Karakteristik Fisiko Kimia Karagenan Rumput Laut Merah Eucheuma Spinosum Dari Perairan Nusa Penida, Sumenep, Dan Takalar

KARAKTERISTIK FISIKO-KIMIA KARAGENAN
RUMPUT LAUT MERAH Eucheuma spinosum
DARI PERAIRAN NUSA PENIDA, SUMENEP, DAN TAKALAR

ANDARINI DIHARMI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Karakteristik FisikoKimia Karagenan Rumput Laut Merah Eucheuma spinosum dari Perairan Nusa
Penida, Sumenep, dan Takalar adalah benar karya saya dengan arahan komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dan karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2016

Andarini Diharmi
F 261120031

RINGKASAN
ANDARINI DIHARMI. Karakteristik Fisiko-Kimia Karagenan Rumput Laut Merah
Eucheuma spinosum dari Perairan Nusa Penida, Sumenep, dan Takalar.
Dibimbing oleh DEDI FARDIAZ, NURI ANDARWULAN, dan ENDANG SRI
HERUWATI.
Karagenan hasil ekstrak rumput laut merah (Rhodopyceae) tersusun dari
senyawa polisakarida berantai linier, galaktan sulfat, dan larut di dalam air.
Berdasarkan kandungan sulfatnya, karagenan terdiri dari fraksi kapa, iota, dan
lamda, yang dihasilkan dari spesies yang berbeda. Spesies rumput laut merah
penghasil karagenan di Indoensia adalah Eucheuma cottonii (Kappaphycus
alvarezii) dan Eucheuma spinosum (denticulatum).
Karagenan adalah salah satu ingredien pangan yang berfungsi sebagai
penstabil, pengental, dan pembentuk gel. Sentra budidaya E. spinosum di
Indonesia berada di perairan Nusa Penida, Sumenep, dan Takalar. Diperkirakan
lokasi budidaya rumput laut berpengaruh terhadap kualitas karagenan yang

dihasilkan.
Penelitian ini bertujuan untuk 1) menganalisis perbedaan komposisi kimia
rumput laut E. spinosum, 2) menganalisis perbedaan karakteristik fisik dan kimia
karagenan, 3) menganalisis perbedaan profil viskositas karagenan pada suhu
80–20C tanpa dan dengan kation K+ dan Ca2+, dan 4) mengkaji profil reologi
larutan karagenan pada suhu 60, 65, dan 70C dari rumput E.spinosum yang
berasal dari perairan Nusa Penida, Sumenep dan Takalar..
Rumput laut E. spinosum yang dianalisis adalah komposisi proksimat
(kadar air, abu, lemak, protein, karbohidrat), dan serat kasar, sedangkan
terhadap karagenan meliputi rendemen dan kadar air. Selanjutnya dilakukan
analisis karakteristik kimia karagenan yang meliputi kadar abu, abu tidak larut
asam, sulfat, kadar mineral, dan logam berat, identifikasi senyawa karagenan
melalui profil spectrum senyawa karagenan menggunakan spektrofotometer
Fourier Transform Infrared (FTIR), dan bobot molekul dengan GPC-HPLC.
Analisis karakteristik fisik terdiri atas kekuatan gel, derajat putih, viskositas, profil
viskositas dengan penambahan kation K+ dan Ca2+, serta analisis profil reologi
larutan karagenan pada suhu 60, 65, dan 70C dari rumput laut E.spinosum
yang berasal dari periaran Nusa Penida, Sumenep , dan Takalar.
Kadar air rumput laut E. spinosum kering dari ketiga perairan (Nusa
Penida, Takalar, dan Sumenep) berkisar antara 19–20% (bb). Komposisi kimia

rumput laut dari ketiga perairan adalah kadar abu 23.35–24.30% (bk), lemak
0.012–0.076% (bk), protein 6.30–7.30% (bk), karbohidrat 69.07 – 69.66 % (bk),
dan serat total 15.14–19.27% (bk). Eucheuma spinosum yang berasal dari
ketiga perairan memiliki kadar air, lemak, protein, lemak, dan karbohidrat yang
tidak berbeda, hanya kadar serat kasar yang berbeda nyata.
Ekstrak E. spinosum dari ketiga perairan menghasilkan karagenan dengan
rendemen 25–37% dan kadar air 9–11% bb. Rendemen karagenan tertinggi
berasal dari perairan Takalar diikuti karagenan dari Sumenep dan Nusa Penida.
Karagenan secara kimia memiliki kadar abu 28.26–29.57% (bk), kadar sulfat
30.74-32.27% (bk), dan kadar abu tidak larut asam 0.27– 0.33% (bk). Kadar
mineral (kalsium, kalium, magnesium, dan natrium) dari perairan Nusa Penida,
Sumenep, dan Takalar menunjukkan perbedaan. Rasio kalsium terhadap kalium
karagenan Nusa Penida, Sumenep, dan Takalar berturut-turut 2.62, 2.92, dan
3.52. Hasil analisis terdeteksi kandungan logam berat menunjukkan bahwa
karagenan ini tidak mengandung logam berat (Pb, Hg, Cd dan As).

Spektrum FTIR untuk ketiga jenis karagenan menunjukkan adanya gugus
fungsi galaktosa-2-sulfat (G2S), anhidrogalaktosa-4-sulfat (DA4S), serta
galaktosa, ikatan glikosidik, anhidro-galaktosa, dan ester sulfat pada bilangan
gelombang yang hampir sama. Terdapatnya gugus G2S dan DA4S pada ketiga

karagenan pada bilangan gelombang 806 dan 852 cm-1 menunjukkan bahwa
karagenan E. spinosum dari ketiga perairan adalah tipe iota-karagenan. Analisis
bobot molekul karagenan ketiga perairan menggunakan GPC-HPLC
mengkonfirmasi bahwa ketiga karagenan adalah iota-karagenan dan mempunyai
bobot molekul berkisar antara 8.40 – 9.01 x 105 Dalton.
Kekuatan gel karagenan tertinggi berasal dari perairan Takalar, diikuti
Sumenep dan Nusa Penida. Nilai derajat putih tertinggi juga berasal dari
karagenan Takalar. Profil viskositas ketiga karagenan pada suhu 80C di awal
pengukuran berbeda, viskositas karagenan tertinggi berasal dari perairan
Takalar, diikuti Sumenep dan Nusa Penida, dan ketika suhu diturunkan ketiga
karagenan menghasilkan peningkatan nilai viskositas. Kekuatan gel dan profil
viskositas berbanding lurus dengan rasio kalsium terhadap kalium. Penambahan
ion K+ terlihat sangat berpengaruh lebih nyata pada viskositas karagenan Nusa
Penida yang memiliki rasio kalsium terhadap kalium paling rendah, sedangkan
penambahan ion Ca2+ berpengaruh nyata pada karagenan Takalar yang memilii
rasio kalsium terhadap kalium paling tinggi. Kandungan kalsium dan kalium
indigenus berpengaruh terhadap viskositas dengan penambahan ion eksogenus.
Profil reologi larutan karagenan Nusa Penida, Sumenep, dan Takalar pada
suhu 70C memiliki pola ang serupa yaitu larutannya mudah dialirkan
(Newtonian). Reologi karagenan Nusa Penidam Sumenep pada suhu 65C,

memiliki profil yang serupa masih Newtonian, kecuali Takalar dan pada suhu
60C, profil reologi Sumenep dan Takalar serupa yaitu larutannya sukar untuk
dialirkan (Non Newtonian) sedangkan Nusa Penida masih Newtonian.
Kata kunci: Eucheuma spinosum, karagenan, iota-karagenan, profil viskositas,
reologi

SUMMARY
ANDARINI DIHARMI. Physico-Chemical Characteristics of Carrageenan
Extracted from Red Seaweed Eucheuma spinosum Carrageenan Originated from
Coastal Region of Nusa Penida, Sumenep, and Takalar. Supervised by DEDI
FARDIAZ, NURI ANDARWULAN, and ENDANG SRI HERUWATI.
Carrageenan extracted from red seaweed (Rhodopyceae) consists of
linear-chain polysaccharide compounds, sulfate galactans and soluble in water.
Based on its sulfate content, carrageenan is categorized as kappa, iota, and
lambda, which are produced from a different species. Species of red seaweed
as raw material for carrageenan in Indonesia are Eucheuma cottonii
(Kappaphycus alvarezii) and Eucheuma spinosum (denticulatum).
As food ingredient, carrageenan serves as a stabilizer, thickener, and
emulsifier. Eucheuma spinosum is potential as source of carrageenan. E.
spinosum cultivation centers in Indonesia are Nusa Penida, Sumenep, and

Takalar coastal areas. It is estimated that location of seaweed cultivation will
affect the quality of produced carrageenan.
This study aims to 1) analyze the differences in chemical composition of
E.spinosum dried seaweed, 2) analyze the physico-chemical characteristics of
carrageenan, 3) analyze the viscosity profile at 80– 20C without and with cations
i.e. K+ and Ca2+, and 4) analyze the rheological profile at 60, 65, and 70C of
E.spinosum originating from coastal regions Nusa Penida, Sumenep, and
Takalar.
E. spinosum seaweed was analyzed the proximate composition (moisture,
ash, fat, protein and carbohydrates) and crude fiber, while the carrageenan was
yield and moisture content. Further analysis chemical characteristics of
carrageenan consist of the ash, acid insoluble ash, sulfate, mineral and heavy
metal content, profile carrageenan compound with a spectrophotometer Fourier
Transform Infrared (FTIR), and a molecular weight by GPC-HPLC. The analysis
the physical characteristics of carrageenan were gel strength, whiteness,
viscosity and viscosity profile with the addition of cations K+ and Ca2+, as well as
rheological profile analyzes of carrageenan solution at a temperature of 60, 70
and 75C.
Dried seaweed of E. spinosum collected from three coastal regions (Nusa
Penida, Sumenep, and Takalar) has moisture content ranged from 19 % to 20%.

The chemical composition of the dried E.spinosum were 23.35 – 24.30% ash
(dw), 0.012 – 0.076% fat (dw), 6.30 – 7.30% protein (dw), 69.07 – 69.66%
carbohydrate (dw) and 15.12–19.89% fiber (dw). There were no difference in
proximate compositions of E. spinosum except for crude fiber content.
Yields of carrageenan extracted from E. spinosum range of 25–37%, with
the moisture content of 9–11%, is achieved by E. spinosum from Takalar. The
chemical characteristics of carrageenan were 28.26 – 29.57% ash, 30.74 –
32.27%, sulfate, while acid insoluble ash contents were 0.27 to 0.33% (dw). The
minerals (calcium, magnesium, potassium, and sodium) contents of carrageenan
from Nusa Penida, Sumenep, and Takalar were almost similar while heavy metal
(Pb, Hg, Cd and As) were not detected in the three kinds of carrageenan. The
calsium to potassium ratio in carrageenan from Nusa Penida, Sumenep, and
Takalar were 2.62, 2.92 and 3.52 respectively. The calsium to potassium ratio
was highest in carrageenan from Takalar followed by that from Sumenep and
Nusa Penida.

Spectrum of FTIR for three carrageenan shows the presence of glycosidic
bond, anhydro-galactose and sulfate esters. The presence of G2S and DA4S
groups at wave number of 806 and 852 cm-1 in carrageenan from Nusa Penida,
Sumenep, and Takalar indicated that these carrageenans were iota-carrageenan.

Analysis of the molecular weight for three carrageenans using GPC-HPLC
confirmed that carrageenans from Nusa Penida, Sumenep, and Takalar were
iota-carrageenan and had molecular weight ranging from 8.40x 105 to 9.01 x 105
Dalton.
Gel strength of carrageenan from Takalar was higher than those from
Sumenep and Nusa Penida. While, the highest whiteness degree was also
chieved by carrageenan from Takalar. The viscosity profile of carrageenans from
Nusa Penida, Sumenep, and Takalar at a temperature of 80°C showed that the
three carrageenans had different viscosity, and when the temperature was
lowered their viscosity increased. Gel strength and viscosity profile were
proportional to the the ratio of calcium to potassium. The addition of K+ ion was
very significant to the viscosity of carrageenan from Nusa Penida which had a
lowest ratio of calcium to potassium, while the addition of Ca2+ was very
significant to carrageenan from Takalar which had a highest ratio of calcium to
potassium. Indigenus calcium and potassium affect the viscosity with the addition
of exogenous ion.
The rheological profile of carrageenan solutions from Nusa Penida,
Sumenep and Takalar at a temperature of 70C had a similar pattern that was
easily flowing solution (Newtonian). The rheology of carrageenan from Nusa
Penida and Sumenep at a temperature of 65C had the same profile which were

Newtonian, but that from Takalar was non-Newtonian and at a temperature of
60C, rheology profile carrageenan from Sumenep and Takalar were similar and
the solution was difficult to flow (non-Newtonian) while that from Nusa Penida
was still Newtonian.
Keyword: Eucheuma spinosum, carrageenan, iota-carrageenan, profile of
viscosity, rheology

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

KARAKTERISTIK FISIKO-KIMIA KARAGENAN
RUMPUT LAUT MERAH Eucheuma spinosum DARI

PERAIRAN NUSA PENIDA, SUMENEP, DAN TAKALAR

ANDARINI DIHARMI

Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji pada Ujian Tertutup: Dr Ir Elvira Syamsir MSi
Staf Pengajar Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor (IPB).
Dr Ir Bagus Sediadi Bandol Utomo, M.App.Sc

Peneliti Senior Pusat Penelitian dan
Pengembangan Daya Saing Produk dan
Biotektenologi Kelautan dan Perikanan
Kementerian Kelautan dan Perikanan RI
Penguji pada Ujian Terbuka: Dr Nugraha Edhi Suyatma, S.TP.DEA
Staf Pengajar Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor (IPB).
Dr Ir Bagus Sediadi Bandol Utomo,M.App.Sc
Peneliti Senior Pusat Penelitian dan
Pengembangan Daya Saing Produk dan
Biotektenologi Kelautan dan Perikanan
Kementerian Kelautan dan Perikanan RI

Judul Disertasi

: Karakteristik Fisiko-Kimia Karagenan Rumput Laut
Merah Eucheuma spinosum dari Perairan Nusa Penida,
Sumenep, dan Takalar

Nama

: Andarini Diharmi

NIM

: F 261120031

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Dedi Fardiaz MSc
Ketua

Prof Dr Ir Nuri Andarwulan MSi
Anggota

Dr Ir Endang Sri Heruwati
Anggota

Diketahui oleh
Program Studi
Ilmu Pangan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Ratih Dewanti-Hariyadi MSc

Dr Ir Dahrul Syah MScAgr

Tanggal ujian tertutup : 14 Maret 2016
Tanggal sidang promosi : 2 Mei
2016

Tanggal lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga disertasi ini dapat diselesaikan
dengan judul “Karakteristik Fisiko-Kimia Rumput Laut Merah Eucheuma
spinosum dari Perairan Nusa Penida, Sumenep, dan Takalar”. Bagian disertasi
ini telah diajukan sebagai artikel ilmiah, yaitu: 1) Profil viskositas karagenan E.
spinosum dari Nusa Penida (Bali), Sumenep (Madura), dan Takalar (Sulawesi
Selatan) yang diterbitkan pada Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia
volume 18 No 3 bulan Desember 2015,
2) Chemical and Physical
Characteristics of Carrageenan Extracted from E. spinosum Harvested from
Three Different Indonesian Coastal Sea Regions, pada Journal Phycological
Research (Wiley), dan 3) telah dipresentasikan pada Seminar Nasional MPHI
ke-7 bulan Oktober 2016 dengan judul “Komposisi Kimia dan Mineral Rumput
Laut E. spinosum Kering dari Perairan Nusa Penida, Sumenep, dan Takalar”.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Komisi Pembimbing Prof Dr Ir
Dedi Fardiaz MSc, selaku Ketua, Prof Dr Ir Nuri Andarwulan MSi dan Dr Ir
Endang Sri Heruwati, sebagai anggota yang selalu dengan sabar dan bijaksana
memberikan bimbingan, arahan, masukan, dan motivasi, mulai dari
mempersiapkan proposal hingga melaporkannya dalam bentuk disertasi. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Didah Nur Faridah MSi, Dr Ir Nur
Wulandari MSi, Dr Ir Elvira Syamsir M.Si, Dr Nugraha Adhi Suyatma S.TP DEA,
dan Dr Ir Bagus Sediadi Bandol Utomo M.App.Sc, sebagai penguji luar komisi,
ujian prelim, ujian tertutup, dan terbuka, serta Prof Dr Ir Ratih Dewanti-Hariyadi
MSc (ketua PS IPN), Dr Ir Endang Prangdimurti MSi (Sekretaris PS IPN) dan
Prof Dr Ir Ono Suparno MT (Wakil Dekan Fateta) yang telah memberikan
masukan dan saran yang berguna dalam penyempurnaan disertasi ini.
Ucapan terima kasih kepada Bapak Rektor, Dekan Fakutas Perikanan dan
Ilmu Kelautan Universitas Riau atas izin yang diberikan mengikuti tugas belajar di
IPB.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak Dekan Sekolah
Pascasarjana IPB beserta staf dan jajarannya. Ucapan terima kasih penulis
sampaikan kepada Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan atas izin dalam
penggunaan fasilitas penelitian di laboratorium yang ada di balai tersebut. Terima
kasih kepada KEMENDIKNAS RI atas biaya bantuan penelitian Hibah Doktor
2014 dan Yayasan Supersemar.
Ucapan terima kasih kepada ayah dan ibu tercinta, atas iringan doa restu,
dan kasih sayangnya. Terima kasih kepada suami tercinta (Ir Abrar Aliyasar) dan
kedua putera tersayang (Muhammad Farrel Asyraf Abrar dan Fathir Muhammad
Kevin Abrar) atas pengertian, kesabaran, dan inspirasi yang diberikan.
Terimakasih kepada adik-adik tersayang dan keluarga besar atas dukungan dan
semangat yang diberikan kepada penulis selama menjalani pendidikan.
Terima kasih juga pada rekan dan sahabat khususnya, Akhya M.SI, Dr
Ema Hastarini, Zakiah Wulandari M.Si, Zalniati Fona M.Si, Sri Sugiwarti, Santi
Dwi Astuti,M.Si, Dr Irdha, Dr. Dewi Fortuna Ayu, Asnan M.Si, Fitri Tafzy MSi,
Retnani MP, Subaryono M.Si, dan Yuliati M.Si.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2016
Andarini Diharmi
F261120031

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR

xv
xv

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
Novelty (kebaharuan) Penelitian

1
1
3
4
4
4
5

2 TINJAUAN PUSTAKA
Rumput Laut
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Rumput Laut
Eucheuma spinosum
Karagenan
Sumber Karagenan
Proses Produksi Karagenan
Isolasi Karagenan
Struktur Kimia dan Karakteristik Karagenan
Jenis-Jenis Karagenan
Identifikasi Senyawa Karagenan
Sifat-Sifat Karagenan
Karakteristik Reologi
Standar Mutu Karagenan
Pemanfaatan Karagenan

7
7
8
9
10
12
12
14
16
17
19
21
25
25
27

3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan dan Alat
Tahapan Penelitian
Prosedur Analisis
Analisis Data

29
29
29
30
33
41

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Persiapan Bahan Baku dan Karakteristik Eucheuma spinosum
Komposisi Kimia Rumput Laut Eucheuma spinosum Kering
Ekstraksi Rumput Laut Eucheuma spinosum
Karakteristik Kimia Karagenan
Karakteristik Fisik Karagenan
Profil Viskositas Karagenan
Profil Karagenan dengan Penambahan K+

43
43
45
47
49
54
56
58

Profil Karagenan dengan Penambahan Ca2+
Profil Reologi Larutan Karagenan pada Suhu 60, 65 dan 70C

62
67

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

75
75
75

DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP

77
85

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9

10
11

12
13
14

15
16
17

Jenis-jenis karagenan hasil isolasi dari rumput laut merah
Komponen penyusun karagenan
Bilangan gelombang gugus fungsi tiga tipe karagenan
Absorbansi dari spektrum FTRI kapa-karagenan
Sifat-sifat kelarutan karagenan pada berbagai media pelarut
Karakteristik gel kappa, iota, dan lamda-karagenan
Stabilitas karagenan dalam berbagai suhu
Standar mutu karagenan
Beberapa penerapan karagenan dalam produk-produk dengan bahan dasar
air
Deskripsi spindel yang digunakan dalam analisis dengan viskometer
DV2LT
Komposisi kimia dan serat rumput laut E.spinosum kering dari
perairan Nusa Penida, Sumenep, dan Takalar
Rendemen karagenan E.spinosum
Karakteristik kimia karagenan E.spinosum dari Nusa
Penida, Sumenep, dan Takalar
Kandungan mineral pada karagenan E.spinosum Nusa Penida, Sumenep,
dan Takalar
Bilangan gelombang hasil spektra FTIR karagenanE. spinosum dari Nusa
Penida, Sumenep, dan Takalar
Bobot molekul karagenan E. spinosum
Karakteristik fisik karagenan E. spinosum dari
Nusa Penida, Sumenep, dan Takalar

10
17
19
20
21
22
24
26
27
40
46
48
49
50

53
53
54

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Eucheuma spinosum
Spesies rumput laut penghasil karagenan
Diagram alir proses produksi karagenan
Struktur kimia karagenan
Struktur kimia kapa-karagenan
Struktur iota-karagenan
Struktur lamda-karagenan
Spektrum FTIR dari kapa-karagenan
Diagram alir pelaksanaan penelitian
Proses ekstraksi E. spinosum
Rumput laut Eucheuma spinosum
Eucheuma spinosum setelah pencucian dan pengeringan
Spektra FTIR karagenan E. spinosum dan iota-sigma
Hubungan rasio Ca/K terhadap kekuatan gel karagenan
Profil viskositas karagenan E. spinosum
Profil viskositas larutan karagenan penambahan K+, (a) Nusa Penida, (b)
Sumenep, dan (c) Takalar

9
13
15
16
18
18
19
20
31
32
43
44
52
55
57
60

17 Profil viskositas larutan karagenan penambahan K+, (a) Nusa Penida, (b)
Sumenep, dan (c) Takalar suhu vs vikositas
18 Profil viskositas larutan karagenan penambahan Ca2+, (a) Nusa Penida, (b)
Sumenep, dan (c) Takalar
19 Profil viskositas larutan karagenan penambahan Ca2+, (a) Nusa Penida, (b)
Sumenep, dan (c) Takalar suhu vs viskositas
20 Hubungan shear rate and shear stress pada suhu 60, 65 dan 70C, (a)
Nusa Penida, (b) Sumenep, dan (c) Takalar
21 Hubungan shear rate and shear stress pada Nusa Penida, Sumenep, dan
Takalar, (a) suhu 60C, (b) suhu 65C, dan (c) suhu 70C

61
64
65
70
72

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumput laut terdiri atas 4 kelas, yaitu merah, coklat biru dan hijau. Spesies
rumput laut merah yang telah dibudidayakan di Indonesia yang bernilai ekonomi
tinggi yaitu Euchema sp, Gracilaria, Gelidium, dan Hypnea. Spesies rumput laut
merah sumber karagenan yang banyak tumbuh dan dibudidayakan di perairan
Indonesia yaitu Eucheuma cottonii (Kappaphycus alvarezii) dan Eucheuma
spinosum (E. denticulatum). Berdasarkan data Statistik Perikanan Budidaya
Indonesia, peningkatan produksi rumput laut nasional dalam kurun waktu 20101014 adalah sebesar 460.9% dari produksi tahun 2010 yakni 3.399.436 ton
menjadi 8.971.463 ton (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, KKP 2015).
Diantara spesies yang telah dibudidayakan di perairan laut Indonesia yaitu
E.spinosum. Sentra budidaya E.spinosum terdapat di Nusa Penida (Bali),
Takalar (Sulawesi Selatan), Sumenep (Jawa Timur).
Spesies rumput laut merah penghasil karagenan E spinosum
(denticulatum), E. cottonii (Kappaphycus alvarezii), Gigartina redule, dan
Chodrus crispus (Alzuetta 2012). Karagenan adalah senyawa hidrokoloid hasil
ekstrak dari rumput laut merah, merupakan senyawa polisakarida kompleks,
bersifat larut di dalam air, berantai linier dan galaktan sulfat. Senyawa penyusun
karagenan terdiri atas unit-unit dari galaktosa dan 3.6-anhidrogalaktosa yang
berikatan dengan gugus sulfat atau tidak berikatan dengan α-(1.3)-D-galaktosa
dan β-(1.4)-3.6-anhidrogalaktosa. Berdasarkan substituen sulfatnya pada setiap
monomer, maka karagenan dapat dibedakan dalam beberapa tipe yaitu kapa,
iota, lamda, mu, nu dan xi- karagenan.
Pemanfaatan karagenan sangat luas karena memiliki sifat an-ionik kuat
dan dapat membentuk koloid sehingga digunakan sebagai pengemulsi,
pengental, pengisi, penstabil, perekat dan pembentuk gel. Penelitian tentang
karagenan terus berkembang tidak hanya dalam bidang pangan tetapi juga
dalam bidang farmasi dan industri. Campo et al. (2009) menyebutkan bahwa
polisakarida karagenan memiliki sifat fungsional yang berperan sebagai anti
inflamasi, dapat mencegah virus herpes dan virus HIV.
Karagenan pertama kali diekstrak dari rumput laut jenis Chondrus crispus
oleh Stanford tahun 1862 (Chapman & Chapman 1980). Rumput laut penghasil
karagenan berasal dari kelompok alga merah (Rhodophycea). Beberapa jenis
rumput laut merah yang umumnya sebagai sumber karagenan adalah
Furcellaria, Chondrus, Hypnea, Euchema dan Kapaphycus, Iridaea dan
Gigartinia (Van de Velde 2008).
Tipe karagenan secara umum yang sangat penting adalah kapa (ĸ), iota ()
dan lamda (). Sifat reologi dari gel kappa-karagenan membentuk gel yang
keras, kuat dan rapuh dan iota-karagenan membentuk gel yang lembut dan
lemah/encer sedangkan lamda () tidak dapat membentuk gel. Kapa-karagenan
merupakan hasil ekstrak jenis Kapaphycus alvarezii (E. cotonii) sedangkan iota
dari E. denticulum (E. spinosum), dan lamda dihasilkan oleh Chondrus sp.
Rumput laut merah penghasil karagenan diekstraksi dengan alkali pada suhu
tertentu (Van de Velde et al. 2001).

2
Penelitian terhadap rumput laut merah jenis Eucheuma alvarezii hasil
budidaya di beberapa perairan Indonesia telah dilakukan oleh Rachmaniar
(1995), yang melaporkan bahwa karakteristik karagenan E. alvarezii hasil
budidaya dari 4 pulau (Pari, Awi, Mamuju dan Sarangan), memiliki gugus fungsi
galaktosa, 3.6-anhidrogalaktosa dan sulfat dan tipe karagenannya adalah jenis
kapa kecuali dari pulau Sarangan terdapat karagenan hibrid (iota dan kapa).
Penelitian lainnya terhadap hasil ekstrak rumput laut adalah fungsi dan struktur
karagenan hibrid dengan mempelajari struktur molekulnya dengan menggunakan
FTIR dan NMR. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa stuktur molekul
hibrid merupakan bentuk konformasi transisi random koil menjadi heliks (Van de
Velde 2008).
Salah satu jenis rumput laut yang sudah diketahui merupakan penghasil
karagenan yang tumbuh di Indonesia yaitu Eucheuma spp. Hasil penelitian laut
“Siboga Expedition” tahun 1κ99-1990 melaporkan bahwa terdapat 555 jenis
rumput laut yang tumbuh di perairan Indonesia, sekitar 55 jenis di antaranya
telah digunakan penduduk sebagai makanan (Zeneveld 1955; Soegiarto &
Sulistijo 1989). Di antara 55 jenis tersebut terdapat E. spinosum dan E. cottonii
(Kapaphycus alvarezii). Eucheuma spinosum banyak dibudidayakan di Nusa
Penida (Bali), Sumenep (Madura, Jawa Timur) dan Takalar (Sulawesi Selatan)
dan berpotensi dikembangkan sebagai bahan baku karagenan yang banyak
dibutuhkan oleh industri pangan maupun non pangan. Namun demikian belum
diketahui karakteristik fisiko-kimia dari karagenan yang berasal dari ketiga lokasi
tersebut. Karakteristik fisiko-kimia diperlukan untuk mengetahui pemanfaatan
secara lebih tepat spesifikasi khususnya bagi kebutuhan industri.
Eucheuma spinosum pertumbuhannya dipengaruhi oleh faktor genetik
dan lingkungan. Kondisi lingkungan ini dapat berbeda-beda pada setiap lokasi
serta dapat berubah karena pengaruh musim kemarau, hujan atau karena
pencemaran laut (Doty, 1985a, 1985b dan 1986). Habitat tumbuhnya rumput
laut mempengaruhi kandungan karagenan Eucheuma spinosum. Faktor-faktor
eksternal disetiap perairan tentunya akan berbeda sehingga mempengaruhi
karakteristik karagenan.
Fisiologi alga merupakan suatu akumulasi proses biofisik dan biokimia
yang berkembang sebagai evolusi respon adaptasi terhadap lingkungan
habitatnya. Faktor internal dan eksternal perairan mempengaruhi pertumbuhan
dan kandungan biokimia alga. Aspek-aspek fisik, kimia dan biologi yang terdapat
di perairan berbeda antara perairan satu dengan yang lainnya dalam membentuk
karakteristik suatu alga.
Faktor-faktor lingkungan yang dominan adalah arus perairan, sinar
matahari, zat hara, suhu dan salinitas. Hasil penelitian terhadap pertumbuhan
dan kandungan karagenan Eucheuma spinosum di perairan Sumenep,
parameter habitatnya adalah suhu 31C, kandungan nitrat 0.15+0.1 mg/l dan
ortophosfatnya 0.06 + 0.01 mg/l , menghasilkan karagenan sebesar 59.82 %
(Apriyana 2006). Sedangkan dari perairan Nusa Penida dan Takalar yang di
duga memiliki perbedaan karakteristik perairan tempat tumbuhnya E.spinosum
yang dibudidayakan, akan memiliki karakteristik karagenan yang berbeda.

3

Di samping faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi karakteristik
fisiko-kimia rumput laut E. spinosum yang menghasilkan karagenan adalah
keberadaan kation-kation antara lain kalium, natrium (monovalen), kalsium
(divalen), dan pengaruh suhu yang mempengaruhi karakteristik fisik (sifat
reologi) dari karagenan itu sendiri. Hasil-hasil penelitian tentang pengaruh kation
kalsium dan kalium ataupun garam telah banyak diteliti di antaranya oleh Funami
et al. (2007), Michel et al. (1997), Tako et al. (1987) dan Trimawithana (2010).
Penelitian terhadap karakteristik karagenan khususnya jenis Eucheuma
cottonii telah banyak dilakukan peneliti-peneliti sebelumnya antara lain oleh
Rahmaniar (1996) dan Montalalu (2008). Karakteristik fisiko-kimia karagenan
Eucheuma spinosum hasil budidaya sebagai dari beberapa perairan di Indonesia
masih terbatas dan belum lengkap informasinya sebagai ingredien pangan.
Penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui karakteristik karagenan dari
beberapa lokasi budidaya dengan melakukan karakterisasi bahan baku rumput
laut kering secara kimia, ekstraksi untuk menghasilkan karagenan dan
karakteristik karagenan secara fisiko-kimia.
Perumusan Masalah

Eucheuma spinosum adalah salah satu jenis rumput laut merah yang
telah di budidayakan di perairan Indonesia.
Rumput laut E. spinosum
merupakan salah satu spesies penghasil karagenan. Rumput laut E.spinosum
dalam bentuk segar merupakan sumber serat maupun mineral bahkan
digunakan sebagai bahan makanan dan minuman. Beberapa penelitian tentang
rumput laut merah telah banyak dilakukan terutama ekstraksi jenis Eucheuma
cottonii sebagai sumber karagenan. Sementara jenis E.spinosum masih sangat
jarang dilakukan terutama jenis E. spinosum dari perairan Indonesia terutama
dari Nusa Penida, Sumenep dan Takalar.
Rumput laut E. spinosum yang telah dibudidayakan di perairan Indonesia
memiliki karakteristik yang belum banyak diketahui begitu juga hasil ekstraknya
yaitu karagenan yang berpotensi sebagai ingredien pangan. Oleh karena itu
diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui bagaimana karakteristik
rumput laut E.spinosum dari perairan yang berbeda sebagai bahan baku
karagenan, begitu juga dengan hail ekstraknya. Setelah diketahui karakteristik
rumput laut E.spinosum dari perairan Nusa Penida, Sumenep, dan Takalar.
Kemudian diekstrak rumput laut E. spinosum dari perairan yang berbeda untuk
menghasilkan karagenan. Bagaimana karakteristik karagenan ketiga perairan,
apakah karagenan yang dihasilkan memiliki persamaan dan perbedaan pada
karakteristik fisik, kimia dan reologi, apa persamaannya dan jika ada perbedaan
faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan. Oleh karena itu diperlukan analisis
terhadap karakteristik fisik (kekuatan gel, derajat putih dan profil viskositas),
kimia (kadar air, kadar abu, kadar abu larut asam, kadar mineral, logam berat,
gugus fungsi ketiga karagenan dan bobot molekul). Karakteristik reologi berupa
penambahan mineral-mineral tertentu (kalsium dan kalium) terhadap profil
viskositas dan profil reologi pada suhu berbeda (60, 65 dan 70C). Dengan
diketahui karakteristik karagenan dari ketiga perairan, sehingga memudahkan
dalam aplikasi dan kondisi proses yang tepat dalam pemanfaatan sesuai dengan
sifat fungsionalnya.

4

Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah menganalisis dan memperoleh
perbedaan karakteristik fisiko-kimia karagenan Eucheuma spinosum yang
berasal dari tiga perairan (Nusa Penida, Sumenep dan Takalar). Penelitian ini
bertujuan 1) menganalisis perbedaan komposisi kimia rumput laut Eucheuma
spinosum kering, 2) menganalisis perbedaan karakteristik fisik, kimia karagenan
yang dihasilkan E. spinosum 3) menganalisis perbedaan profil viskositas
karagenan yang berasal Nusa Penida, Sumenep, dan Takalar pada suhu 80–
20C tanpa dan dengan kation K+ dan Ca2+, dan 4) profil reologi karagenan E.
spinosum pada suhu 60, 65 dan 70C

Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan dapat diungkapkan karakteristik karagenan
dari Eucheuma spinosum yang dibudidayakan di beberapa perairan Indonesia
yang penting artinya sebagai salah satu ingredien pangan. Dengan demikian
pemanfaatan karagenan dalam berbagai industri maupun dalam produk pangan
data dilakukan secara tepat.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam ruang lingkup penelitian dasar dalam
cakupan ilmu kimia pangan. Ruang lingkup penelitian ini meliputi karakteristik
bahan baku rumput laut E. spinosum kering yang diperolah dari petani hasil
budidaya dari perairan Nusa Penida, Sumenep dan Takalar, dengan cara
menganalisis komposisi kimia bahan baku.
Selanjutnya menganalisis
karakteristik fisiko-kimia karagenan sebagai hasil ekstrak E.spinosum.
Karakteristik bahan baku rumput laut E. spinosum kering petani diperoleh
dengan cara mencuci dan mengeringkan rumput laut kemudian menganalisis
komposisi kimia bahan baku (rumput laut) meliputi kadar air, abu, protein, lemak
karbohidrat dan serat total. Selanjutnya rumput laut diekstrak dengan alkali
panas pada suhu 90-95C selama 3 jam, diendapkan, dikeringkan dan digiling
sehingga menghasilkan karagenan.
Kemudian di hitung rendemen yang
dihasilkan dalam persen terhadap bahan baku. Karagenan dikarakterisasi sifatsifat fisiko- kimianya. Sifat-sifat fisik yang dianalisis adalah kekuatan gel, derajat
putih, profil viskositas, profil viskositas dengan penambahan Ca2+ dan K+ dan
profil laju alir pada suhu 60, 65 dan 70C. Sedangkan karakteristik kimia adalah
kadar abu, abu tidak larut asam, mineral, logam berat, sulfat, identifikasi gugus
fungsi dengan FTIR dan bobot molekul.

5

Kebaharuan (Novelty) Penelitian
Penelitian-penelitian sebelumnya tentang spesies E.spinosum masih jarang,
masih terbatas seperti metode ekstraksi dan kajiannya mengenai
karakteristik karagenan yang dihasilkan masih belum lengkap informasinya
begitu juga dengan komposisi kimia bahan bakunya (rumput laut kering).
Kebaharuan pada penelitian ini adalah, mengkaji karakteristik fisiko-kimia
karagenan dari rumput laut Eucheuma spinosum dari perairan yang
berbeda. Perairan tempat tumbuh dan E. spinosum yang banyak
dibudidayakan di Indonesia yaitu di Perairan Nusa Penida, Sumenep, dan
Takalar.

6

7

TINJAUAN PUSTAKA

Rumput Laut

Rumput laut (seaweed) adalah bagian terbesar dari tanaman laut. Sekitar
555 jenis rumput laut tumbuh di perairan Indonesia, di antaranya 55 jenis yang
diketahui mempunyai nilai ekonomis tinggi, antara lain Eucheuma sp., Gracilaria
spp., dan Gelidium spp. Sejak zaman dulu rumput laut telah digunakan manusia
sebagai makanan dan obat-obatan.
Rumput laut tergolong dalam divisio Thallophyta. Berdasarkan kandungan
pigmennya terdiri atas 4 kelas yaitu Chlorophyceae (rumput laut hijau),
Phaeophyceae (rumput laut coklat), Cyanophyceae (rumput laut biru) dan
Rhodophyceae (rumput laut merah). Salah satu genus yang tergolong ke dalam
kelas rumput laut merah adalah Eucheuma, diantara spesiesnya adalah E.
cottonii dan E. spinosum.
Eucheuma secara alamiah dapat tumbuh menempel pada tempat karang
mati, cangkang moluska, pasir, dan lumpur. Eucheuma spinosum tumbuh pada
kedalaman sekitar 1-5 meter atau lebih dimana sinar matahari masih dapat
menembus sampai ke dasar perairan. Alga ini tumbuh tersebar di perairan
Indonesia pada tempat-tempat yang sesuai dengan persyaratan tumbuhnya,
antara lain substrat batu, air jernih, ada arus atau terkenan gerakan air lainnya,
kadar garam antara 28-36 per mil, dan cukup sinar matahari (Nazam 2004).
Habitat rumput laut umumnya terdapat di daerah pasang surut (intertidal)
atau daerah yang selalu terendam air (subtidal). Melekat di daerah substrat
berpasir dan karang mati, karang batu hidup, batu gamping, atau cangkang
moluska. Umumnya E. cottonii tumbuh dengan baik di daerah pantai terumbu
(reef), karena di tempat tersebut beberapa persyaratan untuk pertumbuhannya
banyak terpenuhi, diantaranya faktor suhu perairan, substrat, dan gerakan air.
Eucheuma cottonii lebih bagus dengan suhu harian antara 25-30C dalam
proses pertumbuhannya. Alga ini tumbuh mengelompok dengan berbagai jenis
rumput laut lainnya yang memiliki keuntungan dalam hal penyebaran spora
(Aslan, 2006).
Di beberapa daerah pantai di bagian selatan Jawa dan pantai barat
Sumatera, rumput laut banyak ditemui hidup di atas karang-karang terjal yang
melindungi pantai dari deburan ombak. Rumput laut tumbuh di sekitar perairan
pantai Santolo dan Sayang Heulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat dan di
Ujung Kulon Kabupaten Pandeglang Propinsi Jawa Banten. Selain itu, di
Sumatera juga terdapat rumput laut di daerah pantai barat Sumatera, pesisir
Barat Provinsi Lampung sampai pesisir Sumatera Utara, dan Nanggroe Aceh
Darussalam (Kadi 2004).
.

8

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Rumput Laut
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan rumput laut terdiri
atas faktor eksternal dan internal. Faktor internal yaitu genetik dan eksternal
yaitu lingkungan yang terdiri atas suhu, arus, salinitas, dan pH.
Suhu
Suhu perairan mempengaruhi laju fotosintesis. Nilai suhu perairan yang
optimal untuk laju fotosintesis berbeda pada setiap jenis. Pada suhu rendah,
protein dan lemak membran dapat mengalami kerusakan sebagai akibat
terbentuknya kristal di dalam sel. Terkait dengan itu, maka suhu sangat
mempengaruhi beberapa hal yang terkait dengan kehidupan rumput laut, seperti
kehilangan hidup, pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, fotosintesis, dan
respirasi (Eidman 1991). Sulistijo (1994) menyatakan kisaran suhu perairan
yang baik untuk rumput laut Eucheuma sp adalah 27 – 30C.
Arus
Arus adalah gerakan mengalir suatu masa air yang dapat disebabkan oleh
tiupan angin, perbedaan densitas air laut, dan pasang surut yang bergelombang
panjang dari laut terbuka (Nontji 1987). Arus mempunyai peranan penting dalam
penyebaran unsur hara di laut. Arus ini sangat berperan dalam perolehan
makanan bagi alga laut karena arus dapat membawa nutrien yang
dibutuhkannya. Menurut Sulistijo (1994), salah satu syarat untuk menentukan
lokasi budidaya Eucheuma sp adalah adanya arus dengan kecepatan 0.33 –
0.66 m/detik.
Salinitas
Rumput laut Eucheuma sp tumbuh dan berkembang dengan baik pada
salinitas yang cukup. Penurunan salinitas akibat masuknya air tawar dari sungai
dapat menyebabkan pertumbuhan rumput laut Eucheuma sp menurun. Sadhori
(1989) melaporkan bahwa salinitas yang cocok untuk pertumbuhan rumput laut
berkisar 31-35 ppt dan Dawes (1981) menyebutkan bahwa kisaran salinitas yang
baik bagi pertumbuhan Eucheuma sp adalah 30-35 ppt. Soegiarto et al. (1978)
menyatakan kisaran salinitas yang baik untuk Eucheuma sp adalah 32-35 ppt.
pH
Pertumbuhan organisme laut termasuk rumput laut memerlukan derajat
keasaman (pH). Kisaran nilai pH untuk pertumbuhan organisme laut berkisar
6.5-5.5 (Aslan 2008).

9

Eucheuma spinosum
Rumput laut E. spinosum pertama kali dipublikasikan pada tahun 1768
oleh Burman dengan spesies Fucus denticulum Burman, kemudian pada tahun
1822 C. Agardh memperkenalkannya dengan nama Sphaerococcus isoformis
C.Agardh. Selanjutnya tahun 1847 J. Agardh memperkenalkannya dengan
Eucheuma J. Agardh. Spesies Eucheuma denticalatum disebut juga dengan
nama Eucheuma spinosum (linneaues) J. Agardh. Ciri-cirinya mempunyai talus
berbentuk silindris, permukaan licin, cartilaginaeus, berwarna coklat tua, hijaucoklat, hijau kuning, atau merah-ungu. Ciri-ciri morfologis khusus adalah
memiliki duri-duri yang tumbuh berderet melingkari talus dengan interval yang
bervariasi sehingga terbentuk ruas-ruas talus di antara lingkaran duri.
Percabangan berlawanan atau berselang-seling dan teratur pada deretan duri di
antara ruas dan merupakan kepanjangan dari duri tersebut (Gambar 1). Cabang
dan duri juga tumbuh pada ruas talus tetapi relatif agak pendek. Ujung
percabangan runcing dan setiap percabangan mudah melekat pada substrat
(Atmaja et al. 1996).
Rumput laut ini tumbuh tersebar di perairan Indonesia pada tempat-tempat
yang sesuai dengan persyaratan tumbuhnya, antara lain substrat batu, air jernih,
ada arus atau terkena gerakan air lainnya, kadar garam antara 28-36 ppt, dan
cukup sinar matahari. Rumput laut dari hasil budidaya merupakan komoditas
ekspor dan untuk konsumsi dalam negeri. Di dalam negeri rumput laut
dimanfaatkan sebagai bahan makanan, sayuran, dan lalapan pada beberapa
tempat tertentu di wilayah pantai di antaranya di Lombok dan Jawa Barat.
Klasifikasi dari Eucheuma spinosum (Atmaja et al. 1996) adalah sebagai
berikut: divisio Rhodophyta, kelas Rhodophyceae, ordo Gigartinales, famili
Solieracea, genus Eucheuma, dan species Eucheuma spinosum (denticulum).

Gambar 1. Eucheuma denticulum (spinosum) (Neish 2003)

10

Karagenan
Karagenan adalah polygalaktan sulfat mengandung 15-40% ester sulfat
dengan bobot molekul rata-rata diatas 100 kDa (Necas dan Bortasikova 2013).
Senyawa ini terdiri atas sejumlah unit galaktosa dan 3.6-anhidro-galaktosa,
mengandung sulfat dan tanpa sulfat dengan ikatan 1.3 α.D-galaktosa dengan α1.3 dan β-1.4-glikosidik. Karagenan dihasilkan oleh beberapa jenis rumput laut
merah (Rhodophyta) antara lain dari famili Gigartinaceae, Phyllophoraceae, dan
Solieriaceae.
Karagenan berbentuk bubuk kering dengan warna putih
kekuningan, tidak berbau, dan tidak berasa. Kadar karagenan sekitar 61.573.0% bergantung pada spesies dan lokasi tempat tumbuhnya.
Bahan baku karagenan adalah rumput laut merah. Ciri-ciri spesies ini
antara lain bentuk talusnya silindris, gepeng dan lembaran, tersusun atas
berbagai jenis percabangan, dari yang berbentuk filamen sederhana sampai
yang kompleks. Warna talus merah, ungu, coklat, dan hijau. Rumput laut merah
mengandung pigmen fotosintetik berupa karoten, xantofil, fikobilin terutama rfikoeritin (penyebab warna merah), klorofil a, dan b. Rumput laut merah
mempunyai sifat adaptasi kromatik, yaitu mempunyai kemampuan penyesuaian
proporsi pigmen dengan berbagai kualitas pencahayaan yang dapat
menimbulkan berbagai warna talus. Dinding sel rumput laut berupa selulosa
dengan produk fotosintetik berupa karagenan, agar, furcelaran, dan porpiran.
Jenis-jenis karagenan dari beberapa spesies disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Jenis-jenis karagenan hasil isolasi rumput laut merah
Famili
Furcellariaceae
Solieracea

Marga
Furcellaria
Agardhiella
Eucheuma

Hypneaceae

Anatheca
Hypnea

Gigartinaeceae

Chondrus
Gigartina

Iridaea
Phyllophora
Gymnogongrus
Tichocarpus
Tichocarpaceae
Sumber: Chapman & Chapman (1980).
Phyllophoraceae

Jenis
F. fastigiata
A. tenera
E. spinosum
E. cottonii
A. montagnei
H. musciformis
H. nidifica
H. setosa
C. crispus
C. sp.
G. stellata
G. acicularis
G. pistillata
I. radula
P. nervosa
G. sp.
T. crinitus

Karagenan
Kapa
Iota
Iota
Kapa, lamda
Iota
Kapa
Kapa
Kapa
Kapa, lamda, iota
Lamda
Lamda, kapa, iota
Lamda, kapa
Lamda, kapa
Iridophycan, kapa,
lamda
Phyllophoran
Iota
Lamda, kapa

Karagenan adalah senyawa hidrokoloid, berbentuk ester kalium, natrium,
magnesium, dan kalium sulfat dengan galaktosa 3.6 anhidrogalaktosa kopolimer.
Karagenan merupakan polisakarida linear memiliki bobot molekul di atas 100
kDa (Winarno 1996; WHO 1999). Struktur kimia karagenan terdiri atas

11

perulangan unit-unit galaktosa dan 3.6-anhidro galaktosa (3.6-AG), berikatan
dengan sulfat atau tidak, dihubungkan dengan ikatan glikosidik α–(1.3) dan β–1.4
secara bergantian (Van de Velde 2001).
Karagenan sudah lama ditemukan, dan penelitian tentang karagenan
terus berkembang.
Penelitian-penelitian tentang karagenan telah banyak
dilakukan antara lain oleh Viana et al. (2004) dengan melakukan modifikasi alkali
untuk ekstraksi karagenan, Amimi et al. (2001) yang menganalisis struktur dari
Gigartina pistillata, dan Funami et al. (2008) yang mempelajari fungsi iotakaragenan pada pati jagung dalam proses retrogradasi dan gelatinisasi dengan
adanya dan tanpa adanya bermacam jenis garam, serta pengaruh parameter
ekstraksi terhadap sifat gel karagenan dari Kapaphycus alvarezii oleh Montolalu
et al. (2008). Penelitian terhadap pengaruh lingkungan tempat tumbuh rumput
laut terhadap kandungan karagenan telah dilakukan antara lain oleh Cosson et
al. (1990). Penelitian ini melaporkan bahwa karagenan hasil ekstraksi dari
spesies Calliblepharis ciliata, Calliblepharis jubata, Cystoclonium purpureum dan
Gymnogongrus crenulatus dari pantai Normadia adalah iota-karagenan dengan
rendemen karagenan maksimal dihasilkan pada akhir musim semi dan minimal
pada musim gugur. Hasil penelitian Rui et al. (1990) menyatakan bahwa
budidaya Kappaphycus alvarezii di daerah kekurangan nitrogen dengan
memberikan 10 mM ammonium pada interval tiga hari selama 1 jam
menyebabkan tingkat pertumbuhan optimal harian meningkat menjadi 4.6%.
Kemudian dengan rasio C/N sebesar 29, rendemen karagenan yang dihasilkan
sebesar 58% dengan kekuatan gelnya 45-70 gcm-2. Selanjutnya Pereira et al.
(2004) melaporkan bahwa spesies Chondracanthus teedei var. lusitanicusdit dari
pantai Portugis yang diteliti selama 1 tahun menunjukkan peningkatan biomassa
dan ukuran tanaman kecil di awal musim semi (April), peningkatan yang besar di
awal musim panas (Juni/Juli), dan minimal pada akhir musim panas. Kandungan
tetrasporophytes lebih besar (4-32.5%) dibandingkan gametophytes (3-29%).
Hasil ekstrak yang dianalisis dengan metode spektroskopi (FTIR, FT-Raman, 1Hdan, 13C-NMR) menghasilkan tipe karagenan yaitu lambda karagenan hybrid
yang dihasilkan pada tetrasporophyte dan kapa- karagenan, hybrid iota mu dan
nu pada gametophytes betina, dan thalus non-fertile. Kandungan rata-rata
karagenan adalah 34.9% berat kering, dan maksimum 43.6% pada bulan Juli.
Hasil penelitian Pereira dan Van de Velde (2011) melaporkan bahwa dari
delapan carrageenophytes yang berasal dari pantai Portugal, dan dianalisis
dengan spektroskopi 1H NMR untuk mengidentifikasi dan mengukur fraksi
karagenan hasil ekstrak air dan alkali. Hasil analisisnya menunjukkan bahwa
gametophytes betina dan thalus non-fertile dari spesies Chondrus crispus,
Mastocarpus stellatus, Chondracanthus teedei var. lusitanicus, Gigartina
pistillata, Chondracanthus acicularis dan Gymnogongrus crenulatus, adalah
kapa-karagenan dan iota hybrid (co-polimer dari kapa-karagenan iota). Rasio
kapa berkisar 0-22. Karagenan dari Ahnfeltiopsis devoniensis adalah iotakaragenan tetapi variasi geografis mempengaruhi komposisi karagenan.
Spesies Calliblepharis jubata adalah iota-karagenan dalam semua tahap
reproduksi. Lambda-karagenan ditemukan dalam tetrasporophytes C. Cripus, M.
stellatus, dan C. teedei var.lusitanicus (hybrid xi-theta), C. acicularis (hybrid xitheta) dan G. pistillata (hybrid xi-lambda).
Penelitian tentang struktur karagenan juga telah dilakukan di antaranya
oleh Van de Velde (2008) yang melaporkan bahwa sifat-sifat struktural dan
fungsional dari dua jenis karagenan hibrida: /i-karagenan dan ν/i-karagenan. /ikaragenan yang diekstraksi dari spesies yang bervariasi menunjukkan hubungan
linear antara fungsi dan rasio /i. Kadar kapa lebih tinggi akan menghasilkan
kekuatan gel yang lebih tinggi. Pada karagenan ν/i-hibrid, perlakuan alkali akan

12
menghasilkan kekuatan gel maksimal pada fraksi rendah unit ν. Kumparan untuk
transisi helix yang mendasari sifat ini dianalisis dengan model blok acak untuk
unit berulang yang berbeda. Selanjutnya Villaneuva et al. (2004) melaporkan
bahwa kapa-iota hybrid atau kapa-karagenan 2 yang dianalisis dengan
spektrometri resonansi magnetik nuklir menunjukkan bahwa gigartinacean kapa2 (hibridisasi membentuk struktur kapa dan iota dalam rantai) kandungannya 4555% kapa, sangat mirip dengan 3:3 (kapa: iota) campuran dari soliericean. Hasil
analisis dengan kromatografi permeasi gel, ekstrak gigartinacean memiliki berat
molekul lebih rendah dibandingkan dengan ekstrak solieriacean.

Sumber Karagenan
Karagenan adalah polisakarida hasil ekstraksi dengan alkali dari rumput
laut merah, terutama dari genus Chondrus, Eucheuma, Gigartina, dan Iridaea.
Produk metabolit primer rumput laut dari kelas Rhodophyceae adalah karagenan.
Secara sistimatika spesies penghasil karagenan disajikan pada Gambar 2.
Karagenan pertama kali diekstrak dari Chondrus crispus dan Gigartina sp.
Spesies ini tumbuh di sepanjang pantai Atlantik, Kanada, dan sepanjang pantai
Maine, dan Massachussets di Amerika. Karagenan hasil ekstraksi Chondrus
crispus awalnya adalah campuran dari tipe kapa dan lamda.
Lamda-Karagenan adalah hasil ekstrak dari spesies Gigartina acicularis
dan G. pistillata di pantai Prancis bagian Selatan, Spanyol, Portugal, dan
Maroko, sedangkan iota-karagenan dari Gymnogongrus furcellatus di Peru.
Spesies-spesies dari Eucheuma dibudayakan di Indonesia dan Filipina.
Penggunaannya sebagai bahan baku karagenan sangat intensif karena
budidayanya relatif mudah dengan kandungan polisakarida yang tinggi.
Budidaya rumput laut spesies E.cottonii dan E.spinosum telah dikembangkan di
Filipina sejak tahun 1975 dan di Indonesia tahun 1984.

Proses Produksi Karagenan
Proses produksi karagenan terdiri atas beberapa tahapan yaitu persiapan
bahan baku, ekstraksi, pemisahan karagenan dari ekstraknya, pemurnian,
pengeringan, dan penepungan.
Penyiapan bahan baku
Rumput laut dicuci untuk menghilangkan benda-benda asing yang
menempel seperti sisa-sisa pasir, tanah, kerang, karang, tali plastik, atau jenis
rumput laut lain. Kemudian setelah bersih rumput laut dicuci sampai bersih dan
direndam dalam air, diaduk kontinyu untuk beberapa waktu sampai rumput laut
tersebut menjadi lunak seperti dalam keadaan segar.
Ekstraksi
Ekstraksi rumput laut bertujuan untuk memecah dinding sel pada suhu 90100C. Untuk mendapatkan kekuatan gel yang tinggi maka ekstraksi dilakukan
dalam kondisi pH alkalis. Jenis basa yang digunakan adalah NaOH, KOH, atau
Ca(OH)2. Konsentrasi alkali, suhu dan waktu ekstraksi mempengaruhi kualitas
karagenan yang dihasilkan terutama jumlah 3.6-anhidro-D-galaktosa (Gliksman
1983).

13

Kelas

Sub kelas

Orde

Famili

Genus

Spesies

F. lumbricalis. F. fastigiata

Furcellariac

Furcellaria

Hypneacea

Hypnea

H. musciformis.

Sollariacea

Eucheuma

E. denticulum/spinosum

Kappahycus

K.alvarezii/E.cottonii

Chondrus

C. crispus. C.ocellatus

Iridaea

I. cordata. I.undulosa
I.boryana

eae

e

e

e

Rhodophyceae
Red algae

Florideophycidae

Gigartinales

Gigartinaceae

Gigartina

G. radula. G. stellata, G.
acticularis. G.pistillataosa.
G.charmissol, G.skottsbergii.
G.canaliculata
Phyllophora

Phyllophonaceae
Gymnogongrus

13

Gambar 2. Spesies rumput laut penghasil karagenan (Van de Velde 2008)

14
Penyaringan
Proses penyaringan ekstrak rumput laut dilakukan dua kali yaitu
penyaringan halus dan kasar. Penyaringan kasar menggunakan kain saring atau
rotary filter, sedangkan penyaringan halus dengan filterpress atau vacuum filter.
Untuk menghindari terjadinya proses pembentukan gel, proses penyaringan
dilakukan dalam keadaan panas. Untuk membantu mempermudah penyaringan
dan menjernihkan filtrat dapat ditambahkan filter aid (Gliksman 1983). Jenis filter
aid yang biasa digunakan adalah cel