Gambar 4.6 Media kultur pada uji MIC daun yang sudah dituang dan setelah di inkubasi.
B. Pembahasan
1. Aktivitas Ekstrak Daun Jatropha multifida L. Terhadap
Pertumbuhan Staphylococcus aureus
Terbentuknya area bening disekitar paper disc yang ditanamkan pada media kultur pada uji aktivitas antibakteri membuktikan bahwa
ekstrak daun Jarak Tintir Jatropha multifida L. memiliki sifat antibakteri terhadap pertumbuhan awal bakteri Staphylococcus aureus.
Zona bening adalah daerah yang tidak ditumbuhi bakteri yang terlihat lebih jernih dari area sekitarnya. Kemampuan ekstrak daun Jarak Tintir
Jatropha multifida L. dalam menghambat pertumbuhan bakteri diduga karena adanya kandungan senyawa aktif metabolit sekunder
dalam daun. Suharmiati mengungkapkan daun jarak tintir mengandung alkaloid, saponin, flavonoid, dan tanin. Hal ini juga diungkapkan
Isnaini 2010 dalam Skrining Fitokimia Ekstrak Pohon Yodium diketahui positif mengandung flavonoid, alkaloid, tanin dan saponin.
Beberapa peneliti
menyatakan pendapat
yang berbeda-beda
sehubungan dengan mekanisme kerja dari flavonoid. Cara Kerja
Sebelum Sesudah
flavonoid antara lain; flavonoid menyebabkan terjadinya kerusakan permeabilitas dinding sel bakteri, mikrosom, dan lisosom sebagai hasil
interaksi antara flavonoid dengan DNA bakteri. Sementara Mirzoeva dalam Zamrodi 2011 dalam penelitiannya mendapatkan bahwa
flavonoid mampu melepaskan energi tranduksi terhadap membran sitoplasma bakteri selain itu juga menghambat motilitas bakteri.
Mekanisme yang berbeda dikemukakan oleh Di Carlo dan Estrela yang menyatakan bahwa gugus hidroksil yang terdapat pada struktur
senyawa flavonoid menyebabkan perubahan komponen organik dan transpor nutrisi yang akhirnya akan mengakibatkan timbulnya efek
toksik terhadap bakteri ungkap Sabir 2005. Kontrol positif yang digunakan dalam penelitian ini adalah
povidone iodine 10, povidon-iodine ialah suatu iodovor dengan polivinil pirolidon berwarna coklat gelap dan punya bau yang khas
Ganiswara, 1995 dalam Anonim 2011. Povidone-iodine merupakan agen antimikroba yang efektif dalam desinfeksi dan pembersihan kulit
baik pra- maupun pascaoperasi, dalam luka traumatik yang kotor pada pasien rawat jalan dan untuk mengurangi sepsis luka pada luka bakar.
Tjay dan Rahardja 2002 dalam Anonim 2011 mengungkapkan
Povidon-iodine bersifat bakteriostatik dengan kadar 640 μgml dan
bersifat bakterisid pada kadar 960 μgml. Dalam 10 povidon iodine mengandung 1 iodiyum yang mampu membunuh bakteri dalam 1 menit
dan membunuh spora dalamm waktu 15 menit Ganiswara, 1995 dalam Anonim 2011.
Pada penelitian ini digunakan aquades steril sebagai pelarut pada pengenceran konsentrasi larutan. Aquades tersusun atas hydrogen
perixida maksimal 49.9. Aquades ini berwarna putih bening seperti air. Aquades adalah air biasa yang telah mengalami penyulingan
sehingga tidak memiliki kandungan mineral apapun dan juga tidak ada campuran apapun, sehingga bisa berperan sebagai pelarut Fatih,2008
dalam Friziah 2012. Digunakan aquades steril sebagai pelarut dengan tujuan agar memperkecil kemungkinan bahwa adanya sifat antibakteri
daun jarak tintir adalah berasal dari pelarut yang digunakan. Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa diameter zona
hambat paling besar adalah perlakuan ekstrak pada konsentrasi 100 dengan rata-rata zona hambat 7,67 mm. Berdasarkan kriteria zona
hambat menurut Davis Stout, diketahui ekstrak daun yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus yaitu pada
konsentrasi 5, 10, 25 , 50 dan 100. Pada konsentrasi 5 berdaya
hambat lemah
dalam menghambat
pertumbuhan Staphylococcus aureus. Sedangkan pada konsentrasi 10, 25 , 50
dan 100 berkekuatan sedang terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus, dimana kisaran zona hambat untuk adalah 6-7 mm.
Dari uji normalitas diketahui data berdistribusi tidak normal dan pada diagram Q-Q plot data tidak menyebar disekitar diagram.
Selanjutanya dilakukan Uji Kruskal-Walis, dari uji didapatkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok perlakuan.
Pada hasil uji regresi linier diketahui bahwa diameter zona hambat tidak berpengaruh terhadap diameter zona hambat bakteri karena R
2
yang didapat tidak mendekati linier atau satu. Faktor yang mempengaruhi diameter zona hambat adalah sensitivitas organisme,
kondisi inkubasi, kecepatan difusi agar. Salah satu hal tersebut yang juga diduga mempengaruhi ukuran zona hambat. Hal ini mungkin
terjadi karena senyawa aktif tidak terlarut sempurna. Beswika 2009 dalam penelitiannya mengungkapkan perbedaan pengaruh tesebut
disebabkan oleh molekul besar senyawa metabolit sekunder mengalami kesulitan berdifusi pada medium agar.
2. MIC Minimum Inhibitory Concentration Ekstrak Daun
Nilai MIC Minimum inhibitory Concentration ekstrak daun belum bisa didapatkan dalam penelitian ini. Hal ini terlihat dari Tabel
4.3 dan Tabel 4.4 , semua media kultur pada semua konsentrasi dapat ditumbuhi oleh bakteri. Perbedaan yang terlihat pada jam ke 0 dan 24
adalah pada jam ke 0 media kultur dalam kondisi jernih setelah jam ke 24 hampir semua media menjadi keruh. Hanya pada konsentrasi 13
dan 14 media terlihat agak jernih. MIC atau KHM Kadar hambat minimal pada daun Jarak tintir belum bisa ditemukan. Diduga hal ini
terjadi karena konsentrasi pada perlakuan terlalu rendah, sehingga jumlah zat aktif yang terkandung dalam perlakuan sedikit. Hal ini
mengakibatkan kemampuan dari senyawa yang terkandung dalam ekstrak daun belum bisa menghambat pertumbuhan bakteri. Situasi ini
senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Ajizah 2004 dalam Maliana 2013 bahwa konsentrasi ekstrak yang semakin tinggi
membentuk zona bening yang semakin besar. Semakin pekat konsentrasi suatu ekstrak, maka senyawa metabolit sekunder yang
terkandung di dalamnya akan semakin banyak sehingga memberikan pengaruh terhadap diameter zona bening yang terbentuk .
Ratnawati dalam Isnaini 2010 menyatakan bahwa pengaruh ekstrak metanol daun Jarak Tintir menghambat pertumbuhan bakteri
Bacillus subtilis. Dibuktikan dengan terbentuknya zona hambat sebesar 17,44 mm- 23, 99mm. Efektivitas kerja antibakteri dipengaruhi oleh
beberapa faktor di antaranya konsentrasi antibakteri, jumlah bakteri, spesies bakteri, bahan organik, suhu, dan pH lingkungan Cowan 1999
dalam Silvikasari 2011. Karena nilai MIC tidak bisa didapatkan maka nilai MBC Minimum Bacteredical Concentration atau KBM Kadar
Bunuh Minimal pun tidak bisa didapatkan, karena dasar dari pengujian MBC adalah hasil dari uji MIC. Hal serupa juga
dikemukakan oleh Junairiah 2012 pada uji nilai MIC dan MBC ekstrak Dumortiera hirsuta terhadap pertumbuhan Staphylococcus
aureus. Nilai MIC dan MBC dari ekstrak Dumortiera hirsuta belum bisa ditemukan hal ini diduga karena tidak terjadinya penurunan nilai
koloni pada ekstrak hingga mencapai 90. MIC bisa ditetapkan jika bakteri yang tumbuh kurang dari 90. Aktivitas dri konsentrasi yang
diberikan hanya bersifat bakteriostatik.
3. Aktivitas Getah Jarak Tintir Jatropha multifida L. Terhadap
Pertumbuhan Staphylococcus aureus