samping asas Legalitas. Salah satu unsur utama tindak pidana yang bersifat objektif adalah sifat melawan hukum. Hal ini tersirat dalam pasal 1 ayat 1
KUHP dalam menentukan perbuatan itu dapat di pidana atau tidak pembentuk Undang-Undang menjadikan sifat melawan hukum sebagai unsur tertulis. Selain
itu sifat dapat dicela kadang-kadang dimasukan dalam rumusan delik, yaitu dalam culpa.
53
1. Sifat Melawan Hukum Formal.
Ajaran sifat melawan hukum ini dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu ajaran sifat melawan hukum formal dan ajaran sifat melawan hukum materiil.
Sifat melwan hukum formal terjadi karena memenuhi rumusan delik Undang-Undang. Sifat melawan hukum formal merupakan syarat untuk dapat
dipidananya perbuatan. Menurut ajaran melawan hukum formal mengatakan bahwa apabila suatu perbuatan telah memenuhi semua unsur yan termuat dalam
rumusan tindak pidana, perbuatan tersebut adalah tindak pidana. Jika ada alasan- alasan pembenaran maka alasan-alasan tersebut harus juga disebutkan secara tegas
dalam Undang-Undang
54
Menurut ajaran sifat melawan hukum formil ini, dengan berpegangan pada asas legalitas, apabila perbuatan diancam dengan pidana dan dirumuskan sebagai
suatu delik di dalam Undang-Undang yang tertulis misalnya KUHP, maka perbuatan itu bersifat melawan hukum. Kalaupun ada hal-hal yang menghapuskan
53
Teguh Prasetyo, Op. Cit., hal. 65
54
Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Op.Cit., hal. 34
sifat melawan hukumnya, sehingga pelakunya tidak dapat dijatuhi pidana, hal-hal yang menghapuskan itu harus pula berdasar ketentuan Undang-Undang tertulis.
Keberadaan formale wederrechtelijkheid atau sifat melawan hukum formil tidak menjadi persoalan karena ini secara eksplisit menjadi unsur dari suatu pasal,
sehingga untuk menentukan apakah seseorang itu melawan hukum atau tidak cukup apabila orang itu melihat apakah perbuatan itu telah memenuhi semua
unsur yang terdapat dalam rumusan delik atau tidak. Ajaran ini diikuti oleh Simons yang mengatakan, suatu perbuatan yang
bertentangan dengan hukum tidak mutlak bersifat melawan hukum, tetapi bila terdapat pengecualian, alasan pengecualian itu harus diambil dari hukum positif
dan tidak boleh dari luar hukum postif.
55
2. Sifat Melawan Hukum Materiil.
Dengan kata lain, sifat melawan hukum formil ini menghendaki suatu perbuatan hanya dapat dipidana apabila perbuatannya tersebut bertentangan
dengan Hukum tertulis, sedangkan alasan-alasan pengecualiannya harus dicari dalam hukum tertulis juga.
Pendukung ajaran ini menyatakan, melawan hukum atau tidaknya suatu perbuatan tidak hanya terdapat di dalam Undang-Undang yang tertulis, tetapi
harus dilihat berlakunya asas-asas hukum yang tidak tertulis juga. Sifat melawan hukum itu dapat dihapuskan berdasar ketentuan Undang-Undang maupun atauran-
aturan yang tidak tertulis
55
Ibid
Ajaran sifat melawan hukum materiil juga menyatakan, disamping memenuhi syarat-syarat formal, yaitu memenuhi semua unsur rumusan delik,
perbuatan itu juga harus benar-benar dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang tidak patut atau tercela. Karena itu pula ajaran sifat melawan hukum materiil
ini mengakui alasan-alasan pembenar diluar Undang-Undang dengan kata lain, alasan pembenar dapat berada pada hukum yang tidak tertulis.
56
Dengan demikian dapat disimpulkan, Hoge Raad mengikuti dan mengakui adanya ajaran sifat melawan hukum materiil. Dalam praktek pradilan di Indonesia
ajaran sifat melawan hukum formil telah mulai ditinggalkan. Akan tetapi ajaran melawan hukum materiil itu sendiri belum sepenuhnya disepakati keberatannya
oleh karena: Pendukung ajaran melawan hukum materiil ini antara lain Von Liszt,
Zudohna, Meyes, Zevenbergen, Van Hattum, Vos, juga moeljatno. Ajaran melawan hukum materiil dalam tindak pidana mulai dikenal di Belanda melalui
arrest-arrest Hoge Raad dimulai pada tahun 1933 dalam putusan Hoge Raad 20 Februari 1933 yang terkenal dengan nama Vee-art arrest atau dikenal dengan
nama arrest dokter hewan seperti yang telah diuraikan sebelumnya, lalu diikuti kemudian dengan munculnya arrest rokok, arrest krakers, leidse MOB arrest,
arrest sosjale joenit, heling arrest, arrest J.A.C, deep throat arrest,arrest menganai euthanasia, kruisraketten arrest, arrest arubaanse zaak, kruisraketten
arrest, dan spoorwegwerken arrest berdasarkan putusan Hoge Raad 20 September 1993.
56
Ibid, hal. 35
a. Kepastian hukum akan goyah atau dikorbankan;
b. Secara ekstream, hal ini akan memberikan kepada hakim untuk bertindak
sewenang-wenaang atau; c.
Hakim akan mempunyai tugas yang berat sekali untuk mempertimbangkan rasa keadilan dan keyakinan masyarakat mengenai ketentuan hukum yang
tidak tertulis. Sifat melawan hukum materiil ini dapat di bedakan lagi menjadi dua
macam berdasarkan fungsinya yaitu: a.
Sifat melawan hukum materill yang berfungsi negatif, yaitu suatu perbuatan yang melihat norma-norma di luar Undang-Undang dapat
digunakan untuk menghapuskan sifat melawan hukum suatu perbuatan yang memenuhi rumusan Undang-Undang sebagai alasan penghapusan
pidana. b.
Sifat melawan hukum materiil yang berfungsi positif, yaitu suatu perbuatan yang melihat norma-norma tidak tertulis yang dapat digunakan
untuk menetapkan suatu perbuatan sebagai tindak pidana yang digunakan sebagai alasan penjatuhan pidana atau hukuman.
Vos, Utrecht, dan Sudarto mengemukan tentang ajaran sifat melawan hukum materiil hanya diambil fungsinya yang negatif. Artinya mengakui
kemungkinan adanya hal-hal di luar Undang-Undang yang dapat menghapuskan sifat melawan hukum perbuatan yang memenuhi rumusan Undang-Undang.
Tetapi jangan dibalik, yaitu menganggap suatu perbuatan tetap sebagai delik
meskipun tidak nyata diancam dengan pidana di dalam Undang-Undang, dalam hal perbuatan tersebut bertentangan dengan ukuran lain yang hidup dalam
msyarakat. Jika ini yang diambil artinya mengambil fungsi yang positif yang justru akan bertentangan dengan asas legalitas.
57
C. Sifat Melawan Hukum Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Diakui Oleh