40
Dari perspektif “Unjust Enrichment Doctrine dalam common law system suatu prinsip umum bahwa seseorang tidak boleh memperkaya diri sendiri secara
tidak adil dari biaya pihak lain. Pada leasing posisi lessee tersebut khususnya dengan kewajiban membayar semua beban yang timbul dalam perjanjian yang seyogyanya
ditanggung bersama lessor dapat dikualifikasikan sebagai upaya lessor untuk memperkaya diri sendiri secara tidak adil.
Kriteria yang diajukan untuk rnenentukan apakah seseorang telah memperkaya diri sendiri menurut doktrin ini adalah:
a. Ada sesuatu manfaat atau keuntungan yang diperbuat salah satu pihak kepada
pihak lain; b. Manfaat atau keuntungan ini berharga atau dimengerti oleh pihak lain;
c. Pihak lain menahan manfaat itu adalah merupakan hal yang tidak patut bila
tidak disertai dengan pembayaran.
3. Asas Kepribadian
Privity of contract dalam Perjanjian Leasing
Asas kepribadian dalam suatu perjanjian berintikan pada ruang lingkup berlakunya perjanjian yang hanya terbatas pada pihak dalam perjanjian itu saja.
Pengecualian terhadap asas ini terdapat dalam pasal 1317 KUH Perdata yang memperbolehkan untuk meminta ditetapkannya suatu janji guna kepentingan
seseorang pihak ketiga. Ketentuan untuk meminta ditetapkannya suatu janji guna kepentingan pihak ketiga tidak dapat ditarik kembali bila pihak ketiga itu telah
menyatakan menerimanya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
41
Satu-satunya ketentuan dalam perjanjian sewa guna usaha lease agreement yang menyebut-nyebut janji terhadap pihak ketiga termuat dalam pasal 10 ayat 1:
...pelanggan bersedia menanggung seluruh biaya kerugian yang timbul... Lessee sebagai pemakai bertanggung jawab untuk lessor. Lessee sebagai pemakai
bertanggung jawab untuk mengasuransikan kendaraan peralatan atas biaya sendiri. Sedangkan lessor sebagai pemilik bertanggungjawab untuk hal-hal cacat pada orang
atau badan yang disebabkan oleh kendaraan peralatan terhadap pegawai-pegawai dari lessee atau dari pihak ketiga. Dengan demikian pihak ketiga yang dimaksudkan
disini adalah pihak perusahaanasuransi dalam kaitannya dengan polis asuransi antara lessee dan pihak ketiga lainnya, karena hal-hal atau kerugian-kerugian yang
disebabkan oleh kendaraan peralatan
dalam hubungannnya dengan lessor,
pertanggung jawaban lessor terhadap pihak ketiga lainnya, sebagaimana tersebut diatas adalah karena kepatutan atau kepantasan. Kepatutan oleh banyak ahli hukum
menduduki tata urutan terakhir setelah undang-undang dan kebiasaan
60
. Wirjono
61
. Namun, demikian kepatutan adalah hal yang sangat penting dan dibutuhkan sebelum
pelaksanaan perjanjian itu, hal ini untuk menghindari ketidakpatutan dan ketidak adilan dalam perjanjian. Sedangkan suatu peijanjian yang tidak patut atau tidak adil
dapat dipahami dari adanya hubungan atau keadaan yang tidak seimbang. Ruang Hngkup berlakunya perjanjian dalam sewa guna usaha adalah
terdapatnya kondisi Unconscionability atau keadaan yang berat sebelah. Kondisi tersebut dalam perjanjian sewa guna usaha dapat dilihat dari perlakuan pihak yang
60
Volmar Op.Cit Hal. 168
61
Wiryono Prodjokodikoro, Azas-azasHukum-Hukum Perjanjian, Cet. ke 2, Penerbit PT
Balai Bandung, hal.28
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
42
mempunyai kedudukan yang kuat dalam usahanya memaksakan atau memanfaatkan transaksinya terhadap pihak lain yang lemah kedudukannya. Fullagar J. menjelaskan
kedudukan yang lemah atau orang lemah under a special disability dapat disebabkan oleh kemiskinan, sedang membutuhkan, sakit, usia, ketidak stabilan
jasmani dan rohani, mabuk, kurang mendapat bantuan atau penjelasan yang mana bantuan atau penjelasan itu sekarang setelah keluarnya undang-undanR No. 4 Tahun
1996, pembebanannya dilakukan dengan surat kuasa memasang hak tanggungan. Dari kedua pendapat di atas hal yang penting adalah memberikan
perlindungan yang kuat terhadap debitur sebagai pemilik kredit dengan cara mengikat obyek leasing melalui pembebanan lembaga jaminan yang sesuai dengan sistem
hukum jaminan.
B. Karakter Keperdataan
Leasing dalam Pengaturan
Sistem Hukum
Perjanjian Menurut KUH Perdata
Dalam sistem hukum perjanjian menurut KUH Perdata, dikenal perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama. Yang termasuk dalam perjanjian bernama
antara lain: iual beli, sewa menyewa pinjam pakai, pinjam meminjam dan lain-lain; sedangkan yang termasuk dalam perjanjian yang muncul di dalam masyarakat yang
belum ada pengaturannya di dalam perjanjian bernama. Perjanjian ini timbul dengan landasan asas kebebasan berkontrak dan sifat mengatur optional law dari hukum
perjanjian itu sendiri. Salah satu perjanjian yang timbul dan berkembang di luar sistem KUH
Perdata adalah perjanjian leasing. Di lihat dari pasal 1319. perjanjian leasing adalah
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
43
perjanjian tidak bernama. Perjanjian leasing ini harus tunduk pada ketentuan umum mengenai hukum perjanjian, misalnya syarat-syarat membuat perjanjian harus
dipenuhi unsur-unsur dari pasal 1320 KUH Perdata. Namun secara historis, leasing adalah lembaga hukum yang berasal dari negera Amerika Serikat, yang secara
etimologi kata leasing berasal dari bahasa to lease berarti sewa menyewa. Selain itu sistem pembayaran dalam perjanjian leasing pada mulanya adalah mencicil sesuai
dengan jangka waktu yang ditentukan. Berdasarkan alasan tersebut ada para sarjana yang menatakan leasing memiliki sifat keperdataan dari perjanjian sewa-menyewa.
Sebaliknya sebagian dari sarjana melihat leasing ini dari tujuan perjanjian leasing yaitu untuk mengaiihkan hak kepemilikan dari obyek leasing itu. Di lihat dari
sisi ini, para sarjana berpendapat bahwa leasing memiliki identitas yang sama dengan perjanjian beli sewa huurkoop. Ada pula yang berpendapat leasing adalah perjanjian
hak pakai barang untuk jangka waktu tertentu. Demikian juga muncul pendapat pada hakekatnya leasing adalah perjanjian kredit Loan agreement.
Melihat dari keanekaragaman pendapat di atas, sifat keperdataan leasing itu ternyata belum mendapat kejelasan. Hal ini sangat penting untuk diketahui karena
masalahnya berkaitan dengan penentuan hukum mana yang dijadikan pedoman jika terhadap perjanjian leasing timbul perselisihan conflict diantara para pihak.
Di dalam praktek, juga masih terdapat kesimpangsiuran terhadap pemahaman lembaga leasing. Ada pihak yang mengatakan leasing identik dengan beli sewa atau
identik dengan perjanjian kredit. Sementara itu pihak lessor yang diwawancarai 80 mengatakan dengan tegas, bahwa perjanjian leasing bukan perjanjian sewa
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
44
menyewa, bukan pula perjanjian beli sewa, juga bukan perjanjian kredit seperti yang berlaku di bank, melainkan perjanjian leasing memiliki karakter tersendiri yang
berbeda dengan jenis perjanjian lainnya tidak bernama.
62
Berikut ini dipaparkan 2 dua contoh model perjanjian leasing yang dibuat oleh lessor sebagai berikut: contoh pertama dengan judul perjanjian sewa guna usaha
Finance Lease dan contoh kedua dengan judul perjanjian guna usaha Leasing. Dalam kontrak Finance lease, istilah untuk para pihak dipergunakan istilah
pihak yang menyewakan dan pihak penyewa, Demikian seterusnya istilah-istilah tersebut dipakai dalam pasal-pasal dari
syarat-syarat perjanjian dapat diambil kesimpulan bahwa masih ada lessor yang tidak konsisten dalam penggunaan konsep-konsep dalam leasing, sehingga dapat
ditafsirkan leasing itu merupakan perjanjian sewa menyewa. Pihak lessor seharusnya dalam setiap kontrak leasing menggunakan istilah
lessor dan lessee bukan pihak yang menyewakan dan pihak penyewa. Demikian juga istilah lessor dan lessee harus dipakai dalam syarat-syarat perjanjian leasing.
Selain itu, terdapat ciri khas dalam perjanjian leasing yang tidak dimiliki oleh jenis perjanjian lainnya yaitu adanya pencantuman hak opsi opticrecht yaitu hak yang
diberikan lessor kepada lessee untuk memperpaniang jangka waktu leasing atau memutuskan perjanjian leasing atau membeli barang modal dengan harga yang sudah
ditentukan. Di kontrak finance lease, hak opsi ditentukan dengan dua alternatif yaitu opsi untuk membeli barang modal atau memperpanjang jangka waktu leasing.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
45
Berikut ini dikutip pasal yang mengatur tentang hak opsi dalam jenis kontrak finance lease sebagai berikut:
1. Selambat-lambatnya 2 dua bulan sebelum berakhirnya masa sewa guna usaha,
lessee harus mengajukan permohonan tertulis kepada lessor bahwa lessee akan melaksanakan opsi untuk membeli peralatan sewa guna dimaksud. Setelah
pelunasan yang tepat dan sebagaimana mestinya oleh lessee atas semua jumlah uang yang terhutang oleh lessee kepada lessor berdasarkan serta syarat-syarat
dan ketentuan-ketentuan ini, dan setelah berakhimya masa sewa guna usaha, lessee berhak untuk melaksanakan opsi untuk membeli peralatan dengan
pembayaran tunai dengan harga yang sekurang-kurangnya jaminan danatau nilai sisa.
2. Setelah pembayaran sejumlah uang yang dimaksud pada angka
1, lessee memperoleh hak milik atas peralatan.
3. Dalam
hal sebelum berakhirya jangka waktu
sewa guna usaha, lessee
mengajukan permintaan tertulis kepada lessor untuk memperpanjang masa sewa guna usaha, dan dengan ketentuan bahwa tidak ada dan tidak akan ada kejadian
kelalaian. lessor dapat menyetujui perpanjangan tersebut. Jika lessor setuju untuk memperpanjang masa sewa guna usaha, maka lessor akan melanjutkan sewa
guna usaha peralatan kepada lessee dan lessee harus tetap menyewa guna usaha peralatan dari lessor dengan syarat dan ketentuan yang sama seperti termaktub
dalam perjanjian serta syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan mi, namun dengan ketentuan bahwa:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
46
a. Perpanjangan masa sewa guna usaha yang telah diperbaharui harus sebagaimana disetujui oleh lessor dan
b. Angsuran pembiayaan yang wajib dibayar harus sebagaimana disetujui kembali oleh lessor dan lessee.
Selain itu, juga dikutipkan hak opsi dari kontrak leasing, sebagai bahan perbandingan. Hak opsi dalam kontrak ini berbunyi:
Dengan dibayarnya tepat pada waktunya jumlah uang sewa guna usaha dan pembayaran kewajiban lainnya oleh penyewa selama jangka waktu sewa guna usaha
dan dengan telah ditaatinya dan dilaksanakannya semua janji pengikatan diri dan ketentuan-ketentuann dari perjanjian ini pada akhir jangka waktu sewa guna usaha,
penyewa mempunyai opsi untuk membeli barang modal tersebut berada pada waktu itu dengan harga pembelian yang sama dengan nilai sisa ditambah dengan setiap
pajak yang dikenakan atasnya. Penyewa berhak untuk tidak melakukan pilihan untuk membeli dan sebaliknya dapat meminta untuk memperpanjangmemperbaharui masa
sewa guna usaha. Kalau diperhatikan pengaturan hak opsi yang dibuat oleh lessor yang berbeda
PT Adi Sarana Armada ASSA ,dan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1.
Hak opsi adalah hak dari seseorang lessee bukan lessor. 2.
Hak opsi tidak otomatis terjadi pada saat akhir kontrak leasing, melainkan harus dimohonkan kembali dan mendapat persetujuan lessor.
3. Hak opsi harus diajukan secara tertulis bukan lisan.
4. Hak opsi itu dapat berupa:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
47
a. Memperpanjang kontrak
1
b. Membeli barang modal 5.
Kalau terjadi pembelian barang modal, harga pembelian dihitung sebesar nilai sisa yang ada.
6. Melalui hak opsi, lessee dapat menjadi pemilik dari barang modal dengan cara
seperti nomor 5. Hak opsi ini berdasarkan SK Menteri Keuangan No. 1169KMK.011991,
Pasal 1 huruf a jo. Pasal 2 hanya dapat dilaksanakan oleh perusahaan lessor dengan jenis leasing berupa finance lease, sedangkan terhadap jenis leasing berupa operating
lease tidak terdapat hak opsi. Kriteria bisnis leasing untuk dapat digolongkan sebagai finance lease yang memiliki
hak opsi, berdasarkan pasai 3 SK Menteri Keuangan No. 1169KMK.011991 adalah: a. Jumlah pembayaran leasing selama masa leasing pertama ditambah dengan
nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan keuntungan lessor.
b. Masa leasing ditetapkan sekurang-kurangnya 2 dua tahun untuk barang
modal golongan I, dan 3 tiga tahun untuk barang modal golongan II dan III serta 7 tujuh tahun untuk golongan bangunan.
c. Perjanjian leasing memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee, Selain ciri khas hak opsi yang melekat pada perjanjian leasing finance lease,
karakter leasing ini memang berbeda dengan perjanjian lainnya. Dibawah ini akan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
48
dipaparkan perbedaan perjanjian leasing dengan perjanjian lainnya seperti sewa- menyewa, milik sewa dan perjanjian kredit
1. Perjanjian leasing perbedaannya dengan perjanjian sewa menyewa
a Dilihat dari sistem hukum perjanjian menurut KUH Perdata, leasing
merupakan perjanjian tidak bernama, sedang sewa menyewa merupakan perjanjian bernama.
b Istilah komparisasi, dalam leasing dipakai istilah lessor dan lessee, sedangkan dalam sewa menyewa dipergunakan istilah pifaak yang menyewakan dan
pihak penyewa. c Subyek, dalam bisnis leasing pihak lessor
harus merupakan lembaga pembiayaan, sedangkan dalam sewa menyewa tidak ada peneaturannva secara
khusus. d Jangka waktu, dalam leasing jangka waktu sangat diperhatikan sesuai dengan
umur pemakaian barang modal sedangkan jangka waktu dalam perjanjian sewa menyewa tidak menjadi fokus utama karena tidak dikaitkan dengan
obyek sewa. e Obyek leasing, dalam leasing yang menjadi obyek umumnva peralatan
produksi barang modal, sedangkan dalam sewa menyewa tidak ditentukan hal yang demikian.
f Resiko, dalam leasing resiko teihadap obyek perjanjian berada dipundak lessee, sedangkan resiko sewa menyewa berada ditangan yang menyewakan.
g Simpanan jaminan Security deposit dalam leasing sangat diperlukan
sedangkan menyewa tidak perlu.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
49
h Dokumen, dalam leasing dokumen lebih komplit dibandingkan dokumen dalam sewa menyewa.
2. Perbedaan leasing dengan perjanjian sewa beli
a Dilihat dari SK Presiden No. 61 Tahun 1988 tentang lembaga pemblayaan, leasing merupakan lembaga pembiayaan sedangkan beli sewa tidak termasuk
didalamnya. Dilihat dari SK Menteri Keuangan No. 1169KMK.011991, masa leasing ditentukan sesuai dengan barang modal yang menjadi obyeknya
sehingga masa leasing mendapat perhatian khusus, sedangkan dalam beli sewa jangka waktu tergantung dari kemampuan si pemheli sewa bukan umur
objek beli sewa. b Kepemilikan, dalam leasing hak milik baru berpindah kepada lessee pada saat
lessee mengumumpkan hak opsi untuk membeli barang modal sedangkan dalam beli sewa bak milik secara otomatis beralih kepada si pembeli sewa
pada saat angsuran di bayar lunas. c Simpanan jaminan, dalam beli sewa tidak diperlukan simpanan jaminan
sedangkan dalam perjanjian leasing sangat dibutubkan oleh lessor. 3.
Perjanjian leasing perbedaannya dengan kredit bank 1Dalam perjanjian ini, leasing, pihak lessor hanya menyediakan barang modal,
sedangkan dalam perjanjian kredit bank pihak kreditur menyediakan uang. 2Istilah subjek dalam perjanjian leasing adalah lessor dan lessee sedangkan
perjanjian kredit bank adalah kreditur pemberi kredit dan debitur penerima kredit.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
50
3Resiko, dalam perjanjian leasing resiko itu bisa berupa uang dan barang sedangkan dalam perjanjian kredit bank risiko adalah uang.
4Lembaga leasing merupakan lembaga pembiayaan, sedangkan perjanjian kredit bank merupakan lembaga keuangan.
5Ingkar janji, dalam perjanjian leasing apabila lessee ingkar janji maka lessor mengambil kembali barang modal tanpa harus memperhitungkan kelcbihan
harga, sedangkan pada perjanjian kredit bank apabila kreditur ingkar janji maka barang jaminan dilelang dan kelebihan harganya dikembaiikan kepada
debitur. 6Jaminan pembayaran, dalam leasing jaminan pembayaran ini dapat berupa
simpanan jaminan dan barang modal yang menjadi objek leasing sedangkan dalam perjanjian kredit jaminan pembayaran di cover oleh benda jaminan baik
bergerak maupun tidak bergerak yang tidak mempunyai hubungan dengan penyediaan uang.
7Obyek perjanjian, dalam leasing yang menjadi obyek adalah barang-barang modal alat-alat produksi dan tanah berikut bangunan yang merupakan satu
kesatuan sedangkan dalam perjanjian kredit bank pengaturan obyek jaminan itu adalah lebih luas.
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan tersebut, perjanjian leasing jelas tidak identik dengan perjanjian lainnya sebab leasing memiliki karakter perjanjian
sendiri dengan ciri-ciri sebagai berikut: 1. Perjanjian leasing dibuat dalam bentuk perjanjian baku sepihak.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
51
2. Perjanjian leasing
termasuk dalam
jenis perjanjian
tidak bernama
onbenoemed overeenkomst. 3. Perjanjian leasing bersifat konsensuil obligatoir.
4. Perjanjian penyerahan barang modal dalam leasing bersifat rill. 5. Perjanjian leasing finance lease haras berisikan hak opsi.
6. Perjanjian leasing memuat simpanan jaminan security deposit. 7. Perjanjian leasing memiliki objek yang sudah ditentukan.
8. Perjanjian leasing tidak tunduk pada ketentuan perjanjian sewa menyewa.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
52
BAB III HAMBATAN - HAMBATAN APA SAJA YANG TIMBUL PADA
PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA GUNA USAHALEASING DAN CARA MENGATASINYA
A. Hambatan Yang Bisa Timbul pada Sistem dan pelaksanaan Perjanjian leasing di PT Adi Sarana Armada ASSA pada umumnya disebabkan oleh:
a. Faktor Non Yuridis, yaitu:
62
1. Dari Pihak Lessee Dalam pelaksanaan perjanjian sewa guna usahaleasing,
lessee dapat menimbulkan keadaan tertentu yaitu:
a Wanprestasi Bentuk wanprestasi dari lessee antara lain:
1 Lessee tidak membayar
sewa leasing pada waktu
yang telah ditentukan.
2 Lessee membayar sewa leasing tetapi terlambat 3 Lessee membayar sewa leasing tetapi hanya sebagian.
4 Lessee tidak membayar denda atas keterlambatan pembayaran sewa leasing.
b Lessee melakukan tindakan-tindakan yang seharusnya tidak boleh dilakukan karena bertentangan dengan perjanjian leasing dan dapat
diancam dengan sanksi pidana, tindakan-tindakan tersebut antara lain adalah:
1 Menjual barang leasing 2 Menycwakan barang leasing tersebut kepada orang lain.
3 Merusak label milik lessor yang ditempelkan pada barang modal sebagai tanda pengenalidentitas bahwa barang modal tersebut
adalah milik lessor.
62
Wawancara dengan Eddy Purwanto,staff ADH PT ASSA, tanggal 3 Nopember 2010
52
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
53
4 Tindakan-tindakan lain yang merugikan lessor, karenanya dapat diancam sanksi pidana.
c Lessee melakukan tindakan-tindakan yang berkaitan langsung dengan cara pembayaran sewa leasing yaitu lessee pemakaian cek mundur
sebagai sarana pembayaran, tetapi pada akhir masa berlakunya, cek tersebut, dana yang seharusnya dibayarkan ternyata tidak ada, dengan
kata lain cek mundur tersebut adalah cek kosong. d Lessee melakukan tindakan-tindakan yang disebabkan oleh adanya
mismanagement dalam bisnisnya, sehingga berakibat kewajiban lessee tidak
dapat ditunaikan,
karena miss
management tersebut
mempengaruhi atau mengakibatkan tidak lancarnya cashflow dalam perusahaanya.
e Lessee melakukan tindakan-tindakan karena faktor karakter dari lessee sendiri, setelah transaksi leasing mulai berjalan ternyata baru diketahui
bahwa karakter
lessee kurang
baik, yang
pada akhirnya
dapat mengakibatkan kesulitan, bahkan kerugian bagi lessor. Misalnya lessee melakukan penipuan terhadap identitas dan pemalsuan tanda
tangan yang dapat menimbulkan sanksi pidana dan merugikan pihak lessor ketika melakukan penagihan. Hal ini mungkin terjadi karena
perjanjian leasing dibuat dibawah tangan oleh lessee dan lessor dibuat dibawah tangan dan tidak dilegalisasikan di hadapan notaris. Sehingga
tidak ada yang dapat menguatkan lessee untuk memastikan keaslian identitas dan tanda tangan lessor. Namun apabila setiap perjanjian
leasing dibuat dihadapan notaris, dapat memperkuat pembuktian keaslian identitas dan tanda tangan karena dibuat dihadapan pihak
yang berwenang. 2. Dari Pihak Ketiga
Pihak ketiga yang bermaksud dalam hal ini adalah pelanggan atau costumers dari lessee dan semua pihak yang terlibat secara langsung
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
54
ataupun tidak langsung dalam transaksi leasing. Lessee yang berupa perusahaan
dalam melakukan
usahanya memiliki
pelanggan atau
costumers yang memakai produk yang dihasilkannya. Apabila pelanggan atau costumers tersebut melakukan wanprestasi terhadap lessee, maka hal
ini akan berakibat buruk pada lessee karena bisa menyebabkan lessee tidak memiiiki dana yang seharusnya disetorkan kepada lessor, hal ini
merupakan suatu
lingkaran atau
rentetan transaksi
yang saling
berhubungan satu sama lain, dan mempunyai hubungan sebab akibat. b. Faktor-faktor Yuridis
1. Faktor-faktor tak terduga Faktor-faktor tak terduga adalah suatu situasi, dan keadaan yang dapat
membuat transaksi leasing terhambat Keadaan yang dimaksud disini adalah berupa keputusan atau kebijaksanaan pemerintah yang mengatur
dibidang ekonomi, keuangan, dan industri. Kebijaksanaan pemerintah ini tertuang dalam keputusan maupun peraturan perundang-undangan yang
dapat berakibat langsung maupun tidak langsung terhadap usaha leasing, contohnya adalah kebijaksanaan uang ketat atau tight money policy yang
pernah terjadi sekitar tahun 1991, yang kemudian menyebabkan susahnya mencari fasilitas kredit
2. Faktor Yuridis yang bersifat final Faktor yuridis yang bersifat final maksudnya adalah peraturan atau
sumber perundang-undangan lainnya yang baru dikeluarkan untuk mengganti peraturan lama yang mengatur tentang kegiatan leasing secara
langsung. Dengan dikeluarkannya peraturan baru tersebut maka segala sesuatu yang berhubungan dengan praktek leasing harus berubah dan
mengikuti ketentuan yang baru. Upaya atau cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan-hambatan yang biasa timbul pada sistem dan
pelaksanaan perjanjian leasing di FT ASSA seperti yang tersebut diatas, antara lain:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
55
a. Faktor non yuridis, yaitu: 1 Pengenaan denda
Dalam perjanjian leasing biasanya lessor mensyaratkan denda sebagai sanksi atas keterlambatan lessee di dalam membayar sewa
leasing. Denda ini dimaksudkan untuk memacu lessee agar tidak wanprestasi.
2 Jaminan Pemberian jaminan dimungkinkan dalam perjanjian leasing, hanya
saja besar nilai jaminan tidak sama dengan besar nilai jaminan pada perjanjian kredit perbankan. Jaminan dalam perjanjian leasing
hanya bersifat tambahan, karena yang terpenting adalah kelayakan proyek lessee. Jaminan yang dapat diberikan oleh lessee kepada
lessor adalah sebagai berikut: a. Security deposit
b. Corporate guarantee c. Cross guarantee
d. Bank Garansi e. Deposito atau bentuk cash collateral lainnya
f. Jaminan kebendaan g. Personal guarantee
3 Upaya atau cara yang dilakukan perusahaan leasing pada umumnya dalam hal lessee melakukan wanprestasi adalah:
a. Jika cek yang diberikan oleh lessee ditolak, maka pihak marketing lessor dalam waktu 1 x 24 jam melihat dan
menyelidiki dulu sebab dan alasan mengapa cek sampai ditolak oleh bank, kemudian dilakukan pendekatan kepada lessee
dengan menanyakan sebab-sebab alasan tersebut. Jika kesulitan yang dikemukakan lessee masuk akal dan dapat diterima secara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
56
logika maka lessor akan memberikan kesempatan waktu lagi bagi lessee untuk memenuhi prestasinya.
b. Jika ternyata belum ada reaksi dari lessee untuk berupaya memenuhi kewajiban-kewajiban, maka lessor akan memberikan
surat peringatan pertama kepada lessee. c. Lessor akan memberikan peringatan kedua jika lessee belum
juga berupaya memenuhi prestasinya. d. Lessor memberikan peringatan yang terakhir yaitu yang ketiga,
namun hal ini tergantung dari kebijaksanaan yang dimiliki oleh masing-masing lessor. Peringatan akan terus diberikan oleh
lessor sampai batas kesabaran lessor habis. e. Jika peringatan-peringatan tersebut tidak ada hasilnya, maka
langkah selanjutnya lessor mengajak musyawarah atau ncgoisasi untuk mencari penyelesaian terbaik dari masalah tersebut.
f. Upaya berikutnya adalah dengan jalan repossesing terhadap barang leasing dari tangan lessee yang dilakukan oleh lessor
karena lessee wanprestasi. b. Faktor Yuridis, yaitu:
1. Jika langkah-langkah yang ditempuh di atas tidak ada hasilnya, bahkan
penjualan barang leasing tersebut ke pasar bekas ternyata masih kurang untuk menutup kerugian yang diderita lessor, maka lessor dapat mulai
melakukan upaya hukum dengan cara meminta fiat eksekusi dari pengadilan terhadap barang jaminan dari lessee ataupun cara lain yang
sah menurut hukum yang berkaitan dengan barang jaminan lessee guna kepentingan lessor, entah itu dengan cara sita jaminan atau upaya hukum
lain. Disinilah arti penting dari pemberian jaminan dalam praktek perjanjian leasing, walaupun pemberian jaminan tersebut sifatnya hanya
tambahan saja.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
57
2. Upaya terakhir yang dilakukan lessor adalah meminta penyelesaian
secara hukum dengan jalan membawa perkara pengadilan. Upaya ini merupakan upaya terakhir yang terpaksa dilakukan oleh lessor, walaupun
melalui upaya ini nantinya akan memakan waktu dan biaya yang tidak sedikit.
B. Cara Mengatasi Hambatan Yang Timbul pada Sistem dan Pelaksanaan Perjanjian Leasing di PT Adi Sarana Armada
Setiap kegiatan usaha pasti mempunyai resiko, demikian pula dengan usaha leasing. Menurut Prof. Subekti resiko adalah
suatu kewajiban memikul kerugian yang disebabkan karena suatu kejadian diluar kesalahan salah satu pihak.
63
Resiko yang terdapat dalam usaha leasing seringkali menjadi penghambat bagi kegiatan
usaha perusahan-perusahaan leasing. Demikian pula dengan resiko yang terdapat pada sistem dan pelaksanaan perjanjian leasing di PT ASSA yang sering menjadi
penghambat bagi kegiatan usaha yang dilaksanakannya. Penyebab timbulnya resiko yang biasa menjadi penghambat dalam sistem dan
pelaksanaan perjanjian leasing antara lain adalah: a.
Wanprestasi atau ingkar janji dari pihak lessee, Menurut Amin Wijaya Tunggal dan Arif Djohan Tunggal
64
, wanprestasi atau ingkar janji dari pihak lessee dapat berupa tindakan:
1. Menunda-nunda pembayaran sewa leasing yang harusnya dibayar 2. Membayar sewa leasing tetapi terlambat.
3. Membayar sewa leasing tetapi tidak sesuai dengan perjanjian. 4. Terlambat membayar denda atau sama sekali tidak membayar denda atas
keterlambatannya membayar sewa leasing. 5. Tidak mampu membayar sewa leasing karena pailit atau bangkrut.
63
Subekti, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, hal.71
64
Amin Wijaya Tunggal dan Arif Djohan Tunggal, Aspek Yuridis dalam leasing, Rineka Cipta, Jakarta 1994, hal
46-47
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
58
6. Sengaja tidak
membayar sewa
leasing yang
sudah jatuh tempo
pembayarannya. 7. Mengalihkan barang leasing pada pihak lain
8. Menjamin barang leasing sebagai jaminan hutang. 9.
Menjual barang leasing dengan tujuan untuk melepaskan diri dari kewajiban membayar sewa.
10. Menghilangkan label leasing. b. Musnah, hilang atau rusaknya barang leasing, baik yang disebabkan oleh lessee
maupun oleh sebab apapun c. Faktor-faktor dari segi yuridis yang bersifat final yaitu berupa peraturan atau
sumber perundang-undangan
yang dikeluarkan
oleh pemerintah
untuk mengganti peraturan nama yang mengatur kegiatan leasing secara langsung.
Dengan keluarnya peraturan baru tersebut maka kegiatan leasing yang sudah berlangsung wajib menyesuaikan kegiatan-kegiatannya menurut ketentuan-
ketentuan yang baru. d. Faktor-faktor lain yang bersifat tak terduga, yaitu berupa situasi, kondisi, dan
keadaan yang biasa membuat kegiatan transaksi leasing menjadi terhambat contohnya uang rupiah yang mengalami inflasi terhadap nilai uang dollar, dimana
dampak lain dari inflasi tersebut sangat berpengaruh terhadap kegiatan usaha di Indonesia, yang salah satunya adalah usaha leasing. Dengan jatuhnya nilai mata
uang rupiah terhadap dollar mengakibatkan macetnya transaksi-transaksi leasing di Indonesia, apalagi ditambah dengan banyaknya perusahaan-perusahaan lessee
yang mengalami kebangkrutan. Dari keadaan ini maka banyak sekali perusahaan leasing di Indonesia yang gulung tikar, karena modal yang telah dikeluarkan tidak
kembali seperti yang diharapkan. Hal seperti ini juga terjadi pada lembaga
keuangan bank dan semua lembaga yang bergerak di bidang keuangan serta pembiayaan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
59
Untuk mengatasi resiko-resiko tersebut diatas agar tidak menjadi penghambat dalam sistem dan pelaksaan perjanjian leasing, maka upaya atau cara yang
biasa dilakukan oleh perusahaan leasing lessor adalah tindakan-tindakan sebagai berikut:
a. Menetapkan sanksi denda dalam perjanjian sewa guna usahaleasing
untuk setiap keterlambatan lessee dalam pembayaran sewa leasing. Sanksi denda bagi
lessee ini berupa kewajiban membayar bunga sekian persen sebulan yang dihitung sejak tanggal jatuh tempo pembayaran sewa.
b. Meminta suatu jaminan dari lessee selama masa leasing berlangsung guna
menjamin ketaatan lessee terhadap perjanjian leasing, jaminan ini akan dikembalikan lagi kepada lessee pada saat berakhirnya masa leasing dengan
dikurangi jumlah-jumlah yang hams dibayar oleh lessee tanpa bunga. c.
Menarik dan mcnguasai kembali barang leasing dengan biaya-biaya yang ditanggung oleh lessee, termasuk biaya pembongkaran dan pemindahan barang
leasing dari tempat barang leasing berada atau tempat lessee ke tempat lessor. d.
Mengajukan gugatan kepengadilan sebagai upaya terakhir apabila tindakan- tindakan tersebut di atas belum berhasil, yaitu dengan tuntutan sebagai berikut:
1Melakukan sita revindikatoir atas barang-barang yang menjadi obyek perjanjian leasing, dengan maksud untuk mengambil kembali barang-barang
milik lessor yang berada dalam kekuasaan lessee untuk kemudian diserahkan kepada lessor.
2Menghukum pihak lessee untuk membayar ganti rugi pada pihak lessor atas kerugian yang telah dideritanya sebagai akibat dari tindakan wanprestasi atau
ingkar janji atau tindakan melawan hukum yang telah dilakukan oleh lessee, yaitu berupa:
a. Uang sewa yang masih tertunggak.
b. Denda yang tertunggak ditambah bunganya.
c. Seluruh uang sewa yang masih berjalan hingga angsuran yang terakhir.
d. Nilai sisa residual value dari barang leasing.
e. Biaya-biaya penagihan termasuk biaya perkara dan honor pengacara.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
60
f. Bunga yang bersangkutan.
3 Meletakkan sita jaminan atas harta milik lessee wntuk menjamin pembayaran ganti ragi dan lain-Iain tuntutan tersebut di atas.
4 Mengalihkan segala resiko kepada pihak lessee. 5 Menghukum pihak lessee membayar segala ongkos perkara.
6 Menuntut kepada hakim untuk membatalkan perjanjian leasing itu, atau menyatakan perjanjian batal akibat adanya wan prestasi atau ingkar janji.
Upaya melalui jalur hukum ini ditempuh oleh lessor sebagai alternatif terakhir, karena dalam upaya ini lessor harus siap kehilangan banyak waktu dan
biaya, namun hal ini bukan berarti bahwa lessor enggan untuk menggunakan jalur hukum, melainkan keadaan lessorlah jang menghendaki demikian, karena selama
menunggu keputusan dari hakim yang menangani perkaranya, lessor belum mendapatkan ganti rugi atas kerugian yang dideritanya, belum lagi jika barang
leasing yang semestinya segera dijual atau diuangkan untuk menutup kerugian lessor disita oleh pengadilan guna pemeriksaan atau sebagai barang bukti. Mengingat hal
tersebut maka sangatlah beralasan jika lessor menempatkan upaya hukum sebagai alternatif terakhir.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
61
BAB IV PENERAPAN PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP PARA
PIHAK APABILA TERJADI SENGKETA DALAM PRAKTEK PERJANJIAN SEWA GUNA USAHA LEASING DI PT ADI SARANA ARMADA ASSA
A. Pengertian Umum Perlindungan Konsumen 1. Pengertian Konsumen
Konsumen berasal dari istilah asing, yaitu consumer dan Belanda consument, secara harafiah diartikan sebagai orang atau perusahaan yang membeli barang
tertentu atau menggunakan jasa tertentu atau seseorang yang menggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang.
Pengertian konsumen dalam arti umum adalah pengguna dan atau pemanfaat barang dan atau jasa untuk tujuan tertentu.
65
Menurut pengertian diatas, subyek yang dijadikan konsumen berarti setiap orang yang berstatus sebagai pemakai barang atau
jasa. Sementara menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8
Tahun 1999 mendefenisikan konsumen sebagai setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga,
orang lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Defenisi ini sesuai dengan pengertian bahwa konsumen adalah end user pemakai terakhir, tanpa
si konsumen merupakan pembeli barang dan atau jasa tersebut
2. Aspek Hak dan Kewajiban Konsumen