Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

Dengan digunakannya kontrak baku sebagai bentuk pengikatan diri dengan pelanggan, maka Telkom menerapkan prinsip take it or leave it. Sekalipun pelanggan tidak dimungkinkan untuk melakukan tawar-menawar mengenai isi perjanjian, Telkom tetap berusaha untuk memperhatikan keseimbangan hak dan kewajiban antara pelanggan dengan Telkom sendiri, sekalipun pada kenyataannya perjanjian baku tidak pernah ada kedudukan para pihak yang benar-benar seimbang.

b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

Istilah ”cakap” di sini menunjukkan bahwa setiap orang yang membuat perjanjian harus cakap menurut hukum. Persoalan khusus yang harus terurai secara jelas di sini adalah mengenai apa yang dimaksud dengan cakap menurut hukum itu sendiri. Sebagaimana ditentukan dalam ketentuan Pasal 1329 KUH Perdata bahwa setiap orang pada dasarnya cakap untuk membuat perjanjian, kecuali undang-undang menyatakan tidak cakap. Dari rumusan ini, dapat kita pahami secara sederhana bahwa sedemikian besar undang-undang menganggap tiap-tiap orang persoon alamiah memiliki kewenangan berhak atau kewenangan hukum untuk mendukung adanya hak dan kewajiban dalam kualitasnya sebagai subyek hukum. Akan tetapi, tidak semua pribadi yang memiliki kualitas sebagai pendukung hak dan kewajiban itu pasti memiliki kecakapan bertindak yaitu kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum pada umumnya, misalnya dalam hal membuat perjanjian. Mereka yang oleh undang-undang dianggap tidak cakap dalam membuat perjanjian sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1330 KUH Perdata adalah : 1. Orang-orang yang belum dewasa ; 2. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan ; 3. Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu. Demikian halnya dengan isteri wanita yang telah bersuami menurut Pasal 108 dan 110 KUH Perdata tidak berwenang untuk melakukan perbuatan hukum tanpa bantuan atau ijin suaminya. Namun berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1963 tanggal 4 September 1963, menyatakan bahwa ketentuan Pasal 108 dan 110 KUH Perdata tersebut tidak berlaku lagi. Ukuran bagi seseorang untuk dianggap dewasa menurut Pasal 330 KUH Perdata adalah apabila seseorang tersebut telah berusia 21 tahun atau telah pernah kawin, walaupun sudah cerai. Bagi Telkom untuk mengetahui apakah calon pelanggan yang membuat perjanjian dengna pihaknya sudah dewasa atau belum dapat dilihat dari identitas diri yang menjadi syarat administrasi yang wajib ada dan diserahkan oleh pelanggan yang ingin mengadakan kontrak berlangganan Telkom Speedy. Mengenai orang yang berada dibawah pengampuan yaitu orang-orang dewasa yang tidak memiliki kesempurnaan dalam tindakan hukumnya, baik akibat cacat mental idiot, dungu, sakit ingatan, ataupun suka mengobralkan kekayaannya pemboros atau penjudi, yang oleh karena itu undang-undang menunjuk lembaga ini untuk mewakili kepentingan mereka, Telkom tidak membatasi diadakannya perjanjian dengannya. Yang terpenting bagi Telkom adalah selama orang yang dibawah pengampuan sekalipun, namun dapat melaksanakan kewajibannya sebagai pelanggan, maka bukan menjadi masalah bagi Telkom, ini lebih baik daripada orang dewasa yang cakap hukum tetapi tidak dapat melaksanakan kewajibannya sebagai pelanggan. Selama tidak ada klaim pembatalan dari pihak ketiga atau pelanggan itu sendiri untuk membatalkan perjanjian yang telah dibuat maka perjanjian itu tetap sah berjalan dan mengikat kedua pihak. 59

c. Suatu hal tertentu