ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Organisasi

1. Sejarah Akmil

Berdirinya Akademi Militer (Akmil) bermula dari didirikannya Militaire Academie (MA) Yogyakarta pada tanggal 31 Oktober 1945, atas perintah Kepala Staf Umum Tentara Keamanan Rakyat, Letnan Jenderal TNI Oerip Soemohardjo. Pada tahun 1950, MA Yogyakarta ditutup untuk sementara waktu karena alasan teknis. Pada kurun waktu yang sama, didirikan Sekolah Perwira Darurat di Malang, Mojoangung, Salatiga, Tangerang, Palembang, Bukit Tinggi, Brastagi, dan Prapat untuk memenuhi kebutuhan TNI AD. Pada tanggal 1 Januari 1951 di Bandung didirikan SPGi AD (Sekolah Perwira Genie Angkatan Darat), dan pada tanggal 23 September 1956 berubah menjadi ATEKAD (Akademi Teknik Angkatan Darat). Sementara itu, pada tanggal 13 Januari 1951 didirikan pula P3AD (Pusat Pendidikan Perwira Angkatan Darat) di Bandung.

Mengingat banyaknya sekolah perwira TNI AD, maka muncul gagasan dari pimpinan TNI AD untuk mendirikan suatu Akademi Militer. Gagasan ini pertama kali dimunculkan pada sidang parlemen oleh Menteri Pertahanan pada tahun 1952. Setelah melalui berbagai proses, maka pada tanggal 11 November 1957 Presiden Republik Indonesia saat itu, Ir. Soekarno, meresmikan pembukaan

Akademi Militer Nasional (AMN) yang berkedudukan di Magelang, yang merupakan kelanjutan dari MA Yogyakarta. Pada tahun 1961 ATEKAD Bandung melebur dengan AMN.

Mengingat pada saat itu masing-masing angkatan (AD, AL, AU dan Polri) memiliki Akademi, maka pada tanggal 16 Desember 1965 seluruh Akademi Angkatan (AMN, AAL, AAU dan AAK) diintegrasikan menjadi Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI). Sesuai dengan tuntutan tugas, maka pada tanggal 29 Januari 1967 AKABRI di Magelang diresmikan menjadi AKABRI Udarat, yang meliputi dua bagian, yaitu AKABRI Bagian Umum dan AKABRI Bagian Darat. AKABRI Bagian Umum mendidik Taruna Tingkat-I selama satu tahun, termasuk Pendidikan Dasar Keprajuritan Chandradimuka, sedangkan AKABRI Bagian Darat mendidik taruna mulai Tingkat-II sampai dengan Tingkat-IV. Kemudian, pada tanggal 29 September 1979, AKABRI Udarat berubah nama menjadi AKABRI Bagian Darat dan menggabungkan proses pendidikan taruna mulai dari Tingkat-I hingga Tingkat-

IV. Dalam rangka reorganisasi di lingkungan ABRI, maka pada tanggal 14 Juni 1984 AKABRI Bagian Darat berubah namanya menjadi Akademi Militer (Akmil).

2. Akmil Saat Ini

Akademi Militer (Akmil) merupakan lembaga pendidikan setingkat perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan berbasis militer untuk mendidik taruna menjadi Perwira TNI Angkatan Darat. Proses seleksi calon taruna Akmil sangatlah ketat, yang terdiri dari sembilan tahap, yaitu seleksi administrasi, tes kesehatan pertama (pemeriksaan fisik), kemampuan jasmani (kesamaptaan), tes wawancara, tes psikologi, tes kesehatan kedua (pemeriksaan penyakit dalam), tes kemampuan akademik, sidang panitia penentuan akhir (pantukhir), dan tes tingkat pusat. Seperti halnya perguruan tinggi pada umumnya, Akmil menyediakan beberapa pilihan program studi (prodi), yaitu Prodi Manajemen Pertahanan, Prodi Administrasi Pertahanan, Prodi Teknik Mesin Pertahanan, Prodi Teknik Elektro Pertahanan, dan Prodi Teknik Sipil Pertahanan, yang masing-masing harus diselesaikan dalam waktu empat tahun.

Akmil berkedudukan di Kota Magelang, Jawa Tengah, dengan menempati tanah seluas 654,4493 hektar, yang terdiri dari Komplek Perumahan Panca Arga, Ksatrian Akmil, Mess Sundoro, Mess Sumbing, Mess Merapi, Mess Dieng, Mess Kranggan, kolam renang Pisangan, daerah-daerah latihan Gending, Pendem, Plempungan, Kaloran, Kopeng dan Gringsing. Lembaga pendidikan

yang mempunyai motto “Adhitakarya Mahatvavirya Nagarabhakti” ini dipimpin oleh seorang Gubernur Akmil, yang saat ini dijabat oleh Mayor Jenderal TNI

Hartomo. Gambar 4.1 adalah bagan organisasi Akademi Militer Magelang.

Akmil mempunyai visi “menjadikan Akademi Militer sebagai center of excellence yang dapat mewujudkan hasil didik yang profesional dan dicintai rakyat”. Sedangkan misinya adalah mengoptimalkan kinerja organisasi melalui program pembinaan satuan dengan melaksanakan validasi organisasi, pengisian materiil, penataan pangkalan, melengkapi peranti lunak dan pemenuhan sarana prasarana pendidikan, serta pembinaan latihan; meningkatkan peran 10 komponen pendidikan (kurikulum pendidikan, paket instruksi, tenaga pendidik, tenaga kependidikan, peserta didik, alins/alongin, fasilitas pendidikan, metode, evaluasi hasil belajar, dan anggaran); meningkatkan kualitas hasil didik agar menjadi perwira profesional sebagai pemimpin masa depan dan dicintai rakyat; meningkatkan peran dan fungsi pengkajian dan pengembangan; serta melaksanakan kegiatan sosialisasi dan pembinaan teritorial terbatas di sekitar pangkalan dan daerah latihan.

Penyelenggaraan pendidikan di Akmil menggunakan upaya pengajaran dan pengasuhan yang dilaksanakan secara simultan, serasi dan seimbang untuk membentuk dan membina kepribadian, intelegensia dan fisik peserta didik guna mencapai tujuan pendidikan. Kegiatan pengajaran dilaksanakan di kelas dan laboratorium dengan menggunakan metode yang praktis. Sedangkan kegiatan latihan lapangan dilaksanakan secara terprogram, bertingkat, bertahap, dan berlanjut sesuai dengan tingkatnya masing-masing.

Gambar 4.1 Bagan Organisasi Akademi Militer

GUBERNUR 1

WAGUB 2

ESELON PIMPINAN ESELON PEMBANTU PIMPINAN

DIR BINLEM 3 DIR BINDIK 4

DIR BINJIANBANG 5

ESELON PELAYANAN

DAN DENMA 6

KA SETUM 7

KA ZI 8 KA PAL 9 KA AJEN 10 KA BINTAL 11 KA INFOLANTA 12 KA MUSTAKA 13

KA HUB 14 KA BEKANG 15 KA KES 16 KA PROPANG 17 KA PSI 18 KA PENHUMAS 19

ESELON PELAKSANA

KADEP

KADEP

KADEP TIK 22 KADEP MILUM 23 KADEP JAS 24 KADEP NIKMIN 25 KADEP

KADEP MILDAS 20 PIMJUANG 21 SOSBAH 26 MIPATEK 27

DAN MENTAR 28 DAN DENDEMLAT 29

Sumber: www.akmil.ac.id

Keterangan: 1. GUBERNUR 2. WAGUB (Wakil Gubernur) 3. DIR BINLEM (Direktur Pembinaan Lembaga) 4. DIR BINDIK (Direktur Pembinaan Pendidikan) 5. DIR BINBIANJANG (Direktur Pembinaan Pengkajian dan Pengembangan) 6. DAN DENMA (Komandan Detasemen Markas) 7. KA SETUM (Kepala Sekretariat Umum) 8. KA ZI (Kepala Zeni) 9. KA PAL (Kepala Peralatan)

10. KA AJEN (Kepala Ajudan Jenderal) 11. KA BINTAL (Kepala Pembinaan Mental) 12. KA INFOLANTA (Kepala Informasi dan Pengolahan Data) 13. KA MUSTAKA (Kepala Museum dan Perpustakaan) 14. KA HUB (Kepala Perhubungan) 15. KA BEKANG (Kepala Perbekalan dan Angkutan) 16. KA KES (Kepala Kesehatan) 17. KA PROPANG (Kepala Produksi dan Pangan) 18. KA PSI (Kepala Psikologi) 19. KA PENHUMAS (Kepala Penerangan dan Hubungan Masyarakat) 20. KADEP MILDAS (Kepala Departemen Militer Dasar) 21. KADEP PIMJUANG (Kepala Departemen Pimpinan dan Kejuangan) 22. KADEP TIK (Kepala Departemen Taktik) 23. KADEP MILUM (Kepala Departemen Militer Umum) 24. KADEP JAS (Kepala Departemen Jasmani) 25. KADEP NIKMIN (Kepala Departemen Teknik dan Administrasi) 26. KADEP SOSBAH (Kepala Departemen Sosial dan Bahasa) 27. KADEP MIPATEK (Kepala Departemen Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam,

dan Teknologi) 28. DAN MENTAR (Komandan Resimen Taruna) 29. DAN DENDEMLAT (Komandan Detasemen Demonstrasi dan Latihan)

B. Hasil Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan di kantor pusat Akademi Militer Magelang pada tanggal 25 September – 20 Oktober 2015 dengan menyebarkan 105 kuesioner. Peneliti sengaja melebihkan jumlah sampel yang diambil dari jumlah yang semula ditentukan yaitu 75 responden, untuk mengantisipasi adanya kuesioner yang tidak kembali atau terdapat data yang tidak layak untuk dianalisis. Peneliti menyebar 105 kuesioner tersebut ke 10 divisi berbeda yang ada di Akademi Militer, yang telah terpilih secara random, yaitu BINLEM, BINDIK, BINTAL, MUSTAKA, PENHUMAS, MILUM, DENDEMLAT, MENTAR, SOSBAH, dan MILDAS.

Setelah kuesioner disebar dan dikumpulkan kembali, dari 105 kuesioner yang disebar, 81 kuesioner kembali (response rate sebesar 77,14%) dan 24 sisanya tidak kembali. Penjelasan tentang hasil distribusi kuesioner ditunjukkan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Hasil Penyebaran Kuesioner

Persentase Kuesioner yang disebar

Jumlah Kuesioner

100% Kuesioner yang kembali

81 77,14% Kuesioner yang tidak kembali

24 22,86% Kuesioner yang tidak layak dianalisis

6 5,71% Kuesioner yang layak dianalisis

75 71,43% Sumber: Data primer diolah (2015)

C. Karakteristik Responden

Peneliti menggunakan 38 item pernyataan, yang terdiri dari 5 item pernyataan sebagai indikator konflik pekerjaan-keluarga (KPK), 5 item pernyataan sebagai indikator konflik keluarga-pekerjaan (KKP), 20 item pernyataan sebagai indikator kepuasan kerja (KK), dan 8 item pernyataan sebagai indikator dukungan sosial dari rekan kerja (DS).

Jumlah data yang terkumpul sebanyak 81 responden, namun hanya 75 responden yang memiliki data yang layak untuk dianalisis. Dari 75 responden tersebut, 69 orang (92%) berjenis kelamin laki-laki, dan 6 orang (8%) berjenis kelamin perempuan. Perbedaan yang kontras ini dikarenakan masih minimnya personel TNI yang berjenis kelamin perempuan.

Informasi mengenai karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, usia, jumlah anak yang dimiliki, lamanya bekerja dalam organisasi, jenjang kepangkatan, dan pendidikan ditunjukkan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Karakteristik Responden

No Karakteristik Responden

Jumlah

Persentase

1 Jenis Kelamin:

 Laki-laki 68 92,0%  Perempuan

 21-30 th 26 34,7%  31-40 th

17 22,7%  41-50 th

29 38,7%  >50 th

3 4,0% Total

No Karakteristik Responden

Jumlah

Persentase

3 Jumlah Anak

 0 anak 6 8,0%  1 anak

4 Lama Kerja

 1-10 th 41 54,7%  11-20 th

20 26,7%  21-30 th

 Bintara 28 37,3%  Perwira

 SMA 60 80,0%  D3/S1

15 20,0%  Total

75 100,0% Sumber: Data primer diolah (2015)

D. Hasil Uji Validitas

Uji validitas instrumen penelitian dilakukan pada 75 responden menggunakan metode confirmatory factor analysis (CFA) dengan uji Kaiser-

Meyer Olkin and Barlett’s. Tabel 4.3 menunjukkan nilai Kaiser-Meyer Olkin Measure of Sampling Adequency (KMO MSA) dari masing-masing variabel.

Tabel 4.3

Hasil Uji Validitas Kaiser-Meyer Olkin and Barlett’s

Variabel

Nilai KMO MSA

KPK

KKP

KK

DS

Nilai KMO MSA dari masing-masing variabel > 0,5, sehingga seluruh variabel dinyatakan valid dan proses analisis dapat dilanjutkan. Proses selanjutnya adalah melihat tabel component matrix. Item dengan nilai component matrix > 0,5 dikategorikan valid, sedangkan item dengan nilai component matrix ≤ 0,5 dikategorikan tidak valid. Tabel 4.4 menunjukkan nilai component matrix

dari masing-masing item.

Tabel 4.4 Hasil Uji Validitas Component Matrix

Keterangan KPK1

Item

Nilai Component Matrix

0,475 Tidak valid KPK2

0,790 Valid KPK3

0,837 Valid KPK4

0,835 Valid KPK5

0,851 Valid KKP1

Valid KKP2

Valid KKP3

Valid KKP4

Valid KKP5

Valid KK1

Tidak valid KK2

Valid KK3

Valid KK4

Valid KK5

Valid KK6

Valid KK7

Valid KK8

Valid KK9

Valid KK10

Tidak valid K1

Valid KK12

Valid

Valid

Keterangan KK14

Item

Nilai Component Matrix

Valid KK15

Valid KK16

Valid KK17

Valid KK18

Valid KK19

Valid KK20

Valid DS1

Valid DS2

Valid DS3

Valid DS4

Valid DS5

Valid DS6

Valid DS7

Valid DS8

Valid Sumber: Data primer diolah (2015)

Dari tabel diatas, item KPK1, KK1, dan KK10 mempunyai nilai component matrix < 0,5, sehingga item tersebut dinyatakan tidak valid dan akan dikeluarkan dari pengujian selanjutnya.

E. Hasil Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas merupakan pengujian instrumen penelitian selajutnya setelah pengujian validitas dilakukan. Tujuannya adalah untuk mengetahui konsistensi item-item pengukuran. Dalam penelitian ini, uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan metode Cronbach ’s Alpha. Jika nilai Cronbach’s Alpha > 0,6 maka menunjukkan bahwa setiap variabel memiliki konsistensi reliabilitas

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa nilai Cronbach ’s Alpha pada setiap variabel > 0,6, sehingga dapat dinyatakan bahwa setiap variabel dalam penelitian ini memiliki konsistensi reliabilitas internal dan dinyatakan bahwa alat ukur dalam penelitian ini reliabel.

Tabel 4.5 Hasil Uji Reliabilitas

Variabel Nilai Cronbach’s Alpha KPK

Sumber: Data primer diolah (2015)

F. Statistik Deskriptif

Hasil pengolahan data statistik deskriptif menunjukkan konflik pekerjaan- keluarga (r = -0,767; p < 0,01) dan konflik keluarga-pekerjaan (r = -0,824; p < 0,01) memiliki korelasi negatif terhadap kepuasan kerja. Seseorang yang mengalami konflik pekerjaan-keluarga dan konflik keluarga-pekerjaan cenderung memiliki tingkat kepuasan kerja yang lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak. Sedangkan dukungan sosial dari rekan kerja (r = 0,787; p < 0,01) memiliki korelasi positif akan meningkatkan kepuasan kerja akibat korelasi konflik pekerjaan-keluarga dan konflik keluarga-pekerjaan pada kepuasan kerja.

Berdasarkan data yang tersaji, responden rata- rata menjawab “netral” untuk item-item pernyataan mengenai konflik pekerjaan-keluarga (mean = 3,260;

SD = 3, 592), dan menjawab “tidak setuju” untuk item-item pernyataan mengenai konflik keluarga-pekerjaan (mean = 2,432; SD = 3,158). Sedangkan jawaban “setuju” banyak diberikan responden untuk item-item pernyataan mengenai kepuasan kerja (mean = 3,786; SD = 7, 702), dan jawaban “sering” untuk item- item pernyataan mengenai dukungan sosial dari rekan kerja (mean = 3,675; SD = 5,712).

Tabel 4.6 menunjukkan statistik deskriptif yang terdiri atas mean, deviasi standar, dan korelasi antar-variabel dalam penelitian.

Tabel 4.6

Mean, Deviasi Standar, dan Korelasi Antar-Variabel

KK ** 3,786 7,702 -0,767 -0,824

DS ** 3,675 5,712 -0,735 -0,804 0,787 **p<0,01; *p<0,05

Sumber: Data primer diolah (2015) Hasil koefisien korelasi antar-variabel-independen menunjukkan

kemungkinan adanya multikolinearitas karena nilai koralasinya tinggi. Oleh karena itu, langkah selanjutnya adalah melakukan uji multikolinearitas. Jika hasil uji multikolinearitas menunjukkan adanya multikolinearitas pada data, maka data perlu dilakukan treatment terlebih dahulu dengan metode mean centering sebelum dilakukan pengujian hipotesis.

G. Hasil Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar-variabel-independen (Sekaran & Bougie, 2010). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar-variabel- independennya, karena jika hal tersebut terjadi maka variabel-variabel tersebut tidak ortogonal atau terjadi kemiripan. Variabel ortogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesama variabel independennya bernilai nol.

Uji ini dilakukan untuk menghindari kebiasan dalam proses pengambilan keputusan mengenai pengaruh parsial masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Untuk mendeteksi apakah terjadi multikolinearitas dapat diketahui dengan melihat nilai Variace Inflation Factor (VIF) dan nilai Tolerance . Dalam data dikatakan tidak terdapat multikolinearitas jika nilai VIF semua variabel independen ≤ 10,00 dan nilai Tolerance semua variabel independen ≥ 0,10.

Tabel 4.7 menunjukkan bahwa nilai VIF semua variabel independen ≤ 10,00 dan nilai Tolerance semua variabel independen ≥ 0,10, yang artinya tidak terdapat multikolinearitas dalam model.

Tabel 4.7 Hasil Uji Multikolinearitas

Collinearity Statistic Variabel

Tollerance KPK

P value

VIF

0,212 KKP

0,173 DS

H. Hasil Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan dengan analisis regresi moderasian (moderated regression analysis ), yaitu analisis khusus regresi linear berganda yang dalam persamaan regresinya mengandung unsur interaksi (perkalian dua atau lebih variabel independen) yang disebut dengan variabel pemoderasi. Variabel pemoderasi berperan memperkuat atau memperlemah hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Tabel 4.8 dan 4.9 menyajikan hasil analisis regresi moderasian.`

Tabel 4.8

Hasil Analisis Regresi Moderasian KPK*DS β t

P value Langkah 1:

Jenis Kelamin

0,145 0,885 Usia

-1,452 0,151 Jumlah Anak

1,636 0,106 Lama Kerja

= 0,067 Adj R 2 = -0,016

Jenis Kelamin

-0,927 0,357 Jumlah Anak

0,425 0,673 Lama Kerja

0,831 0,409 Konflik Pekerjaan-Keluarga

= 0,404 Adj R 2 = 0,416

F = 8,524

ΔF

β t P value Langkah 3:

0,434 0,666 Usia

Jenis Kelamin

-0,851 0,398 Jumlah Anak

-0,019 0,985 Lama Kerja

1,151 0,254 Konflik Pekerjaan-Keluarga

Dukungan Sosial

= 0,181 Adj R 2 = 0,609

Jenis Kelamin

0,874 0,385 Usia

-1,471 0,146 Jumlah Anak

0,777 0,440 Lama Kerja

0,684 0,496 Konflik Pekerjaan-Keluarga

-2,008 0,049 Dukungan Sosial

1,092 0,279 KPK*DS

= 0,096 Adj R 2 = 0,713

Sumber: Data primer diolah (2015)

Tabel 4.9

Hasil Analisis Regresi Moderasian KKP*DS

t P value Langkah 1:

Jenis Kelamin

0,145 0,885 Usia

-1,452 0,151 Jumlah Anak

1,636 0,106 Lama Kerja

= 0,067 Adj R 2 = -0,016 = 0,067 Adj R 2 = -0,016

Jenis Kelamin

0,347 0,729 Usia

-1,446 0,153 Jumlah Anak

0,816 0,417 Lama Kerja

-0,097 0,923 Konflik Keluarga-Pekerjaan

= 0,682 Adj R 2 = 0,723

Jenis Kelamin

0,444 0,658 Usia

-1,334 0,187 Jumlah Anak

0,586 0,560 Lama Kerja

0,177 0,860 Konflik Keluarga-Pekerjaan

Dukungan Sosial

= 0,008 Adj R 2 = 0,728

Jenis Kelamin

0,750 0,456 Usia

-1,127 0,264 Jumlah Anak

1,270 0,208 Lama Kerja

-0,078 0,938 Konflik Keluarga-Pekerjaan

-0,972 0,335 Dukungan Sosial

0,479 0,633 KKP*DS

= 0,056 Adj R 2 = 0,787

Sumber: Data primer diolah (2015)

Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, variabel jenis kelamin, usia, jumlah anak, lama kerja, pangkat, dan pendidikan dikontrol terlebih dahulu dalam penelitian ini. Hasilnya, seluruh variabel kontrol, yaitu variabel jenis kelamin (β = 0,018; t = 0,145; p > 0,05), usia (β = -0,275; t = -1,452; p > 0,05), jumlah anak (β = 0,228; t = 1,636; p > 0,05), lama kerja (β = 0,042; t = 0,242; p > 0,05), pangkat (β = -0,055; t = -0,396; p > 0,05), dan pendidikan (β = -0,080; t = -0,614; p > 0,05) tidak berpengaruh secara signifikan dalam penelitian ini.

1. Hasil Pengujian Hipotesis 1a

Hipotesis 1a menyatakan bahwa konflik pekerjaan-keluarga berpengaruh negatif pada kepuasan kerja. Hasil pengujian Hipotesis 1a menunjukkan bahwa konflik pekerjaan-keluarga berpengaruh negatif signifikan pada kepuasan kerja (β = -0,679; t = -7,157; p < 0,05). Hal ini berarti Hipotesis 1a didukung. Nilai koefisien determinasi (R 2 ) adalah

sebesar 0,471, yang berarti dalam model ini varian variabel kepuasan kerja dapat dijelaskan oleh varian variabel konflik pekerjaan-keluarga dan variabel-variabel kontrol secara simultan sebesar 47,1%, sedangkan sisanya (52,9%) dijelaskan oleh faktor lain yang tidak masuk dalam

2 model. Sedangkan nilai ΔR adalah sebesar 0,404, yang berarti secara individual varian variabel konflik pekerjaan-keluarga dapat memberikan

tambahan penjelasan varian variabel kepuasan kerja sebesar 40,4%.

2. Hasil Pengujian Hipotesis 1b

Hipotesis 1b menyatakan bahwa konflik keluarga-pekerjaan berpengaruh negatif pada kepuasan kerja. Hasil pengujian Hipotesis 1b menunjukkan bahwa konflik pekerjaan-keluarga berpengaruh negatif signifikan pada kepuasan kerja (β = -0,850; t = -13,498; p < 0,05). Hal ini berarti Hipotesis 1b didukung. Sedangkan nilai R 2 adalah sebesar 0,749,

yang berarti dalam model ini varian variabel kepuasan kerja dapat dijelaskan oleh varian variabel konflik keluarga-pekerjaan dan variabel- variabel kontrol secara simultan sebesar 74,9%, sedangkan sisanya (25,1%) dijelaskan oleh faktor lain yang tidak masuk dalam model.

2 Sedangkan nilai ΔR adalah sebesar 0,682, yang berarti secara individual varian variabel konflik keluarga-pekerjaan dapat memberikan tambahan

penjelasan varian variabel kepuasan kerja sebesar 68,2%.

3. Hasil Pengujian Hipotesis 2a

Hipotesis 2a menyatakan bahwa dukungan sosial dari rekan kerja memoderasi hubungan antara konflik pekerjaan-keluarga dan kepuasan kerja. Secara spesifik, pengaruh negatif konflik pekerjaan-keluarga pada kepuasan kerja menjadi lebih lemah ketika dukungan sosial dari rekan kerja meningkat. Hasil pengujian Hipotesis 2a menunjukkan bahwa dukungan sosial dari rekan kerja memoderasi secara signifikan pengaruh Hipotesis 2a menyatakan bahwa dukungan sosial dari rekan kerja memoderasi hubungan antara konflik pekerjaan-keluarga dan kepuasan kerja. Secara spesifik, pengaruh negatif konflik pekerjaan-keluarga pada kepuasan kerja menjadi lebih lemah ketika dukungan sosial dari rekan kerja meningkat. Hasil pengujian Hipotesis 2a menunjukkan bahwa dukungan sosial dari rekan kerja memoderasi secara signifikan pengaruh

model ini adalah 0,096, yang berarti secara individual varian variabel dukungan sosial dari rekan kerja dapat memberikan tambahan penjelasan dalam mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan dari konflik pekerjaan-keluarga pada kepuasan kerja sebesar 9,6%.

4. Hasil Pengujian Hipotesis 2b

Hipotesis 2b menyatakan bahwa dukungan sosial dari rekan kerja memoderasi hubungan antara konflik keluarga-pekerjaan dan kepuasan kerja. Secara spesifik, pengaruh negatif konflik keluarga- pekerjaan pada kepuasan kerja menjadi lebih lemah ketika dukungan sosial dari rekan kerja meningkat. Hasil pengujian Hipotesis 2b menunjukkan bahwa dukungan sosial dari rekan kerja memoderasi secara signifikan pengaruh negatif konflik keluarga-pekerjaan pada kepuasan

kerja (β = 0,696; t = 4,418); p < 0,05). Artinya, hipotesis 2b didukung. Nilai ΔR 2 untuk model ini adalah 0,056, yang berarti secara individual

varian variabel dukungan sosial dari rekan kerja dapat memberikan tambahan penjelasan dalam mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan dari konflik keluarga-pekerjaan pada kepuasan kerja sebesar 5,6%.

I. Ringkasan Hasil Pengujian Hipotesis

Hasil pengujian hipotesis dengan metode analisis regresi moderasian mendukung seluruh hipotesis dalam penelitian ini, yaitu H1a, H1b, H2a, dan H2b. Tabel 4.10 menunjukkan ringkasan hasil pengujian hipotesis.

Tabel 4.10 Ringkasan Hasil Pengujian Hipotesis

Keterangan H1a

Hipotesis

Konflik pekerjaan-keluarga berpengaruh negatif

Didukung

pada kepuasan kerja. H1b

Konflik keluarga-pekerjaan berpengaruh negatif

Didukung

pada kepuasan kerja. H2a

Dukungan sosial dari rekan kerja memoderasi

Didukung

hubungan antara konflik pekerjaan-keluarga dan kepuasan kerja. Secara spesifik, pengaruh negatif konflik pekerjaan-keluarga pada kepuasan kerja menjadi lebih lemah ketika dukungan sosial dari rekan kerja meningkat.

H2b Dukungan sosial dari rekan kerja memoderasi

Didukung

hubungan antara konflik keluarga-pekerjaan dan kepuasan kerja. Secara spesifik, pengaruh negatif konflik keluarga-pekerjaan pada kepuasan kerja menjadi lebih lemah ketika dukungan sosial dari rekan kerja meningkat.

Sumber: Data primer diolah (2015)

J. Pembahasan

Konflik pekerjaan-keluarga dan konflik keluarga-pekerjaan, sebagai salah satu konflik yang rentan dialami setiap individu, terlebih bagi individu yang sudah berkeluarga, mempunyai pengaruh pada kepuasan kerja. Hasil pengujian Hipotesis 1a dan 1b mendukung pengaruh langsung konflik pekerjaan- keluarga dan konflik keluarga-pekerjaan pada kepuasan kerja. Hasil ini mendukung teori yang dikemukakan oleh Greenhaus dan Beutell (1985), yang menyatakan bahwa konflik pekerjaan-keluarga dan konflik keluarga-pekerjaan memiliki korelasi negatif terhadap kepuasan kerja, artinya semakin besar tingkat konflik pekerjaan-keluarga dan konflik keluarga-pekerjaan seseorang, berimplikasi pada semakin menurunnya tingkat kepuasan kerjanya. Selain itu, hasil pengujian hipotesis ini juga konsisten dengan temuan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Kosek dan Ozeki (1998), Scholarios dan Marks (2004), Grandey et al. (2005), Karatepe dan Kilic (2007), Spector et al. (2007), Namasivayam dan Zhao (2007), Kinnunen et al. (2010), Lu et al. (2010), serta Rathi dan Barath (2013), yang menemukan bahwa konflik pekerjaan-keluarga dan konflik keluarga-pekerjaan dapat mengganggu dan merugikan karyawan dan juga organisasi. Secara spesifik, konflik pekerjaan-keluarga dan konflik keluarga-pekerjaan berakibat pada meningkatnya turnover intention dan parental distress , serta menurunkan komitmen organisasional, tingkat kepuasan keluarga, dan tingkat kepuasan kerja.

Hasil pengujian terhadap Hipotesis 2a dan 2b menunjukkan bahwa dukungan sosial dari rekan kerja memoderasi pengaruh negatif konflik pekerjaan-keluarga dan konflik keluarga-pekerjaan pada kepuasan kerja (Hipotesis 2a dan 2b didukung). Artinya, pengaruh negatif konflik pekerjaan- keluarga dan konflik keluarga-pekerjaan pada kepuasan kerja menjadi lebih lemah ketika dukungan sosial dari rekan kerja meningkat. Hasil penelitian ini konsisten dengan temuan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ng dan Sorensen (2008) serta Rathi dan Barath (2013) yang menemukan bahwa penerimaan dukungan sosial dari rekan kerja secara signifikan memoderasi hubungan antara konflik pekerjaan-keluarga dan konflik keluarga-pekerjaan pada kepuasan kerja. Namun, hasil penelitian ini tidak konsisten dengan temuan penelitian yang dilakukan oleh O‟Driscoll et al. (2004) yang menemukan bahwa dukungan sosial dari rekan kerja memoderasi hubungan konflik pekerjaan- keluarga dan konflik keluarga-pekerjaan dengan kepuasan keluarga, namun tidak dengan kepuasan kerja.

Pada dasarnya, personel TNI memang rentan mengalami permasalahan terkait konflik pekerjaan-keluarga dan konflik keluarga-pekerjaan karena tuntutan tugas yang cukup berat. Namun, penelitian ini telah membuktikan bahwa dukungan sosial dari rekan kerja mempunyai peran yang cukup signifikan bagi personel TNI untuk mengurangi pengaruh negatif konflik pekerjaan- keluarga dan konflik keluarga-pekerjaan pada kepuasan kerja. Apabila organisasi Pada dasarnya, personel TNI memang rentan mengalami permasalahan terkait konflik pekerjaan-keluarga dan konflik keluarga-pekerjaan karena tuntutan tugas yang cukup berat. Namun, penelitian ini telah membuktikan bahwa dukungan sosial dari rekan kerja mempunyai peran yang cukup signifikan bagi personel TNI untuk mengurangi pengaruh negatif konflik pekerjaan- keluarga dan konflik keluarga-pekerjaan pada kepuasan kerja. Apabila organisasi

Selain hasil pengujian hipotesis di atas, terdapat temuan lain yang menarik dari hasil pengujian dengan analisis regresi moderasian dalam penelitian ini, yaitu dukungan sosial dari rekan kerja ternyata memiliki pengaruh langsung dan signifikan terhadap kepuasan kerja. Semakin sering seseorang menerima dukungan sosial dari rekan kerjanya, maka akan berpengaruh pada semakin tinggi tingkat kepuasan kerjanya.