Tentara Keamanan Rakyat

b. Tentara Keamanan Rakyat

Sampai akhir bulan September 1945, ternyata Indonesia belum memiliki kesatuan dan organisasi ketentaraan secara resmi dan profesional. Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta belum membentuk kesatuan tentara. Hal ini tampaknya sangat terpengaruh oleh sikap serta strategi politik yang cenderung pada usaha diplomasi. BKR hanya diprogram untuk menjaga keselamatan dan keamanan masyarakat di daerah masing-masing. BKR kemudian menghimpun bekas-bekas anggota Peta, Heiho, Seinendan, dan lain-lain. BKR bukan merupakan kekuatan bersenjata yang bersifat nasional. Para pemuda belum puas dengan keberadaan BKR. Oleh karena itu, badan- badan perjuangan terus mengadakan perlawanan terhadap kekuatan Jepang.

Angkatan Perang Inggris yang tergabung dalam SEAC (South East Asian Command) mendarat di Jakarta pada tanggal 16 September 1945. Pasukan ini dipimpin Laksamana Muda Lord Louis Mountbatten yang mendesak

Sejarah Indonesia

17 Agustus 1945. Dengan demikian maka Jepang semakin keras dan berani untuk tetap mempertahankan diri dan melawan gerakan para pemuda yang sedang melakukan usaha perlucutan senjata dan perebutan kekuasaan.

Pada tanggal 29 September 1945, mendarat lagi tentara Inggris yang dipimpin oleh Letnan Jenderal Sir Philip Christison, panglima dari AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies). Kedatangan tentara AFNEI ternyata diboncengi oleh tentara Belanda yang disebut NICA (Netherlands India Civil Administration). Hal ini menimbulkan kemarahan bagi bangsa Indonesia. Akhirnya, timbul berbagai insiden dan perlawanan terhadap kekuatan asing, terutama terhadap Belanda.

Dengan demikian ancaman dari kekuatan asing semakin besar. Para pemimpin negara menyadari bahwa sulit mempertahankan negara dan kemerdekaan tanpa suatu tentara atau angkatan perang. Sehubungan dengan itu, maka pemerintah memanggil bekas mayor KNIL, Urip Sumoharjo dan ditugasi untuk membentuk tentara kebangsaan. Urip Sumoharjo sejak zaman Belanda sudah memiliki pengalaman di bidang kemiliteran. la termasuk lulusan pertama dari Sekolah Perwira di Meester Cornelis yang didirikan Belanda. Kemudian, dikeluarkanlah Maklumat Pemerintah pada tanggal 5 Oktober 1945 tentang pembentukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat). Adapun maklumat itu berbunyi sebagai berikut.

Untuk memperkuat perasaan keamanan umum, maka diadakan suatu Tentara Keamanan Rakyat.

Jakarta, 5 Oktober 1945 Presiden Republik Indonesia Soekarno

Urip Sumoharjo diangkat sebagai Kepala Staf TKR. Sehari kemudian pemerintah mengeluarkan maklumat yang isinya mengangkat Supriyadi (bekas komandan Peta) sebagai Menteri Keamanan Rakyat. Selanjutnya, pada tanggal 9 Oktober 1945, KNIP mengeluarkan perintah mobilisasi bagi bekas- bekas tentara, Peta, KNIL, Heiho dan laskar-laskar yang ada untuk bergabung menjadi satu ke dalam TKR. Sementara itu, kesatuan aksi atau badan-badan

108 Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK

Semester 2

Sejarah Indonesia 109

perjuangan para pemuda yang bersifat setengah militer atau setengah organisasi politik (laskar-laskar) masih tetap diizinkan beroperasi apabila tidak ingin bergabung ke dalam TKR.

Personalia pimpinan TKR ternyata belum mantap. Hal ini terutama disebabkan oleh tidak munculnya tokoh Supriyadi. Supriyadi hilang secara misterius sejak berakhirnya pemberontakan Peta di Blitar pada Februari 1945. Oleh karena itu, pada tanggal 20 Oktober 1945 diumumkan kembali pengangkatan pejabat-pejabat pimpinan di lingkungan TKR.

Susunan pimpinan TKR yang baru sebagai berikut. Menteri Keamanan Rakyat ad interim: Muhamad Suryoadikusumo •฀

Pimpinan฀Tertinggi฀TKR:฀Supriyadi •฀

Kepala฀Staf฀Umum฀TKR:฀Urip฀Sumoharjo Ternyata, Supriyadi tidak kunjung datang. Oleh

karena itu, secara operasional kepemimpinan yang aktif dalam TKR adalah Urip Sumoharjo. Ia memilih Markas Besar TKR di Yogyakarta dan membagi TKR dalam 16 divisi. Seluruh Jawa dan Madura dibagi dalam 10 divisi dan Sumatra dibagi menjadi 6 divisi.

Mengingat Supriyadi tidak pernah muncul, maka atas prakarsa Markas Tertinggi TKR, pada tanggal 12 November 1945, diadakan pemilihan pemimpin tertinggi TKR yang baru. Dalam, rapat pemilihan itu dihadiri oleh para Komandan Divisi, Sri Sultan Hamengkubuwana IX, dan Sri Mangkunegoro X. Rapat dipimpin oleh Urip Sumoharjo. Dalam rapat itu disepakati untuk mengangkat Kolonel Sudirman, Panglima Divisi V Banyumas sebagai Panglima Besar TKR dan sebagai Kepala Staf, disepakati mengangkat Urip Sumoharjo. Namun pengangkatan dan pelantikan Kolonel Sudirman baru dilaksanakan pada tanggal 18 Desember

Sumber: 30 Tahun Indonesia Merdeka 1945-1960, 1995. Gambar 5.22 Supriyadi.

Sumber: 30 Tahun Indonesia Merdeka 1945-1960, 1995. Gambar 5.23 Urip Sumoharjo.

1945, setelah pertempuran Ambarawa selesai. Setelah pertempuran itu selesai, pangkat Sudirman menjadi Jenderal dan Urip Sumoharjo menjadi Letnan Jenderal.