Tinjauan Agama

c. Tinjauan Agama

Dalam agama Islam, sebagai agama satu-satunya bagi masyarakat Madura, kewajiban mencari nakah ada pada suami. Hal ini berkaitan dengan fungsinya sebagai kepala rumah tangga. Dalam sebuah hadits shohih dikatakan bahwa jika suami tidak mau memberikan nakah untuk istrinya, maka perempuan boleh mencuri harta suaminya untuk menghidupi dirinya dan anak-anaknya. tidak ada tuntutan untuk perempuan mencari nakah seperti yang dilakukan oleh perempuan Madura. Tidak untuk menakahi dirinya sendiri maupun menakahi keluarganya. Namun juga dalam agama Islam tidak pernah ada larangan bagi perempuan untuk aktif dalam perekonomian ( baca:mencari nakah). Dalam beberapa ayat dalam al-Quran tentang perekonomian, tidak ada satu ayat pun yang mengarah pada penjelasan bahwa ayat tersebut hanya berlaku baki laki-laki. Ayat-ayat tersebut ditujukan untuk seluruh umat Islam, atau bahkan seluruh umat manusia untuk mencari karunia Ilahi.

Namun begitu, dalam kaitannya dengan aktiitas pe­ rem puan diluar rumah, termasuk kegiatan mereka dalam

mencari nakah, Islam tetap memberlakukan batasan­batasan yang harus dipatuhi mereka sebagai Muslimah. Mereka tetap terikat dengan ketentuan agama Islam. Misalnya, perempuan mencari nakah, Islam tetap memberlakukan batasan­batasan yang harus dipatuhi mereka sebagai Muslimah. Mereka tetap terikat dengan ketentuan agama Islam. Misalnya, perempuan

Pengambilan peran di ranah publik, dalam hal ini ikut mencari nakah, bagi perempuan Madura juga dilatarbelakangi oleh kuatnya nilai-nilai religius yang melekat dalam kehidupan mereka sehari-hari. Agama memiliki peranan penting dalam membentuk perilaku perempuan Madura. Latar belakang pendidikan yang dimiliki sebagian besar perempuan Madura adalah pesantren, atau minimal pernah mengaji di surau- surau yang dikelola oleh ustadz-ustadz yang banyak ditemui di setiap daerah di Madura. Dari pendidikan agama inilah mereka mendapatkan pelajaran atau bahkan doktrin-doktrin tentang bagaimana seharusnya menjadi perempuan dan istri yang baik untuk suami dan ibu yang baik untuk anak- anaknya. Bagi perempuan Madura, pengabdian pada suami adalah kebahagiaan dan syurga untuknya.

Simpulan

Pembagian kerja secara seksual (berdasarkan jenis kelamin) di Madura diatur lebih egaliter, lebih jujur, dan lebih adil. Perempuan bekerja diluar rumah adalah hal biasa bagi masyarakat Madura. Tidak seperti pembagian kerja yang berlaku pada orang jawa tradisional, yang kaku dan sangat patuh pada pakem yang telah ada daam tradisi mereka sebelumnya. Yaitu pakem ibu di rumah, bapak pergi ke sawah. Bapak membaca Koran, ibu memasak di dapur.

Bagi masyarakat Madura secara umum, keluarga bukan hanya tempat untuk reproduksi, tetapi adalah unit ekonomi dan pem- bentukan angkatan kerja. Keluarga adalah unit ekonomi terkecil dalam masyarakat, disamping sebagai tempat reproduksi, sosi- alisasi, dan seksualitas. Kebutuhan sandang, pangan, dan papan Bagi masyarakat Madura secara umum, keluarga bukan hanya tempat untuk reproduksi, tetapi adalah unit ekonomi dan pem- bentukan angkatan kerja. Keluarga adalah unit ekonomi terkecil dalam masyarakat, disamping sebagai tempat reproduksi, sosi- alisasi, dan seksualitas. Kebutuhan sandang, pangan, dan papan

Dalam tinjauan struktural fungsional dan sosial konlik, tampak pro dan kontra terhadap keterlibatan perempuan dalam ranah publik. Dalam hal ini, sepertinya keterlibatan perempuan Madura di ranah publik tidak dipengaruhi oleh dua model tersebut. Keikutsertaan perempuan Madura dalam mencari nakah dengan ikut aktif bekerja diluar rumah, meskipun pada tataran sektor informal, dipengaruhi oleh pemahaman dan tingginya tingkat religiusitas mereka sebagai penganut agama Islam yang juga tidak melarang perempuan mengambil peran di ranah publik. Selain itu, faktor budaya yang sudah menjadi tradisi bagi perempuan- perempuan Madura dari sejak jaman dahulu yang terkenal memiliki etos kerja dan memiliki harga diri yang tinggi (tercermin dari tak gellem e taneng untuk urusan uang belanja) juga menjadi alasan perempuan Madura untuk turut aktif bekerja keras mencari nakah seperti halnya laki-laki atas dasar kesadaran dan kompromi.

Namun, meskipun tampak lebih egaliter bukan berarti pe- rempuan Madura tidak ada konvensi tata nilai yang mengatur kehidupan mereka. Meskipun tampak bebas bekerja diluar rumah, tetapi mereka tetap menjaga martabat sebagai seorang perempuan. Perempuan Madura tidak saja perkasa dalam menjadi Ghamparan disiang hari, namun juga tidak meninggalkan kewajiban mereka sebagai ibu rumah tangga yang mengabdi pada keluarga, termasuk pada suami untuk menjadi lama’.