseptor Kolinergik ... 14

2.5.1 Reseptor nikotinik ... 14

2.5.2 Reseptor muskarinik ... 14

2.6 Agonis Muskarinik ... 16

2.7 Antagonis Muskarinik ... 16

BAB III METODE PENELITIAN ... 17

3.1 Alat dan Bahan ... 17

3.1.1 Alat penelitian ... 17

3.1.2 Bahan penelitian ... 18

3.2 Hewan Percobaan ... 18

3.3 Pengumpulan dan Pengolahan Bahan Tumbuhan ... 18

3.4 Tahapan Persiapan Percobaan ... 19

3.4.1 Pembuatan larutan tirode ... 19

3.4.2 Pembuatan larutan asetilkolin ... 20

3.4.3 Pembuatan larutan ekstrak etanol daun belimbing wuluh ... 21

3.4.4 Pembuatan larutan atropin sulfat ... 21

3.5 Tahapan Pengujian ... 22


(10)

ix

3.5.2 Pengujian kontraksi seri konsentrasi asetilkolin

terhadap otot polos ileum ... 23

3.5.3 Pengujian efek relaksasi ekstrak etanol daun belimbing wuluh pada kontraksi otot polos ileum melalui induksi asetilkoiln ... 24

3.5.4 Pengujian efek relaksasi atropin sulfat pada kontraksi otot polos ileum melalui induksi asetilkolin ... 26

3.5.5 Pengujian mekanisme aksi terhadap efek relaksasi ekstrak etanol daun belimbing wuluh pada otot polos ileum melalui penghambatan reseptor muskarinik ... 27

3.6 Data dan Analisis Data ... 27

3.6.1 Data ... 27

3.6.2 Analisis Data ... 27

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

4.1 Pemeriksaan Bahan Tumbuhan ... 29

4.1.1 Identifikasi bahan tumbuhan ... 29

4.1.2 Karakterisasi simplisia ... 29

4.1.3 Skiring fitokimia simplisia ... 29

4.2 Hasil Pengujian Kontraksi Seri Konsentrasi Asetilkolin Terhadap Otot Polos Ileum ... 29

4.3 Hasil Pengujian Efek Relaksasi Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh (EEDBW) Pada Kontraksi Otot Polos Ileum Melalui Induksi Asetilkolin ... 31

4.4 Hasil Pengujian Efek Relaksasi Atropin Sulfat Pada Kontraksi Otot Polos Ileum Melalui Induksi Asetilkolin... 33

4.5 Perbandingan %Relaksasi Atropin Sulfat dan EEDBW pada Kontraksi Otot Polos Ileum Melalui Induksi Asetilkolin ... 34

4.6 Hasil Pengujian Mekanisme Aksi Terhadap Efek Relaksasi Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh (EEDBW) Pada Otot Polos Ileum Melalui Penghambatan Reseptor Muskarinik ... 36


(11)

x

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 39

5.1 Kesimpulan ... 39

5.2 Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41 LAMPIRAN


(12)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 3.1 Pemberian asetilkolin secara kumulatif pada organ bath

volume 40ml ... 24 3.2 Pemberian konsentrasi ekstrak etanol daun belimbing wuluh

secara kumulatif pada organ bath volume 40 ml ... 25 3.3 Pemberian konsentrasi atropin sulfat secara kumulatif pada


(13)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1.1 Skemakerangka pikir penelitian ... 6 4.1 Grafik %konsentrasi otot polos organ ileum terisolasi yang

dikontraksi dengan pemberian seri konsentrasi asetilkolin (-8,0=10-8; -7,5=3x10-8; -7,0=10-7; -6,5=3x10-7; -6,0=10-6; -5,5=3x10-6; -5,0=10-5; -4,5=3x10-5; -4,0=10-4; -3,5=3x10-4; -3,0=10-3; -2,5=3x10-3 M). Data yang disajikan adalah nilai rata-rata ± SEM, n=3. ... 30 4.2 Grafik %relaksasi setelah pemberian seri konsentrasi ekstrak

etanol daun belimbing wuluh (EEDBW) pada otot polos

ileum terisolasi yang dikontraksi dengan asetilkolin 2,91x10-5 M. Data yang disajikan adalah nilai rata-rata ± SEM, n=6 ... 32 4.3 Grafik %relaksasi setelah pemberian seri konsentrasi atropin

sulfat (1=10-8; 2=3x10-8; 3=10-7; 4=3x10-7; 5=10-6; 6=3x10-6; 7=10-5; 8=3x10-5 M) pada otot polos ileum terisolasi yang dikontraksi dengan asetilkolin 2,91x10-5 M. Data yang

disajikan adalah nilai rata-rata ± SEM, n=6 ... 33 4.4 Nilai %relaksasi pemberian ekstrak etanol daun belimbing

wuluh konsentrasi 4mg/ml dan atropin sulfat 3x10-7 M setelah dikontraksi dengan asetilkolin 2,91x10-5 M. Data

yang disajikan adalah nilai rata-rata ± SEM, n=6 ... 34 4.5 Grafik %relaksasi setelah pemberian seri konsentrasi (A)

ekstrak etanol daun belimbing wuluh (1=0,5; 2=1; 3=1,5; 4=2; 5=2,5; 6=3 7=3,5; 8=4 mg/ml) dan (B) atropin sulfat (1=10-8; 2=3x10-8; 3=10-7; 4=3x10-7; 5=10-6; 6=3x10-6; 7=10-5; 8=3x10-5) pada otot polos ileum terisolasi yang dikontraksi dengan asetilkolin 2,91x10-5 M. Data yang

disajikan adalah nilai rata-rata ± SEM, n=6 ... 35 4.6 Nilai kekuatan kontraksi (cm) pemberian asetilkolin

2,91x10-5 M, induksi ekstrak etanol daun belimbing wuluh konsentrasi 3 M dan induksi atropin sulfat 3x10-7 M setelah dikontraksi dengan asetilkolin 2,91x10-5 M. Data yang


(14)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Hasil identifikasi tumbuhan ... 44

2 Rekomendasi persetujuan etik penelitian kesehatan ... 45

3 Gambar tumbuhan dan daun belimbing wuluh ... 46

4 Bagan kerja pengukuran kontraksi ileum marmut terisolasi ... 47

5 Hasil pemeriksaan mikroskopik ... 48

6 Hasil karakterisasi simplisia daun belimbing wuluh ... 49

7 Hasil skrining fitokimia simplisia daun belimbing wuluh ... 49

8 Data pengujian kontraksi seri konsentrasi asetilkolin terhadap otot polos ileum ... 50

9 Data efek relaksasi ekstrak etanol daun belimbing wuluh pada kontraksi ileum melalui induksi asetilkolin 2,91x10-5 M . 52 10 Data efek relaksasi atropin sulfat pada kontraksi ileum melalui induksi asetilkolin 2,91x10-5... 54

11 Data hasil uji kontraksi asetilkolin 2,91x10-5 M... 56

12 Data hasil uji kontraksi asetilkolin 2,91x10-5 M yang diinduksi EEDBW konsentrasi 3M ... 56

13 Data hasil uji kontraksi asetilkolin 2,91x10-5 M yang diinduksi atropin sulfat konsentrasi 3x10-7 M ... 57

14 Hasil uji korelasi efek relaksasi ekstrak etanol daun belimbing wuluh pada kontraksi ileum melalui induksi asetilkolin 2,91x10-5 M ... 58

15 Hasil uji independent sample T-test nilai %relasasi ekstrak etanol daun belimbing wuluh 4mg/ml dengan nilai %relaksasi atropin sulfat 3x10-7 M terhadap kontraksi otot polos ileum oleh asetilkolin 2,91x10-5 ... 59


(15)

xiv

16 Hasil uji independent sample T-test kekuatan kontraksi EEDBW 3M dan kekuatan kontraksi atropin sulfat 3x10-7 M pada otot polos ileum dengan pemberian asetilkolin 2,91x10-5 M ... 62 17 Hasil uji independent sample T-test kekuatan kontraksi antara

asetilkolin 2,91x10-5 M yang diinkubasi dengan EEDBW 3M dan kekuatan kontraksi asetilkolin 2,91x10-5 M tanpa inkubasi .. 65 18 Gambar preparasi organ ileum marmut ... 68 19 Gambar alat organ bath ... 69 20 Gambar pola kontraksi otot polos organ ileum terisolasi yang

dikontraksi dengan pemberian seri konsentrasi asetilkolin (10-8-3x10-3 M) ... 71 21 Gambar pola relaksasi setelah pemberian seri konsentrasi

ekstrak etanol daun belimbing wuluh pada otot polos ileum terisolasi yang dikontraksi dengan asetilkolin 2,91x10-5 M ... 71 22 Gambar pola relaksasi setelah pemberian seri konsentrasi

atropin sulfat pada otot polos ileum terisolasi yang diinduksi dengan asetilkolin 2,91x10-5 M ... 72 23 Gambar pola hasil uji kontraksi asetilkolin 2,91x10-5 M yang

diinduksi dengan EEDBW 3M ... 72 24 Gambar pola hasil uji kontraksi asetilkolin 2,91x10-5 M yang

diinduksi dengan atropin sulfat 3x10-7 M ... 73 25 Gambar pola hasil uji kontraksi asetilkolin 2,91x10-5 M ... 73


(16)

v

EFEK EKSTRAK ETANOL DAUN BELIMBING WULUH

(Averrhoa bilimbi L.) TERHADAP KONTRAKSI OTOT POLOS ILEUM

MARMUT JANTAN (Cavia porcellus) TERISOLASI ABSTRAK

Belimbing wuluh merupakan salah satu tanaman obat yang digunakan oleh masyarakat Blangpidie kabupaten Nangroe Aceh Darussalam sebagai antidiare. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek relaksasi dari ekstrak etanol daun belimbing wuluh pada otot polos ileum marmut terisolasi.

Tahapan penelitian ini meliputi persiapan bahan pengujian dan uji efek relaksasi menggunakan otot polos ileum marmut. Penelitian ini dilakukan secara in vitro dengan menggunakan alat organ bath. Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah relaksasi otot polos ileum marmut terisolasi. Sebelum dilakukan pengujian, ileum marmut terisolasi diekuilibrasi selama 45 menit sampai diperoleh kondisi yang stabil didalam larutan tyrode dengan suhu 37oC yang diaerasi gas karbogen.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol daun belimbing wuluh dengan seri konsentrasi pada otot polos yang sebelumnya diinduksi dengan asetilkolin menunjukkan penurunan kontraksi. Dengan adanya korelasi positif antara penurunan kontraksi oleh ekstrak etanol daun belimbing wuluh terhadap efek kontraksi ileum (r = 0,982). Ekstrak etanol daun belimbing wuluh pada konsentrasi 4mg/ml memiliki kemampuan yang tidak jauh berbeda dengan atropin sulfat 3x10-7M dalam menurunkan kontraksi otot polos ileum marmut terisolasi yang diinduksi oleh asetilkolin 2,91x10-5M (p > 0,05). Kontraksi yang ditimbulkan oleh asetilkolin dengan inkubasi ekstrak etanol daun belimbing wuluh menunjukkan hasil yang berbeda signifikan dengan kontraksi oleh asetilkolin tanpa inkubasi (p < 0,05), hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan ekstrak etanol daun belimbing wuluh bekerja dengan menduduki reseptor muskarinik. Dapat ditarik kesimpulan bahwa ekstrak etanol daun belimbing wuluh memiliki efek merelaksasi otot polos ileum dengan kemampuan yang tidak jauh berbeda dengan atropin sulfat dan kemungkinan bekerja pada reseptor muskarinik.

Kata kunci : daun belimbing wuluh, relaksasi, ileum, marmut, in vitro, Averrhoa bilimbi L.


(17)

vi

THE EFFECT OF Averrhoa bilimbi L. LEAVES ETHANOL EXTRACT ON CONTRACTION OF ISOLATED GUINE PIG ILEAL (Cavia porcellus)

ABSTRACT

Averrhoa bilimbi L. is one of the medicinal plants as antidiarrheal that used by whole of people at Blangpidie Nangroe Aceh Darussalam. The aim of the study is determine the effect of relaxation the ethanol bilimbi leaves extract in isolated guinea pig ileal smooth muscle.

This study have some stages such as the preparing of material and testing of relaxation effect on guinea pig’s ileal smooth muscle. This research was conducted by in vitro methode using the organ bath. The parameter that measured in this research is the relaxation of isolated guinea pig’s ileal smooth muscle. Before the test, isolated guinea pig ileal were equilibrated for 45 minutes to obtain a stable condition in Tyrode solution at 37°C aerated carbogen gas.

The result is the ethanol extract of bilimbi leaves with serial concentrations of the smooth muscle induced by acetylcholine, that showed by decreases contraction. There have positive correlation between the decrease in contraction by the ethanol in bilimbi leaves extract with ileal contraction effect (r = 0.982). Extract ethanol in bilimbi leaves has concentration of 4mg/ml, that is not different with atropine sulfate 3x10-7M in reduced the contraction of guinea pig’s ileal smooth muscle induced by acetylcholine 2,91x10-5M (p > 0.05). Contraction of ileal induced acetylcholine with incubation of ethanol extract in bilimbi leaves showed that different significant results compare with the contraction of acetylcholine without incubation (p < 0.05), it showed that the possibility of the ethanol extract of bilimbi leaves has the mechanism of action muscarinic receptors. In conclusion, the ethanol extract of bilimbi leaves has the effect of relaxed the ileal smooth muscle. That are not different with atropine sulfate and the possibility mechanism of action muscarinic receptors.

Key words : bilimbi leaves, relaxation, ileal, guinea pig, in vitro, Averrhoa bilimbi L.


(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki 13.466 pulau dengan keanekaragaman suku bangsa atau etnis yang mencapai 1.128 suku bangsa, terkenal akan kekayaan alamnya yang melimpah khususnya tumbuhan obat. Etnomedisin adalah pengetahuan tentang pengembangan sistem pengobatan yang didasarkan atas kepercayaan budaya lokal dan praktek pengobatan terhadap penyakit tertentu dan tidak dipengaruhi oleh kerangka obat modern. Keragaman etnomedisin yang ada di Indonesia merupakan salah satu warisan budaya Bangsa Indonesia yang tersebar diberbagai wilayah Indonesia (BPOM RI, 2013).

Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman hayati sangat tinggi dengan lebih dari 40.000 spesies tumbuhan. Potensi tersebut dapat dimanfaatkan bagi pembangunan ekonomi nasional dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, penggunaan tanaman berkhasiat obat semakin luas dikalangan masyarakat karena merupakan bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia. Sampai sejauh ini kandungan kimia, khasiat dan kegunaan maupun efek sampingnya belum banyak diteliti secara ilmiah (Dewi, dkk., 2014).

Di negara berkembang seperti Indonesia banyak sekali faktor-faktor pencetus penyebab terjadinya penyakit, penyebab utamanya yaitu kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat dan faktor ekonomi yang menyebabkan masyarakat yang kurang mampu tidak dapat memenuhi kebutuhan untuk hidup ditempat yang bersih dan layak untuk ditinggali, serta ketidakmampuan masyarakat untuk membeli obat seiring dengan meningkatnya


(19)

2

harga obat modern. Salah satu penyakit yang seringkali terjadi dengan tingkat prevalensi yang tinggi yaitu diare. Diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dan merupakan salah satu penyebab utama kematian pada anak di negara-negara berkembang termasuk Indonesia (Sundari, dkk., 2005).

Salah satu keanekaragaman hayati yang terdapat di Indonesia adalah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L). Tanaman belimbing wuluh dikenal sebagai tanaman obat. Bagian yang digunakan diantaranya bagian bunga, buah, dan daun (Dalimarta, 2008). Tanaman ini banyak dimanfaatkan untuk mengatasi berbagai penyakit seperti batuk, diabetes, rematik, gondongan, sariawan, sakit

gigi, gusi berdarah, jerawat, diare, sampai tekanan darah tinggi (Hayati, dkk., 2010).

Penelitian-penelitian terdahulu mengenai daun belimbing wuluh menyebutkan bahwa daun belimbing wuluh mengandung flavonoid, saponin, triterpenoid dan tanin

(Mukhlison, 2010). Ekstrak etanol daun belimbing wuluh memiliki efek antidiare

terhadap mencit jantan dengan metode transit intestinal (Mutmainah, 2014), ekstrak daun belimbing wuluh juga memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri gram positif dan gram negatif seperti Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermis, Bacillus careus, salmonella tiphy (Kumar, dkk., 2013). Berdasarkan penelitian Mutmainah, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lanjutan tentang efek relaksasi ekstrak etanol daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) terhadap penurunan kontraksi otot polos ileum marmut terisolasi secara in vitro serta mekanisme kerja dari ekstrak etanol daun belimbing wuluh.


(20)

3

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat diambil perumusan masalah sebagai berikut:

a. apakah ekstrak etanol daun belimbing wuluh memiliki efek relaksasi terhadap kontraksi otot polos ileum marmut jantan terisolasi secara in vitro yang diinduksi dengan asetilkolin klorida?

b. apakah ekstrak etanol daun belimbing wuluh pada konsentrasi tertentu memiliki kemampuan yang tidak jauh berbeda dengan atropin sulfat dalam menurunkan kontraksi otot polos ileum marmut terisolasi yang di induksi dengan asetilkolin?

c. apakah mekanisme kerja ekstrak etanol daun belimbing wuluh dalam menurunkan kontraksi otot polos ileum marmut bekerja melalui penghambatan reseptor muskarinik ?

1.3Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah diatas maka dibuat hipotesis analisis sebagai berikut:

a. ekstrak etanol daun belimbing wuluh memiliki efek relaksasi terhadap kontraksi otot polos ileum marmut jantan terisolasi secara in vitro yang diinduksi dengan asetilkolin.

b. ekstrak etanol daun belimbing wuluh pada konsentrasi tertentu memiliki kemampuan yang tidak jauh berbeda dengan atropin sulfat dalam menurunkan kontraksi otot polos ileum marmut terisolasi yang diinduksi dengan asetilkolin.


(21)

4

c. Mekanisme kerja ekstrak etanol daun belimbing wuluh dalam menurunkan kontraksi otot polos ileum marmut bekerja dengan jalan menghambat reseptor muskarinik.

1.4 Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

a. mengetahui bahwa ekstrak etanol daun belimbing memiliki efek relaksasi terhadap kontraksi otot polos ileum marmut terisolasi secara in vitro yang diinduksi dengan asetilkolin.

b. membandingkan efek relaksasi ekstrak etanol daun belimbing wuluh dengan atropin sulfat dalam menurunkan kontraksi otot polos ileum marmut terisolasi yang diinduksi dengan asetilkolin.

c. menguji mekanisme kerja efek relaksasi ekstrak etanol daun belimbing wuluh melalui penghambatan reseptor muskarinik.

1.5Manfaat

Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. diperoleh bukti ilmiah tentang efek relaksasi ekstrak etanol daun

belimbing wuluh terhadap kontraksi otot polos ileum marmut terisolasi secara in vitro yang diinduksi dengan asetilkolin.

b. dapat diketahui perbandingan ekstrak etanol daun belimbing wuluh dengan atropin sulfat dalam menurunkan kontraksi otot polos ileum marmut terisolasi yang diinduksi dengan asetilkolin.


(22)

5

c. diperoleh informasi tentang mekanisme kerja efek relaksasi ekstrak etanol daun belimbing wuluh melalui penghambatan reseptor muskarinik.


(23)

6

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Kerangka pikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada skema dibawah ini :

Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter

Gambar 1.1 Skema kerangka pikir penelitian Kontraksi atau

relaksasi otot polos ileum

Nilai tegangan kontraksi atau relaksasi otot

polos ileum Uji seri konsentrasi EEDBW

(0,5-4 mg/ml) dengan penginduksi Asetilkolin

Uji mekanisme EEDBW melalui penghambatan reseptor muskarinik


(24)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

Belimbing wuluh merupakan tanaman yang termasuk dari keluarga Oxalidaceae. Tanaman ini dapat hidup di daerah rendah sampai dengan ketinggian sekitar 500 meter diatas permukaan laut. Pohon ini banyak ditanam sebagai pohon buah atau hanya sebagai peneduh halaman. Di sejumlah daerah, masyarakat setempat menyebutnya dengan nama lain, di Aceh masyarakat mengenalnya dengan nama limeng, selimeng, atau selemeng. Masyarakat Batak menyebutnya asom belimbing atau balimbingan. Di Nias belimbing wuluh bernama malimbi, di Minangkabau disebut balimbieng, dan di jawa disebut blimbing wuluh (Purwaningsih, 2007).

2.1.1 Sistematika Tumbuhan

Sistematika tumbuhan belimbing wuluh (Purwaningsih, 2007) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dycotyledonae Ordo : Oxalidales Familia : Oxalidaceae Genus : Averrhoa


(25)

8

2.1.2 Morfologi Tumbuhan

Pohon belimbing wuluh tingginya bisa mencapai 10 m dengan batang yang tidak begitu besar dan bergaris tengah sekitar 30 cm, batang kasar berbenjol-benjol, percabangan sedikit, arah condong ke atas. Daun majemuk menyirip ganjil dengan 21- 45 pasang anak daun. Anak daun bertangkai pendek, berbentuk bulat telur sampai jorong, ujung runcing, pangkal membulat, tepi rata, panjang 2 - 10 cm, lebar 1 - 3 cm, berwarna hijau, bunga kecil-kecil berwarna ungu kemerahan. Buah berbentuk bulat lonjong bersegi, panjang 4 - 6,5 cm, berwarna hijau kekuningan, berair banyak jika masak, rasa asam dan akar tunggang cukup kuat (Purwaningsih, 2007).

2.1.3 Kandungan Kimia Tumbuhan

Batang mengandung saponin, tanin, glikosida, kalsium oksalat, sulfur, asam format, dan peroksidase. Bunga belimbing wuluh mengandung flavonoid, glikosida, tanin, dan steroid/terpenoid. Daun belimbing wuluh mengandung flavonoid, saponin, steroid/triterpenoid dan tanin (Lidyawati, dkk, 2006). Buah belimbing wuluh mengandung steroid, glikosida, tanin, alkaloid, dan saponin (Karon, dkk, 2011).

2.1.4 Kegunaan Tumbuhan

Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) banyak ditanam sebagai pohon buah. Tanaman asal Amerika tropis ini dapat digunakan untuk mengobati bermacam-macam penyakit seperti hipertensi, gondongan, batuk, rematik, sariawan, jerawat, dan panu. Untuk batuk, potong-potong 25 kuntum bunga belimbing wuluh, 1 jari rimpang temu giring, 1 jari kulit kayu manis, 1 jari rimpang kencur, 2 butir bawang merah, pegagan, daun saga, daun inggu, dan daun


(26)

9

sendok, masing-masing ¼ genggam. Rebus dengan 5 gelas air bersih sampai tersisa separuhnya saring. Minum dengan madu secukupnya sampai 3 kali 1/3 bagian sekari. Untuk rematik, tumbuk 100 g daun muda belimbing wuluh, 10 butir cengkih, dan 15 biji merica. Tambahkan cuka secukupnya sampai adonan seperti bubur, oleskan pada tempat yang sakit. Untuk sariawan rebus segenggam bunga belimbing wuluh, gula jawa secukupnya, dan 1 cangkir air sampai kental. Saring, gunakan untuk membersihkan mulut dan mengoles sariawan (Dalimartha, 2008).

2.2 Usus halus

Usus halus berukuran kurang lebih 2,5 meter dalam keadaan hidup, dan 6 meter dalam keadaan mati bila otot telah kehilangan tonusnya.Usus halus

memanjang dari lambung sampai katup ileo-kolika, tempat bersambung dengan usus besar, dan dikelilingi oleh usus besar.

Usus halus dibagi menjadi 3 bagian, yaitu : a. Usus duabelas jari (duodenum)

Duodenum adalah bagian pertama usus halus yang panjangnya 25 cm, mulai dari sfingter pilorik lambung sampai yeyunum. Duodenum artinya 12, karena panjangnya kurang lebih 12 jari, karena itu duodenum juga disebut usus 12 jari. Pada usus ini bermuara dua saluran, yaitu : saluran getah pankreas dan saluran empedu. Saluran empedu menghasilkan getah empedu yang berfungsi untuk mengemulsikan lemak, dan getah pankreas menghasilkan enzim pencernaan seperti amilase, tripsin dan lipase.


(27)

10 b. Usus kosong (yeyunum)

Terbentang antara duodenum dan ileum, panjangnya kira-kira 2,5 meter. Yeyunum artinya kosong, karena yeyunum pada orang yang sudah meninggal selalu kosong. Pada usus ini terjadi pencernaan secara kimiawi, kelenjar-kelenjar ususnya menghasilkan enzim pencernaan seperti yang dihasilkan getah pankreas. c. Usus penyerapan (ileum)

Ileum merupakan 3/5 bagian usus halus dengan panjang kira-kira 3,6 meter. Disinilah proses absorpsi yang besar terjadi, pada bagian ini sari-sari makanan hasil proses pencernaan diserap. Asam amino dan glukosa, vitamin, garam mineral akan diangkut oleh kapiler darah, sedangkan asam lemak dan gliserol akan diangkut oleh pembuluh getah bening usus menuju ke pembuluh balik (Irianto, 2004).

Di usus halus, isi usus tercampur dengan getah pankreas dan empedu. Pencernaan yang dimulai dari mulut dan lambung, diselesaikan di lumen dan sel-sel mukosa usus tempat produk pencernaan diserap, bersamaan dengan sebagian besar vitamin dan cairan. Dalam usus halus terdapat sekitar 9 liter air setiap hari yang terdiri dari 2 liter dari makanan dan 7 liter dari sekresi saluran cerna, tetapi hanya 1 - 2 liter yang sampai ke kolon (Ganong, 2008). Menurut Setiadi, 2007, gerakan usus halus dipacu oleh peregangan dan secara reflek dikendalikan oleh sistem syaraf otak.

Gerakan usus halus antara lain:

a. Gerakan segmentasi yaitu pergerakan pencampuran utama dengan mencampur kimus dengan cairan pencernaan dan memaparkannya ke permukaan absortif. Gerakan ini berupa gerakan kontriksi dan relaksasi yang bergantian dari


(28)

cincin-11

cincin otot dinding usus yang membagi menjadi segmen-segmen dan mendorong kimus bergerak maju mundur dari satu segmen yang relaks ke segmen lain.

b. Gerakan peristaltik yaitu kontraksi ritmis otot polos longitudinal dan sirkuler yang mendorong dan menggerakkan kimus ke arah bawah disepanjang saluran. c. Gerakan pendulum/ayunan, menyebabkan isi usus bercampur (Setiadi, 2007).

2.3 Karakteristik Dinding Saluran Pencernaan

Pada umumnya dinding saluran pencernaan terdiri atas empat lapisan, yaitu : lapisan paling dalam adalah lapisan mukosa, kemudian berturut-turut ke arah luar lapisan submukosa, lapisan muskularis (otot), dan lapisan paling luar sekali adalah lapisan serosa (Herman, 2004).


(29)

12

Gambar 2.1 Penampang melintang usus (Guyton dan Hall, 2006).

2.3.1 Lapisan mukosa

Lapisan mukosa merupakan lapisan terdalam dari dinding saluran pencernaan. Lapisan ini berbentuk membran (selaput) mukosa dan dibentuk oleh tiga komponen, yaitu lapisan epitel, lamina propia dan lapisan muskularis mukosa (Herman, 2004).

2.3.2 Lapisan submukosa

Lapisan ini sangat kaya dengan pembuluh darah dan mengandung jaringan syaraf yang disebut pleksus submukosa atau disebut juga pleksus Meissner (Herman, 2004).


(30)

13

2.3.3 Lapisan muskularis

Lapisan muskularis didinding saluran pencernaan berupa otot polos yang terdiri atas dua lapis, lapisan sebelah dalam adalah lapisan sirkuler yang bila berkontraksi menyebabkan pengecilan diameter lumen saluran pencernaan. Lapisan sebelah luar adalah lapisan longitudinal yang bila berkontraksi menyebabkan pemendekan saluran pencernaan. Kontraksi otot polos ini bersifat involunter (tidak sadar), jadi tidak dibawah pengaruh kehendak, kontraksi ini membantu digesti makanan secara mekanis (Herman, 2004).

Lapisan otot polos ini seperti halnya pada lapisan submukosa, juga mengandung pleksus syaraf yang disebut pleksus meinterikus atau dikenal juga dengan sebutan pleksus Aurbach yang berfungsi mengendalikan motilitas saluran pencernaan melalui kontrol terhadap kontraksi dan relaksasi baik lapisan longitudinal maupun lapisan sirkuler (Herman, 2004).

2.3.4 Lapisan serosa

Lapisan serosa adalah lapisan terluar dari dinding saluran pencernaan. Lapisan ini berupa suatu membran yang terdiri atas jaringan penyambung dan sel-sel epitel (Herman, 2004).

2.4 Otot Polos

Otot polos terdiri dari sel-sel otot polos yang tidak dapat dikendalikan namun berespons terhadap rangsangan dari susunan saraf otonom. Otot polos menghasilkan kekuatan untuk mencampurkan makanan yang masuk dengan getah pencernaan dan mendorongnya sepanjang saluran cerna. Pada dinding usus, serat otot polos membentuk dua lapisan konsentris, serat-serat lapis dalam tersusun


(31)

14

melingkar dan yang dari luar memanjang. Kontraksi lapis dalam menciutkan dan lapis luar cenderung memendekkan usus, kerjanya yang terkoordiner menghasilkan gelombang kontraksi peristaltik sepanjang usus untuk mendorong isinya (Fawcett, 2002).

2.5 Reseptor Kolinergik

Reseptor kolinergik banyak dijumpai di sistem saraf otonom perifer. Ligan dari reseptor kolinergik adalah neurotransmitter asetilkolin (Ach). Reseptor kolinergik terbagi 2 tipe, yaitu reseptor nikotinik dan reseptor muskarinik.

2.5.1 Reseptor nikotinik

Reseptor nikotinik merupakan reseptor yang terhubung dengan kanal ion

dan terdiri dari lima subunit yaitu α1, α2, β, γ, dan δ yang masing-masing

berkontribusi membentuk kanal ion dan memiliki tempat ikatan untuk molekul asetilkolin. Reseptor ini terdapat di neuromuscular junction, ganglia otonom, medula adrenal dan susunan saraf pusat. Paling banyak ditemukan di neuromuscular junction. Neuromuscular junction adalah sinaps yang terjadi antara saraf motorik dengan serabut otot (Rahardjo, 2009).

2.5.2 Reseptor muskarinik

Reseptor muskarinik terdistribusi luas diseluruh tubuh dan mendukung berbagai fungsi vital, di otak, sistem saraf otonom terutama saraf parasimpatis. Reseptor muskarinik merupakan reseptor yang terhubung dengan protein G, terdiri dari 5 subtipe yaitu: M1, M2, M3, M4 dan M5. Resptor M1, M3 dan M5 terhubung dengan protein Gq. Sedangkan reseptor M2 dan M4 terhubung dengan protein Gi dan dengan suatu kanal ion. Respons yang timbul dari aktivasi reseptor


(32)

15

muskarinik oleh Ach dapat berbeda, tergantung pada subtipe reseptor dan lokasinya (Rahardjo, 2009). Reseptor M1 ditemukan di sel parietal lambung, reseptor M2 di otot jantung dan otot polos, reseptor M3 di kandung kemih, kelenjar eksokrin, dan otot polos, sedangkan reseptor M4 dan M5 belum diketahui.

Tabel 2.1 Tipe reseptor muskarinik (Harahap dkk., 2015).

Subtipe Jaringan

M1 Ganglion otonom

M2 Miokardium, otot polos

M3 Otot polos, kelenjar sekretori

M4 -

M5 -

Fungsi dasar reseptor muskarinik diperantai oleh interaksi dengan anggota kelompok protein G, sehingga perubahan fungsi molekul efektor terikat membran yang berbeda diinduksi oleh protein G. Subtipe M1, M2, dan M3 mengaktivasi protein Gq yang bertanggung jawab untuk stimulasi aktivitas fosfolipase C, hal ini menyebabkan hidrolisis phosphatidylinositol-(4,5)-biphosphate-P2 menjadi diasilgliserol dan inositol (1,4,5)-triphosphat yang menyebabkan peningkatan kadar Ca2+ intraselular. Perangsangan tipe reseptor M3 oleh asetilkolin mengakibatkan kontraksi otot polos usus (Nugroho, 2012).


(33)

16

2.6 Agonis Muskarinik

Agonis muskarinik secara langsung mengaktivasi reseptor muskarinik dan biasanya menimbulkan efek eksitasi. Asetilkolin merupakan suatu neurotransmiter saraf parasimpatis. Reseptor asetilkolin dibagi menjadi subtipe nikotinik dan muskarinik. Asetilkolin yang dilepaskan pada terminal saraf serabut parasimpatik pascaganglion bekerja pada reseptor muskarinik dan dapat diblok secara selektif oleh atropin. Efek muskarinik akibat kerja asetilkolin terutama bersifat parasimpatomimetik dan sacara umum merupakan kebalikan efek yang disebabkan oleh stimulasi simpatis, efek muskarinik meliputi : konstriksi pupil, saliva cair yang sangat banyak, konstriksi bronkus, hipotensi, peningkatan motilitas saluran cerna, kontraksi kandung kemih, dan berkeringat (Katzung, 2001).

2.7 Antagonis Muskarinik

Umum dikenal sebagai antimuskarinik, obat ini beraksi secara selektif menghambat aktivitas saraf parasimpatik, sehingga disebut juga parasimpatolitik. Obat ini menghambat secara kompetitif reseptor asetilkolin muskarinik. Efek dari obat antagonis muskarinik adalah berlawanan dengan efek agonis muskarinik, efek antagonis muskarinik pada organ usus yaitu penurunan motilitas. Contoh antagonis muskarinik dari senyawa alami adalah atropin (Atropa belladona) dan hyosin (Datura stramonium) (Nugroho, 2012). Hambatan oleh atropin bersifat reversibel dan dapat diatasi dengan pemberian asetilkolin dalam jumlah berlebihan atau pemberian antikolinesterase. Atropin memblok asetilkolin endogen maupun eksogen, tetapi hambatannya jauh lebih kuat terhadap asetilkolin eksogen (Zunilda, 2007).


(34)

17

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimental. Tujuan metode eksperimental untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Prosedur yang dilakukan meliputi tahapan persiapan bahan pengujian dan tahapan pengujian efek ekstrak etanol daun belimbing wuluh pada kontraksi ileum menggunakan alat organ bath.

3.1 Alat dan Bahan Penelitian 3.1.1 Alat penelitian

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi mortir dan stamfer, alat-alat gelas laboratorium, neraca analitik (Boeco Germany), timbangan hewan (Presica Geniweigher), satu set alat preparasi organ (Germany), vortex (Boeco Germany), pengaduk magnet (Bel-Art Products), transduser isometrik (MLT0201, Panlab, ADInstruments, Spain), komputer (Dell), empat set organ bath volume 50,0 ml (ML0146/50, Panlab, ADInstruments, Spain), pipet volume mikro (Socorex, Switzerland), heating and magnetic stirrer (Velp Scientifica, Europe), termostat (ML0146/50, Panlab, ADInstruments, Spain), PowerLab 15T (serial T15-0676, ADInstruments, Australia), Quad Bridge Amplifier (serial 224-0448, ADInstruments, Australia).


(35)

18

3.1.2 Bahan penelitian

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L), bahan kimia yang digunakan adalah larutan tirode, gas karbogen mengandung 95% oksigen dan 5% karbondioksida (Tri Gases, Medan, Indonesia), asetilkolin (Sigma, Switzerland), atropin sulfat (Sigma , USA), dimetil sulfoksida (DMSO) (Merck) dan akuades.

3.2 Hewan Percobaan

Hewan percobaan yang digunakan adalah marmut jantan (Cavia porcellus), berat badan antara 300-500 gram, usia 3-4 bulan dengan

kondisi sehat (Vogel, dkk., 2002) yang didapat dari Jl. Merak Jingga, Medan. Hewan ini diaklimatisasi selama seminggu dengan tujuan untuk menyeragamkan makanan dan hidupnya dengan kondisi yang serba sama sehingga dianggap memenuhi syarat untuk penelitian.

3.3 Pengumpulan dan Pengolahan Bahan Tumbuhan

Pengambilan dan pengolahan sampel telah dilakukan oleh Mutmainah (2014) dalam penelitian uji efek antidiare ekstrak ekstrak etanol daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) terhadap mencit jantan dengan metode transit intestinal. Pada penelitian ini digunakan tumbuhan yang sama sehingga pengambilan dan pengolahan sampel tidak dilakukan kembali. Pengambilan sampel dilakukan secara purposif (tanpa membandingkan tumbuhan yang sama dari daerah lain) yang diambil dari Jl. Kiwi Sei Sikambing B Kecamatan Medan


(36)

19

sunggal, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Daun yang diambil sebagai bahan tumbuhan yang digunakan adalah keseluruhan dari daun tumbuhan.

3.4 Tahapan Persiapan Percobaan 3.4.1 Pembuatan Larutan Tirode

Larutan buffer fisiologis yang digunakan adalah larutan tirode. Untuk membuat 1 liter larutan tirode ditimbang :

CaCl2 : 0,20 gram

MgCl2 : 0,10 gram

KCl : 0,20 gram NaCl : 8,00 gram NaH2PO4 : 0,05 gram

NaHCO3 : 1,00 gram

D-Glukosa : 1,00 gram

Bahan (NaCl, KCl, MgCl2, NaH2PO4, CaCl2) dilarutkan terpisah dengan

akuades sampai larut. NaHCO3 dan D-Glukosa ditambahkan terakhir setelah

semua bahan tercampur.

Setelah semua bahan tercampur, larutan di aerasi dengan karbogen (O2 95%, CO2 5%) agar tidak terjadi pengendapan garam kalsium yang ditandai

dengan kekeruhan. Selanjutnya larutan diatur pada pH 7,4. Larutan tirode dapat bertahan selama 24 jam (Tyrode, 1910).


(37)

20

3.4.2 Pembuatan larutan asetilkolin

Dalam penelitian ini, agonis kolinergik yaitu asetilkolin klorida digunakan sebagai penginduksi. Senyawa ini dapat menyebabkan kontraksi otot polos pada ileum. Dibuat larutan induk dengan cara melarutkan asetilkolin kedalam akuades sehingga didapat konsentrasi 2x10-1 M. Kemudian dibuat larutan yang lebih encer sampai kadar 2x10-6 M dengan faktor pengenceran 5 kali.

a. Pembuatan larutan baku asetilkolin klorida

Timbangan seksama asetilkolin klorida (BM 181,60 g/mol) seberat 181,60 mg kemudian dilarutkan dalam 5,0 ml akuades. Diperoleh larutan asetilkolin klorida 2x10-1 M.

b. Pembuatan seri konsentrasi asetilkolin klorida i. Asetilkolin klorida 2x10-2 M

Dipipet 500 µl larutan baku asetilkolin 2x10-1 M. Masukkan ke dalam tabung reaksi, tambahkan 4500 µl akuades. Vortex selama 3 menit.

ii. Asetilkolin klorida 2x10-3 M

Dipipet 500 µl larutan baku asetilkolin 2x10-2 M. Masukkan ke dalam tabung reaksi, tambahkan 4500 µl akuades. Vortex selama 3 menit.

iii. Asetilkolin klorida 2x10-4 M

Dipipet 500 µl larutan baku asetilkolin 2x10-3 M. Masukkan ke dalam tabung reaksi, tambahkan 4500 µl akuades. Vortex selama 3 menit.

iv. Asetilkolin klorida 2x10-5 M

Dipipet 500 µl larutan baku asetilkolin 2x10-4 M. Masukkan ke dalam tabung reaksi, tambahkan 4500 µl akuades. Vortex selama 3 menit.


(38)

21 v. Asetilkolin klorida 2 x 10-6 M

Dipipet 500 µl larutan baku asetilkolin 2x10-5 M. Masukkan ke dalam tabung reaksi, tambahkan 4500 µl akuades. Vortex selama 3 menit.

3.4.3 Pembuatan larutan ekstrak etanol daun belimbing wuluh

Sejumlah 800 mg ekstrak etanol daun belimbing wuluh (EEDBW) dilarutkan dengan 1 ml DMSO (Dimethil sulfoxida), kemudian dicukupkan dengan larutan tirode hingga 5 ml. Diperoleh konsentrasi ekstrak 160 mg/ml (larutan stock). DMSO merupakan pelarut yang inert, non-toksik, dan dapat melarutkan hampir seluruh senyawa dan merupakan pelarut yang semipolar, namun masih dapat bercampur dengan media tirode (Velasco, et al., 2003; Bertoluzza, et al,. 1979; Brown, et al., 1963). Batas penggunaan pelarut DMSO yang ditambahkan kedalam organ bath (40ml) adalah sebesar 400 µl atau 1% v/v (Husori, 2011).

3.4.4 Pembuatan larutan atropin sulfat

Dalam penelitian ini atropin sulfat digunakan sebagai antagonis kolinergik. Senyawa ini dapat menghambat kontraksi otot polos pada ileum. Dibuat larutan induk dengan cara melarutkan atropin sulfat kedalam akuades sehingga didapat konsentrasi 2x10-1 M. Kemudian dibuat larutan yang lebih encer sampai kadar 2x10-6 M dengan faktor pengenceran 5 kali.

a. Pembuatan larutan baku atropin sulfat

Timbang seksama atropin sulfat (BM 694,84 g/mol) seberat 694,84 mg kemudian dilarutkan dalam 5,0 ml akuades. Diperoleh larutan atropin sulfat 2x10-1 M.


(39)

22 b. Pembuatan seri konsentrasi atropin sulfat

i. Atropin sulfat 2x10-2 M

Dipipet 500 µl larutan baku atropin sulfat 2x10-1 M. Masukkan kedalam tabung reaksi, tambahkan 4500 µl akuades. Vortex selama 3 menit.

ii. Atropin sulfat 2x10-3 M

Dipipet 500 µl larutan baku atropin sulfat 2x10-2 M. Masukkan kedalam tabung reaksi, tambahkan 4500 µl akuades. Vortex selama 3 menit.

iii. Atropin sulfat 2x10-4 M

Dipipet 500 µl larutan baku atropin sulfat 2x10-3 M. Masukkan kedalam tabung reaksi, tambahkan 4500 µl akuades. Vortex selama 3 menit.

iv. Atropin sulfat 2x10-5 M

Dipipet 500 µl larutan baku atropin sulfat 2x10-4 M. Masukkan kedalam tabung reaksi, tambahkan 4500 µl akuades. Vortex selama 3 menit.

v. Atropin sulfat 2x10-6 M

Dipipet 500 µl larutan baku atropin sulfat 2x10-5 M. Masukkan kedalam tabung reaksi, tambahkan 4500 µl akuades. Vortex selama 3 menit.

3.5 Tahapan Pengujian 3.5.1 Preparasi organ

Marmut jantan ditimbang dan dikorbankan dengan cara dislokasi tulang belakang kepala (cervix). Dilakukan pembedahan pada bagian abdomen, kulit bagian abdomen dipotong dengan menggunakan gunting. Usus dibersihkan dari lapisan mesenteric yang melindunginya. Saat jaringan sudah rileks, dipotong segmen usus bagian bawah yang mendekati caecum sepanjang 2-3 cm. Dengan


(40)

23

menggunakan jarum kedua ujung potongan usus diikat dengan benang pada arah yang berlawanan. Benang bagian bawah usus diikatkan pada batang penahan jaringan dan benang bagian atas usus dihubungkan ke transduser daya. Jaringan usus halus dimasukkan ke dalam organ bath yang berisi larutan tirode, dengan suhu larutan dipertahankan 37°C sambil diaerasi dengan karbogen secara terus menerus. Jaringan yang telah terisolasi diinkubasi selama 30 menit dengan pergantian larutan tirode setiap 10 menit. Dibiarkan beberapa saat sampai kondisi ritmik yang optimal (Vogel, dkk., 2002).

3.5.2 Pengujian kontraksi seri konsentrasi asetilkolin terhadap otot polos ileum

Pengujian terhadap agonis muskarinik dilakukan untuk mengukur batas maksimum yang dapat ditunjukkan terhadap kontraksi ileum marmut, guna untuk mendapatkan konsentrasi submaksimum atau Effective Concentration (EC80) asetilkolin. Pengukuran dilakukan secara bertingkat dengan pemberian kumulatif asetilkolin sehingga diperoleh konsentrasi didalam organ bath 10-8 sampai 3x10-3 M lihat tabel 3.1. Ileum marmut yang telah diekuilibrasi selama 45 menit (dengan pergantian larutan tirode tiap 15 menit) diberikan larutan asetilkolin dengan konsentrasi di dalam organ bath 10-8 sampai 3x10-3 M (otot polos ileum marmut menunjukkan respons kontraksi maksimum).


(41)

24

Tabel 3.1 Pemberian asetilkolin secara kumulatif pada organ bath volume 40 ml.

Konsentrasi larutan baku Asetilkolin (M)

Volume yang ditambahkan ke dalam

organ bath (µl)

Konsentrasi Asetilkolin dalam organ bath (M)

2x10-6 200 1x10-8

2x10-6 400 3x10-8

2x10-5 140 1x10-7

2x10-5 400 3x10-7

2x10-4 140 1x10-6

2x10-4 400 3x10-6

2x10-3 140 1x10-5

2x10-3 400 3x10-5

2x10-2 140 1x10-4

2x10-2 400 3x10-4

2x10-1 140 1x10-3

2x10-1 400 3x10-3

3.5.3 Pengujian efek relaksasi ekstrak etanol daun belimbing wuluh pada kontraksi otot polos ileum melalui induksi asetilkolin

Ileum marmut dikondisikan dengan larutan tirode dalam organ bath yang terhubung pada transduser isometrik. Ileum dikontraksi dengan pemberian 622 µl larutan asetilkolin 2x10-3 M sehingga akan diperoleh konsentrasi submaksimum asetilkolin 2,91x10-5 M dalam organ bath. Setelah diperoleh kondisi kontraksi maksimum yang stabil kemudian dilakukan pemberian konsentrasi bertingkat ekstrak etanol daun belimbing wuluh lihat Tabel 3.2.


(42)

25

Tabel 3.2 Pemberian konsentrasi ekstrak etanol daun belimbing wuluh secara kumulatif pada organ bath volume 40 ml.

Konsentrasi larutan baku EEDBW (mg/ml)

Volume yang ditambahkan ke dalam

organ bath (µl)

Konsentrasi EEDBW dalam organ bath

(mg/ml)

160 125 0,5

160 125 1

160 125 1,5

160 125 2

160 125 2,5

160 125 3

160 125 3,5

160 125 4

Dari larutan stock dipipet berturut-turut EEDBW:

i. dimasukkan 125 µl EEDBW kedalam organ bath volume 40 ml sehingga konsentrasi ekstrak dalam organ bath didapat 0,5 mg/ml.

ii. tambahkan 125 µl EEDBW kedalam organ bath volume 40 ml sehingga konsentrasi ekstrak dalam organ bath didapat 1 mg/ml.

iii. tambahkan 125 µl EEDBW kedalam organ bath volume 40 ml sehingga konsentrasi ekstrak dalam organ bath didapat 1,5 mg/ml.

iv. tambahkan 125 µl EEDBW kedalam organ bath volume 40 ml sehingga konsentrasi ekstrak dalam organ bath didapat 2 mg/ml.

v. tambahkan 125 µl EEDBW kedalam organ bath volume 40 ml sehingga konsentrasi ekstrak dalam organ bath didapat 2,5 mg/ml.

vi. tambahkan 125 µl EEDBW kedalam organ bath volume 40 ml sehingga konsentrasi ekstrak dalam organ bath didapat 3 mg/ml.


(43)

26

vii. tambahkan 125 µl EEDBW kedalam organ bath volume 40 ml sehingga konsentrasi ekstrak dalam organ bath didapat 3,5 mg/ml.

viii.tambahkan 125 µl EEDBW kedalam organ bath volume 40 ml sehingga konsentrasi ekstrak dalam organ bath didapat 4 mg/ml.

3.5.4 Pengujian efek relaksasi atropin sulfat pada kontraksi otot polos ileum melalui induksi asetilkolin

Ileum marmut dikondisikan dengan larutan tirode dalam organ bath yang terhubung pada tranduser isometrik. Ileum dikontraksi dengan pemberian 622 µl larutan asetilkolin 2x10-3 M sehingga akan diperoleh konsentrasi sub maksimum asetilkolin 2,91x10-5 M dalam organ bath. Setelah diperoleh kondisi kontraksi maksimum yang stabil kemudian dilakukan pemberian konsentrasi bertingkat atropin sulfat lihat Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Pemberian konsentrasi atropin sulfat secara kumulatif pada organ bath volume 40 ml.

Konsentrasi larutan baku Atropin sulfat

Volume yang ditambahkan ke dalam

organ bath (µl)

Konsentrasi Atropin sulfat dalam organ bath

(M)

2x10-6 200 1x10-8

2x10-6 400 3x10-8

2x10-5 140 1x10-7

2x10-5 400 3x10-7

2x10-4 140 1x10-6

2x10-4 400 3x10-6

2x10-3 140 1x10-5


(44)

27

3.5.5 Pengujian mekanisme aksi terhadap efek relaksasi ekstrak etanol daun belimbing wuluh pada otot polos ileum melalui penghambatan reseptor muskarinik

Ileum marmut dikondisikan dengan larutan tirode dalam organ bath yang terhubung pada tranduser isometrik. Pengujian mekanisme aksi melalui penghambatan reseptor muskarinik dilakukan dengan membandingkan pola kontraksi asetilkolin yang telah diinkubasi EEDBW dengan pola kontraksi asetilkolin tanpa inkubasi dan asetilkolin yang diinkubasi atropin sulfat.

3.6 Data dan Analisa Data 3.6.1 Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data kontraksi atau relaksasi otot polos ileum pada komputer (program komputer: LabChart® 7.0.2). Data yang diperoleh dalam persentase (%) respon terhadap respon maksimum yang dicapai. Selanjutnya, dibuat grafik hubungan antara konsentrasi terhadap % respon.

3.6.2 Analisis data

Nilai EC80 (konsentrasi agonis yang dapat menghasilkan respon sebesar 80% dari respon maksimum) agonis reseptor, dihitung berdasarkan grafik hubungan konsentrasi terhadap % respon. EC80 dihitung berdasarkan persamaan dibawah ini :

LogEC80 =[

80−�1


(45)

28 Keterangan :

X1 : Log. Konsentrasi dengan respon tepat di bawah 80% X2 : Log. Konsentrasi dengan respon tepat di atas 80% Y1 : %respon tepat di bawah 80%

Y2 : %respon tepat di atas 80%

Selanjutnya, data disajikan dalam bentuk tabel dan nilai rata-rata ± SEM (Standar Error mean) (Husori, 2011). Data %relaksasi dianalisis secara statistik dengan menggunakan SPSS.


(46)

29

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pemeriksaan Bahan Tumbuhan 4.1.1 Identifikasi bahan tumbuhan

Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan oleh (Mutmainah, 2014)

menunjukkan bahwa bahan uji adalah daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) suku Oxalidaceae. Hasil identifikasi dapat dilihat pada

Lampiran 1, halaman 44.

4.1.2 Karakterisasi simplisia

Karakterisasi simplisia telah dilakukan oleh Mutmainah tahun 2014, hasil karakterisasi serbuk simplisia daun belimbing wuluh memenuhi persyaratan menurut Materia Medika Indonesia Edisi V tahun 1989 dapat dilihat pada Lampiran 6 halaman 49.

4.1.3 Skrining fitokimia simplisia

Skrining fitokimia simplisia telah dilakukan oleh Mutmainah tahun 2014, Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia daun belimbing wuluh dapat dilihat pada Lampiran 7 halaman 49.

4.2 Hasil Pengujian Kontraksi Seri Konsentrasi Asetilkolin Terhadap Otot Polos Ileum.

Kontraksi yang dipicu oleh asetilkolin dapat diamati melalui pengamatan terhadap perubahan %respons kontraksi otot polos ileum terisolasi terhadap penambahan seri konsentrasi asetilkolin (10-8 - 3x10-3 M) pada organ ileum Lampiran 20 halaman 71. Persentase kontraksi maksimal otot polos ileum diperoleh pada konsentrasi asetilkolin 3x10-3 M dan konsentrasi submaksimal


(47)

30

pada konsentrasi asetilkolin 2,91x10-5 M Lampiran 8 halaman 50. Pemberian secara bertingkat seri konsentrasi asetilkolin menghasilkan terjadinya kontraksi bertingkat otot polos ileum marmut terisolasi. Pengujian kontraksi bertingkat dengan asetilkolin dilakukan untuk mendapatkan konsentrasi submaksimal atau Effective Concentration (EC80) asetilkolin yang selanjutnya akan digunakan untuk

pengujian efek relaksasi ekstrak etanol daun belimbing wuluh.

Gambar 4.1 Grafik %konsentrasi otot polos organ ileum terisolasi yang dikontraksi dengan pemberian seri konsentrasi asetilkolin (-8,0=10-8; -7,5=3x10-8; -7,0=10-7; -6,5=3x10-7; -6,0=10-6; -5,5=3x10-6; -5,0=10-5; -4,5=3x10-5; -4,0=10-4; -3,5=3x10-4; -3,0=10-3; -2,5=3x10-3 M). Data yang disajikan adalah nilai rata-rata ± SEM, n=3.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110

-8,0 -7,5 -7,0 -6,5 -6,0 -5,5 -5,0 -4,5 -4,0 -3,5 -3,0 -2,5

% K ont ra ks i

Log konsentrasi (M) ACh


(48)

31

Asetilkolin merupakan agonis kolinergik yang berarti obat yang memacu atau meningkatkan aktivitas syaraf kolinergik. Asetilkolin akan berinteraksi dengan reseptor muskarinik pada sel organ efektor syaraf kolinergik misalnya sel perietal lambung, otot jantung, dan otot polos saluran pencernaan. Pada ileum, asetilkolin akan berinteraksi dengan reseptor M3 dan M1 yang akan menimbulkan peningkatan motilitas otot polos (Nugroho, 2012). Teori tersebut sesuai dengan hasil yang didapat pada Gambar 4.1 bahwa pemberian seri konsentrasi asetilkolin (10-8 - 3x10-3M) meningkatkan kontraksi pada otot polos ileum marmut.

4.3 Hasil Pengujian Efek Relaksasi Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh (EEDBW) Pada Kontraksi Otot Polos Ileum Melalui Induksi Asetilkolin

Pengujian efek relaksasi EEDBW terhadap otot polos ileum terisolasi dilakukan dengan cara mengkontraksi otot polos ileum dengan asetilkolin 2,91x10-5 M, dilanjutkan dengan pemberian seri konsentrasi ekstrak 0,5 - 4 mg/ml. Efek relaksasi ekstrak diamati melalui pengamatan terhadap perubahan % efek relaksasi ekstrak pada organ ileum


(49)

32

Gambar 4.2 Grafik %relaksasi setelah pemberian seri konsentrasi ekstrak etanol daun belimbing wuluh (EEDBW) pada otot polos ileum terisolasi yang dikontraksi dengan asetilkolin 2,91x10-5 M. Data yang disajikan adalah nilai rata-rata ± SEM, n=6.

Berdasarkan Gambar 4.2 pemberian EEDBW dengan seri konsentrasi pada otot polos yang sebelumnya diinduksi dengan asetilkolin menunjukkan penurunan kontraksi dengan adanya korelasi positif antara penurunan kontraksi oleh EEDBW terhadap efek kontraksi ileum (r = 0,982) hal ini menyatakan bahwa sebanyak 98,2% peningkatan persentase efek relaksasi dipengaruhi oleh peningkatan konsentrasi ekstrak. Berdasarkan hal tersebut maka persentase efek relaksasi ekstrak pada otot polos ileum meningkat sejalan dengan peningkatan konsentrasi EEDBW. 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4

R el aks as i ( % )

Dosis Ekstrak (mg/ml) Ach+EEDBW


(50)

33

4.4 Hasil Pengujian Efek Relaksasi Atropin Sulfat pada Kontraksi Otot Polos Ileum Melalui Induksi Asetilkolin

Pengujian efek relaksasi atropin sulfat terhadap otot polos ileum terisolasi

dilakukan dengan cara mengkontraksi otot polos ileum dengan asetilkolin 2,91x10-5 M, dilanjutkan dengan pemberian seri konsentrasi atropin sulfat 10-8 – 3x10-5 M.

Gambar 4.3 Grafik %relaksasi setelah pemberian seri konsentrasi atropin sulfat (1=10-8; 2=3x10-8; 3=10-7; 4=3x10-7; 5=10-6; 6=3x10-6; 7=10-5; 8=3x10-5 M) pada otot polos ileum terisolasi yang dikontraksi dengan asetilkolin 2,91x10-5 M. Data yang disajikan adalah nilai rata-rata ± SEM, n=6.

Efek relaksasi atropin sulfat diamati melalui pengamatan terhadap perubahan % efek relaksasi pada pemberian seri konsentrasi atropin sulfat 10-8 – 3x10-5 M pada organ ileum. Pada Gambar 4.3 pemberian seri konsentrasi atropin sulfat menghasilkan efek relaksasi terhadap kontraksi yang di induksi oleh asetilkolin 2,91x10-5 M. Persentase efek relaksasi atropin sulfat pada otot polos ileum meningkat sejalan dengan peningkatan konsentrasi.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130

0 1 2 3 4 5 6 7 8

% R el aks as i

Konsentrasi atropin (M)


(51)

34

4.5 Perbandingan %Relaksasi Atropin Sulfat dan EEDBW pada Kontraksi Otot Polos Ileum Melalui Induksi Asetilkolin

Perbandingan efek relaksasi antara tropin sulfat pada konsentrasi 3x10-7 M (118,6829±6,1474) dengan EEDBW pada pemberian ekstrak 4mg/ml (107,2721±3,8737) terhadap kontraksi ileum yang diinduksi dengan setilkolin menunjukkan bahwa perbedaan persentase relaksasi antara keduanya tidak berbeda signifikan (p > 0,05). Pada Gambar 4.4 diindikasikan bahwa EEDBW konsentrasi 4mg/ml memiliki kemampuan yang tidak jauh berbeda dengan atropin sulfat konsentrasi 3x10-7 M dalam menurunkan kontraksi yang diinduksi dengan asetilkolin 2,91x10-5 M.

Gambar 4.4 Nilai %relaksasi pemberian ekstrak etanol daun belimbing wuluh konsentrasi 4mg/ml dan atropin sulfat 3x10-7 M setelah dikontraksi dengan asetilkolin 2,91x10-5 M. Data yang disajikan adalah nilai rata-rata ± SEM, n=6.

0 20 40 60 80 100 120 140

ekstrak 4mg/ml Atropin sulfat 3x10-7 %relaksasi


(52)

35

Gambar 4.5 Grafik %relaksasi setelah pemberian seri konsentrasi (A) ekstrak etanol daun belimbing wuluh (1=0,5; 2=1; 3=1,5; 4=2; 5=2,5; 6=3; 7=3,5; 8=4 mg/ml) dan (B) atropin sulfat (1=10-8; 2=3x10-8; 3=10-7; 4=3x10-7; 5=10-6; 6=3x10-6; 7=10-5; 8=3x10-5) pada otot

polos ileum terisolasi yang dikontraksi dengan asetilkolin 2,91x10-5 M. Data yang disajikan adalah nilai rata-rata ± SEM,

n=6.

Dari Gambar 4.5 menunjukkan persentase efek relaksasi pemberian seri konsentrasi atropin sulfat terhadap kontraksi yang diinduksi oleh asetilkolin 2,91x10-5 M pada otot polos ileum marmut meningkat sejalan dengan peningkatan konsentrasi. EEDBW juga memiliki pola efek relaksasi yang sama dengan atropin sulfat, namun persentase efek relaksasi yang dicapai EEDBW lebih rendah dibandingkan dengan atropin sulfat.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4

% R el aks as i

Konsentrasi atropin (M) Ach+EEDBW

Ach+Atropin

A B


(53)

36

4.6 Hasil Pengujian Mekanisme Aksi Terhadap Efek Relaksasi Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh (EEDBW) Pada Otot Polos Ileum Melalui Penghambatan Reseptor Muskarinik

Pengujian mekanisme aksi melalui penghambatan reseptor muskarinik dilakukan dengan membandingkan kekuatan kontraksi asetilkolin (2,91x10-5 M) yang telah diinkubasi EEDBW konsentrasi 3M Lampiran 23 halaman 72 dengan kekuatan kontraksi asetilkolin (2,91x10-5 M) tanpa inkubasi Lampiran 25 halaman 73 dan kekuatan kontraksi asetilkolin yang diinduksi dengan atropin sulfat (3x10-7 M) Lampiran 24 halaman 73.

Gambar 4.6 Nilai kekuatan kontraksi (cm) pemberian asetilkolin 2,91x10-5 M, induksi ekstrak etanol daun belimbing wuluh konsentrasi 3M dan induksi atropin sulfat 3x10-7M setelah dikontraksi dengan asetilkolin 2,91x10-5M. Data yang disajikan adalah nilai rata-rata ± SEM, n=6.

Asetilkolin adalah neurotransmitter yang memperantarai penghantaran sinaptik antara saraf preganglion dan postganglion pada sistem saraf parasimpatik (Nugroho, 2012). Efek dari peningkatan jumlah asetilkolin pada reseptor gastrointestinal yaitu stimulasi muskarinik yang meningkatkan aktivitas peristaltik

0 1 2 3

Asetilkolin 2,91x10-7 EEDBW 3M+Ach Atropin sulfat 3x10-7+Ach

Kekuatan Kontraksi (cm)


(54)

37

saluran cerna (esofagus, lambung dan usus) dan juga sekresi kelenjar (kelenjar ludah, dll) (Erwin dan Kusuma, 2012).

Atropin sulfat merupakan antagonis muskarinik yang berarti obat yang menghambat secara kompetitif reseptor muskarinik. Efek dari obat antagonis muskarinik adalah berlawanan dengan efek agonis muskarinik. Pada ileum, efek

antagonis muskarinik adalah penurunan motilitas pada otot polos (Nugroho, 2012).

Efek kontraksi asetilkolin yang diinkubasi dengan ekstrak etanol daun belimbing wuluh dibandingkan dengan asetilkolin tanpa inkubasi menunjukkan hasil statistik yang berbeda signifikan (p < 0,05). Hasil statistik dari perbandingan kontraksi asetilkolin (2,91x10-5 M) yang diinkubasi EEDBW konsentrasi 3M dengan asetilkolin (2,91x10-5 M) yang diinkubasi atropin sulfat (3x10-7 M) juga menunjukkan hasil yang berbeda signifikan (p < 0,05). Namun dari data descriptive yang dapat kita lihat pada Gambar 4.6 bahwa EEDBW dan atropin sulfat sama-sama memiliki efek relaksasi terhadap kontraksi yang disebabkan oleh asetilkolin. Kekuatan kontraksi yang diinkubasi dengan atropin sulfat lebih kecil dikarenakan atropin sulfat yang digunakan adalah senyawa murni, sedangkan pada ekstrak etanol daun belimbing wuluh bukan merupakan senyawa murni melainkan berupa senyawa kimia tumbuhan yang didalamnya masih terdapat beberapa senyawa kimia tumbuhan lainnya.

Dari data statistik dapat diindikasikan bahwa EEDBW merelaksasi otot polos dengan cara menghambat reseptor muskarinik, hal ini dapat dibuktikan dengan melihat perbandingan hasil statistik dari asetilkolin tanpa inkubasi dan asetilkolin yang diinkubasi EEDBW yang menunjukkan hasil kontraksi yang


(55)

38

berbeda signifikan antara keduanya (p < 0,05). EEDBW menghambat kenaikan kontraksi oleh asetilkolin dimana telah diuraikan diatas bahwa asetilkolin bekerja menstimulasi reseptor muskarinik yang meningkatkan gerakan peristaltik otot polos. Kenaikan kontraksi oleh asetilkolin menurun karena reseptor muskarinik sebagian besar sudah dihambat oleh EEDBW sehingga reseptor muskarinik tidak semuanya berinteraksi dengan asetilkolin untuk menghasilkan kontraksi.

Usus halus dapat bergerak karena adanya aktivitas otot usus halus, sehingga mengakibatkan terjadinya gerakan peristaltik (Thomas, 2003). Peristaltik berfungsi untuk menggerakkan kimus sepanjang usus dan meningkatkan pergeseran kimus dengan permukaan mukosa usus, sehingga kimus dapat dicerna dan nutrien dapat diabsorbsi (Cunningham, 2002). Gerakan peristaltik usus halus

dapat meningkat oleh pengaruh virus, bakteri, parasit dan toksin (Berkes, dkk., 2003).

Sifat relaksasi yang dimiliki oleh ekstrak etanol daun belimbing wuluh dikarenakan adanya senyawa tanin dan flavonoid. Sifat adstringens tanin akan membuat usus halus lebih tahan (resisten) terhadap rangsangan senyawa kimia yang mengakibatkan diare, toksin bakteri dan induksi diare oleh castor oil (Kumar, 1983). Flavonoid menghambat pelepasan asetilkolin di saluran cerna (Lutterodt, 1989). Penghambatan pelepasan asetilkolin menyebabkan berkurangnya aktivitas reseptor muskarinik yang memperantarai terjadinya kontraksi otot polos (Ikawati, 2008).


(56)

39

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian efek relaksasi ekstrak etanol daun belimbing wuluh

(Averrhoa bilimbi L) terhadap kontraksi otot polos ileum marmut (Cavia Porcellus) terisolasi secara in vitro, maka dapat disimpulkan :

a. ekstrak etanol daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) memiliki efek relaksasi terhadap kontraksi otot polos ileum marmut terisolasi yang diinduksi oleh asetilkolin.

b. ekstrak etanol daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) konsentrasi 4mg/ml memiliki kemampuan yang tidak jauh berbeda dengan atropin sulfat 3x10-7 M dalam menurunkan kontraksi otot polos ileum marmut terisolasi yang diinduksi oleh asetilkolin 2,91x10-5 M (p > 0,05).

c. Kekuatan kontraksi asetilkolin 2,91x10-5 M tanpa induksi yang dibandingkan dengan asetilkolin 2,91x10-5 M dengan induksi EEDBW 3M menunjukkan hasil statistik yang berbeda signifikan (p < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa EEDBW bekerja dengan menghambat reseptor muskarinik.


(57)

40

5.2 Saran

Dari penelitian yang telah dilakukan maka disarankan untuk melakukan :

a. pengujian efek relaksasi ekstrak dari berbagai fraksi.

b. pengujian lebih lanjut tentang mekanisme efek ekstrak dalam merelaksasikan otot polos ileum marmut terisolasi.


(58)

41

DAFTAR PUSTAKA

Badan POM. (2013). Dokumentasi Ramuan Etnomedisin Obat Asli Indonesia. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Hal. 13, 21, 29, 39.

Berkes, J., Viswanathan, V. K., Savkovic, S. D., dan Hecht, G. (2003) Intestinal epithelial response to enteric pathogens: Effects on the tight junction barrier, ion transport, and inflammation. J. Gut. 52(3): 439-451.

Cunningham, J.G. (2002) Textbook of veterinary physiology. 3rd Ed. W. B. Saunders Company, Philadelphia, London, Toronto. Hal.256-259.

Dalimarta, S. (2008). Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 5. Jakarta: Pustaka Bunda. Hal. 6-10.

Dewi, E., Sari, W., dan Khairil. (2014). Analisis Potensi Antibakteri Teh Rosella Terhadap Histologi Usus Halus Mencit Akibat Paparan Enteropathogenic Escherichia coli (EPEC). Sains Riset 4(1): 1-9.

Erwin, I., dan Kusuma D.I. (2012). Inhibitor Asetilkolinesterase untuk Menghilangkan Efek Relaksan Otot Non-depolarisasi. CDK. 39(5). 333-339.

Fawcett, D.W. (2002). A textbook of Histology. Jakarta : EGC. Hal. 233-234. Ganong, W. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. Hal. 509,

526-528.

Harahap, U., Marianne., Yuliasmi, S., Husori, D.I., dan Ernawati. (2015). Sistem Saraf Perifer dan Kontribusi Bahan Alam Untuk Memahami Fungsi dan Mekanismenya. Medan : USU Press. Hal.101-110.

Hayati, E.K., Jannah, A., dan Fasya A.G. (2009). Aktivitas Antibakteri Komponen

Tanin Ekstrak Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa Cilimbi L.) Sebagai

Pengawet Alami. Jakarta, Laporan Penelitian Kuantitatif Depag.

Hayati, E.K., Fasyah, S., dan Lailis. (2010). Fraksinasi dan Identifikasi Senyawa Tanin Pada Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi L.). Jurnal Kimia 4(2): 193-200.

Herman, R.B. (2004). Fisiologi Pencernaan. Padang: Andalas University Press. Husori, D.I. (2011). Peranan Epitelial Terhadap Efek Relaksasi Senyawa Marmin

dari Aegle marmelos Correa pada Otot Polos Trakea Marmut Terisolasi. Tesis. Yogyakarta: Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada.


(59)

42

Ikawati, Z. (2008). Pengantar Farmakologi Molekuler. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Hal. 50, 78-81.

Irianto, K. (2004). Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia untuk Paramedis. Bandung: Yrama Widya. Hal. 66-67,187.

Karon, B., Ibrahim, M., Mahmood, A., dan Huq, M. (2011). Preliminary Antimicrobial, Cytotoxic and Chemical Investigation Averrhoa bilimbi Linn and Zyzyphus mauritiana Lam. Bangladesh Pharmaceutical Journal. 14 (2) : 5.

Katzung, B.G. (2001). Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta : Salemba Medika. Hal. 160-166.

Kumar, R. ( 2013). A Review On Phytochemical Constituents And Biological Assays Of Averrhoa Bilimbi. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Science Research, ISSN. 3(4): 136-139.

Kumar, R. (1983). Chemical and Biochemical Nature of Fodder Tree Tannins. Journal of Agricultural and food chemistry. 31(6): 1364- 1366.

Lutterodt, G.D. (1989). Inhibition of Gastrointestinal Release of Acetylcholine by Quercetin as a Possible Mode of Action of Psidium guajara leaf Extracts in the Treatment of Acute Diarrhoea Disease. Journal Ethnopharmacology. 25(3): 235-247.

Mukhlison, W. (2010). Pengaruh Ekstrak Tunggal Dan Gabungan Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Terhadap Efektivitas Antibakteri Secara In vitro. Skripsi. Malang : Universitas Islam Negeri.

Mutmainah, S. (2014). Uji Efek Antidiare Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Terhadap Mencit Jantan Dengan Metode Transit Intestinal. Skripsi. Medan : Universitas Sumatera Utara.

Nugroho, A.E. (2012). Farmakologi Obat-Obat Penting dalam Pembelajaran Ilmu Farmasi dan Dunia Kesehatan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Hal. 16, 22-23, 183.

Purwaningsih, E. (2007). Multiguna Belimbing Wuluh. Jakarta: Ganeca Exact. Hal. 2.

Rahardjo, R. (2009). Kumpulan Kuliah Farmakologi. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 52-53.

Setiadi, (2007). Anatomi dan Fisiologi Manusia Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal. 75, 86-87.


(60)

43

Sundari, D., Nugroho, Y,A., dan Nuratmi, B. (2005). Uji Khasiat Antidiare Ekstrak Daun Sendok (Plantago Major Linn.) Pada ikus Putih. Jakarta : Media Litbang Kesehatan. 15(3): 19-23.

Thomas, A. (2006) Gut motility, sphincters and reflex control. J. Anes Intens Care Med. 7(2): 57-58

Tjay, H.T., dan Rahardja, K. (2002). Obat-Obat Penting, Khasiat, Penggunaan dan Efek Sampingnya, Edisi ke IV. Jakarta : Elex Media Computindo. Hal. 288- 289, 296-297.

Tjay, H.T., dan Rahardja, K. (2007). Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya. Edisi ke VI. Jakarta: Elex Media Komputindo. Hal. 288-297.

Tyrode, M.V. (1910). The Mode of Action of Some Purgative Salts. Arch. Intern. Pharmacodyn. 17, 205-209.

Vogel, H.G., Bernward, A.S., Jurgen, S., Gunter, M., dan Wolfgang, F.V. (2002).

Drug Discovery and Evaluation: Pharmacological Assays, Spinger-Verlag, Berlin Heidelberg, Germany.

Zunilda, D.S. (2007). Farmakologi dan Terapi. Edisi V. Jakarta : FKUI. Hal. 56-57.


(61)

44

LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan.


(62)

45


(63)

46

Lampiran 3. Gambar tumbuhan belimbing wuluh dan daun belimbing wuluh

Tumbuhan BelimbingWuluh (Averrhoa bilimbi L.)


(64)

47

Lampiran 4. Bagan kerja pengukuran kontraksi ileum marmut terisolasi

Pengujian kontraksi seri konsentrasi Asetilkolin terhadap otot polos ileum Pengujian efek relaksasi ekstrak etanol daun belimbing wuluh pada kontraksi otot polos ileum melalui induksi Asetilkolin Pengujian efek relaksasi Atropin Sulfat pada kontraksi otot polos ileum

melalui induksi Asetilkolin Pengujian mekanisme aksi terhadap efek relaksasi ekstrak etanol daun belimbing wuluh

pada otot polos ileum marmut

melalui penghambatan reseptor muskarinik Marmut

dislokasi tulang belakang kepala Preparasi organ

Ekuilibrasi selama 45 menit (diganti larutan tirode setiap 15 menit)

Tahapan pengujian


(65)

48

Lampiran 5. Hasil pemeriksaan mikroskopik

(Mutmainah, 2014).

Mikroskopik serbuk daun belimbing wuluh perbesaran 10 x 40 Keterangan :

1 = Stomata tipe anisositik 2 = Fragmen pembuluh kayu 3 = Rambut penutup

4 = Hablur kalsium oksalat bentuk prisma

1

4 2


(66)

49

Lampiran 6. Hasil karakterisasi simplisia daun belimbing wuluh

Karakterisasi Simplisia Hasil (%) Persyaratan menurut MMI edisi V 1989 (%)

Kadar air 4,90 < 10

Kadar sari larut air 19,78 >18 Kadar sari larut etanol 20,13 >11

Kadar abu total 4,04 <7,5

Kadar abu tidak larut asam 0,90 < 1 (Mutmainah, 2014).

Lampiran 7. Hasil skrining fitokimia simplisia daun belimbing wuluh

No Pemeriksaan Serbuk simplisia

1 Steroid/Triterpenoid +

2 Alkaloid -

3 Glikosida +

4 Flavonoid +

5 Saponin +

6 Tanin +

Keterangan: (+) : Positif (-) : Negatif


(67)

50

Lampiran 8. Data pengujian kontraksi seri konsentrasi asetilkolin terhadap otot polos ileum 1.Tabel data pengujian kontraksi seri konsentrasi asetilkolin terhadap otot polos ileum

Konsentrasi Asetilkolin (M) % Kontraksi Ileum * Rerata SEM

1 2 3

1x10-8 3,6364 8,3333 3,9216 5,2030 1,5737

3x10-8 6,1818 12,5000 5,8824 8,1881 2,1577

1x10-7 7,2727 12,5000 7,8431 9,2053 1,6555

3x10-7 10,9091 20,8333 11,7647 14,5024 3,1750

1x10-6 18,1818 41,6667 15,6863 25,1783 8,2756

3x10-6 29,0909 54,1667 19,6078 34,2885 10,3092

1x10-5 32,7273 75,0000 54,9020 54,1098 12,2079

3x10-5 76,3636 87,5000 86,2745 83,3794 3,5256

1x10-4 87,2727 93,7500 94,1176 91,7134 2,2229

3x10-4 92,7273 95,8333 96,0784 94,8797 1,0785

1x10-3 94,5455 95,8333 98,0392 96,1393 1,0200

3x10-3 100,0000 100,0000 100,0000 100,0000 100,0000

Keterangan :

* = %relaksasi dihitung dari titik kontraksi maksimal yang dicapai oleh pemberian asetilkolin


(68)

51

Lampiran 8. (Lanjutan) 2. Hitungan EC80 asetilkolin

�����80 =�

80− �1

�2−�1

× (�2− �1)�+�1

Keterangan:

X1 : Log. konsentrasi dengan respons tepat di bawah 80%

X2 : Log. konsentrasi dengan respons tepat di atas 80%

Y1 : %respons tepat di bawah 80%

Y2 : %respons tepat di atas 80%

�.�����80 =�

80−76,3636

87,2727−76,3636×�−4−(−4,5)��+ (−4,5)

�����80 = −4,3333

EC80 = 4,64 x 10-5 M

�.�����80 = �

80−75,0000

87,5000−75,0000×�−4,5−(−5)��+ (−5, )

�����80 = −4,8

EC80 = 1,58 x 10-5 M

�.�����80 = �

80−54,9020

86,2745−54,9020×�−4,5−(−5)��+ (−5)

�����80 = −4,6

EC80 = 2,51 x 10-5 M

Rerata EC80 asetilkolin = 4,64x10-5 + 1,58x10-5 + 2,51x10-5 3


(69)

52

Lampiran 9. Data efek relaksasi ekstrak etanol daun belimbing wuluh pada kontraksi ileum melalui induksi asetilkolin 2,91x10-5 M 1. Tabel data pengujian kontraksi seri konsentrasi ekstrak eanol daun belimbing wuluh terhadap otot polos ileum

Dosis Ekstrak (mg/ml)

% Relaksasi Ileum *

Rerata SEM

1 2 3 4 5 6

0,5 14,2857 13,3333 15,6250 16,6667 10,5263 13,1579 13,9325 0,8761 1,0 38,0952 40,0000 34,3750 43,3333 26,3158 47,3684 38,2480 2,9973 1,5 57,1429 46,6667 53,1250 56,6667 63,1579 60,5263 56,2143 2,3705 2,0 71,4286 60,0000 62,5000 70,0000 84,2105 76,3158 70,7425 3,6369 2,5 80,9524 73,3333 71,9750 90,0000 105,2632 81,5789 83,8338 5,0461 3,0 90,4762 86,6667 75,0000 93,3333 107,8947 107,8947 93,5443 5,2042 3,5 100,0000 100,0000 84,3750 106,6667 110,5263 113,1579 102,4543 4,2284 4,0 104,7619 106,6667 90,6250 110,0000 113,1579 118,4211 107,2721 3,8737

Keterangan :

* = %relaksasi dihitung dari titik kontraksi maksimal yang dicapai oleh pemberian asetilkolin 2,91x10-5 M Media = Larutan tirode


(70)

53

Lampiran 9. (Lanjutan)

2. Hitungan EC80 ekstrak etanol daun belimbing wuluh

�����80 =�

80− �1

�2−�1

× (�2− �1)�+�1

Keterangan:

X1 : Log. konsentrasi dengan respons tepat di bawah 80%

X2 : Log. konsentrasi dengan respons tepat di atas 80%

Y1 : %respons tepat di bawah 80%

Y2 : %respons tepat di atas 80%

�.�����80 =�

80−75

84,3750−75× (0,6020−0,5440)�+ 0,5440

�����80 = 0,5749

EC80 = 3,7575 M

�.�����80 = � 80−73,3333

86,6667−73,3333× (−0,4771−(−0,3979)�+ (−0,3979)

�����80 = 0,4375

EC80 = 2,7384 M

�.�����80 = � 80−71,4286

80,9524−71,4286× (0,3979−0,3010)�+ 0,3010

�����80 = 0,3882

EC80 = 2,4446 M

Rerata EC80 EEDBW =

3,7575 +2,7384 + 2,4446 3


(71)

54

Lampiran 10. Data efek relaksasi atropin sulfat pada kontraksi ileum melalui induksi asetilkolin 2,91x10-5 M. 1.Tabel data pengujian relaksasi seri konsentrasi atropin sulfat terhadap otot polos ileum

Konsentrasi Atropin Sulfat (M)

% Relaksasi Ileum *

Rerata SEM

1 2 3 4 5 6

1x10-8 6,4516 5,2632 9,5238 5,9524 12,9032 10,0000 8,3490 1,2071 3x10-8 9,6774 10,5263 23,8095 7,1429 25,8065 25,0000 16,9938 3,5619 1x10-7 64,5161 57,8947 71,4286 50,0000 119,3548 120,0000 80,5324 12,7135 3x10-7 103,2258 121,0526 114,2857 105,9524 122,5806 145,0000 118,6829 6,1474 1x10-6 109,6777 121,0526 119,0476 114,2857 129,0323 145,0000 123,0160 5,1421 3x10-6 109,6774 126,3158 119,0476 114,2857 135,4839 150,0000 125,8017 6,1041 1x10-5 112,9032 126,3158 119,0476 114,2857 135,4839 150,0000 126,3394 5,8379 3x10-5 112,9032 126,3158 123,8095 114,2857 135,4839 150,0000 127,1330 5,6918 Keterangan :

* = %relaksasi dihitung dari titik kontraksi maksimal yang dicapai oleh pemberian asetilkolin 2,91x10-5 M Media = Larutan tirode


(72)

55

Lampiran 10. (Lanjutan) 2.Hitungan EC80atropin

�����80 =�

80− �1

�2−�1

× (�2− �1)�+�1

Keterangan:

X1 : Log. konsentrasi dengan respons tepat di bawah 80%

X2 : Log. konsentrasi dengan respons tepat di atas 80%

Y1 : %respons tepat di bawah 80%

Y2 : %respons tepat di atas 80%

�.�����80 =�

80−64,5161

103,2258−64,5161×�−7−(−6,5)��+ (−6,5)

�����80 = −6,7

EC80 = 1,99 x 10-7 M

�.�����80 = �

80−57,8947

121,0526−57,8947× (−7— 6,5)�+ (−6,5)

�����80 = −6,67

EC80 = 2,11 x 10-7 M

�.�����80 = � 80−71,4286

114,2857−71,4286× (−7— 6,5)�+ (−6,5)

�����80 = −6,59

EC80 = 2,51 x 10-7 M

Rerata EC80 atropin =1,99x10-7 + 2,11x10-7 + 2,51x10-7 3


(73)

56

Lampiran 11. Data hasil uji kontraksi asetilkolin 2,91x10-5 M. Tabel data pengujian kontraksi terhadap otot polos ileum

Marmut Respon Kontraksi (cm)

1 3,0000

2 2,5000

3 2,6000

4 3,0000

5 2,6000

6 2,7000

Rerata 2,7333

SEM 0,0881

Lampiran 12. Data hasil uji kontraksi asetilkolin 2,91 x 10-5 M yang diinduksi EEDBW konsentrasi 3M

Tabel data pengujian kontraksi terhadap otot polos ileum marmut yang diinduksi dengan EEDBW.

Marmut Respon Kontraksi (cm)

1 0,6000

2 0,5000

3 0,6000

4 0,5000

5 0,4000

6 0,5000

Rerata 0,5167


(74)

57

Lampiran 13. Data hasil uji kontraksi asetilkolin 2,91 x 10-5 M yang diinduksi atropin sulfat konsentrasi 3x10-7 M

Tabel data pengujian kontraksi terhadap otot polos ileum marmut yang diinduksi dengan atropin.

Marmut Respon Kontraksi (cm)

1 0,1000

2 0,2000

3 0,0000

4 0,1000

5 0,1000

6 0,0000

Rerata 0,0833


(75)

58

Lampiran 14. Hasil uji korelasi efek relaksasi ekstrak etanol daun belimbing wuluh pada kontraksi ileum melalui induksi asetilkolin 2,91x10-5M.

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N

Dosis 4,50 2,449 8

%Relaksasi 68,734075 31,9493459 8

Correlations

dosis persenrelaksasi

Dosis Pearson Correlation 1 ,982**

Sig. (2-tailed) ,000

N 8 8

%Relaksasi Pearson Correlation ,982** 1

Sig. (2-tailed) ,000

N 8 8

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 ,982a ,965 ,959 ,495

a. Predictors: (Constant), %Relaksasi b. Dependent Variable: Dosis


(1)

68

Lampiran 18. Gambar preparasi organ ileum marmut

A B

A B

C D

C D

Keterangan:

A = pemotongan abdomen marmut B = organ ileum marmut

C & D = proses pengikatan organ ileum marmut terisolasi

ileum batang penahan jaringan benang pengikat ileum Gas karbogen


(2)

69 Lampiran 19. Gambar alat organ bath

A A

A


(3)

70 Lampiran 19. (Lanjutan)

C

D Keterangan:

A = empat set organ bath volume 50,0 ml C = transduser isometrik


(4)

71

Lampiran 20. Gambar pola kontraksi otot polos organ ileum terisolasi yang dikontraksi dengan pemberian seri konsentrasi asetilkolin (10-8 – 3x10-3 M).

Lampiran 21. Gambar pola relaksasi setelah pemberian seri konsentrasi ekstrak etanol daun belimbing wuluh pada otot polos ileum terisolasi yang diinduksi dengan asetilkolin 2,91 x 10-5 M.


(5)

72

Lampiran 22. Gambar pola relaksasi setelah pemberian seri konsentrasi atropin sulfat pada otot polos ileum terisolasi yang diinduksi dengan asetilkolin 2,91 x 10-5 M.

.

Lampiran 23. Gambar pola hasil uji kontraksi asetilkolin 2,91x10-5 M yang diinduksi dengan EEDBW 3M


(6)

73

Lampiran 24. Gambar pola hasil uji kontraksi asetilkolin 2,91x10-5 M yang diinduksi dengan atropin sulfat 3x10-7 M


Dokumen yang terkait

Efek Ekstrak Etanol Daun Keji Beling (Strobilanthus Crispus (L.) Blume) Terhadap Kontraksi Otot Polos Ileum Marmut Jantan (Cavia Porcellus) Terisolasi Secara Kualitatif

6 88 113

Efek Relaksasi Ekstrak Etanol Daun Pugun Tanoh (Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.) Terhadap Kontraksi Otot Polos Ileum Marmut (Cavia porcellus) Terisolasi Secara In Vitro

8 98 122

Efek Ekstrak Etanol Daun Keji Beling (Strobilanthus Crispus (L.) Blume) Terhadap Kontraksi Otot Polos Ileum Marmut Jantan (Cavia Porcellus) Terisolasi Secara Kualitatif

0 0 16

Efek Ekstrak Etanol Daun Keji Beling (Strobilanthus Crispus (L.) Blume) Terhadap Kontraksi Otot Polos Ileum Marmut Jantan (Cavia Porcellus) Terisolasi Secara Kualitatif

0 0 2

Efek Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi L.) Terhadap Kontraksi Otot Polos Ileum Marmut Jantan (Cavia Porcellus) Terisolasi

0 0 15

Efek Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi L.) Terhadap Kontraksi Otot Polos Ileum Marmut Jantan (Cavia Porcellus) Terisolasi

0 0 2

Efek Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi L.) Terhadap Kontraksi Otot Polos Ileum Marmut Jantan (Cavia Porcellus) Terisolasi

0 0 6

Efek Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi L.) Terhadap Kontraksi Otot Polos Ileum Marmut Jantan (Cavia Porcellus) Terisolasi

0 0 10

Efek Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi L.) Terhadap Kontraksi Otot Polos Ileum Marmut Jantan (Cavia Porcellus) Terisolasi

0 0 3

Efek Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi L.) Terhadap Kontraksi Otot Polos Ileum Marmut Jantan (Cavia Porcellus) Terisolasi

0 0 30