Analisis Pengaruh Liberalisasi Perdagangan terhadap Beban Utang Luar Negeri Indonesia(Periode 1986-2010)

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang fokus terhadap pembangunan nasional. Menurut data Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Anggaran, pada tahun 2007 jumlah belanja negara sebesar 757,6 triliun Rupiah meningkat menjadi 1.320,8 triliun Rupiah pada tahun 2011. Pendapatan negara dan hibah juga mengalami peningkatan dari tahun 2007 sebesar 707,8 triliun Rupiah menjadi 1.169,9 triliun Rupiah pada tahun 2011, akan tetapi jumlahnya selalu lebih kecil dibandingkan dengan peningkatan pengeluaran pemerintah untuk belanja negara. Pengeluaran pemerintah yang lebih besar dibandingkan dengan penerimaan negara menyebabkan defisit anggaran. Defisit anggaran Indonesia meningkat dari tahun 2007 sebesar 49,8 triliun Rupiah menjadi 150,8 triliun Rupiah pada tahun 2011, dan defisit anggaran tersebut harus ditutupi melalui utang luar negeri.

Tabel 1.1. Ringkasan APBN Indonesia 2007- 2011

Tahun

A. Pendapatan Negara dan Hibah

(triliun Rupiah)

B. Belanja Negara (triliun Rupiah)

C. Surplus/ Defisit Anggaran (A-B)

(triliun Rupiah)

D. Utang Luar Negeri (miliar US$)

2007 707,8 757,6 -49,8 62,25

2008 981,6 985,7 -4,1 66,69

2009 848,8 937,4 -88,6 65,02

2010 995,3 1.042,1 -46,8 68,10

2011 1.169,9 1.320,8 -150,8 68,41

Sumber : Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Anggaran, 2012.

Utang luar negeri merupakan bentuk hubungan kerjasama antara negara debitur dengan negara kreditur dan merupakan cara yang efektif dalam menutupi defisit anggaran pemerintah dimana risiko kebangkrutan ekonomi yang ditimbulkan dari utang luar negeri relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan pencetakan uang (seignorage) yang dapat menimbulkan inflasi. Namun, apabila pengelolaannya dilakukan dengan tidak baik, utang luar negeri akan menjadi masalah bagi pemerintah. Permasalahan dalam pengelolaan utang luar negeri juga merupakan masalah internasional yang menjadi isu penting dan sampai saat ini belum ada penyelesaiannya.


(2)

Peningkatan utang luar negeri Indonesia dari tahun 2007 yaitu sebesar 62,25 miliar US$ ke tahun 2011 yaitu sebesar 68,41 miliar US$ menyebabkan akumulasi utang yang semakin besar. Akumulasi utang luar negeri merupakan fenomena umum di antara negara-negara berkembang pada tahap awal pembangunan ekonomi. Dalam jangka pendek utang luar negeri mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara dan dapat mengembangkan kegiatan pembangunan yang lebih luas. Namun, dalam jangka panjang akumulasi utang luar negeri mulai berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi seperti yang dijelaskan dalam kurva Laffer dan itu merupakan biaya pembangunan yang harus dibayar kembali. Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa utang luar negeri harus digunakan untuk investasi yang produktif yang menghasilkan tingkat pengembalian yang positif untuk membayar utang luar negeri tersebut.

Alokasi anggaran pemerintah Indonesia tahun 2012 untuk pembayaran bunga dan cicilan pokok utang luar negeri mencapai 170 triliun Rupiah. Total utang luar negeri Indonesia hingga Juli 2011 berjumlah 1.733,64 triliun Rupiah yang dialokasikan untuk lingkungan hidup sebesar 10,6 triliun Rupiah, kesehatan 14,69 triliun Rupiah, perumahan dan fasilitas umum 26 triliun Rupiah, pertahanan 64,3 triliun Rupiah, pendidikan 95,6 triliun Rupiah, dan ekonomi 97,5 triliun Rupiah. Jumlah itu naik 56,79 triliun Rupiah jika dibandingkan dengan jumlah utang luar negeri Indonesia pada Desember 2010 yang sebesar 1.676,85 triliun Rupiah. Peningkatan utang luar negeri Indonesia mengindikasikan bahwa pemerintah Indonesia sangat bergantung terhadap utang luar negeri dalam membiayai anggaran pemerintah.

Pemerintah Indonesia berupaya untuk menghilangkan ketergantungan terhadap utang luar negeri tersebut dengan melakukan perdagangan internasional. Saat ini seluruh negara di dunia mengalami globalisasi, tidak terkecuali Indonesia. Globalisasi adalah sebuah istilah yang menggambarkan adanya kebebasan suatu negara untuk dapat berinteraksi dengan negara lain dalam hal perdagangan, investasi, dan sosial budaya, sehingga batas-batas antar negara menjadi semakin sempit. Kebebasan dalam globalisasi merupakan langkah bagi suatu negara, khususnya Indonesia yang memiliki perekonomian terbuka untuk dapat melakukan hubungan perdagangan internasional dengan negara lain.


(3)

Perdagangan internasional mempunyai peranan yang penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Para pelaku ekonomi (rumah tangga dan perusahaan) melakukan kegiatan perdagangan domestik bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari aktivitas ekonomi yang dilakukannya. Demikian halnya dengan perdagangan internasional, setiap pelaku ekonomi yang melakukan perdagangan bertujuan untuk mencari keuntungan. Selain motif mencari keuntungan, Salvatore (1996) mengungkapkan bahwa alasan utama terjadinya perdagangan internasional adalah adanya keterbatasan baik dalam sumber daya maupun teknologi yang dimiliki suatu negara.

Kegiatan perdagangan internasional baik ekspor maupun impor memberikan pengaruh positif terhadap penerimaan negara yaitu berupa devisa. Menurut Badan Pusat Statistik (2008), jumlah nilai ekspor migas dan non migas adalah 147.302 miliar Rupiah sedangkan jumlah impor migas dan non migas adalah sebesar 74.473 miliar Rupiah. Jumlah ekspor migas dan non migas lebih besar dibandingkan dengan jumlah impornya dan selisih antara jumlah ekspor dan impor tersebut bernilai positif. Penerimaan dari ekspor tersebut dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan modal baik untuk pembangunan maupun untuk pembayaran utang luar negeri Indonesia.

Masalah yang terdapat dalam kegiatan perdagangan internasional yaitu adanya hambatan perdagangan baik itu hambatan tarif maupun nontarif berupa kuota dan lisensi. Hambatan atau retriksi perdagangan ini dapat menurunkan kinerja sektor ekspor, dimana negara tujuan ekspor (importir) menetapkan standarisasi produk yang tinggi dan tidak dapat dipenuhi oleh pihak eksportir Indonesia. Oleh karena itu, pada 1 Januari 1995 dibentuklah organisasi dunia yaitu WTO (World Trade Organization) yang berfungsi untuk memastikan bahwa pedagangan akan berjalan secara lancar, dapat diprediksi dan sedapat mungkin bebas. Pembentukan WTO ini merupakan kunci awal terbentuknya liberalisasi perdagangan.

Liberalisasi perdagangan memiliki beberapa dampak, yaitu: (a) penurunan harga barang impor sehubungan dengan adanya penurunan tarif, (b) peningkatan permintaan konsumen akan barang impor, dan (c) peningkatan daya saing produk domestik di pasar internasional. Kondisi ini menciptakan kesempatan untuk


(4)

eksportir dan importir, namun ada beberapa ahli yang mengatakan bahwa liberalisasi perdagangan akan merusak produk domestik dan ketahanan pangan karena adanya penurunan tarif yang akan menyebabkan penurunan harga relatif barang impor dan peningkatan permintaan impor. Terdapat perbedaan pendapat atau argumen mengenai baik atau buruknya dampak liberalisasi perdagangan terhadap beban utang luar negeri Indonesia dan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan.

1.2. Perumusan Masalah

Keterbukaan Indonesia dalam hal perdagangan internasional menyebabkan jumlah ekspor dan impor mengalami peningkatan sejak tahun 1986. Jumlah ekspor dan impor Indonesia yang meningkat akan menghasilkan cadangan devisa yang menjadi sumber penerimaan bagi kas negara sehingga pemerintah tidak perlu melakukan pinjaman luar negeri. Jumlah kegiatan perdagangan Indonesia mengalami fluktuasi dimana pada tahun 1998 mengalami peningkatan yang cukup signifikan dan pada tahun-tahun berikutnya mengalami penurunan dan peningkatan jumlah ekspor dan impor secara fluktuatif (perhatikan Gambar 1.1.). Apabila jumlah perdagangan internasional Indonesia mengalami penurunan maka jumlah utang luar negeri Indonesia mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan oleh defisit transaksi berjalan (X-M) yang harus dibiayai oleh utang luar negeri, begitu juga sebaliknya.

Sumber : World Development Indicators, 2011. (Data diolah).

Gambar 1.1. Indeks Hubungan Trade Openness dengan Foreign Debt

Indonesia(2000=100) 0

20 40 60 80 100 120 140 160

1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010

FD Trade


(5)

Beban utang luar negeri Indonesia juga dipengaruhi oleh gejolak perekonomian dunia yang membawa pengaruh yang negatif. Misalnya dengan depresiasi mata uang Rupiah terhadap Dollar AS. Hal ini akan berdampak pada peningkatan jumlah Rupiah yang harus dikeluarkan untuk membayar utang luar negeri Indonesia. Tren menunjukkan bahwa nilai Rupiah terhadap Dollar AS mengalami fluktuasi dari tahun 1986 sampai tahun 2010 dan pada tahun 1998 Indonesia mengalami krisis sehingga nilai mata uang Rupiah mengalami depresiasi yang cukup signifikan hingga mencapai 11.891,15 Rupiah per US$. Hal ini menyebabkan jumlah utang luar negeri juga mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan oleh krisis moneter yang membuat Indonesia meminjam lebih banyak dari luar negeri. Namun pada tahun 1999 nilai tukar Rupiah terapresiasi menjadi sebesar 7.936,97 Rupiah per US$ sehingga menurunkan jumlah utang luar negeri Indonesia menjadi 151.460.626.000 miliar US$.

Sumber : World Development Indicators, 2011. (Data diolah).

Gambar 1.2. Indeks Hubungan Real Exchange Rate dan Foreign Debt

Indonesia(2000=100)

Selain trade openness dan real exchange rate, variabel makroekonomi lain juga memengaruhi jumlah utang luar negeri Indonesia. Utang luar negeri Indonesia juga dipengaruhi oleh suku bunga internasional (LIBOR), dimana suku bunga internasional berhubungan negatif terhadap utang luar negeri. Semakin rendah suku bunga internasional yang ditetapkan maka semakin tinggi keinginan

0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 140.00 160.00

1987 1989 1991 1993 1995 1997 1999 2001 2003 2005 2007 2009

FOREIGN DEBT


(6)

Indonesia untuk melakukan pinjaman luar negeri. Dari tahun 1987 jumlah utang luar negeri Indonesia semakin meningkat akan tetapi LIBOR memiliki nilai yang fluktuatif. Tren menunjukkan bahwa utang luar negeri Indonesia berhubungan negatif terhadap LIBOR (perhatikan Gambar 1.3.).

Sumber : World Development Indicators dan Econstats, 2011. (Data diolah).

Gambar 1.3. Indeks Hubungan LIBOR dengan Foreign Debt Indonesia (2000=100)

Variabel makroekonomi yang mempunyai hubungan yang negatif terhadap utang luar negeri Indonesia adalah trade openness, real exchange rate, dan LIBOR, sedangkan GDP berhubungan positif terhadap utang luar negeri Indonesia. Jumlah utang luar negeri Indonesia selalu meningkat setiap tahunnya, dari tahun 1986 sebesar 42,91 miliar US$ menjadi 179,06 miliar US$ pada tahun 2010. Begitu juga dengan GDP Indonesia yang mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 1986 GDP Indonesia sebesar 86,97 miliar US$ meningkat menjadi 274,37 miliar US$ pada tahun 2010. Peningkatan GDP berhubungan positif terhadap utang luar negeri Indonesia, semakin tinggi GDP menyebabkan utang luar negeri Indonesia semakin meningkat.

-80.00 -60.00 -40.00 -20.00 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 140.00

1987 1989 1991 1993 1995 1997 1999 2001 2003 2005 2007 2009

fd libor


(7)

Sumber : World Development Indicator, 2011. (Data diolah).

Gambar 1.4. Indeks Hubungan GDP dengan Foreign Debt Indonesia (2000=100)

Utang luar negeri Indonesia selalu meningkat setiap tahunnya. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa variabel makroekonomi yang telah dijelaskan sebelumnya. Variabel-variabel tersebut juga memengaruhi kebijakan pengelolaan utang Indonesia. Beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa krisis pasar utang yang terjadi di Indonesia membutuhkan manajemen risiko yang sehat serta perlunya pasar modal domestik yang efisien dan berkembang dengan baik karena hal ini dapat mengurangi kerentanan kondisi ekonomi terhadap gangguan keuangan. Dengan demikian kerangka manajemen risiko sangat diperlukan dalam pengelolaan utang untuk memudahkan dalam mengidentifikasi dan mengatur trade-off antara biaya serendah mungkin yang diinginkan pada tingkat risiko yang aman dalam portofolio utang pemerintah.

Strategi pengelolaan utang yang tepat dilakukan untuk mengatasi risiko yang mungkin timbul dari tingginya level utang. Selain itu pemerintah juga harus memastikan bahwa level dan tingkat pertumbuhan utang pemerintah berada dalam kondisi yang normal. Belum banyak penelitian mengenai pengaruh kebijakan liberalisasi perdagangan terhadap beban utang luar negeri dalam studi kasus Indonesia. Serta implikasi kebijakan pengelolaan utang luar negeri Indonesia. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini. Dari latar belakang yang telah dijelaskan, maka masalah yang akan dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut, antara lain:

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

FOREIGN DEBT


(8)

1. Bagaimanakah pengaruh liberalisasi perdagangan terhadap beban utang luar negeri Indonesia?

2. Apa variabel-variabel makroekonomi lain yang mempunyai pengaruh terhadap beban utang luar negeri Indonesia?

3. Bagaimanakah respon utang luar negeri Indonesia jika terjadi guncangan yang berasal dari variabel Gross Domestic Product (GDP), Real Exchange Rate (RER), international interest rate(LIBOR), dan trade openness? 4. Bagaimana kontribusi variabel makroekonomi Gross Domestic Product

(GDP), Real Exchange Rate (RER), international interest rate (LIBOR), dan trade openness terhadap jumlah beban utang luar negeri Indonesia? 5. Bagaimana implikasi kebijakan pengelolaan utang luar negeri Indonesia?

1.3. Tujuan penelitian

Dari perumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk, antara lain:

1. Menganalisis pengaruh liberalisasi perdagangan terhadap beban utang luar negeri Indonesia.

2. Menganalisis variabel-variabel makroekonomi lain yang mempunyai pengaruh terhadap beban utang luar negeri Indonesia.

3. Menganalisis respon utang luar negeri Indonesia jika terjadi guncangan yang berasal dari variabel Gross Domestic Product (GDP), Real Exchange Rate (RER), international interest rate(LIBOR), dan trade openness. 4. Menganalisis kontribusi variabel makroekonomi Gross Domestic Product

(GDP), Real Exchange Rate (RER), international interest rate (LIBOR), dan trade openness terhadap jumlah beban utang luar negeri Indonesia. 5. Mendiskusikan kebijakan pengelolaan utang luar negeri Indonesia.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat bagi penulis yaitu untuk menganalisis pengaruh liberalisasi perdagangan dan variabel makroekonomi lain terhadap beban utang luar negeri Indonesia, serta menganalisis respon dan kontribusi variabel makroekonomi terhadap utang luar negeri Indonesia.


(9)

Penelitian ini bermanfaat bagi pemerintah dan masyarakat yaitu sebagai bahan acuan dalam menetapkan kebijakan perdagangan sehingga dapat menerima manfaat dari adanya liberalisasi perdagangan dan dapat mengurangi beban utang luar negeri serta sebagai acuan dalam kebijakan pengelolaan utang luar negeri.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini yaitu analisis pengaruh liberalisasi perdagangan terhadap beban utang luar negeri Indonesia. Data yang digunakan adalah data jumlah utang luar negeri Indonesia dari tahun 1986-2010. Variabel yang digunakan yaitu LIBOR, TRADE, dan Real Exchange Rate (RER) dan Gross Domestic Product (GDP).


(10)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Konsep Liberalisasi Perdagangan 2.1.1. Pengertian Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Konsep perdagangan internasional pada hakikatnya mendorong industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasional. Ilmu perdagangan internasional merupakan bagian dari ilmu ekonomi yang mempelajari dan menganalisis saling ketergantungan antar negara. Ilmu ini menganalisis arus barang, jasa, pembayaran-pembayaran antara suatu negara dengan negara lain di dunia, kebijakan yang mengatur arus tersebut serta pengaruhnya pada kesejahteraan negara (Oktaviani, 2009).

Perdagangan internasional merupakan bagian dari ilmu ekonomi khususnya ekonomi internasional yang mempelajari dan menganalisis tentang transaksi dan permasalahan perdagangan internasional (ekspor-impor) dan kerjasama antar negara (WTO, AFTA, ASEAN,dll). Karena merupakan bagian dari ilmu ekonomi, permasalahan yang dihadapi perdagangan internasional adalah kelangkaan (scarcity) sehingga terdapat beberapa pilihan (choice) yang menimbulkan biaya imbangan atau opportunity cost yaitu biaya yang harus dikorbankan untuk mendapat suatu kepuasan terhadap barang lain. Masalah kelangkaan ini muncul karena adanya permintaan yang tidak terbatas sedangkan penawaran dari sumberdaya sifatnya terbatas (masalah ekonomi). Permasalahan ekonomi dapat bersifat internasional karena adanya faktor permintaan dan penawaran dari luar negeri (perekonomian terbuka).

Kajian tentang perdagangan internasional semakin penting karena pengaruh globalisasi ekonomi dunia yang dicirikan oleh hal-hal sebagai berikut (Hady, 2001) :

1. Keterbukaan ekonomi terutama dengan adanya liberalisasi pasar dan arus uang serta transfer teknologi secara internasional,

2. Keterkaitan dan ketergantungan ekonomi, keuangan, perdagangan dan industri antar negara atau perusahaan yang ditunjukkan oleh adanya


(11)

pembentukan perusahaan multinasional dan kecenderungan integrasi ekonomi regional,

3. Persaingan yang semakin ketat antarnegara ataupun perusahaan untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi dan efektivitas yang optimal.

Para pedagang melakukan kegiatan perdagangan domestik bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari aktivitas ekonomi yang dilakukannya. Demikian halnya dengan perdagangan internasional. Setiap eksportir dan importir yang melakukan perdagangan bertujuan untuk mencari keuntungan dari perdagangan tersebut. Selain motif mencari keuntungan, Krugman dan Maurice (2004) mengungkapkan bahwa alasan utama terjadinya perdagangan internasional adalah untuk mencapai skala ekonomi(economic of scale) yaitu penghematan biaya rata-rata produksi melalui spesialisasi.

Adanya perdagangan internasional akan memberikan dampak positif pada suatu negara berupa: (i) sarana untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat melalui proses pertukaran; (ii) spesialisasi dan pembagian kerja membuat suatu negara dapat mengekspor komoditi yang diproduksi dengan biaya yang lebih murah untuk dipertukarkan dengan barang yang dihasilkan oleh negara lain, yang jika diproduksi di dalam negeri membutuhkan biaya yang mahal; (iii) perluasan pasar produk dan pergeseran kegiatan produksi membuat suatu negara mendapat keuntungan berupa peningkatan pendapatan nasional yang akan meningkatkan output dan laju pertumbuhan ekonomi; (iv) dapat mendorong kenaikan investasi dan tabungan melalui alokasi sumber-sumber yang lebih efisien.

2.1.2. Teori Perdagangan Internasional 2.1.2.1.Teori Keunggulan Komparatif

Teori keunggulan komparatif menyatakan bahwa dalam keadaan perdagangan bebas, apabila salah satu negara kurang efisien dalam memproduksi kedua barang dibandingkan negara lainnya, kedua negara tersebut masih dapat melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Negara yang pertama harus melakukan spesialisasi dalam produksi komoditas yang absolute disadvantage-nya lebih kecil (komoditas ini disebut sebagai keunggulan komparatif) dan mengimpor komoditas yang absolute disadvantage-nya lebih


(12)

besar (komoditas ini disebut sebagai ketidakunggulan komparatifnya) (Salvatore, 2007).

Landasan teori perdagangan internasional yang melatarbelakangi terjadinya liberalisasi antara lain Teori Keunggulan Komparatif. David Ricardo menyempurnakan teori keunggulan absolut dari Adam Smith dengan mengemukakan teori keunggulan komparatif. Teori Keunggulan Komparatif menggunakan sejumlah asumsi sebagai berikut: (1) hanya terdapat dua negara dan dua komoditi, (2) perdagangan bersifat bebas, (3) mobilitas tenaga kerja sempurna, (4) biaya produksi konstan, (5) tidak terdapat biaya transportasi, (6) tidak ada perubahan teknologi, dan (7) menggunakan teori nilai tenaga kerja.

Model Ricardian memfokuskan pada kelebihan komparatif karena konsep ini merupakan konsep yang paling penting dalam teori perdagangan internasional. Dalam sebuah model Ricardian, negara mengkhususkan dalam memproduksi apa yang paling baik mereka produksi. Tidak seperti model perdagangan internasional lainnya, model ini memprediksi dimana negara akan menjadi spesialis penuh dibandingkan memproduksi berbagai macam komoditi. Menurut teori labor efficiency, suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan melakukan ekspor atas komoditi yang diproduksi dengan biaya yang lebih efisien dan mengimpor komoditi yang kurang efisien.

Kelebihan teori klasik comparative advantage adalah perdagangan internasional antara dua negara tetap dapat terjadi walaupun hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolut asalkan masing-masing dari negara tersebut memiliki perbedaan dalam cost comparative advantage atau production comparative advantage. Sedangkan kelemahannya adalah tidak dapat menjelaskan mengapa terdapat perbedaan fungsi produksi antara dua negara.

2.1.2.2.Teori Perdagangan Kelimpahan Faktor Heckser-Ohlin (Neoklasik) Teori Perdagangan Internasional modern dimulai ketika ekonom Swedia yaitu Eli Heckser (1919) dan Bertil Ohlin (1933) mengemukakan penjelasan mengenai perdagangan internasional yang belum mampu dijelaskan dalam teori keunggulan komparatif. Teori klasik mempunyai kelemahan sehingga muncullah


(13)

teori H-O. Teori Klasik Comparative Advantage menjelaskan bahwa perdagangan internasional dapat terjadi karena adanya perbedaan dalam productivity of labor (faktor produksi yang secara eksplisit dinyatakan) antar negara (Salvatore, 2004:116). Namun teori ini tidak memberikan penjelasan mengenai penyebab perbedaaan produktivitas tersebut. Teori H-O kemudian mencoba memberikan penjelasan mengenai penyebab terjadinya perbedaan produktivitas tersebut.

Teori H-O menyatakan penyebab perbedaaan produktivitas karena adanya jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki (endowment factors) oleh masing-masing negara, sehingga selanjutnya menyebabkan terjadinya perbedaan harga barang yang dihasilkan. Oleh karena itu, teori modern H-O ini dikenal sebagai „The Proportional Factor Theory”. Selanjutnya negara-negara yang memiliki faktor produksi relatif banyak atau murah dalam proses produksinya akan melakukan spesialisasi produksi untuk kemudian mengekspor barangnya. Sebaliknya, masing-masing negara akan mengimpor barang tertentu jika negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif langka atau mahal dalam memproduksinya.

Hipotesis yang telah dihasilkan oleh Teori H-O, antara lain:

1. Produksi barang ekspor di tiap negara naik, sedangkan produksi barang impor di tiap negara turun.

2. Harga atau biaya produksi suatu barang ditentukan oleh jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara.

3. Harga labor di kedua negara cenderung sama, harga barang X di kedua negara cenderung sama demikian pula harga barang Y di kedua negara cenderung sama.

4. Perdagangan akan terjadi antara negara yang padat modal dengan negara yang padat karya.

5. Masing-masing negara akan cenderung melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang tertentu karena negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif banyak dan murah untuk melakukan produksi. Sehingga negara yang padat modal akan mengekspor produk yang padat modal dan akan mengimpor produk yang padat karya, sedangkan negara


(14)

padat karya akan mengekspor produk yang padat karya dan akan mengimpor produk yang padat modal.

2.1.2.3.Teori Perdagangan dan Pembangunan Tradisional

Berdasarkan teori perdagangan neoklasik, dapat dirangkum hubungan antara perdagangan dan pembangunan, antara lain:

1. Perdagangan merupakan faktor penting dalam merangsang pertumbuhan ekonomi di setiap negara. Perdagangan akan memperbesar konsumsi suatu negara dan meningkatkan output dunia serta memberikan akses kepada sumber daya yang langka dan pasar internasional yang memiliki potensial untuk mengembangkan produk ekspor. Tanpa adanya produk-produk tersebut, negara miskin tidak dapat mengembangkan perekonomian nasionalnya.

2. Adanya perdagangan dapat meningkatkan pemerataan distribusi pendapatan dan kesejahteraan dalam lingkup domestik maupun internasional. Hal ini terjadi melalui proses penyamaan harga-harga faktor produksi di semua negara serta peningkatan pendapatan riil bagi negara yang terlibat dalam kegiatan-kegiatan perdagangan internasional yang pada akhirnya akan meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya di dunia secara keseluruhan (misalnya, meningkatkan upah relatif tenaga kerja di negara yang kaya akan tenaga kerja dan menurunkan upah di negara-negara yang kekurangan tenaga kerja).

3. Perdagangan membantu semua negara dalam proses pembangunan mereka melalui promosi sektor-sektor ekonomi yang memiliki keunggulan komparatif, baik itu berupa keunggulan efisiensi tenaga kerja, atau kelimpahan atas faktor produksi tertentu. Perdagangan juga dapat membantu semua negara dalam mengambil keuntungan dari skala ekonomis yang mereka miliki.

4. Jika perdagangan dunia yang bebas tercipta, maka harga dan biaya produksi internasional akan mampu berfungsi sebagai suatu determinan pokok mengenai seberapa banyak sebuah negara harus berdagang dalam rangka memaksimalkan kesejahteraan nasionalnya. Negara akan bertindak


(15)

sesuai prisip-prinsip keunggulan komparatif, dan tidak akan menggangu mekanisme pasar bebas.

5. Yang terakhir, untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan, setiap negara menerapkan kebijakan internasional yang berorientasi ke luar.

2.1.2.4.Kritik-kritik terhadap Teori Perdagangan Bebas Internasional

Ada enam asumsi dasar dalam model perdagangan neoklasik yang perlu untuk dicermati. Keenam asumsi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Segenap faktor produksi atau sumeberdaya produktif yang ada di setiap negara dianggap baku dan konstan (dianggap tidak berubah, baik kualitas maupun kuantitas). Penggunaan faktor produksi juga diasumsikan telah didayagunakan secara penuh dan tidak ada pergerakan atau mobilitas faktor produksi antarnegara baik itu modal maupun tenaga kerja.

2. Teknologi-teknologi produksi dinyatakan baku. Penyebaran teknologi seperti itu diyakini akan menguntungkan semua pihak. Selera konsumen juga dianggap baku dan tidak dipengaruhi sedikit pun oleh para produsen (prinsip kedaulatan konsumen internasional).

3. Dalam lingkup domestik, seluruh sumberdaya bebas berpindah dari satu kegiatan produksi ke kegiatan produksi lainnya. Perekonomian secara keseluruhan ditandai oleh adanya persaingan yang sempurna (tidak ada oligopoli, apalagi monopoli) dan faktor-faktor risiko dan ketidakpastian dalam lingkungan usaha yang dalam kenyataannya sangat penting itu justru tidak diperhitungkan sama sekali.

2.1.2.5.Analisis Keseimbangan Parsial

Terdapat banyak dukungan dan kritik terhadap kegiatan perdagangan bebas internasional, namun dengan adanya kegiatan perdagangan antarnegara, harga relatif dari berbagai komoditi di masing-masing negara mencerminkan keunggulan komparatif yang dimilikinya, ini merupakan dasar bagi berlangsungnya perdagangan yang memberi keuntungan bagi kedua belah pihak. Secara teoritis, suatu negara (misal negara A) akan mengekspor suatu komoditi ke


(16)

negara lain (misal negara B) apabila harga domestik negara A (sebelum terjadinya perdagangan internasional) relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan harga domestik negara B (Gambar 2.1).

Struktur harga yang terjadi di negara A lebih rendah karena produksi domestiknya lebih besar daripada konsumsi domestiknya sehingga di negara A telah terjadi excess supply (memiliki kelebihan produksi). Dengan demikian, negara A mempunyai kesempatan menjual kelebihan produksinya ke negara lain. Di lain pihak, di negara B terjadi kekurangan supply karena konsumsi domestiknya lebih besar daripada produksi domestik (excess demand) sehingga harga yang terjadi di negara B lebih tinggi. Dalam hal ini negara B berkeinginan untuk membeli komoditi tersebut dari negara lain yang relatif lebih murah. Jika kemudian terjadi komunikasi antara negara A dengan negara B, maka akan terjadi perdagangan antar keduanya dengan harga yang diterima oleh kedua negara adalah sama.

Gambar 2.1. memperlihatkan sebelum terjadinya perdagangan internasional harga di negara A sebesar PA, sedangkan di negara B sebesar PB. Penawaran pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih tinggi dari PA sedangkan permintaan di pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih rendah dari PB. Pada saat harga internasional (P*) sama dengan PA, maka negara B akan terjadi excess demand (ED) sebesar B. Jika harga internasional sama dengan PB, maka di negara A akan terjadi excess supply (ES) sebesar A. Dari A dan B akan terbentuk kurva ES dan ED dan harga yang terjadi di pasar internasional sebesar P*. Dengan adanya perdagangan tersebut, maka negara A akan mengekspor komoditi sebesar X sedangkan negara B akan mengimpor komoditi sebesar M, dimana di pasar internasional besar X sama dengan M yaitu Q*.


(17)

Sumber : Salvatore (1996)

Gambar 2.1. Kurva Perdagangan Internasional Keterangan:

PA : Harga domestik di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan internasional

OQA : Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara A (pengekspor) .

A : Kelebihan penawaran (excess supply) di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan internasional.

X : Jumlah komoditi yang diekspor oleh negara A.

PB : Harga domestik di negara B (pengimpor) tanpa perdagangan internasional.

OQB : Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara B (pengimpor) tanpa perdagangan internasional.

B : Kelebihan permintaann (excess demand) di negara A (pengimpor) tanpa perdagangan internasional.

M : Jumlah komoditi yang diimpor oleh negara B.

P* : Harga keseimbangan antara kedua negara setelah perdagangan internasional.

OQ* : Keseimbangan penawaran dan permintaan antar kedua negara dimana jumlah yang diekspor (X) sama dengan jumlah yang diimpor (M).

B O

Q*

ED

QB Negara B ES

M SB DB

PB P*

X

SA A

DA

QA PA


(18)

2.1.3. Teori Liberalisasi Perdagangan 2.1.3.1.Pengertian Liberalisasi Perdagangan

Literatur yang membahas mengenai liberalisasi sering menyamakan liberalisasi dengan semakin terbukanya perekonomian suatu negara dan semakin berorientasi ke luar (outward-oriented). Pengertian dari kebijakan liberalisasi adalah kebijakan perdagangan yang diambil suatu negara yang mencerminkan pergerakan ke arah yang lebih netral, liberal atau terbuka. Secara khusus, perubahan ke arah yang semakin netral tersebut meliputi penyamaan insentif (rata-rata) diantara sektor-sektor perdagangan. Suatu negara dianggap menjalankan kebijakan liberalisasi perdagangan apabila terjadi pengurangan tingkat intervensi secara keseluruhan serta pengurangan hambatan-hambatan dalam perdagangan. Selain itu, kebijakan yang liberal juga dapat ditandai melalui semakin pentingnya peranan perdagangan dalam perekonomian.

Orientasi kebijakan perdagangan suatu negara diukur berdasarkan tingkat struktur proteksi dan sistem insentif yang diberlakukan. World Bank mengklasifikasikan negara-negara dalam kelompok berdasarkan orientasi perdagangan untuk melihat performa ekspor menjadi empat kelompok yaitu strongly outward oriented countries, moderately outward oriented countries, moderately inward oriented countries, strongly inward oriented countries. Indonesia pada periode tahun 1963-1973 masuk dalam kelompok moderately outward oriented sedangkan pada tahun 1973-1985 menjadi moderately inward oriented. World Bank menyimpulkan bahwa negara yang tergolong outward oriented memiliki performa lebih baik daripada negara yang inward oriented.

Dilihat dari sudut pandang teori kebijakan, teori tentang kebijakan menyatakan bahwa hambatan perdagangan menyebabkan distorsi bagi perekonomian yang menyebabkan pada misalokasi sumber daya di dunia. Distorsi semakin besar jika negara yang menerapkannya adalah negara kecil yaitu negara yang tidak dapat memengaruhi perilaku negara lain melalui kebijakan-kebijakannya. Dibalik alasan untuk memproteksi industri-industri baru di dalam negeri, hambatan dalam perdagangan tetap mendatangkan distorsi. Berkaitan dengan kebijakan yang diambil oleh negara maka dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu kebijakan substitusi impor dan ekspansi atau promosi ekspor.


(19)

Substitusi impor sering dikaitkan dengan kebijakan proteksi yang dilakukan oleh pemerintah untuk melindungi industri dalam negeri yang masih muda agar dapat bersaing dengan industri luar negeri. Secara sederhana substitusi impor diartikan sebagai suatu usaha negara untuk melakukan substitusi barang-barang impor dengan barang-barang-barang-barang sejenis yang diproduksi oleh industri domestik. Substitusi impor merupakan alternatif strategi pembangunan yang mengutamakan peningkatan pertumbuhan ekonomi tanpa menambah ekspor. Strategi substitusi impor membuat pemerintah suatu negara lebih memilih untuk menghasilkan produk-produk yang selama ini diimpor dari negara lain.

Ada dua alasan mengapa negara berkembang menerapkan strategi substitusi impor. Pertama, substitusi impor diterapkan untuk memenuhi permintaan domestik akan barang-barang konsumsi tidak selalu membutuhkan teknologi maju untuk memproduksinya. Kedua, substitusi impor dapat menghemat pengeluaran devisa melalui penurunan belanja dalam bentuk valuta asing yang pada gilirannya akan menurunkan defisit perdagangan. Substitusi impor lebih bersifat padat modal sehingga perannya dalam penyerapan tenaga kerja sangat minim.

Ekspansi ekspor berhubungan dengan kebijakan liberalisasi yang identik dengan usaha peningkatan ekspor untuk meningkatkan pendapatan nasional. Alasan diberlakukannya ekspansi ekspor adalah memungkinkan terciptanya arus modal internasional dan jaringan pertukaran keterampilan, teknologi, dan manajemen. Strategi tersebut juga akan menciptakan kesempatan kerja yang lebih besar bila dibandingkan dengan substitusi impor. Hal ini dikarenakan ekspansi ekspor lebih bersifat padatkarya dan sangat berperan dalam penyerapan tenaga kerja. Keuntungan dari ekspansi ekspor adalah dapat meningkatkan pemasukan negara berupa cadangan devisa. Namun, strategi ini berpotensi meningkatkan pengeluaran untuk impor seiring dengan kenaikan pendapatan suatu negara yang pada akhirnya akan menimbulkan defisit pada neraca perdagangan.

Kebijakan dalam rangka liberalisasi juga dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu yang dilakukan secara global dan unilateral, dan yang dilakukan secara bilateral atau regional. Kebijakan yang berlaku global berkaitan dengan kesepakatan yang diputuskan di WTO dan yang unilateral adalah kebijakan yang


(20)

secara sepihak dilaksanakan oleh negara tersebut. Kebijakan regional atau bilateral adalah kebijakan yang dilaksanakan berdasarkan pada kesepakatan secara bilateral atau regional yang biasanya berada dalam suatu perjanjian perdagangan baik bilateral maupun regional.

2.1.3.2.Dukungan dan Tantangan terhadap Perdagangan Bebas

Ada beberapa persoalan dan argumen utama di seputar perdebatan antara para penganjur perdagangan bebas yang mengutamakan pembangunan yang berorientasi ke luar dan strategi promosi ekspor dengan para penganjur yang menentang perdagangan bebas dan sebaliknya menganjurkan proteksi yang lebih besar yaitu dengan penetapan strategi substitusi impor. Menurut Todaro (2006), argumen-argumen yang menentang perdagangan bebas, antara lain: (1) terbatasnya laju pertumbuhan atas permintaan dunia terhadap ekspor primer dari negara-negara Dunia Ketiga; (2) kemerosotan dasar-dasar perdagangan atau nilai tukar perdagangan secara sepihak yang dialami oleh negara-negara berkembang penghasil komoditi primer; serta (γ) terus meningkatnya “proteksionisme baru” di kalangan negara-negara maju terhadap ekspor produk manufaktur dan produk-produk pertanian olahan dari negara-negara berkembang.

Para pendukung perdagangan bebas juga berkeyakinan bahwa liberalisasi perdagangan yang meliputi upaya promosi ekspor, devaluasi mata uang domestik, penghapusan segala bentuk hambatan-hambatan perdagangan internasional, serta pengikisan distorsi-distorsi harga merupakan syarat terciptanya pertumbuhan ekonomi dan peningkatan ekspor. Pada hakikatnya perdagangan bebas memiliki sejumlah keuntungan, diantaranya:

1. Perdagangan bebas dapat meningkatkan persaingan, memperbaiki alokasi segenap sumberdaya serta menciptakan skala ekonomis di bidang-bidang ekonomi di mana negara berkembang memiliki keunggulan komparatif. Namun, konsekuensinya adalah perdagangan bebas akan menurunkan biaya-biaya produksi pada umumnya.

2. Perdagangan bebas menimbulkan tekanan-tekanan yang mengarah pada peningkatan efisiensi, perbaikan kualitas produk, serta menyempurnakan mutu teknologi-teknologi produksi.


(21)

3. Perdagangan bebas memacu pertumbuhan ekonomi, meningkatkan nilai laba dan merangsang tabungan serta investasi.

4. Perdagangan bebas akan menciptakan capital inflow, keahlian, dan teknologi dari luar negeri, yang merupakan sumber daya yang sangat dibutuhkan, tetapi langka di negara berkembang.

5. Perdagangan bebas akan menghasilkan devisa yang dapat digunakan untuk membiayai impor.

6. Perdagangan bebas akan menghapuskan distorsi harga yang mahal akibat adanya intervensi pemerintah yang salah arah, baik itu di pasar ekspor maupun pasar valuta asing.

7. Perdagangan bebas memungkinkan negara-negara berkembang untuk mengambil keuntungan penuh dari reformasi yang dilakukan WTO.

2.2. Konsep mengenai Beban Utang Luar Negeri 2.2.1. Teori Three Gap Model

Dalam perekonomian, terdapat tiga defisit, yaitu defisit tabungan investasi, defisit anggaran, dan defisit transaksi berjalan. Ketiga defisit tersebut harus dibiayai melalui utang luar negeri melalui pendekatan pendapatan nasional. Hubungan antara ketiga defisit ini dijelaskan dengan menggunakan kerangka teori Three Gap Model yang diperoleh dari persamaan identitas pendapatan nasional (Basri,1995), yaitu:

Sisi Pengeluaran

Y = C + I + G + (X-M) (2.1)

Keterangan: Y = GDP

G = pengeluaran pemerintah X = ekspor barang dan jasa M = impor barang dan jasa C = konsumsi masyarakat I = investasi

Sisi Pendapatan


(22)

Keterangan:

S = tabungan domestik

T = penerimaan pajak pemerintah

Jika kedua identitas pendapatan nasional digabung, maka akan diperoleh:

(M – X) = (I – S) + (G – T) (2.3)

Keterangan:

M – X = defisit transaksi berjalan G – T = defisit anggaran pemerintah I – S = defisit tabungan investasi

Hubungan antara kebutuhan utang luar negeri dan ketiga defisit tersebut diperlihatkan dengan menggunakan persamaan identitas neraca pembayaran, yaitu:

Dt = (M – X)t + Dst– NFLt + Rt + NOLt (2.4) Keterangan:

Dt = utang pada tahun t,

(M – X)t = defisit transaksi berjalan pada tahun t,

Dst = pembayaran beban utang (bunga + amortisasi) tahun t, NFLt = arus masuk bersih modal swasta pada tahun t, Rt = cadangan otoritas moneter tahun t,

NOLt = arus keluar modal bersih jangka pendek seperti capital flight dan lain-lain pada tahun t.

Persamaan ini menunjukkan bahwa utang luar negeri (sisi kiri) digunakan untuk membiayai defisit transaksi berjalan, pembayaran utang, cadangan otoritas moneter, dan kebutuhan modal serta pergerakan arus modal jangka pendek seperti capital flight. Bila persamaan (2.3) disubstitusikan ke dalam persamaan (2.4), maka akan diperoleh persamaan :

Dt = ( I – S)t + (G – T)t +DSt – NFLt + Rt + NOLt (2.5) Identitas (2.5) ini menunjukkan, selain untuk membiayai defisit transaksi berjalan, utang luar negeri juga dibutuhkan untuk membiayai defisit anggaran pemerintah, serta kesenjangan tabungan – investasi dengan utang luar negeri.

Todaro (2006)berpendapat bahwa akumulasi utang luar negeri merupakan suatu gejala umum yang wajar. Rendahnya tabungan dalam negeri tidak


(23)

memungkinkan dilakukannya investasi secara memadai, sehingga pemerintah negara-negara berkembang harus menarik dana pinjaman dan investasi dari luar negeri. Bantuan luar negeri dapat memainkan peranan yang sangat penting dalam usaha negara yang bersangkutan guna mengurangi kendala utamanya yang berupa kekurangan devisa, serta untuk mempertinggi tingkat pertumbuhan ekonominya.

2.2.2. Teori Kurva Laffer Utang

Kurva Laffer Utang (Debt Laffer Curve) adalah kurva yang menggambarkan hubungan antara jumlah utang luar negeri dan kemampuan membayar utang tersebut dimana peningkatan stok utang dapat mengurangi kemampuan untuk membayar utang luar negeri. Teori ini menggambarkan efek akumulasi utang terhadap pertumbuhan GDP. Menurut teori ini, pada dasarnya utang itu diperlukan pada tingkat yang wajar. Penambahan utang akan memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi sampai pada satu titik atau batas tertentu. Pada kondisi tersebut utang merupakan kebutuhan normal setiap negara. Namun, pada saat stok utang telah melebihi batas tersebut, maka penambahan utang mulai membawa dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Sumber : Pattillo dalam Listiani, 2002

Gambar 2.2. Kurva Laffer Utang

Gambar 2.2. menjelaskan bahwa pada titik OA, penambahan jumlah utang berhubungan positif terhadap peningkatan kemampuan membayar utang sampai

B

Expected Debt Repayment

Debt Overhang

Debt Stock

A


(24)

pada titik batas (debt overhang). Debt overhang merupakan kondisi dimana negara tidak memiliki kemampuan untuk membayar utang secara penuh dan pembayaran aktual tergantung dari pelaksanaan kebijakan ekonomi. Apabila jumlah utang luar negeri selalu meningkat melebihi titik batas (titik OB), maka akan berhubungan negatif terhadap kemampuan membayar utang. Hal ini akan menurunkan tingkat pertumbuhan ekonomi. Akumulasi utang menimbulkan kewajiban pembayaran utang yang besar sehingga meningkatkan pajak untuk membayar pelunasan utang. Tingkat pajak yang tinggi akan menurunkan investasi yang akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang menurun.

2.3. Tinjauan Teoritis 2.3.1. Teori Trade Openness

Negara yang melakukan liberalisasi perdagangan merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, dimana penduduk negara tersebut telah melakukan perdagangan dengan penduduk negara lain baik itu sektor rumah tangga, sektor perusahaan, maupun sektor pemerintah. Negara yang mempunyai kelebihan sumber daya baik itu sumber daya alam maupun sumber daya manusia dapat melakukan spesialisasi yaitu dengan memproduksi barang dan jasa yang mempunyai keunggulan komparatif di negara tersebut. Hasil produksi tersebut dapat digunakan untuk kebutuhan domestik maupun untuk ekspor ke luar negeri. Sedangkan barang dan jasa yang tidak mampu diproduksi dalam negeri dapat diimpor dari luar negeri.

Pendapatan dari ekspor merupakan sumber devisa negara. Negara dapat melakukan ekspor jika barang dan jasa negara yang bersangkutan mempunyai daya saing di pasar internasional. Ekspor merupakan salah satu komponen dari pengeluaran agregat. Semakin banyak jumlah barang yang dapat diekspor, semakin besar pengeluaran agregat, dan semakin tinggi pula pendapatan nasional yang diperoleh oleh negara yang bersangkutan. Namun, pendapatan nasional yang tinggi belum tentu meningkatkan ekspor. Sifat yang seperti ini menunjukkan bahwa ekspor dianggap sebagai variabel eksogen (Lihat Gambar 2.3. bagian a).

Impor mempunyai sifat yang berlawanan terhadap ekspor. Semakin besar impor, semakin tinggi pula devisa yang digunakan untuk membiayai impor dan


(25)

akan mengurangi pendapatan nasional, hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan langsung antara impor dengan pendapatan nasional yang nilainya ditentukan oleh kecenderungan mengimpor atau MPM (m).

m = ∆ε ∆Y (2.6) Hubungan antara impor dan pendapatan nasional secara matematis dirangkum oleh fungsi impor sebagai berikut:

M = Mo + mY (2.7) Dimana:

M = jumlah impor

Mo = jumlah impor yang nilainya tidak ditentukan oleh Y m = marginal propencity to import.

Y = pendapatan nasional

Sumber: Deliarnov (1995)

Gambar 2.3. Hubungan antara Ekspor dan Impor dengan Tingkat Pendapatan Nasional

Keterangan :

a. Ekspor ditentukan oleh faktor eksogen dan tidak tergantung pada besarnya pendapatan nasional.

b. Impor dan pendapatan nasional yang berkaitan erat. Makin besar pendapatan nasional, makin besar impor, ditentukan oleh marginal propencity to import.

o

o X

X

Y

M

Y M=Mo + mY

M0

M ∆

∆ Y

a b


(26)

Keseimbangan Perekonomian Terbuka

Pengeluaran agregat domestik dari negara yang menganut sistem perekonomian terbuka terdiri dari pengeluaran konsumsi oleh rumah tangga, pengeluaran investasi oleh perusahaan, pengeluaran pemerintah, dan pengeluaran unutk membeli barang impor.

Y= C + I + G – M (2.8) Tanda M negatif dikarenakan pengeluaran tersebut bukan diterima oleh perusahaan-perusahaan dalam negeri, melainkan oleh pihak luar negeri. Tetapi sebagian produk dalam negeri ada pula yang diekspor ke luar negeri. Dengan demikian jumlah pengeluaran agregat menjadi:

Y= C + I + G + (X – M) (2.9) Perdagangan yang terbuka ditandai dengan adanya ekspor dan impor. Nilai (X-M) merupakan ekspor bersih. Tanda ini bisa positif bisa pula negatif. Apabila tandanya positif berarti jumlah barang yang diekspor ke luar negeri lebih banyak daripada barang yang diimpor dari luar negeri. Tanda negatif berarti sebaliknya.

Pengeluaran agregat terdiri dari dua bagian, yaitu pengeluaran yang bersifat otonom (autonomous) dan pengeluaran yang sifatnya terpengaruh (induced). Pengeluaran agregat yang otonom jumlahnya tidak dipengaruhi oleh pendapatan nasional. Yang termasuk di dalam pengeluaran yang otonom ini adalah Investasi (I), pengeluaran pemerintah (G) dan ekspor (X). Sedangkan yang dikategorikan ke dalam pengeluaran yang terpengaruh adalah pengeluaran untuk konsumsi (C) dan impor (M). Dilain pihak penawaran agregat adalah penjumlahan antara pengeluaran konsumsi rumah tangga, tabungan, pajak dan transfer, atau:

AS = C + S + T - Tr (2.10) Keseimbangan perekonomian terbuka akan tercapai jika:

C + I + G + (X – M) = C + S + T – Tr (2.11) Jika C dihilangkan dari kedua sisi, dan M dipindahkan ke kanan,maka rumus keseimbangan menjadi:

I + G + X = S + T + M – Tr (2.12) Keseimbangan pendapatan nasional perekonomian terbuka secara grafis dapat dilihat pada Gambar 2.4.


(27)

Gambar 2.4. Keseimbangan Perekonomian Terbuka Keterangan:

Keseimbangan pendapatan nasional dalam suatu perekonomian terbuka tercapai pada saat C + I + G + (X – M), terjadi pada titik E. Cara lain untuk mencari keseimbangan dalam perekonomian empat sektor ialah pada saat I + G + X = S + T + M – Tr, yang seperti terlihat pada panel bawah juga terjadi pada titik E.

2.3.2. Teori Suku Bunga

Menurut Lipsey, dkk (1995) suku bunga adalah harga yang dibayarkan untuk satuan mata uang yang dipinjam pada periode waktu tertentu. Suku bunga dapat dibedakan menjadi dua yaitu suku bunga nominal dan suku bunga riil. Suku bunga nominal adalah rasio antara jumlah uang yang dibayarkan kembali dengan

E

C + I C,I,G, (X-M)

C + I + G + (X – M)

C = a + bY

C + I + G + (X – M)

a

0

Y*

Y

0

Y*

Y I,G,X ,dan S,T,M

S + T +M - Tr


(28)

jumlah uang yang dipinjam. Sedangkan suku bunga riil merupakan rasio daya beli uang yang dibayarkan kembali terhadap daya beli uang yang dipinjam. Suku bunga riil adalah selisih antara suku bunga nominal dengan laju inflasi.

Menurut Mankiw (2006), suku bunga terbagi menjadi 2 bagian, yaitu suku bunga nominal dan suku riil. Suku bunga nominal merupakan suku bunga yang dibayarkan oleh bank, sedangkan suku bunga riil merupakan kenaikan dalam daya beli masyarakat. Efek Fisher menyatakan i adalah suku bunga nominal, dan r adalah suku bunga riil serta adalah ekspektasi inflasi, maka hubungan ketiga variabel ini dapat ditulis sebagai berikut:

i = r + (2.13)

Pada persamaan 2.13 terlihat bahwa suku bunga nominal merupakan penjumlahan dari suku bunga riil dan ekspektasi inflasi. Hal ini menunjukkan bahwa suku bunga dapat berubah karena dua alasan yaitu suku bunga riil yang berubah atau ekspektasi inflasi yang berubah.

Suku Bunga Internasional (LIBOR)

LIBOR (London Interbank Offered Rate) adalah suku bunga pinjaman antar bank yang diberlakukan oleh bank-bank London dan digunakan sebagai landasan untuk suku bunga bank di seluruh dunia sebagai suku bunga internasional. Edward dan Khan (1985) dalam Kinantiarin, mengatakan bahwa suku bunga ditentukan oleh dua faktor yaitu internal dan eksternal. Faktor internal meliputi pendapatan nasional, ekspektasi inflasi, dan jumlah uang beredar. Sedangkan faktor eksternalnya adalah penjumlahan suku bunga luar negeri dan tingkat ekspektasi perubahan nilai tukar valuta asing.

Keseimbangan pasar uang melibatkan unsur utamanya, yaitu permintaan dan penawaran uang. Bila mekanisme pasar dapat berjalan tanpa hambatan maka pada prinsipnya keseimbangan di pasar uang dapat terjadi, dan merupakan wujud kekuatan tarik menarik antara permintaan dan penawaran uang. Apabila suku bunga domestik lebih besar dari suku bunga internasional, maka aliran modal akan masuk ke dalam negeri. Capital inflow menyebabkan penawaran akan mata uang asing meningkat sehingga nilai mata uang asing tersebut terdepresiasi dan nilai mata uang domestik terapresiasi. Harga domestik lebih mahal dibandingkan


(29)

harga luar negeri dan menyebabkan impor lebih besar dari pada ekspor dan akan meningkatkan defisit neraca transaksi berjalan yang juga akan meningkatkan utang luar negeri. Begitu juga sebaliknya, apabila suku bunga dalam negeri lebih kecil dibanding suku bunga internasional maka terjadi capital outflow yang menyebabkan mata uang domestik terdepresiasi dan akan meningkatkan ekspor serta mengurangi utang luar negeri (perhatikan gambar 2.5).

John Maynard Keyness mengkritik teori ekonomi klasik tentang pengembangan teori suku bunga. Menurut Keyness, teori klasik berlaku hanya untuk bunga jangka panjang. la mengembangkan teori preferensi likuiditas ini untuk menjelaskan suku bunga untuk jangka pendek. Suku bunga menurut Keyness adalah harga yang di keluarkan debitur untuk mendorong seorang kreditur memindahkan sumber daya langka (uang) mereka, akan tetapi, uang yang dikeluarkan debitur mempunyai kemungkinan adanya kerugian berupa risiko tidak diterimanya tingkat bunga tertentu. Dalam teori ini terdapat dua macam investasi yang dapat dikembangkan, yaitu uang dan obligasi. Keyness mengatakan bahwa, peningkatan permintaan terhadap uang akan menaikkan suku bunga.

(a) Pandangan Klasik

r1

r0

r2

0

Suku bunga

Jumlah Investasi

I0 I2 I1

E2

E

Sm

S‟m E1

Dm


(30)

(b) Pandangan Keynes

Sumber: Sukirno (1985)

Gambar 2.5. Pandangan Mengenai Penentang Suku Bunga 2.3.3. Teori GDP

Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Produk, GDP), merupakan pendapatan total dan pengeluaran total nasional atas output barang dan jasa (Mankiw, 2006). GDP sering dianggap sebagai ukuran terbaik untuk mengukur kinerja perekonomian, tujuannya adalah meringkas aktivitas ekonomi dalam suatu nilai uang tertentu selama periode waktu tertentu. Dalam suatu perekonomian yang hanya memproduksi satu jenis barang, GDP dapat dihitung dengan cara yang sederhana yaitu dengan menambahkan pengeluaran total atas barang tersebut. Namun, dalam perekonomian yang lebih kompleks, GDP diartikan sebagai nilai pasar semua barang dan jasa akhir yang diproduksi dalam perekonomian selama kurun waktu tertentu.

GDP terdiri dari GDP nominal dan GDP riil. GDP nominal dihitung dengan cara menjumlahkan nilai dari seluruh barang yang diproduksi yaitu harga dikali jumlah barang. Ukuran ini tidak dapat mecerminkan sejauh mana perekonomian bisa memenuhi permintaan rumah tangga, perusahaan dan pemerintah. Jika seluruh harga digandakan tanpa ada perubahan dalam jumlah, maka GDP akan berlipat ganda. GDP yang berlipat ganda ini bukan berarti bahwa perekonomian telah berhasil memuaskan permintaan konsumen secara berlipat ganda. Karena ukuran perekonomian melalui GDP nominal bukanlah ukuran terbaik, maka digunakanlah GDP riil yang merupakan ukuran kemakmuran

Suku bunga

M0 M1

r1

r0

LP


(31)

ekonomi yang lebih baik dalam menghitung output barang dan jasa dalam perekonomian dan tidak akan dipengaruhi oleh perubahan harga. Penghitungan GDP riil menggunakan harga konstan dan menunjukkan apa yang akan terjadi terhadap pengeluaran atas output jika jumlah berubah tetapi harga tidak. GDP yang digunakan untuk mencerminkan apa yang sedang terjadi pada seluruh tingkat harga dalam perekonomian disebut GDP deflator. GDP deflator juga disebut dengan deflator harga implisit untuk GDP dan didefinisikan sebagai rasio GDP nominal terhadap GDP riil.

Ukuran Rantai Tertimbang GDP Riil

Penghitungan GDP riil menggunakan harga yang tidak pernah berubah atau konstan. Penggunaan harga yang sama dari tahun ke tahun menunjukkan bahwa harga tidak mengalami kenaikan atau penurunan dan tidak mengikuti perkembangan zaman. Misalnya harga mobil turun secara signifikan, sementara uang perkuliahan naik dari tahun ke tahun. Ketika menilai produksi mobil dan pendidikan tidak tepat apabila kita menggunakan harga yang diberlakukan sepuluh tahun lalu. Oleh karena itu, Biro Analisis Ekonomi memperbaharui harga secara periodik untuk menghitung GDP riil, yaitu setiap lima tahun. Harga-harga itu dipertahankan untuk mengukur perubahan dalam produksi barang dan jasa dari tahun ke tahun sampai tahun dasar diperbaharui lagi

Pada tahun 1995, Biro Analisis Ekonomi mengumumkan kebijakan baru yang terkait dengan perubahan tahun dasar. Kebijakan baru tersebut adalah ukuran rantai-tertimbang GDP riil. Ukuran ini akan memperbaharui tahun dasar secara terus-menerus. Tingkat pertumbuhan tahun ke tahun yang berbeda-beda kemudian disatukan oleh rantai tertimbang yang bisa digunakan untuk membandingkan output barang dan jasa diantara dua waktu. Ukuran ini dinilai jauh lebih baik daripada ukuran sebelumnya, karena harga yang digunakan untuk menghitung GDP riil tidak of date.


(32)

2.3.4. Teori Nilai Tukar (Kurs) 2.3.4.1.Pengertian Nilai Tukar (Kurs)

Nilai tukar adalah harga relatif mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain. Pembayaran internasional yang memerlukan pertukaran mata uang satu negara menjadi mata uang negara lain dapat dilakukan dengan berbagai cara meskipun pada hakikatnya hanya menyangkut pertukaran mata uang antar masyarakat yang memiliki satu jenis mata uang dan membutuhkan jenis mata uang lainnya. Nilai tukar (exchange rate) satu mata uang terhadap lainnya merupakan bagian dari proses valuta asing. Valuta asing mengacu pada mata uang asing aktual atau berbagai klaim atasnya, seperti deposito bank atau surat sanggup bayar yang diperdagangkan. Nilai tukar valuta asing merupakan harga di mana pembelian dan penjualan valuta asing berlangsung; nilai tukar merupakan jumlah mata uang dalam negeri yang harus dibayarkan untuk memperoleh satu unit mata uang asing (Lipsey, 1995).

Nilai tukar terdiri dari dua aspek, yaitu nominal dan riil. Nilai tukar nominal adalah harga relatif dari mata uang dua negara. Sedangkan, nilai tukar riil merupakan harga relatif dari barang-barang kedua negara. Kurs dapat diperoleh melalui perkalian antara kurs nominal dengan rasio tingkat harga. Rasio tingkat harga merupakan perbandingan antara harga barang domestik dan harga barang di luar negeri (Mankiw, 2006).

Kurs Riil = Kurs Nominal x Rasio Tingkat Harga

Є = е x (P/P*)

2.3.4.2.Sistem Nilai Tukar

Sistem nilai tukar internasional yang dianut oleh beberapa negara di dunia, antara lain; sistem nilai tukar tetap dan sistem nilai tukar fleksibel. Sistem nilai tukar tetap merupakan sistem nilai tukar yang bersifat tetap pada nominal tertentu. Contohnya adalah sistem standar emas dan sistem Bretton Woods. Sedangkan, sistem nilai tukar fleksibel itu berfluktuasi dengan bebas dan ditentukan oleh keseimbangan penawaran dan permintaan pasar, tanpa ada intervensi dari pemerintah. Selain kedua macam sistem nilai tukar yang murni, terdapat sistem nilai tukar campuran yaitu sistem nilai tukar dengan sistem patok yang masih bisa


(33)

diubah (adjustable peg) dan sistem mengambang terkendali (managed float). Dalam sistem adjustable peg, pemerintah menentukan nilai pari dari nilai tukarnya. Dalam sistem managed float, bank sentral berusaha berperan sebagai stabilisator atas nilai tukar, namun tidak menetapkan nilai parinya.

Terdapat dua sistem nilai tukar yang diterapkan di Indonesia, diantaranya: 1) Sistem Nilai Tukar Tetap

Pada sistem nilai tukar tetap, bank sentral melakukan intervensi pada bursa valuta asing untuk mencegah penyimpangan nilai tukar dari nilai nominal yang telah ditetapkan (Lipsey, 1995). Dengan mematokkan nilai mata uangnya terhadap mata uang negara tertentu, setiap bank sentral suatu negara harus mengatur dan menjaga nilai tukar yang dipilih agar dipertahankan tetap. Dalam sistem ini, terdapat permasalahan yaitu adanya ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran, karena penjualan dan pembelian valuta asing yang dilakukan oleh pemerintah. Permasalahan jangka pendek dari ketidakseimbangan ini dapat diatasi dengan cara memasuki pasar dan membeli serta menjual sebanyak yang diperlukan.

Apabila permintaan atas mata uang suatu negara meningkat, maka dapat terjadi apresiasi mata uang. Namun, dalam sistem nilai tukar tetap, harga mata uang tidak boleh naik atau turun. Oleh karena itu, pemerintah harus mempertahankan nilai mata uangnya agar tidak terjadi apresiasi dengan cara membeli mata uang asing dan menjual mata uangnya sendiri. Tindakan ini akan menambah cadangan valuta asingnya. Begitu juga sebaliknya, apabila permintaan atas mata uang suatu negara rendah, maka dapat terjadi depresiasi. Oleh karena itu, pemerintah harus memertahankan nilai mata uangnya agar tidak terjadi depresiasi dengan cara menjual mata uang asing dan membeli mata uangnya sendiri. Tindakan ini akan mengurangi cadangan valuta asingnya. Namun, apabila permasalahan ketidakseimbangan terjadi dalam jangka panjang, maka akan sulit untuk mempertahankan nilai patokannya, yaitu nilai parinya.

2) Sistem Nilai Tukar Fleksibel

Sistem nilai tukar fleksibel ditentukan oleh permintaan dan penawaran mata uang suatu negara tanpa ada intervensi dari pemerintah. Sistem ini sering dinamakan dengan sistem nilai tukar bebas atau sistem nilai tukar mengambang.


(34)

Negara yang menganut sistem nilai tukar ini akan mengalami fluktuasi nilai mata uang yang jauh lebih besar dan akan memengaruhi kondisi makroekonomi negara tersebut. Dampak yang ditimbulkan dari fluktuasi ini dapat membuat ketidakpastian dalam kegiatan perdagangan.

Harga valuta asing (nilai tukar) yang meningkat disebut depresiasi atas mata uang dalam negeri. Mata uang asing menjadi lebih mahal dan nilai relatif mata uang dalam negeri menurun. Sebaliknya, turunnya harga valuta asing (nilai tukar) disebut apresiasi mata uang dalam negeri. Mata uang asing lebih murah dan harga relatif mata uang domestik meningkat. Misalnya, apabila nilai dolar terhadap rupiah naik dari 7.000 Rupiah menjadi 7.500 Rupiah (dalam arti lain, nilai Rupiah terhadap Dolar menurun dari 0,0001429 US$ menjadi 0,0001333 US$), dikatakan bahwa Rupiah terdepresiasi dan Dolar mengalami apresiasi.

Nilai tukar sangat memengaruhi kegiatan perdagangan. Apabila nilai mata uang domestik terdepresiasi maka harga produk di dalam negeri lebih murah dibandingkan dengan harga internasional sehingga akan meningkatkan ekspor, begitu juga sebaliknya. Apabila nilai mata uang domestik mengalami apresiasi, maka impor negara tersebut akan melebihi ekspornya, sehingga net ekspor (ekspor dikurangi impor) akan menurun. Perhatikan gambar 2.6.

Sumber: Mankiw (2006)

Gambar 2.6. Grafik Hubungan antara Kurs Riil dengan Ekspor Neto ฀ 2

฀ 1

NX2 NX1 Ekspor neto, NX

Kurs riil, ฀


(35)

2.4. Model Ekonometrika 2.4.1. Model VAR

2.4.1.1.Uji Kointegrasi (Engle-Granger) dan Error Corection Model

Dua variabel yang tidak stasioner pada level namun stasioner pada first differnce, mempunyai kemungkinan akan terjadi kointegrasi yaitu terdapat hubungan jangka panjang di antara keduanya. Terdapat tiga cara untuk menguji kointegrasi yaitu: (1) Uji Kointegrasi Engle-Granger, (2) Uji Cointegrating Regression Durbin Watson (CRDW), dan (3) Uji Johannsen Cointegrating. Apabila kedua data yang dianalisis tidak stasioner tetapi saling berkointegrasi, berarti ada keseimbangan antara kedua variabel tersebut atau ada hubungan jangka panjang. Dalam jangka pendek ada kemungkinan terjadi ketidakseimbangan, maka diperlukan adanya koreksi dengan model koreksi kesalahan (error correction model atau ECM).

Model ECM diperkenalkan oleh Sargan yang dikembangkan oleh Hendry dan dipopulerkan oleh Engle dan Granger. Model ECM yang dijalankan oleh Engle dan Granger memerlukan dua tahap, sehingga disebut two step EG. Tahap pertama adalah menghitung nilai residual dari persamaan regresi awal. Tahap kedua adalah melakukan analisis regresi dengan memasukkan residual dari langkah pertama (Firdaus, 2011)

2.4.1.2.Uji Kausalitas

Uji kausalitas Granger dilakukan untuk melihat hubungan kausalitas diantara variabel-variabel yang ada dalam model. Uji ini untuk mengetahui apakah suatu variabel bebas (independent variable) meningkatkan kinerja forecasting dari variabel terikat (dependent variable). Granger melakukan pengujian hubungan sebab-akibat dengan menggunakan F-test bertujuan untuk menguji apakah lag informasi dalam variabel Y memberikan informasi statistik yang signifikan tentang variabel X dalam menjelaskan perubahan X.

2.4.1.3.Vektor Autoregression (VAR)

Pada tahun 1980, Christopher Sims memperkenalkan sebuah kerangka keraja makroekonomi yakni Vektor Autoregression (VAR). Firdaus (2011)


(36)

memaparkan bahwa jika sebelumnya univariate autoregression merupakan sebuah persamaan tunggal (single-equation) dengan model linier variabel tunggal (single-variable linear model), dimana nilai sekarang dari masing-masing variabel dijelaskan oleh nilai lag-nya sendiri, maka VAR merupakan sebuah n-persamaan dengan n-variabel, dimana masing-masing variabel dijelaskan oleh nilai lag-nya sendiri serta nilai saat ini dan masa lampaunya. Dengan demikian, dalam konteks ekonometrika modern VAR termasuk ke dalam multivariate time series (Firdaus, 2006). VAR menyediakan cara yang sistematis untuk menangkap perubahan yang dinamis dalam multiple time series, serta memiliki pendekatan yang kredibel dan mudah untuk dipahami bagi pendeskripsian data, forecasting, inferensi struktural, seta analisis kebijakan.

Alat analisa yang disediakan oleh VAR, yakni, Forecasting, Granger Causality Test, Impulse Response Function (IRF), dan Forecast Error Variance Decomposition (FEVD). Forecasting merupakan ekstrapolasi nilai saat ini dan nilai masa depan seluruh variabel dengan memanfaatkan seluruh informasi masa lalu variabel. Granger Causality Test bertujuan untuk mengetahui hubungan sebab-akibat anta variabel. Impulse Response Function (IRF) digunakan untuk melacak respon saat ini dan masa depan setiap variabel akibat perubahan atau guncangan suatu variabel tertentu. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) merupakan parameter untuk mengukur prediksi kontribusi presentase varians terhadap perubahan suatu variabel tertentu (Firdaus, 2011).

Model Vector Auto Regression sama seperti model ekonometrika lainnya. VAR juga meliputi serangkaian proses spesifikasi dan identifikasi model. Spesifikasi model VAR menurut Arsana dalam Firdaus (2011) meliputi pemilihan variabel yang sesuai dengan teori ekonomi yang relevan dan penentuan banyaknya lag yang digunakan dalam model. Sedangkan identifikasi model adalah melakukan identifikasi persamaan sebelum melakukan estimasi model. Pada proses identifikasi akan dijumpai beberapa kondisi yakni kondisi overidentified dan kondisi exactly identified atau just identified. Kondisi overidentified akan diperoleh jika jumlah informasi yang dimiliki melebihi jumlah parameter yang ingin diestimasi, sementara kondisi exactly identified atau just


(37)

identified akan tercapai jika jumlah informasi dan jumlah parameter yang diestimasi sama.

Keadaan yang underidentified terjadi jika jumlah informasi kurang dari jumlah parameter yang diestimasi. Proses estimasi hanya dapat dilakukan dalam keadaan overidentified dan exactly identified atau just identified. Pemilihan selang optimal yang dipakai dapat memanfaatkan kriteria informasi seperti Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Information Criterion (SC), maupun Hannan-Quinn Criterion (HQ).

Enders (2004) memformulasikan sistem tradisional bivariat orde pertama sebagai berikut:

yt = b10– b12zt + 11zt-1 + 12zt-1 + yt (2.6) zt = b20– b21yt + 21yt-1 + 22zt-1 + zt (2.7) Kedua persamaan di atas menunjukkan bahwa yt dan zt saling memengaruhi satu sama lain. Misalnya –b12 merupakan efek serentak (contemporaneous effect) dari perubahan zt terhadap yt dan 12 merupakan efek dari perubahan zt-1 terhadap yt. Persamaan (2.6) dan persamaan (2.7) bukanlah persamaan dalam bentuk reduced-form karena yt memiliki efek serentak terhadap zt dan zt memiliki efek serentak terhadap yt.

Bentuk persamaan di atas adalah bentuk primitif. Dari bentuk tersebut dapat diperoleh bentuk transformasi VAR ke dalam bentuk standar ( reduced-form). Persamaan umum VAR adalah sebagai berikut (Enders, 2004):

Yt = A0 + A1Yt-1 + A2Yt-2+…+ ApYt-p +et (2.8) dimana,

Yt = vektor berukuran (n x 1) yang berisikan n variabel yang terdapat dalam sebuah model VAR,

A0 = vektor intersep berukuran (n x 1),

Ai = matriks koefisien/parameter berukuran (n x n) untuk setiap i = 1,2,..,p, et = vektor error berukuran (n x 1).

Bentuk persamaan bivariate model VAR di atas adalah sebagai berikut:

yt = a10 + a11yt-1 + a12zt-1 + eyt (2.9) zt = a20 + a21yt-1 + a22zt-1 + ezt (2.10)


(38)

Model VAR merupakan solusi atas kritikan terhadap model persamaan simultan, yaitu:

1. Spesifikasi dari sistem persamaan simultan terlalu berdasarkan pada agregasi dari model keseimbangan parsial, tanpa memperhatikan pada hasil yang hilang (omitted interrelation).

2. Struktur dinamis pada model seringkali dispesifikasikan dengan tujuan untuk memberikan restriksi yang dibutuhkan dalam mendapatkan identifikasi dari bentuk struktural.

Menurut Gujarati (1978), metode VAR memiliki keunggulan dibandingkan dengan metode lainnya, antara lain:

1. Metode VAR sangat sederhana. Hal ini dikarenakan metode VAR bekerja berdasarkan data, dimana tidak perlu dikhawatirkan mana variabel yang bersifat endogen dan mana variabel yang bersifat eksogen.

2. Metode VAR membangun model secara bersamaan di dalam suatu sistem yang kompleks, sehingga dapat menangkap hubungan keseluruhan variabel di dalam sebuah persamaan.

3. Uji VAR yang multivariat dapat menghindari parameter yang bias akibat tidak dimasukkannya variabel yang relevan.

4. Uji VAR dapat mendeteksi hubungan antar variabel di dalam suatu sistem persamaan, dengan cara menjadikan seluruh variabel sebagai variabel yang bersifat endogen.

5. Metode VAR sederhana dan hasil estimasi prediksi (forecast) yang diperoleh akan lebih baik dari pada hasil estimasi dari model-model persamaan simultan yang lebih kompleks.

6. Metode VAR merupakan alat analisis yang sangat berguna dalam memahami adanya hubungan timbal balik antara variabel-variabel ekonomi dan juga dalam pembentukan model ekonomi yang berstruktur. Metode VAR juga memiliki kekurangan. Menurut Gujarati (1978), beberapa kelemahan dari metode VAR adalah:

1. Model VAR sering disebut model yang tidak struktural, karena dianggap a-teoritis dengan menggunakan lebih sedikit informasi dari teori-teori terdahulu.


(39)

2. Model VAR dianggap kurang sesuai untuk analisis kebijakan, karena lebih menekan pada hasil estimasi prediksi (forecast).

3. Penelitian dengan menggunakan metode VAR harus mempunyai data atau pengamatan yang relatif banyak, karena ketika variabel terlalu banyak dengan lag panjang, maka parameter juga akan terlalu panjang dan akan mengurangi degree of freedom.

4. Semua variabel harus stasioner. Jika tidak, data harus ditransformasi dengan benar (misalnya, diambil first difference nya), namun hubungan jangka panjang yang diperlukan dalam analisis akan hilang dalam transformasi.

5. Impulse Response Function, yang merupakan inti dari analisis dalam menggunakan metode VAR masih diperdebatkan oleh para peneliti, karena pada hakikatnya IRF menelusuri respon dependen variabel terhadap shock pada error term.

2.4.2. Teori VECM

Vector Error Correction Model atau VECM adalah bentuk VAR yang terestriksi yang digunakan untuk variabel yang tidak stasioner pada level tetapi memiliki kemungkinan untuk terkointegrasi. Kointegrasi adalah terdapatnya kombinasi linear antara variabel yang non stasioner yang terkointegrasi pada ordo yang sama (Enders, 2004). VECM kemudian memanfaatkan informasi restriksi kointegrasi tersebut ke dalam spesifikasinya. Dianjurkan untuk memasukkan persamaan kointegrasi ke dalam model yang digunakan. Data time series stasioner pada perbedaan pertama (first difference) atau I(1).

VECM digunakan apabila data yang digunakan memiliki derajat stasioneritas untuk mengantisipasi hilangnya informasi jangka panjang. Caranya adalah dengan mentransformasi persamaan awal pada level menjadi persamaan baru sebagai berikut :

Δyt = b10 + b11Δyt-1 + b12Δzt-1– (yt-1–a10a11yt-2 + a12z t-1) + yt (3.16)


(1)

Error Correction: D(FD) D(GDP) D(RER) D(TRADE) D(LIBOR)

CointEq1 -0.503678 0.117039 -0.064418 -30.67318 -5.209473

(0.19572) (0.15669) (0.78472) (38.2647) (4.36325) [-2.57344] [ 0.74695] [-0.08209] [-0.80160] [-1.19394]

D(FD(-1)) 0.518870 0.057143 -0.265892 11.87479 9.071507

(0.20578) (0.16475) (0.82507) (40.2320) (4.58758) [ 2.52143] [ 0.34685] [-0.32227] [ 0.29516] [ 1.97741]

D(GDP(-1)) 0.015223 0.015221 2.293803 111.2986 -19.18759

(0.56409) (0.45160) (2.26164) (110.282) (12.5753) [ 0.02699] [ 0.03371] [ 1.01422] [ 1.00921] [-1.52582]

D(RER(-1)) -0.077375 -0.188077 0.488536 27.95802 -5.983082

(0.22688) (0.18164) (0.90966) (44.3571) (5.05796) [-0.34103] [-1.03545] [ 0.53705] [ 0.63029] [-1.18290]

D(TRADE(-1)) -0.000233 0.002001 -0.006399 -0.711757 0.090532

(0.00288) (0.00230) (0.01153) (0.56246) (0.06414) [-0.08089] [ 0.86894] [-0.55474] [-1.26543] [ 1.41155]

D(LIBOR(-1)) -0.004184 -0.002689 0.006896 1.119322 0.388697

(0.00953) (0.00763) (0.03819) (1.86232) (0.21236) [-0.43927] [-0.35267] [ 0.18055] [ 0.60104] [ 1.83040]

C 0.038360 0.065632 -0.064634 -5.612147 0.198384

(0.05125) (0.04103) (0.20550) (10.0206) (1.14263) [ 0.74843] [ 1.59949] [-0.31452] [-0.56006] [ 0.17362]


(2)

94

@TREND(86) -0.001200 -0.001360 -0.003111 -0.044546 0.007888

(0.00231) (0.00185) (0.00925) (0.45115) (0.05144) [-0.52004] [-0.73634] [-0.33629] [-0.09874] [ 0.15333]

R-squared 0.582481 0.289907 0.176951 0.412877 0.417210

Adj. R-squared 0.387638 -0.041470 -0.207138 0.138886 0.145241

Sum sq. resids 0.050574 0.032414 0.812987 1933.079 25.13468

S.E. equation 0.058066 0.046486 0.232807 11.35218 1.294467

F-statistic 2.989495 0.874856 0.460703 1.506901 1.534037

Log likelihood 37.74218 42.85783 5.803558 -83.59640 -33.65626

Akaike AIC -2.586277 -3.031116 0.190995 7.964905 3.622283

Schwarz SC -2.191322 -2.636161 0.585949 8.359859 4.017238

Mean dependent 0.053323 0.050283 -0.001672 0.054698 -0.286185

S.D. dependent 0.074202 0.045551 0.211894 12.23345 1.400133

Determinant resid covariance (dof

adj.) 1.86E-07

Determinant resid covariance 2.19E-08

Log likelihood 39.63970

Akaike information criterion 0.466113


(3)

Lampiran 7. Hasil Impulse Response Function

Cholesky Ordering: FD GDP RER TRADE LIBOR

Period FD GDP RER TRADE LIBOR

1 0.062231 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 2 0.092390 0.017842 -0.004093 -0.018322 -0.003152 3 0.097593 0.049696 -0.003037 -0.005965 -0.011781 4 0.102826 0.078164 -0.010538 -0.004773 -0.014053 5 0.107432 0.073746 -0.012283 -0.001075 -0.015922 6 0.109523 0.068250 -0.013906 -0.007721 -0.015800 7 0.107270 0.068079 -0.012107 -0.004512 -0.017366 8 0.106795 0.073653 -0.013430 -0.004925 -0.017147 9 0.107325 0.071848 -0.013281 -0.003078 -0.017289 10 0.108123 0.069988 -0.013772 -0.005458 -0.016815 11 0.107579 0.069156 -0.012985 -0.004510 -0.017189 12 0.107414 0.071044 -0.013348 -0.004907 -0.017071 13 0.107469 0.070863 -0.013227 -0.004054 -0.017175 14 0.107773 0.070517 -0.013478 -0.004855 -0.016993 15 0.107642 0.070045 -0.013210 -0.004524 -0.017119 16 0.107588 0.070603 -0.013333 -0.004759 -0.017073 17 0.107559 0.070594 -0.013263 -0.004406 -0.017129 18 0.107660 0.070564 -0.013372 -0.004679 -0.017060 19 0.107629 0.070353 -0.013278 -0.004550 -0.017102 20 0.107618 0.070511 -0.013324 -0.004667 -0.017080 21 0.107596 0.070510 -0.013288 -0.004530 -0.017106 22 0.107628 0.070531 -0.013332 -0.004625 -0.017080 23 0.107621 0.070451 -0.013299 -0.004572 -0.017096 24 0.107621 0.070495 -0.013317 -0.004624 -0.017086 25 0.107611 0.070491 -0.013301 -0.004572 -0.017096 26 0.107621 0.070509 -0.013318 -0.004606 -0.017087 27 0.107618 0.070480 -0.013306 -0.004584 -0.017093 28 0.107620 0.070493 -0.013313 -0.004606 -0.017089 29 0.107616 0.070489 -0.013306 -0.004586 -0.017093 30 0.107619 0.070498 -0.013313 -0.004599 -0.017089 31 0.107618 0.070488 -0.013308 -0.004590 -0.017092 32 0.107619 0.070493 -0.013311 -0.004599 -0.017090 33 0.107617 0.070490 -0.013308 -0.004591 -0.017092 34 0.107618 0.070494 -0.013311 -0.004597 -0.017090 35 0.107618 0.070491 -0.013309 -0.004593 -0.017091 36 0.107619 0.070493 -0.013310 -0.004596 -0.017090 37 0.107618 0.070491 -0.013309 -0.004593 -0.017091 38 0.107618 0.070493 -0.013310 -0.004595 -0.017091 39 0.107618 0.070492 -0.013310 -0.004594 -0.017091 40 0.107618 0.070492 -0.013310 -0.004595 -0.017091 41 0.107618 0.070492 -0.013310 -0.004594 -0.017091 42 0.107618 0.070492 -0.013310 -0.004595 -0.017091 43 0.107618 0.070492 -0.013310 -0.004594 -0.017091 44 0.107618 0.070492 -0.013310 -0.004595 -0.017091 45 0.107618 0.070492 -0.013310 -0.004594 -0.017091 46 0.107618 0.070492 -0.013310 -0.004595 -0.017091 47 0.107618 0.070492 -0.013310 -0.004594 -0.017091 48 0.107618 0.070492 -0.013310 -0.004595 -0.017091 49 0.107618 0.070492 -0.013310 -0.004594 -0.017091 50 0.107618 0.070492 -0.013310 -0.004595 -0.017091


(4)

96

Lampiran 8. Variance Decomposition of FD:

Period S.E. FD GDP RER TRADE LIBOR

1 0.062231 100.0000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 2 0.114409 94.79940 2.432121 0.127985 2.564598 0.075893 3 0.158957 86.80495 11.03428 0.102814 1.469378 0.588570 4 0.205624 76.88106 21.04409 0.324081 0.931985 0.818781 5 0.244268 73.82307 24.02701 0.482498 0.662361 1.005056 6 0.277170 72.95123 24.72472 0.626450 0.592041 1.105563 7 0.305668 72.29787 25.28979 0.671971 0.508574 1.231797 8 0.332809 71.28399 26.23090 0.729675 0.450905 1.304523 9 0.357669 70.72304 26.74638 0.769643 0.397807 1.363131 10 0.380812 70.44944 26.97191 0.809730 0.371469 1.397442 11 0.402316 70.26992 27.12045 0.829656 0.345385 1.434587 12 0.423009 70.01092 27.35262 0.850047 0.325879 1.460531 13 0.442713 69.81067 27.53417 0.865326 0.305904 1.483928 14 0.461602 69.66525 27.66060 0.881215 0.292444 1.500490 15 0.479643 69.55957 27.75153 0.892019 0.279755 1.517124 16 0.497101 69.44383 27.85377 0.902406 0.269614 1.530387 17 0.513956 69.34347 27.94346 0.910782 0.259571 1.542726 18 0.530294 69.25793 28.01874 0.919106 0.251607 1.552621 19 0.546109 69.18891 28.07907 0.925763 0.244188 1.562068 20 0.561498 69.12192 28.13801 0.932020 0.237896 1.570155 21 0.576470 69.06167 28.19139 0.937368 0.231872 1.577703 22 0.591073 69.00707 28.23953 0.942497 0.226679 1.584216 23 0.605312 68.95973 28.28116 0.946946 0.221844 1.590323 24 0.619230 68.91535 28.32021 0.951107 0.217560 1.595771 25 0.632838 68.87476 28.35604 0.954813 0.213523 1.600860 26 0.646165 68.83717 28.38919 0.958314 0.209889 1.605439 27 0.659218 68.80318 28.41912 0.961478 0.206494 1.609721 28 0.672019 68.77146 28.44706 0.964442 0.203399 1.613639 29 0.684580 68.74210 28.47295 0.967154 0.200492 1.617309 30 0.696916 68.71463 28.49716 0.969707 0.197813 1.620690 31 0.709037 68.68923 28.51954 0.972067 0.195298 1.623863 32 0.720954 68.66541 28.54053 0.974286 0.192964 1.626813 33 0.732677 68.64313 28.56016 0.976352 0.190766 1.629589 34 0.744215 68.62216 28.57864 0.978300 0.188711 1.632183 35 0.755578 68.60251 28.59596 0.980126 0.186772 1.634630 36 0.766772 68.58396 28.61230 0.981851 0.184952 1.636929 37 0.777805 68.56648 28.62771 0.983474 0.183230 1.639104 38 0.788683 68.54994 28.64229 0.985012 0.181605 1.641156 39 0.799414 68.53429 28.65608 0.986465 0.180064 1.643101 40 0.810002 68.51945 28.66916 0.987844 0.178605 1.644943 41 0.820454 68.50536 28.68157 0.989153 0.177219 1.646693 42 0.830774 68.49197 28.69338 0.990397 0.175903 1.648356 43 0.840968 68.47922 28.70461 0.991581 0.174648 1.649939 44 0.851039 68.46707 28.71531 0.992710 0.173454 1.651448 45 0.860993 68.45549 28.72552 0.993787 0.172314 1.652887 46 0.870833 68.44442 28.73528 0.994815 0.171226 1.654261 47 0.880563 68.43384 28.74460 0.995798 0.170185 1.655576 48 0.890187 68.42371 28.75353 0.996739 0.169189 1.656833 49 0.899708 68.41401 28.76208 0.997640 0.168235 1.658038 50 0.909129 68.40471 28.77027 0.998505 0.167320 1.659193


(5)

APRILINA, Analisis Pengaruh Liberalisasi Perdagangan terhadap Beban Utang Luar Negeri Indonesia (Periode 1986-2010) (dibimbing oleh DEDI BUDIMAN HAKIM).

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang fokus terhadap bidang pembangunan nasional. Biaya yang diperlukan dalam pembangunan merupakan anggaran belanja negara Indonesia. Jumlah biaya pembangunan yang diperlukan lebih besar dibandingkan dengan penerimaan pemerintah Indonesia dan hibah. Hal ini menyebabkan defisit anggaran pemerintah yang harus dibiayai oleh utang luar negeri. Peningkatan utang luar negeri Indonesia menyebabkan akumulasi utang yang semakin besar dan menandakan Indonesia sangat tergantung kepada utang luar negeri sebagai sumber pembiayaan kebutuhan pembangunan dalam negeri. Dalam jangka panjang, peningkatan utang luar negeri dapat berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan, sehingga pemerintah menetapkan alternatif sumber pembiayaan pembangunan Indonesia melalui kegiatan perdagangan internasional.

Saat ini seluruh dunia mengalami globalisasi, begitu juga Indonesia. Globalisasi mengharuskan seluruh negara di dunia membuka sistem perekonomian mereka sehingga memberikan kebebasan setiap negara untuk melakukan kegiatan ekonomi seperti perdagangan internasional dengan negara lainnya. Adanya liberalisasi perdagangan memberikan kesempatan yang lebih luas bagi setiap negara untuk melakukan kegiatan perdagangan dengan negara lain tanpa ada hambatan berupa tarif dan nontarif dan ini memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk memperoleh sumber dana berupa devisa yang diperoleh dari kegiatan perdagangan tersebut. Devisa yang dihasilkan dapat digunakan sebagai sumber pendanaan bagi kegiatan pembangunan Indonesia dan untuk pembayaran kembali utang luar negeri beserta bunganya, sehingga jumlah utang luar negeri Indonesia dapat berkurang. Penelitian ini akan membahas mengenai analisis pengaruh liberalisasi perdagangan terhadap beban utang luar negeri Indonesia.

Tujuandaripenelitianiniyaitu: (1) menganalisis pengaruh liberalisasi perdagangan terhadap beban utang luar negeri Indonesia, (2) menganalisis variabel-variabel makroekonomi lain yang mempunyai pengaruhterhadap beban utang luar negeri Indonesia (3) menganalisis respon utang luar negeriIndonesia jika terjadiguncangan yang berasal dari variabel GDP, RER, LIBOR, dan trade openness, (4) menganalisis kontribusivariabelmakroekonomi (GDP, RER, LIBOR, dan trade openness) terhadap jumlah beban utang luar negeri Indonesia, serta (5) mendiskusikan implikasi kebijakan pengelolaan utang luar negeri Indonesia.

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Vector Auto Regression (VAR) dan Vector Error Correction Model (VECM). Metode yang digunakan untuk melakukan analisis pengaruh liberalisasi perdagangan terhadap beban utang luar negeri Indonesia adalah metode GrangerCausality


(6)

yang telah disebutkan terhadap respon utang luar negeri Indonesia menggunakan impuls respon (IRF), dan analisis peramalan dekomposisi ragam galat (FEVD). Jenis data yang digunakan adalah data sekunder dalam periode 1986-2010, yaitu diantaranya data jumlah perdagangan (ekspor dan impor) terhadap GDP Indonesia, consumer price index Indonesia dan Amerika Serikat, inflasi Inggris, LIBOR, GDP, data nilai tukar nominal (Rp/US$), serta data external debt stocks

Indonesia.

Hasil estimasi VECM model penelitian menunjukkan bahwa pada persamaan jangka pendek FD lag pertama berpengaruh signifikan terhadap FD itu sendiri, sedangkan pada persamaan jangka panjang terdapat tiga variabel yang signifikan yaitu GDP lag pertama dan RER lag pertama berpengaruh signifikan positif terhadap utang luar negeri Indonesia, dan TRADE lag pertama berpengaruh signifikan negatif terhadap utang luar negeri Indonesia. Sedangkan, LIBOR berpengaruh tidak signifikan positif.

Pengaruh guncangan variabel makroekonomi (GDP, RER, LIBOR, dan TRADE) terhadap beban utang luar negeri Indonesiamenunjukkan bahwa TRADE memengaruhi fluktuasi utang luar negeri Indonesia hingga tahun ke-28, sedangkan variabel makroekonomi lain seperti GDP akan memengaruhi fluktuasi utang luar negeri Indonesia (FD) hingga kisaran tahun ke-39, guncangan variabel RER memengaruhi hingga tahun ke-29, guncangan LIBOR memengaruhi flukutuasi utang luar negeri Indonesia (FD) hingga tahun ke-17 peramalan.

Hasil FEVD menunjukkan bahwa FD yang dipengaruhi oleh guncangan FD itu sendiri memberikan proporsi yang relatif lebih tinggi pada tahun awal hingga tahun akhir. Variabel makroekonomi lain yang memberikan proporsi yang besar terhadap utang luar negeri Indonesia adalah variabel GDP. Sedangkan variabel RER, TRADE, dan LIBOR hanya memberikan proporsi yang relatif lebih kecil terhadap FD.

Jumlah utang luar negeri Indonesia yang besar dapat dikurangi dengan melakukan perdagangan internasional. Kondisi ini didukung oleh adanya liberalisasi perdagangan yang dianut oleh seluruh negara di dunia termasuk Indonesia. Adanya liberalisasi perdagangan menghapus hambatan-hambatan perdagangan dan memberikan kebebasan untuk melakukan perdagangan antar negara sehingga memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk dapat meningkatkan kegiatan perdagangan internasional dengan negara lain. Hal ini menjadi rekomendasi bagi pemerintah agar mendukung kegiatan perdagangan internasional Indonesia yaitu ekspor barang dan jasa Indonesia ke pasar internasional melalui depresiasi Rupiah terhadap Dolar sehingga harga barang domestik lebih murah dibandingkan dengan harga internasional dan dapat berdaya saing dengan barang impor.