Pengaruh Pemberian Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) Terhadap Kadar Kadmium (Cd) Pada Kerang (Bivalvia) Yang Berasal Dari Laut Belawan Tahun 2010

(1)

PENGARUH PEMBERIAN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi) TERHADAP KADAR KADMIUM (Cd) PADA KERANG (Bivalvia)

YANG BERASAL DARI LAUT BELAWAN TAHUN 2010

SKRIPSI Oleh:

NIM. 061000012 RINA HUDAYA

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

PENGARUH PEMBERIAN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi) TERHADAP KADAR KADMIUM (Cd) PADA KERANG (Bivalvia)

YANG BERASAL DARI LAUT BELAWAN TAHUN 2010

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

NIM. 061000012 RINA HUDAYA

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judu l :

PENGARUH PEMBERIAN BELIMBING WULUH (Averrhoa Bilimbi) TERHADAP KADAR KADMIUM (Cd) PADA KERANG (Bivalvia)

YANG BERASAL DARI LAUT BELAWAN TAHUN 2010

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :

Nim. 061000012 RINA HUDAYA

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 6 Desember 2010 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS dr. Devi Nuraini Santi, MKes NIP. 19650109 199403 2 002 NIP. 19700219 199802 2 001

Penguji II Penguji III

Ir. Indra Chahaya S, MSi Ir. Evi Naria, MKes NIP. 19681101 199303 2 005 NIP. 19680320 199303 2 001

Medan, 20 Desember 2010 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

Dr. Drs. Surya Utama, MS NIP. 19610831 198903 1 001


(4)

ABSTRAK

Kadmium (Cd) yang terdapat di perairan menyebabkan biota laut termasuk kerang (Bivalvia) turut terkontaminasi. Hal ini berdampak bagi kesehatan masyarakat melalui rantai makanan sehingga kerang tidak aman untuk dikonsumsi. Untuk mencegah dampak tersebut, perlu dilakukan upaya menurunkan kadar kadmium pada kerang dengan pemberian larutan asam seperti belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) sebagai sekuestran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar kadmium pada kerang dan pengaruh pemberian belimbing wuluh terhadap kadar kadmium pada kerang yang berasal dari Laut Belawan.

Penelitian ini merupakan eksperimen murni di laboratorium kesehatan Medan. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 3x2 dengan 3 kali ulangan. Faktor pertama adalah konsentrasi belimbing wuluh dengan 3 taraf yaitu 5%, 15% dan 25%. Faktor kedua adalah waktu pemberian dengan 2 taraf yaitu 30 menit dan 60 menit yang dibandingkan dengan perlakuan kontrol (konsentrasi 0%). Kerang yang digunakan adalah kerang hijau (Mytilus viridis), kerang darah (Anadara granosa) dan kerang bulu (Anadara antiquata). Sampel yang digunakan sebanyak 600 gr untuk setiap jenis kerang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerang yang berasal dari perairan belawan telah tercemar oleh kadmium. Rata-rata kadar kadmium pada kerang hijau sebesar 0,247 ppm, kerang darah sebesar 0,249 ppm dan kerang bulu sebesar 0,380 ppm. Kadar tersebut telah melebihi batas maksimum yang diperbolehkan oleh BPOM RI (0,2 ppm). Hasil Analisis Sidik Ragam menunjukkan bahwa pemberian belimbing wuluh yang paling berpengaruh untuk menurunkan kadar kadmium pada kerang hijau yaitu konsentrasi 15% selama 60 menit dengan penurunan sebesar 94,73%, kerang darah pada konsentrasi 5% selama 60 menit dengan penurunan sebesar 88,76% dan kerang bulu pada konsentrasi 15% selama 60 menit dengan penurunan sebesar 71,58%.

Berdasarkan penelitian diketahui bahwa belimbing wuluh dapat menurunkan kadar kadmium pada kerang sehingga perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang manfaat belimbing wuluh dalam rangka menurunkan kadar kadmium pada kerang. Selain itu, perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui pengaruh pemberian belimbing wuluh terhadap kadar logam berat lainnya pada kerang serta perubahan kandungan gizi (protein dan lemak) akibat pemberian belimbing wuluh. Kata kunci: Kadmium, Kerang, Belimbing wuluh


(5)

ABSTRACT

Cadmium (Cd) contained at waters, made the sea animal include shellfish (Bivalvia) contaminated. It would effect to public health through food chain so that shellfish wasn’t safe to eat. In order to prevent those effects, it should be efforted to reduce value of cadmium in shellfish by giving weak acid solution such as sour carambola (Averrhoa bilimbi) as chelating agents. This research had goals to know value of cadmium in shellfish and the influence of giving sour carambola towards value of cadmium in shellfish from Belawan sea.

This research was true experiment in Medan health laboratory. The experiment design used Completely Randomized Design in factorial pattern 3x2 with three replication. The first factor was sour carambola with three levels concentration i.e. 5%, 15% and 25%. The second factor was giving time with two levels i.e. 30 minutes and 60 minutes compared with control (concentration 0%). The shellfish in this research was kerang hijau (Mytilus viridis), kerang darah (Anadara granosa) and kerang bulu (Anadara antiquata). Six hundred gram (600 gram) samples for each kind of shellfish were included in this research.

The Result of research showed that shellfish from Belawan sea had been already polluted by cadmium. The average value of cadmium in kerang hijau was 0,247 ppm, kerang darah was 0,249 ppm and kerang bulu was 0,380 ppm. Those values were extremely higher than the threshold limit value recommended by BPOM RI 0,2 ppm. Analysis of variance showed that giving sour carambola on kerang hijau was the most influential to reduce value of cadmium into 15% during 60 minutes with a decrease of 94,73% , kerang darah 5% during 60 minutes with a decrease of 88,76% and kerang bulu 15% during 60 minutes with a decrease of 71,58%.

Based on the research, it was known that sour carambola could reduce value of cadmium in shellfish so it should be socialized to society about usefulness of sour carambola to reduce value of cadmium in shellfish. It was also expected to execute next research to know the influence by giving sour carambola towards other heavy metal and the change of nutrient content (Protein and lipid) because of giving sour carambola.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Rina Hudaya

Tempat/ Tanggal Lahir : Takengon/ 17 Maret 1988

Agama : Islam

Anak ke : 2 dari 4 bersaudara

Status Perkawinan : Belum Kawin

Alamat Rumah : Kompleks SMK Negeri 2 Takengon

Jl. Takengon- Isaq km 6,5. A. Tengah, NAD Riwayat Pendidikan Formal :

1. SD Negeri 1 Wih Nareh 1994-2000

2. SLTP Negeri 1 Pegasing 2000-2003

3. SMU Negeri 1 Bebesen 2003-2006

4. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara 2006-2010 Riwayat Pendidikan Non Formal :

1. Masa Orientasi Pengenalan (MOP) HMI Komisariat FKM USU Tahun 2006 2. Training Mahasiswa Islam (Tamsil) PHBI FKM USU Tahun 2007

3. Latihan Kader I HMI Cabang Medan Tahun 2007 Riwayat Organisasi :

1. Anggota Departemen Eksternal KOHATI HMI Komisariat FKM USU Periode 2007-2008

2. Anggota Departemen Pembinaan Anggota HMI Komisariat FKM USU Periode 2007-2008

3. Wakil Sekretaris Umum Ikatan Mahasiswa Takengon Periode 2007-2008 4. Anggota Majelis Musyawarah Fakultas (MMF) FKM USU Periode 2008-2009 5. Bendahara Umum KOHATI HMI Komisariat FKM USU Periode 2008-2009

6. Ketua Bidang Penelitian Pengembangan dan Pembinaan Anggota HMI Komisariat FKM USU Periode 2008-2009

7. Wakil Sekretaris Umum Bidang Penelitian Pengembangan HMI Cabang Medan Periode 2009-2010


(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segenap rasa syukur penulis ucapkan kepada ALLAH SWT, karena limpahan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: “Pengaruh Pemberian Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) Terhadap Kadar Kadmium (Cd) Pada Kerang (Bivalvia) Yang Berasal Dari Laut Belawan Tahun 2010” yang merupakan salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini penulis persembahkan bagi Ayahanda Ali Amran dan Ibunda Rahima yang telah membesarkan dan mendidik penulis dengan penuh kasih sayang dan tidak henti-hentinya memberikan dukungan, nasehat dan doa pada penulis.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakutas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ir. Indra Chahaya S, MSi selaku Kepala Bagian Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS selaku dosen pembimbing I dan dr. Devi Nuraini Santi, MKes selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan sumbangan pikiran dengan keikhlasan untuk memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis dalam menyempurnakan skripsi ini.

4. Dr. Ir. Albiner Siagian, MSi selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah membimbing penulis selama melaksakan perkuliahan di FKM USU.

5. Seluruh dosen dan staf pegawai FKM USU, khususnya di peminatan Kesehatan Lingkungan.

6. Dra. Norma Sinaga, Apt selaku pembimbing laboratorium serta seluruh staf di Balai Kesehatan Medan yang telah banyak membantu penulis melaksakan penelitian ( Pak Jumari dan Pak Yono).


(8)

7. Untuk kak Ayu, Bang Mukhlis, Ari, Fitri, Uchti dan Fadhil yang telah memberikan doa, cinta dan motivasi untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. 8. Seluruh sanak keluarga Nenek, Kakek, Paman, Bibi serta sepupuku yang

senantiasa mengingatkanku agar selalu menjadi kebanggan keluarga.

9. Sahabat-sahabat terbaikku Yeyen, Diana, Enda, Bela dan Elvi, Stripe-9, Juli, Wiwin, Sinta, Irma, Yori dan Afdal serta Pendi yang memberikan saran, dukungan, perhatian serta menemani hari-hari penulis sebagai pengalaman yang tidak akan terlupakan.

10.Kakanda dan Abangda senioren yang telah banyak memberikan sumbangan ide-ide cerdas, dukungan, pengalaman berharganya dan bantuan dalam menghadapi dinamika kampus.

11.Keluarga besar HMI Komisariat FKM USU dan Kohati FKM USU, terkhusus bagi kakak-kakak eks MPKPK periode 2009-2010 (kak evi, kak ratna, kak rina, kak tania dan kak inur) dan Adik-adik tersayang stambuk 2007-2009 yang telah memberikan warna di setiap hari-hari penulis dan senantiasa menakjubkan. 12.Terkhusus kepada Ranti, Sari dan Kiki yang telah membantu penulis dalam

melaksanakan penelitian. Teman- teman seperjuangan Stambuk 2006 khususnya di Peminatan Kesehatan Lingkungan yang telah mengisi hari-hari penulis selama melaksanakan perkuliahan di FKM USU.

13.Kepada semua pihak yang telah banyak terlibat dan membantu penulis selama menjalankan aktivitas perkuliahan sampai penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa tulisan yang disajikan dalam skripsi ini masih terdapat kekurangan sehingga membutuhkan saran dan kritik dari berbagai pihak yang bersifat membangun untuk memperkaya materi skripsi ini. Walaupun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Medan, 15 Desember 2010


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman persetujuan ...ii

Abstrak ...iii

Riwayat Hidup Penulis...v

Kata Pengantar ...vi

Daftar Isi ...viii

Daftar Tabel ...xi

Daftar Gambar ...xii

BAB I PENDAHULUAN ...1

1.1.Latar Belakang ...1

1.2.Perumusan Masalah ...6

1.3.Tujuan Penelitian ...6

1.3.1. Tujuan Umum ...6

1.3.2. Tujuan Khusus ...6

1.4. Manfaat Penelitian ...7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...8

2.1. Pencemaran Air ...8

2.2. Pencemaran Laut ...11

2.2.1. Bentuk- bentuk Pencemaran Laut ...13

2.2.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pencemaran Laut ...14

2.3. Pencemaran Logam Berat ...14

2.3.1. Logam berat dalam Perairan ...15

2.3.2. Logam berat dalam Sedimen ...16

2.3.3. Logam Berat Dalam Organisme Air ...17

2.4. Kadmium (Cd) ...18

2.4.1. Karakteristik Kadmium (Cd) ...18

2.4.2. Kegunaan Kadmium (Cd) ...19

2.4.3. Kadmium (Cd) dalam Lingkungan ...19

2.4.4. Metabolisme (Absorbsi, Distribusi dan Ekskresi) Kadmium dalam Tubuh ...20

2.4.5. Penilaian Resiko Kadmium ...22

2.4.6. Efek Kadmium (Cd) ...23

a. Efek Kadmium Terhadap Tumbuhan dan Hewan ...23

b. Efek Kadmium Terhadap Kesehatan Manusia ...24

2.5. Kerang (Bivalvia) ...27

2.5.1. Karakteristik Kerang (Bivalvia) ...27

2.5.2. Jenis-jenis Kerang ...30

a. Kerang Hijau (Mytilus viridis) ...30

b. Kerang Darah (Anadara granosa) ...31


(10)

2.5.3. Kadmium (Cd) Pada Jenis Kerang...33

2.6. Penurunan Kadar Logam Berat ...34

2.6.1. Karakteristik Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi) ...35

2.6.2. Kandungan Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi) ...36

2.6.3. Kegunaan Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi) ...37

2.7. Kerangka Konsep Penelitian ...38

2.8. Hipotesis Penelitian ...38

BAB III METODE PENELITIAN ...39

3.1. Jenis Penelitian ...39

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ...40

3.2.1. Lokasi Penelitian...40

3.2.2. Waktu Penelitian ...40

3.3. Objek Penelitian ...40

3.4. Metode Pengumpulan Data ...41

3.4.1. Data Primer ...41

3.4.2. Data Sekunder...41

3.5. Definisi Operasional ...41

3.6. Instrumen Penelitian ...42

3.6.1. Alat ...42

3.6.2. Bahan ...43

3.7. Cara Kerja Penelitian ...43

3.7.1. Pengambilan Sampel di Lapangan ...43

3.7.2. Pengaplikasian Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi) ...43

3.7.3. Pemeriksaan kadmium pada sampel ...45

3.8. Pengolahan dan Analisa Data...46

BAB IV HASIL PENELITIAN ...47

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...47

4.2. Hasil Pemeriksaan Kadar Kadmium (Cd) pada Kerang (Bivalvia) Yang Berasal dari Laut Belawan ...48

4.3. Pengaruh Pemberian Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi) Terhadap Kadar Kadmium (Cd) pada Kerang (Bivalvia) ...48

4.3.1. Pengaruh Pemberian Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi) Terhadap Kadar Kadmium (Cd) pada Kerang Hijau ...49

4.3.2. Pengaruh Pemberian Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi) Terhadap Kadar Kadmium (Cd) pada Kerang Darah ...51

4.3.2. Pengaruh Pemberian Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi) Terhadap Kadar Kadmium (Cd) pada Kerang Bulu...53

4.4. Analisa Statistik Pengaruh Pemberian Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi) Terhadap Kadar Kadmium (Cd) pada Kerang (Bivalvia) ...53


(11)

BAB V PEMBAHASAN ...59

5.1. Hasil Pemeriksaan Kadar Kadmium (Cd) pada Kerang (Bivalvia) Yang Berasal dari Laut Belawan ...59

5.2. Pengaruh Pemberian Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi) Terhadap Kadar Kadmium (Cd) pada Kerang (Bivalvia) ...60

5.3. Sumber Pemaparan Kadmium (Cd) Pada Kerang (Bivalvia) ...65

5.4. Resiko Konsumsi Kerang Yang Mengandung Kadmium ...70

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN...72

6.1. Kesimpulan ...72

6.2. Saran ...73 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Permohonan Izin Penelitian Lampiran 2. Surat Keterangan Selesai Penelitian

Lampiran 3. Hasil Pemeriksaan Kadar Kadmium Pada Kerang

Lampiran 4. Perhitungan Penurunan Kadar Kadmium (Cd) pada Kerang

(Bivalvia)

Lampiran 5. Perhitungan Statistik Pengaruh Pemberian Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi) Terhadap Kadar Kadmium (Cd) pada Kerang (Bivalvia)

Lampiran 6. Batas Maksimum Cemaran Logam Kadmium Pada Kerang Lampiran 7. Dokumentasi Penelitian

Lampiran 8. Perhitungan Acceptable Daily Intake Untuk Kadmium Dalam Kerang (Bivalvia)


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 3.1. Rancangan Perlakuan Pemberian Belimbing Wuluh pada Kerang ...39 Tabel 4.1. Kadar Kadmium pada Kerang (Bivalvia) yang Berasal dari

Laut Belawan Tahun 2010 ...48 Tabel 4.2. Kadar Kadmium (Cd) pada Kerang Hijau Setelah

Pemberian Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi) ...49 Tabel 4.3. Kadar Kadmium (Cd) pada Kerang Darah Setelah

Pemberian Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi) ...51 Tabel 4.4. Kadar Kadmium (Cd) pada Kerang Bulu Setelah

Pemberian Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi) ...53 Tabel 4.5. Hasil Analisis Sidik Ragam Pengaruh Pemberian Belimbing

Wuluh (Averrhoa bilimbi) Terhadap Kadar Kadmium Pada

Kerang Hijau (Mytilus viridis) ...56 Tabel 4.6. Hasil Uji Duncan Terhadap Kadar Kadmium Pada Kerang

Hijau (Mytilus viridis)...57 Tabel 4.7. Hasil Analisis Sidik Ragam Pengaruh Pemberian Belimbing

Wuluh (Averrhoa bilimbi) Terhadap Kadar Kadmium Pada

Kerang Darah (Anadara granosa) ...57

Tabel 4.8. Hasil Uji Duncan Terhadap Kadar Kadmium Pada Kerang

Darah (Anadara granosa) ...58 Tabel 4.9. Hasil Analisis Sidik Ragam Pengaruh Pemberian Belimbing

Wuluh (Averrhoa bilimbi) Terhadap Kadar Kadmium Pada

Kerang Bulu (Anadara antiquata) ...59

Tabel 4.10. Hasil Uji Duncan Terhadap Kadar Kadmium Pada Kerang

Bulu (Anadara antiquata) ...60 Tabel 4.11. Batas Asupan harian kadmium dalam daging kerang (Bivalvia) yang


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 4.1. Perbandingan Penurunan Kadar Kadmium Pada Kerang

Hijau ...50 Gambar 4.2. Perbandingan Penurunan Kadar Kadmium Pada Kerang

Darah ...52 Gambar 4.3. Perbandingan Penurunan Kadar Kadmium Pada Kerang


(14)

ABSTRAK

Kadmium (Cd) yang terdapat di perairan menyebabkan biota laut termasuk kerang (Bivalvia) turut terkontaminasi. Hal ini berdampak bagi kesehatan masyarakat melalui rantai makanan sehingga kerang tidak aman untuk dikonsumsi. Untuk mencegah dampak tersebut, perlu dilakukan upaya menurunkan kadar kadmium pada kerang dengan pemberian larutan asam seperti belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) sebagai sekuestran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar kadmium pada kerang dan pengaruh pemberian belimbing wuluh terhadap kadar kadmium pada kerang yang berasal dari Laut Belawan.

Penelitian ini merupakan eksperimen murni di laboratorium kesehatan Medan. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 3x2 dengan 3 kali ulangan. Faktor pertama adalah konsentrasi belimbing wuluh dengan 3 taraf yaitu 5%, 15% dan 25%. Faktor kedua adalah waktu pemberian dengan 2 taraf yaitu 30 menit dan 60 menit yang dibandingkan dengan perlakuan kontrol (konsentrasi 0%). Kerang yang digunakan adalah kerang hijau (Mytilus viridis), kerang darah (Anadara granosa) dan kerang bulu (Anadara antiquata). Sampel yang digunakan sebanyak 600 gr untuk setiap jenis kerang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerang yang berasal dari perairan belawan telah tercemar oleh kadmium. Rata-rata kadar kadmium pada kerang hijau sebesar 0,247 ppm, kerang darah sebesar 0,249 ppm dan kerang bulu sebesar 0,380 ppm. Kadar tersebut telah melebihi batas maksimum yang diperbolehkan oleh BPOM RI (0,2 ppm). Hasil Analisis Sidik Ragam menunjukkan bahwa pemberian belimbing wuluh yang paling berpengaruh untuk menurunkan kadar kadmium pada kerang hijau yaitu konsentrasi 15% selama 60 menit dengan penurunan sebesar 94,73%, kerang darah pada konsentrasi 5% selama 60 menit dengan penurunan sebesar 88,76% dan kerang bulu pada konsentrasi 15% selama 60 menit dengan penurunan sebesar 71,58%.

Berdasarkan penelitian diketahui bahwa belimbing wuluh dapat menurunkan kadar kadmium pada kerang sehingga perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang manfaat belimbing wuluh dalam rangka menurunkan kadar kadmium pada kerang. Selain itu, perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui pengaruh pemberian belimbing wuluh terhadap kadar logam berat lainnya pada kerang serta perubahan kandungan gizi (protein dan lemak) akibat pemberian belimbing wuluh. Kata kunci: Kadmium, Kerang, Belimbing wuluh


(15)

ABSTRACT

Cadmium (Cd) contained at waters, made the sea animal include shellfish (Bivalvia) contaminated. It would effect to public health through food chain so that shellfish wasn’t safe to eat. In order to prevent those effects, it should be efforted to reduce value of cadmium in shellfish by giving weak acid solution such as sour carambola (Averrhoa bilimbi) as chelating agents. This research had goals to know value of cadmium in shellfish and the influence of giving sour carambola towards value of cadmium in shellfish from Belawan sea.

This research was true experiment in Medan health laboratory. The experiment design used Completely Randomized Design in factorial pattern 3x2 with three replication. The first factor was sour carambola with three levels concentration i.e. 5%, 15% and 25%. The second factor was giving time with two levels i.e. 30 minutes and 60 minutes compared with control (concentration 0%). The shellfish in this research was kerang hijau (Mytilus viridis), kerang darah (Anadara granosa) and kerang bulu (Anadara antiquata). Six hundred gram (600 gram) samples for each kind of shellfish were included in this research.

The Result of research showed that shellfish from Belawan sea had been already polluted by cadmium. The average value of cadmium in kerang hijau was 0,247 ppm, kerang darah was 0,249 ppm and kerang bulu was 0,380 ppm. Those values were extremely higher than the threshold limit value recommended by BPOM RI 0,2 ppm. Analysis of variance showed that giving sour carambola on kerang hijau was the most influential to reduce value of cadmium into 15% during 60 minutes with a decrease of 94,73% , kerang darah 5% during 60 minutes with a decrease of 88,76% and kerang bulu 15% during 60 minutes with a decrease of 71,58%.

Based on the research, it was known that sour carambola could reduce value of cadmium in shellfish so it should be socialized to society about usefulness of sour carambola to reduce value of cadmium in shellfish. It was also expected to execute next research to know the influence by giving sour carambola towards other heavy metal and the change of nutrient content (Protein and lipid) because of giving sour carambola.


(16)

BAB I PENDAHULUAN 1.4.Latar Belakang

Perkembangan ekonomi di Indonesia menitikberatkan pada pembangunan sektor industri. Di satu sisi, pembangunan industri akan meningkatkan kualitas hidup manusia dengan terpenuhinya kebutuhan manusia dan meningkatnya pendapatan masyarakat. Namun di sisi lain, pembangunan industri juga dapat menurunkan kesehatan masyarakat dikarenakan pergeseran keseimbangan tatanan lingkungan dari bentuk asal ke bentuk baru yang cenderung menimbulkan pencemaran lingkungan (Widowati, 2008).

Limbah industri menjadi sumber utama pencemaran lingkungan dari industri yang dapat terjadi pada berbagai komponen lingkungan baik air, tanah maupun udara. Tetapi yang paling berbahaya bagi kehidupan adalah yang terjadi di perairan (Manik, 2009). Cepat atau lambat sebagian zat-zat pencemar tersebut yang terbawa aliran sungai akan bermuara ke lautan. Hal ini menyebabkan terjadinya pencemaran pantai dan laut sekitarnya.

Menurut Palar (2008), pada limbah industri seringkali terdapat bahan pencemar yang sangat membahayakan seperti logam berat. Di lingkungan perairan laut, logam-logam tersebut dapat diserap oleh biota laut (ikan, udang dan moluska) melalui permukaan tubuh (kutikula), insang dan saluran pencernaan. Dalam tubuh biota laut logam berat akan tertimbun di dalam jaringannya terutama hati dan ginjal. Hal ini terjadi karena sifat logam berat yang tidak dapat terurai dan mudah diabsorpsi oleh biota laut sehingga terakumulasi dalam tubuh.


(17)

Belawan merupakan suatu kawasan industri dan sarana pelabuhan terbesar di kota Medan. Perairan Belawan menjadi tempat bermuaranya Sungai Deli yang telah tercemar oleh logam berat berbahaya yaitu : Cu, Pb, Cd, Zn, Cr, Ni dan Sianida. Hal ini disebabkan karena di daerah aliran sungai ini terdapat beberapa industri yang menggunakan bahan-bahan yang mengandung logam berat dalam proses produksinya seperti industri pembuatan barang dari logam, industri plastik dan industri karet. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata logam berat pada lokasi pengamatan dekat dengan kawasan industri seperti logam Cd berkisar antara 0,02 - 0,04 mg/L , Cr berkisar antara 0,48 - 0,59 mg/L, Cu berkisar antara 1,24 - 1,36 mg/L dan Pb berkisar antara 1,14 - 0,72 mg/L. Mengacu kepada Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1990 Tentang Baku Mutu Air, maka parameter logam berat pada lokasi pengamatan telah melampaui baku mutu air golongan B, yaitu air yang sesuai untuk kebutuhan bahan baku air minum (Putra, 2008).

Muara Sungai Deli paling dekat dengan muara di kelurahan Bagan Deli yang dikenal sebagai Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Ikan-ikan dan kerang yang dilelang ditempat ini berasal dari hasil tangkapan di perairan Belawan (Azhar, 2004).

Selain ikan, kerang merupakan sumber makanan hewani yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena mengandung protein dan mineral. Beberapa jenis kerang yang populer dan sering dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia adalah kerang hijau (Mytilus viridis), kerang darah (Anadara granosa), dan kerang bulu (Anadara antiquata). Namun, kerang dapat mengakumulasi logam lebih besar daripada hewan air lainnya karena sifatnya yang menetap, menyaring makanannya (filter feeder non selective), lambat untuk dapat menghindarkan diri dari pengaruh polusi dan


(18)

mempunyai toleransi yang tinggi terhadap konsentrasi logam tertentu. Oleh karena itu, jenis kerang merupakan indikator yang sangat baik untuk memonitor suatu pencemaran logam dalam lingkungan perairan (Darmono, 2001).

Logam berat yang mencemari perairan beraneka ragam, salah satunya adalah logam Kadmium (Cd). Kadmium merupakan logam berat yang banyak digunakan dalam berbagai industri, seperti industri pelapisan logam, industri baterai nikel-kadmium, industri cat, industri PVC atau plastik dan industri lainnya. Menurut Darmono (2001), kadmium merupakan logam yang tingkat akumulasi dan daya penetrasinya dalam jaringan tidak terpengaruh oleh hadirnya logam lain. Selain itu, kadmium juga memiliki kekuatan penetrasi paling besar ke dalam jaringan kerang dengan urutan yaitu Cd>Hg>Pb>Cu>Zn>Ni. Meskipun tingkat akumulasi dan penetrasi kadmium pada kerang sangat tinggi, tetapi tingkat toksisitasnya rendah sehingga kerang lebih beresiko untuk dikonsumsi oleh masyarakat daripada hewan air lainnya .

Pencemaran oleh kadmium telah menimbulkan dampak negatif terhadap ekosistem dan kehidupan manusia. Seperti kasus epidemi keracunan akibat mengkonsumsi beras yang tercemar logam kadmium telah terjadi di sekitar Sungai Jinzu Kota Toyama Pulau Honsyu Jepang pada tahun 1960. Penderita mengalami pelunakkan seluruh kerangka tubuh yang diikuti kematian akibat gagal ginjal. Penyakit ini dikenal dengan nama Itai-itai Disease ( Wardhana, 2001).

Berdasarkan FAO/WHO, nilai ambang batas kadar logam kadmium yang diperbolehkan dalam tubuh hewan laut yang dapat dikonsumsi manusia yakni 0,1 ppm. Sedangkan menurut Standar Nasional Indonesia No. 01-3548-1994 tentang


(19)

batas maksimum cemaran logam pada makanan yang diperbolehkan untuk logam kadmium adalah sebesar 0,2 mg/kg (ppm). Apabila kadmium yang terkandung dalam makanan dikonsumsi terus menerus maka akan terakumulasi di berbagai jaringan tubuh dan dapat menimbulkan efek yang membahayakan kesehatan konsumen. Dampak tersebut berupa kerapuhan tulang dan resiko fraktur, kerusakan sistem reproduksi dan respirasi, anemia serta hipertensi (Palar, 2008).

Pada penelitian Alfian (2005), menunjukkan hasil pemeriksaaan kadar kadmium dalam kerang hijau, kerang bulu dan kerang batu dari daerah belawan telah tercemar logam kadmium. Pada kerang hijau diperoleh kadar kadmium sebesar ±0,2525 ppm, pada kerang bulu sebesar ±0,3570 ppm dan pada kerang batu sebesar ±0,2286 ppm. Artinya kadar kadmium pada ketiga jenis kerang tersebut telah melebihi nilai ambang batas yang ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia yaitu 0,2 ppm.

Penelitian yang pernah dilakukan pada kerang darah yang berasal dari perairan belawan diperoleh kadar logam Pb sebesar 0,4542 ± 0,0485 mg/Kg. Kadar logam tersebut masih belum melewati batas maksimum yang diizinkan oleh Ditjen POM No. 03725/B/SK/VII/1989. Sebaliknya, kadar logam Cd pada kerang darah 0,2461 ± 0,0597 mg/Kg. Kadar tersebut sudah melewati batas maksimum yang diizinkan Ditjen POM (Juliana, 2010).

Upaya menurunkan kandungan logam berat pada makanan banyak dilakukan dengan penambahan bahan sekuestran (Chelating agents). Sekuestran adalah bahan yang dapat mengikat logam dalam makanan sehingga mutu makanan tetap terjaga dari cemaran logam berat. Beberapa kandungan alami makanan dapat berperan


(20)

sebagai bahan sekuestran antara lain asam-asam karboksilat (oksalat, succinic), asam-asam hidroksi (laktat, malat, tartarat, sitrat) asam-asam-asam-asam amino, peptida, protein dan porfirin (Rahayu, 2009).

Hasil penelitian Armanda (2009), mengenai pemanfaatan buah jeruk nipis yang mengandung asam sitrat untuk menurukan kadar kadmium pada udang windu, menunjukkan bahwa terjadi penurunan kadar kadmium sebesar 56,09%. setelah perendaman selama 30 menit. Sedangkan setelah perendaman selama 60 menit terjadi penurunan sebesar 69,17%.

Penambahan asam jawa dapat menurunkan kadar kadmium pada ikan tongkol yang berasal dari perairan belawan. Penambahan asam jawa yang mengandung asam hidroksi (malat, tartarat, sitrat) dengan konsentrasi 5%, 15%, 25%, 35% dan 45% selama 30 menit dapat menurunkan kadmium berturut-turut sebesar 0,175 ppm, 0,219 ppm, 0,298 ppm, 0,259 ppm dan 0,198 ppm (Nihe, 2010).

Sekuestran pada penelitian ini adalah buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) yang secara tradisional telah digunakan oleh masyarakat sebagai bahan tambahan makanan dan obat-obatan. Adapun kandungan dari buah belimbing wuluh adalah asam format, asam sitrat, asam askorbat (Vitamin C), saponin, tanin, glukosid, flavonoid, dan beberapa mineral terutama kalsium dan kalium dalam bentuk kalium sitrat dan kalsium oksalat (Mursito, 2002).

Berdasarkan hasil uraian tersebut maka perlu dilakukan penelitian tentang penggunaan belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) sebagai sekuestran untuk menurunkan kandungan logam berat khususnya kadmium pada kerang yang berasal dari Laut Belawan.


(21)

1.5.Perumusan Masalah

Daerah belawan yang menjadi muara Sungai Deli telah tercemar oleh logam berat berbahaya dan beracun dari limbah industri seperti Cd yang berkisar antara 0,02 - 0,04 mg/L. Hal ini menyebabkan biota laut termasuk kerang turut terkontaminasi oleh logam kadmium (Cd). Dari beberapa literatur mengenai kandungan kimiawi belimbing wuluh ternyata terdapat bahan sekuestran sehingga diyakini bahwa belimbing wuluh dapat menurunkan kadmium (Cd) dalam kerang.

Oleh sebab itu, perlu diketahui apakah terdapat pengaruh pemberian belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) terhadap kadar kadmium (Cd) pada kerang (Bivalvia) yang berasal dari Laut Belawan.

1.6.Tujuan Penelitian 1.6.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh pemberian belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) terhadap kadar kadmium (Cd) pada kerang (Bivalvia) yang berasal dari Laut Belawan tahun 2010.

1.6.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui kadar kadmium (Cd) dalam kerang (Bivalvia) yang berasal dari Laut Belawan, antara lain kerang hijau, kerang darah dan kerang bulu. 2. Untuk mengetahui kadar kadmium (Cd) pada kerang hijau (Mytilus viridis)

yang direndam dengan larutan belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) pada konsentrasi 0% (kontrol), 5%, 15% dan 25% selama 30 menit dan 60 menit. 3. Untuk mengetahui kadar kadmium (Cd) pada kerang darah (Anadara


(22)

pada konsentrasi 0% (kontrol), 5%, 15% dan 25% selama 30 menit dan 60 menit.

4. Untuk mengetahui kadar kadmium (Cd) pada kerang bulu (Anadara antiquata) yang direndam dengan larutan belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi)

pada konsentrasi 0% (kontrol), 5%, 15% dan 25% selama 30 menit dan 60 menit.

5. Untuk mengetahui konsentrasi dan waktu pemberian belimbing wuluh yang paling berpengaruh terhadap kadar kadmium pada kerang hijau, kerang darah dan kerang bulu.

1.7. Manfaat Penelitian

1. Sebagai alternatif bahan tambahan makanan bagi masyarakat dalam menurunkan kandungan logam kadmium (Cd) dalam proses pengolahan makanan laut secara mudah dan sederhana.

2. Dapat digunakan sebagai masukan dalam rangka meningkatkan upaya pencegahan cemaran logam berat pada makanan laut khususnya yang berasal dari Laut Belawan.

3. Dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan kesehatan masyarakat khususnya di bidang keamanan pangan.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Air

Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia dan makhluk hidup lainnya dengan fungsi yang tidak akan dapat digantikan oleh senyawa lain. Hampir seluruh kegiatan yang dilakukan manusia membutuhkan air, mulai dari membersihkan diri, membersihkan tempat tinggalnya, menyiapkan makanan dan minuman sampai dengan aktivitas-aktivitas lainnya (Achmad, 2004).

Sepanjang sejarah, kualitas dan kuantitas serta kontinuitas air yang sesuai dengan kebutuhan manusia merupakan faktor penting yang menentukan kesehatan hidupnya. Kualitas air tersebut dipengaruhi oleh keberadaan berbagai jenis mikroorganisme patogen dan kandungan bahan kimia berbahaya dalam air.

Menurut Palar (2008) , pencemaran adalah suatu kondisi yang telah berubah dari kondisi asal ke kondisi yang lebih buruk sebagai akibat masukan dari bahan-bahan pencemar atau polutan. Suatu lingkungan dikatakan tercemar apabila telah terjadi perubahan-perubahan dalam tatanan lingkungan sehingga tidak sama lagi dengan bentuk asalnya, sebagai akibat masuk dan atau dimasukkannya suatu zat atau benda asing ke dalam tatanan lingkungan. Perubahan ini memberikan pengaruh (dampak) buruk terhadap organisme yang telah ada dan hidup baik dalam tatanan tersebut. Pada tingkat lanjut, perubahan ini juga dapat membunuh bahkan menghapuskan satu atau lebih organisme.

Menurut keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No.02/MENKLH/I/1988 yang dimaksud dengan polusi atau pencemaran air adalah


(24)

masuk dan dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air dan atau berubahnya tatanan (komposisi) air oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air menjadi kurang atau tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.

Bahan pencemar yang masuk ke lingkungan perairan biasanya merupakan limbah dari suatu aktivitas manusia. Menurut sumbernya, limbah sebagai bahan pencemar dibedakan (Manik, 2009) sebagai:

a. Limbah domestik (limbah rumah tangga, perkantoran, pasar dan pusat perdagangan)

b. Limbah industri, pertambangan dan transportasi c. Limbah laboratorium dan rumah sakit

d. Limbah pertanian dan peternakan e. Limbah pariwisata

Menurut bentuknya, limbah dibedakan menjadi limbah padat, cair, gas dan campuran dari limbah tersebut. Sedangkan jenis limbah menurut susunan kimianya terdiri dari limbah organik dan anorganik.

Menurut Fardiaz (1992), sumber pencemaran air dapat dibagi menjadi sembilan kelompok, yaitu:

a. Padatan

Berdasarkan besar partikelnya padatan yang mencemari air dapat berupa padatan terendap (sedimen), padatan tersuspensi dan koloid dan padatan terlarut.


(25)

b.Bahan buangan yang membutuhkan oksigen

Bahan-bahan ini terdiri dari bahan yang mudah membusuk atau dipecah oleh bakteri dengan adanya oksigen. Polutan semacam ini dapat berasal dari berbagai sumber seperti kotoran hewan maupun manusia, tanaman yang mati atau sampah organik, bahan dari industri pengolahan pangan, pabrik kertas, pabrik penyamak kulit dan sebagainya.

c. Mikroorganisme dalam air

Mikroorganisme yang terdapat dalam air seperti bakteri, virus, protozoa dan parasit. Mikroorganisme ini dapat berasal dari limbah rumah tangga, rumah sakit, pertanian dan pada umumnya menjadi penyebab utama terjadinya water borne disease.

d.Komponen organik sintetik

Seperti detergen, pestisida, larutan pembersih dan masih banyak lagi bahan organik sintetik terlarut yang sering digunakan oleh manusia.

e. Nutrien tanaman

Sumber pencemaran ini dapat berasal dari penggunaan pupuk nitrogen dan fosfat pada lahan pertanian.

f. Minyak

Pencemaran air oleh minyak dapat berupa tumpahan minyak di perairan, pengeboran minyak dan dari sumber lain misalnya buangan pabrik.

g.Senyawa anorganik dan mineral

Senyawa ini berupa asam, garam dan bahan toksik logam yang berdampak buruk bagi kehidupan organisme sekaligus peralatan manusia.


(26)

h.Bahan radioaktif

Aktivitas yang menjadi sumber bahan radioaktif dalam air antara lain peleburan dan pengolahan logam, pembuatan senjata nuklir, pembangkit tenaga nuklir, pengobatan, industri dan penelitian.

i. Panas

Air digunakan sebagai medium pendingin dalam proses industri menyebabkan naiknya suhu badan air penerima.

Air yang telah tercemar dapat mengakibatkan kerugian yang besar bagi manusia. Kerugian ini dapat berupa air menjadi tidak bermanfaat lagi untuk keperluan rumah tangga, industri dan pertanian. Selain itu, air yang tercemar dapat menjadi penyebab timbulnya penyakit baik penyakit menular maupun tidak menular (Wardhana, 2001).

2.2. Pencemaran Laut

Menurut hasil yang dicapai dalam seminar laut nasional menyebutkan fungsi laut bagi bangsa Indonesia antara lain (Wibisono, 2005):

a. Sebagai media komunikasi dan transportasi

b. Sebagai sumber mineral dan hasil-hasil tambangnya

c. Sebagai sumberdaya hayati laut yang dapat menghasilkan sumber protein konsumtif di samping protein hewani yang berasal dari ternak potong dan protein nabati

d. Sebagai media pertahanan dan keamanan nasional

e. Sebagai media olahraga dan sarana pariwisata yang mampu menghasilkan devisa negara.


(27)

f. Sebagai sumber ilmu pengetahuan

Oleh karena fungsi tersebut menjadikan kehidupan manusia di bumi sangat bergantung pada lautan, manusia harus menjaga kebersihan dan kelangsungan kehidupan organisme yang ada di dalamnya. Dengan demikian laut seolah-olah sebagai sabuk pengaman kehidupan manusia di bumi. Di sisi lain, lautan merupakan tempat pembuangan benda-benda asing dan pengendapan barang sisa yang diproduksi oleh manusia. Lautan juga menerima bahan-bahan yang terbawa oleh air dari daerah pertanian dan limbah rumah tangga, dari atmosfer dan masih banyak lagi bahan yang terbuang ke lautan (Darmono, 2001).

Pada dasarnya laut secara alamiah mempunyai kemampuan untuk menetralisir zat pencemar yang masuk ke dalamnya. Namun, jika zat pencemar tersebut berlebihan sehingga melampaui batas kemampuan air laut dalam menetralisirnya dan melampaui batas ambang cemar maka kondisi ini mengakibatkan pencemaran lingkungan laut.

Menurut Sumardi (1996), yang dimaksud dengan pencemaran laut adalah menurunnya kualitas air laut karena aktivitas manusia baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja memasukkan zat-zat pencemar dalam jumlah tertentu ke dalam lingkungan laut (termasuk muara sungai) sehingga menimbulkan akibat yang negatif bagi sumber daya hayati dan nabati di laut, kesehatan manusia, aktivitas manusia di laut dan terhadap kelangsungan hidup dari sumber daya hidup di laut.


(28)

2.2.1. Bentuk- bentuk Pencemaran Laut

Jika ditinjau dari sumbernya, pencemaran laut dapat dikategorikan sebagai berikut:

a. Zat pencemar yang berasal dari darat yang terjadi melalui aliran sungai di mana zat tersebut berasal. Misalnya air buangan rumah tangga dan industri.

b. Zat pencemar yang berasal dari kapal laut, seperti limbah dari kapal dan tumpahan minyak dari kapal tanker.

c. Limbah buangan merupakan bentuk gabungan. Hal ini dikarenakan limbah industri tertentu yang berasal dari daratan diangkut oleh kapal atau pesawat udara untuk dibuang ke laut.

d. Zat yang bersumber dari kegiatan eksplorasi dan eksploitasi dasar laut serta tanah di bawahnya seperti pengeboran minyak.

e. Zat pencemar yang bersumber dari udara misalnya asap-asap pabrik.

Selain itu, pencemaran laut juga dapat dikelompokkan berdasarkan sebab terjadinya pencemaran. Adapun pengelompokannya adalah sebagai berikut: pencemaran karena kegiatan atau operasional, pencemaran karena kecelakaan dan pencemaran karena limbah buangan.

Air laut adalah suatu komponen yang berinteraksi dengan lingkungan daratan, di mana buangan limbah dari daratan akan bermuara ke laut. Selain itu air laut juga sebagai tempat penerimaan polutan (bahan cemar) yang jatuh dari atmosfir. Limbah tersebut yang mengandung polutan kemudian masuk ke dalam ekosistem perairan pantai dan laut. Sebagian larut dalam air, sebagian tenggelam ke dasar dan terkonsentrasi ke sedimen, dan sebagian masuk ke dalam jaringan tubuh organisme


(29)

laut (termasuk fitoplankton, ikan, udang, cumi-cumi, kerang, rumput laut dan lain-lain).

2.2.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pencemaran Laut

Pencemaran laut sangat dipengaruhi oleh kondisi alami lingkungan laut dan keadaan musim. Kondisi alami lingkungan laut diantaranya adalah pola arus dan keadaan pasang surut, proses iklim dan kondisi alam, curah hujan terhadap salinitas air laut serta sedimentasi oleh banjir dari sungai dan gabungan daripadanya. Hal tersebut merupakan faktor alami yang memegang peranan penting dalam terjadinya pencemaran laut sehingga sangat esensial untuk diperhatikan karena banyak mempengaruhi penyebaran atau perembesan pencemaran laut (Sumardi, 1996).

Faktor selanjutnya adalah keadaan musim seperti musim kemarau atau penghujan, musim utara atau selatan dan musim dingin. Kondisi musim menentukan tekanan udara yang akan mempengaruhi sirkulasi udara. Sirkulasi udara ini turut mempengaruhi variasi sirkulasi air laut. Hal ini akan berdampak pada tingkat penyebaran pencemaran laut.

2.3. Pencemaran Logam Berat

Menurut Connell dan Miller (1995), logam berat adalah suatu logam dengan berat jenis lebih besar. Logam ini memiliki karakter seperti berkilau, lunak atau dapat ditempa, mempunyai daya hantar panas dan listrik yang tinggi serta bersifat kimiawi, yaitu sebagai dasar pembentukan reaksi dengan asam. Selain itu, logam berat adalah unsur yang mempunyai nomor atom lebih besar dari 21 dan terdapat di bagian tengah daftar periodik.


(30)

Logam berat adalah istilah yang digunakan secara umum untuk kelompok logam dan metaloid dengan densitas lebih besar dari 5 g/cm3, terutama pada unsur seperti Cd, Cr, Cu, Hg, Ni, Pb dan Zn. Berbeda dengan logam biasa, logam berat biasanya menimbulkan efek khusus pada makhluk hidup. Logam berat dapat menjadi bahan racun yang akan meracuni tubuh makhluk hidup, tetapi beberapa jenis logam masih dibutuhkan oleh makhluk hidup, walaupun dalam jumlah yang sedikit (Palar, 2008).

Pencemaran logam berat terhadap lingkungan terjadi karena adanya proses yang erat hubungannya dengan penggunaan logam tersebut dalam kegiatan manusia, dan secara sengaja maupun tidak sengaja membuang berbagai limbah yang mengandung logam berat ke lingkungan. Daya toksisitas logam berat terhadap makhluk hidup sangat bergantung pada spesies, lokasi, umur (fase siklus hidup), daya tahan (detoksikasi) dan kemampuan individu untuk menghindarkan diri dari pengaruh polusi. Toksisitas pada spesies biota dibedakan menurut kriteria sebagai berikut : biota air, biota darat, dan biota laboratorium. Sedangkan toksisitas menurut lokasi dibagi menurut kondisi tempat mereka hidup, yaitu daerah pencemaran berat, sedang, dan daerah nonpolusi. Umur biota juga sangat berpengaruh terhadap daya toksisitas logam, dalam hal ini yang umurnya muda lebih peka. Daya tahan makhluk hidup terhadap toksisitas logam juga bergantung pada daya detoksikasi individu yang bersangkutan, dan faktor kesehatan sangat mempengaruhi (Palar, 1994).

2.3.1. Logam Berat dalam Perairan

Banyak logam berat yang bersifat toksik maupun esensial terlarut dalam air dan mencemari air tawar maupun air laut. Sumber pencemaran ini banyak berasal dari


(31)

pertambangan, peleburan logam dan jenis industri lainnya, dan juga dapat berasal dari lahan pertanian yang menggunakan pupuk atau anti hama yang mengandung logam (Darmono, 2001).

Logam-logam berat yang terlarut dalam badan perairan pada konsentrasi tertentu akan berubah fungsi menjadi sumber racun bagi kehidupan perairan. Pencemaran logam berat dapat merusak lingkungan perairan dalam hal stabilitas, keanekaragaman dan kedewasaan ekosistem. Dari aspek ekologis, kerusakan ekosistem perairan akibat pencemaran logam berat dapat ditentukan oleh faktor kadar dan kesinambungan zat pencemar yang masuk dalam perairan, sifat toksisitas dan bioakumulasi. Pencemaran logam berat dapat menyebabkan terjadinya perubahan struktur komunitas perairan, jaringan makanan, tingkah laku, efek fisiologi, genetik dan resistensi

2.3.2. Logam Berat dalam Sedimen

Sedimen berasal dari kerak bumi yang diangkut melalui proses hidrologi dari suatu tempat ke tempat lain, baik secara vertikal ataupun horizontal. Sedimen terdiri dari bahan organik dan bahan anorganik yang berpengaruh negatif terhadap kualitas air. Bahan organik berasal dari biota atau tumbuhan yang membusuk lalu tenggelam ke dasar dan bercampur dengan lumpur. Bahan anorganik umumnya berasal dari pelapukan batuan. Sedimen hasil pelapukan batuan terbagi atas : kerikil, pasir, lumpur dan liat. Butiran kasar banyak dijumpai dekat pantai, sedangkan butiran halus banyak di perairan dalam atau perairan yang relatif tenang.

Bahan partikel yang tidak terlarut seperti pasir, lumpur, tanah dan bahan kimia anorganik dan organik menjadi bahan yang tersuspensi di dalam air, sehingga bahan


(32)

tersebut menjadi penyebab pencemaran tertinggi dalam air. Keberadaan sedimen pada badan air mengakibatkan peningkatan kekeruhan perairan yang selanjutnya menghambat penetrasi cahaya yang dapat menghambat daya lihat (visibilitas) organisme air, sehingga mengurangi kemampuan ikan dan organisme air lainnya untuk memperoleh makanan, pakan ikan menjadi tertutup oleh lumpur. Kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan terganggunya kerja organ pernapasan seperti insang pada organisme air dan akan mengakumulasi bahan beracun seperti pestisida dan senyawa logam.

2.3.3. Logam Berat dalam Organisme Air

Organisme air sangat dipengaruhi oleh keberadaan logam berat di dalam air, terutama pada konsentrasi yang melebihi batas normal. Organisme air mengambil logam berat dari badan air atau sedimen dan memekatkannya ke dalam tubuh hingga 100-1000 kali lebih besar dari lingkungan. Akumulasi melalui proses ini disebut bioakumulasi. Kemampuan organisme air dalam menyerap (absorpsi) dan mengakumulasi logam berat dapat melalui beberapa cara, yaitu melalui saluran pernapasan (insang), saluran pencernaan dan difusi permukaan kulit (Darmono, 2001).

Sebagian besar logam berat masuk ke dalam tubuh organisme air melalui rantai makanan dan hanya sedikit yang diambil air. Akumulasi dalam tubuh organisme air dipengaruhi oleh konsentrasi bahan pencemar dalam air, kemampuan akumulasi, sifat organisme (jenis, umur dan ukuran) dan lamanya pernapasan.

Menurut Widowati (2008), tingkat toksisitas logam berat terhadap hewan air mulai dari yang paling toksik adalah Hg, Cd, Zn, Pb, Cr, Ni dan Co. Sementara itu,


(33)

tingkat toksisitas logam berat terhadap manusia dari yang paling toksik adalah Hg, Cd, Ag, Ni, Pb, As, Cr, Sn dan Zn. Logam berat dapat menimbulkan gangguan terhadap kesehatan karena mampu menghalangi kerja enzim sehingga mengganggu metabolisme tubuh, menyebabkan alergi, bersifat mutagen, teratogen atau karsinogen bagi manusia maupun hewan.

2.4. Kadmium (Cd)

Logam Kadmium (Cd) mempunyai penyebaran yang sangat luas di alam. Hanya ada satu jenis mineral kadmium yaitu greennockite (CdS) yang selalu ditemukan bersamaan dengan mineral spalerite (ZnS). Mineral greennockite sangat jarang ditemukan di alam , sehingga dalam ekspolitasi logam kadmium, biasanya merupakan hasil sampingan dari peristiwa peleburan dan refining bijih-bijih seng (Zn). Pada konsentrat bijih seng terdapat 0,2-0,3% logam kadmium. Artinya seng menjadi sumber utama dari logam kadmium (Palar, 2008).

2.4.1. Karakteristik Kadmium (Cd)

Kadmium adalah logam berwarna putih perak, lunak, lentur, tahan terhadap tekanan, mengkilap, tidak larut dalam basa, mudah bereaksi dan menghasilkan kadium oksida bila dipanaskan. Kadmium umumnya terdapat dalam kombinasi dengan klor (Cd klorida) atau belerang (Cd sulfit). Kadmium dapat membentuk ion Cd2+ yang bersifat tidak stabil. Kadmium memiliki nomor atom 40, berat atom 112,4 g/mol: titik leleh 3210C dan titik didih 7670C (Widowati, 2008).

Karakteristik kadmium yang lainnya adalah bila dimasukkan ke dalam larutan yang mengandung ion OH- , ion-ion Cd2+ akan mengalami pengendapan. Endapan yang terbentuk biasanya dalam bentuk senyawa terhidratasi yanng berwarna putih.


(34)

Bila logam kadmium digabungkan dengan senyawa karbonat, posfat, arsenat dan oksalat-ferro sianat maka akan terbentuk senyawa berwarna kuning (Palar, 2008). 2.4.2. Kegunaan Kadmium (Cd)

Kadmium merupakan logam yang sangat penting dan banyak kegunaannya, khususnya untuk electroplating (pelapisan elektrik) serta galvanisasi karena kadmium memiliki keistimewaan nonkorosif. Kadmium banyak digunakan dalam pembuatan alloy, pigmen warna pada cat, keramik, plastik, stabilizer plastik, katode untuk Ni-Cd pada baterai, bahan fotografi, pembuatan tabung TV, karet, sabun, kembang api, percetakan tekstil, dan pigmen untuk gelas dan email gigi (Widowati, 2008).

Pemanfaatan kadmium dan persenyawaannya meliputi:

a. Senyawa CdS dan CdSeS yang banyak digunakan sebagai zat warna.

b. Senyawa Cd sulfat (CdSO4) yang digunakan dalam industri baterai yang berfungsi sebagai pembuatan sel wseton karena memiliki potensial voltase stabil.

c. Senyawa Cd-bromida dan Cd-ionida yang digunakan untuk fotografi. d. Senyawa dietil-Cd yang digunakan pembuatan tetraetil-Pb.

e. Senyawa Cd-stearat untuk perindustrian polivinilkorida sebagai bahan untuk stabilizer.

Kadmium dalam konsentrasi rendah banyak digunakan dalam industri pada proses pengolahan roti, pengolahan ikan, pengolahan minuman serta industri tekstil. 2.4.3. Kadmium (Cd) dalam Lingkungan

Logam kadmium dan bentuk-bentuk persenyawaannya dapat masuk ke lingkungan, terutama sekali merupakan efek samping dari aktivitas yang dilakukan


(35)

manusia. Dapat dikatakan bahwa semua industri yang melibatkan kadmium dalam proses operasional industrinya menjadi sumber pencemaran kadmium. Selain itu kadmium juga berasal dari pembakaran sampah rumah tangga dan pembakaran bahan bakar fosil karena secara alami bahan bakar mengandung kadmium, penggunaan pupuk fosfat buatan.

Dalam strata lingkungan, kadmium dan persenyawaannya ditemukan dalam banyak lapisan. Secara sederhana dapat diketahui bahwa kandungan kadmium akan dapat dijumpai di daerah-daerah penimbunan sampah dan aliran hujan, selain dalam air buangan (Palar, 2008).

Kadmium akan mengalami biotransformasi dan bioakumulasi dalam organisme hidup (tumbuhan, hewan dan manusia). Dalam tubuh biota perairan jumlah logam yang terakumulasi akan terus mengalami peningkatan dengan adanya proses biomagnifikasi di badan air. Di samping itu, tingkatan biota dalam sistem rantai makanan turut menentukan jumlah kadmium yang terakumulasi. Dimana pada biota yang lebih tinggi stratanya akan ditemukan akumulasi kadmium yang lebih banyak. 2.4.4. Metabolisme (Absorbsi, Distribusi dan Ekskresi) Kadmium dalam Tubuh

Menurut Widowati (2008), kadmium dapat masuk ke dalam tubuh hewan atau manusia melalui berbagai cara, yaitu:

a. Dari udara yang tercemar, misalnya asap rokok dan asap pembakaran batu bara

b. Melalui wadah/tempat berlapis kadmium yang digunakan untuk tempat makanan atau minuman


(36)

d. Melalui rantai makanan

e. Melalui konsumsi daging yang diberi obat anthelminthes yang mengandung kadmium.

Absorpsi kadmium melalui gastrointestinal lebih rendah dibandingkan absorpsi melalui respirasi, yaitu sekitar 5-8%. Absorpsi kadmium meningkat bila terjadi defisiensi kalsium (Ca), besi (Fe) dan rendah protein dalam makanan. Defisiensi kalsium akan merangsang sintesis ikatan Ca-protein sehingga akan meningkatkan absorpsi kadmium, sedangkan kecukupan seng dalam makanan dapat menurunkan absorpsi kadmium. Hal ini diduga karena seng merangsang produksi metalotionin.

Kadmium ditransportasikan dalam darah yang berikatan dengan sel darah merah dan protein berat molekul tinggi dalam plasma, khususnya oleh albumin. Sejumlah kecil kadmium dalam darah mungkin ditransportasikan oleh metalotionin . Kadar kadmium dalam darah orang dewasa yang terpapar kadmium secara berlebihan

biasanya 1μg/dL, sedangkan bayi yang baru lahir mengandung kadmium yang cukup rendah yaitu kurang dari 1 mg dari beban total tubuh.

Sistem hayati memiliki peluang untuk mengikat unsur logam berat sebagai fungsi detoksifikasi, yaitu mengikat logam berat dalam lingkaran metabolisme tanpa mengeliminasinya. Metalotionin dapat terinduksi dan ditemukan di semua golongan makhluk hidup (misalnya mamalia, ikan, maluska, zooplankton dan pitoplankton) dan berbagai tingkat jaringan/organ (misalnya hati, ginjal, insang, testis, otot, eritrosit). Konsentrasi metalonionin dalam jaringan meningkat ketika organisme terkontaminasi unsur logam berat.


(37)

Kadmium memiliki afinitas yang kuat terhadap ginjal dan hati. Pada umumnya, sekitar 50-75% kadmium dalam tubuh terdapat pada kedua organ tersebut. Kadmium dalam tubuh akan dibuang melalui feces sekitar 3-4 minggu setelah terpapar kadmium dan melalui urin. Pada manusia, sebagian besar kadmium diekskresikan melalui urin, sedangkan pada hewan sebagian besar kadmium diekskresikan melalui feces (Widowati, 2008)

2.4.5. Penilaian Resiko Kadmium

Pajanan zat kimia tidak dapat dihindari sepenuhnya oleh manusia sehingga harus dilakukan penilaian terhadap banyaknya zat kimia untuk menentukan tingkat pajanan yang tidak akan menimbulkan resiko terhadap kesehatan.

Beberapa badan ahli memakai istilah Acceptable Daily Intake (asupan harian yang dapat diterima) untuk menilai toksikologi zat kimia dalam makanan dan air sebagai dasar untuk menentukan tingkat kadar logam yang diperbolehkan. Adapun batas kandungan logam kadmium yang direkomendasikan untuk konsumsi menurut ketentuan FAO/ WHO (JECFA= Joint Expert Committe on Food Additive) yaitu sebesar 400-500 µg per minggu untuk orang dewasa atau 7 µg per kg berat badan per hari (Suwirma, 2000).

Dalam penentuan batas konsumsi harian (Acceptable Daily Intake = ADI) dilakukan perhitungan berdasarkan aturan FAO/WHO, dengan rumus (Zakiyah, 1998):


(38)

Keterangan:

[Cd] = konsentrasi Cd pada Kerang (Bivalvia) (μg/g)

w = berat Kerang (Bivalvia) (g/individu)

Sedangkan, tingkat konsumsi per orang dapat dihitung dengan persamaan:

Keterangan:

Intake Cd = berdasar FAO/WHO (μg/minggu) Konsentrasi total Cd dalam daging = konsentrasi Cd dalam daging Kerang

(Bivalvia) (μg/individu) 2.4.6. Efek Kadmium (Cd)

a. Efek kadmium (Cd) Terhadap Tumbuhan dan Hewan

Kadmium aliran limbah dari industri terutama berakhir di tanah dan badan air. Hal ini dapat berasal dari produksi misalnya seng, implikasi bijih fosfat dan pupuk. Kadmium juga terdapat di udara melalui pembakaran sampah rumah tangga dan pembakaran bahan bakar fosil. Sumber lain yang penting dari emisi kadmium adalah produksi pupuk fosfat buatan. Bagian dari kadmium yang berakhir di tanah setelah pupuk diterapkan pada lahan pertanian dan sisanya dari kadmium yang berakhir di permukaan air ketika limbah dari produksi pupuk dibuang oleh perusahaan produksi. Kadmium dapat diangkut melalui jarak yang jauh ketika diserap oleh lumpur. Lumpur ini kaya kadmium yang dapat mencemari air permukaan maupun tanah.


(39)

Kadmium dapat terserap untuk bahan organik dalam tanah. Ketika kadmium hadir di tanah itu bisa sangat berbahaya, karena serapan melalui makanan akan meningkat. Tanah yang diasamkan meningkatkan serapan kadmium oleh tanaman. Hal ini merupakan potensi bahaya binatang yang tergantung pada tanaman untuk bertahan hidup. Kadmium dapat terakumulasi dalam tubuh bintang tersebut, terutama ketika makan beberapa tanaman. Sapi mungkin memiliki jumlah besar kadmium dalam ginjalnya karena ini. Cacing tanah dan organisme tanah penting lainnya sangat rentan untuk keracunan kadmium. Cacing bisa mati pada konsentrasi sangat rendah dan memiliki konsekuensi bagi struktur tanah. Ketika konsentrasi kadmium di tanah tinggi mereka dapat mempengaruhi proses mikroorganisme tanah dan ancaman ekosistem seluruh tanah (Khan, 2008).

Dalam ekosistem air kadmium dapat terakumulasi dalam remis, tiram, udang, lobster dan ikan. Kerentanan terhadap kadmium dapat sangat bervariasi antara organisme perairan. Organisme air laut dikenal lebih tahan terhadap keracunan kadmium daripada organisme air tawar. Hewan yang makan atau minum kadmium kadang-kadang mendapatkan tekanan darah tinggi, penyakit hati dan saraf atau kerusakan otak.

b. Efek kadmium (Cd) Terhadap Kesehatan Manusia

Menurut darmono (1995), efek kadmium terhadap kesehatan manusia dapat bersifat akut dan kronis. Kasus keracunan akut kadmium kebanyakan melalui saluran pernapasan, misalnya menghisap debu dan asap kadmium terutama kadmium oksida (CdO). Gejala yang timbul berupa gangguan saluran pernapasan, mual, muntah,


(40)

kepala pusing dan sakit pinggang. Akibat dari keracunan akut ini dapat menimbulkan penyakit paru-paru yang akut dan kematian.

Efek kronis terjadi dalam selang waktu yang sangat panjang. Peristiwa ini terjadi karena kadmium yang masuk ke dalam tubuh dalam jumlah yang kecil sehingga dapat ditolerir oleh tubuh. Efek akan muncul saat daya racun yang dibawa kadmium tidak dapat lagi ditolerir tubuh karena adanya akumulasi kadmium dalam tubuh. Efek kronis dapat dikelompokkan menjadi lima kelompok (Palar, 2008), yaitu:

a) Efek Kadmium Terhadap Ginjal

Ginjal merupakan organ utama dari dari sistem urinaria hewan tingkat tinggi dan manusia. Pada organ ini terjadi peristiwa akumulasi dari bermacam-macam bahan termasuk logam kadmium. Kadmium dapat menimbulkan gangguan dan bahkan kerusakan pada sistem kerja ginjal terutama ekskresi protein. Kerusakan ini dapat dideteksi dari tingkat atau kandungan protein yang terdapat dalam urin. Petunjuk lain berupa adanya asam amino dan glukosa dalam urin, ketidaknormalan kandungan asam urat serta Ca dan Protein dalam urin.

b) Efek Kadmium Terhadap Paru-paru

Keracunan yang disebabkan oleh kadmium lebih tinggi bila terinhalasi melalui saluran pernapasan daripada saluran pencernaan. Efek kronis kadmium akan muncul setelah 20 tahun terpapar kadmium. Akan muncul


(41)

pembengkakan paru-paru (pulmonary emphysema) dengan gejala awal gangguan saluran napas, mual, muntah dan kepala pusing.

c) Efek Kadmium Terhadap Tulang

Serangan yang paling hebat karena kadmium adalah kerapuhan tulang. Efek ini telah menggoncangkan dunia internasional sehingga setiap orang dilanda rasa takut terhadap pencemaran. Efek ini timbul akibat kekurangan kalsium dalam makanan yang tercemar kadmium, sehingga fungsi kalsium darah digantikan oleh logam kadmium yang ada. Pada akhirnya kerapuhan pada tulang-tulang penderita yang dinamakan itai-itai disease.

d) Efek Kadmium Terhadap Darah dan Jantung

Efek kronis kadmium dapat pula menimbulkan anemia karena CdO. Penyakit ini karena adanya hubungan antara kandungan kadmium yang tinggi dalam darah dengan rendahnya hemoglobin.

e) Efek Kadmium Terhadap Sistem Reproduksi

Daya racun yang dimiliki oleh kadmium juga mempengaruhi sistem reproduksi dan organ-organnya. Pada konsentrasi tertentu kadmium dapat mematikan sel-sel sperma pada laki-laki. Hal inilah yang menjadi dasar bahwa akibat terpapar uap logam kadmium dapat mengakibatkan impotensi. Impotensi yang terjadi dapat dibuktikan dengan rendahnya kadar testoteron dalam darah.


(42)

2.5. Kerang (Bivalvia)

2.5.1. Karakteristik Kerang (Bivalvia) a. Anatomi

Kerang adalah salah satu hewan lunak (Mollusca) kelas Bivalvia atau

Pelecypoda. Secara umum bagian tubuh kerang dibagi menjadi lima, yaitu (1) kaki (foot byssus), (2) kepala (head), (3) bagian alat pencernaan dan reproduksi (visceral mass), (4) selaput (mantle) dan cangkang (shell). Pada bagian kepala terdapat organ-organ syaraf sensorik dan mulut. Warna dan bentuk cangkang sangat bervariasi tergantung pada jenis, habitat dan makanannya (Setyono, 2006).

Menutur Romimohtarto (2009), kerang biasanya simetri bilateral, mempunyai sebuah mantel yang berupa daun telinga atau cuping dan cangkang setangkup. Mantel dilekatkan ke cangkang oleh sederetan otot yang meninggalkan bekas melengkung yang disebut garis mantel. Fungsi dari permukaan luar mantel adalah mensekresi zat organik cangkang dan menimbun kristal-kristal kalsit atau kapur. Cangkang terdiri dari tiga lapisan, yakni:

a) lapisan luar tipis, hampir berupa kulit dan disebut periostracum, yang melindungi

b) lapisan kedua yang tebal, terbuat dari kalsium karbonat; dan

c) lapisan dalam terdiri dari mother of pearl, dibentuk oleh selaput mantel dalam bentuk lapisan tipis. Lapisan tipis ini yang membuat cangkang menebal saat hewannya bertambah tua.


(43)

b. Sistem Pernapasan

Kerang bernapas dengan sepasang insang yang dinamakan ctenidium dan mantel. Insang merupakan penyaring aktif yang mengambil oksigen dan bahan organik dalam air serta menolak apa saja yang dapat menyumbat alat penyaring tersebut. Insang melekat pada organ-organ dalam di bagian depan dan bagian ujungnya bebas di dalam rongga mantel.

c. Sistem Pencernaan

Saluran pencernaan terdiri atas mulut, esofagus yang pendek, lambung yang dikelilingi kelenjar pencernaan, usus, rektum dan anus. Mulut kerang terdiri dari palpus-palpus atau cuping-cuping bibir yang merupakan dua daun telinga terlipat dua, akar insang melekat pada tempat yang terletak diantara dua daun telinga tersebut.

Dalam mengalirkan makanan ke mulut, cilia memegang peranan penting. Sebagai filter feeder, sebagian besar kerang menyaring makanannya menggunakan insang yang berlubang-lubang. Makanan utamanya adalah plankton terutama fitoplankton (Suwignyo, 2005).

Plankton yang dibawa oleh arus insang (pernafasan) mengalami seleksi lagi. Beberapa jasad yang tidak dikehendaki, misal karena mereka berduri, diarahkan keakhir cuping. Di tempat ini mereka jatuh ke dalam rongga mantel dan secara berkala dikeluarkan sebagai kumpulan benda kecil, atau benda seperti feces, ke dalam air laut. Zat hara yang diterima diteruskan ke mulut dan ke kerongkongan berbulu getar yang berakhir ke lambung. Partikel-partikel yang besar diteruskan ke usus, sedangkan zat hara lainnya dikirim ke kantung atau tabung pencernaan yang mengelilingi perut. Usus memanjang membentuk lingkaran di dalam kelenjar genital,


(44)

melewati atas jantung, melilit sekeliling otot pengikat, dan berlanjut sebagai rektum. Anus berbentuk corong, yang membuang feses ke luar dari mantel (Romimohtarto, 2009).

d. Peredaran Darah

Menurut Suwignyo (2005), peredaran darah bivalvia adalah peredaran darah terbuka yaitu darah dari jantung ke sinus organ, ginjal, insang dan kembali ke jantung. Dalam jantung terdapat campuran darah yang mengandung oksigen dan yang tidak mengandung oksigen. Darah bivalvia biasanya tidak berwarna, namun kerang jenis Anadara, famili Arcidae mempunyai sel darah yang mengandung hemoglobin. e. Alat Indera

Alat indera yang utama terletak di tepi mantel. Alat peraba berbentuk tentakel terdapat pada sifon inhalant dan ekshalant. Alat indera berupa sepasang statocyst yang biasanya terdapat di kaki, terletak di dekat ganglion kaki. Selain itu terdapat ocelli untuk mendeteksi perubahan intensitas cahaya.

f. Ekskresi

Hasil ekskresi bivalvia dibuang ke rongga suprabranchia melalui nephrostome dalam rongga perikardium. Hasil buangan utama adalah amonia, dan urea, keluar dari tubuh melalui sifon ekshalant.

g. Reproduksi

Pembuahan bivalvia umumnya eksternal (perairan terbuka), gamet dikeluarkan melalui sifon ekshalant. Faktor yang mempengaruhi pemijahan adalah suhu air, pasang surut dan zat yang dihasilkan oleh gamet dari lawan jenisnya. Pembuahan eksternal, merupakan kekhasan bivalvia laut, menghasilkan larva trochopore,


(45)

kemudian menjadi veliger yang berenang bebas sebagai meroplankton. Veligernya mempunyai dua keping cangkang.

Masa hidup larva veliger sebagai plankton bervariasi dari beberapa hari sampai beberapa bulan, sebelum akhirnya turun ke substrat. Metamorfosa dicirikan oleh lepasnya velum dengan tiba-tiba, untuk kemudian tumbuh menjadi kerang muda (Suwignyo, 2005).

2.5.2. Jenis-jenis Kerang

Kerang merupakan sumber bahan makanan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat, karena mengandung protein dan lemak. Jenis kerang yang sering menjadi konsumsi masyarakat, yaitu kerang hijau (Mytilus viridis), kerang darah (Anadara granosa), dan kerang bulu (Anadara antiquata) (Suwignyo, 2005).

a. Kerang Hijau (Mytilus viridis)

Kerang hijau hidup di laut tropis seperti Indonesia, terutama di perairan pantai dan melekatkan diri secara tetap pada benda-benda keras yang ada disekelilingnya. Kerang ini tidak mati walaupun tidak terendam selama air laut surut. Kerang hijau termasuk binatang lunak, mempunyai dua cangkang yang simetris, kakinya berbentuk kapak, insangnya berlapis-lapis satu dengan lainnya dihubungkan dengan cilia.

Hewan ini memiliki alat kelamin yang terpisah atau diocious, bersifat ovipora yaitu memiliki telur dan sperma yang berjumlah banyak dan mikroskopik. Induk kerang hijau yang telah matang kelamin mengeluarkan sperma dan sel telur kedalam air sehingga bercampur dan kemudian terjadi pembuahan, telur yang telah dibuahi tersebut setelah 24 jam kemudian menetas dan tumbuh berkembang menjadi larva kemudian menjadi spat yang masih bersifat planktonik hingga berumur 15-20 hari


(46)

kemudian benih/ spat tersebut menempel pada substrat dan akan menjadi kerang hijau dewasa (Induk) setelah 5 - 6 bulan kemudian.

Habitat kerang hijau belum diketahui secara merata di perairan Indonesia, namun dapat dicatat karakteristik perairan yang sesuai bagi budidaya kerang hijau antara lain suhu perairan berkisar antara 27oC – 37oC, pH air antara 3 – 4 , arus air dan angin tidak terlalu kuat dan umumnya pada kedalaman air antara 10 m-20 m. Laju pertumbuhan kerang hijau berkisar 0,7-1,0 cm/ bulan. Ukuran konsumsi yang panjangnya sekitar 6 cm dicapai dalam waktu 6-7 bulan. Klasifikasi kerang hijau adalah sebagai berikut (Rukmana, 2004):

Kingdom : Animalia Phylum : Mollusca Class : Bivalvia Ordo : Filibranchia Family : Mytilidae Genus : Mytilus Spesies : Mytilus viridis

b. Kerang Darah (Anadara granosa)

Cangkang kerang darah memiliki belahan yang sama melekat satu sama lain pada batas cangkang. Rusuk pada kedua belahan cangkangnya sangat menonjol. Cangkang berukuran sedikit lebih panjang dibanding tingginya tonjolan (umbone). Setiap belahan Cangkang memiliki 19-23 rusuk (Sudrajat, 2008).

Dibanding kerang hijau, laju pertumbuhan kerang darah relatif lebih lambat. Laju pertumbuhan 0,098 mm/hari. Untuk tumbuh sepanjang 4-5 mm, kerang darah


(47)

memerlukan waktu sekitar 6 bulan. Presentase daging terbesar dimiliki oleh A. granola, yaitu sebesar 24,3%. Kerang darah memijah sepanjang tahun dengan puncaknya terjadi pada bulan Agustus/September. Hewan ini termasuk hewan berumah dua (diocis). Kematangan gonad terjadi pada saat kerang darah mencapai ukuran panjang 18-20 mm dan berumur kurang dari satu tahun. Adapun pemijahan mulai terjadi pada ukuran 20 mm.

Kerang ini hidup dalam cekungan-cekungan di dasar perairan di wilayah pantai pasir berlumpur. Jenis kekerangan ini menghendaki kadar garam antara 13-28 g/kg, kecerahan 0,5-2,5 m, dan pH 7,5-8,4. Klasifikasi kerang darah adalah sebagai berikut ( Ramadhan, 2008):

Kingdom : Animalia Phylum : Mollusca Class : Bivalvia Ordo : Arcioda Family : Arcidae Genus : Anadara

Spesies : Anadara granosa

c. Kerang Bulu (Anadara antiquata)

Kerang darah (Anadara granosa) dan kerang Bulu (Anadara antiquata) adalah family arcidae dan genus Anadara. Secara umum kedua kerang ini memiliki ciri morfologi yang hampir sama. Cangkang memiliki belahan yang sama melekat satu sama lain pada batas cangkang. Perbedaan dari kedua kerang ini adalah morfologi cangkangnya. Kerang bulu (Anadara antiquata) memiliki cangkang yang ditutupi


(48)

oleh rambut-rambut serta cangkang tersebut lebih tipis daripada kerang darah (Anadara granosa). Kerang darah memiliki cangkang yang lebih tebal, lebih kasar, lebih bulat, dan bergerigi dibagian puncaknya serta tidak ditumbuhi oleh rambut-rambut. Kerang bulu pada umumnya hidup di perairan berlumpur dengan tingkat kekeruhan tinggi. Klasifikasi kerang bulu adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Phylum : Mollusca Class : Bivalvia Ordo : Arcioda Family : Arcidae Genus : Anadara

Spesies : Anadara antiquata

2.5.3. Kadmium (Cd) Pada Jenis Kerang

Hewan air jenis kerang-kerangan (Bivalvia) atau jenis binatang lunak (Mollusca), baik jenis Clam (kerang besar) atau Oister (kerang kecil), pergerakannya sangat lambat di dalam air. Mereka biasanya hidup menetap di suatu lokasi tertentu di dasar air. Hal inilah yang mengakibatkan kerang mampu mengakumulasi logam lebih besar daripada hewan air lainnya.

Pada penelitian Sari (2005), hasil pemeriksaan terhadap 20 sampel kerang bulu menunjukkan bahwa kerang bulu yang dijual di daerah Pantai Kenjeran Surabaya telah tercemar oleh logam berat kadmium. Kandungan kadmium dalam 20 sampel daging kerang bulu berkisar antara 1,61-3,97 ppm.


(49)

Penelitian yang pernah dilakukan pada kerang darah yang berasal dari perairan belawan diperoleh kadar logam Cd pada kerang darah 0,2461 ± 0,0597 mg/Kg. Kadar tersebut sudah melewati batas maksimum yang diizinkan Ditjen POM (Juliana, 2010).

Selain itu, hasil pemeriksaan terhadap kerang hijau, kerang bulu dan kerang batu dari daerah belawan juga menunjukkan kerang-kerang tersebut telah tercemar logam kadmium. Pada kerang hijau diperoleh kadar kadmium sebesar ±0,2525 ppm, pada kerang bulu sebesar ±0,3570 ppm dan pada kerang batu sebesar ±0,2286 ppm. Artinya kadar kadmium pada ketiga jenis kerang tersebut telah melebihi nilai ambang batas yang ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia yaitu 0,2 ppm (Alfian, 2005).

Jenis kerang banyak digunakan sebagai indikator pencemaran logam. Hal ini disebabkan karena kerang dapat mengakumulasi logam lebih besar daripada hewan air lainnya karena habitat hidupnya yang menetap, lambat untuk menghindarkan diri dari pengaruh polusi dan mempunyai toleransi yang tinggi terhadap logam tertentu. Kerang banyak dikonsumsi oleh manusia maka sifat bioakumulatif inilah yang menyebabkan kerang harus diwaspadai bila dikonsumsi terus menerus (Darmono, 2001).

2.6. Penurunan Kadar Logam Berat

Upaya menurunkan kadar logam berat pada makanan banyak dilakukan dengan

penambahan sekuestran. Sekuestran pada penelitian ini adalah buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) yang secara tradisional telah digunakan oleh masyarakat sebagai bahan tambahan makanan dan obat-obatan.


(50)

Menurut Tranggono (1990), sekuestran dapat mengikat logam dalam bentuk ikatan

kompleks sehingga dapat mengalahkan sifat dan pengaruh jelek logam tersebut dalam

bahan makanan. Ion-ion logam dapat terlepas dari ikatan kompleksnya karena hidrolisis

maupun degredasi. Molekul atau ion dengan pasangan elektron bebas dapat

mengkompleks ion logam. Oleh karena itulah senyawa-senyawa yang mempunyai dua

atau lebih gugus fungsional seperti –OH, -SH, -COOH, -PO

3OH2-C=O, -NR2, -S- dan – O- dapat mengkelat logam dalam lingkungan yang sesuai.

Menurut Armando (2009), proses pengikatan logam merupakan proses keseimbangan pembentukan ion kompleks logam dengan sekuestran (senyawa pengkelat). Artinya proses ini dipengaruhi oleh konsentrasi senyawa yang ada. Secara umum keseimbangan ini dapat ditulis sebagai berikut:

L + S LS

Keterangan:

L = ion logam

S = sekuestran (ligan)

LS = kompleks logam-sekuestran

2.6.1. Karakteristik Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi)

Belimbing wuluh, belimbing sayur atau belimbing asam (Averrhoa bilimbi) memiliki pohon kecil, tinggi mencapai 10 m dengan batang yang tidak begitu besar dan mempunyai garis tengah hanya sekitar 30 cm. Pohon ini menghendaki tempat tumbuh tidak ternaungi dan cukup lembab (Anonimus, 2009).


(51)

Belimbing wuluh mempunyai batang kasar berbenjol-benjol, percabangan sedikit, arahnya condong ke atas. Daunnya majemuk, berselang-seling, panjang 30-60 cm dan berkelompok di ujung cabang warnanya hijau, permukaan bawah hijau muda. Perbungaan berupa malai, berkelompok, keluar dari batang atau percabangan yang besar dengan tangkai bunga berambut, bunga kecil-kecil berbentuk bintang warnanya ungu kemerahan. Buahnya buah buni, bentuknya bulat lonjong bersegi, panjang 4-6,5 cm. Warna buah ketika muda hijau jika buah masak berwarna kuning atau kuning pucat. Kulit buah berkilap dan tipis. Bijinya kecil (6mm), berbentuk pipih, dan berwarna coklat, serta tertutup lendir. Perbanyakan dengan biji dan cangkok. Klasifikasi ilmiah belimbing wuluh dalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Oxalidales Familia : Oxalidaceae Genus : Averrhoa Spesies : A. bilimbi

2.6.2. Kandungan Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi)

Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi) mengandung senyawa kimia antara asam format, asam sitrat, asam askorbat (Vitamin C), saponin, tanin, glukosid, flavonoid, dan beberapa mineral terutama kalsium dan kalium dalam bentuk kalium sitrat dan kalsium oksalat (Mursito, 2002).


(52)

Rasa asam yang teramat sangat pada belimbing sayur karena mengandung kadar vitamin C cukup tinggi. Kandungan vitamin C yaitu 25,8 mg/ 100 gram sehingga mampu membantu mengeringkan luka sariawan Buah ini juga mengandung kalium yang mampu melancarkan keluarnya air seni sehingga dapat menurunkan tekanan darah.

Selain itu, adanya kandungan asam sitrat pada belimbing wuluh memiliki manfaat yang besar. Menurut Tranggono (1990), asam sitrat dapat digunakan dalam pengawetan bahan pangan, sebagai antioksidan yang mencegah ketengikan dan mempertahankan warna dan aroma. Asam sitrat juga dapat berfungsi sebagai sekuestran yaitu senyawa kimia pengikat logam dalam bentuk ikatan kompleks. Sifat tersebut dapat mengalahkan sifat dan pengaruh jelek logam dalam bahan pangan. Dengan demikian senyawa ini dapat membantu mengurangi kadar logam berat seperti kadmium pada kerang.

2.6.3. Kegunaan Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi)

Rasa buah belimbing wuluh yang asam dan sejuk banyak digunakan sebagai penyedap pada masakan sayur asam, pindang ikan dan manisan. Dapat juga dipakai untuk membersihkan noda kain, pengilap peralatan yang terbuat dari kuningan dan tembaga serta sebagai obat tradisional (Purwaningsih, 2007).

Obat tradisional dari belimbing wuluh dapat menghilangkan sakit (analgetik), memperbanyak pengeluaran empedu, anti radang, peluruh kencing, astringent, penghilang jerawat, sariawan dan batuk. Selain itu juga banyak digunakan sebagai obat pada gusi berdarah, sakit gigi berlubang, panu, tekanan darah tinggi, kelumpuhan, memperbaiki fungsi pencernaan dan radang rectum.


(53)

2.7. Kerangka Konsep Penelitian

2.8. Hipotesis Penelitian

Ho: Tidak ada pengaruh pemberian belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) terhadap kadar kadmium (Cd) pada kerang (Bivalvia).

Ha: Ada pengaruh pemberian belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) terhadap kadar kadmium (Cd) pada kerang (Bivalvia).

Kadar Cd pada: a. Kerang hijau

(Mytilus viridis) b.Kerang darah

(Anadara granosa) c. Kerang bulu

(Anadara antiquata)

Pemberian Belimbing Wuluh (Averhoa bilimbi) pada kerang dengan:

a. Konsentrasi 0% (Kontrol)

b.konsentrasi 5%, 15% dan 25% selama 30 menit c. konsentrasi 5%, 15% dan

25% selama 60 menit

Kadar Cd pada Kerang hijau, Kerang darah dan kerang bulu setelah pemberian Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi)

Ada Pengaruh


(54)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan eksperimen murni (True Experimental). Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan acak lengkap (RAL) dengan pola faktorial 3x2, dimana perlakuan konsentrasi Belimbing wuluh (Averhhoa bilimbi) dilambangkan dengan N sebagai faktor pertama terdiri atas 3 taraf yaitu N1 (5%), N2 (15%) dan N3 (25%). Perlakuan waktu (T) sebagai faktor kedua terdiri atas 2 taraf yaitu T1 (30 menit) dan T2 (60 menit) dan dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Perlakuan dilakukan untuk setiap jenis sampel kerang (kerang hijau, kerang darah dan kerang bulu).

Rancangan acak lengkap dengan pola faktorial dapat digambarkan pada tabel sebagai berikut:

Tabel 3.1 Rancangan Perlakuan pemberian belimbing wuluh pada kerang

Konsentrasi (N) Pre Test Waktu Perlakuan (T) 30 menit (T1) 60 menit (T2) 0% (Kontrol/N0)

X

N0T1 N0T2

5% (N1) N1T1 N1T2

15% ( N2) N2T1 N2T2

25% (N3) N3T1 N3T2

Keterangan:

X = Kadar kadmium pada awal percobaan

N0T1 = Perlakuan dengan pemberian 0% (kontrol) belimbing wuluh selama 30 menit


(55)

N2T1 = Perlakuan dengan pemberian 15% belimbing wuluh selama 30 menit N3T1 = Perlakuan dengan pemberian 25% belimbing wuluh selama 30 menit N0T2 = Perlakuan dengan pemberian 0% (kontrol) belimbing wuluh selama 60

menit

N1T2 = Perlakuan dengan pemberian 5% belimbing wuluh selama 60 menit N2T2 = Perlakuan dengan pemberian 15% belimbing wuluh selama 60 menit N3T2 = Perlakuan dengan pemberian 25% belimbing wuluh selama 60 menit 3.2.Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi Penelitian

Lokasi pengambilan sampel kerang dilakukan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan. Sedangkan perlakuan pemberian belimbing wuluh dan pemeriksaan kadar kadmium pada kerang dilakukan di Balai Laboratorium Kesehatan Medan.

Alasan pemilihan lokasi penelitian ini adalah karena kawasan Medan Belawan merupakan daerah padat industri dan berdasarkan hasil penelitian Putra, perairan Belawan telah tercemar kadmium.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli-November 2010. 3.3.Objek Penelitian

Objek pada penelitian ini adalah kerang (Bivalvia) yaitu kerang hijau (Mytillus viridis), kerang darah (Anadara granosa) dan kerang Bulu (Anadara antiquata) yang berasal dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Belawan.


(56)

3.4.Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer diperoleh dari hasil pemeriksaan kadar kadmium (Cd) pada kerang yang diberi belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) di Balai Laboratorium Kesehatan Medan.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari Balai POM Medan tentang batas maksimum cemaran logam dalam makanan dan literatur-literatur yang berhubungan dan mendukung penelitian.

3.5.Definisi Operasional

1.Kerang adalah biota air yang merupakan salah satu jenis Mollusca dengan ciri-ciri tubuh yang simetris, memiliki cangkang dan mantel yang melekat pada cangkang.

2.Kadar kadmium pada kerang adalah banyaknya kadmium yang ditemukan dalam 10 gr sampel melalui pemeriksaan laboratorium dalam satuan ppm.

3.Kadar kadmium pada kerang setelah pemberian belimbing wuluh adalah banyaknya kadmium yang ditemukan dalam 10 gr sampel yang telah diberikan belimbing wuluh melalui pemeriksaan laboratorium dalam satuan ppm.

4.Pemberian belimbing wuluh pada kerang dengan konsentrasi 0% adalah pemberian 0 gr belimbing wuluh dalam 100 ml akuades pada kerang.

5.Pemberian belimbing wuluh pada kerang dengan konsentrasi 5% adalah pemberian 5 gr belimbing wuluh dalam 100 ml akuades pada kerang.


(57)

6.Pemberian belimbing wuluh pada kerang dengan konsentrasi 15% adalah pemberian 15 gr belimbing wuluh dalam 100 ml akuades pada kerang.

7.Pemberian belimbing wuluh pada kerang dengan konsentrasi 25% adalah pemberian 25 gr belimbing wuluh dalam 100 ml akuades pada kerang.

8.Ada pengaruh adalah suatu keadaan dimana terdapat perubahan kadar kadmium pada kerang setelah pemberian belimbing wuluh.

9.Tidak ada pengaruh adalah suatu keadaan dimana tidak terdapat perubahan kadar kadmium pada kerang setelah pemberian belimbing wuluh.

3.6.Instrumen Penelitian 3.6.1. Alat

a. Beacker glass 250 ml b. Cawan petri

c. Corong pisah d. Erlenmeyer e. Gelas ukur f. Furnace

g. Kertas saring whatman no. 42 h. Labu ukur 100 ml

i. Lumpang dan Alu j. Magnetic Stirrer

k. Pipet volumentri l. Pisau dapur


(58)

n. Tabung reaksi o. Timbangan analitik 3.6.2. Bahan

a. Asam nitrat pekat (HNO3) b. Akuades

c. Larutan belimbing wuluh 5% (±5 gr belimbing wuluh dalam 100 ml akuades), 15% (±15 gr belimbing wuluh dalam 100 ml akuades) dan 25% (±25 gr belimbing wuluh dalam 100 ml aquades).

3.7. Cara Kerja Penelitian

3.7.1. Pengambilan Sampel di Lapangan

Sampel kerang hijau, kerang darah dan kerang bulu diambil dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Belawan yang berasal dari Laut Belawan. Metode pengambilan sampel dengan cara purposif, yaitu sampel yang tidak terambil memiliki karakteristik yang sama dengan sampel yang akan diteliti (Notoatmojo, 2002).

Besar sampel daging kerang untuk masing-masing waktu perendaman 30 menit dan 60 menit yaitu 100 gr, sehingga total 600 gr untuk 3 kali pengulangan. Dengan asumsi berat rata-rata daging dari 1 kerang 10 gr artinya dibutuhkan 60 buah kerang hijau, 60 buah kerang darah dan 60 buah kerang bulu. Kerang tersebut dimasukkan ke dalam kantung plastik untuk mencegah penambahan pencemaran.

3.7.2. Pengaplikasian Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi)

Belimbing wuluh yang digunakan adalah belimbing wuluh yang telah tua dengan berat rata-rata berkisar antara 7-10 gr. Pembuatan larutan belimbing wuluh sesuai dengan konsentrasi perlakuan dengan cara:


(59)

a. Timbang belimbing wuluh masing-masing sebanyak 5 gr, 15 gr dan 25 gr. b. Kemudian belimbing wuluh dihaluskan menggunakan lumpang dan alu

c. Tambahkan akuades, masing-masing sebanyak 100 ml dalam erlenmeyer sehingga diperoleh larutan belimbing wuluh dengan konsentrasi 5%, 15% dan 25%.

Adapun cara pengaplikasian belimbing wuluh adalah sebagai berikut:

1.Daging kerang diambil dengan cara membuka kerang dari cangkangnya menggunakan pisau.

2.Sediakan sampel (kerang hijau) ± 600 gr dan dicuci bersih.

3.Tahap berikutnya melakukan penimbangan daging kerang untuk masing-masing perlakuan 20 gr.

4.Sampel pertama ± 20 gr dipisahkan terlebih dahulu sebagai pre test.

5.Sampel kedua diambil masing-masing 20 gr untuk direndam dalam larutan belimbing wuluh pada konsentrasi 0% (kontrol), 5%, 15% dan 25% selama 30 menit dengan perbandingan kerang dan larutan perendam 1 : 2 dengan pengulangan sebanyak 3 kali.

6.Sampel ketiga ditimbang masing-masing 20 gr untuk direndam dalam larutan belimbing wuluh pada konsentrasi 0% (kontrol), 5%, 15% dan 25% selama 60 menit dengan perbandingan kerang dan larutan perendam 1 : 2 dengan pengulangan sebanyak 3 kali.

7.Kemudian sampel dicuci dan ditiriskan selama 15 menit.

8.Untuk prosedur perlakuan terhadap kerang darah dan kerang bulu sama dengan cara pengaplikasian belimbing wuluh pada kerang hijau.


(60)

3.7.3. Pemeriksaan Kadmium pada Sampel

Pemeriksaan kadar kadmium pada kerang dilakukan dengan prosedur kerja sebagai berikut:

1. Siapkan cawan bersih petri yang bersih dan masukkan sampel daging kerang (kerang hijau, kerang darah dan kerang bulu) dalam cangkir dan ditimbang beratnya sekitar 10 gr.

2. Lakukan pengabuan di dalam furnace pada temperatur 600ºC sampai menjadi abu.

3. Didiamkan selama 24 jam untuk mencapai suhu kamar.

4. Setelah dingin sampel tersebut ditambahkan 5 ml HNO3 pekat (65%) hingga sampel terendam dan aduk rata.

5. Pindahkan ke dalam labu tentukur volume 100 ml dan tambahkan akuades 6. Lakukan penyaringan dengan kertas saring whatman no. 42.

7. Dari hasil penyaringan didapat filtrasi yang akan digunakan untuk uji kuantitatif.

8. Kemudian diperiksa dengan alat Spektrofotometer Serapan Atom pada panjang gelombang 228,8 nm.

9. Dilakukan pencatatan data hasil pengukuran.

Tingkat penurunan kadar logam berat dihitung dengan menggunakan rumus Porsepwani dalam Buwono (2005), yaitu sebagai berikut:

(

)

% 100

Χ Ι

Ι − Ι = Ι

o t o


(61)

Io: Kadar logam berat pada awal penelitian (ppm) It: Kadar logam berat pada akhir penelitian (ppm) 3.8. Pengolahan dan Analisa Data

Data yang diperoleh dari hasil percobaan akan diolah menggunakan program statistik komputer SPPS 15,0 for windows dengan menggunakan uji analisis sidik ragam untuk rancangan acak lengkap faktorial (Anova dua arah) pada taraf nyata 5 % untuk mengetahui pengaruh pemberian belimbing wuluh terhadap kadar kadmium pada kerang dengan melihat rata-rata dua atau lebih kelompok berbeda secara nyata dengan asumsi kelompok yang dianalisis memiliki varians yang sama (Hartono, 2008). Jika hasil analisis sidik ragam (Anova) menunjukkan terdapat pengaruh pemberian belimbing wuluh terhadap rata-rata kadar kadmium pada kerang, maka akan dilanjutkan dengan uji Duncan dengan interval kepercayaan 95%.

Dalam hal ini, hipotesis yang akan diuji adalah:

Ho: Tidak pengaruh pemberian belimbing wuluh terhadap rata-rata kadar kadmium pada kerang

Ha: Ada pengaruh pemberian belimbing wuluh terhadap rata-rata kadar kadmium pada kerang

Pengambilan keputusan berdasarkan perbandingan F tabel dan F hitung yaitu: a. Jika F hitung < F tabel, maka Ho diterima.


(1)

Gambar lampiran 7.3. Kerang Bulu (Anadara antiquata)


(2)

Gambar lampiran 7.5. Larutan Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi)


(3)

Gambar lampiran 7.7. Furnace


(4)

Gambar lampiran 7.9. Larutan Sampel sebelum penyaringan

Gambar lampiran 7.10. Filtrasi yang akan Dianalisis


(5)

Gambar lampiran 7.11. Spektrofotometer Serapan Atom


(6)

Lampiran 8. Perhitungan Acceptable Daily Intake Untuk Kadmium Dalam Kerang (Bivalvia)

Keterangan:

[Cd] = konsentrasi Cd pada Kerang (Bivalvia) (μg/g)

w = berat Kerang (Bivalvia) (g/individu) Intake Cd = berdasar FAO/WHO (μg/minggu)

Konsentrasi total Cd dalam daging = konsentrasi Cd dalam daging Kerang (Bivalvia)

(μg/individu) ADI pada kerang hijau pre test

[Cd] = 0,247 μg/g w = 10 gr/kerang

Intake Cd = 420 μg/minggu untuk seseorang dengan berat badan 60 kg

242,9 g/hari

Dimana berat 1 kerang sebesar 10 gr, artinya setiap hari seseorang dengan berat badan 60 kg dapat mengkonsumsi kerang sebanyak 24 kerang.