Analisis Deskriptif

5.1 Analisis Deskriptif

5.1.1 Ukuran Perusahaan

  Gambar 1.5 Grafik Rata-rata Jumlah Tenaga Kerja Perusahaan Pembekuan Perikanan Tahun 2006 – 2011 (dalam satuan orang)

  Sumber : BPS, industri besar sedang (diolah)

  Gambar 1.5 secara umum memperlihatkan kecenderungan tren yang meningkat pada rata-rata jumlah tenaga kerja perusahaan pembekuan perikanan selama periode 2006 – 2011. Dari 183 orang pada tahun 2006 menurun menjadi 162 orang pada tahun 2007, namun setelah itu jumlah tenaga kerja perlahan terus mengalami peningkatan hingga mencapai 200 orang pada tahun 2011. Penurunan pada tahun 2007 diduga dipengaruhi gejala penurunan ekspor udang beku akibat kasus penolakan. Menurut Dinati (2014) anjloknya ekspor tahun 2007 berkaitan erat dengan penurunan kualitas udang akibat serangan virus yang membuat udang mati. Petani udang menggunakan kloramfenikol untuk meningkatkan daya tahan udang yang kemudian zat kimia tersebut mencemari produk udang beku yang akan diekspor. Sementara kenaikan pada tahun 2009 diduga disebabkan oleh tingginya tingkat kematian perusahaan-perusahaan skala kecil pada tahun tersebut akibat merosotnya permintaan ekspor sebagai imbas melemahnya daya beli

  Universitas Indonesia Universitas Indonesia

5.1.2 Produktivitas Perusahaan

  Gambar 2.5 Grafik Rata-rata Produktivitas Tenaga Kerja Perusahaan Pembekuan Perikanan Tahun 2006 – 2011 (dalam rupiahorang)

  Sumber : BPS, industri besar sedang (diolah)

  Gambar 2.5 memperlihatkan grafik rata-rata produktivitas tenaga kerja perusahaan pembekuan perikanan yang dihitung atas dasar harga konstan tahun 2005 selama periode 2006 – 2011. Secara umum produktivitas tenaga kerja menurun dari 1.600 rupiahorang pada tahun 2006 menjadi 1.390 rupiahorang pada tahun 2011. Peningkatan produktivitas pada tahun 2007 diduga disebabkan rendahnya jumlah tenaga kerja tahun tersebut seperti yang ditampilkan pada Gambar 1.5 sebelumnya. Sementara penurunan produktivitas pada tahun 2008 diduga dipengaruhi oleh kenaikan harga input energi, yakni kebijakan pemerintah menaikan harga BBM tahun 2008 akibat melambungnya harga minyak dunia pada tahun tersebut. Kebijakan tersebut mendorong terjadinya kenaikan harga (inflasi) Gambar 2.5 memperlihatkan grafik rata-rata produktivitas tenaga kerja perusahaan pembekuan perikanan yang dihitung atas dasar harga konstan tahun 2005 selama periode 2006 – 2011. Secara umum produktivitas tenaga kerja menurun dari 1.600 rupiahorang pada tahun 2006 menjadi 1.390 rupiahorang pada tahun 2011. Peningkatan produktivitas pada tahun 2007 diduga disebabkan rendahnya jumlah tenaga kerja tahun tersebut seperti yang ditampilkan pada Gambar 1.5 sebelumnya. Sementara penurunan produktivitas pada tahun 2008 diduga dipengaruhi oleh kenaikan harga input energi, yakni kebijakan pemerintah menaikan harga BBM tahun 2008 akibat melambungnya harga minyak dunia pada tahun tersebut. Kebijakan tersebut mendorong terjadinya kenaikan harga (inflasi)

5.1.3 Ekspor Perusahaan

  Gambar 3.5 Grafik Rata-rata Rasio Nilai Ekspor Perusahaan Pembekuan Perikanan Tahun 2006 – 2011 (dalam persen)

  Sumber : BPS, industri besar sedang (diolah)

  Gambar 3.5 menampilkan rata-rata rasio ekspor perusahaan pembekuan perikanan yang dihitung atas harga konstan tahun 2005 selama periode 2006 – 2011. Secara umum rata-rata ekspor meningkat dari 33 tahun 2006 menjadi

  54 tahun 2011. Meskipun begitu penurunan juga pernah terjadi seperti pada tahun 2007 yang diduga kuat disebabkan oleh banyaknya kasus penolakan ekspor perikanan beku dari sebagian besar negara importir utama. Uni Eropa yang sejak

  Maret 2006 menerapkan RASFF 18 akibat tingginya kasus penolakan pada tahun- tahun sebelumnya masih mendapatkan 12 kasus penolakan perikanan beku

  Indonesia di sepanjang tahun 2007 karena tercemar histamin, kloramfenikol, dan logam berat. Selain itu pasar China pada Agustus 2007 mengeluarkan kebijakan larangan sementara selama enam bulan terhadap impor produk perikanan dari tanah air karena kasus antibiotik. Tidak mau kalah Jepang sepanjang 2007 juga menolak sekitar 50 kontainer produk perikanan asal Indonesia karena cemaran

  bakteri dan terdeteksi antibiotik. 19 Pada tahun 2008 – 2009 rata-rata rasio ekspor meningkat diduga disebabkan oleh penurunan jumlah produksi pada tahun

  tersebut. Jumlah ekspor sebetulnya menurun, tapi karena penurunan jumlah produksi lebih besar daripada penurunan ekspor, akibatnya rata-rata rasio ekspor menjadi meningkat. Penurunan pada periode tersebut antara lain akibat kebijakan kenaikan harga input energi BBM pada tahun 2008 dan efek penurunan permintaan udang beku oleh negara-negara importir sebagai efek krisis global. Sementara peningkatan yang terjadi pada 2010 – 2011 lebih disebabkan oleh

  peningkatan permintaan udang beku Indonesia di pasar ekspor. Penyakit EMS 20 yang saat itu menyerang sebagian besar negara-negara utama eksportir udang

  beku berdampak pada menurunnya pasokan suplai udang di dunia. Konsumen utama seperti Amerika, Uni Eropa, dan Jepang saat itu membatasi masuknya udang dari negara yang terkena wabah EMS sehingga peluang ini dimanfaatkan Indonesia yang berstatus bebas EMS untuk mengisi kekosongan suplai saat itu.

  Rapid Alert System for Food and Feed (RASFF) adalah suatu sistem pengecekan dan pemberitahuan secara cepat antar negara anggota danatau negara eksportir tentang adanya produk (pangan dan pakan) impor yang dicegah masuk atau dikembalikan ke negara asal

  19 Dadang WI dkk, “Bisnis udang mestinya sudah lepas landas”.http:www.agrinaonline.com show_article.php?aid=1228, diakses pada 12082014

  20 Dinamakan penyakit EMS (Early Mortality Syndrome) karena penyakit ini menyerang pada budidaya udang saat masih berumur 20-30 hari setelah tebar dan mengakibatkan kematian massal.

5.1.4 Intensitas Kapital Perusahaan

  Doms et.al. (1995) menyatakan bahwa kapital dapat memberikan dampak positif pada kebertahanan dan pertumbuhan perusahaan karena perusahaan yang menggunakan kapital yang semakin banyak akan memiliki fixed to variable cost ratio yang rendah sehingga dapat lebih kuat menahan turbulensi atau guncangan pada jangka pendek. Sama seperti yang dilakukan oleh Doms et.al, intensitas kapital dihitung dari rasio modal tetap terhadap jumlah tenaga kerja.

  Gambar 4.5 Grafik Rata-rata Intensitas Kapital Perusahaan Pembekuan Perikanan Tahun 2006 – 2011 (dalam rupiahorang)

  Sumber : BPS, industri besar sedang (diolah)

  Gambar 4.5 memperlihatkan grafik rata-rata intensitas kapital perusahaan pembekuan perikanan yang dihitung atas dasar harga konstan tahun 2005 selama periode tahun 2006 – 2011. Secara umum intensitas kapital meningkat dari 67 rupiahorang tahun 2006 menjadi 187 rupiahorang pada tahun 2011. Penurunan rata-rata intensitas kapital pada tahun 2008 diduga disebabkan oleh kenaikan harga input energi akibat kebijakan kenaikan harga BBM pada tahun tersebut. Sementara pada periode 2010 – 2011, peningkatan kapital yang terjadi diduga kuat terinsentif dari kondisi pasar ekspor yang semakin baik sehingga meningkatkan permintaan perikanan beku Indonesia khsususnya produk udang beku yang berstatus bebas penyakit EMS. Perusahaan semakin gencar berproduksi dengan menambah kapitalnya demi mengejar keuntungan dari pasar ekspor karena harga udang beku yang menjadi lebih tinggi akibat melonjaknya permintaan.

  Tabel 2.5 Statistik Deskriptif Data Regresi

Firm Survival

  intensitas kapital

  krisis global

Firm Growth

  intensitas kapital

  Sumber : pengolahan data

  Tabel 2.5 menampilkan statistik deskriptif data regresi yang disajikan dalam dua baris utama. Baris pertama menunjukkan karakteristik data pada model kebertahanan perusahaan yang dibagi ke dalam kelompok perusahaan bertahan dan kelompok perusahaan tumbang, sedangkan pada baris ke dua menunjukkan karakteristik data model pertumbuhan perusahaan dimana data ini hanya diambil dari kelompok perusahaan bertahan pada model kebertahanan.

  Dalam penelitian ini variabel ukuran perusahaan diproksi dari jumlah tenaga kerja. Berdasarkan Tabel 2.5 terlihat bahwa rata-rata perusahaan memiliki jumlah tenaga kerja sebanyak 153 orang dimana perusahaan terkecil hanya memiliki tenaga kerja sebanyak 20 orang sementara perusahaan terbesar memiliki tenaga kerja sebanyak 3020 orang. Selain itu tabel tersebut juga menunjukkan bahwa rata-rata tenaga kerja yang dimiliki perusahaan bertahan adalah lebih besar dari perusahaan kecil, yakni 161 orang berbanding 124 orang.

  Variabel produktivitas perusahaan yang diproksi dari produktivitas tenaga kerja pada tabel tersebut memperlihatkan bahwa rata-rata produktivitas perusahaan bertahan sebesar 1.510 rupiahorang dimana angka tersebut lebih besar dari rata-rata produktivitas perusahaan tumbang yang hanya 1.287 rupiahorang. Variabel intensitas kapital yang dihitung dari rasio modal tetap per jumlah tenaga kerja memperlihatkan bahwa rata-rata intensitas kapital yang dimiliki perusahaan bertahan juga lebih besar dari perusahaan tumbang, yakni 121 rupiahtenaga kerja berbanding 65 rupiahtenaga kerja. Variabel rata-rata rasio ekspor perusahaan bertahan sebesar 33 dimana angka ini lebih besar dari rata- rata rasio ekspor perusahaan tumbang yang hanya 20.

  Selain statisik deskriptif untuk variabel-variabel pada firm survival model seperti yang telah dijabarkan di atas, pada tabel tersebut juga menyajikan statistik deskriptif untuk variabel-variabel pada firm growth model. Variabel pertumbuhan perusahaan pada penelitian ini diproksi dari pertumbuhan tenaga kerja. Secara keseluruhan rata-rata perusahaan dalam data sample memiliki pertumbuhan yang negatif, yaitu -0,0298 atau -2,98. Perusahaan paling buruk memiliki pertumbuhan sebesar -2,51 atau -251 sedangkan perusahaan paling baik memiliki pertumbuhan 2,69 atau 269. Berikutnya variabel-variabel bebas, seperti ukuran, produktivitas, intensitas kapital, dan rasio ekspor pada firm growth model memiliki nilai statistik yang sama dengan perusahaan bertahan pada firm survival model. Hal ini disebabkan oleh data regresi pertumbuhan perusahaan yang diambil dari data perusahaan bertahan (kebertahanan = 1).