Pemanfaatan Frekuensi Bunyi untuk Menduga Kadar Air dan Vigor Benih Jagung (Zea mays L.)
PEMANFAATAN FREKUENSI BUNYI UNTUK MENDUGA
KADAR AIR DAN VIGOR BENIH JAGUNG
(Zea mays L.)
DIRAYATI NUR IRSALINA
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemanfaatan Frekuensi
Bunyi untuk Menduga Kadar Air dan Vigor Benih Jagung (Zea mays L.) adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Dirayati Nur Irsalina
NIM A24090029
ABSTRAK
DIRAYATI NUR IRSALINA. Pemanfaatan Frekuensi Bunyi untuk Menduga
Kadar Air dan Vigor Benih Jagung (Zea mays L.). Dibimbing oleh ABDUL
QADIR dan M. RAHMAD SUHARTANTO.
Lot benih pada berbagai kondisi sangat diperlukan sebagai bahan penelitian
uji deteksi bunyi ini. Tujuan dari penelitian adalah mempelajari pemanfaatan
frekuensi bunyi untuk menduga kadar air dan vigor dari benih jagung. Penelitian
dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Institut Pertanian Bogor
dan Laboratorium Spektroskopi Fisika, Iinstitut Pertanian Bogor. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013. Percobaan
disusun dalam rancangan acak lengkap (RAL) dengan dua faktor dan tiga kali
ulangan. Penelitian terbagi ke dalam dua percobaan yaitu: (1) hubungan antara
varietas dan kadar air benih serta (2) hubungan antara varietas dan vigor benih
terhadap frekuensi yang dihasilkan. Faktor varietas ditentukan berdasarkan bobot
1 000 butir, ukuran besar menggunakan benih varietas Srikandi Putih, ukuran
sedang menggunakan varietas Bisma dan ukuran kecil menggunakan varietas SDIII. Beberapa tingkat kadar air diperoleh dengan cara pelembaban tertutup. Lot
benih dengan tiga tingkat vigor berbeda diperoleh dengan cara pengusangan fisik
menggunakan oven bersuhu 40˗45 °C dan kelembaban tinggi. Setelah diberikan
perlakuan pendahuluan, lot-lot benih kemudian diuji frekuensi bunyinya. Hasil
menunjukkan bahwa pada percobaan pertama, varietas benih mempengaruhi hasil
frekuensi. Percobaan kedua memberikan hasil bahwa varietas, tingkat vigor dan
interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh terhadap frekuensi yang
dihasilkan. Frekuensi bunyi belum dapat dimanfaatkan untuk menduga kadar air
dan vigor benih, tetapi frekuensi bunyi diduga dapat dimanfaatkan sebagai penciri
varietas.
Kata kunci : deteksi cepat, frekuensi bunyi, kadar air, varietas, vigor
ABSTRACT
DIRAYATI NUR IRSALINA. Utilization of Sound Frequency to Detect The
Moisture Content and Vigour of Corn Seed (Zea mays L.). Supervised by ABDUL
QADIR and M. RAHMAD SUHARTANTO.
Seed lots in different condition were needed as material of this sound
detection research. The goal of this research is learning about utilization of sound
frequency to expect moisture content and vigour of the corn seed. This research
was conducted at Seed Science and Technology Laboratory, Bogor Agricultural
University and Spectroschopy Laboratory, Bogor Agricultural University from
February 2013 to June 2013. The experiment was arranged in complete
randomized design with two factors and three replications. This research divided
in two experiments, (1) correlation between variety and seed moisture content and
(2) correlation between variety and seed vigour about its frequencies output. Seed
size definited by its 1 000 granule mass, Srikandi Putih variety is used for big size,
Bisma is used for medium size and SD-III is used for small size. Several moisture
content levels are got by closed moisturizing process. Seed lots with three
different vigor levels are got by physical accelerating method, used oven in 4045 °C and high moisture condition. After gave the preface treatment, the seed lots
got the sound detection testing. The result showed in the first experiment, variety
could give effect to the frequency output. The second experiment gave result that
variety, vigour level and interaction of both didn’t give effect to the frequency
output. Sound frequency cannot be used to expect moisture content and vigour of
corn seed, but sound frequency can be used as variety marker.
Key words: moisture content, rapid detection, sound frequency , variety, vigour
PEMANFAATAN FREKUENSI BUNYI UNTUK MENDUGA
KADAR AIR DAN VIGOR BENIH JAGUNG
(Zea mays L.)
DIRAYATI NUR IRSALINA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi : Pemanfaatan Frekuensi Bunyi untuk Menduga Kadar Air dan Vigor
Benih Jagung (Zea mays L.)
Nama
: Dirayati Nur Irsalina
NIM
: A24090029
Disetujui oleh
Dr Ir Abdul Qadir, MS
Pembimbing I
Dr Ir M. Rahmad Suhartanto, MSi
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Agus Purwito, MSc Agr
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 hingga Juni
2013 ini ialah pengujian benih, dengan judul Pemanfaatan Frekuensi Bunyi untuk
Menduga Kadar Air dan Vigor Benih Jagung (Zea mays L.).
Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua, Papap Ir. M. Agusriana dan Mamah Detti Kustari yang
selalu dan terus memberikan do’a, dukungan, nasehat dan semangat serta
adikku yang selalu memberikan semangat.
2. Dr Ir Purwono MS, selaku pembimbing akademik yang selalu memberikan
do’a, dukungan dan nasehat.
3. Dr Ir Abdul Qadir MSi dan Dr Ir M. Rahmad Suhartanto MS selaku
dosen pembimbing yang selalu memberikan do’a, dukungan, nasehat dan
arahan sejak memilih usulan penelitian hingga penulisan skripsi.
4. Maryati Sari, SP MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan
evaluasi, saran dan do’a.
5. Bapak Agung Nugroho, Rama, Titha dan Bagas di Madiun yang selalu
mendo’akan dan memberikan semangat.
6. Yan Pratama Nugraha yang selalu sabar, mendo’akan, memberikan
semangat dan dukungan.
7. Teman-teman kos Villga 5 atas keceriaan dan kebersamaannya.
8. Sahabat-sahabat terkasih Yanitha Rahmasari, Ragil HM, Azmi SR, Endro
P, Astryani R, Anindya YH, Rachma EP, Iwana P, Herliyana I, Enik S dan
sahabat-sahabat Socrates AGH 46 lainnya yang selalu memberikan do’a,
dukungan, semangat dan nasehat selama ini.
9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2013
Dirayati Nur Irsalina
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR LAMPIRAN
ix
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Viabilitas dan Vigor Benih
2
Kadar Air
3
Uji Cepat Mutu Benih
4
Deteksi Bunyi
4
METODE
5
Bahan
5
Alat
5
Prosedur Analisis Data
5
Pelaksanaan Penelitian
6
Pengamatan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Percobaan 1: Hubungan antara Varietas dan Kadar Air terhadap Frekuensi
Bunyi
7
9
9
Percobaan 2: Hubungan antara Varietas dan Vigor terhadap Frekuensi Bunyi 12
KESIMPULAN DAN SARAN
15
Kesimpulan
15
Saran
15
DAFTAR PUSTAKA
16
RIWAYAT HIDUP
20
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
Waktu pelembaban benih untuk perlakuan kadar air
Persamaan regresi antara varietas benih dan kadar air terhadap frekuensi
yang dihasilkan
Hasil analisis ragam pada varietas dan kadar air terhadap frekuensi
Hubungan antara varietas benih dan kadar air terhadap frekuensi
Persamaan regresi antara varietas dan vigor terhadap frekuensi yang
dihasilkan
Hasil analisis ragam varietas dan tingkat vigor terhadap frekuensi
Pengaruh varietas benih dan tingkat viabilitas terhadap tolok ukur
pengamatan
7
10
11
11
13
13
14
DAFTAR GAMBAR
1 Contoh data terpilih
2 Contoh data tidak terpilih
3 Hubungan varietas dan kadar air terhadap frekuensi bunyi yang
dihasilkan
4 Hubungan varietas dan indeks vigor terhadap frekuensi bunyi yang
dihasilkan
9
10
12
15
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
Varietas benih yang digunakan
Alat deteksi bunyi dan sepsifikasi
Struktur benih jagung (Zea mays L.)
Sketsa alat penelitian dan cara kerja alat
18
18
18
19
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber
karbohidrat kedua setelah beras, bahkan di beberapa daerah di Indonesia, jagung
dijadikan sebagai bahan pangan utama. Tidak hanya sebagai bahan pangan,
jagung juga dikenal sebagai salah satu bahan pakan ternak dan industri. Di
Indonesia, selain pada lahan kering, jagung dibudidayakan pada lahan sawah
setelah panen
padi dengan produktivitas mencapai sekitar 7 ton ha-1
(Puslitbangtan 2006).
Permintaan jagung dari tahun ke tahun semakin bertambah seiring dengan
pertumbuhan jumlah penduduk. Produktivitas jagung nasional meningkat setiap
tahunnya, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan nasional. Berdasarkan data
Badan Pusat Statistik (2012), produksi jagung nasional sempat menurun pada
tahun 2011. Ketersediaan jagung yang memadai tidak hanya dipengaruhi oleh
teknik budidaya yang baik, keadaan lingkungan yang mendukung tetapi juga oleh
mutu benih.
Mutu benih dibedakan menjadi tiga macam, yaitu mutu genetik yang
ditunjukkan oleh tingkat kemurnian benih, mutu fisiologis dengan tingkat
viabilitas benih dan mutu fisik dengan tingkat kebersihan benih (Sadjad 1993).
Pengujian terhadap mutu benih perlu dilakukan sebelum benih siap dilepas ke
pasaran. Pengujian dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti uji kadar air,
analisis kemurnian, penentuan bobot 1 000 butir, uji perkecambahan, uji cepat
viabilitas benih, uji penaburan benih secara langsung, uji biokimia benih dan lainlain.
Penggunaan benih bermutu dapat mengurangi resiko kegagalan usaha tani
karena bebas dari serangan hama dan penyakit serta mampu tumbuh baik pada
kondisi lahan yang kurang menguntungkan (Koes dan Rahmawati 2009).
Pentingnya pengujian terhadap benih mendorong terus berkembangnya keilmuan
benih terutama di bidang pengujian mutu benih. Metode pengujian ideal
berdasarkan ISTA (2010) memiliki beberapa karakteristik, yaitu: murah,
pelaksanaannya cepat, mudah dilakukan, objektif dan dapat diulang.
Terdapat satu metode pengujian cepat yang belum pernah dilakukan yaitu
uji deteksi bunyi pada benih. Bunyi merupakan suatu bentuk gelombang
longitudinal yang merambat secara perapatan dan perenggangan terbentuk oleh
partikel zat perantara. Medium atau zat perantara ini dapat berupa zat cair, padat
dan gas. Gelombang bunyi yang dihasilkan oleh suatu benda akan terekam
sebagai nilai frekuensi (Hz) dalam alat deteksi bunyi. Pemanfaatan gelombang
bunyi ini pernah dilakukan pada pertumbuhan benih kedelai (Suwardi 2010),
pengukuran kedalaman laut, deteksi janin dalam rahim, deteksi keretakan suatu
logam dan penciptaan speaker. Pemanfaatan ini diduga dapat diterapkan di bidang
pertanian yaitu pengujian mutu benih.
Pengujian cepat benih dengan pemanfaatan gelombang bunyi ini memiliki
konsep bahwa bunyi jatuhnya benih dengan kepadatan berbeda akan
2
menimbulkan frekuensi bunyi yang berbeda-beda pula. Pengujian ini diduga dapat
melihat atau menunjukkan kadar air dan mutu benih berdasarkan tingkat
komposisi kimia yang terkandung dalam benih. Frekuensi bunyi benih bermutu
baik akan berbeda dengan benih yang bermutu kurang baik. Misalnya, benih
hidup akan berbeda frekuensi bunyinya dengan benih mati. Sadjad (1994)
menyatakan benih hidup mampu menghasilkan energi pada organ peyimpanan
bahan cadangan dan dapat menghasilkan sintesa protein untuk pembentukan sel
baru bagi pertumbuhan.
Uji cepat atau deteksi cepat dengan pemanfaatan frekuensi bunyi diharapkan
dapat menghasilkan metode pengujian terbaru untuk mengetahui mutu benih
secara cepat, dengan biaya murah, metode lebih sederhana dan dapat dilakukan
oleh siapapun. Pengujian ini kedepannya diharapkan dapat diterapkan pada alatalat pemilah benih di pabrik-pabrik produksi benih.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mempelajari pemanfaatan frekuensi bunyi untuk
menduga kadar air dan vigor benih jagung (Zea mays L.).
TINJAUAN PUSTAKA
Viabilitas dan Vigor Benih
Mutu benih merupakan sebuah konsep yang kompleks mencakup sejumlah
faktor yang mewakili prinsip-prinsip fisiologi, misalnya daya berkecambah,
viabilitas, vigor dan daya simpan. Konsep yang kompleks ini menimbulkan
kesulitan memperoleh penciri (marker) fisik, biokimia maupun molekular yang
mampu menduga mutu benih. (Suhartanto 2003).
Kemampuan benih hidup dan berkembang disebut dengan viabilitas benih.
Kriteria viabilitas benih terbagi menjadi dua yaitu viabilitas optimum dan vigor.
Sadjad et al. (1999) menyatakan bahwa viabilitas optimum ditunjukkan pada daya
hidup benih dalam kondisi serba optimum baik di lapangan maupun di
penyimpanan. Vigor benih adalah kemampuan benih mengatasi kondisi lapang
pertanian dan kondisi simpan. Harrington (1972) menyatakan viabilitas dan vigor
maksimum benih dicapai pada saat benih mencapai masak fisiologis.
Daya berkecambah benih di dalam pengujian laboratorium adalah muncul
dan berkembangnya kecambah sampai suatu tahap dengan struktur esensial yang
mengindikasikan dapat tidaknya berkembang lebih lanjut menjadi tanaman yang
memuaskan pada kondisi tanah yang sesuai (ISTA 2010).
Faktor-faktor yang mempengaruhi viabilitas benih menurut Copeland
(1976) adalah faktor genetik, lingkungan dan nutrisi tanaman induk selama
perkembangan benih, kemasakan waktu panen, ukuran dan bobot benih,
kerusakan mekanik dan patogen.
3
Smith dan Ellis (1980) menyatakan bahwa nodulasi tanaman kedelai sangat
dipengaruhi oleh vigor benih. Pemunculan kecambah yang cepat dan seragam
dapat dijamin dengan pemakaian benih bermutu prima. Sadjad (1993)
menambahkan bahwa tolok ukur vigor kekuatan tumbuh benih diantaranya
kecepatan tumbuh, spontanitas tumbuh dan tinggi bibit. Vigor merupakan
gabungan antara umur benih, ketahanan, kekuatan dan kesehatan benih yang
diukur melalui kondisi fisiologisnya, yaitu pengujian stress atau melalui analisis
biokimia. Pengujian vigor menurut Dina et al. 2006 memberikan informasi lebih
dibandingkan pengujian daya berkecambah dan bermanfaat untuk melihat potensi
daya simpan dan estimasi nilai penanaman di lapang.
Copeland dan McDonald (2001) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi vigor benih adalah kondisi lingkungan selama perkembangan
benih, kondisi genetik benih dan lingkungan penyimpanan. Faktor genetik
meliputi tingkat kekerasan benih, vigor tanaman induk, daya tahan terhadap
kerusakan meknik dan komposisi kimia benih.
Kadar Air
Kadar air benih merupakan faktor dominan dalam proses deteriosasi benih,
menyusul suhu ruang simpan (Harrington 1973). Apabila penyimpanan benih
jagung dapat dilakukan pada kadar air yang rendah (< 10%) maka daya
berkecambahnya masih cukup tinggi (> 90%) walaupun telah disimpan selama
satu tahun pada suhu kamar (Saenong et al. 1999). Tingkat kadar air aman untuk
penyimpanan benih tergantung pada jenis benih, metode penyimpanan dan lama
penyimpanan (Harrington 1972a).
Kadar air tinggi yaitu 10% untuk benih berlemak, 13˗18% untuk benih
berpati cendawan penyimpanan tumbuh dan aktif merusak embrio (Harrington
1972b). Agrawal (1980) menambahkan untuk benih ortodoks pada kadar air
12˗14% viabilitas menurun dengan cepat, disamping itu cendawan juga tumbuh
dan berkembang serta merusak benih dengan pesat.
Hardini (1984) menyatakan bahwa kadar air benih yang tinggi dapat
menyebabkan kerusakan mekanik selama pengolahan, sehingga akan menunjang
pertumbuhan cendawan dengan pesat, sedangkan kadar air benih yang terlalu
rendah juga dapat mengakibatkan kerusakan selama pengolahan. Justice dan Bass
(2002) menyatakan bahwa kadar air benih merupakan faktor yang mempengaruhi
kemunduran benih. Benih akan dapat mempertahankan viabilitas maksimumnya
apabila kadar airnya diturunkan terlebih dahulu sebelum disimpan. Viabilitas
benih yang disimpan dengan kadar air tinggi akan cepat sekali mengalami
kemunduran. Hal ini disebabkan karena benih bersifat higroskopis sehingga benih
mudah menyerap atau mengeluarkan zat cair dari lingkungan sekitarnya dan
proses ini berlangsung terus menerus sampai kandungan airnya setimbang dengan
udara di sekitarnya.
Pengukuran kadar air pada benih dapat dilakukan dengan metode langsung
dan metode tidak langsung. Justice dan Bass (2002) menyatakan bahwa metode
langsung dengan oven menghasilkan pengukuran yang akurat namun
membutuhkan waktu yang lama. Metode tidak langsung menggunakan pengukur
kadar air listrik atau alat bekerja berdasarkan pengukuran daya hantar listrik atau
4
sifat dielektrik benih yang berkorelasi dengan kadar air. Metode oven suhu
menurut BPMBTPH (2006) tinggi dilakukan pada temperatur 130 °C dan lama
pengeringan tergantung jenis benih (umumnya untuk jagung dikeringkan selama 4
jam dan 2 jam untuk serealia lain).
Uji Cepat Mutu Benih
Pengujian vigor yang sudah diterima sebagai metode resmi dalam peraturan
ISTA (2006) adalah konduktivitas listrik untuk kacang kapri (Pisum sativum) dan
Accelerated Ageing untuk benih kedelai (Glycine max L). Saenong (1989)
menyatakan bahwa pengukuran daya hantar listrik (DHL) dapat dijadikan indikasi
vigor benih jagung dan kedelai. DHL meningkat dengan semakin meningkatnya
kemunduran benih. Tolok ukur DHL merupakan pengujian yang paling peka dan
paling dini untuk menentukan perbedaan viabilitas benih jagung dan kedelai
akibat periode simpan.
Near Infrared (NIR) atau infra merah dekat merupakan elektromagnetik
yang memiliki panjang gelombang mulai dari 700 nm sampai 2500 nm (Dryden
2003). Pemanfaatan NIR telah banyak digunakan di dalam bidang pertanian, salah
satunya untuk mengklasifikasikan sampel benih. Aplikasi NIR dalam perbenihan
dapat digunakan dalam mengkuantifikas kadar air dan kandungan kimia seperti
protein dan minyak (lemak). Penggunaan NIR juga telah mengarah kepada
pembuatan alat sortasi berdasarkan perbedaan karakteristik benih (Lestander
2003). Penelitian yang dilakukan oleh Soltani (2003) menyimpulkan bahwa benih
beechnuts (Fagus orientalis) viabel dapat dibedakan dari benih non-viabel dengan
menggunakan NIR.
Pengukuran gas etilen dapat digunakan sebagai parameter pengujian kualitas
benih karena setiap benih melakukan aktivitas biologis. Proses aktivitas biologis
akan diikuti dengan pancaran gas tertentu seperti etilen. Keluaran gas etilen
tergantung dari aktivitas dan kondisi benih yang bersangkutan. Gas keluarannya
dapat dijadikan indikator keadaan benih tersebut (Santosa 2002).
Deteksi Bunyi
Bunyi memiliki kesamaan dengan suara. Bunyi dalam bahasa inggris
disebut sound, sedangkan suara disebut voice. Secara sudut bahasa bunyi berbeda
dengan suara, karena bunyi merupakan getaran yang dihasilkan oleh benda mati
sedangkan suara merupakan getaran yang dihasilkan dari mulut atau dihasilkan
oleh makhluk hidup. Berdasarkan ilmu fisika, bunyi maupun suara keduanya sama
karena sama-sama merupakan getaran (Gabriel 2001).
Terjadinya gelombang bunyi disebabkan oleh sumber bunyi berupa benda
bergetar yang melakukan perambatan ke segala arah. Gelombang bunyi yang
dihasilkan memerlukan gangguan mekanik dan medium elastik yang dapat
merambatkannya. Medium gelombang bunyi dapat berupa zat padat, cair ataupun
gas. Frekuensi gelombang bunyi yang dapat diterima telinga manusia berkisar
antara 20 Hz sampai dengan 20 kHz (Tranggono et al. 1994).
5
Gelombang ultrasonik dapat dimanfaatkan dalam bidang industri,
kedokteran dan teknik. Pemanfaatan dalam bidang kedokteran digunakan untuk
mendeteksi penyakit-penyakit berat tertentu pada tingkat awal seperti tumor
payudara, hati dan otak serta untuk alat USG (ultrasonografi) (Tranggono et al.
1994). Bidang teknik perkayuan memanfaatkan gelombang ultrasonik sebagai
salah satu metode pengujian non destruktif (Non Destructive Testing) dalam
menduga kualitas kayu berdasarkan pada pengukuran kecepatan rambatan
ultrasonik (Malik et al. 2002).
METODE
Bahan
Bahan yang digunakan yaitu tiga varietas benih jagung (Srikandi Putih,
Bisma dan SD-III), air, plastik, kertas label, kertas stensil, kain kasa, kaca, kain
tebal, selotip dan lakban. Varietas Srikandi Putih diperoleh dari Kebun Percobaan
Leuwikopo, memiliki bobot 1 000 butir sebesar 325 gram dan hasil panen pada
bulan Juni 2012. Varietas Bisma merupakan hasil panen pada bulan Juli 2012,
dengan bobot 1 000 butir yaitu 307 gram dan diperoleh dari Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian, Bogor.
Varietas SD-III memiliki bobot 1 000 butir 138.2 gram dan merupakan hasil
panen pada bulan Juni 2012 dari Kebun Percobaan Leuwikopo, IPB.
Alat
Alat yang digunakan terdiri dari alat pengecambah benih tipe IPB 72-1, alat
pengepres kertas tipe IPB 75-1, gunting, alat tulis kantor, baki, toples plastik,
kotak styrofoam, oven, timbangan analitik, desikator, pinset, termohigrometer,
sealer, cawan porselin, saringan dan staples. Pendeteksian bunyi dilakukan
menggunakan alat sensor Sound Sensor Pasco Scientific CI-6506B,
ScienceWorkshop® 750 Interface dan perangkat lunak Data Studio.
Prosedur Analisis Data
Penelitian ini disusun menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL).
Pelaksanaan penelitian terbagi ke dalam dua macam percobaan yaitu: (1)
hubungan antara varietas benih dan kadar air terhadap frekuensi bunyi serta (2)
hubungan antara varietas benih dan vigor terhadap frekuensi bunyi. Percobaan
pertama terdiri dari dua faktor yaitu varietas dengan ukuran benih besar (B1),
sedang (B2) dan kecil (B3) dengan kadar air benih 8% ± 1% (K1), 12% ± 1%
(K2), 16% ± 1% (K3) dan 20% ± 1% (K4). Percobaan pertama diulang sebanyak
6
tiga kali sehingga terdapat 36 satuan percobaan. Model rancangan percobaan
pertama adalah:
Yij = µ + Bi + Kj + (BK)ij + εij
Yij
=
µ
Bi
Kj
(BK)ij
=
=
=
=
εij
=
nilai pengamatan pada faktor varietas taraf ke-i dan faktor
kadar air taraf ke-j
nilai rataan umum
pengaruh faktor varietas pada taraf ke-i
pengaruh faktor kadar air pada taraf ke-j
pengaruh interaksi antara varietas taraf ke-i dan kadar air taraf
ke-j
pengaruh galat percobaan
Percobaan kedua terdiri dari dua faktor yaitu varietas dengan ukuran benih
besar (B1), sedang (B2) dan kecil (B3) dengan vigor benih tinggi (V1), sedang
(V2) dan rendah (V3). Percobaan ini diulang sebanyak tiga kali sehingga
diperoleh 27 satuan percobaan. Model rancangan percobaan kedua adalah:
Yij = µ + Bi + Vj + (BV)ij + εij
Yij
=
µ
Bi
Vj
(BV)ij
=
=
=
=
εij
=
nilai pengamatan pada faktor varietas taraf ke-i dan faktor
vigor taraf ke-j
nilai rataan umum
pengaruh faktor varietas pada taraf ke-i
pengaruh faktor vigor pada taraf ke-j
pengaruh interaksi antara varietas taraf ke-i dan vigor taraf
ke-j
pengaruh galat percobaan
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam, analisis regresi
dan korelasi sederhana untuk mengetahui hubungan antar faktor terhadap
frekuensi yang dihasilkan. Uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) taraf 5%
juga digunakan untuk menganalisis hasil yang berpengaruh nyata.
Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari 2013 sampai bulan Juni 2013.
Tempat pelaksanaan penelitian diantaranya Laboratorium Ilmu dan Teknologi
Benih IPB untuk pengujian viabilitas dan vigor serta Laboratorium Spektroskopi
Fisika IPB untuk pengujian frekuensi bunyi.
Penelitian ini terbagi ke dalam dua percobaan, yaitu: (1) hubungan antara
varietas dan kadar air terhadap frekuensi bunyi yang dihasilkan dan (2) hubungan
antara varietas dan tingkat vigor terhadap frekuensi bunyi yang dihasilkan.
Percobaan pertama dilakukan untuk melihat hubungan antara varietas benih
dan kadar air terhadap frekuensi bunyi yang dihasilkan. Varietas didapatkan
7
berdasarkan bobot 1 000 butir, ukuran besar menggunakan benih varietas Srikandi
Putih, ukuran sedang menggunakan varietas Bisma dan ukuran kecil
menggunakan varietas SD-III. Beberapa tingkat kadar air diperoleh dengan cara
pelembaban secara tertutup menggunakan toples plastik yang berisi air sebanyak
tiga liter. Lot benih diletakkan pada saringan yang berada di dalam toples plastik.
Pengujian kadar air menggunakan metode langsung yaitu metode oven suhu tinggi
konstan (130 °C ± 5 °C) selama 4 jam ± 14 menit (ISTA 2010). Lama waktu
pelembaban benih berbeda untuk setiap ukuran (Tabel 1).
Tabel 1 Waktu pelembaban benih untuk perlakuan kadar air
Varietas (Ukuran)
Srikandi Putih (Besar)
8% ± 1%
0
Bisma (Sedang)
8% ± 1%
0
SD-III (Kecil)
8% ± 1%
0
Waktu Pelembaban (jam)
12% ± 1%
16% ± 1%
3
5.5
Waktu Pelembaban (jam)
12% ± 1%
16% ± 1%
3
5.5
Waktu Pelembaban (jam)
12% ± 1%
16% ± 1%
2
4
20% ± 1%
7
20% ± 1%
7
20% ± 1%
6
Benih yang sudah dilembabkan kemudian dilakukan uji pedeteksian
frekuensi bunyi menggunakan alat deteksi bunyi dan uji viabilitas benih.
Percobaan kedua dilakukan untuk melihat hubungan antara varietas benih
dan tingkat vigor terhadap frekuensi bunyi yang dihasilkan. Penentuan ukuran
benih menggunakan cara yang sama seperti pada percobaan pertama. Tingkat
vigor sedang dan rendah diperoleh dengan cara pengusangan fisik. Pengusangan
dilakukan dengan menggunakan oven pada suhu 40˗45 °C selama empat hari
untuk vigor sedang dan enam hari untuk vigor rendah. Benih yang sudah
diusangkan kemudian dilakukan uji pedeteksian frekuensi bunyi menggunakan
alat deteksi bunyi dan dilakukan uji viabilitas serta uji vigor benih.
Pengamatan
Parameter yang diamati dalam penelitian ini meliputi :
1. Kadar Air (KA)
Pengukuran kadar air benih dilakukan dengan mengambil 25 butir
contoh benih dari masing-masing perlakuan dan ulangan, kemudian
benih diletakkan di dalam cawan dan dioven pada suhu 130 °C ± 5 °C
selama 4 jam ± 14 menit. Kadar air dihitung menggunakan rumus:
KA =
(M2−M3)
(M2−M1)
× 100%
Keterangan:
KA = Kadar air benih
M1 = Berat cawan kosong + tutup
M2 = Berat cawan + tutup + benih sebelum dipanaskan
M3 = Berat cawan + tutup + benih setelah dipanaskan
8
2.
Daya Berkecambah (DB)
Pengamatan daya berkecambah dilakukan dengan menghitung
persentase kecambah normal pada hari ke-3 (hitungan 1) dan hari ke-5
(hitungan 2). Daya berkecambah dihitung menggunakan rumus:
DB =
50
�=0 (KN 1+ KN 2)
50
i=0 benih
yang ditanam
× 100%
Keterangan:
DB
= Daya berkecambah benih
KN1 = Kecambah normal pada hitungan pertama
KN2 = Kecambah normal pada hitungan kedua
3.
Potensi Tumbuh Maksimum (PTM)
Potensi tumbuh maksimum benih diperoleh dengan menghitung
jumlah benih yang mampu tumbuh menjadi kecambah normal maupun
kecambah abnormal. Potensi tumbuh maksimum benih pada akhir
periode pengamatan yang dilakukan pada 5 HST. PTM dihitung
menggunakan rumus:
PTM =
Keterangan:
PTM
KN
Kab
4.
=
=
=
× 100%
Potensi tumbuh maksimum
Kecambah normal
Kecambah abnormal
Indeks Vigor (IV)
Indeks vigor merupakan persentase total kecambah normal pada
hitungan pertama (hari ke-3). Indeks vigor dapat diketahui dengan
rumus:
IV =
Keterangan:
IV
=
KN1
=
5.
50
i=0 (KN + Kab )
50
benih
yang ditanam
i=0
50
�=0 ��1
50 benih yang ditanam
i=0
× 100%
Indeks vigor benih
Kecambah normal pada hitungan pertama
Kecepatan Tumbuh (KCT)
Kecepatan tumbuh (KCT) merupakan indikasi vigor kekuatan
tumbuh. Pengamatan terhadap KCT dilakukan setap hari hingga
perhitungan DB ke-2 (hari ke-5) dengan menghitung jumlah kecambah
normal yang muncul setiap harinya. KCT dapat dihitung dengan rumus:
KCT =
Keterangan:
KCT
=
50
i=0 KN
etmal
Kecepatan tumbuh benih
9
KN (%)
=
Etmal
=
Pertambahan
kecambah
normal
persen/etmal
Etmal pengamatan (1 etmal = 24 jam)
dalam
6. Bobot Kering Kecambah Normal (BKKN)
Pengamatan bobot kering kecambah normal dilakukan terhadap
seluruh kecambah normal yang berumur 5 HST. Kecambah normal
dipisahkan dari endosperm kemudian dimasukkan ke dalam amplop dan
dioven dengan suhu 60 °C selama 72 jam.
7. Frekuensi (Hz)
Bunyi yang dihasilkan oleh benih akan direkam oleh alat sensor
dan ditampilkan dalam bentuk grafik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Percobaan 1: Hubungan antara Varietas dan Kadar Air terhadap Frekuensi
Bunyi
Percobaan pertama diawali dengan perlakuan pendahuluan yaitu membuat
beberapa tingkat kadar air pada lot benih. Lama waktu pelembaban pada
perlakuan pendahuluan berbeda-beda pada setiap varietas benih untuk setiap
tingkat kadar air (Tabel 1). Hasil penelitian Hakim et al. (2009) menunjukkan
bahwa kemampuan penyerapan air dipengaruhi oleh luas permukaan, semakin
luas permukaan bahan maka semakin cepat proses penyerapan air oleh bahan.
Islami dan Utomo (1995) berpendapat bahwa luas permukaan suatu benda dan
bahan penyusun benda sangat mempengaruhi laju penyerapan.
Setelah dilakukan perlakuan pendahuluan, selanjutnya lot benih diuji
frekuensi bunyinya. Pengujian frekuensi ini menggunakan 25 butir benih untuk
setiap perlakuan. Frekuensi dari jatuhnya benih direkam oleh perangkat lunak
Data Studio. Data frekuensi terpilih hanya benih yang memunculkan frekuensi
pada Å = 1 sebanyak satu kali (Gambar 1). Jika frekuensi pada Å = 1 muncul
lebih dari satu kali (Gambar 2), maka data tersebut tidak perlu digunakan karena
diduga memiliki noise atau gangguan yang lebih besar.
Amplitudo
1.5
1
0.5
0
-0.5 0
1000
2000
Frekuensi (Hz)
Gambar 1 Contoh data terpilih
10
Amplitudo
1.5
1
0.5
0
-0.5 0
500
1000
Frekuensi (Hz)
1500
Gambar 2 Contoh data tidak terpilih
Frekuensi yang terekam oleh program Data Studio akan berbeda-beda
pada setiap benih. Data frekuensi yang diambil hanya frekuensi yang mencapai Å
= 1 sebanyak satu kali. Jumlah data yang diperoleh setiap perlakuan akan
berbeda-beda. Kondisi bunyi di dalam ruangan tertutup bisa dianalisa dalam
beberapa sifat yaitu: bunyi langsung, bunyi pantulan, bunyi yang diabsorpsi oleh
lapisan permukaan, bunyi yang disebar, bunyi yang dibelokkan, bunyi yang
ditransmisi, bunyi yang diabsorpsi oleh struktur bangunan dan bunyi yang
merambat pada konstruksi atau struktur bangunan. Perambatan gelombang bunyi
yang mengenai obyek akan mengalami pemantulan (Mediastika 2005). Penelitian
ini menunjukkan bahwa bunyi yang terekam merupakan hasil pantulan dari benih
dan kaca bukan bunyi dari benih saja. Data yang telah terkumpul kemudian
dianalisis menggunakan analisis regresi dan korelasi untuk melihat pengaruh
kadar air terhadap frekuensi pada setiap varietas benih.
Tabel 2 Persamaan regresi antara varietas benih dan kadar air terhadap frekuensi
yang dihasilkan
Perlakuan
Srikandi Putih (Benih Besar) pada
4 tingkat kadar air (8% ±1%, 12%
±1%, 16% ±1% dan 20% ±1%)
Bisma (Benih Sedang) pada 4
tingkat kadar air (8% ±1%, 12%
±1%, 16% ±1% dan 20% ±1%)
SD-III (Benih Kecil) pada 4 tingkat
kadar air (8% ±1%, 12% ±1%, 16%
±1% dan 20% ±1%)
Persamaan Regresi
Nilai R²
Nilai r
y = 501.0 ˗ 25.15x
0.121
0.35
y = 403.8 ˗ 17.46x
0.053
0.23
y = 442.2 + 35.23x
0.503
0.71
R2= determinasi; r = korelasi ; y = frekuensi; x = kadar air
Persamaan regresi (Tabel 2) menunjukkan bahwa pengaruh terendah dari
varietas benih dan tingkat kadar air terjadi pada varietas dengan benih berukuran
sedang. Hal ini diduga karena masih beragamnya ukuran benih di dalam lot benih
tersebut sehingga mempengaruhi frekuensi yang dihasilkan, selain itu komposisi
kimia benih varietas Bisma yang berbeda. Keragaman frekuensi benih varietas
yang berukuran kecil dapat digambarkan oleh ukuran sebesar 50.3%. Jika dilihat
dari persamaan regresi, determinasi dan korelasi (Tabel 2), metode pengujian ini
masih belum dapat digunakan sebagai metode uji benih yang baru. Faktor-faktor
tersebut diantaranya standarisasi alat dan prosedur pelaksanaan serta ruangan yang
kondusif untuk pelaksanaan pengujian dan diharapkan dapat meningkatkan nilai
determinasi (R2) dan korelasi (r). Setelah dilakukan analisis regresi dan korelasi,
11
data juga dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA) untuk melihat
pengaruh faktor varietas dan kadar air terhadap frekuensi.
Tabel 3 Hasil analisis ragam pada varietas dan kadar air terhadap frekuensi
Tolok ukur
Frekuensi
Varietas (V)
**
Pengaruh
Kadar Air (KA)
tn
V×KA
**
**berbeda nyata pada α = 1% ,*berbeda nyata pada α = 5%, tn tidak berbeda nyata pada α = 5%
Hasil analisis ragam (Tabel 3) menunjukkan bahwa faktor varietas dan
interaksi antara varietas dengan kadar air berpengaruh sangat nyata terhadap hasil
frekuensi yang dihasilkan. Faktor kadar air tidak berpengaruh nyata terhadap
frekuensi bunyi. Kadar air tidak berpengaruh nyata terhadap frekuensi karena
diduga rentang kadar air yang diberikan pada perlakuan kurang lebar. Pengujian
ini belum dapat menunjukkan kadar air benih baik yang aman maupun tidak bagi
benih. Menurut Agrawal (1980), untuk benih ortodoks seperti jagung pada kadar
air 12˗14% viabilitas benih menurun dengan cepat, di samping itu cendawan juga
tumbuh dan berkembang serta merusak benih dengan pesat. Hasil analisis ragam
pada faktor varietas dan interaksi antara ukuran dan kadar air berpengaruh nyata,
maka dilanjutkan dengan uji DMRT.
Tabel 4 Hubungan antara varietas benih dan kadar air terhadap frekuensi
Varietas (ukuran)
Srikandi Putih
(Benih Besar)
Bisma (Benih
Sedang)
a
8% ± 1%
Tingkat Kadar Aira
12% ± 1%
16% ± 1%
Hz
20% ± 1%
557.86ab
333.16de
414.82bcd
446.8bcd
357.39de
471.37abcd
233.44e
374.7cd
SD-III (Benih Kecil)
460.87bcd 505.34abc
612.27a
542.7ab
Angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%
Hasil uji DMRT menunjukkan bahwa varietas Bisma berkadar air 16% ±
1% berbeda nyata dibandingkan dengan tingkat kadar air 12% ± 1% dan 20% ±
1% serta memiliki frekuensi terendah diantara seluruh perlakuan. Frekuensi yang
dihasilkan oleh varietas Bisma berkadar air 16% ± 1% berbeda nyata di seluruh
varietas yang digunakan. Frekuensi yang dihasilkan varietas Srikandi Putih tidak
berbeda nyata hampir pada seluruh perlakuan. Varietas SD-III cenderung
memiliki frekuensi tertinggi dibandingkan seluruh perlakuan pada setiap varietas.
Hal ini (Tabel 4) diduga karena benih varietas SD-III memiliki komposisi kimia
yang berbeda dengan varietas Srikandi Putih dan Bisma. Hasil uji DMRT juga
menunjukkan bahwa frekuensi bunyi pada seluruh perlakuan cenderung fluktuatif
di ketiga varietas (Gambar 3). Berbeda dengan benih pada kadar air 12% ± 1%,
frekuensi yang dihasilkan meningkat seiring dengan semakin kecil ukuran benih.
Hal ini diduga karena benih yang bersifat higroskopis sehingga kadar air
dipengaruhi juga oleh lingkungan sekitar. Peningkatan frekuensi yang signifikan
12
terjadi pada varietas SD-III. Frekuensi benih varietas SD-III terus meningkat
seiring meningkatnya kadar air, tetapi mengalami penurunan pada kadar 20% ±
1%.
700
Frekuensi (Hz)
600
500
400
Srikandi Putih (Besar)
300
Bisma (Sedang)
200
SD-III (Kecil)
100
0
8% ± 1%
12% ± 1% 16% ± 1% 20% ± 1%
Kadar Air
Gambar 3 Hubungan varietas dan kadar air terhadap
frekuensi yang dihasilkan
Kadar air dan ukuran benih tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap
frekuensi masing-masing varietas. Hal ini diduga karena masing-masing varietas
memiliki ciri frekuensi tertentu yang lebih dipengaruhi oleh komposisi kimia yang
terkandung di dalam benih. Metode pemanfaatan frekuensi diduga dapat menjadi
penciri (marker) varietas tertentu.
Percobaan 2: Hubungan antara Varietas dan Vigor terhadap Frekuensi
Bunyi
Copeland dan McDonald (2001) mengemukakan bahwa gejala kemunduran
benih merupakan proses yang sangat kompleks. Gejala tersebut dapat disebabkan
oleh perubahan morfologis, kebocoran membran sel selama proses imbibisi dan
berkurangnya aktivitas enzim dan proses respirasi. Percobaan ini diawali dengan
perlakuan pendahuluan yaitu membuat lot benih berbeda berdasarkan tingkat
vigornya. Lot benih yang digunakan diantaranya benih bervigor tinggi, sedang
dan rendah. Beberapa lot benih diperoleh dengan cara melakukan pengusangan
secara fisik. Pengusangan dilakukan menggunakan oven bersuhu 40˗45 °C selama
empat hari untuk vigor sedang dan enam hari untuk vigor rendah pada
kelembaban tinggi (≈ 100%). Setelah mengalami pengusangan, lot-lot benih
dipaparkan pada ruangan suhu kamar selama empat hari. Pemaparan ini dilakukan
agar benih mencapai kadar air kesetimbangan sebesar 8% ± 1%. Kadar air
kesetimbangan tidak dijadikan sebagai faktor yang mempengaruhi perlakuan.
Benih dengan vigor tinggi tidak mengalami proses pengusangan.
Vigor benih pada penelitian ini dihubungkan dengan tolok ukur indeks vigor
(IV). Setelah dilakukan pengusangan atau penderaan, lot-lot benih diuji frekuensi
bunyinya. Pengambilan data frekuensi sama halnya dengan percobaan pertama,
13
yaitu data frekuensi yang diambil hanya frekuensi yang mencapai Å = 1 sebanyak
satu kali. Data yang telah terkumpul selanjutnya dianalisis menggunakan analisis
regresi dan korelasi.
Persamaan regresi (Tabel 5) menunjukkan bahwa pengaruh terendah dari
varietas benih dan indeks vigor terhadap frekuensi terjadi pada varietas Srikandi
Putih. Pengaruh tertinggi dari varietas dan indeks vigor terjadi pada benih varietas
Bisma. Perbedaan pengaruh tersebut diduga karena komposisi kimia yang berbeda
pada masing-masing varietas. Data selanjutnya dianalisis menggunakan analisis
ragam (ANOVA) untuk mengetahui pengaruh ukuran dan tingkat vigor terhadap
frekuensi.
Tabel 5 Persamaan regresi antara varietas dan indeks vigor terhadap frekuensi
yang dihasilkan
Perlakuan
Srikandi Putih (Benih
Besar) pada 3 tingkat
vigor
Persamaan Regresi
Nilai R²
Nilai r
y = 425.6 + 0.544x
0.173
0.42
Bisma (Benih Sedang)
pada 3 tingkat vigor
y = 344.9 – 1.505x
0.370
0.61
SD-III (Benih Kecil)
y = 518.5 + 1.408x
0.254
pada 3 tingkat vigor
R2= determinasi; r = korelasi ; y = frekuensi; x = indeks vigor
0.51
Hasil analisis ragam (Tabel 6) menunjukkan bahwa faktor varietas dan
tingkat vigor serta interaksi antara varietas dan tingkat vigor tidak berpengaruh
nyata terhadap frekuensi benih yang dihasilkan. Faktor varietas dan tingkat vigor
serta interaksi antara varietas dengan tingkat vigor berpengaruh sangat nyata
terhadap hampir seluruh tolok ukur viabilitas dan vigor, untuk tolok ukur
kecepatan tumbuh dipengaruhi secara nyata oleh interaksi varietas dengan tingkat
vigor. Interaksi antara varietas dan tingkat vigor tidak berpengaruh nyata
terhadap tolok ukur indeks vigor.
Tabel 6 Pengaruh varietas dan tolok ukur pengamatan terhadap frekuensi
Sumber
keragaman
Varietas
Tingkat
Vigor
Interaksi
Tolok ukur
DB
(%)
IV
(%)
PTM
(%)
KCT
(%etmal-1)
BKKN
(g)
Frekuensi
(Hz)
**
**
**
**
**
tn
**
**
**
tn
**
**
**
*
**
**
tn
tn
**berbeda nyata pada α = 1%, *berbeda nyata pada α = 5%, tn tidak berbeda nyata pada α = 5%
Hasil uji DMRT (Tabel 7) menunjukkan bahwa varietas SD-III pada setiap
tingkat vigor berbeda nyata terhadap seluruh tolok ukur viabilitas dan vigor, tetapi
tidak berbeda nyata terhadap frekuensinya. Frekuensi yang dihasilkan oleh
14
seluruh perlakuan menunjukkan bahwa frekuensi tidak berbeda nyata sehingga
tidak dapat menggambarkan kondisi benih tersebut. Pengaruh yang tidak nyata ini
dikarenakan waktu pengusangan yang kurang lama sehingga perlakuan yang
diinginkan tidak tercapai dan mempengaruhi frekuensi bunyi yang dihasilkan.
Frekuensi yang terekam pada percobaan kedua ini belum bisa menggambarkan
kondisi benih yang sebenarnya. Penurunan viabilitas dan vigor relatif lebih cepat
terjadi pada benih berukuran kecil. Benih berukuran sedang dan besar cenderung
mampu mempertahankan viabilitas dan vigornya. Hasil penelitian Hussaini et al.
(1984) mengemukakan bahwa ukuran benih jagung yang lebih besar setelah
mengalami penderaan masih mempunyai kemampuan berkecambah dan vigor
yang lebih tinggi dibanding benih yang lebih kecil. Demikian pula terhadap
kecepatan tumbuh dan berat kering kecambah yang semakin menurun dengan
semakin mengecilnya ukuran biji.
Tabel 7 Pengaruh varietas benih dan tingkat viabilitas terhadap tolok ukur
pengamatan
Varietas
(ukuran)
Srikandi
Putih (Besar)
Bisma
(Sedang)
SD-III
(Kecil)
Tingkat
vigor
Tolok ukura
KCT
PTM (%)
(%/etmal)
BKKN (g)
Frekuensi
(Hz)
26.006b
1.4440bcd
466.22
90.653bcd
28.643ab
1.2700d
439.42
48.027b
83.083d
20.877c
1.2400d
478.83
99.333a
87.640a
99.333a
32.420a
1.7300ab
469.21
Sedang
99.333a
58.667b
99.333a
31.333a
1.9200a
411.17
Rendah
94.517ab
61.237b
94.517ab
25.767bc
1.5933bc
428.58
Tinggi
86.000cd
42.000b
86.000cd
20.830c
1.4100cd
482.22
Sedang
57.090e
22.123c
57.090e
14.963d
0.8800e
450.2
0.6600e
524.63
DB (%)
IV (%)
Tinggi
92.368abc
60.572b
92.368abc
Sedang
90.653bcd
62.017b
Rendah
83.083d
Tinggi
Rendah
45.277f
16.223c 45.277f
7.203e
Angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%
a
Frekuensi yang dihasilkan oleh benih juga dipengaruhi oleh struktur fisik
dan komposisi kimia pada masing-masing varietas. Varietas SD-III merupakan
jagung manis yang memiliki struktur fisik benih berkeriput. Struktur tersebut
dipengaruhi oleh kandungan gula yang jauh lebih tinggi dibandingkan varietas
Srikandi Putih dan Bisma. Varietas Srikandi Putih memiliki struktur fisik lebih
pipih dan komposisi kimia yang berbeda yaitu kadar protein yang tinggi, sehingga
mempengaruhi terhadap frekuensi yang dihasilkan. Frekuensi yang dipengaruhi
oleh varietas dan indeks vigor cenderung fluktuatif di ketiga varietas (Gambar 4).
Frekuensi tertinggi dihasilkan oleh varietas SD-III pada indeks vigor yang rendah.
Terdapat faktor lain yang mempengaruhi frekuensi bunyi selain varietas, kadar air
dan vigor yaitu posisi benih saat jatuh. Benih jagung memiliki bentuk atau
morfologi benih yang cenderung membulat dan meruncing. Struktur benih jagung
yang berbeda pada kedua sisinya menyulitkan untuk menentukan posisi atau
bagian jagung yang mengenai kaca saat dilakukannya uji deteksi bunyi. Faktor ini
didukung oleh komposisi kimia yang berbeda pada bagian benih jagung itu sendiri.
Benih dengan posisi bagian endosperma jatuh lebih dulu akan menghasilkan
15
frekuensi yang berbeda dengan posisi tip cap benih yang jatuh lebih dulu
(Lampiran 3). Inglett (1987) menyatakan bahwa kandungan pati pada endosperma
berbeda dengan tip cap, sehingga akan menghasilkan frekuensi yang berbeda pula.
Tip cap adalah bagian yang menghubungkan biji dengan janggel. Hal ini membuat
data yang diperoleh pada setiap ulangan berbeda-beda akibat posisi jatuhnya
benih yang beragam dan sulit dikendalikan. Faktor lainnya yaitu bobot per butir
benih yang juga terkait komposisi kimia yang terkandung dalam benih. Faktor ini
sebaiknya menjadi parameter yang dilibatkan karena mempengaruhi frekuensi
yang dihasilkan.
600.00
Frekuensi (Hz)
500.00
400.00
300.00
Srikandi Putih (Besar)
200.00
Bisma (Sedang)
SD-III (Kecil)
100.00
0.00
V1
V2
V3
Indeks vigor (%)
Gambar 4 Hubungan varietas dan indeks vigor terhadap frekuensi bunyi
yang dihasilkan
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Frekuensi bunyi belum dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi kadar air
dan vigor pada benih jagung, tetapi frekuensi bunyi diduga dapat dimaanfaatkan
sebagai penciri varietas.
Saran
Sebagai penelitian awal di bidangnya, sangat disarankan untuk diadakan
penelitian lanjutan. Terdapat banyak faktor yang perlu diperbaiki dalam penelitian
ini. Standarisasi bahan, peralatan dan metode sangat dibutuhkan, sehingga
16
diperoleh metode pengujian benih yang baru dan sesuai ketentuan ISTA yaitu
cepat, mudah dan murah. Perlu diperhatikan pula dengan melibatkan bobot per
butir benih, akan membuat metode penelitian lebih rumit tetapi jauh lebih rinci.
DAFTAR PUSTAKA
Agrawal RL. 1980. Seed Technology. New Delhi (IN): Oxford and IBH
Publishing Co.
Bahtiar SP, Zubachtirodin. 2003. Sistem Perbenihan Jagung. Balai Penelitian
Tanaman Serealia (ID): Maros.
[BPMBTPH]. Badan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura.
2006. Pedoman Laboratorium Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan
Hortikultura. Jakarta (ID): Departemen Pertanian.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Data Tanaman Pangan [Internet]. [diunduh
pada 19 Juli 2013]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/
Copeland LO.1976 Principles of Seeds Science and Technology. Minnesota (US):
Burgess Publisher.
Copeland LO, McDonald. 2001. Principles of seed science and technology. 4th
Edition. London (GB): Kluwer Academic Publishers.
Dina M, Hartati E, Tukiman, Ismiatun. 2006. Pengujian vigor benih: telaah
prospek penerapannya di Indonesia. J Agron Indonesia. 4(4):13-20.
Dryden GM. 2003. Near Infrared Reflectance Spectroscopy: Application in Deer
Nutrition Rural Industries Research and Development Corporation.
Kingston [AU]: [penerbit tidak diketahui].
Gabriel JF. 2001. Fisika Lingkungan. Jakarta (ID): Hipokrates.
Hakim MF, Setiari N, Izzati M. 2009. Kapasitas penyerapan dan penyimpanan air
pada berbagai ukuran gel dari tepung karaginan untuk pembuatan media
tanam jeloponik. Anatomi Fisiologi. 17(1): 15-21.
Hardini N. 1984. Kadar Air dan Cara Penetapannya. Jakarta (ID): Ditjen Pertanian
Tanaman Pangan.
Harrington JF. 1972a. Problem of seed storage. Seed Technology. London (GB).
Butter Worths.
Harrington JF. 1972b. Seed storage longevity. In: Kozlowski TT (Ed). Seed
biology. Vol III. New York: Academic Press. 145-245.
Harrington JF. 1973. Biochemical Basis of Seed Longevity. Seed Science and
Technology.1:453-461.
Hussaini SH, Sarada P, Reddy BM. 1984. Effect of seed size on germination and
vigour in maize. Seed Research. 12(2): 98-101.
Inglett, G. E. 1987. Kernel, Structure, Composition and Quality. Ed. Corn: Culture.
Processing and Products. Avi Publishing Company, Westport.
Islami T, Utomo WH. 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. Semarang (ID): IKIP
Semarang Press.
[ISTA] International Seed Testing Association. 2010. Rules for Seed Testing.
Edition 2010. Zurich (CH): International Seed Testing Association.
17
Justice LO, Bass LN. 1990. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. Roesli R,
penerjemah. Jakarta (ID): CV Rajawali. Terjemahan dari: Principles and
Practices of Seed Storage.
Justice LO, Bass LN. 2002. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. Volume ke3. Roesli R, penerjemah. Jakarta (ID): PT Raja Grafindo Persada.
Terjemahan dari: Principles and Practices of Seed Storage.
Koes F, Rahmawati. 2009. Pengaruh lama penyimpanan terhadap mutu benih dan
produktivitas jagung. Di dalam: Saenong S, Djamaluddin, Pabbage MS,
Zubachtirodin, Azrai M. Prosiding Seminar Nasional Serealia; 2009 Jul 2830; Maros, Indonesia. Maros (ID): Balitsereal. hlm 283-289.
Kartasapoetra, Ance G. 2003. Teknologi Benih. Jakarta (ID): Rineka Cipta.
Lestander T. 2003. Multivariate NIR studies of seed-water interaction in scots
pine seeds (Pinus sylvestris L.) [doctoral thesis]. Umea (SE): Swedish
University of Agricultural Sciences.
Malik SAM, Al-Matterneh HMA, Nurudin MF. 2002. Reviem of Nondestructive
Testing and Evaluation on Timber, Wood and Wood Product. The 7th World
Conference on Timber Engineering; 2002 Agustus 12-15; Shah Alam,
Malaysia. Shah Alam (Malaysia): [penerbit tidak diketahui]. P 346-353.
Mediastika CE. 2005. Akustika Bangunan. Jakarta (ID): Erlangga.
Purwono, Hartono R. 2005. Bertanam Jagung Unggul. Jakarta (ID): Penebar
Swadaya
[Puslitbangtan] Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2006.
Pengembangan jagung di lahan bera. Berita Puslitbangtan. Bogor.
Rochani, S. 2007. Bercocok Tanam Jagung. Jakarta (ID): Azka Press.
Saenong S. 1989. Kontribusi vigor awal terhadap daya simpan benih jagung (Zea
mays L.) dan kedelai (Glycine max L. (Merr)) [disertasi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Saenong S, Syafruddin N, Widiyati, Arief R. 1999. Penetapan cara pendugaan
daya simpan benih jagung. Teknologi Unggulan, Pemacu Pembangunan
Pertanian Vol. 2, 2 Januari 1997. Badan Litbang Pertanian.
Sadjad S. 1993. Dari Benih Kepada Benih. Jakarta (ID): PT Gransindo.
Sadjad S. 1994. Kuantifikasi Metabolisme Benih. Jakarta (ID): PT Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Sadjad S, Muniarti E, Ilyas S. 1999. Parameter Pengujian Vigor Benih dari
Kompetitif ke Simulatif. Jakarta (ID): PT Gramedia Widisarana Indonesia.
Santosa IE. 2002. Oxidative stress and pathogenic attack in plants, studied by
laser based photoaccoustic trace gas detection [PhD thesis]. Nijgemen (NL):
Radboud University.
Smith RS, Ellis MA.1980. Soybean nodulation as influenced by seedling vigor.
Agron J. 72(4): 605-608.
Soltani. 2003. Improvement of seed germination of fagus orientalis lipsky
[doctoral thesis]. Uppsala (SE): Swedish University of Agricultural Sciences.
Suwardi. 2010. Kajian pengaruh penggunaan gelombang bunyi terhadap
pertumbuhan benih kedelai. Jurnal Fisika FLUX. 7(2):170-176.
Suhartanto MR. 2003. Fluoresen klorofil benih: parameter baru dalam penentuan
mutu benih. J Agron Indonesia. 31(1):26-30.
Taranggono AU, Rachmat U, Subagya H. 1994. Fisika 3b. Jakarta (ID): Buni
Aksara.
18
Lampiran 1 Varietas benih yang digunakan
Varietas Srikandi Putih
Varietas Bisma
Varietas SD-III
Lampiran 2 Alat deteksi bunyi dan sepsifikasi
Nama dan gambar alat
Sensor Pasco Scientific CI-6506B
Science Workshop® 750 Interface
Sumber: www.pasco.com
Lampiran 3 Struktur benih jagung (Zea mays L.)
Sumber: bioweb.sungrant.org
Spesifikasi alat
Frequency response : 20˗7200 Hz
Decibel range : 45˗100 dB
Signal-to-Noise ratio : < 60 dB
Amplification : 2 stages condition
low-level signals
Output voltages : ± 10 volts
Pin configuration : 8 pin DIN plug
on box
Analog samples up to 250 000
samples/ second
Internal power amplifier for DC
supply and wave fuction generation
up to 300 mA
12 bits of AC amplitude precision,
allowing amplitude adjustments in
steps of 2.4 mV
AC wave frequency generation up
to 50 kHz
Upgradable firmware via flash
ROM
19
Lampiran 4
Cara kerja alat :
1. Benih dimasukkan melalui lubang pipa paralon
2. Benih jatuh diatas alas kaca yang diletakkan dekat sensor
3. Frekuensi suara yang dihasilkan oleh benih diteruskan melalui kabel
menuju alat pemindai dan komputer (3a dan 3b).
4. Frekuensi suara dibaca pada komputer untuk mengetahui f
KADAR AIR DAN VIGOR BENIH JAGUNG
(Zea mays L.)
DIRAYATI NUR IRSALINA
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemanfaatan Frekuensi
Bunyi untuk Menduga Kadar Air dan Vigor Benih Jagung (Zea mays L.) adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Dirayati Nur Irsalina
NIM A24090029
ABSTRAK
DIRAYATI NUR IRSALINA. Pemanfaatan Frekuensi Bunyi untuk Menduga
Kadar Air dan Vigor Benih Jagung (Zea mays L.). Dibimbing oleh ABDUL
QADIR dan M. RAHMAD SUHARTANTO.
Lot benih pada berbagai kondisi sangat diperlukan sebagai bahan penelitian
uji deteksi bunyi ini. Tujuan dari penelitian adalah mempelajari pemanfaatan
frekuensi bunyi untuk menduga kadar air dan vigor dari benih jagung. Penelitian
dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Institut Pertanian Bogor
dan Laboratorium Spektroskopi Fisika, Iinstitut Pertanian Bogor. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013. Percobaan
disusun dalam rancangan acak lengkap (RAL) dengan dua faktor dan tiga kali
ulangan. Penelitian terbagi ke dalam dua percobaan yaitu: (1) hubungan antara
varietas dan kadar air benih serta (2) hubungan antara varietas dan vigor benih
terhadap frekuensi yang dihasilkan. Faktor varietas ditentukan berdasarkan bobot
1 000 butir, ukuran besar menggunakan benih varietas Srikandi Putih, ukuran
sedang menggunakan varietas Bisma dan ukuran kecil menggunakan varietas SDIII. Beberapa tingkat kadar air diperoleh dengan cara pelembaban tertutup. Lot
benih dengan tiga tingkat vigor berbeda diperoleh dengan cara pengusangan fisik
menggunakan oven bersuhu 40˗45 °C dan kelembaban tinggi. Setelah diberikan
perlakuan pendahuluan, lot-lot benih kemudian diuji frekuensi bunyinya. Hasil
menunjukkan bahwa pada percobaan pertama, varietas benih mempengaruhi hasil
frekuensi. Percobaan kedua memberikan hasil bahwa varietas, tingkat vigor dan
interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh terhadap frekuensi yang
dihasilkan. Frekuensi bunyi belum dapat dimanfaatkan untuk menduga kadar air
dan vigor benih, tetapi frekuensi bunyi diduga dapat dimanfaatkan sebagai penciri
varietas.
Kata kunci : deteksi cepat, frekuensi bunyi, kadar air, varietas, vigor
ABSTRACT
DIRAYATI NUR IRSALINA. Utilization of Sound Frequency to Detect The
Moisture Content and Vigour of Corn Seed (Zea mays L.). Supervised by ABDUL
QADIR and M. RAHMAD SUHARTANTO.
Seed lots in different condition were needed as material of this sound
detection research. The goal of this research is learning about utilization of sound
frequency to expect moisture content and vigour of the corn seed. This research
was conducted at Seed Science and Technology Laboratory, Bogor Agricultural
University and Spectroschopy Laboratory, Bogor Agricultural University from
February 2013 to June 2013. The experiment was arranged in complete
randomized design with two factors and three replications. This research divided
in two experiments, (1) correlation between variety and seed moisture content and
(2) correlation between variety and seed vigour about its frequencies output. Seed
size definited by its 1 000 granule mass, Srikandi Putih variety is used for big size,
Bisma is used for medium size and SD-III is used for small size. Several moisture
content levels are got by closed moisturizing process. Seed lots with three
different vigor levels are got by physical accelerating method, used oven in 4045 °C and high moisture condition. After gave the preface treatment, the seed lots
got the sound detection testing. The result showed in the first experiment, variety
could give effect to the frequency output. The second experiment gave result that
variety, vigour level and interaction of both didn’t give effect to the frequency
output. Sound frequency cannot be used to expect moisture content and vigour of
corn seed, but sound frequency can be used as variety marker.
Key words: moisture content, rapid detection, sound frequency , variety, vigour
PEMANFAATAN FREKUENSI BUNYI UNTUK MENDUGA
KADAR AIR DAN VIGOR BENIH JAGUNG
(Zea mays L.)
DIRAYATI NUR IRSALINA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi : Pemanfaatan Frekuensi Bunyi untuk Menduga Kadar Air dan Vigor
Benih Jagung (Zea mays L.)
Nama
: Dirayati Nur Irsalina
NIM
: A24090029
Disetujui oleh
Dr Ir Abdul Qadir, MS
Pembimbing I
Dr Ir M. Rahmad Suhartanto, MSi
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Agus Purwito, MSc Agr
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 hingga Juni
2013 ini ialah pengujian benih, dengan judul Pemanfaatan Frekuensi Bunyi untuk
Menduga Kadar Air dan Vigor Benih Jagung (Zea mays L.).
Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua, Papap Ir. M. Agusriana dan Mamah Detti Kustari yang
selalu dan terus memberikan do’a, dukungan, nasehat dan semangat serta
adikku yang selalu memberikan semangat.
2. Dr Ir Purwono MS, selaku pembimbing akademik yang selalu memberikan
do’a, dukungan dan nasehat.
3. Dr Ir Abdul Qadir MSi dan Dr Ir M. Rahmad Suhartanto MS selaku
dosen pembimbing yang selalu memberikan do’a, dukungan, nasehat dan
arahan sejak memilih usulan penelitian hingga penulisan skripsi.
4. Maryati Sari, SP MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan
evaluasi, saran dan do’a.
5. Bapak Agung Nugroho, Rama, Titha dan Bagas di Madiun yang selalu
mendo’akan dan memberikan semangat.
6. Yan Pratama Nugraha yang selalu sabar, mendo’akan, memberikan
semangat dan dukungan.
7. Teman-teman kos Villga 5 atas keceriaan dan kebersamaannya.
8. Sahabat-sahabat terkasih Yanitha Rahmasari, Ragil HM, Azmi SR, Endro
P, Astryani R, Anindya YH, Rachma EP, Iwana P, Herliyana I, Enik S dan
sahabat-sahabat Socrates AGH 46 lainnya yang selalu memberikan do’a,
dukungan, semangat dan nasehat selama ini.
9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2013
Dirayati Nur Irsalina
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR LAMPIRAN
ix
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Viabilitas dan Vigor Benih
2
Kadar Air
3
Uji Cepat Mutu Benih
4
Deteksi Bunyi
4
METODE
5
Bahan
5
Alat
5
Prosedur Analisis Data
5
Pelaksanaan Penelitian
6
Pengamatan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Percobaan 1: Hubungan antara Varietas dan Kadar Air terhadap Frekuensi
Bunyi
7
9
9
Percobaan 2: Hubungan antara Varietas dan Vigor terhadap Frekuensi Bunyi 12
KESIMPULAN DAN SARAN
15
Kesimpulan
15
Saran
15
DAFTAR PUSTAKA
16
RIWAYAT HIDUP
20
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
Waktu pelembaban benih untuk perlakuan kadar air
Persamaan regresi antara varietas benih dan kadar air terhadap frekuensi
yang dihasilkan
Hasil analisis ragam pada varietas dan kadar air terhadap frekuensi
Hubungan antara varietas benih dan kadar air terhadap frekuensi
Persamaan regresi antara varietas dan vigor terhadap frekuensi yang
dihasilkan
Hasil analisis ragam varietas dan tingkat vigor terhadap frekuensi
Pengaruh varietas benih dan tingkat viabilitas terhadap tolok ukur
pengamatan
7
10
11
11
13
13
14
DAFTAR GAMBAR
1 Contoh data terpilih
2 Contoh data tidak terpilih
3 Hubungan varietas dan kadar air terhadap frekuensi bunyi yang
dihasilkan
4 Hubungan varietas dan indeks vigor terhadap frekuensi bunyi yang
dihasilkan
9
10
12
15
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
Varietas benih yang digunakan
Alat deteksi bunyi dan sepsifikasi
Struktur benih jagung (Zea mays L.)
Sketsa alat penelitian dan cara kerja alat
18
18
18
19
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber
karbohidrat kedua setelah beras, bahkan di beberapa daerah di Indonesia, jagung
dijadikan sebagai bahan pangan utama. Tidak hanya sebagai bahan pangan,
jagung juga dikenal sebagai salah satu bahan pakan ternak dan industri. Di
Indonesia, selain pada lahan kering, jagung dibudidayakan pada lahan sawah
setelah panen
padi dengan produktivitas mencapai sekitar 7 ton ha-1
(Puslitbangtan 2006).
Permintaan jagung dari tahun ke tahun semakin bertambah seiring dengan
pertumbuhan jumlah penduduk. Produktivitas jagung nasional meningkat setiap
tahunnya, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan nasional. Berdasarkan data
Badan Pusat Statistik (2012), produksi jagung nasional sempat menurun pada
tahun 2011. Ketersediaan jagung yang memadai tidak hanya dipengaruhi oleh
teknik budidaya yang baik, keadaan lingkungan yang mendukung tetapi juga oleh
mutu benih.
Mutu benih dibedakan menjadi tiga macam, yaitu mutu genetik yang
ditunjukkan oleh tingkat kemurnian benih, mutu fisiologis dengan tingkat
viabilitas benih dan mutu fisik dengan tingkat kebersihan benih (Sadjad 1993).
Pengujian terhadap mutu benih perlu dilakukan sebelum benih siap dilepas ke
pasaran. Pengujian dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti uji kadar air,
analisis kemurnian, penentuan bobot 1 000 butir, uji perkecambahan, uji cepat
viabilitas benih, uji penaburan benih secara langsung, uji biokimia benih dan lainlain.
Penggunaan benih bermutu dapat mengurangi resiko kegagalan usaha tani
karena bebas dari serangan hama dan penyakit serta mampu tumbuh baik pada
kondisi lahan yang kurang menguntungkan (Koes dan Rahmawati 2009).
Pentingnya pengujian terhadap benih mendorong terus berkembangnya keilmuan
benih terutama di bidang pengujian mutu benih. Metode pengujian ideal
berdasarkan ISTA (2010) memiliki beberapa karakteristik, yaitu: murah,
pelaksanaannya cepat, mudah dilakukan, objektif dan dapat diulang.
Terdapat satu metode pengujian cepat yang belum pernah dilakukan yaitu
uji deteksi bunyi pada benih. Bunyi merupakan suatu bentuk gelombang
longitudinal yang merambat secara perapatan dan perenggangan terbentuk oleh
partikel zat perantara. Medium atau zat perantara ini dapat berupa zat cair, padat
dan gas. Gelombang bunyi yang dihasilkan oleh suatu benda akan terekam
sebagai nilai frekuensi (Hz) dalam alat deteksi bunyi. Pemanfaatan gelombang
bunyi ini pernah dilakukan pada pertumbuhan benih kedelai (Suwardi 2010),
pengukuran kedalaman laut, deteksi janin dalam rahim, deteksi keretakan suatu
logam dan penciptaan speaker. Pemanfaatan ini diduga dapat diterapkan di bidang
pertanian yaitu pengujian mutu benih.
Pengujian cepat benih dengan pemanfaatan gelombang bunyi ini memiliki
konsep bahwa bunyi jatuhnya benih dengan kepadatan berbeda akan
2
menimbulkan frekuensi bunyi yang berbeda-beda pula. Pengujian ini diduga dapat
melihat atau menunjukkan kadar air dan mutu benih berdasarkan tingkat
komposisi kimia yang terkandung dalam benih. Frekuensi bunyi benih bermutu
baik akan berbeda dengan benih yang bermutu kurang baik. Misalnya, benih
hidup akan berbeda frekuensi bunyinya dengan benih mati. Sadjad (1994)
menyatakan benih hidup mampu menghasilkan energi pada organ peyimpanan
bahan cadangan dan dapat menghasilkan sintesa protein untuk pembentukan sel
baru bagi pertumbuhan.
Uji cepat atau deteksi cepat dengan pemanfaatan frekuensi bunyi diharapkan
dapat menghasilkan metode pengujian terbaru untuk mengetahui mutu benih
secara cepat, dengan biaya murah, metode lebih sederhana dan dapat dilakukan
oleh siapapun. Pengujian ini kedepannya diharapkan dapat diterapkan pada alatalat pemilah benih di pabrik-pabrik produksi benih.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mempelajari pemanfaatan frekuensi bunyi untuk
menduga kadar air dan vigor benih jagung (Zea mays L.).
TINJAUAN PUSTAKA
Viabilitas dan Vigor Benih
Mutu benih merupakan sebuah konsep yang kompleks mencakup sejumlah
faktor yang mewakili prinsip-prinsip fisiologi, misalnya daya berkecambah,
viabilitas, vigor dan daya simpan. Konsep yang kompleks ini menimbulkan
kesulitan memperoleh penciri (marker) fisik, biokimia maupun molekular yang
mampu menduga mutu benih. (Suhartanto 2003).
Kemampuan benih hidup dan berkembang disebut dengan viabilitas benih.
Kriteria viabilitas benih terbagi menjadi dua yaitu viabilitas optimum dan vigor.
Sadjad et al. (1999) menyatakan bahwa viabilitas optimum ditunjukkan pada daya
hidup benih dalam kondisi serba optimum baik di lapangan maupun di
penyimpanan. Vigor benih adalah kemampuan benih mengatasi kondisi lapang
pertanian dan kondisi simpan. Harrington (1972) menyatakan viabilitas dan vigor
maksimum benih dicapai pada saat benih mencapai masak fisiologis.
Daya berkecambah benih di dalam pengujian laboratorium adalah muncul
dan berkembangnya kecambah sampai suatu tahap dengan struktur esensial yang
mengindikasikan dapat tidaknya berkembang lebih lanjut menjadi tanaman yang
memuaskan pada kondisi tanah yang sesuai (ISTA 2010).
Faktor-faktor yang mempengaruhi viabilitas benih menurut Copeland
(1976) adalah faktor genetik, lingkungan dan nutrisi tanaman induk selama
perkembangan benih, kemasakan waktu panen, ukuran dan bobot benih,
kerusakan mekanik dan patogen.
3
Smith dan Ellis (1980) menyatakan bahwa nodulasi tanaman kedelai sangat
dipengaruhi oleh vigor benih. Pemunculan kecambah yang cepat dan seragam
dapat dijamin dengan pemakaian benih bermutu prima. Sadjad (1993)
menambahkan bahwa tolok ukur vigor kekuatan tumbuh benih diantaranya
kecepatan tumbuh, spontanitas tumbuh dan tinggi bibit. Vigor merupakan
gabungan antara umur benih, ketahanan, kekuatan dan kesehatan benih yang
diukur melalui kondisi fisiologisnya, yaitu pengujian stress atau melalui analisis
biokimia. Pengujian vigor menurut Dina et al. 2006 memberikan informasi lebih
dibandingkan pengujian daya berkecambah dan bermanfaat untuk melihat potensi
daya simpan dan estimasi nilai penanaman di lapang.
Copeland dan McDonald (2001) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi vigor benih adalah kondisi lingkungan selama perkembangan
benih, kondisi genetik benih dan lingkungan penyimpanan. Faktor genetik
meliputi tingkat kekerasan benih, vigor tanaman induk, daya tahan terhadap
kerusakan meknik dan komposisi kimia benih.
Kadar Air
Kadar air benih merupakan faktor dominan dalam proses deteriosasi benih,
menyusul suhu ruang simpan (Harrington 1973). Apabila penyimpanan benih
jagung dapat dilakukan pada kadar air yang rendah (< 10%) maka daya
berkecambahnya masih cukup tinggi (> 90%) walaupun telah disimpan selama
satu tahun pada suhu kamar (Saenong et al. 1999). Tingkat kadar air aman untuk
penyimpanan benih tergantung pada jenis benih, metode penyimpanan dan lama
penyimpanan (Harrington 1972a).
Kadar air tinggi yaitu 10% untuk benih berlemak, 13˗18% untuk benih
berpati cendawan penyimpanan tumbuh dan aktif merusak embrio (Harrington
1972b). Agrawal (1980) menambahkan untuk benih ortodoks pada kadar air
12˗14% viabilitas menurun dengan cepat, disamping itu cendawan juga tumbuh
dan berkembang serta merusak benih dengan pesat.
Hardini (1984) menyatakan bahwa kadar air benih yang tinggi dapat
menyebabkan kerusakan mekanik selama pengolahan, sehingga akan menunjang
pertumbuhan cendawan dengan pesat, sedangkan kadar air benih yang terlalu
rendah juga dapat mengakibatkan kerusakan selama pengolahan. Justice dan Bass
(2002) menyatakan bahwa kadar air benih merupakan faktor yang mempengaruhi
kemunduran benih. Benih akan dapat mempertahankan viabilitas maksimumnya
apabila kadar airnya diturunkan terlebih dahulu sebelum disimpan. Viabilitas
benih yang disimpan dengan kadar air tinggi akan cepat sekali mengalami
kemunduran. Hal ini disebabkan karena benih bersifat higroskopis sehingga benih
mudah menyerap atau mengeluarkan zat cair dari lingkungan sekitarnya dan
proses ini berlangsung terus menerus sampai kandungan airnya setimbang dengan
udara di sekitarnya.
Pengukuran kadar air pada benih dapat dilakukan dengan metode langsung
dan metode tidak langsung. Justice dan Bass (2002) menyatakan bahwa metode
langsung dengan oven menghasilkan pengukuran yang akurat namun
membutuhkan waktu yang lama. Metode tidak langsung menggunakan pengukur
kadar air listrik atau alat bekerja berdasarkan pengukuran daya hantar listrik atau
4
sifat dielektrik benih yang berkorelasi dengan kadar air. Metode oven suhu
menurut BPMBTPH (2006) tinggi dilakukan pada temperatur 130 °C dan lama
pengeringan tergantung jenis benih (umumnya untuk jagung dikeringkan selama 4
jam dan 2 jam untuk serealia lain).
Uji Cepat Mutu Benih
Pengujian vigor yang sudah diterima sebagai metode resmi dalam peraturan
ISTA (2006) adalah konduktivitas listrik untuk kacang kapri (Pisum sativum) dan
Accelerated Ageing untuk benih kedelai (Glycine max L). Saenong (1989)
menyatakan bahwa pengukuran daya hantar listrik (DHL) dapat dijadikan indikasi
vigor benih jagung dan kedelai. DHL meningkat dengan semakin meningkatnya
kemunduran benih. Tolok ukur DHL merupakan pengujian yang paling peka dan
paling dini untuk menentukan perbedaan viabilitas benih jagung dan kedelai
akibat periode simpan.
Near Infrared (NIR) atau infra merah dekat merupakan elektromagnetik
yang memiliki panjang gelombang mulai dari 700 nm sampai 2500 nm (Dryden
2003). Pemanfaatan NIR telah banyak digunakan di dalam bidang pertanian, salah
satunya untuk mengklasifikasikan sampel benih. Aplikasi NIR dalam perbenihan
dapat digunakan dalam mengkuantifikas kadar air dan kandungan kimia seperti
protein dan minyak (lemak). Penggunaan NIR juga telah mengarah kepada
pembuatan alat sortasi berdasarkan perbedaan karakteristik benih (Lestander
2003). Penelitian yang dilakukan oleh Soltani (2003) menyimpulkan bahwa benih
beechnuts (Fagus orientalis) viabel dapat dibedakan dari benih non-viabel dengan
menggunakan NIR.
Pengukuran gas etilen dapat digunakan sebagai parameter pengujian kualitas
benih karena setiap benih melakukan aktivitas biologis. Proses aktivitas biologis
akan diikuti dengan pancaran gas tertentu seperti etilen. Keluaran gas etilen
tergantung dari aktivitas dan kondisi benih yang bersangkutan. Gas keluarannya
dapat dijadikan indikator keadaan benih tersebut (Santosa 2002).
Deteksi Bunyi
Bunyi memiliki kesamaan dengan suara. Bunyi dalam bahasa inggris
disebut sound, sedangkan suara disebut voice. Secara sudut bahasa bunyi berbeda
dengan suara, karena bunyi merupakan getaran yang dihasilkan oleh benda mati
sedangkan suara merupakan getaran yang dihasilkan dari mulut atau dihasilkan
oleh makhluk hidup. Berdasarkan ilmu fisika, bunyi maupun suara keduanya sama
karena sama-sama merupakan getaran (Gabriel 2001).
Terjadinya gelombang bunyi disebabkan oleh sumber bunyi berupa benda
bergetar yang melakukan perambatan ke segala arah. Gelombang bunyi yang
dihasilkan memerlukan gangguan mekanik dan medium elastik yang dapat
merambatkannya. Medium gelombang bunyi dapat berupa zat padat, cair ataupun
gas. Frekuensi gelombang bunyi yang dapat diterima telinga manusia berkisar
antara 20 Hz sampai dengan 20 kHz (Tranggono et al. 1994).
5
Gelombang ultrasonik dapat dimanfaatkan dalam bidang industri,
kedokteran dan teknik. Pemanfaatan dalam bidang kedokteran digunakan untuk
mendeteksi penyakit-penyakit berat tertentu pada tingkat awal seperti tumor
payudara, hati dan otak serta untuk alat USG (ultrasonografi) (Tranggono et al.
1994). Bidang teknik perkayuan memanfaatkan gelombang ultrasonik sebagai
salah satu metode pengujian non destruktif (Non Destructive Testing) dalam
menduga kualitas kayu berdasarkan pada pengukuran kecepatan rambatan
ultrasonik (Malik et al. 2002).
METODE
Bahan
Bahan yang digunakan yaitu tiga varietas benih jagung (Srikandi Putih,
Bisma dan SD-III), air, plastik, kertas label, kertas stensil, kain kasa, kaca, kain
tebal, selotip dan lakban. Varietas Srikandi Putih diperoleh dari Kebun Percobaan
Leuwikopo, memiliki bobot 1 000 butir sebesar 325 gram dan hasil panen pada
bulan Juni 2012. Varietas Bisma merupakan hasil panen pada bulan Juli 2012,
dengan bobot 1 000 butir yaitu 307 gram dan diperoleh dari Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian, Bogor.
Varietas SD-III memiliki bobot 1 000 butir 138.2 gram dan merupakan hasil
panen pada bulan Juni 2012 dari Kebun Percobaan Leuwikopo, IPB.
Alat
Alat yang digunakan terdiri dari alat pengecambah benih tipe IPB 72-1, alat
pengepres kertas tipe IPB 75-1, gunting, alat tulis kantor, baki, toples plastik,
kotak styrofoam, oven, timbangan analitik, desikator, pinset, termohigrometer,
sealer, cawan porselin, saringan dan staples. Pendeteksian bunyi dilakukan
menggunakan alat sensor Sound Sensor Pasco Scientific CI-6506B,
ScienceWorkshop® 750 Interface dan perangkat lunak Data Studio.
Prosedur Analisis Data
Penelitian ini disusun menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL).
Pelaksanaan penelitian terbagi ke dalam dua macam percobaan yaitu: (1)
hubungan antara varietas benih dan kadar air terhadap frekuensi bunyi serta (2)
hubungan antara varietas benih dan vigor terhadap frekuensi bunyi. Percobaan
pertama terdiri dari dua faktor yaitu varietas dengan ukuran benih besar (B1),
sedang (B2) dan kecil (B3) dengan kadar air benih 8% ± 1% (K1), 12% ± 1%
(K2), 16% ± 1% (K3) dan 20% ± 1% (K4). Percobaan pertama diulang sebanyak
6
tiga kali sehingga terdapat 36 satuan percobaan. Model rancangan percobaan
pertama adalah:
Yij = µ + Bi + Kj + (BK)ij + εij
Yij
=
µ
Bi
Kj
(BK)ij
=
=
=
=
εij
=
nilai pengamatan pada faktor varietas taraf ke-i dan faktor
kadar air taraf ke-j
nilai rataan umum
pengaruh faktor varietas pada taraf ke-i
pengaruh faktor kadar air pada taraf ke-j
pengaruh interaksi antara varietas taraf ke-i dan kadar air taraf
ke-j
pengaruh galat percobaan
Percobaan kedua terdiri dari dua faktor yaitu varietas dengan ukuran benih
besar (B1), sedang (B2) dan kecil (B3) dengan vigor benih tinggi (V1), sedang
(V2) dan rendah (V3). Percobaan ini diulang sebanyak tiga kali sehingga
diperoleh 27 satuan percobaan. Model rancangan percobaan kedua adalah:
Yij = µ + Bi + Vj + (BV)ij + εij
Yij
=
µ
Bi
Vj
(BV)ij
=
=
=
=
εij
=
nilai pengamatan pada faktor varietas taraf ke-i dan faktor
vigor taraf ke-j
nilai rataan umum
pengaruh faktor varietas pada taraf ke-i
pengaruh faktor vigor pada taraf ke-j
pengaruh interaksi antara varietas taraf ke-i dan vigor taraf
ke-j
pengaruh galat percobaan
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam, analisis regresi
dan korelasi sederhana untuk mengetahui hubungan antar faktor terhadap
frekuensi yang dihasilkan. Uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) taraf 5%
juga digunakan untuk menganalisis hasil yang berpengaruh nyata.
Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari 2013 sampai bulan Juni 2013.
Tempat pelaksanaan penelitian diantaranya Laboratorium Ilmu dan Teknologi
Benih IPB untuk pengujian viabilitas dan vigor serta Laboratorium Spektroskopi
Fisika IPB untuk pengujian frekuensi bunyi.
Penelitian ini terbagi ke dalam dua percobaan, yaitu: (1) hubungan antara
varietas dan kadar air terhadap frekuensi bunyi yang dihasilkan dan (2) hubungan
antara varietas dan tingkat vigor terhadap frekuensi bunyi yang dihasilkan.
Percobaan pertama dilakukan untuk melihat hubungan antara varietas benih
dan kadar air terhadap frekuensi bunyi yang dihasilkan. Varietas didapatkan
7
berdasarkan bobot 1 000 butir, ukuran besar menggunakan benih varietas Srikandi
Putih, ukuran sedang menggunakan varietas Bisma dan ukuran kecil
menggunakan varietas SD-III. Beberapa tingkat kadar air diperoleh dengan cara
pelembaban secara tertutup menggunakan toples plastik yang berisi air sebanyak
tiga liter. Lot benih diletakkan pada saringan yang berada di dalam toples plastik.
Pengujian kadar air menggunakan metode langsung yaitu metode oven suhu tinggi
konstan (130 °C ± 5 °C) selama 4 jam ± 14 menit (ISTA 2010). Lama waktu
pelembaban benih berbeda untuk setiap ukuran (Tabel 1).
Tabel 1 Waktu pelembaban benih untuk perlakuan kadar air
Varietas (Ukuran)
Srikandi Putih (Besar)
8% ± 1%
0
Bisma (Sedang)
8% ± 1%
0
SD-III (Kecil)
8% ± 1%
0
Waktu Pelembaban (jam)
12% ± 1%
16% ± 1%
3
5.5
Waktu Pelembaban (jam)
12% ± 1%
16% ± 1%
3
5.5
Waktu Pelembaban (jam)
12% ± 1%
16% ± 1%
2
4
20% ± 1%
7
20% ± 1%
7
20% ± 1%
6
Benih yang sudah dilembabkan kemudian dilakukan uji pedeteksian
frekuensi bunyi menggunakan alat deteksi bunyi dan uji viabilitas benih.
Percobaan kedua dilakukan untuk melihat hubungan antara varietas benih
dan tingkat vigor terhadap frekuensi bunyi yang dihasilkan. Penentuan ukuran
benih menggunakan cara yang sama seperti pada percobaan pertama. Tingkat
vigor sedang dan rendah diperoleh dengan cara pengusangan fisik. Pengusangan
dilakukan dengan menggunakan oven pada suhu 40˗45 °C selama empat hari
untuk vigor sedang dan enam hari untuk vigor rendah. Benih yang sudah
diusangkan kemudian dilakukan uji pedeteksian frekuensi bunyi menggunakan
alat deteksi bunyi dan dilakukan uji viabilitas serta uji vigor benih.
Pengamatan
Parameter yang diamati dalam penelitian ini meliputi :
1. Kadar Air (KA)
Pengukuran kadar air benih dilakukan dengan mengambil 25 butir
contoh benih dari masing-masing perlakuan dan ulangan, kemudian
benih diletakkan di dalam cawan dan dioven pada suhu 130 °C ± 5 °C
selama 4 jam ± 14 menit. Kadar air dihitung menggunakan rumus:
KA =
(M2−M3)
(M2−M1)
× 100%
Keterangan:
KA = Kadar air benih
M1 = Berat cawan kosong + tutup
M2 = Berat cawan + tutup + benih sebelum dipanaskan
M3 = Berat cawan + tutup + benih setelah dipanaskan
8
2.
Daya Berkecambah (DB)
Pengamatan daya berkecambah dilakukan dengan menghitung
persentase kecambah normal pada hari ke-3 (hitungan 1) dan hari ke-5
(hitungan 2). Daya berkecambah dihitung menggunakan rumus:
DB =
50
�=0 (KN 1+ KN 2)
50
i=0 benih
yang ditanam
× 100%
Keterangan:
DB
= Daya berkecambah benih
KN1 = Kecambah normal pada hitungan pertama
KN2 = Kecambah normal pada hitungan kedua
3.
Potensi Tumbuh Maksimum (PTM)
Potensi tumbuh maksimum benih diperoleh dengan menghitung
jumlah benih yang mampu tumbuh menjadi kecambah normal maupun
kecambah abnormal. Potensi tumbuh maksimum benih pada akhir
periode pengamatan yang dilakukan pada 5 HST. PTM dihitung
menggunakan rumus:
PTM =
Keterangan:
PTM
KN
Kab
4.
=
=
=
× 100%
Potensi tumbuh maksimum
Kecambah normal
Kecambah abnormal
Indeks Vigor (IV)
Indeks vigor merupakan persentase total kecambah normal pada
hitungan pertama (hari ke-3). Indeks vigor dapat diketahui dengan
rumus:
IV =
Keterangan:
IV
=
KN1
=
5.
50
i=0 (KN + Kab )
50
benih
yang ditanam
i=0
50
�=0 ��1
50 benih yang ditanam
i=0
× 100%
Indeks vigor benih
Kecambah normal pada hitungan pertama
Kecepatan Tumbuh (KCT)
Kecepatan tumbuh (KCT) merupakan indikasi vigor kekuatan
tumbuh. Pengamatan terhadap KCT dilakukan setap hari hingga
perhitungan DB ke-2 (hari ke-5) dengan menghitung jumlah kecambah
normal yang muncul setiap harinya. KCT dapat dihitung dengan rumus:
KCT =
Keterangan:
KCT
=
50
i=0 KN
etmal
Kecepatan tumbuh benih
9
KN (%)
=
Etmal
=
Pertambahan
kecambah
normal
persen/etmal
Etmal pengamatan (1 etmal = 24 jam)
dalam
6. Bobot Kering Kecambah Normal (BKKN)
Pengamatan bobot kering kecambah normal dilakukan terhadap
seluruh kecambah normal yang berumur 5 HST. Kecambah normal
dipisahkan dari endosperm kemudian dimasukkan ke dalam amplop dan
dioven dengan suhu 60 °C selama 72 jam.
7. Frekuensi (Hz)
Bunyi yang dihasilkan oleh benih akan direkam oleh alat sensor
dan ditampilkan dalam bentuk grafik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Percobaan 1: Hubungan antara Varietas dan Kadar Air terhadap Frekuensi
Bunyi
Percobaan pertama diawali dengan perlakuan pendahuluan yaitu membuat
beberapa tingkat kadar air pada lot benih. Lama waktu pelembaban pada
perlakuan pendahuluan berbeda-beda pada setiap varietas benih untuk setiap
tingkat kadar air (Tabel 1). Hasil penelitian Hakim et al. (2009) menunjukkan
bahwa kemampuan penyerapan air dipengaruhi oleh luas permukaan, semakin
luas permukaan bahan maka semakin cepat proses penyerapan air oleh bahan.
Islami dan Utomo (1995) berpendapat bahwa luas permukaan suatu benda dan
bahan penyusun benda sangat mempengaruhi laju penyerapan.
Setelah dilakukan perlakuan pendahuluan, selanjutnya lot benih diuji
frekuensi bunyinya. Pengujian frekuensi ini menggunakan 25 butir benih untuk
setiap perlakuan. Frekuensi dari jatuhnya benih direkam oleh perangkat lunak
Data Studio. Data frekuensi terpilih hanya benih yang memunculkan frekuensi
pada Å = 1 sebanyak satu kali (Gambar 1). Jika frekuensi pada Å = 1 muncul
lebih dari satu kali (Gambar 2), maka data tersebut tidak perlu digunakan karena
diduga memiliki noise atau gangguan yang lebih besar.
Amplitudo
1.5
1
0.5
0
-0.5 0
1000
2000
Frekuensi (Hz)
Gambar 1 Contoh data terpilih
10
Amplitudo
1.5
1
0.5
0
-0.5 0
500
1000
Frekuensi (Hz)
1500
Gambar 2 Contoh data tidak terpilih
Frekuensi yang terekam oleh program Data Studio akan berbeda-beda
pada setiap benih. Data frekuensi yang diambil hanya frekuensi yang mencapai Å
= 1 sebanyak satu kali. Jumlah data yang diperoleh setiap perlakuan akan
berbeda-beda. Kondisi bunyi di dalam ruangan tertutup bisa dianalisa dalam
beberapa sifat yaitu: bunyi langsung, bunyi pantulan, bunyi yang diabsorpsi oleh
lapisan permukaan, bunyi yang disebar, bunyi yang dibelokkan, bunyi yang
ditransmisi, bunyi yang diabsorpsi oleh struktur bangunan dan bunyi yang
merambat pada konstruksi atau struktur bangunan. Perambatan gelombang bunyi
yang mengenai obyek akan mengalami pemantulan (Mediastika 2005). Penelitian
ini menunjukkan bahwa bunyi yang terekam merupakan hasil pantulan dari benih
dan kaca bukan bunyi dari benih saja. Data yang telah terkumpul kemudian
dianalisis menggunakan analisis regresi dan korelasi untuk melihat pengaruh
kadar air terhadap frekuensi pada setiap varietas benih.
Tabel 2 Persamaan regresi antara varietas benih dan kadar air terhadap frekuensi
yang dihasilkan
Perlakuan
Srikandi Putih (Benih Besar) pada
4 tingkat kadar air (8% ±1%, 12%
±1%, 16% ±1% dan 20% ±1%)
Bisma (Benih Sedang) pada 4
tingkat kadar air (8% ±1%, 12%
±1%, 16% ±1% dan 20% ±1%)
SD-III (Benih Kecil) pada 4 tingkat
kadar air (8% ±1%, 12% ±1%, 16%
±1% dan 20% ±1%)
Persamaan Regresi
Nilai R²
Nilai r
y = 501.0 ˗ 25.15x
0.121
0.35
y = 403.8 ˗ 17.46x
0.053
0.23
y = 442.2 + 35.23x
0.503
0.71
R2= determinasi; r = korelasi ; y = frekuensi; x = kadar air
Persamaan regresi (Tabel 2) menunjukkan bahwa pengaruh terendah dari
varietas benih dan tingkat kadar air terjadi pada varietas dengan benih berukuran
sedang. Hal ini diduga karena masih beragamnya ukuran benih di dalam lot benih
tersebut sehingga mempengaruhi frekuensi yang dihasilkan, selain itu komposisi
kimia benih varietas Bisma yang berbeda. Keragaman frekuensi benih varietas
yang berukuran kecil dapat digambarkan oleh ukuran sebesar 50.3%. Jika dilihat
dari persamaan regresi, determinasi dan korelasi (Tabel 2), metode pengujian ini
masih belum dapat digunakan sebagai metode uji benih yang baru. Faktor-faktor
tersebut diantaranya standarisasi alat dan prosedur pelaksanaan serta ruangan yang
kondusif untuk pelaksanaan pengujian dan diharapkan dapat meningkatkan nilai
determinasi (R2) dan korelasi (r). Setelah dilakukan analisis regresi dan korelasi,
11
data juga dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA) untuk melihat
pengaruh faktor varietas dan kadar air terhadap frekuensi.
Tabel 3 Hasil analisis ragam pada varietas dan kadar air terhadap frekuensi
Tolok ukur
Frekuensi
Varietas (V)
**
Pengaruh
Kadar Air (KA)
tn
V×KA
**
**berbeda nyata pada α = 1% ,*berbeda nyata pada α = 5%, tn tidak berbeda nyata pada α = 5%
Hasil analisis ragam (Tabel 3) menunjukkan bahwa faktor varietas dan
interaksi antara varietas dengan kadar air berpengaruh sangat nyata terhadap hasil
frekuensi yang dihasilkan. Faktor kadar air tidak berpengaruh nyata terhadap
frekuensi bunyi. Kadar air tidak berpengaruh nyata terhadap frekuensi karena
diduga rentang kadar air yang diberikan pada perlakuan kurang lebar. Pengujian
ini belum dapat menunjukkan kadar air benih baik yang aman maupun tidak bagi
benih. Menurut Agrawal (1980), untuk benih ortodoks seperti jagung pada kadar
air 12˗14% viabilitas benih menurun dengan cepat, di samping itu cendawan juga
tumbuh dan berkembang serta merusak benih dengan pesat. Hasil analisis ragam
pada faktor varietas dan interaksi antara ukuran dan kadar air berpengaruh nyata,
maka dilanjutkan dengan uji DMRT.
Tabel 4 Hubungan antara varietas benih dan kadar air terhadap frekuensi
Varietas (ukuran)
Srikandi Putih
(Benih Besar)
Bisma (Benih
Sedang)
a
8% ± 1%
Tingkat Kadar Aira
12% ± 1%
16% ± 1%
Hz
20% ± 1%
557.86ab
333.16de
414.82bcd
446.8bcd
357.39de
471.37abcd
233.44e
374.7cd
SD-III (Benih Kecil)
460.87bcd 505.34abc
612.27a
542.7ab
Angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%
Hasil uji DMRT menunjukkan bahwa varietas Bisma berkadar air 16% ±
1% berbeda nyata dibandingkan dengan tingkat kadar air 12% ± 1% dan 20% ±
1% serta memiliki frekuensi terendah diantara seluruh perlakuan. Frekuensi yang
dihasilkan oleh varietas Bisma berkadar air 16% ± 1% berbeda nyata di seluruh
varietas yang digunakan. Frekuensi yang dihasilkan varietas Srikandi Putih tidak
berbeda nyata hampir pada seluruh perlakuan. Varietas SD-III cenderung
memiliki frekuensi tertinggi dibandingkan seluruh perlakuan pada setiap varietas.
Hal ini (Tabel 4) diduga karena benih varietas SD-III memiliki komposisi kimia
yang berbeda dengan varietas Srikandi Putih dan Bisma. Hasil uji DMRT juga
menunjukkan bahwa frekuensi bunyi pada seluruh perlakuan cenderung fluktuatif
di ketiga varietas (Gambar 3). Berbeda dengan benih pada kadar air 12% ± 1%,
frekuensi yang dihasilkan meningkat seiring dengan semakin kecil ukuran benih.
Hal ini diduga karena benih yang bersifat higroskopis sehingga kadar air
dipengaruhi juga oleh lingkungan sekitar. Peningkatan frekuensi yang signifikan
12
terjadi pada varietas SD-III. Frekuensi benih varietas SD-III terus meningkat
seiring meningkatnya kadar air, tetapi mengalami penurunan pada kadar 20% ±
1%.
700
Frekuensi (Hz)
600
500
400
Srikandi Putih (Besar)
300
Bisma (Sedang)
200
SD-III (Kecil)
100
0
8% ± 1%
12% ± 1% 16% ± 1% 20% ± 1%
Kadar Air
Gambar 3 Hubungan varietas dan kadar air terhadap
frekuensi yang dihasilkan
Kadar air dan ukuran benih tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap
frekuensi masing-masing varietas. Hal ini diduga karena masing-masing varietas
memiliki ciri frekuensi tertentu yang lebih dipengaruhi oleh komposisi kimia yang
terkandung di dalam benih. Metode pemanfaatan frekuensi diduga dapat menjadi
penciri (marker) varietas tertentu.
Percobaan 2: Hubungan antara Varietas dan Vigor terhadap Frekuensi
Bunyi
Copeland dan McDonald (2001) mengemukakan bahwa gejala kemunduran
benih merupakan proses yang sangat kompleks. Gejala tersebut dapat disebabkan
oleh perubahan morfologis, kebocoran membran sel selama proses imbibisi dan
berkurangnya aktivitas enzim dan proses respirasi. Percobaan ini diawali dengan
perlakuan pendahuluan yaitu membuat lot benih berbeda berdasarkan tingkat
vigornya. Lot benih yang digunakan diantaranya benih bervigor tinggi, sedang
dan rendah. Beberapa lot benih diperoleh dengan cara melakukan pengusangan
secara fisik. Pengusangan dilakukan menggunakan oven bersuhu 40˗45 °C selama
empat hari untuk vigor sedang dan enam hari untuk vigor rendah pada
kelembaban tinggi (≈ 100%). Setelah mengalami pengusangan, lot-lot benih
dipaparkan pada ruangan suhu kamar selama empat hari. Pemaparan ini dilakukan
agar benih mencapai kadar air kesetimbangan sebesar 8% ± 1%. Kadar air
kesetimbangan tidak dijadikan sebagai faktor yang mempengaruhi perlakuan.
Benih dengan vigor tinggi tidak mengalami proses pengusangan.
Vigor benih pada penelitian ini dihubungkan dengan tolok ukur indeks vigor
(IV). Setelah dilakukan pengusangan atau penderaan, lot-lot benih diuji frekuensi
bunyinya. Pengambilan data frekuensi sama halnya dengan percobaan pertama,
13
yaitu data frekuensi yang diambil hanya frekuensi yang mencapai Å = 1 sebanyak
satu kali. Data yang telah terkumpul selanjutnya dianalisis menggunakan analisis
regresi dan korelasi.
Persamaan regresi (Tabel 5) menunjukkan bahwa pengaruh terendah dari
varietas benih dan indeks vigor terhadap frekuensi terjadi pada varietas Srikandi
Putih. Pengaruh tertinggi dari varietas dan indeks vigor terjadi pada benih varietas
Bisma. Perbedaan pengaruh tersebut diduga karena komposisi kimia yang berbeda
pada masing-masing varietas. Data selanjutnya dianalisis menggunakan analisis
ragam (ANOVA) untuk mengetahui pengaruh ukuran dan tingkat vigor terhadap
frekuensi.
Tabel 5 Persamaan regresi antara varietas dan indeks vigor terhadap frekuensi
yang dihasilkan
Perlakuan
Srikandi Putih (Benih
Besar) pada 3 tingkat
vigor
Persamaan Regresi
Nilai R²
Nilai r
y = 425.6 + 0.544x
0.173
0.42
Bisma (Benih Sedang)
pada 3 tingkat vigor
y = 344.9 – 1.505x
0.370
0.61
SD-III (Benih Kecil)
y = 518.5 + 1.408x
0.254
pada 3 tingkat vigor
R2= determinasi; r = korelasi ; y = frekuensi; x = indeks vigor
0.51
Hasil analisis ragam (Tabel 6) menunjukkan bahwa faktor varietas dan
tingkat vigor serta interaksi antara varietas dan tingkat vigor tidak berpengaruh
nyata terhadap frekuensi benih yang dihasilkan. Faktor varietas dan tingkat vigor
serta interaksi antara varietas dengan tingkat vigor berpengaruh sangat nyata
terhadap hampir seluruh tolok ukur viabilitas dan vigor, untuk tolok ukur
kecepatan tumbuh dipengaruhi secara nyata oleh interaksi varietas dengan tingkat
vigor. Interaksi antara varietas dan tingkat vigor tidak berpengaruh nyata
terhadap tolok ukur indeks vigor.
Tabel 6 Pengaruh varietas dan tolok ukur pengamatan terhadap frekuensi
Sumber
keragaman
Varietas
Tingkat
Vigor
Interaksi
Tolok ukur
DB
(%)
IV
(%)
PTM
(%)
KCT
(%etmal-1)
BKKN
(g)
Frekuensi
(Hz)
**
**
**
**
**
tn
**
**
**
tn
**
**
**
*
**
**
tn
tn
**berbeda nyata pada α = 1%, *berbeda nyata pada α = 5%, tn tidak berbeda nyata pada α = 5%
Hasil uji DMRT (Tabel 7) menunjukkan bahwa varietas SD-III pada setiap
tingkat vigor berbeda nyata terhadap seluruh tolok ukur viabilitas dan vigor, tetapi
tidak berbeda nyata terhadap frekuensinya. Frekuensi yang dihasilkan oleh
14
seluruh perlakuan menunjukkan bahwa frekuensi tidak berbeda nyata sehingga
tidak dapat menggambarkan kondisi benih tersebut. Pengaruh yang tidak nyata ini
dikarenakan waktu pengusangan yang kurang lama sehingga perlakuan yang
diinginkan tidak tercapai dan mempengaruhi frekuensi bunyi yang dihasilkan.
Frekuensi yang terekam pada percobaan kedua ini belum bisa menggambarkan
kondisi benih yang sebenarnya. Penurunan viabilitas dan vigor relatif lebih cepat
terjadi pada benih berukuran kecil. Benih berukuran sedang dan besar cenderung
mampu mempertahankan viabilitas dan vigornya. Hasil penelitian Hussaini et al.
(1984) mengemukakan bahwa ukuran benih jagung yang lebih besar setelah
mengalami penderaan masih mempunyai kemampuan berkecambah dan vigor
yang lebih tinggi dibanding benih yang lebih kecil. Demikian pula terhadap
kecepatan tumbuh dan berat kering kecambah yang semakin menurun dengan
semakin mengecilnya ukuran biji.
Tabel 7 Pengaruh varietas benih dan tingkat viabilitas terhadap tolok ukur
pengamatan
Varietas
(ukuran)
Srikandi
Putih (Besar)
Bisma
(Sedang)
SD-III
(Kecil)
Tingkat
vigor
Tolok ukura
KCT
PTM (%)
(%/etmal)
BKKN (g)
Frekuensi
(Hz)
26.006b
1.4440bcd
466.22
90.653bcd
28.643ab
1.2700d
439.42
48.027b
83.083d
20.877c
1.2400d
478.83
99.333a
87.640a
99.333a
32.420a
1.7300ab
469.21
Sedang
99.333a
58.667b
99.333a
31.333a
1.9200a
411.17
Rendah
94.517ab
61.237b
94.517ab
25.767bc
1.5933bc
428.58
Tinggi
86.000cd
42.000b
86.000cd
20.830c
1.4100cd
482.22
Sedang
57.090e
22.123c
57.090e
14.963d
0.8800e
450.2
0.6600e
524.63
DB (%)
IV (%)
Tinggi
92.368abc
60.572b
92.368abc
Sedang
90.653bcd
62.017b
Rendah
83.083d
Tinggi
Rendah
45.277f
16.223c 45.277f
7.203e
Angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%
a
Frekuensi yang dihasilkan oleh benih juga dipengaruhi oleh struktur fisik
dan komposisi kimia pada masing-masing varietas. Varietas SD-III merupakan
jagung manis yang memiliki struktur fisik benih berkeriput. Struktur tersebut
dipengaruhi oleh kandungan gula yang jauh lebih tinggi dibandingkan varietas
Srikandi Putih dan Bisma. Varietas Srikandi Putih memiliki struktur fisik lebih
pipih dan komposisi kimia yang berbeda yaitu kadar protein yang tinggi, sehingga
mempengaruhi terhadap frekuensi yang dihasilkan. Frekuensi yang dipengaruhi
oleh varietas dan indeks vigor cenderung fluktuatif di ketiga varietas (Gambar 4).
Frekuensi tertinggi dihasilkan oleh varietas SD-III pada indeks vigor yang rendah.
Terdapat faktor lain yang mempengaruhi frekuensi bunyi selain varietas, kadar air
dan vigor yaitu posisi benih saat jatuh. Benih jagung memiliki bentuk atau
morfologi benih yang cenderung membulat dan meruncing. Struktur benih jagung
yang berbeda pada kedua sisinya menyulitkan untuk menentukan posisi atau
bagian jagung yang mengenai kaca saat dilakukannya uji deteksi bunyi. Faktor ini
didukung oleh komposisi kimia yang berbeda pada bagian benih jagung itu sendiri.
Benih dengan posisi bagian endosperma jatuh lebih dulu akan menghasilkan
15
frekuensi yang berbeda dengan posisi tip cap benih yang jatuh lebih dulu
(Lampiran 3). Inglett (1987) menyatakan bahwa kandungan pati pada endosperma
berbeda dengan tip cap, sehingga akan menghasilkan frekuensi yang berbeda pula.
Tip cap adalah bagian yang menghubungkan biji dengan janggel. Hal ini membuat
data yang diperoleh pada setiap ulangan berbeda-beda akibat posisi jatuhnya
benih yang beragam dan sulit dikendalikan. Faktor lainnya yaitu bobot per butir
benih yang juga terkait komposisi kimia yang terkandung dalam benih. Faktor ini
sebaiknya menjadi parameter yang dilibatkan karena mempengaruhi frekuensi
yang dihasilkan.
600.00
Frekuensi (Hz)
500.00
400.00
300.00
Srikandi Putih (Besar)
200.00
Bisma (Sedang)
SD-III (Kecil)
100.00
0.00
V1
V2
V3
Indeks vigor (%)
Gambar 4 Hubungan varietas dan indeks vigor terhadap frekuensi bunyi
yang dihasilkan
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Frekuensi bunyi belum dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi kadar air
dan vigor pada benih jagung, tetapi frekuensi bunyi diduga dapat dimaanfaatkan
sebagai penciri varietas.
Saran
Sebagai penelitian awal di bidangnya, sangat disarankan untuk diadakan
penelitian lanjutan. Terdapat banyak faktor yang perlu diperbaiki dalam penelitian
ini. Standarisasi bahan, peralatan dan metode sangat dibutuhkan, sehingga
16
diperoleh metode pengujian benih yang baru dan sesuai ketentuan ISTA yaitu
cepat, mudah dan murah. Perlu diperhatikan pula dengan melibatkan bobot per
butir benih, akan membuat metode penelitian lebih rumit tetapi jauh lebih rinci.
DAFTAR PUSTAKA
Agrawal RL. 1980. Seed Technology. New Delhi (IN): Oxford and IBH
Publishing Co.
Bahtiar SP, Zubachtirodin. 2003. Sistem Perbenihan Jagung. Balai Penelitian
Tanaman Serealia (ID): Maros.
[BPMBTPH]. Badan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura.
2006. Pedoman Laboratorium Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan
Hortikultura. Jakarta (ID): Departemen Pertanian.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Data Tanaman Pangan [Internet]. [diunduh
pada 19 Juli 2013]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/
Copeland LO.1976 Principles of Seeds Science and Technology. Minnesota (US):
Burgess Publisher.
Copeland LO, McDonald. 2001. Principles of seed science and technology. 4th
Edition. London (GB): Kluwer Academic Publishers.
Dina M, Hartati E, Tukiman, Ismiatun. 2006. Pengujian vigor benih: telaah
prospek penerapannya di Indonesia. J Agron Indonesia. 4(4):13-20.
Dryden GM. 2003. Near Infrared Reflectance Spectroscopy: Application in Deer
Nutrition Rural Industries Research and Development Corporation.
Kingston [AU]: [penerbit tidak diketahui].
Gabriel JF. 2001. Fisika Lingkungan. Jakarta (ID): Hipokrates.
Hakim MF, Setiari N, Izzati M. 2009. Kapasitas penyerapan dan penyimpanan air
pada berbagai ukuran gel dari tepung karaginan untuk pembuatan media
tanam jeloponik. Anatomi Fisiologi. 17(1): 15-21.
Hardini N. 1984. Kadar Air dan Cara Penetapannya. Jakarta (ID): Ditjen Pertanian
Tanaman Pangan.
Harrington JF. 1972a. Problem of seed storage. Seed Technology. London (GB).
Butter Worths.
Harrington JF. 1972b. Seed storage longevity. In: Kozlowski TT (Ed). Seed
biology. Vol III. New York: Academic Press. 145-245.
Harrington JF. 1973. Biochemical Basis of Seed Longevity. Seed Science and
Technology.1:453-461.
Hussaini SH, Sarada P, Reddy BM. 1984. Effect of seed size on germination and
vigour in maize. Seed Research. 12(2): 98-101.
Inglett, G. E. 1987. Kernel, Structure, Composition and Quality. Ed. Corn: Culture.
Processing and Products. Avi Publishing Company, Westport.
Islami T, Utomo WH. 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. Semarang (ID): IKIP
Semarang Press.
[ISTA] International Seed Testing Association. 2010. Rules for Seed Testing.
Edition 2010. Zurich (CH): International Seed Testing Association.
17
Justice LO, Bass LN. 1990. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. Roesli R,
penerjemah. Jakarta (ID): CV Rajawali. Terjemahan dari: Principles and
Practices of Seed Storage.
Justice LO, Bass LN. 2002. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. Volume ke3. Roesli R, penerjemah. Jakarta (ID): PT Raja Grafindo Persada.
Terjemahan dari: Principles and Practices of Seed Storage.
Koes F, Rahmawati. 2009. Pengaruh lama penyimpanan terhadap mutu benih dan
produktivitas jagung. Di dalam: Saenong S, Djamaluddin, Pabbage MS,
Zubachtirodin, Azrai M. Prosiding Seminar Nasional Serealia; 2009 Jul 2830; Maros, Indonesia. Maros (ID): Balitsereal. hlm 283-289.
Kartasapoetra, Ance G. 2003. Teknologi Benih. Jakarta (ID): Rineka Cipta.
Lestander T. 2003. Multivariate NIR studies of seed-water interaction in scots
pine seeds (Pinus sylvestris L.) [doctoral thesis]. Umea (SE): Swedish
University of Agricultural Sciences.
Malik SAM, Al-Matterneh HMA, Nurudin MF. 2002. Reviem of Nondestructive
Testing and Evaluation on Timber, Wood and Wood Product. The 7th World
Conference on Timber Engineering; 2002 Agustus 12-15; Shah Alam,
Malaysia. Shah Alam (Malaysia): [penerbit tidak diketahui]. P 346-353.
Mediastika CE. 2005. Akustika Bangunan. Jakarta (ID): Erlangga.
Purwono, Hartono R. 2005. Bertanam Jagung Unggul. Jakarta (ID): Penebar
Swadaya
[Puslitbangtan] Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2006.
Pengembangan jagung di lahan bera. Berita Puslitbangtan. Bogor.
Rochani, S. 2007. Bercocok Tanam Jagung. Jakarta (ID): Azka Press.
Saenong S. 1989. Kontribusi vigor awal terhadap daya simpan benih jagung (Zea
mays L.) dan kedelai (Glycine max L. (Merr)) [disertasi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Saenong S, Syafruddin N, Widiyati, Arief R. 1999. Penetapan cara pendugaan
daya simpan benih jagung. Teknologi Unggulan, Pemacu Pembangunan
Pertanian Vol. 2, 2 Januari 1997. Badan Litbang Pertanian.
Sadjad S. 1993. Dari Benih Kepada Benih. Jakarta (ID): PT Gransindo.
Sadjad S. 1994. Kuantifikasi Metabolisme Benih. Jakarta (ID): PT Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Sadjad S, Muniarti E, Ilyas S. 1999. Parameter Pengujian Vigor Benih dari
Kompetitif ke Simulatif. Jakarta (ID): PT Gramedia Widisarana Indonesia.
Santosa IE. 2002. Oxidative stress and pathogenic attack in plants, studied by
laser based photoaccoustic trace gas detection [PhD thesis]. Nijgemen (NL):
Radboud University.
Smith RS, Ellis MA.1980. Soybean nodulation as influenced by seedling vigor.
Agron J. 72(4): 605-608.
Soltani. 2003. Improvement of seed germination of fagus orientalis lipsky
[doctoral thesis]. Uppsala (SE): Swedish University of Agricultural Sciences.
Suwardi. 2010. Kajian pengaruh penggunaan gelombang bunyi terhadap
pertumbuhan benih kedelai. Jurnal Fisika FLUX. 7(2):170-176.
Suhartanto MR. 2003. Fluoresen klorofil benih: parameter baru dalam penentuan
mutu benih. J Agron Indonesia. 31(1):26-30.
Taranggono AU, Rachmat U, Subagya H. 1994. Fisika 3b. Jakarta (ID): Buni
Aksara.
18
Lampiran 1 Varietas benih yang digunakan
Varietas Srikandi Putih
Varietas Bisma
Varietas SD-III
Lampiran 2 Alat deteksi bunyi dan sepsifikasi
Nama dan gambar alat
Sensor Pasco Scientific CI-6506B
Science Workshop® 750 Interface
Sumber: www.pasco.com
Lampiran 3 Struktur benih jagung (Zea mays L.)
Sumber: bioweb.sungrant.org
Spesifikasi alat
Frequency response : 20˗7200 Hz
Decibel range : 45˗100 dB
Signal-to-Noise ratio : < 60 dB
Amplification : 2 stages condition
low-level signals
Output voltages : ± 10 volts
Pin configuration : 8 pin DIN plug
on box
Analog samples up to 250 000
samples/ second
Internal power amplifier for DC
supply and wave fuction generation
up to 300 mA
12 bits of AC amplitude precision,
allowing amplitude adjustments in
steps of 2.4 mV
AC wave frequency generation up
to 50 kHz
Upgradable firmware via flash
ROM
19
Lampiran 4
Cara kerja alat :
1. Benih dimasukkan melalui lubang pipa paralon
2. Benih jatuh diatas alas kaca yang diletakkan dekat sensor
3. Frekuensi suara yang dihasilkan oleh benih diteruskan melalui kabel
menuju alat pemindai dan komputer (3a dan 3b).
4. Frekuensi suara dibaca pada komputer untuk mengetahui f