18
apa yang diperjanjikan, akan tetapi juga terhadap beberapa unsur lain sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatutan secara moral.
32
c. Asas Konsensualitas Consensualitas
Sebagaimana yang tersirat dalam pasal 1320 KUH Perdata, bahwa sebuah kontrak sudah terjadi dan karenanya mengikat para pihak dalam kontrak sejak terjadi
kata sepakat tentang unsur pokok dari kontrak tersebut. Dengan kata lain, kontrak sudah sah apabila sudah tercapai kesepakatan mengenai unsur pokok kontrak dan
tidak diperlukan formalitas tertentu.
33
Banyak pertanyaan, kapan saatnya kesepakatan dalam perjanjian itu terjadi. Kesepakatan itu akan timbul apabila pihak para yang
membuat perjanjian itu pada suatu saat bersama-sama berada disatu tempat dan disitulah terjadi kesepakatan itu. Akan tetapi dalam surat menyurat, sehingga juga
timbul persoalan kapan kesepakatan itu terjadi. Hal ini penting dikarenakan untuk perjanjian-perjanjian
yang tunduk pada asas konsensualitas, saat terjadinya kesepakatan merupakan saat terjadinya perjanjian.
34
Kekuatan mengikat dan suatu kontrak adalah lahir ketika telah adanya kata sepakat, atau dikenal dengan asas
konsensualitas, dimana para pihak yang berjanji telah sepakat untuk meningkatkan dirinya dalam suatu perjanjian menurut hukum.
Subekti, dalam bukunya Hukum Perjanjian menyatakan bahwa menurut ajaran yang lazim dianut sekarang, perjanjian harus dianggap dilahirkan pada saat
dimana pihak yang melakukan penawaran efferter menerima yang termaktub dalam
32
Mariam Darus Badrulzaman, dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, PT. Citra Adytia Bakti, Bandung,
2001. Hal.88.
33
Johanes Gunawan, Op cit
34
Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-asas Hukum Perdata, Alumni Banctung 2000, Hal. 214
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
19
surat tersebut, sebab detik itulah dapat dianggap sebagai detik lahirnya kesepakatan. Bahwasanya mungkin ia tidak membaca surat-surat yang diterimanya dalam waktu
yang sesingkat-singkatnya.
35
Menurut Wirjono Prodjodikoro sebagaimana yang dikutip oleh Riduan Syahrini, ontvangs theorie dan verneming theorie dapat dikawinkan sedemikian rupa,
yaitu dalam keadaan biasa perjanjian harus dianggap terjadi pada saat surat penerimaan sampai kepada alamat penawar ontvangs theorie, tetapi dalam keadaan
luar biasa kepada si penawar diberikan kesempatan untuk membuktikan bahwa itu mungkin dapat mengetahui isi surat penerimaan pada saat surat itu sampai
dialamatnya, misalnya karena bepergian atau sakit keras.
36
Asas ini juga dapat ditemukan dalam pasal 1338 KUH Perdata, dalam istilah semua. Kata-kata Semua menunjukkan bahwa setiap orang diberi kesempatan
untuk menyatakan keinginan will yang dirasanya baik untuk menciptakan perjanjian
37
d. Asas Itikad Baik Asas itikad baik dalam suatu perjanjian terdapat dalam pasal 1338 ayat 3
KUH Perdata, Yang menyatakan persetujuan-persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik. Akan tetapi dalam pasal tersebut tidak disebutkan secara eksplisit apa
yang dimaksud dengan itikad baik. Akibatnya orang akan menemui kesulitan dalam menafsirkan dari itikad baik itu sendiri. Karena itikad baik merupakan suatu
35
Subekti, Hukum
Perjanjian, Intermasa, Jakarta Get VI. 1979, Hal.29-30
36
Riduan Syahrini, Op.cit. Hal. 216
37
Mariam Darus Badrulzaman, Op. cit, Hal. 87
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
20
perjanjian yang abstrak yang berhubungan dengan apa yang ada dalam alam pikiran manusia. Menurut James Gordley, sebagaimana yang dikutip oleh Ridwan
Khairandy, memang dalam kenyataanya sangat sulit untuk mendefenisikan itikad baik.
38
Dalam praktek pelaksanaan perjanjian sering ditafsirkan sebagai hal yang berhubungan dengan kepatutan dan kepantasan dalam melaksanakan suatu kontrak.
Menurut teori klasik hukum kontrak, asas itikad baik dapat diterapkan dalam situasi dimana perjanjian sudah memenuhi syarat hal tertentu, akibat ajaran ini tidak
melindungi pihak yang menderita kerugian dalam tahap pra kontrak atau tahap perundingan, karena dalam tahap ini perjanjian belum memenuhi syarat tertentu.
39
Penerapan asas itikad baik dalam kontrak bisnis, haruslah sangat diperhatikan terutama pada saat melakukan perjanjian pra kontrak atau negoisasi, karena itikad
baik baru diakui pada saat perjanjian sudah memenuhi syarat sahnya perjanjian atau setelah negoisasi dilakukan. Terhadap kemungkinan timbulnya kerugian terhadap
pemberlakuan asas itikad baik ini, Suharmoko menyebutkan bahwa secara implisit Undang-Undang Perlindungan Konsumen sudah mengakui bahwa itikad baik sudah
harus ada sebelum ditandatangani perjanjian, sehingga janji-janji pra kontrak dapat diminta pertanggungjawabkan berupa ganti rugi, apabila janji tersebut diingkari.
40
Subekti, dalam bukunya hukum perjanjian, menyebutkan bahwa itikad baik itu dikatakan sebagai suatu sendi yang terpenting dalam buku perjanjian.
41
38
Ridwan Khairandy, Itikad Baik dalam Kebebasan Berkontrak, Pascasaijana Fakultas Hukum Universitas Indonesiajakarta 2003,Hal 129-130
39
Suharmoko, Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus, Prenada Media, Jakarta 2004, Hal. 5
40
Ibid, hal 8-9
41
Subekti, Op. Cit. hlm.41
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
21
Sehingganya Riduan Syahrani menyebutkan bahwa dalam rangka pelaksanaan perjanjian peranan itikad baik te goeder trouw sungguh mempunyai arti yang sangat
penting sekali.
42
Pemikiran ini berpijak dari pemahaman bahwa itikad baik merupakan landasan dalam melaksanakan perjanjian dengan sebaik baiknya dan
semestinya. Asas itikad baik menjadi salah satu instrumen hukum untuk membatasi
kebebasan berkontrak dan kekuatan mengikatnya perjanjian. Dalam hukum kontrak itikad baik memiliki tiga fungsi yaitu, fungsi yang pertama, semua kontrak harus
ditafsirkan sesuai dengan itikad baik, fungsi kedua adalah fungsi menambah yaitu hakim dapat menambah isi perjanjian dan menambah peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan perjanjian itu. Sedangkan fungsi ketiga adalah fungsi membatasi dan meniadakan beperkende en derogerende werking vande goeder
trouw.
43
Dengan fungsi ini hakim dapat mengenyampingkan isi perjanjian yang telah dibuat oleh para pihak. Tidak semua ahli hukum dan pengadilan menyetujui fungsi
ini, karena akan banyak hal bersinggungan dengan keadaan memaksa, sehingganya masih dalam perdebatan dalam pelaksanaannya,
Pengertian itikad baik secara defenisi tidak ditemukan, begitu juga dalam KUHPerdata tidak dijelaskan secara terperinci tentang apa yang dimaksud dengan
itikad baik, pada pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata hanyalah disebutkan bahwa perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.
42
Riduan Syahrani, Op.cit. Hal. 259
43
Ridwan Khairandy, Op.Cit. Hal. 33. 24
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
22
Menurut Wirjono Prodjodikoro dan Subekti, itikad baik te goeder trouw yang sering diterjemahkan sebagai kejujuran, dibedakan menjadi dua macam, yaitu;
1 itikad baik pada waktu akan mengadakan hubungan hukum atau perjanjian, dan
2 itikad baik pada waktu melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang timbul dari hubungan hukum tersebut.
44
Sampai sekarang tidak ada makna tunggal itikad baik dalam kontrak, sehingga masih terjadi perdebatan mengenai bagaimana sebenarnya makna dari itikad baik itu.
Itikad baik para pihak, haruslah mengacu kepada nilai-nilai yang berkembang ditengah masyarakat, sebab itikad baik merupakan bagian dari masyarakat
Sifat dari itikad baik dapat berupa subjektif, dikarenakan terhadap perbuatan ketika akan mengadakan hubungan hukum maupun akan melaksanakan perjanjian
adalah sikap mental dari seseorang. Banyak penulis ahli hukum Indonesia menganggap itikad baik bersifat subjektif. Akan tetapi sebagaimana dikutip Riduan
Syahrini dalam bukunya Wirjono prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, menyebutkan para kalangan ahli hukum Belanda antara lain Hoftmann dan Volmar
menganggap bahwa disamping adanya pengertian itikad baik yang subjektif, juga ada itikad baik yang bersifat objektif, oleh mereka tidak lain maksudnya adalah kepatutan
billijkheid redelijkheid.
45
2. Konsepsi
Konsepsi yang dimaksud disini adalah kerangka konsepsional merupakan bagian yang menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan konsep yang digunakan
44
Riduan Syahiani, .Op.c Hal. 260. 25
45
Riduan Syahrini, Ibid, Hal. 262
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
23
penulis, Konsep
diartikan sebagai
kata yang
menyatakan abstraksi
yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus,
46
yang disebut sebagai defenisi operasional.
Dalam penelitian ini dirumuskan serangkaian kerangka konsepsi atau defenisi operasional sebagai berikut:
1. Implementasi adalah proses untuk memastikan terlaksananya suatu kebijakan dan tercapainya kebijakan tersebut.
2. Asas kebebasan Berkontrak adalah suatu asas yang menyatakan bahwa setiap orang boleh membuat kontrak perjanjian yang berisi dan macam apapun
dimana para pihak dapat dengan bebas mengatur hak dan kewajiban dalam perjanjian yang disepakati.
3. Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada atau dimana dua pihak saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.
4. Leasing adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan
untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli
barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu tertentu , berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan
hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang
46
Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta 1998, hal. 3 26
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
24
bersangkutan atau memperpanjang waktu leasing berdasarkan nilai sisa uang yang telah disepakati bersama.
5. Perlindungan Hukum adalah adanya kepastian hukum, artinya pada suatu perjanjian leasing setiap pihak dilindungi oleh hukum karena dibuat secara
otentik, yang memiliki sanksi-sanksi apabila para pihak tidak melaksanakan hak dan kewajibannya.
6. Para pihak adalah orang perorangan yang sepakat melakukan perjanjian yang harus memenuhi suatu hak dan kewajiban.
G. Metode Penelitian 1.
Sifat dan Jenis Penelitian
Dalam penulisan ini penulis menggunakan spesifikasi penelitian bersifat deskriptis-analitis, yaitu penelitian yang bertujuan untuk melukiskan tentang sesuatu
hal didaerah tertentu dan pada saat tertentu. Dalam penelitian ini akan digambarkan peraturan perundang-undangan
mengenai perjanjian sewa guna usahaleasing kemudian dikaitkan dengan pernyataan dalam pelaksanaan implementasi asas hukum perjanjian dalam perjanjian leasing dan
perlindungan hukum bagi para pihak di PT Adi Sarana Armada. Melalui penggambaran tersebut kemudian dilakukan analisa.
Penelitian ini
mempergunakan metode
pendekatan hukum
yuridis normatif yaitu metode yang melakukan penelitian dengan mengkaji peraturan
perundang-undagan atau efektifitas hukum yang berlaku dalam masyarakat.
2. Sumber Data Penelitian