yang menggunakan istilah yang berlainan walaupun sebenarnya maksudnya adalah sama.
E. Jenis-Jenis Perjanjian a. Pembedaan Jenis Perjanjian
1 Perjanjian cuma-cuma Berdasarkan ketentuan pasal 1314 KUH Perdata, bahwa
yang dimaksud dengan perjanjian cuma-cuma yaitu suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan suatu
keuntungan kepada pihak yang lain tanpa menerima suatu manfaat baginya dirinya sendiri. Menurut J. Satrio, bahwa kata
”memberikan keuntungan” dalam rumusan pasal tersebut seharusnya diganti dengan kata ”prestasi”, karena pada gilirannya
apakah prestasi
tersebut menguntungkan
ataukah tidak
menguntungkan tidak menjadi persoalan. Sedangkan pihak yang lain, terhadap prestasi yang satu, tidak ada kewajiban apapun.
Misalnya adalah : perjanjian hibah, pinjam pakai cuma-cuma, pinjam mengganti cuma-cuma, dan penitipan barang cuma-cuma.
2 Perjanjian atas beban Menurut ketentuan undang-undang, bahwa yang dimaksud
dengan perjanjian atas beban adalah perjanjian yang mewajibkan masing-masing pihak untuk berprestasi, baik memberikan
sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu. Namun, perumusan tersebut lebih tepat untuk perjanjian timbal-balik saja.
Oleh karena itu, para sarjana memberikan perumusan lain mengenai pengertian perjanjian atas beban. Perumusannya
berbunyi sebagai berikut ” Perjanjian atas beban adalah persetujuan dimana terhadap prestasi yang satu selalu ada kontra
prestasi pihak lain, dimana kontra prestasinya bukan semata- mata merupakan pembatasan atas prestasi yang satu atau hanya
sekedar menerima kembali prestasinya sendiri.” 3 Perjanjian sepihak
Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pada satu pihak saja sedangkan pihak yang lainnya
hanya ada hak saja. Dalam hal ini, perlu dibedakan secara jelas antara perjanjian sepihak dengan tindakan hukum sepihak. Dalam
tindakan hukum sepihak, maka terhadap timbulnya akibat hukum dikehendaki atau dianggap dikehendaki yang bertindak cukup
satu orang atau satu persoon saja. Sedangkan dalam perjanjian sepihak, namanya juga perjanjian maka tindakan hukumnya
didasarkan atas kesepakan dari paling sedikit dua orang atau dua pihak. Oleh karena itu, terhadap akibat hukum yang timbul
pasti dikehendaki atau dianggap dikehendaki oleh kedua belah pihak. Misalnya hibah, perjanjian kuasa tanpa upah, perjanjian
pinjam-pakai cuma-cuma, perjanjian pinjam mengganti cuma- cuma, dan perjanjian pentipan barang dengan cuma-cuma.
4 Perjanjian timbal-balik Perjanjian timbal-balik sering disebut juga dengan
perjanjian bilateral yaitu perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban
pada kedua
belah pihak,
dan antara
hak sertakewajiban itu mempunyai hubungan satu sama lainnya.
Sedangkan apa yang dimaksud dengan ”mempunyai hubungan erat satu sama lain” di sini yaitu terhadap perikatan-perikatan
yang lahir dari perjanjian tersebut maka apabila terdapat hak pada pihak yang satu, maka pihak lain berkedudukan sebagai
pemikul kewajiban, demikian pula sebaliknya. Dengan hemat kata dapat dikatakan bahwa antara hak dan kewajiban saling
berhadap-hadapan secara timbal-balik. Misalnya perjanjian jual- beli, sewa-menyewa, dan tukar-menukar.
5 Perjanjian konsensuil Perjanjian konsensuil adalah perjanjian dimana cukup
adanya kata sepakat diantara para pihak saja sudah menimbulkan perjanjian yang bersangkutan. Misalnya perjanjian-
perjanjian menurut KUH Perdata sebagian besar umumnya bersifat konsensuil, kecuali beberapa perjanjian tertentu
perjanjian riil dan formil. 6 Perjanjian riil
Perjanjian riil adalah perjanjian yang baru lahir ada apabila barang yang menjadi pokok perjanjian telah diserahkan.
Misalnya perjanjian utang-piutang, pinjam-pakai, dan penitipan barang, yang kesemuanya baru menimbulkan atau melahirkan
perjanjian pada detik diserahkannya barang yang menjadi pokok perjanjian.
7 Perjanjian formil Perjanjian formil adalah perjanjian yang disyaratkan oleh
undang-undang bahwa untuk sahnya atau untuk lahirnya perjanjian maka harus memenuhi syarat khusus yaitu dituangkan
dalam bentuk atau disertai dengan formalitas tertentu, disamping harus memenuhi syarat umum sahnya perjanjian. Bentuk tertentu
ini bisa dituangkan secara tertulis berupa akta otentik, tergantung jenis perjanjiannya. Misalnya perjanjian kawin,
perjanjian kuasa untuk memasang hipotek, perjanjian pendirian Perseroan Terbatas PT, dan perjanjian pertanggungan yang
disyaratkan secara tertulis saja.
F. Prestasi dan Wanprestasi Dalam Perjanjian 1. Prestasi