Adapun aspek negatif dari monopoli adalah sebagai berikut:
33
1. Monopoli membuat konsumen tidak mempunyai kebebasan memilih produk
sesuai dengan kehendak dan keinginan mereka. Jika penawaran sepenuhnya dikuasai oleh seorang produsen, secara praktis para konsumen tidak punya
pilihan lain. Dengan kata lain, mau tidak mau konsumen harus menggunakan produk satu-satunya itu.
2. Monopoli membuat posisi konsumen menjadi rentan di hadapan produsen.
Ketika produsen menempati posisi sebagai pihak yang lebih dibutuhkan daripada konsumen, terbuka peluang besar bagi produsen untuk merugikan
konsumen melalui penyalahgunaan posisi monopolistiknya. Antara lain, menjadi bisa menentukan harga secara sepihak, secara menyimpang dari biaya
produksi riil. 3.
Monopoli juga berpotensi menghambat inovasi teknologi dan proses produksi. Dalam keadaan tidak ada pesaing, produsen lantas tidak memiliki motivasi
yang cukup besar untuk mencari dan mengembangkan teknologi dan proses produksi baru. Akibatnya, inovasi teknologi dan proses produksi akan
mengalami stagnasi.
B. Monopoli dalam Undang-Undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Selama masa pemerintahan Orde Baru, kebijakan melindungi kepentingan nasional baik dalam bentuk proteksi terhadap industri yang baru tumbuh infant
industry maupun dalam bentuk kebijakan monopoli dianggap sangat tepat.
33
Ibid.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Namun dalam perkembangan selanjutnya monopoli cenderung dinilai sebagai kebijakan yang negatif bagi pertumbuhan ekonomi. Bahkan monopoli telah
menjadi kebijakan yang sangat merugikan banyak pihak baik bagi pelaku usaha competitor maupun konsumen. Meski tidak semua buruk, citra monopoli
dianggap sebagai kejahatan crime, padahal banyak kegiatan ekonomi akan lebih baik dan efisien jika dilakukan secara monopolis. Sejumlah kegiatan ekonomi
seperti listrik, migas, air, telekomunikasi dan sebagainya pernah menjadi kegiatan usaha yang dimonopoli Negara, melalui BUMN, negara hadir melayani kebutuhan
masyarakat yang teresebar di seluruh pelosok negara.
34
Pengertian monopoli dijelaskan dalam Undang-Undang No.5 Tahun 1999 Pasal 1 angka 1 yaitu monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau
pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha. Sedangkan untuk penerapan ketentuan
monopoli diatur dalam Bab IV, mengenai Kegiatan Yang Dilarang. Adapun berbunyi sebagai berikut:
35
1. Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau
pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
2. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi
dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud ayat 1 apabila:
34
Tadjuddin Noor Said, “Monopoli dan Kesejahteraan,” http:bangtadjoe.blogspot.com200901monopoli-negara-dan-kesejahteraan-dalam.html diakses
pada tanggal 15 Agustus 2012.
35
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Bab IV.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
a. Barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada subsitusinya; atau;
b. Mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan
usaha barang dan atau jasa yang sama; atau c.
Satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50 lima puluh persen pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Dapat dijabarkan unsur-unsur dalam Pasal 17 ini adalah sebagai berikut: 1.
Pelaku Usaha Sesuai dengan Pasal 1 Angka 5 dalam ketentuan umum Undang-Undang No.5
Tahun 1999, pelaku usaha adalah “Setiap Orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian,
menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi” 2.
Penguasaan Yang dimaksud penguasaan adalah penguasaan yang nyata atas suatu pasar
bersangkutan oleh satu atau lebih pelaku usaha sehingga dapat menentukan dan mengendalikan harga barang dan atau jasa di pasar.
3. Barang
Sesuai dengan Pasal 1 Angka 16 dalam Ketentuan Umum Undang-Undang No.5 tahun 1999, “Barang adalah setiap benda, baik berwujud maupun tidak
berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku
usaha”
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4. Jasa
Sesuai dengan Pasal 1 Angka 17 dalam Ketentuan Umum Undang-Undang No.5 tahun 1999, “Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau
prestasi yang diperdagangkan dalam masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha”.
5. Praktek Monopoli
Sesuai dengan Pasal 1 angka 2 dalam Ketentuan Umum Undang-Undang No.5 tahun 1999, “Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu
atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan
persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum”. Meskipun kata yang dipakai dalam peristilahan adalah “monopoli” tetapi
penerapan ketentuan yang termuat dalam Pasal 17 tidak hanya mencakup monopoli dalam arti kata sebenarnya yaitu stuktur pasar yang hanya terdapat satu
pemasok di suatu pasar bersangkutan, tetapi lebih dari itu. Ketentuan ini berlaku apabila tidak terdapat oligopoli sebagaimana dimaksud Pasal 4, melainkan pada
stuktur pasar lain, hal ini jelas sekali di Pasal 17 ayat 2 butir c, satu peserta menguasai pasar, khususnya apabila memegang pangsa pasar lebih dari 50 lima
puluh persen.
36
Ketentuan pangsa pasar 50 lima puluh persen berperan utama dalam praktik sebagai batasan awal penyelidikan karena penelitiannya relatif lebih
mudah. Selain itu jangkauan Pasal 17 lebih luas dari jangkauan Pasal 4, karena ketentuan Pasal 4 terbatas kepada pasar oligopoli, biasanya hanya diperdagangkan
36
Knud Hansen, Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Jakarta:PT Tema Baru 2002, hlm.275.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
barang homogen.
37
Sebaliknya, Pasal 17 juga dapat diterapkan terhadap pasar barang heterogen, seandainya satu pesaing sendirian memiliki pangsa pasar 50
lima puluh persen lebih. Dengan demikian, standar tersebut hanya berlaku untuk pesaing yang penguasaan atas pasarnya dapat diduga berdasarkan pangsa pasar
atau situasi tertentu, tanpa memperhatikan stuktur pasar bersangkutan
38
. Asumsi menurut undang-undang, yang termuat di Pasal 17 ayat 2 baru
mulai berlaku apabila akibat posisi dominan di pasar kemungkinan besar akan terjadi atau telah terjadi penyalahgunaan sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 2
dan 6, yaitu yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Dugaan yang dapat dibantah malah sangat terbatas
karena hasil pemeriksaan harus dinilai atas dasar rule of reason.
39
Pasal-pasal dalam
Undang-Undang No.5 Tahun 1999 menggambarkan bentuk dari pendekatan per se illegal ini melalui pasal yang sifatnya imperatif
dengan interpretasi yang memaksa, sebagai kebalikan dari pendekatan per se illegal
maka pendekatan rule of reason menggunakan alasan-alasan pembenaran apakah tindakan yang dilakukan walupun bersifat anti persaingan tetapi
mempunyai alasan pembenara yang menguntungkan dari pertimbangan sosial, keadilan ataupun efek yang ditimbulkannya serta juga maksud intent.
40
Ketentuan-ketentuan Pasal 17 tersebut di atas seperti tidak adanya persaingan substitusi, penciptaan hambatan masuk dan lain-lain harus dilihat
secara kritis, bahwa aspek tersebut perlu dianggap sebagai kriteria relevansi oleh lembaga pengawas anti monopoli dalam hal ini adalah KPPU.
37
Ibid.
38
Ibid.
39
Ibid.
40
Ningrum Natasya Sirait, Op.Cit., hlm. 81.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
C. Monopoli dalam Peraturan KPPU.