DISTRIBUTION STORE DAN PERILAKU KONSUMTIF REMAJA ( Studi Deskriptif Kualitatif tentang Fenomena Distribution Store (Distro) dan Perilaku Konsumtif di kalangan pelajar di SMA Negeri 4 Surakarta

(1)

DISTRIBUTION STORE DAN PERILAKU KONSUMTIF REMAJA ( Studi Deskriptif Kualitatif tentang Fenomena Distribution Store (Distro) dan Perilaku Konsumtif di kalangan pelajar di SMA Negeri 4 Surakarta )

Disusun Oleh :

NOVITA AYU HARTANTRIE

D 0304009

SKRIPSI

Diajukan Guna Melengkapi dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

JURUSAN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2008


(2)

HALAMAN PERSETUJUAN

Diajukan Untuk Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pembimbing,

Drs. Mahendra Wijaya. M.Si

NIP. 131658540


(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Telah Diuji dan Disahkan Oleh Panitia Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada Hari : Tanggal :

Panitia Penguji :

1. Prof. Dr. RB. Soemanto, MA (...) NIP. 130 604 171

2.Eva Agustinawati, S.Sos, M.Si (………)

NIP. 132 134 695

3.Drs. Mahendra Wijaya. M.Si (...) NIP. 131 658 540

Disahkan Oleh :

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta

Dekan,

Drs. H. Supriyadi SN, SU NIP. 130 936 616


(4)

Ucapan Terima Kasih…

Tuhan YME, yang membuat segalanya terjadi pada saya. Semua kejadian yang saya alami selama 22 tahun ini, yang sedih sekalipun, selalu menjadi

great inspirator di kemudian hari...walaupun kadang kurang bijak menyikapinya pada saat betul – betul mengalaminya.

Kedua orang tuaku, untuk cinta, doa dan dukungan yang tak pernah putus. Karya kecil ini kupersembahkan untuk Papa dan Mama, semoga akan sedikit

menghapus cucuran keringat yang telah kalian berikan padaku... Kakakku Wahyudo Tora Hananto, SH, dan kakak iparku Niken Widyarani

terima kasih untuk semua pengertian dan bantuannya untukku. Happy Married, selamat menunggu kelahiran calon adik bayi.

Adikku tersayang yang paling manja, paling imyut, paling cute (ngakunya gitu) Karina Ajeng Hanavitrie, the best sister I ever had

Belajar lebih rajin lagi yach,,,

Eyang Papi dan Eyang Mami serta Eyang Kakung,,yang telah berada di sisi – Nya semoga bangga melihatku,,. Eyang Putri, miss U so much…

Citra Mahesa Nusantara, best I ever had....

Cinta yang telah memberiku semangat, kebahagiaan dan kesempatan Thank you so much for always be there after all these time. Wish you luck, happiness, and for every next best thing to come you…!!!!!so glad tohaving

you..!!! Life is full of roads we travel on, some we wish never passed..But, there’s one road I’ll never regret..That’s the road where we meet...

Sahabat-sahabatku dulu, sekarang dan nanti, yang selalu menjadi inspirasi..Ayuk (makasih ya buat slalu ngertiin dan bantu aku terus, kamu

emang sahabat sejatiku), Tam2 (makasih banget udah mau dan rela jadi tukang ketikku,teman yang siaga nganterin kemanapun kakiku melangkah),

Nanax Pooh ( what can I do without you..??? Thanks a lot nax,,pinjeman bukunya sungguh sangat membantuku , foto2nya sangat perfect..jadi foto jaket

kulit ga’ nax????), Putri Byuntet, S.Sos (Ingatlah aku selalu ada untukmu,, saatnya memulai hidup di dunia kerja Cin… ), Khelmy (terima kasih untuk semua yang kamu beri untukku), Keluarga besar ViaNita ( makasih sudah mau mendengar curhatku yang kadang ga bermutu, kalian selalu bisa bikin aku feel better about myself everytime I feel the world is not on my side but both of you are the best..heeeeeeemmm boneka bajulwatinya sekarang udah

ga pantas jadi maskotku,,,kan udah insaf ) sekarang ganti boneka Panda aja yach…!!!!!ayo2 kapan kita Heping Pan lagi guys….???, mbak Lia dan mas


(5)

Teman senasib sepenanggungan, yang bikin masa – masa patah hati jadi lebih menyenangkan…Papa Justo, Adi, Bendot ( trio kwek – kwek yang solid ), Aryo dan Angga ( ingat perjanjian sehidup semati kita,,kalian teman diskusiku

yang sejati ), Nyo2 ( ayo nyah segera menyusul, smangat!!!), Luhung (jarang ketemu yach sekarang,,),

Dina S.Sos, Wury + Bondan, Fatma, Tyas, Bang Rendra, Oshin, Ageng, Dimas, Mala, dan semua temen-teman Sos 04 yang tidak bisa kusebutkan satu

persatu,,,,Terima kasih banyak.

Keluarga besar HIMASOS ( Pak Ketum Sukro, Dek Bram hwuehehehehe, Arif, Penyol, Anus (masih niat jadi adik ipar ga?), Okta, Sugeng, Fatwa + Pak

Ndoetzzz ( makasih utangan pulsanya ) HIMALAKIR, pak Rus,, trimakasih udah jagain motorku)

Kakak2 tingkatku,,,Peny, Rini, Mega (tiga bersaudara), Mz Ervan + mb. Esti, mz Haris, Mz Yanu, mb.Senja, mb. Isti,,,terima kasih sudah rela kubuat repot

dengan berbagai pertanyaan bodohku…

Teman – teman kost Latansa, you guys are such an angel, thanks for being the helping hand.

Henry F ebriyanto,..akhirnya aku bisa lulus berkat motivasimu. Dan ketika saat ini tiba, kamu sudah tak bersamaku lagi. Seburuk apapun kejadian itu, seindah apapun kebersamaan kita,

Semua hanya tinggal kenangan.

Tanpa saat-saat itu, tak akan ada dewasaku seperti saat ini. Semoga bahagia dengan pilihan hatimu

Orang – orang yang pernah mengisi indahnya masa laluku, terima kasih pernah memberi aku arti dan menjadikanku seperti sekarang ini.

Maaf aku tak bisa membalas semua kasih sayang kalian.. Sragen, Solo, Jogja…nice place!

Teman – teman yang ga kusebut, bukan berarti ga ingat dan ga sayang lho. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak

bisa di sebutkan satu persatu, terima kasih banyak.

Makasih buat duniaku yang selalu mengikuti kemana aku pergi dan selalu menunggu kejadian-kejadian yang akan merubahku.

Surakarta, April 2008 Penyusun


(6)

KATA PENGANTAR

Dengan rencana-Nya yang indah, puji syukur kepada Tuhan YME yang membuat segalanya terjadi sehingga penyusun dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul “DISTRIBUTION STORE DAN PERILAKU KONSUMTIF REMAJA (Studi Deskriptif Kualitatif tentang Fenomena Distribution Store (Distro) dan Perilaku Konsumtif di kalangan pelajar di SMA Negeri 4 Surakarta )

Penyusun menyadari bahwa keberhasilan dalam menyelesaikan skripsi ini tentu saja tidak terlepas dari adanya bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penyusun menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada :

1. Drs. H. Supriyadi SN. SU selaku Dekan FISIP UNS.

2. Dra. Hj. Trisni Utami, MSi selaku Ketua Jurusan Sosiologi FISIP UNS. 3. Drs. Mahendra Wijaya. Msi, selaku Pembimbing Skripsi yang telah

banyak membantu memberikan bimbingan, pengarahan serta saran dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini.

4. Drs. Pandjang Sugiharjono, selaku Pembimbing Akademis yang banyak membantu dan membimbing dalam menyelesaikan studi.

5. Prof. Dr. RB. Soemanto, MA dan Eva Agustinawati, S.Sos, M.Si, selaku penguji skripsi.

6. Seluruh dosen yang telah memberikan ilmunya kepada penyusun serta seluruh staf fakultas yang telah membantu.

7. Drs. Edy Pudiyanto, MPd, selaku Kepala Sekolah SMA Negeri 4 Surakarta.


(7)

8. Hariyanto, SPd, MPd, selaku Wakasek Humas SMA Negeri 4 Surakarta, atas ijin, rekomendasi, saran, dukungan dan banyak kemudahan yang diberikan kepada penyusun.

9. Seluruh informan, terima kasih banyak atas waktunya.

10.Pemilik Distro dan karyawan Inside, Tom Cat, Indiestro, Hoofd, Area 27, Evol, Rowns, Green House, Doors Distro, Moveable.

11.Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak bisa di sebutkan satu persatu, terima kasih banyak.

Akhir kata, semoga karya kecil ini mampu memberikan masukan bagi seluruh pihak yang terkait pada umumnya dan dapat memberi manfaat bagi siapapun yang membaca dan mengkaji karya ini.

Surakarta, April 2008


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ... i

Halaman Persetujuan... ii

Halaman Pengesahan ... iii

Motto... iv

Persembahan ... v

Kata Pengantar ... vi

Daftar Isi ... viii

Daftar Tabel ... xii

Daftar Bagan dan Matrik... xiii

Daftar Gambar... xiv

Abstrak ... xv

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Telaah Pustaka ... 10

a. Batasan Konsep... 10

b. Landasan Teori... 21

F. Kerangka Berpikir... 31


(9)

H. Metode Penelitian ... 34

1. Lokasi Penelitian ... 34

2. Jenis Penelitian... 35

3. Sumber Data... 35

4. Teknik Pengumpulan Data... 36

5. Teknik Pengambilan Sampel ... 37

6. Validitas Data... 37

7. Teknik Analisa Data... 38

BAB II DESKRIPSI PELAJAR DAN DISTRO DI SURAKARTA ... 40

DESKRIPSI LOKASI... 40

A. Gambaran Umum ... 40

B. Profil Sekolah... 42

1.1. Sejarah... 42

1.2. Motto, Visi dan Misi Sekolah ... 44

1.3. Keadaan Siswa ... 45

1.4. Prestasi siswa SMA Negeri 4 tahun Pelajaran 2006/2007 45 1.5. Struktur Organisasi ... 49

1.6. Surakarta dan Modernitas ... 50

C. Distro dan Identitas Kaum Muda ... 52

D. Distro di Surakarta ... 56

1. INSIDE... 56

2. ROWNS ... 58


(10)

4. INDIESTRO... 62

5. TOMCAT... 64

6. GREEN HOUSE ... 66

7. DOORS ... 68

8. HOOFD... 70

9. MOVEABLE ... 72

10.AREA 27... 74

E. Gaya Hidup Para Pelajar SMA di Surakarta ... 76

BAB III DISTRO DAN PERILAKU KONSUMTIF ... 81

A. Karakteristik Sosial Ekonomi Informan ... 81

B. Pemahaman para Pelajar tentang Distro ... 92

11.Distro; Perbelanjaan, Keunikan dan Praktis ... 92

12.Distro; Arena Refresing ... 98

13.Distro; Media Interaksi Sosial... 102

C. Perilaku Konsumtif di Kalangan Pelajar... 106

D. Alasan Pemilihan menggunakan Produk Distro ... 114

BAB IV PEMBAHASAN ... 124

BAB V PENUTUP... 141

A. Kesimpulan ... 141

B. Implikasi... 145

Implikasi Empiris ... 145

Implikasi Teoritis ... 155


(11)

C. Saran-saran... 163 DAFTAR PUSTAKA ... 166 LAMPIRAN


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I : Tingkat Partisipasi Penduduk terhadap Pendidikan

di Surakarta tahun 2007………... 41

Tabel II : Data Jumlah Sekolah di Surakarta tahun 2007……… 42

Tabel III : Jumlah Siswa SMA Negeri 4 Surakarta……… ... 45

Tabel IV : Tingkat Kelulusan Siswa SMA Negeri 4 Surakarta ... 46

Tabel V : Rata-rata Nilai UAN Siswa SMA Negeri 4 Surakarta ... 46

Tabel VI : Prestasi Akademik dan Non Akademik Siswa SMA Negeri 4 Surakarta ... 47


(13)

DAFTAR BAGAN DAN MATRIK

Halaman

Bagan 1 : Kerangka Berpikir ... 31

Bagan 2 : Teknik Analisis Data ... 38

Bagan 3 : Struktur Organisasi SMA Negeri 4 Surakarta ... 49


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

14.Gambar 1 : INSIDE... 56

15.Gambar 2 : Produk Inside ... 57

16.Gambar 3 : ROWNS ... 58

17.Gambar 4 : Produk Rowns ... 59

18.Gambar 5 : EVOL ... 60

19.Gambar 6 : Produk Evol... 61

20.Gambar 7 : INDIESTRO... 62

21.Gambar 8 : Produk Indiestro ... 63

22.Gambar 9 : TOMCAT... 64

23.Gambar 10 : Produk Tomcat ... 65

24.Gambar 11 : GREEN HOUSE ... 66

25.Gambar 12 : Produk Green House ... 67

26.Gambar 13 : DOORS ... 68

27.Gambar 14 : Produk Doors ... 69

28.Gambar 15 : HOOFD ... 70

29.Gambar 16 : Produk Hoofd... 71

30.Gambar 17 : MOVEABLE ... 72

31.Gambar 18 : Produk Moveable ... 73


(15)

ABSTRAK

NOVITA AYU HARTANTRIE, DO3O4OO9, DISTRIBUTION STORE DAN PERILAKU KONSUMTIF REMAJA (Studi Deskriptif Kualitatif tentang Fenomena Distribution Store (Distro) dan Perilaku Konsumtif di kalangan pelajar di SMA Negeri 4 Surakarta), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Pasar Distro umumnya seputar fashion dan pernak pernik kaum muda, dikarenakan produksinya yang tidak terlalu banyak, produk keluaran Distro ini malah terlihat eksklusif dan unik. Remaja merupakan masa – masa yang masih terbilang kurang stabil dan bersifat dinamis, terutama masih dalam tahap pencarian akan sebuah identitas diri dengan tuntutan berbagai kebutuhan dan cenderung berlaku konsumtif. Oleh karena itu tidaklah mengherankan kalau berbagai produk yang ditawarkan dari sebuah distro lebih ditujukan untuk kalangan remaja. Hal ini didukung dengan konsep distro secara keseluruhan yang sangat identik dengan jiwa anak muda khususnya remaja.

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisa mengenai gaya hidup dan perilaku konsumtif di kalangan pelajar dalam masyarakat dan untuk mengkaji secara mendalam penyebab mengapa para remaja khususnya para pelajar memilih produk yang di jual di distro sebagai sarana untuk merealisasikan perilaku konsumtif mereka.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif kualitatif dalam menggali data-data dari lapangan, yaitu melalui teknik wawancara mendalam, observasi langsung, serta data primer yang didapat dari hasil wawancara. Untuk menguji validitas data digunakan trianggulasi data. Trianggulasi mencerminkan suatu upaya untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam mengenai fenomena yang sedang diteliti. Pengambilan sample penelitian ini adalah melalui purposive sampling yaitu pemilihan secara sengaja dengan maksud menemukan apa yang sesuai dengan tujuan penelitian dan jumlah sample yaitu enam orang pelajar SMA Negeri 4 yang memilih distro sebagai tempat berbelanja.

Dari serangkaian data yang diperoleh di lapangan kita dapat menarik sebuah kesimpulan bahwa kehadiran distro sebagai salah satu tempat mengaktualisasikan diri dalam berkonsumsi, merupakan fenomena baru yang bermunculan di kota-kota di Indonesia (termasuk Surakarta). Kehadiran tempat perbelanjaan seperti distro di Surakarta, memiliki arti, peran, fungsi tersendiri bagi para remaja, khususnya pelajar. Peran penting distro yang paling utama adalah distro sebagai tempat untuk melakukan berbagai aktivitas konsumsi seperti berbelanja, jalan-jalan maupun bersosialisasi. Bagi para informan dalam penelitian ini, kehadiran sebuah distro tetap merupakan suatu kebutuhan tersendiri. Oleh karena itu, nampaknya eksistensi distro sebagai salah satu tempat perbelanjaan di Surakarta, yang berperan sebagai tempat masyarakat konsumer Surakarta (termasuk informan dalam penelitian ini) untuk mencari dan memenuhi apa yang mereka perlukan, akan tetap eksis dan terus berlangsung.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Globalisasi merupakan suatu konsep kebudayaan yang menjadi wacana sentral dalam disiplin ilmu sosial saat ini. Jika kita memahami globalisasi dari sudut pandang historis maka seolah – olah globalisasi merupakan isu sesaat yang segera lenyap ditengah – tengah realita. Akan tetapi dalam kenyataannya, isu globalisasi masih tetap hangat dan menjadi salah satu topik yang selalu beredar.

Masyarakat konsumen tumbuh beriringan dengan sejarah globalisasi ekonomi dan transformasi kapitalisme konsumsi yang ditandai dengan menjamurnya pusat perbelanjaan. Tak bisa dilupakan pula globalisasi industri media dari mancanegara telah menjadi pemicu persemaian gaya hidup. Melalui bacaan kawula muda banyak ditawarkan gaya hidup dengan budaya selera di seputar perkembangan trend busana, problema gaul, pacaran, shopping dan acara mengisi waktu senggang yang jelas perlahan tapi pasti akan ikut membentuk budaya kawula muda yang berorientasi gaya hidup fun. ( David Chaney. 1996:9 )

Saat ini gelombang globalisasi dan liberalisme ekonomi dunia telah melanda hampir di seluruh negara di dunia dan tidak terkecuali di Indonesia. Hal ini dapat dilihat bahwa salah satu hal yang paling menonjol yang dilakukan kapitalisme adalah dengan sengaja menciptakan “kebutuhan –


(17)

kebutuhan baru” dalam kehidupan masyarakat. Mereka selalu mendorong manusia untuk berkonsumsi banyak dan lebih banyak lagi. Orang mulai terbiasa dengan membeli barang yang sebenarnya sudah tidak mereka perlukan lagi, karena hanya sekedar untuk memenuhi keinginannya untuk berkonsumsi secara berlebihan. Yang pada akibatnya menjadi sesuatu yang wajar dalam suatu sistem kapitalisme karena dengan konsumerisme sistem ini dapat bergerak. Revolusi yang sengaja diciptakan oleh konsumerisme telah memunculkan adanya “kebutuhan – kebutuhan baru” serta mobilitas yang tinggi dalam masyarakat. Oleh karena itu dibutuhkan sarana dan prasarana untuk memenuhi kebutuhan yaitu dengan berbelanja secara cepat dan efektif.

Dengan berkembangnya shopping mall, supermarket – supermarket, toko serba ada dan boutique, telah mengubah konsep ruang dan waktu. Shopping mall sebagai salah satu pusat perbelanjaan menawarkan banyak hal yang bersifat memberikan kemudahan, kepraktisan dan bahkan juga kesenangan. Ini dapat dilihat dari siapa saja yang datang dan berkunjung untuk memanfaatkan shopping mall. Sama halnya dengan pusat perbelanjaan yang lain, segi kemudahan dan kepraktisan yang ditawarkan antara lain yaitu, banyak jenis barang dan jasa yang ditawarkan sehingga pengunjung mempunyai banyak pilihan dalam mengkonsumsi. Selain itu juga diterapkannya sistem satu harga dengan label yang dicantumkan pada setiap barang. Hal ini membuat produsen dan konsumen tidak lagi dipusingkan dengan aktivitas tawar menawar yang cenderung memusingkan dan memakan banyak waktu. Shopping Mall merupakan bentuk nyata dari kapitalisme dan


(18)

masyarakat menjadi sasaran utama bagi tujuannya dalam meraih keuntungan. Shopping Mall tidak hanya menjual barang, tetapi juga menjual mimpi – mimpi dan gaya hidup. Belanja kemudian dilukiskan sebagai sebuah kesenangan di dalam sebuah toko yang mewah dan lengkap.

Seiring dengan berkembangnya waktu, teknologi dan informasi serta semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat, Shopping Mall tidak lagi mampu memberikan kepuasan lebih pada masyarakat. Hal ini tak lain juga dikarenakan rasa puas yang tidak berkesudahan dalam hal mengkonsumsi suatu barang.

Dalam beberapa tahun terakhir ini, kita dihadapkan pada sebuah fenomena baru yaitu muncul dan berkembangnya distribution store atau yang lebih akrab dengan istilah “ distro” . Bermula dari kreatifitas dan idealisme yang dikembangkan ke produksi barang – barang yang unik, yang diawali dari kebutuhan komunitas tertentu. Ciri dari sebuah komunitas tak hanya berdasar pada apa yang mereka lakukan. Tetapi juga terkadang ada yang mereka ungkapkan melalui gaya berpakaian. Kini perkembangan Distro semakin lama semakin meluas bahkan sudah tak asing lagi dimata kita meskipun dipelosok daerah sekalipun. Umumnya Distro diawali dari home industri yang bersifat independent, namun lama – kelamaan peluang bisnis dari industri ini berkembang menjadi bermacam – macam variasi produk dan meluas dari kios ke kios.

Pasar Distro umumnya seputar fashion dan pernak pernik kaum muda, dikarenakan produksinya yang tidak terlalu banyak, produk keluaran Distro


(19)

ini malah terlihat ekslusif dan unik. Dengan harga yang relative murah dan kualitas yang cukup bagus tentu saja produk Distro tak kalah bersaing dengan manufacture lokal yang bermodal besar dan bahkan sudah punya nama. Karena banyaknya ekspresi design symbol – symbol kebebasan kaum muda tak heran jika produk distro mampu merebut hati kaum muda. (

www.distro-online.com ).

Bila ditelusuri kapan tepatnya kemunculan distro, rasanya akan sulit. Karena gaya penjualan distro berawal dari gaya penjualan konvensional yang bisa dikatakan underground ( bergerilya ) dari sebuah bisnis kecil – kecilan yang hanya menggunakan sebidang ruangan yang tak banyak digunakan sebagai “showroom”. Sistem promosinya pun dari mulut ke mulut. Ada hal menarik dari bisnis distro ini, karena bisnis fashion ini kebanyakan dikelola oleh anak – anak muda dengan gaya mereka yang penuh dengan kreatifitas dan idealisme khas anak muda. Dengan kreatifitas mereka ciptakan produk menarik, sementara denagn idealisme mereka ciptakan trend tersendiri hingga menciptakan jaringan pemasaran tersendiri pula. Seperti diketahui, anak muda memang sarat dengan ideology perlawanan, anti kemapanan dan itu pun nampak pada bisnis distro yang mereka kelola.

Satu hal yang perlu dietahui bahwa Shopping Mall dan distro memiliki ciri yang berbeda jauh. Distro lebih memiliki eksklusifitas. Sementara sistem massproduct yang jadi andalan Shopping mall sama sekali ditabukan di distro, karena dalam distro cenderung tidak menjual banyak produk per desainnya. Perbedaan lainnya yakni jika Shopping Mall menjual brand luar negeri secara


(20)

massal, sementara distro murni menjual produk dalam negeri. Keunggulan lain dari sebuah distro yakni lebih menyenangkan karena suasananya yang akrab, belum lagi jika kenal dengan sang pemilik distro. Dengan mengenal pemilik distro kemungkinan besar untuk mendapat diskon terbuka lebar. Walaupun bisnis distro terkesan indie, ternyata distro mampu menggeser merek lokal kebanyakan yang bermodal besar dan sudah punya nama. Keunggulan lain dari distro adalah bisa dilihat dari harganya yang murah dan desainnya yang banyak menampilkan simbol – simbol kebebasan kaum muda.

(www.indosiar.com)

Distro ini mulai bermunculan dikota – kota besar di Indonesia, salah satunya adalah kota Surakarta. Hal ini terbilang baru tetapi telah memberikan kontribusi dalam perekonomian masyarakat. Kita dapat melihat dengan jelas bahwa respon yang diberikan masyarakat sangat besar terhadap keberadaan distro. Yaitu, ketika sebagian masyarakat khususnya para remaja mulai beralih ke distro untuk memenuhi kebutuhan terutama dalm hal fashion. Dengan menawarkan nuansa lain yang bersifat baru bagi masyarakat baik dari segi produk maupun konsep, distro mampu berdiri dan berkembang ditengah maraknya pendirian Mall di kota Surakarta pada khususnya. Dari sini juga terlihat bahwa telah terjadi pergeseran konsumsi masyarakat khususnya remaja dari mall dan beralih ke distro.

Kota Surakarta merupakan kota yang mempunyai perputaran ekonomi yang cukup tinggi. Pusat perdagangan dan hiburan di Kota Surakarta secara tidak langsung ikut memicu pertumbuhan ekonomi yang semakin


(21)

menunjukkan peningkatan yang signifikan. Kondisi ini juga mempengaruhi tingkat konsumsi masyarakat. Munculnya mode – mode baru, industri gaya hidup dan bervariasinya produk yang ditawarkan secara tidak langsung akan mempengaruhi logika kebutuhan yang digantikan dengan logika hasrat sehingga menyebabkan individu ‘merasa’ membutuhkan barang – barang tersebut meskipun pada realitanya barang tersebut tidak digunakan. Benda – benda konsumsi akan mencirikan status kelas sosial individu sehingga semakin banyak individu berbelanja maka status sosialnya semakin tinggi.

Distro merupakan tempat dimana didistribusikan produk – produk lokal yang merupakan hasil dari desain lokal atau indie. Maksudnya, produk tersebut adalah buatan dalam negeri dan diproduksi dalam jumlah yang terbatas. Rata – rata satu desain diproduksi paling banyak untuk 5 hingga 10 biji. Terlepas dari itu, apa sebenarnya yang membuat produk – tersebut terbatas? Yaitu tidak lepas dari pemberontakan pengusaha – pengusaha kalangan home industry local terhadap mapannya produk – produk bermerek. Mereka memberikan alternative lain dari dominasi pabrik – pabrik besar. Caranya adalah dengan mengejar kualitas dan desain.

Awal mulanya distro hanya menyediakan merchandise dari band – band musik lokal di Indonesia. Namun seiring dengan berkembangnya, produk – produk yang ditawarkan pun mulai beragam dari kaos, kemeja, celana, topi, tas, sandal, bahkan kaset pun tersedia. Yang menjadi menarik disini adalah produk – produk tersebut memiliki jumlah dan desain yang terbatas sehingga terkesan tidak pasaran. Maraknya pendirian distro di


(22)

Surakarta ini tidak terlepas dari keberadaan kota Surakarta sebagai salah satu kota dimana kegiatan pendidikan di Indonesia berlangsung. Hal ini berimplikasi pada banyaknya pelajar dari sekolah dasar sampai sekolah menengah atas dan mahasiswa yang datang ke Surakarta ini dalam rangka menuntut ilmu. Banyaknya para pelajar maupun mahasiswa tersebut merupakan pangsa pasar tersendiri yang cukup menjanjikan. Di sini terdapat kecenderungan yang lebih mengarah pada remaja atau siswa sekolah menengah atas untuk dijadikan target market.

Kota Surakarta merupakan kota yang mempunyai perputaran ekonomi yang cukup tinggi. Pusat perdagangan dan hiburan di Kota Surakarta secara tidak langsung ikut memicu pertumbuhan ekonomi yang semakin menunjukkan peningkatan yang signifikan. Kondisi ini juga mempengaruhi tingkat konsumsi masyarakat. Munculnya mode – mode baru, industri gaya hidup dan bervariasinya produk yang ditawarkan secara tidak langsung akan mempengaruhi logika kebutuhan yang digantikan dengan logika hasrat sehingga menyebabkan individu ‘merasa’ membutuhkan barang – barang tersebut meskipun pada realitanya barang tersebut tidak digunakan. Benda – benda konsumsi akan mencirikan status kelas sosial individu sehingga semakin banyak individu berbelanja maka status sosialnya semakin tinggi.

Kalangan muda adalah kalangan yang memang dipandang sebagai motor utama terbentuknya budaya global. Artinya bahwa dalam era ekonomi yang mengarah ke kapitalistik, remaja dengan status sosial ekonomi tinggi adalah segmen pasar yang sangat potensial. Kalangan muda ini adalah mereka


(23)

yang nantinya akan menempati posisi strategis dalam masyarakat, selain itu masa perkembangan remaja cenderung masih labil dalam pemikiran.

Sekolah sebagai sarana tempat belajar dan bersosialisasi ternyata mempunyai peranan yang cukup signifikan dalam membentuk suatu kontruksi budaya konsumsi. Lewat sarana sekolah maka interaksi diantara pelajar akan tercipta secara langsung dan sekarang ini sekolah juga telah menjadi ukuran kelas sosial di dalam masyarakat. Munculnya sekolah – sekolah favorit sebenarnya untuk mensiasati terbentuknya kelas – kelas sosial. Ada sebuah perubahan dan pergeseran tentang makna sekolah favorit, sekolah favorit merupakan sekolah untuk orang – orang yang mempunyai kapasitas pemikiran atau potensi intelektual yang lebih dari standar rata – rata. Masih ada kemungkinan orang yang tidak begitu mampu tapi mempunyai potensi masih bias masuk tetapi sekarang sekolah favorit lebih identik dengan sekolah yang mahal dengan dalih bahwa fasilitas – fasilitas lebih bagus dan lengkap. Memang masih ada beberapa sekolah favorit yang masih menggunakan indikator potensi prestasi tetapi sangat jarang karena sekarang sekolah menjadi ukuran status sosial seseorang.

Seperti kita ketahui bahwa remaja merupakan masa – masa yang masih terbilang kurang stabil dan bersifat dinamis, terutama masih dalam tahap pencarian akan sebuah identitas diri dengan tuntutan berbagai kebutuhan dan cenderung berlaku konsumtif. Oleh karena itu tidaklah mengherankan kalau berbagai produk yang ditawarkan dari sebuah distro lebih ditujukan untuk kalangan remaja. Hal ini juga didukung dengan konsep distro secara


(24)

keseluruhan yang sangat identik dengan jiwa anak muda khususnya remaja. Dengan kehadiran distro di Surakarta ini seolah – olah juga memberikan jawaban dari para pelajar tersebut

B. PERUMUSAN MASALAH :

Dari uraian di atas, terdapat beberapa persoalan yang menarik untuk dikaji secara mendalam, yaitu :

1. Bagaimana gaya hidup dan perilaku konsumtif para remaja ?

2. Mengapa mereka cenderung lebih memilih produk yang dijual di distro sebagai salah satu sarana merealisasikan perilaku konsumtif ?

C. TUJUAN PENELITIAN :

Tujuan yang diharapkan dapat dicapai dalam penelitian ini meliputi dua hal, yaitu sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan dan menganalisa mengenai gaya hidup dan perilaku konsumtif di kalangan pelajar dalam masyarakat.

2. Mengkaji secara mendalam penyebab mengapa para remaja khususnya para pelajar memilih produk yang di jual di distro sebagai sarana untuk merealisasikan perilaku konsumtif mereka.

D. MANFAAT PENELITIAN:

Penelitian yang dilakukan ini dimaksudkan agar dapat mengetahui gambaran mengenai perilaku konsumtif remaja khususnya pelajar SMA Negeri 4 Surakarta, disertai bukti – bukti dan alasannya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para remaja agar mereka lebih berhati – hati, teliti dan bersikap selektif dalam membeli suatu barang. Karena sangat


(25)

disadari bahwa dalam usia remaja yang masih sangat rawan, kadang – kadang kontrol diri terhadap apa yang akan dilakukan masih belum stabil dan masih banyak dipengaruhi oleh faktor – faktor dari luar, bahkan sering menelan mentah – mentah nilai baru yang diterimanya. Dengan adanya kehati – hatian tersebut, remaja tidak lagi gegabah dalam perilaku konsumsinya, bahkan diharapkan nantinya mereka akan cenderung memanfaatkan dan mengelola uang saku yang diperoleh dari orang tuanya secara efektif. Dengan demikian remaja akan terdorong dan membiasakan diri untuk menabung ( saving ). Hal ini dirasa perlu, karena usia hidup remaja masih relatif panjang, sehingga kemungkinan perilakunya saat ini dapat terulang dan terbawa hingga waktu yang akan datang.

E. TELAAH PUSTAKA a. Batasan Konsep

I. Perilaku Konsumtif : Hasrat yang tidak akan terpenuhi.

Perilaku konsumtif adalah tindakan manusia yang prosesnya tidak timbul secara otomatis atau secara naluri saja, tetapi sebagai suatu hal yang harus dijadikan milik dirinya dengan proses belajar (Koentjoroningrat, 1979:53). Pada kebanyakan masyarakat, pemenuhan kebutuhan dilaksanakan berdasarkan urutan kepentingannya. Dengan demikian terdapat kemungkinan jika kebutuhan pokok telah terpenuhi maka mereka cenderung akan memenuhi kebutuhan pelengkap lainnya. Bahkan tidak jarang kebutuhan pelengkap tersebut disetarakan dengan kebutuhan pokok. Remaja pun juga demikian. Karena pada dasarnya


(26)

kebutuhan pokok mereka telah terpenuhi oleh orang tuanya sebagai salah satu kewajiban sebagai orang tua. Selain itu juga mungkin terpengaruh lingkungan dan tuntutan gaya hidup sehari – hari.

Baudrillard menjelaskan bahwa dalam sebuah dunia yang dikontrol oleh kode, persoalan–persoalan konsumi memiliki sesuatu yang berkenaan dengan kepuasan atas apa yang umumnya kita kenal sebagai “kebutuhan”. Ide kebutuhan diciptakan berasal dari pembagian subjek dan objek palsu; ide kebutuhan diciptakan untuk menghubungkan mereka. Alhasil adalah pergulatan – pergulatan berdasarkan penegasan satu sama lain subjek dan objek ( George Ritzer, 2003:238 ).

Baudrillard berusaha mendekonstruksikan dikotomi subjek-objek dan lebih umum lagi dengan konsep kebutuhan. Kita tidak membeli apa yang kita butuhkan tetapi membeli apa yang kode sampaikan pada kita tentang apa yang seharusnya dibeli lebih jauh lagi, kebutuhan diri sendiri ditentukan oleh kode, jika kita menentukan kebutuhan atas apa yang disampaikan kode pada kita tentang apa yang dibutuhkan, yang ada hanya kebutuhan karena sistem memerlukannya (Baudrillard, 1981:82, dalam George Ritzer, 2003).

Di dalam konsumsi yang dilandasi oleh nilai tanda dan citra ketimbang nilai guna (utilitas), logika yang mendasarinya bukan lagi logika kebutuhan (need) melainkan logika hasrat (desire). Menurut Gilles De Leuze dan Felix Gauttari, hasrat atau hawa nafsu tidak akan terpenuhi, oleh karena itu selalu direproduksi dalam bentuk yang lebih tinggi oleh


(27)

apa yang disebutnya mesin hasrat (desiring-machine) ; istilah yang mereka gunakan untuk menjelaskan perasaan kekurangan (lack) di dalam diri secara terus menerus ( Yasraf, 2003:165 ).

Hal yang sangat mendasar dalam pandangan Deleuze dan Gautarri tentang mesin hasrat adalah , bahwa hasrat itu selalu (dan akan selalu) berupa hasrat akan sesuatu yang sama, untuk sesuatu yang dimiliki. Resiko yang segera tampak dari arus hasrat perbedaan yang tidak putus – putusnya ini adalah, bahwa dapat menenggelamkan subjek yang dikuasainya ke dalam kawasan tanda, simbol atau nilai – nilai yang bersifat timpang tindih, simpang siur atau kontradiktif, yang terkandung di dalam rangkaian objek – objek yang berbeda (Yasraf, 2003:166).

Sifat tumpang tindih, simpang siur dan kontrdiktif inilah yang juga mencirikan produksi dan konsumsi objek dalam masyarakat kapitalis akhir atau masyarakat konsumer, objek - objek konsumsi yang mengalir tidak putus – putusnya dengan kecepatan tinggi di dalam arena konsumerisme tidak pernah dan tidak akan pernah terpenuhi objek hasrat selamanya (Yasraf, 2003). Ada dua faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang berperilaku konsumtif, yaitu :

1. Faktor yang berasal dari kekuatan sosial budaya, yang terdiri atas: a. Faktor Kelas Sosial.

· Kelas sosial golongan atas. Dimana mereka memiliki kecenderungan untuk membeli barang – barang yang mahal, membeli pada toko yang berkualitas dan lengkap, konservatif


(28)

dalam konsumsinya, barang – barang yang dibeli cenderung untuk dapat menjadi warisan bagi keluarganya.

· Kelas sosial golongan menengah yang cenderung membeli barang untuk menampakkan kekayaannya, membeli barang dengan jumlah yang banyak dan kualitas cukup memadai. Mereka berkeinginan untuk memiliki atau membeli barang yang mahal dengan sistem kredit, misalnya perabot rumah tangga, rumah, kendaraan.

· Kelas sosial kelas rendah yang cenderung membeli barang dengan mementingkan kuantitas daripada kualitasnya. Pada umumnya mereka membeli barang untuk kebutuhan sehari – hari, memanfaatkan penjualan barang yang di obral, penjualan dengan harga promosi.

b. Faktor Budaya

Kebudayaan merupakan suatu hal yang sangat kompleks yang meliputi ilmu pengetahuan, seni, kepercayaan, adapt istiadat serta norma yang berlaku pada masyarakat. Seperti kita ketahui bahwa budaya setempat dimana kita tinggal secara tidak kita sadari juga berperan dalam pembentukkan perilaku kita. Keterkaitan dalam perilaku konsumtif yaitu, ketika lingkungan atau budaya di sekitar kita terbiasa dengan budaya konsumtif, misal terhadap kemajuan teknologi, secara sadar atau tidak kita pasti juga akan terpengaruh terhadap budaya konsumtif tersebut.


(29)

c. Faktor kelompok panutan ( small reference group ).

Faktor kelompok panutan didefinisikan sebagai suatu kelompok orang yang mempengaruhi sikap, pendapat, norma dan perilaku seseorang. Kelompok panutan ini bias keluarga, kelompok tertentu bahkan juga bias seorang pribadi yang dikagumi. Pengaruh kelompok panutan terhadap perilaku konsumen antara lain dalam menentukan produk atau merek yang mereka gunakan.

d. Faktor keluarga.

Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat dan di dalam keluarga keluarga seseorang melakukan sosialisasinya yang pertama. Di dalam keluarga, setiap anggota keluarga saling membagi pengalaman mereka satu dan yang lain. Termasuk didalamnya pengalaman dalam berkonsumsi. Dalam mengkonsumsi, setiap anggota keluarga mempunyai pengaruh dalam mengambil keputusan dan penentuan jenis serta jumlah barang yang akan dibeli. Kebanyakan keputusan mengkonsumsi diambil oleh orang tua baik ayah maupun ibu. Ini bisa dimengerti karena merekalah yang mempunyai otoritas dalam mempergunakan dan mengalokasikan uang yang mereka miliki. Namun tidak menutup kemungkinan anggota keluarga lain juga ikut dalam menentukan keputusan ini. Oleh karena itu, keluarga sangat mempengaruhi dan menentukan seseorang dalam pengambilan keputusan.


(30)

2. Faktor yang berasal dari kekuatan psikologis. a. Faktor pengalaman belajar.

Perilaku konsumen sangat dipengaruhi oleh pengalaman belajarnya mengenai apa yang dianggap layak dicapai dari lingkungan sekitarnya, baik dari pergaulan langsung maupun tidak langsung (iklan). Dari pengalaman belajar itu, akan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan dan menentukan tindakan dalam mengkonsumsi.

b. Faktor kepribadian.

Kepribadian seseorang sangat ditentukan oleh faktor – faktor internal dirinya (kecerdasan, emosi, cara berpikir, persepsi) dan faktor eksternal (lingkungan fisik, keluarga, sekolah, masyarakat, lingkungan alam bahkan iklan). Kepribadian seseorang akan berpengaruh terhadap persepsi dan pengambilan keputusan dalam membelanjakan sesuatu.

c. Faktor sikap dan keyakinan.

Sikap dapat diartikan sebagai kesiapan seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau aktivitas. Dalam hubungannya dengan perilaku seseorang, sikap dan keyakinan sangat berpengaruh dalam menentukan suatu produk, merek dan pelayanan.


(31)

d. Konsep diri ( self-consept).

Konsep diri adalah cara melihat diri sendiri dan dalam waktu tertentu merupakan sebuah gambaran dari apa yang dipiirkan. Dalam perilaku seseorang perlu diciptakan situasi yang sesuai dengan yang diharapkan. Termasuk penyediaan dan pelayanan yang sesuai dengan yang diharapkan oleh konsumen (A. A. Anwar Prabu, 1985:42-51).

Dengan demikian perilaku konsumtif merupakan suatu tindakan membeli dan menggunakan segala sesuatu berdasarkan pada keinginan dan kesenangan belaka. Di kalangan remaja, perilaku konsumtif ini ditandai dengan dikonsumsinya barang – barang yang sedang trend. Mereka cenderung tidak mau dianggap ketinggalan jaman, jika tidak memakai barang – barang tersebut. Sehingga remaja sering kali membeli barang yang sifatnya hanya sebagai pelengkap saja seakan – akan sudah berubah menjadi kebutuhan pokok, padahal sebenarnya hanya untuk memenuhi keinginan sesaat saja.

Masa remaja itu sendiri secara global berlangsung antara umur 12-21 tahun dengan pembagian sebagai berikut (Hadinoto, Siti Rahayu. 1992:225) :

1. 12-15 tahun : remaja awal

2. 15-18 tahun : remaja pertengahan 3. 18-21 tahun : remaja akhir


(32)

Gejala adanya remaja yang membeli produk tertentu yang memang mereka butuhkan (need), bias saja benar, tetapi mungkin juga mereka hanya sekedar membayar produk yang mereka inginkan (want) dan senangi, dengan pengorbanan tertentu. Banyak orang membeli barang tertentu hanya demi social prestige atau sekedar gengsi untuk mendapatkan status dalam lingkungan masyarakatnya. Dalam hal ini remaja ingin menunjukkan eksistensinya dalam lingkungan pergaulan masyarakat atau barangkali mereka ingin merasa sama dengan orang lain, dengan cara berpenampilan yang serupa pula. Perilaku yang hanya mengutamakan kesenangan (hedonisme) tersebut dapat menyebabkan seseorang menjadi kurang kontrol terhadap apa yang dilakukannya, sehingga cenderung melakukan pemborosan.

II. Perilaku Konsumtif Sebagai Suatu Identitas.

Pada awalnya orang melakukan kegiatan ekonomi semata – mata hanya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya saja seperti sandang, pangan, papan. Kebutuhan merupakan dasar perilaku konsumen. Abraham Maslow membagi kebutuhan manusia sebagai berikut :

a. Kebutuhan – kebutuhan dasar fisiologis (physiological needs).

Kebutuhan ini berkaitan dengan pemuasan dan pemeliharaan kebutuhan biologis dan kelangsungan hidup.


(33)

b. Kebutuhan akan rasa aman (need of self security).

Kebutuhan akan perlindungan dari berbagai ancaman, pertentangan dan lingkungan sekitar.

c. Kebutuhan akan rasa cinta dan memiliki (need for love and belongness).

Kebutuhan yang mendorong seseorang untuk mengadakan hubungan afektif atau ikatan emosional dengan orang lain.

d. Kebutuhan akan rasa harga diri (need for self esteem).

Kebutuhan akan rasa penghargaan dari orang lain akan menambah kepercayaan diri yang dimiliki seseorang.

e. Kebutuhan akan aktualisasi diri (need for self actualization).

Kebutuhan yang muncul jika semua kebuthan yang ada di bawahnya telah terpenuhi dengan baik.

Bahwa telah terjadi peralihan budaya produksi ke budaya konsumsi menunjukkan terjadinya perubahan dalam sistem kapitalisme. Kebutuhan konsumsi mulai bertambah luas ketika muncul suatu leasure time atau waktu luang sebagai akibat dari etika kerja yang dijalankan dalam sistem ekonomi kapitalis. Konsumsi dianggap sebagai pemecahan dari masalah – masalah yang muncul dan harus segera dipecahkan. Kebutuhan mengkonsumsi menjadi sama penting bahkan lebih penting daripada kebutuhan memproduksi. Semakin banyak dan beragamnya kebutuhan masyarakat tersebut menunjukkan adanya peningkatan kemakmuran yang terdapat di kalangan masyarakat.


(34)

Bagi Baudrillard kita telah menjadi masyarakat yang disifati oleh “konsumsi dan kekayaan yang berlebihan”. Di tambah lagi, kita berusaha membenarkan diri kita dengan beberapa perbedaan diri kita dengan diri orang lain berdasarkan atas tanda obyek yang kita konsumi. Apa yang kita perlukan dalam kapitalisme bukanlah obyek tertentu, tetapi kita lebih berusaha berbeda dan melalui perbedaan tersebut kita memiliki stats sosial dan makna sosial. Konsumsi dalam masayarakat kapitalis modern bukan mencari kenikmatan, bukan kenikmatan memperoleh dan menggunakan obyek yang kita cari, tetapi lebih kepada perbedaan (George Ritzer, 1003:139-140).

Fucoult melihat bahwa dalam masyarakat mutakhir yang disebut sebagai “masyarakat konsumer” yang dihasilkan melalui wacana kapitalis tidak lagi sekedar “obyek” dan “subyek”, akan tetapi yang lebih penting lagi adalah “diferensiasi” perubahan konstan produk, penampakan gaya dan gaya hidup. Menurut Fucoult, ini semua disebabkan karena “kekuasaan” yang beroperasi dalam masyarakat konsumer tidak lagi kekuasaan tunggal monolitik dan terpusat, tetapi “kekuasaan – kekuasaan” yang bersifat plural yang beroperasi pada tingkat “arus bawah” (Yasraf A. Piliang, 1998:195-196).

Namun sebagaimana yang dikemukakan oleh Bourdieu (1984) kepada kita tentang kapitalis simbolik (Symbolic Capital), tanda – tanda kecenderungan dan skema – skema klasifikasi yang menampakkan asal – usul seseorang serta jalan kehidupnnya juga terwujud dalam bentuk tubuh,


(35)

ukuran berat, cara berdiri, tingkah laku, gaya bicara, rasa senang dan tidak senang terhadap diri seseorang dan seterusnya. Karenanya, budaya itu terpadu dan budaya bukan sekedar masalah pakaian dan apa yang dipakai, tetapi bagaimana ia gunakan.

Seperti kita ketahui, saat ini belanja bukan lagi sekedar membeli suatu barang, tetapi sudah menjadi suatu proses ritual untuk membentuk ataupun membeli “identitas” sesuatu yang dirasakan estetik untuk dirinya, yang memberi “bobot” sebagai makhluk sosial. Ketika seseorang melakukan konsumsi, harga sudah tidak dipersoalkan lagi, tetapi lebih menekankan pada kesesuaian dengan status sosial ekonomi mereka. Sehingga secara tidak langsung hal ini dianggap sebagai suatu simbol status dan identitas gaya hidup modern. Konsumsi telah menjadi nilai – nilai dan tujuan sosial tertinggi dalam kehidupan modern.

“ Di dalam kebudayaan konsumer dewasa ini, konsumsi tidak lagi bersifat fungsional, yaitu pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Kini lebih dari itu, konsumsi bersifat materi sekaligus simbolik. Konsumsi dalam pengertian yang sesungguhnya, mengekspresikan “ posisi” dan “ identitas” seseorang di dunia (Yasraf A. Piliang, 1998:203)” .

Sesudah masa remaja, Keniston berpendapat bahwa terjadi suatu perubahan yang jelas yang memberikan sifat khusus, bahkan suatu kebudayaannya sendiri pada kelompok anak remaja. Terutama dikota – kota di Indonesia, masa – masa remaja adalah masa belajar di sekolah (Hadinoto, Siti Rahayu, 1992:268-269). Remaja yang sedang dalam proses menemukan jati dirinya juga sangat membutuhkan pengakuan akan eksistensinya dari orang tua terutama dari lingkungan sekitarnya. Banyak


(36)

cara yang dilakukan antara lain dengan mengidentifikasikan dirinya seperti orang lain yang dikaguminya. Mereka membutuhkan variasi mode dan trend yang sedang berkembang dalam masyarakat. Bahkan muncul persepsi di kalangan remaja bahwa baru dapat dikatakan gaul bila sudah mengikuti trebd yang ada. Di sini, Distro merupakan salah satu media yang menawarkan trend atau mode yang berbeda dan tentunya sedang in di masyarakat.

III. Gaya Hidup ( Life Style)

Cara khusus yang dipilih seseorang untuk mengekspresikan diri tak disangsikan merupakan bagian dari usahanya mencari gaya hidup pribadinya dengan cara yang nyaris hampir sama kita biasanya mengindividualisasikan gaya hidup kita, namun biasanya selalu ada kemiripan yang jelas dengan salah satu model gaya hidup yang telah dipaketkan dan dipasarkan oleh suatu subkultur. Dalam menjajakan model gaya hidup dan pemikat perhatian kita, subkultur biasanya menyerang milik psikologis yang paling rawan: citra diri (self-image) kita.

Dalam kegalauan pencarian identitas diri ini, kita benar – benar hidup ibarat mengarungi sebuah pasar, dengan begitu banyak kemungkinan yang ditawarkan dan model hidup yang saling bersaing. Dalam perburuan akan gaya, kita senantiasa mencari “pahlawan– pahlawan” untuk ditokohkan dan ditiru. Ibarat seorang wanita dan pria yang membolak – balik halaman mode untuk menemukan pola busana yang paling cocok sehingga dapat tampil menawan dan dianggap paling


(37)

trendi. Tindakan remaja khususnya pelajar dalam mengikuti trend dinilai sebagai atribut gaya hidup remaja modern (masa kini) yang cenderung bersifat “eksklusif”, merupakn akibat dari nilai – nilai budaya pop yang merefleksikan gaya hidup remaja industrial kapitalis yang sering tampil di media massa.

Mengingat bahwa gaya hidup merupakan sesuatu yang berada diluar eksistensi individu dan bersifat memaka bagi individu, terutama bagi individu yang memasuki kelompok atau stratifikasi sosial yang memiliki gaya hidup tersebut maka remaja sebagai individu dipaksa untuk mengikuti “peraturannya” baik yang menyangkut cara berpikir (aspek kognitif), cara bertindak (aspek behavioural) dan berperasaan (aspek afeksi), dimana dari ketiga aspek tersebut yang paling cepat adalah cara bertindak/cara hidup behavioural dari remaja dalam hal ini adalah pelajar, sebab cara hidup inilah yang seringkali dijadikan sebagai identitas kelompok yang menunjukkan status dan prestise kelompok tersebut dalam sistem stratifikasi masyarakat.

Gaya hidup memiliki ciri keanggotaan kelas sosial tertentu. Artinya adalah gaya hidup merupakan sesuatu yang berlaku secara umum bagi kelompok – kelompok yang ada dalam masyarakat. Remaja yang berhasil dalam sosialisasinya dengan nilai – nilai dan norma – nortma gaya hidup remaja masa kini atau modern merasa atau menganggap dirinya sebagai remaja modern atau remaja masa kini yang tidak ketinggalan jaman sehingga mendapatkan status dan prestise yang lebih tinggi.


(38)

b. Landasan Teori

Untuk mengkaji suatu fenomena sosial yang terjadi dalam kehidupan sehari – hari, diperlukan adanya teori yang akan membantu dalam mempelajari dan memahami suatu fenomena sosial. Teori yang dimaksud adalah teori – teori sosial yang berupaya memberikan definisi tentang fenomena sosial dan mencoba memberikan keterkaitan antara suatu fenomena dengan fenomena lainnya.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori gaya hidup yang dikemukakan oleh David Chaney. Gaya hidup merupakan bagian dari budaya pop yang lahir secara spontan dari kalangan masyarakat kelas menengah kebawah dalam rangka mengisi waktu luang mereka. Edward Jay mengartikan kebudayaan pop sebagai berikut :

“ Popular culture consist primarily of the stuff of everybody life” (kebudayaan pop merefleksikan apa –apa yang menjadi kebutuhan nyata dan sekarang dalam kehidupan sehari – hari).

Gaya hidup merupakan ciri sebuah dunia modern atau yang biasa disebut modernitas. Maksudnya adalah siapapun yang hidup dalam masyarakat modern akan menggunakan gagasan tentang gaya hidup untuk mengggambarkan tindakannya sendiri maupun orang lain. Gaya hidup adalah pola – pola tindakan yang membedakan antara satu orang dengan orang lain. Gaya hidup merupakan bagian dari kehidupan sosial sehari – hari dunia modern dan berfungsi dalam interaksi dengan cara – cara yang mungkin tidak dapat dipahami oleh mereka yang tidak hidup dalam masyarakat modern (Chaney, 1996:41).


(39)

Dalam teori gaya hidup tidak ada suatu konsep yang gamblang yang menjelaskan tantang apa itu teori gaya hidup tapi lebih pada interpretasi kita untuk memahami tentang suatu fenomena. Pada teori gaya hidup dicirikan dengan penggunaan tanda – tanda (sign), simbol – simbol (symbols), penanda – penanda (signifiers) dan petanda – petanda (signifieds). Seperti yang dikemukakan dan dipahami oleh Chaney, gaya hidup adalah sebagai proyek reflektif dan penggunaan fasilitas konsumen secara sangat kreatif. Dalam pengertian bahwa gaya hidup perlu keterbukaan yang tidak terbatas terhadap makna – makna gaya hidup dalam konteks apapun (Chaney, 1996:13).

Seperti dikemukakan oleh Chaney bahwa ‘penampakan luar’ menjadi salah satu situs yang paling penting bagi gaya hidup. Hal – hal permukaan menjadi sangat penting daripada substansi. Gaya dan desain menjadi lebih penting daripada fungsi. Gaya mengandalkan substansi. Kulit akan mengalahkan isi. Pemasaran penampakan luar, penampilan, hal – hal yang bersifat permukaan atau kulit, salah satunya adalah industri jasa yang memberikan layanan untuk mempercantik penampilan (wajah, kulit, tubuh dan rambut) telah dan akan terus tumbuh menjadi big business gaya hidup (ibid, 1996:16).

Fashion (mode) adalah suatu topik yang layak menjadi perhatian kita karena jelas merupakan suatu cara aksi yang dirangsang oleh perkembangan aksi industri konsumen. Dinamika perubahan dalam cara – cara fashion yang berbeda begitu jelas mencerminkan proses pembentukan


(40)

gaya hidup yang lebih luas. Dalam suatu masyarakat yang terstratifikasi secara sosial hal tersebut dibuat lebih kompleks oleh para elite yang mencoba untuk meninggalkan mode secepat mungkin ketika mulai ditiru oleh kelompok kelas yang lebih rendah (lower-class). Sehingga ada proses pertukaran vertical diantara kelas – kelas, begitu juga proses horizontal di dalam suatu kelas.

Sedangkan Baudrillard menunjuk institusi fashion dalam modernitas kontemporer sebagai suatu pameran spektakuler dari proses lebih umum parubahan yang dipercepat dan alienasi makna: “percepatan permainan sederhana dari penanda (signifier) dalam fashion menjadi menyolok, untuk untuk memesonakan kita-pesona dan rasa pusing atas hilangnya setiap sistem referensi”. (Chaney, 1996:104).

Ada dua penegasan dalm kutipan ini. Pertama, bahwa determinasi soial terhadap makna – makna telah diambil alih, sehingga tanda – tanda (sign), simbol – simbol (symbols) pameran yang sesuai dengan mode mutakhir beredar tanpa logika apapun. Seperti yang dikemukakannya lebih lanjut, “tak ada lagi determinasi internal apapun terhadap tanda – tanda fashion, karenanya mereka lebih leluasa untuk berubah (commute) dan bertukar susunan (permutate) tanpa batas”. Kedua, bahwa akibat ketidakbermaknaan (meaning-lessness) bukanlah kekacauan atau chaos menakutkan seperti yang mungkin kita duga, tapi malahan ‘mempesonakan’ suatu bentuk halusinasi.(ibid, 1996:104).


(41)

Hakekat dari argument Baudrillard adalah bahwa penanda – penanda (signifiers) nilai ekonomi-yakni unit – unit mata uang telah terpisah dari hubungan, yang dihubungkan dengan petanda – petanda (signifieds) nilai yang nyata. Hal ini disebabkan oleh proses ganda perkembangan ekonomi konsumsi, terutama pada penghujng abad ke-20, dan spekulasi terhadap uang seyogyanya ditempatkan secara tepat sehingga terbebas dari pasar itu sendiri, uang menjadi sebuah simulacrum yang otonom, terlepas dari setiap pesan (message) dan setiap penandaan (signification) dari pertukaran diantara dirinya sendiri”. (ibid, 1996:104).

Irasionalitas fashion yang membuat pesona lebih dikarenakan adanya diskriminasi – diskriminasi yang sesuai dengan mode mutakhir, bukan berdasarkan pada realitas material, melainkan secara empatik merupakan tanda – tanda spektakuker. Dalam menggunakan dan merespons kegunaan lainnya kita menikmati drama presentasi dan perubahan bagi kepentingannya sendiri dan pemenuhan pribadi inilah yang memberikan halusinasi estetis akan realitas : “Fashion mencoba mencapai sosialitas teatrikal dan memberikan kesenangan di dalam dirinya”.(Baudrillard dalam Chaney).

Selain menggunakan gaya hidup yang dikemukakan ole David Chaney, peneliti juga menggunakan Teori Aksi yang dikembangkan oleh Talcot Parson. Teori ini mengembangkan dari Tindakan Sosial yang dikemukakan oleh Weber. Dimana dalam tindakan sosial dibagi atas dua tipe tindakan, yaitu tindakan rasional dan tindakan irasional. Tindakan


(42)

rasional adalah tindakan – tindakan berhubungan dengan pertimbangan yang sadar dan pilihan bahwa tindakan itu dinyatakan. Sedanglan tindakan irasional merupakan tindakan dalam pengungkapan – pengungkapan yang tidak dapat dimengerti sebagai manifesto rasionalitas.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Sosiologi. Obyek dalam Sosiologi adalah masyarakat yang dilihat dari sudut hubungan antar manusia, dan proses yang timbul dari hubungan manusia dalam masyarakat. Menurut Soekanto, masyarakat memiliki beberapa unsur :

1. Manusia yang hidup bersama. Di dalam ilmu sosial tak ada ukuran yang mutlak maupun angka yang pasti untuk menentukan berapa jumlah manusia yang harus ada. Akan tetapi secara teoritis, angka minimnya adalah dua orang yang hidup bersama.

2. Bercampur untuk waktu yang cukup lama. Kumpulan dari manusia tidaklah sama dengan kumpulan benda mati. Oleh karena berkumpulnya manusia, maka akan timbul manusia-manusia baru. Manusia itu juga mempunyai keinginan-keinginan untuk dapat menyampaikan kesan-kesan perasaannya. Sebagai akibat hidup bersama itu, timbullah sistem komunikasi dan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antar manusia dalam kelompok tersebut.

3. Mereka sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan. Mereka merupakan sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama menimbulkan kebudayaan, oleh karena setiap anggota merasa dirinya terikat satu dengan lainnya. (Soekanto, 1986 : 22 -23).


(43)

Karena dalam pembahasan penelitian ini penulis menggunakan pendekatan dengan disiplin Sosiologi, maka penelitian ini menggunakan salah satu paradigma yang ada dalam ilmu Sosiologi yaitu paradigma definisi sosial. Paradigma definisi sosial menjelaskan dua konsep dasar, yaitu konsep tindakan sosial dan konsep tentang penafsiran dan pemahaman. Berkaitan dengan penelitian ini, perilaku konsumtif pelajar adalah bagian dari suatu tindakan sosial, hal ini jelas merupakan bagian dari paradigma definisi sosial, yang mana paradigma ini menyangkut “tindakan yang penuh arti” dari individu, tindakan sosial yang dimaksud adalah tindakan mengambil keputusan untuk berperilaku konsumtif, baik secara langsung ataupun tidak langsung.

Secara definitif, Max Weber merumuskan Sosiologi sebagai ilmu yang berusaha untuk menafsirkan dan memahami (interpretative understanding) tindakan sosial serta hubungan sosial untuk sampai pada penjelasan kausal. (Weber dalam Ritzer, 1992 : 44). Tindakan sosial yang dimaksudkan Weber dapat berupa tindakan yang nyata-nyata diarahkan kepada orang lain. Juga dapat berupa tindakan yang bersifat “membatin” atau bersifat subyektif yang mungkin terjadi karena pengaruh positif dari situasi tertentu, atau merupakan tindakan perulangan dengan sengaja sebagai akibat dari pengaruh situasi serupa atau berupa persetujuan pasif dalam situasi tertentu.

Bertolak dari konsep dasar tindakan sosial dan antar hubungan sosial itu Weber mengemukakan lima ciri pokok yang menjadi sasaran penelitian Sosiologi, yaitu :

1. Tindakan manusia, yang menurut si aktor mengandung makna yang subyektif. Ini meliputi berbagai tindakan nyata.


(44)

2. Tindakan nyata dan bersifat membatin sepenuhnya dan bersifat subyektif. 3. Tindakan yang meliputi pengaruh positif dari satu situasi, tindakan yang

sengaja diulang serta tindakan dalam bentuk persetujuan secara diam-diam.

4. Tindakan itu diarahkan kepada seseorang atau kepada beberapa individu. 5. Tindakan itu memperhatikan tindakan orang lain dan terarah kepada orang

lain itu. ( Ritzer, 1992 : 45 ).

Untuk mempelajari tindakan sosial menurut Weber metode yang digunakan melalui penafsiran dan pemahaman ( interpretative understanding ) atau disebut Verstehen ( Ritzer, 1992 : 46 ). Pendekatan Verstehen ini bertolak dari gagasan bahwa tiap situasi sosial didukung oleh jaringan makna yang dibuat oleh para aktor yang terlibat di dalamnya. Atas dasar rasionalitas tindakan sosial, Weber membedakannya ke dalam empat tipe. Semakin rasional tindakan sosial itu semakin mudah dipahami. 1. Zwerk rational

Yakni tindakan sosial murni. Dalam tindakan ini aktor tidak hanya sekedar menilai cara yang terbaik untuk mencapai tujuannya tapi juga menentukan nilai dari tujuan itu sendiri. Tujuan dalam zwerk rational tidak absolut. Ia dapat juga menjadi cara dari tujuan lain berikutnya. Bila aktor berkelakuan dengan cara yang paling rasional maka mudah memahami tindakannya itu. 2. Werkrational action

Dalam tindakan tipe ini aktor tidak dapat menilai apakah cara-cara yang dipilihnya itu merupakan yang paling tepat ataukah lebih tepat untuk mencapai tujuan yang lain. Ini menunjuk kepada tujuan itu sendiri. Dalam tindakan ini memang antara tujuan dan cara-cara mencapainya cenderung menjadi sukar untuk dibedakan. Namun tindakan ini rasional, karena pilihan terhadap cara-cara kiranya sudah menentukan tujuan yang diinginkan. Tindakan tipe kedua ini masih rasional meski tidak serasional yang pertama. Karena itu dapat dipertanggungjawabkan untuk dipahami. 3. Affectual action

Tindakan yang dibuat-buat. Dipengaruhi oleh perasaan emosi dan kepura-puraan si aktor. Tindakan ini sukar dipahami. Kurang atau tidak rasional. 4. Traditional action

Tindakan yang didasarkan atas kebiasaan-kebiasaan dalam mengerjakan sesuatu dimasa lalu saja. ( Ritzer, 1992 : 47- 48 ).


(45)

Kemudian teori ini dikembangkan lebih lanjut oleh Talcot Parsons. Parsons berpendapat bahwa aksi atau action itu bukanlah perilaku atau behavior. Aksi merupakan tanggapan atau respon mekanis terhadap suatu stimulus sedangkan perilaku adalah suatu proses mental yang aktif dan kreatif. Menurut Parsons, yang utama bukanlah tindakan individual, melainkan norma-norma dan nilai-nilai sosial yang menurunkan dan mengatur perilaku. (Solita Sarwono, 1993 : 19).

Parsons melihat bahwa tindakan individu dan kelompok dipengaruhi oleh tiga sistem, yaitu sistem sosial, sistem budaya, dan sistem kepribadian masing-masing individu. Kita dapat mengaitkan individu dengan sistem sosialnya melalui status dan perannya. Dalam setiap sistem sosial individu menduduki suatu tempat (status) tertentu dan bertindak (berperan) sesuai dengan norma atau aturan yang dibuat oleh sistem tersebut dan perilaku ditentukan pula oleh tipe kepribadiannya. (Solita Sarwono, 1993 : 19).

Beberapa asumsi fundamental Teori Aksi dikemukakan oleh Hinkle dengan merujuk karya Mac Iver, Znaniecki dan Parsons sebagai berikut :

1. Tindakan manusia muncul dari kesadarannya sendiri sebagai subyek dan dari situasi eksternal dalam posisinya sebagai obyek.

2. Sebagai subyek manusia bertindak atau berperilaku untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Jadi, tindakan manusia bukan tanpa tujuan.

3. Dalam bertindak manusia menggunakan cara, teknik, prosedur, metode, serta perangkat yang diperkirakan cocok untuk mencapai tujuan tersebut. 4. Kelangsungan tindakan manusia hanya dibatasi oleh kondisi yang tak

dapat diubah dengan sendirinya.

5. Manusia memilih, menilai dan mengevaluasi terhadap tindakan yang akan, sedang dan yang telah dilakukannya.

6. Ukuran-ukuran, aturan-aturan atau prinsip-prinsip moral diharapkan timbul pada saat pengambilan keputusan.

7. Studi mengenai antar hubungan sosial memerlukan pemakaian teknik penemuan yang bersifat subyektif seperti metode verstehen, imajinasi,


(46)

sympathetic reconstruction atau seakan-akan mengalami sendiri (vicarious experience). ( Ritzer, 1992 : 53 – 54 ).

Dalam menyesuaikan tingkah lakunya dengan norma masyarakat biasanya individu melihat kepada kelompok acuannya (reference group), yaitu kelompok yang dijadikan acuan atau panutan individu. Kelompok acuan ini tidaklah perlu merupakan kelompok yang terorganisasi, melainkan kelompok yang mempunyai tujuan dan ciri-ciri serupa. Biasanya individu menggunakan kelompok acuan itu sebagai patokan atau panduan dalam mengevaluasi perilakunya sendiri dan merupakan sumber dari tujuan dan nilai-nilai pribadinya. Peran kelompok acuan ini amatlah penting dalam mengatur dan mengarahkan perilaku individu. Sebaliknya dari pihak individu diharapkan adanya kesediaan untuk memenuhi peraturan dan norma-norma yang berlaku. ( Solita Sarwono, 1993 : 16 ).

Parsons menyusun skema unit-unit dasar tindakan sosial dengan karakteristik sebagai berikut :

1. Adanya individu selaku aktor.

2. Aktor dipandang sebagai pemburu tujuan-tujuan tertentu.

3. Aktor mempunyai alternatif cara, alat serta teknik untuk mencapai tujuannya.

4. Aktor berhadapan dengan sejumlah kondisi situasional yang dapat membatasi tindakannya dalam mencapai tujuan. Kendala tersebut berupa situasi dan kondisi, sebagian ada yang tidak dapat dikendalikan oleh individu.

5. Aktor berada dibawah kendala dari nilai-nilai, norma-norma, dan berbagai ide abstrak yang mempengaruhinya dalam memilih dan menentukan tujuan serta tindakan alternatif untuk mencapai tujuan. ( Ritzer, 1992 : 56 -57 ).

Inti pemikiran Parsons adalah bahwa : (1). Tindakan itu diarahkan pada tujuannya ( atau memiliki suatu tujuan ) ; (2). Tindakan terjadi dalam suatu situasi, dimana elemennya sudah pasti, sedangkan elemen-elemen lainnya digunakan oleh yang bertindak itu sebagai alat menuju tujuan itu;


(47)

dan (3). Secara normatif tindakan itu diatur sehubungan dengan penentuan alat dan tujuan. ( Johnson, 1986 : 106 ).

Parsons menjelaskan bahwa orientasi orang bertindak terdiri dari dua elemen dasar yaitu orientasi motivasional dan orientasi nilai. Orientasi motivasional menunjuk pada keinginan individu yang bertindak itu untuk memperbesar kepuasan dan mengurangi kekecewaan. Sedangkan orientasi nilai menunjuk pada standar-standar normatif yang mengendalikan pilihan-pilihan individu ( alat dan tujuan ) dan prioritas sehubungan dengan adanya kebutuhan-kebutuhan dan tujuan-tujuan yang berbeda.

Berikut ini dimensi-dimensi yang terdapat dalam orientasi motivasional :

a. Dimensi Kognitik

Merupakan dimensi yang pada dasarnya menunjuk pada pengetahuan orang yang bertindak itu mengenai situasinya, khususnya kalau dihubungkan dengan kebutuhan dan tujuan-tujuan pribadi.

b. Dimensi Katetik

Dimensi inin menunjuk pada reaksi afektif atau emosional dari orang yang bertindak itu terhadap situasi atau pelbagai aspek didalamnya.

c. Dimensi Evaluatif

Dimensi ini menunjuk pada dasar pilihan seseorang antara orientasi kognitif atau katetik secara alternatif. ( Johnson, 1986 : 114 -115 ).

F. KERANGKA BERPIKIR

Remaja merupakan masa – masa yang masih terbilang kurang stabil dan bersifat dinamis, terutama masih dalam tahap pencarian akan sebuah identitas diri dengan tuntutan berbagai kebutuhan dan cenderung berlaku konsumtif. Hal ini tentunya dipengaruhi oleh adanya berbagai informasi dari luar, termasuk pengaruh lingkungan juga. Dengan adanya pengetahuan maka akan membentuk sebuah persepsi yang kemudian membuat remaja bersikap


(48)

cenderung konsumtif. Dari persepsi kemudian tercermin dalam bagaimana dia bertindak dan berperilaku konsumtif.

Bagan 1. Kerangka Berpikir

G. DEFINISI KONSEPTUAL

1. Distribution Store ( Distro )

Distro merupakan tempat dimana didistribusikan produk – produk fashion (kaos, kemeja, celana, topi, tas, sandal, kaset, pin) yang merupakan hasil dari desain lokal atau indie dan diproduksi dalam jumlah yang terbatas. 2. Konsumen

Unit pengkonsumsi dan peminta yang utama dalam teori ekonomi. Dalam teori ekonomi unit yang mengkonsumsi dapat berupa pembelian suatu PENGETAHUAN

INFORMASI

LINGKUNGAN

PERSEPSI: Stimulus, Registrasi, Interpretasi, Feed back


(49)

barang atau jasa yang dilakukan oleh individu, rumah tangga ataupun pemerintah.

3. Konsumsi

Kepuasan yang didapat oleh konsumen dari pemakaian barang dan jasa. 4. Konsumerisme

Suatu bentuk kekuasaan yang melatarbelakangi produksi dan konsumsi di dalam masyarakat konsumer sekarang.

5. Barang Konsumsi

Setiap produk yang dihasilkan oleh produsen dan dibeli oleh konsumen. 6. Budaya Konsumen

Proses reorganisasi bentuk dan isi produksi simbolis dan perilaku sehari – hari yang membuka kemungkinan untuk konsumsi produktif dalam artian menjanjikan kehidupan pribadi yang indah dan memuaskan.

7. Gaya Hidup

Merupakan pola – pola tindakan yang membedakan antara satu orang dengan orang lain. Suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam proses pencarian identitas, suatu cara khusus yang dipilih seseorang untuk mengekspresikan diri dengan dapat diasumsikn sebagai upaya pribadi gaya hidup. Juga diartikan sebagai seperangkat praktik dan sikap yang masuk akal dalam konteks tertentu.

8. Simbol

Suatu yang menjadi pengganti atau lambang dari hal tertentu atau ekspresi dari fakta yang tidak diketahui.


(50)

9. Perilaku Konsumtif

Tingkah laku individu yang menjelaskan keinginan untuk mengkonsumsi barang – barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk mencapai kepuasan yang maksimal yang banyak dipengaruhi faktor eksternal.

10. Perilaku Konsumen

Tindakan – tindakan yang dilakukan oleh individu, kelompok atau organisasi yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan dalam mendapatkan, menggunakan barang – barang atau jasa ekonomis yang dapat dipengaruhi lingkungan.

11. Eksploitasi Konsumen

Pemanfaatan suatu kelompok yang lebih rendah dari kelompok yang lebih tinggi kedudukannya. Dalam hal ini pemanfaatan konsumen oleh kaum produsen yang merupakan tangan panjang kapitalis.

12. Kapitalisme

Suatu sistem ekonomi yang bercirikan bahwa pemilikan modal secara individual oleh pribadi maupun perusahaan, persaingan terutama untuk memperoleh keuntungan yang sebesar – besarnya oleh pemilik modal, stimulasi mendirikan lembaga – lembaga swasta bertambahnya penemuan – penemuan, peningkatan mutu proses teknologi, spesialisasi terutama bidang keuangan, peningkatan produksi yang pesat, perluasan pemasaran, pengawasan terbatas oleh pemerintah dan adanya serikat – serikat buruh yang berkuasa.


(51)

H. METODE PENELITIAN :

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah Kota Surakarta, yaitu Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 4 Surakarta dan beberapa distro di Surakarta, yaitu ; Inside, Tom Cat, Indiestro, Hoofd, Area 27, Sky Line, Evol, Rowns, Green House, Counter Culture, Doors Distro, Moveable dengan pertimbangan untuk mempermudah melakukan penelitian dan mengakses data bagi penulis, mengingat domisili tetap penulis di kota Surakarta.

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisa mengenai perilaku konsumtif di kalangan pelajar dalam masyarakat dan untuk mengkaji secara mendalam penyebab mengapa para remaja khususnya para pelajar memilih distro sebagai sarana untuk merealisasikan perilaku konsumtif mereka.

3. Sumber Data

1. Data Primer

Adalah data yang merupakan sumber utama untuk dijadikan landasan dalam penulisan penelitian, yang terdiri dari :

a. Informasi dari pelajar di SMA Negeri 4 Surakarta.

b. Informasi dari guru, pegawai serta orang tua wali murid di SMA Negeri 4 Surakarta.


(52)

2. Data Sekunder

Adalah data yang mendukung, menjelaskan serta mempunyai hubungan yang erat dengan bahan primer, yang terdiri dari :

a. Buku – buku tentang ilmu sosial yang menyangkut perilaku manusia dalam kehidupan sosial masyarakat.

b. Buku – buku, arsip, dokumentasi dan berbagai data yang memuat tentang distribution store serta buku – buku /karya tulis yang relevan bagi pemecahan permasalahan dalam penelitian.

4. Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara Mendalam ( indept interviewing )

Teknik wawancara mendalam ini, tidak menggunakan struktur yang ketat dan formal, namun dengan strategi untuk menggiring pertanyaan yang makin membesar, sehingga informasi yang dikumpulkan cukup memadai, memiliki kedalaman dan keleluasaan sehingga mampu mengorek kejujuran, tanpa memaksakan kehendak kita dalam mengajukan pertanyaan. Dalam proses wawancara ini selain panca indera peneliti yang digunakan sebagai pengumpul data, ditunjang pula dengan penggunaan alat rekam tape recorder yang telah dikemas sedemikian rupa agar tidak mengganggu proses wawancara. Untuk memperlancar jalannya wawancara digunakan petunjuk umum wawancara yang berupa daftar pertanyaan yang telah disusun sebelum terjun ke lapangan. Wawancara dengan menggunakan petunjuk umum wawancara untuk mendapatkan informasi dengan cara bertanya


(53)

langsung kepada responden di mana peneliti membuat kerangka dan garis besar pokok-pokok yang ditanyakan dalam proses wawancara. b. Observasi ( langsung atau tidak berperan )

Observasi ini dilakukan secara informal sehingga mampu mengarahkan peneliti untuk mendapatkan sebanyak mungkin informasi yang berkaitan dengan masalah penelitian.

c. Dokumentasi

Pengumpulan data untuk memperoleh data sekunder dengan cara melihat kembali berbagai litelatur, foto dokumentasi yang relevan dengan penelitian ini.

5. Teknik Pengambilan Sampel

Jenis teknik pengambilan sampel yang dipergunakan adalah puposive sampling. Sesuai dengan tujuan penelitian ini, maka yang termasuk sebagai informan adalah:

a. Siswa yang saat ini berstatus sebagai pelajar SMA Negeri 4 Surakarta. b. Siswa SMA Negeri 4 Surakarta yang memilih distro sebagai tempat

berbelanja.

6. Validitas Data

Dengan menggunakan teknik trianggulasi, teknik ini merupakan pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu, untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data. Dalam penelitian ini validitas data menggunakan trianggulasi sumber yang berarti dalam penelitian ini membandingkan dan


(54)

mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dengan jalan :

- Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara. - Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa

yang dikatakan secara pribadi.

- Membandingkan keadaan dan persepsi seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan.

7. Teknik Analisa Data

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa interaktif, yaitu bahwa ketiga komponen aktivitasnya berbentuk interaksi dengan proses pengumpulan data berbagai proses siklus. Dalam bentuk ini peneliti tetap bergerak di antara tiga komponen analisis, yaitu data reduction (reduksi data), data display (sajian data) dan data conclusion drawing (penarikan kesimpulan). Seperti dalam skema di bawah ini ( HB. Sutopo, 1988 : 37 ) :


(55)

Interactive Model of Analysis

Bagan 2. Teknik Analisa Data Sumber : HB. Sutopo, 2006:120

Keterangan :

a. Reduksi Data ( Data Reduction )

Suatu bentuk analisis yang mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang ha-hal yang tidak penting dan mengatur data sedemikian rupa. Pada saat pengumpulan data yang ada pada field note, memusatkan, membuat batas-batas permasalahan. Proses ini berlangsung sampai laporan akhir selesai.

b. Sajian Data ( Data Display )

Dalam penyajian data disusun dengan baik dan jelas supaya peneliti mendapatkan gambaran yang jelas, tentang data keseluruhan guna menyusun kesimpulan studi.

c. Penarikan Kesimpulan ( Conclusion Drawing )

Dari awal pengumpulan, penelitian harus sudah mengerti apa arti dari hal-hal yang ditemui dan melakukan pencatatan pola-pola, pernyataan yang mungkin, arahan sebab akibat. ( HB. Sutopo, 1988 : 34 )

Pengumpulan Data

Reduksi Data (Data Reduction)

Sajian Data (Data Display)

Penarikan Kesimpulan (Conclusion Drawing)


(56)

BAB II

DESKRIPSI PELAJAR DAN DISTRO DI SURAKARTA

DESKRIPSI LOKASI A. Gambaran Umum

Kota Surakarta yang sering disebut dengan nama Kota Solo secara astronomis terletak antara 110°46’49” – 110°51’30” bujur timur dan antara 7°31’43” - 7°35’38” lintas selatan. Secara geografis, Surakarta terletak di antara dua gunung api, yakni gunung Lawu dan gunung Merapi dan di bagian timur dan selatan dibatasi oleh Sungai Bengawan Solo. Wilayah Kota Surakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian + 92 m dari permukaan laut, yang berbatasan di sebelah utara dengan Kabupaten Boyolali, sebelah Timur dengan Kabupaten Karanganyar, sebelah selatan dengan Kabupaten Sukoharjo dan di sebelah Barat dengan Kabupaten Sukoharjo.

Luas administrasi Kota Surakarta + 44,04 Km², yang terdiri dari 5 wilayah Kecamatan yakni kecamatan Laweyan, Serengan, Pasar Kliwon, Jebres, dan Banjarsari. Serta terdiri dari 51 kelurahan yang mencakup 562 RW dan 2.519 RT.

Dari segi pendidikan kota Surakarta mempunyai tingkat kesadaran pendidikan yang tergolong cukup baik. Hal ini terlihat pada data banyaknya penduduk usia sekolah menurut partisipasi sekolah dan jenis kelamin di kota Surakarta, seperti di gambarkan tabel di bawah ini :


(57)

TABEL I

Tingkat Partisipasi Penduduk

terhadap Pendidikan di Surakarta Tahun 2007 Jenis Kelamin Umur Sekolah Partipasi Sekolah

Laki-laki Perempuan

Jumlah

1. Tdk/belum pernah sekolah - - -

7-12 2. Masih sekolah 3. Tdk sekolah lagi

20.140 203 26.035 - 46.175 203 13-15 1. Tdk/belum pernah sekolah

2. Masih sekolah 3. Tdk sekolah lagi

- 11.388 815 - 11.594 612 - 22.982 1.427 16-18 1. Tdk/belum pernah sekolah

2. Masih sekolah 3. Tdk sekolah lagi

- 12.408 2.034 - 13.420 2.034 - 25.828 4.068 19-24 1. Tdk/belum pernah sekolah

2. Masih sekolah 3. Tdk sekolah lagi

- 10.567 18.709 - 15.853 19.526 - 26.420 38.235 Sumber : BPS Kota Surakarta

Tingkat Partisipasi diatas tentu saja sangat dipengaruhi oleh sarana dan prasarana pendidikan yang memadai. Gambaran selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :


(58)

TABEL II

Data Jumlah Sekolah di Kota Surakarta tahun 2007

No Jenis Sekolah Jumlah Sekolah Jumlah Siswa

1 TK 266 13.859

2 SD 278 63.284

3 SMP 75 33.064

4 SMA 44 22.413

5 SMK 41 22.399

6 Perguruan Tinggi (PT) 30 35.317

Sumber : BPS Kota Surakarta

B.1 Profil Sekolah B.1.1 Sejarah

Sekolah ini didirikan tahun 1946 oleh Drs. BPH Haji Muladi Prawironegoro dengan nama SMA Bagian C Swasta yang selanjutnya dialih statusnya menjadi sekolah negeri atau milik Negara dengan nama SMA Negeri III Bagian C yang dikukuhkan dengan Surat Keputusan SK Menteri PPK tertanggal 2 September 1950 No. 7371/B dan mengesahkan pengangkatan Drs. Prawironegoro sebagai kepala sekolah dan Kabul Leksono sebagai wakil kepala sekolah.

Pada awalnya untuk sementara SMA Negeri III/C menempati gedung SD kasatriyan Baluwarti dari tahun 1950 hingga 1951 dan pada tahun 1951 terjadi proses perpindahan tempat untuk menempati gedung Kristen Banjarasari hingga tahun 1958 dan sempat juga menempati SMP IV


(1)

Ya bissalah anak muda,belinya paling kaos, baju, jaket, pokoknya yang bias dipake buat nampang.

3. Alasan kamu membeli barang itu? Bias dipakai buat jalan.

4. Apa yang menjadi pertimbangan kamu dalam membeli suatu produk? Up to date, keren, ga pasaran, yang ga kalah penting yang murah. 5. Alasan kamu sehingga kamu membeli produk di distro?

Semua alas an yang tadi jadi alasannya.

6. Jika di distro kamu tidak berbelanja, kegiatan apa yang bisanya kamu lakukan disana?

Nongkrong sambil ngobrol aja.

7. Berapa lama kamu menghabiskan waktu untuk melakukan aktivitas tersebut? Paling lama ampe 3 jam, kan masih banyak aktivitas lain.

8. Apa yang membuat kamu merasa betah di distro? Suasana yang nyaman, ga terlalu berisik.

IKLAN

1. Apa kamu suka melihat iklan? Ga suka.

2. Di mana bisaanya kamu melihat iklan? Jarang liat.

3. Apa iklan mempengaruhimu untuk membeli suatu produk? Ga.

4. Dari mana bisaanya kamu tahu produk–produk terbaru yang ditawarkan di distro?

Pas liat langsung produknya.

5. Apakah iklan membantu dalam mengetahui produk yang ada di distro (terutama produk baru)?

Ga tau.

LINGKUNGAN PERGAULAN

1. Apakah teman – teman kamu sering mengajak kamu ke distro? Sering banget.

2. Bisaanya apa saja yang kamu lakukan di sana selain membeli? Nongkrong.

3. Ketika teman kamu memiliki suatu produk tertentu, apakah kamu menjadi tertarik untuk membeli juga?

Kadang-kadang aja. 4. Mengapa?

Tergantung barangnya juga kan, sesuai sama selera kita pa ga.

5. Apakah teman kamu sering memberi tahu tentang adanya produk baru di distro?

Lumayan sering juga. WAKTU LUANG


(2)

Ikut Ekskul di sekolah, main PS dirumah, nonton di bioskop.

2. Jika kamu ke distro, apa yang kamu lakukan di sana untuk mengisi waktu luang?

Nongkrong-nongkrong aja.

3. Apakah kamu pernah membeli suatu produk di distro padahal sebelumnya tidak direncanakan terlebih dahulu?

Iya, sering kejadian kayak gitu. 4. Mengapa?

Pengen buru-buru buat dipake.

F ika, 17 tahun.

STATUS EKONOMI

1. Berapa uang saku kamu setiap bulannya? Rp 500.000,00

2. Apakah uang saku kamu sepenuhnya ditanggung orang tua atau sebagian dihasilkan dari usaha kamu sendiri ?

Semua dari Ortu.

3. Dipergunakan untuka apa saja uang saku tersebut? Beli jajan di sekolah, belanja baju, bensin, pulsa. INTENSITAS PERGI KE DISTRO

1. Apa yang kamu ketahui tentang distro ?

Tempat dijual produk-produk dengan desain dan pemasaran indie, dengan harga yang relatif murah.

2. Apa kamu suka pergi ke distro? Suka.

3. Berapa kali kamu pergi ke distro ( dalam seminggu atau sebulan ) ? Sebulan 2 kali.

4. Dengan siapa kamu ke distro? Dengan teman-teman.

5. Distro mana yang sering kamu kunjungi ? Tomcat, Rowns

6. Mengapa ?

Udah langganan sering kesitu. AKTIVITAS DI DISTRO

1. Apakah jika ke distro kamu selalu berbelanja? Ga juga.

2. Jika berbelanja, apa saja yang biasa di beli? Biasanya beli sepatu dan baju.

3. Alasan kamu membeli barang itu? Mau dipake donk.

4. Apa yang menjadi pertimbangan kamu dalam membeli suatu produk? Barangnya ga pasaran, keren, up to date.


(3)

Barangnya terbatas, jadi ga banyak yang punya.

6. Jika di distro kamu tidak berbelanja, kegiatan apa yang biasnya kamu lakukan disana?

Liat-liat aja.

7. Berapa lama kamu menghabiskan waktu untuk melakukan aktivitas tersebut? Bentar kok, paling sejam.

8. Apa yang membuat kamu merasa betah di distro? Suasananya enak, penjaganya juga baek banget. IKLAN

1. Apa kamu suka melihat iklan? Tidak.

2. Di mana biasanya kamu melihat iklan? Jarang liat.

3. Apa iklan mempengaruhimu untuk membeli suatu produk? Tidak.

4. Dari mana biasanya kamu tahu produk–produk terbaru yang ditawarkan di distro?

Dikasih tau teman tau liat langsung.

5. Apakah iklan membantu dalam mengetahui produk yang ada di distro (terutama produk baru)?

Tidak tahu.

LINGKUNGAN PERGAULAN

1. Apakah teman – teman kamu sering mengajak kamu ke distro? Iya, sering.

2. Biasanya apa saja yang kamu lakukan di sana selain membeli? Liat-liat aja, siapa tau ada barang yang baru.

3. Ketika teman kamu memiliki suatu produk tertentu, apakah kamu menjadi tertarik untuk membeli juga?

Kadang-kadang. 4. Mengapa?

Kalau barangnya lucu dan keren kadang jadi pengen punya juga.

5. Apakah teman kamu sering memberi tahu tentang adanya produk baru di distro?

Iya.

WAKTU LUANG

1. Bila ada waktu luang, kemana saja kamu menghabiskan waktu luang? Nonton, makan-makan, kalau lagi males ya dirumah aja main PS.

2. Jika kamu ke distro, apa yang kamu lakukan di sana untuk mengisi waktu luang?

Liat-liat trus nongkrong bentar.

3. Apakah kamu pernah membeli suatu produk di distro padahal sebelumnya tidak direncanakan terlebih dahulu?


(4)

Pernah donk. 4. Mengapa?

Suka ya langsung aja dibeli. Yossi, 19 tahun.

STATUS EKONOMI

1. Berapa uang saku kamu setiap bulannya? Rp 500.000,00

2. Apakah uang saku kamu sepenuhnya ditanggung orang tua atau sebagian dihasilkan dari usaha kamu sendiri ?

Semua dari Ortu.

3. Dipergunakan untuk apa saja uang saku tersebut? Buat uang jajan, pulsa, bensin, beli barang-barang. INTENSITAS PERGI KE DISTRO

1. Apa yang kamu ketahui tentang distro ?

Distro adalah tempat yang barang-barangnya didesain sendiri oleh clothing lokal. Kebanyakan menjual produk anak muda seperti kaos, Pin, sepatu, tas, celana, jeans, kaset, accecoriss dengan harga yang murah.

2. Apa kamu suka pergi ke distro? Suka.

3. Berapa kali kamu pergi ke distro ( dalam seminggu atau sebulan ) ? 3 ampe 4 kali sebulan.

4. Dengan siapa kamu ke distro? Dengan teman-teman.

5. Distro mana yang sering kamu kunjungi ? Paling sering ke moveable.

6. Mengapa ?

Barangnya up to date dan eksklusif banget. AKTIVITAS DI DISTRO

1. Apakah jika ke distro kamu selalu berbelanja? Iya.

2. Jika berbelanja, apa saja yang biasa di beli? Tas, sepatu, kaos, biasanya itu.

3. Alasan kamu membeli barang itu?

Perlu dipake kalau lagi jalan donk. Menunjang penampilan biar ga keliatan kuper.

4. Apa yang menjadi pertimbangan kamu dalam membeli suatu produk? Mutu berkualitas, murah, ga pasaran, up to date.

5. Alasan kamu sehingga kamu membeli produk di distro? Semua alasan yang tadi.

6. Jika di distro kamu tidak berbelanja, kegiatan apa yang biasnya kamu lakukan disana?

Biasanya selalu belanja, walaupun cuma beli 1 produk aja.


(5)

Ga lama kok, disesuaikan kebutuhan aja.

8. Apa yang membuat kamu merasa betah di distro? Nyaman banget suasananya.

IKLAN

1. Apa kamu suka melihat iklan? Iya.

2. Di mana biasanya kamu melihat iklan? Brosur, koran, majalah, TV.

3. Apa iklan mempengaruhimu untuk membeli suatu produk? Kadang-kadang.

4. Dari mana biasanya kamu tahu produk–produk terbaru yang ditawarkan di distro?

Brosur dan liat pas langsung di distro.

5. Apakah iklan membantu dalam mengetahui produk yang ada di distro (terutama produk baru)?

Iya jelas itu membantu. LINGKUNGAN PERGAULAN

1. Apakah teman – teman kamu sering mengajak kamu ke distro? Sering banget.

2. Biasanya apa saja yang kamu lakukan di sana selain membeli? Paling cuma liat-liat aja.

3. Ketika teman kamu memiliki suatu produk tertentu, apakah kamu menjadi tertarik untuk membeli juga?

Tergantung sikon juga. 4. Mengapa?

Tertarik tapi pas ga ada duit ya sama juga bo’ong.

5. Apakah teman kamu sering memberi tahu tentang adanya produk baru di distro?

Iya, biasanya mereka bilang kalau ada barang baru yang keren. WAKTU LUANG

1. Bila ada waktu luang, kemana saja kamu menghabiskan waktu luang? Les, maen sama teman ke mall, nonton.

2. Jika kamu ke distro, apa yang kamu lakukan di sana untuk mengisi waktu luang?

Cukup liat- liat.

3. Apakah kamu pernah membeli suatu produk di distro padahal sebelumnya tidak direncanakan terlebih dahulu?

Seringnya begitu. 4. Mengapa?


(6)