Perjanjian Pada Umumnya Kerangka Teoritis a. Perjanjian Pada Umumnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Perjanjian Pada Umumnya

Manusia dalam segala kepentingannya memiliki beragam kebutuhan hidup yang harus terpenuhi demi kelangsungannya sebagai anggota masyarakat. Perjanjian merupakan salah satu cara yang dapat digunakan oleh manusia sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sehingga disadari maupun tidak disadari, manusia dalam kehidupannya sehari-hari sebenarnya dihadapkan pada banyak perikatan dengan pihak lain yang berlangsung secara berkelanjutan baik secara tegas maupun diam-diam. Perjanjian memang memiliki nilai yang berarti dalam kehidupan manusia sehari- hari. Abdulkadir Muhammad berpendapat, bahwa ketentuan Pasal 1313 KUH Perdata tersebut sebenarnya kurang memberikan jawaban yang memuaskan atas apa yang dimaksud dengan perjanjian itu sendiri. Hal ini disebabakan karena : a Perumusan pasal tersebut hanya menyangkut sepihak saja; b Kata ”perbuatan” mencakup juga tanpa konsesus ; c Pengertian perjanjian terlalu luas ; dan d Tanpa menyebut tujuan. 20 20 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1990, hlm. 78. Menurut Mariam Darus Badrulzaman, rumusan definisi perjanjian yang terdapat didalam ketentuan Pasal 1313 KUH Perdata tersebut tidak lengkap dan terlalu luas. Dinyatakan tidak lengkap karena yang dirumuskan itu hanya menyangkut jenis perjanjian sepihak saja. Sedangkan dinyatakan terlalu luas karena didalamnya dapat juga mencakup hal-hal janji kawin, yaitu perbuatan di dalam lapangan hukum keluarga familierecht yang dapat pula menimbulkan perjanjian. Padahal perikatan yang lahir dari jenis perjanjian janji kawin semacam ini bertolak dari perikatan sebagaimana yang lahir dari perjanjian yang diatur dalam Buku III KUH Perdata, karena perikatan disini dapat dinilai secara ekonomis atau materiil, sedangkan janji kawin tidak dapat terukur secara ekonomis. 21 Subekti berpendapat bahwa perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. 22 Menurut Abdulkadir Muhammad, bahwa yang dimaksud dengan perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. 23 21 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, 2005, hlm. 15. 22 Subekti, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, 1996, hlm. 1. 23 Abdulkadir Muhammad, Op.cit, hlm. 78. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, secara umum dapat disimpulkan bahwa untuk terjadinya suatu perjanjian harus ada setidak-tidaknya dua pihak yang saling mengikatkan diri secara perdata, serta menimbulkan hak dan atau kewajiban bagi para pihak dari perjanjian tersebut.

B. Unsur-Unsur Perjanjian