The Effect of Work to Family Conflict an

SKRIPSI PENGARUH KONFLIK PEKERJAAN-KELUARGA DAN KONFLIK KELUARGA-PEKERJAAN PADA KEPUASAN KERJA DENGAN DUKUNGAN

SOSIAL DARI REKAN KERJA SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI: Studi pada Personel TNI-AD di Akademi Militer Magelang

Dosen Pembimbing: T. Hani Handoko, Dr., M.B.A.

Disusun oleh: Amifa Nindyasari

11/315666/EK/18476

Program Studi S1 Manajemen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 2015

LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR PERSETUJUAN

KATA PENGANTAR LEMBAR BEBAS P LAG IARISM E

Ucapan syukur tanpa batas penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas setiap keberkahan-Nya, yang telah memberikan segala kekuatan, kemampuan, kesabaran, dan kelancaran kepada penulis untuk melakukan penelitian sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Konflik Pekerjaan-Keluarga dan

Konflik Keluarga-Pekerjaan pada Kepuasan Kerja dengan Dukungan Sosial dari Rekan Kerja sebagai Variabel Pemoderasi: Studi pada Personel TNI-AD di

Akademi Militer Magelang ”. Selesainya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Dengan segala kerendahan hati dan penuh rasa hormat, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Sahid Susilo Nugroho, Dr., M.Sc., Ketua Jurusan Manajemen FEB UGM sekaligus dosen pembimbing akademik saya, yang telah memberikan banyak masukan berharga.

2. Bapak T. Hani Handoko, Dr., M.B.A., yang selalu sabar dalam membimbing saya menyelesaikan karya ini, mengoreksi setiap detail kesalahan yang saya lakukan, mengajarkan saya arti bekerja keras, pantang menyerah, objektivitas, integritas, dan profesionalitas.

3. Mayjen TNI Hartomo, Gubernur Akademi Militer, atas kebaikan hati serta inspirasi tentang kegigihan yang membekas kuat di ingatan saya.

4. Bapak Teguh Budiarto, Drs., M.I.M. dan Ibu Widya Paramita, S.E., M.Sc., selaku dewan penguji, atas kritik dan saran yang membangun.

5. Bapak Irfan Nursasmito, Drs., Ak., M.Si., yang mengajarkan kepada saya tentang kepedulian dan mengingat Tuhan dimanapun seorang manusia berada.

Kepada keluargaku, Ayah dan Ibu, terimakasih atas cinta dan doa tulus yang tak pernah putus; Adik-adikku, yang selalu memberikan motivasi untuk menyelesaikan karya ini dan membuatku berusaha yang terbaik agar dapat menjadi teladan bagi kalian; Nenekku, yang selalu mengajariku mengambil hikmah dari setiap kejadian dan mengingatkanku untuk terus bersyukur.

Kepada rekan-rekan FEB UGM 2011, khususnya rekan-rekan di kelas seminar Manajemen Sumberdaya Manusia dan Stratejik, terimakasih atas tahun-tahun terbaik, diskusi bermakna, kemauan saling berbagi, dan canda tawa yang membekas di hati.

Kepada keluarga besar BEM KM UGM dan Tim KKN PPM UGM Unit NTB-01, terima kasih telah menjadi keluarga kedua bagiku, mewadahi dan membinaku dalam tempat terbaik, mewarnai hidupku dan senantiasa menghibur di saat penat.

Kepada para sahabat terbaik dan orang terkasih, terima kasih atas setiap tepukan pundak, waktu yang sangat berharga, pesan singkat penyemangat, keluh yang selalu didengarkan, suntikan kekuatan di banyak Kepada para sahabat terbaik dan orang terkasih, terima kasih atas setiap tepukan pundak, waktu yang sangat berharga, pesan singkat penyemangat, keluh yang selalu didengarkan, suntikan kekuatan di banyak

Kepada orang-orang yang berada di balik layar, seluruh karyawan perpustakaan dan akademik FEB UGM, karyawan Perpustakaan Pusat UGM, dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu penulis dalam mewujudkan karya ini, terima kasih atas setiap bantuan tulus yang diberikan, semoga Allah SWT membalas segala kebaikan kalian.

Keterbatasan ilmu dan pengetahuan yang penulis miliki membuat penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun akan penulis terima dengan senang hati demi penyempurnaan ilmu pengetahuan dimasa yang akan datang.

Penulis berharap karya sederhana ini dapat memberikan sumbangan yang cukup berarti bagi ilmu pengetahuan, khususnya di bidang Manajemen Sumberdaya Manusia, dan bermanfaat bagi siapapun yang membacanya kelak.

Yogyakarta, Desember 2015 Penulis

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya sederhana ini aku persembahkan untuk:

Ayah, Ibu, dan orang-orang terkasih disekelilingku, untuk selalu ada di setiap aku berproses.

Serta untuk pihak-pihak yang membutuhkan, semoga bermanfaat.

Pengaruh Konflik Pekerjaan-Keluarga dan Konflik Keluarga-Pekerjaan pada Kepuasan Kerja dengan Dukungan Sosial dari Rekan Kerja sebagai Variabel

Pemoderasi: Studi pada Personel TNI-AD di Akademi Militer Magelang

Amifa Nindyasari 11/315666/EK/18476 Program Studi S1 Manajemen Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada

Dosen Pembimbing: T. Hani Handoko, Dr., M.B.A.

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis pengaruh konflik pekerjaan-keluarga dan konflik keluarga-pekerjaan pada kepuasan kerja personel TNI-AD. Selain itu, penelitian ini juga berfokus pada efek pemoderasian dukungan sosial dari rekan kerja terhadap pengaruh konflik pekerjaan-keluarga dan konflik keluarga-pekerjaan pada kepuasan kerja.

Penelitian ini bersifat kuantitatif dan dirancang untuk menguji hipotesis. Data penelitian ini merupakan data primer cross-sectional yang diambil dari 75 personel TNI-AD di Akademi Militer Magelang dan diuji dengan analisis regresi moderasian.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konflik pekerjaan-keluarga dan konflik keluarga-pekerjaan berpengaruh negatif signifikan pada kepuasan kerja. Selain itu, dukungan sosial dari rekan kerja terbukti dapat memoderasi hubungan antara konflik pekerjaan-keluarga dan konflik keluarga-pekerjaan pada kepuasan kerja.

Kata kunci: konflik pekerjaan-keluarga, konflik keluarga-pekerjaan, kepuasan kerja, dukungan sosial dari rekan kerja.

The Effect of Work-to-Family Conflict and Family-to-Work Conflict on Job Satisfaction with Co-workers Support as a Moderating Variable: Study on Indonesian

Army Personnel in Military Academy Magelang

Amifa Nindyasari 11/315666/EK/18476 Management Undergraduate Program Faculty of Economics and Business, Gadjah Mada University

Bachelor Thesis Supervisor: T. Hani Handoko, Dr., M.B.A.

ABSTRACT

This study aims to examine and analyze the effect of work-to-family conflict and family-to-work conflict among Indonesian Army personnel’s job satisfaction. Moreover, this study focuses on exploring the moderating effect of co-workers support on the relationship of work-to-family conflict and family-to-work conflict with job satisfaction.

This study is quantitative in nature and designed to test the hypothesis. The data for the present study were primary cross-sectional data collected from a total of

75 Indonesian Army personnel in Military Academy Magelang and tested with moderated regression analysis.

The result of the study show that work-to-family conflict and family-to-work conflict turns out to have a significant negative effect on job satisfaction. Moreover, co-workers support is observed to significantly moderate the effect of work-to-family conflict and family-to-work conflict on job satisfaction.

Keyword: work-to-family conflict, family-to-work conflict, job satisfaction, co- workers support.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pekerjaan dan keluarga merupakan dua unsur yang paling signifikan dalam kehidupan individu. Untuk menjalankan tanggung jawab dari masing- masing domain, baik pekerjaan maupun keluarga, individu membutuhkan jumlah dan kualitas waktu dan energi yang banyak. Namun, seringkali dalam usahanya untuk menyeimbangkan berbagai peran di kedua domain tersebut justru dapat meningkatkan konflik interpersonal dan konflik intrapersonal di dalam diri individu, yang pada akhirnya menyebabkan konflik-pekerjaan-keluarga (Rathi & Barath, 2013). Konflik-pekerjaan-keluarga merupakan sebuah bentuk konflik antar-peran (inter-role conflict), yang disebabkan oleh tuntutan peran dari satu domain (pekerjaan atau keluarga) yang bertentangan dengan tuntutan peran dari domain lainnya (keluarga atau pekerjaan) (Greenhaus & Beutell, 1985).

Beberapa penelitian, seperti yang dilakukan oleh Beutell (2010); Kinnunen, Feldt, Mauno, dan Rantanen (2010); serta Kosek dan Ozeki (1998), menunjukkan bahwa konflik-pekerjaan-keluarga adalah konflik dua dimensi. Dimensi pertama mengindikasikan sumber munculnya konflik berasal dari peran dalam pekerjaan yang mengganggu peran dalam keluarga (konflik pekerjaan- keluarga), sedangkan dimensi kedua mengindikasikan sumber munculnya konflik Beberapa penelitian, seperti yang dilakukan oleh Beutell (2010); Kinnunen, Feldt, Mauno, dan Rantanen (2010); serta Kosek dan Ozeki (1998), menunjukkan bahwa konflik-pekerjaan-keluarga adalah konflik dua dimensi. Dimensi pertama mengindikasikan sumber munculnya konflik berasal dari peran dalam pekerjaan yang mengganggu peran dalam keluarga (konflik pekerjaan- keluarga), sedangkan dimensi kedua mengindikasikan sumber munculnya konflik

Hasil penelitian lintas negara dan lintas budaya yang dilakukan oleh Beutell (2010); Kinnunen et al. (2010); Lu, Cooper, Kao, Chang, Allen, Lapeirre, O‟Driscoll, Poelmans, Sanchez, dan Spector (2010); Karatepe dan Kilic (2007); Spector, Allen, Poelmans, Lapierre, Coo per, O‟Driscoll, Sanchez, Abarca, Alexandrova, Beham, Brough, Perreiro, Fraile, Lu, Lu, Moreno-Vela´zuez, Pagon, Pitariu, Salamatov, Shima, Simoni, Siu, dan Widerszal-Bazyl, (2007); serta Kosek dan Ozeki (1998) menemukan bahwa, tingginya level konflik- pekerjaan-keluarga dapat mengganggu dan merugikan karyawan dan juga organisasi. Secara spesifik, penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa konflik-pekerjaan-keluarga berakibat pada meningkatnya turnover intention dan parental distress , serta dapat menurunkan tingkat kepuasan kerja, komitmen organisasional, dan kepuasan keluarga.

Hubungan antara konflik-pekerjaan-keluarga dan kepuasan kerja serta variabel-variabel terkait lainnya secara luas telah diteliti pada karyawan di berbagai jenis pekerjaan, seperti pada karyawan di perusahaan pembuat software (Scholarios & Marks, 2004), pada karyawan hotel (Grandey, Cordeiro, & Hubungan antara konflik-pekerjaan-keluarga dan kepuasan kerja serta variabel-variabel terkait lainnya secara luas telah diteliti pada karyawan di berbagai jenis pekerjaan, seperti pada karyawan di perusahaan pembuat software (Scholarios & Marks, 2004), pada karyawan hotel (Grandey, Cordeiro, &

Menjadi seorang personel TNI bukanlah hal yang mudah. Tuntutan kerja yang begitu besar dan kewajiban untuk mengabdikan diri pada negara secara penuh menjadikan mereka sulit untuk mengalokasikan waktu bersama keluarga. TNI juga terikat dengan norma dan aturan yang lebih ketat dibandingkan dengan kehidupan warga sipil biasa. Dalam pidatonya yang dikutip oleh situs berita online www.antaramaluku.com , Pangdam XVI/Pattimura Mayjen TNI Wiyarto menyatakan bahwa tugas TNI ke depan akan semakin berat dan rumit sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman. Prajurit TNI harus benar-benar memahami dan menguasai ilmu pengetahuan dan keterampilan serta teknologi yang berkembang saat ini. Selain itu, prajurit TNI dituntut untuk selalu disiplin, memiliki semangat pengabdian dan jiwa juang yang tinggi, memiliki etos kerja yang tinggi, memiliki moral dan etika yang baik, dan selalu mengedepankan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, termasuk keluarga.

Kondisi kerja TNI yang menekankan pada rantai komando, membuat sebagian besar personel TNI merasa tertekan karena harus mematuhi seluruh perintah atasannya tanpa terkecuali, termasuk bersedia untuk ditugaskan kapanpun dan dimanapun, walaupun harus meninggalkan keluarga. Padahal, Indonesia adalah salah satu negara yang mempunyai budaya kolektivisme, yaitu Kondisi kerja TNI yang menekankan pada rantai komando, membuat sebagian besar personel TNI merasa tertekan karena harus mematuhi seluruh perintah atasannya tanpa terkecuali, termasuk bersedia untuk ditugaskan kapanpun dan dimanapun, walaupun harus meninggalkan keluarga. Padahal, Indonesia adalah salah satu negara yang mempunyai budaya kolektivisme, yaitu

Pada personel TNI, tuntutan tugas yang tinggi, jam kerja yang tidak fleksibel, serta atasan yang otoriter, membuat mereka tidak mempunyai cukup waktu untuk dihabiskan bersama anggota keluarga mereka. Sehingga, mereka tidak mendapatkan dukungan sosial yang cukup, baik dari keluarga maupun dari atasannya. Hampir sepanjang waktu mereka habiskan di kantor bersama dengan rekan kerjanya untuk menyelesaikan tugas. Rekan kerja menjadi partner utama untuk bergantung satu sama lain, untuk saling memberikan dukungan baik dukungan sosial maupun dukungan emosional, dan untuk mendiskusikan berbagai masalah yang dihadapi. Jadi, dukungan sosial dari rekan kerja mempunyai peranan yang sangat signifikan pada kehidupan personal dan kehidupan profesional personel TNI.

Secara umum, penerimaan dukungan sosial di tempat kerja dapat mengurangi dampak negatif konflik-pekerjaan-keluarga, khususnya pada kepuasan kerja dan kepuasan keluarga (Rathi & Barath, 2013). Dukungan sosial dari rekan kerja akan membuat karyawan merasa bahwa dirinya tidak sendirian, merasa diperhatikan, dihargai, dan dicintai (Ng & Sorensen, 2008). Menurut Secara umum, penerimaan dukungan sosial di tempat kerja dapat mengurangi dampak negatif konflik-pekerjaan-keluarga, khususnya pada kepuasan kerja dan kepuasan keluarga (Rathi & Barath, 2013). Dukungan sosial dari rekan kerja akan membuat karyawan merasa bahwa dirinya tidak sendirian, merasa diperhatikan, dihargai, dan dicintai (Ng & Sorensen, 2008). Menurut

Untuk menganalisis lebih jauh mengenai fenomena tersebut, peneliti bermaksud untuk merancang sebuah penelitian mengenai pengaruh konflik- pekerjaan-keluarga pada kepuasan kerja dengan menjadikan personel TNI sebagai subjek penelitian. Selain itu, rancangan penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisis efek pemoderasian dukungan sosial dari rekan kerja pada hubungan antara dimensi konflik-pekerjaan-keluarga dan kepuasan kerja. Sehingga, judul pen elitian yang penulis ajukan adalah “Pengaruh Konflik

Pekerjaan-Keluarga dan Konflik Keluarga-Pekerjaan pada Kepuasan Kerja dengan Dukungan Sosial dari Rekan Kerja sebagai Variabel

Pemoderasi ”.

B. Rumusan Masalah

Penelitian ini dirancang untuk menguji pengaruh pemoderasian dukungan sosial dari rekan kerja terhadap konflik-pekerjaan-keluarga pada kepuasan kerja. Berdasarkan latar belakang diatas, maka secara lebih rinci, rumusan permasalahan dalam penelitian ini dapat diwujudkan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1 a. Apakah konflik pekerjaan-keluarga berpengaruh negatif pada kepuasan kerja?

b. Apakah konflik keluarga-pekerjaan berpengaruh negatif pada kepuasan kerja?

2 a. Apakah dukungan sosial dari rekan kerja memoderasi hubungan antara konflik pekerjaan-keluarga dan kepuasan kerja?

b. Apakah dukungan sosial dari rekan kerja memoderasi hubungan antara konflik keluarga-pekerjaan dan kepuasan kerja?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pertanyaan penelitian di atas, tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk:

1 a. Menganalisis dan menguji pengaruh negatif konflik pekerjaan-keluarga pada kepuasan kerja.

b. Menganalisis dan menguji pengaruh negatif konflik keluarga-pekerjaan pada kepuasan kerja.

2 a. Menganalisis dan menguji pengaruh pemoderasian dukungan sosial dari rekan kerja terhadap pengaruh konflik pekerjaan-keluarga pada kepuasan kerja.

b. Menganalisis dan menguji pengaruh pemoderasian dukungan sosial dari rekan kerja terhadap pengaruh konflik keluarga-pekerjaan pada kepuasan kerja.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Bagi organisasi Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan evaluasi, sehingga organisasi dapat meningkatkan komitmennya dalam mengurangi dan bahkan menyelesaikan permasalahan terkait konflik- pekerjaan-keluarga dengan cara meningkatkan dukungan sosial dari organisasi, terutama dari rekan kerja, sehingga dapat mengurangi dampak negatif konflik-pekerjaan-keluarga pada kepuasan kerja karyawan.

2. Bagi karyawan terkait Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan masukan bagi karyawan dalam organisasi tentang pentingnya pengaruh dukungan sosial, terutama dari rekan kerja, untuk mengurangi dampak negatif konflik-pekerjaan-keluarga pada kepuasan kerja serta membantu mengintegrasikan peran dalam pekerjaan dan keluarga, sehingga dapat mengurangi konflik antar-peran.

3. Bagi akademisi Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang cukup berarti terhadap ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang manajemen sumberdaya manusia, mengenai pengaruh pemediasian dukungan sosial dari rekan kerja terhadap konflik-pekerjaan-keluarga pada kepuasan kerja pada prajurit Tentara Nasional Indonesia yang selama ini belum banyak diteliti.

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Literatur

1. Konflik-Pekerjaan-Keluarga (Work-Family Conflict)

a. Definisi Konflik-Pekerjaan-Keluarga Menurut Greenhaus dan Beutell (1985), konflik-pekerjaan-keluarga adalah salah satu bentuk konflik antar-peran yang terjadi karena tekanan atau ketidakseimbangan peran antara peran seorang individu didalam pekerjaannya dengan peran individu didalam keluarga. Frone, Russell, dan Cooper (1992) mendefinisikan konflik-pekerjaan-keluarga sebagai konflik peran yang terjadi pada karyawan, dimana disatu sisi ia harus melakukan pekerjaan di kantor dan disisi lain ia harus memperhatikan keluarga secara utuh, sehingga sulit untuk membedakan antara pekerjaan mengganggu keluarga dan keluarga mengganggu pekerjaan.

Menurut Gutek et al. (dalam Ariani, 2013), pekerjaan dan keluarga merupakan dua hal yang terkait satu sama lain dan memiliki hubungan yang bersifat dua arah, artinya pekerjaan dapat mempengaruhi keluarga dan keluarga dapat mempengaruhi pekerjaan. Pendapat ini memunculkan dua tipe yang berbeda dari konflik-pekerjaan-keluarga. Menurut Williams dan Alliger, (dalam Beutell, 2010), berdasarkan sumber munculnya konflik, konflik-pekerjaan- Menurut Gutek et al. (dalam Ariani, 2013), pekerjaan dan keluarga merupakan dua hal yang terkait satu sama lain dan memiliki hubungan yang bersifat dua arah, artinya pekerjaan dapat mempengaruhi keluarga dan keluarga dapat mempengaruhi pekerjaan. Pendapat ini memunculkan dua tipe yang berbeda dari konflik-pekerjaan-keluarga. Menurut Williams dan Alliger, (dalam Beutell, 2010), berdasarkan sumber munculnya konflik, konflik-pekerjaan-

1) Konflik pekerjaan-keluarga (work-to-family conflict) Netemeyer, Boles, dan McMurrian (1996) menjelaskan bahwa konflik pekerjaan-keluarga diartikan sebagai bentuk konflik antar-peran yang disebabkan oleh tuntutan, waktu yang dihabiskan, dan ketegangan yang diciptakan oleh pekerjaan mengganggu pelaksanaan tanggung jawab terkait dengan keluarga. Hal-hal yang dapat menyebabkan timbulnya konflik pekerjaan-keluarga diantaranya karakteristik dan stressor dari peran di pekerjaan, seperti kurangnya dukungan dari supervisor, jam kerja yang terlalu panjang dan beban kerja yang berat (Frone et al., 1992).

Contoh konflik pekerjaan yang bertentangan dengan kehidupan keluarga adalah saat seorang karyawan tidak dapat menghadiri pertemuan orang tua di sekolah anaknya karena harus melakukan perjalanan bisnis ke luar kota, atau karyawan yang tidak bisa menunggui anaknya yang sedang sakit karena adanya kepentingan pekerjaan.

2) Konflik keluarga-pekerjaan (family-to-work conflict) Konflik keluarga-pekerjaan diartikan sebagai bentuk konflik antar-peran yang disebabkan oleh tuntutan, waktu yang dihabiskan, dan ketegangan yang diciptakan oleh kehidupan keluarga mengganggu pelaksanaan tanggung jawab terkait dengan pekerjaan (Netemeyer et al., 2) Konflik keluarga-pekerjaan (family-to-work conflict) Konflik keluarga-pekerjaan diartikan sebagai bentuk konflik antar-peran yang disebabkan oleh tuntutan, waktu yang dihabiskan, dan ketegangan yang diciptakan oleh kehidupan keluarga mengganggu pelaksanaan tanggung jawab terkait dengan pekerjaan (Netemeyer et al.,

Contoh konflik keluarga yang bertentangan dengan tanggung jawab pekerjaan adalah saat seorang karyawan tidak dapat masuk kerja dikarenakan anaknya sakit, atau saat karyawan terlambat datang ke kantor karena harus mengantar anaknya pergi ke sekolah. Menurut Bragger, Rodriguez-Srednicki, Kutcher, Indovino, dan Rosner (2005), tuntutan keluarga terkait dengan anak membutuhkan komitmen waktu yang fleksibel dan perhatian pada munculnya hal-hal yang tidak terduga.

Berdasarkan berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa konflik- pekerjaan-keluarga merupakan salah satu bentuk konflik antar-peran yang disebabkan oleh adanya tekanan peran, yaitu peran dalam pekerjaan dan keluarga. Kehadiran salah satu tuntutan peran yang berlebihan akan menyebabkan kesulitan dalam memenuhi tuntutan peran yang lain.

b. Dimensi Konflik-Pekerjaan-Keluarga Menurut Greenhaus dan Beutell (1985) , konflik-pekerjaan-keluarga dapat dibedakan menjadi tiga dimensi, yaitu

1) Time-based Conflict Time-based conflict adalah konflik yang terjadi karena waktu yang digunakan untuk menjalankan salah satu peran (dalam pekerjaan atau keluarga) dapat mengurangi waktu untuk menjalankan peran yang lainnya. Konflik ini biasanya terjadi pada karyawan yang memiliki jadwal yang padat dan tidak fleksibel atau pada pekerja yang mempunyai banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, misalnya pekerja yang juga sekaligus berperan sebagai ibu rumah tangga.

2) Strain-based Conflict Strain-based conflict adalah konflik yang terjadi karena tekanan dari salah satu peran mempengaruhi kinerja peran yang lainnya. Konflik peran yang dialami seseorang dalam pekerjannya akan menguras energi yang sebenarnya dibutuhkan untuk menjalankan peran dalam keluarga dan sebaliknya. Konflik ini biasanya terjadi pada karyawan yang memiliki ambiguitas peran kerja dan karyawan yang mempunyai pekerjaan yang membosankan sehingga memicu timbulnya stres dan depresi.

3) Behavior-based Conflict Behavior-based conflict adalah konflik yang terjadi karena ketidaksesuaian antara pola perilaku dengan yang diinginkan oleh kedua peran (pekerjaan maupun keluarga). Di dalam pekerjaannya, seorang 3) Behavior-based Conflict Behavior-based conflict adalah konflik yang terjadi karena ketidaksesuaian antara pola perilaku dengan yang diinginkan oleh kedua peran (pekerjaan maupun keluarga). Di dalam pekerjaannya, seorang

2. Kepuasan Kerja (Job Satisfaction)

Setiap individu memiliki sumber daya yang terbatas, sehingga keterlibatan dalam peran pekerjaan dan keluarga sering menimbulkan konflik antar-peran. Konsekuensi dari konflik antar-peran tersebut adalah timbulnya stres, ketidakpuasan keluarga, burnout, menurunnya komitmen organisasional, dan menurunnya tingkat kepuasan kerja (Kismono, 2011). Semakin meningkatnya tuntutan dari pekerjaan maupun keluarga dapat menjadi anteseden timbulnya konflik-pekerjaan-keluarga yang kemudian juga menjadi anteseden timbulnya ketidakpuasan terhadap organisasi dan secara langsung berpengaruh terhadap kepuasan kerja seseorang (Ashraf et al. dalam Ariani, 2013). Kepuasan kerja menjadi hal yang penting karena kepuasan kerja karyawan dapat mempengaruhi kinerja organisasi secara menyeluruh.

a. Definisi Kepuasan Kerja Menurut Luthans (2011), kepuasan kerja merupakan hasil persepsi karyawan tentang bagaimana pekerjaan dapat memberikan sesuatu yang berarti. Karena menyangkut tentang persepsi, maka kepuasan kerja yang dimaksudkan a. Definisi Kepuasan Kerja Menurut Luthans (2011), kepuasan kerja merupakan hasil persepsi karyawan tentang bagaimana pekerjaan dapat memberikan sesuatu yang berarti. Karena menyangkut tentang persepsi, maka kepuasan kerja yang dimaksudkan

Menurut Handoko (dalam Kinanti, 2014), kepuasan kerja didefinisikan sebagai kondisi emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan, tergantung bagaimana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Berdasarkan pendapat tersebut dapat diketahui bahwa karyawan akan merasa puas dalam bekerja apabila aspek-aspek pekerjaan dan aspek-aspek dalam dirinya sendiri mendukung. Hal ini selaras dengan pendapat Robbins dan Judge (2013) yang menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, antara lain pekerjaan yang menantang, kondisi kerja yang mendukung, rekan kerja yang mendukung, dan kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan.

Sedangkan Greenberg dan Baron (2003) mendeskripsikan kepuasan kerja sebagai sikap positif atau negatif yang dilakukan individu terhadap pekerjaan mereka. Strause dan Sayles (dalam Kinanti, 2014) menyatakan bahwa karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai kematangan psikologis dan pada akhirnya akan mengalami frustasi, yang ditandai dengan sering melamun, mempunyai semangat kerja yang rendah, cepat lelah, emosi tidak stabil, dan sering melakukan kesibukan yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan yang seharusnya dilakukan.

b. Dimensi Kepuasan Kerja Smith et al. (dalam Luthans, 2011) membagi aspek kepuasan kerja kedalam lima dimensi yang disebut Job Descriptive Index, yaitu:

1) Pekerjaan itu sendiri (work it-self) Karyawan cenderung memilih pekerjaan yang memberikan kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka, memberikan kebebasan berekspresi, serta memberikan umpan balik tentang seberapa baik mereka bekerja. Karakteristik inilah yang membuat suatu pekerjaan lebih menantang, dan karyawan akan merasa puas ketika dapat menyelesaikan pekerjaan tersebut. Pekerjaan yang kurang menantang akan menimbulkan kebosanan, namun pekerjaan yang terlalu banyak tantangan akan menimbulkan stres.

2) Atasan (supervisor) Atasan mempunyai arti yang banyak bagi bawahannya. Bagi bawahan, atasan bisa dianggap sebagai figur orang tua, teman, dan sekaligus atasan. Karyawan pada umumnya lebih memilih untuk memiliki atasan yang adil, terbuka, bersedia bekerjasama dengan bawahan dan menghargai bawahannya.

3) Rekan kerja (co-workers) Bagi sebagian besar karyawan, bekerja merupakan sarana untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosialnya. Oleh karena itu, karyawan 3) Rekan kerja (co-workers) Bagi sebagian besar karyawan, bekerja merupakan sarana untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosialnya. Oleh karena itu, karyawan

4) Promosi (promotion) Promosi adalah faktor yang berhubungan dengan ada tidaknya kesempatan bagi seseorang untuk memperoleh peningkatan karir selama bekerja. Promosi terjadi ketika seorang karyawan berpindah dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain yang mempunyai kedudukan dan tanggung jawab yang lebih tinggi. Pada saat dipromosikan, karyawan umumnya akan menghadapi tuntutan yang lebih besar. Namun, sebagian besar karyawan akan merasa senang dan puas ketika dipromosikan.

5) Gaji atau upah (pay) Gaji atau upah adalah faktor pemenuhan kebutuhan hidup karyawan yang dianggap layak atau tidak. Karyawan menginginkan sistem upah yang adil dan sesuai dengan harapannya. Ketika upah dirasa adil, sesuai dengan tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan tingkat standar upah, maka karyawan akan merasa puas.

Sedangkan Weiss, Rene, George, dan Llyod (1967) membagi dimensi kepuasan kerja ke dalam 20 aspek, yaitu

1) Aktivitas (activity), adalah keadaan untuk dapat tetap sibuk sepanjang waktu.

3) Variasi (variety), adalah kesempatan untuk melakukan hal-hal yang berbeda dari waktu ke waktu.

4) Status sosial (social status), adalah kesempatan untuk menjadi “seseorang” dalam kehidupan sosial organisasi.

5) Hubungan dengan atasan (supervision human relations), adalah cara berinteraksi antara atasan dengan bawahan.

6) Kemampuan teknikal atasan (supervision technical), adalah kemampuan atasan dalam mengambil keputusan.

7) Nilai-nilai moral (moral values), adalah kesempatan untuk melakukan sesuatu tanpa bertentangan dengan keyakinan.

8) Keamanan (security), adalah cara organisasi memberikan rasa aman terkait pekerjaan kepada anggotanya.

9) Pelayanan sosial (social service), adalah kesempatan untuk melakukan sesuatu untuk orang lain.

10) Otoritas (authority), adalah kesempatan untuk memberi tahu orang lain mengenai apa yang harus dilakukan.

11) Pemanfaatan kemampuan (ability utilization), adalah kesempatan untuk melakukan pekerjaan dengan menggunakan kemampuan yang dimiliki.

12) Kebijakan perusahaan dan penerapannya (company policies and practices ), adalah cara organisasi menerapkan kebijakan-kebijakannya.

13) Imbalan (compensation), adalah pembayaran atas pekerjaan yang telah

14) Kemahiran (advancement), adalah kesempatan untuk mendapatkan promosi dalam pekerjaan.

15) Tanggung jawab (responsibility), adalah kebebasan untuk menggunakan keputusan yang telah diambil.

16) Kreativitas (creativity), adalah kesempatan untuk menggunakan metode sendiri dalam melakukan pekerjaan.

17) Kondisi kerja (working condition), adalah keadaan lingkungan dimana karyawan bekerja.

18) Rekan kerja (co-workers), adalah cara rekan kerja bekerjasama dengan yang lain.

19) Pengakuan (recognition), adalah pujian yang didapatkan karena melakukan pekerjaan dengan baik.

20) Prestasi (achievement), adalah perasaan berprestasi yang didapat dari pekerjaan.

c. Teori Kepuasan Kerja Menurut Wexley dan Yuki (dalam Kinanti, 2014), ada tiga macam teori kepuasan kerja yang lazim dikenal, yaitu

1) Teori Perbandingan Intrapersonal (Discrepancy Theory) Teori ini menyatakan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan yang dirasakan oleh individu merupakan hasil dari selisih atau kesenjangan 1) Teori Perbandingan Intrapersonal (Discrepancy Theory) Teori ini menyatakan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan yang dirasakan oleh individu merupakan hasil dari selisih atau kesenjangan

2) Teori Keadilan (Equity Theory) Menurut teori ini, seseorang akan merasa puas atau tidak puas tergantung dari apakah ia merasakan adanya keadilan atau tidak atas suatu situasi yang ia alami. Perasaan equity atau inequity atas suatu situasi diperoleh seseorang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang dinilai sederajat, misalnya seseorang yang mempunyai jabatan yang sama dengan dirinya. Ia akan membandingkan dari aspek gaji, insentif, fasilitas yang diterima, dan lain sebagainya.

3) Teori Dua-Faktor (Two-Faktor Theory) Prinsip dari teori ini adalah bahwa kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja adalah dua hal yang berbeda. Menurut teori ini, karakteristik pekerjaan dapat digolongkan menjadi dua kategori, yaitu satisfier/motivator factors dan dissatisfier/hygiene factors.

Satisfier atau motivator factors adalah faktor-faktor atau situasi yang dapat menjadi sumber kepuasan kerja, yang terdiri dari prestasi, Satisfier atau motivator factors adalah faktor-faktor atau situasi yang dapat menjadi sumber kepuasan kerja, yang terdiri dari prestasi,

Dissatisfier atau hygiene factors adalah faktor-faktor yang ketidakberadaannya terbukti menjadi sumber ketidakpuasan kerja, yang terdiri dari gaji, insentif, pengawasan, hubungan pribadi, kondisi kerja, dan status. Keberadaan kondisi-kondisi ini tidak selalu menimbulkan kepuasan bagi karyawan, namun ketidakberadaannya dapat menyebabkan ketidakpuasan bagi karyawan.

3. Dukungan Sosial (Social Support)

a. Definisi Dukungan Sosial Dukungan sosial merupakan suatu kumpulan proses sosial, emosional, kognitif, dan perilaku yang terjadi dalam hubungan pribadi, dimana individu merasa mendapat bantuan dalam melakukan penyesuaian atas masalah yang dihadapi (Dalton, Elias, & Wardersman, 2001). Lingkungan sosial berpotensi untuk memberikan dukungan sosial bagi individu. Parasuraman, Greenhaus, dan Granrose (1992) mengartikan dukungan sosial sebagai tersedianya hubungan sosial, baik yang berasal dari atasan, keluarga, maupun rekan kerja seprofesi. Senada dengan itu, Quick dan Quick (dalam Cohen & Syme, 1985) menyatakan bahwa, dukungan sosial dapat bersumber dari jaringan sosial yang dimiliki oleh individu, yaitu lingkungan pekerjaan (atasan, rekan kerja, dan bawahan), dan

Dukungan sosial adalah kehadiran orang lain yang dapat membuat individu percaya bahwa dirinya dicintai, diperhatikan, dan merupakan bagian dari kelompok sosial dimana ia mendapatkan dukungan sosial tersebut (Sheridan & Radmacher dalam Ng & Sorensen, 2008). Rook (dalam O‟Driscoll et al., 2004) mendefinisikan dukungan sosial sebagai salah satu fungsi pertalian sosial yang menggambarkan tingkat dan kualitas umum dari hubungan interpersonal yang akan melindungi individu dari konsekuensi stres. Dukungan sosial yang diterima dapat membuat individu merasa tenang, diperhatikan, serta timbulnya rasa percaya diri dan kompeten.

Menurut Cassel dan Cob (dalam Norris & Kaniasty, 1996), dukungan sosial yang dirasakan secara lebih konsisten mampu meningkatkan kesehatan psikis dan melindungi psikis dari kondisi stres. Johnson dan Johnson (2000) mengungkapkan bahwa dukungan sosial secara umum akan meningkatkan (1) produktivitas, melalui peningkatan motivasi, kualitas penalaran, kepuasan kerja, dan mengurangi dampak stres kerja; (2) kesejahteraan psikologi dan kemampuan penyesuaian diri melalui perasaan memiliki, kejelasan identitas diri, dan harga diri; (3) kesehatan fisik; dan (4) manajemen stres yang produktif melalui perhatian, informasi, dan umpan balik yang diperlukan untuk melakukan penanganan terhadap stres.

Berdasarkan pengertian di atas dukungan sosial dapat disimpulkan sebagai hadirnya seseorang (atasan, keluarga, maupun rekan kerja) untuk Berdasarkan pengertian di atas dukungan sosial dapat disimpulkan sebagai hadirnya seseorang (atasan, keluarga, maupun rekan kerja) untuk

1) Dukungan Instrumental (Instrumental Support) Dukungan instrumental adalah dukungan berupa bantuan dalam bentuk nyata atau dukungan material. Dukungan ini mengacu pada penyediaan benda-benda dan layanan untuk memecahkan masalah praktis. Contoh dukungan instrumental antara lain seperti menyediakan alat-alat kerja, meminjamkan buku, dan memberikan uang.

2) Dukungan Informasional (Informational Support) Dukungan informasional adalah dukungan berupa pemberian informasi yang dibutuhkan oleh individu. Dukungan ini dibagi dalam dua bentuk, yaitu pemberian informasi atau pengajaran suatu keahlian yang dapat memberi solusi pada suatu masalah dan pemberian informasi yang dapat membantu individu dalam mengevaluasi kinerja pribadinya (appraisal support). Contoh dukungan informasional berupa pemberian informasi, nasehat, dan bimbingan.

3) Dukungan Penghargaan (Esteem Support) Dukungan penghargaan adalah dukungan yang terjadi bila ada ekspresi penilaian yang positif terhadap individu. Dukungan ini dapat berupa pemberian informasi kepada seseorang bahwa dia dihargai dan 3) Dukungan Penghargaan (Esteem Support) Dukungan penghargaan adalah dukungan yang terjadi bila ada ekspresi penilaian yang positif terhadap individu. Dukungan ini dapat berupa pemberian informasi kepada seseorang bahwa dia dihargai dan

4) Dukungan Emosional (Emotional Support) Dukungan emosional adalah dukungan yang berhubungan dengan hal yang bersifat emosional atau menjaga keadaan emosi, afeksi, dan ekspresi. Dukungan ini dapat memberikan perasaan nyaman dan membuat individu percaya bahwa dia dikagumi, dihargai, dicintai, dan bahwa orang lain bersedia memberi perhatian dan rasa aman. Tipe dukungan ini lebih mengacu kepada pemberian semangat, kehangatan, cinta, dan kasih.

5) Dukungan Jaringan Sosial (Companionship Support) Dukungan jaringan sosial adalah perasaan individu sebagai bagian dari suatu kelompok. Dengan memenuhi kebutuhan afiliasi dan kontak dengan orang lain, akan membantu mengalihkan perhatian seseorang dari masalah yang mengganggu, mengurangi stres, serta menciptakan suasana hati yang positif. Dukungan jaringan sosial dilakukan dengan menghabiskan waktu bersama-sama dalam suatu aktivitas yang menimbulkan kesenangan, seperti rekreasi, membicarakan minat/hobi, menceritakan sebuah lelucon, dll.

B. Pengaruh Antar-Variabel dan Hipotesis

1. Pengaruh Konflik Pekerjaan-Keluarga dan Konflik Keluarga-Pekerjaan pada Kepuasan Kerja

Konflik-pekerjaan-keluarga secara konsisten berdampak negatif bagi individu, keluarga, dan organisasi (Lingard & Francis, 2006). Dampak negatif konflik-pekerjaan-keluarga tersebut dapat diindikasikan dari menurunnya kepuasan kerja, meningkatnya stres, dan munculnya penyakit yang menyerang fisik (Lu et al., 2010). Kesenjangan antara prioritas kehidupan keluarga dan pekerjaan menjadikan sumber stres yang terus menerus, sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi hasil perilaku individu. Hal tersebut disebabkan karena setiap individu mempunyai sumberdaya yang terbatas, sehingga keterlibatan dalam peran pekerjaan dan keluarga sering menimbulkan konflik antar-peran yang pada akhirnya menyebabkan stres, ketidakpuasan kerja, ketidakpuasan organisasi dan ketidakbahagiaan (Kismono, 2011).

Adanya peran ganda yang dimainkan oleh seseorang dan keterbatasan waktu yang dimilikinya, membuat seseorang harus dapat mengalokasikan waktunya dengan baik. Terlalu banyak waktu yang dialokasikan pada pekerjaannya akan menyebabkan berkurangnya waktu yang seharusnya dihabiskan bersama keluarga, begitu pula sebaliknya. Selain itu, sulitnya beradaptasi pada perubahan perilaku dari satu peran ke peran yang lain akan menyebabkan seseorang mempunyai sikap dan perasaan negatif terhadap Adanya peran ganda yang dimainkan oleh seseorang dan keterbatasan waktu yang dimilikinya, membuat seseorang harus dapat mengalokasikan waktunya dengan baik. Terlalu banyak waktu yang dialokasikan pada pekerjaannya akan menyebabkan berkurangnya waktu yang seharusnya dihabiskan bersama keluarga, begitu pula sebaliknya. Selain itu, sulitnya beradaptasi pada perubahan perilaku dari satu peran ke peran yang lain akan menyebabkan seseorang mempunyai sikap dan perasaan negatif terhadap

Kedua jenis konflik-pekerjaan-keluarga, yaitu konflik pekerjaan-keluarga (work-to-family conflict) dan konflik keluarga-pekerjaan (family-to-work conflict ), akan menimbulkan konsekuensi negatif. Menurut Voydanoff (2004), konflik pekerjaan-keluarga sering diindikasikan dengan buruknya peran dalam keluarga, ketidakhadiran dalam keluarga, serta menurunnya kepuasan dalam keluarga. Sedangkan konflik keluarga-pekerjaan diindikasikan dengan keterlambatan kerja, ketidakhadiran kerja, kinerja yang buruk, dan menurunnya kepuasan kerja.

Beutell dan Berman (1999) juga menyatakan bahwa tingkat konflik- pekerjaan-keluarga yang tinggi akan berkaitan dengan menurunnya kepuasan kerja yang dialami karyawan. Konflik-pekerjaan-keluarga mengindikasikan bahwa peran dalam pekerjaan mengganggu kepuasan dan sukses karyawan di kehidupan keluarga, atau aktifitas keluarga mengganggu kepuasan dan sukses karyawan di kehidupan pekerjaan (Greenhaus dan Beutell, 1985).

Menurut Allen, Herst, Bruck, dan Sutton, (2000), orang dengan level konflik yang lebih tinggi cenderung kurang puas terhadap kehidupan pekerjaan maupun kehidupan keluarganya. Hubungan antara konflik-pekerjaan-keluarga dengan kedua jenis kepuasan tersebut menggambarkan keinginan dari karyawan untuk mendapatkan keseimbangan di kedua kehidupan tersebut. Ketika Menurut Allen, Herst, Bruck, dan Sutton, (2000), orang dengan level konflik yang lebih tinggi cenderung kurang puas terhadap kehidupan pekerjaan maupun kehidupan keluarganya. Hubungan antara konflik-pekerjaan-keluarga dengan kedua jenis kepuasan tersebut menggambarkan keinginan dari karyawan untuk mendapatkan keseimbangan di kedua kehidupan tersebut. Ketika

Berdasarkan pemaparan diatas, dapat disusun hipotesis sebagai berikut:

H1a: Konflik pekerjaan-keluarga berpengaruh negatif pada kepuasan kerja. H1b: Konflik keluarga-pekerjaan berpengaruh negatif pada kepuasan kerja.

2. Pengaruh Konflik Pekerjaan-Keluarga dan Konflik Keluarga-Pekerjaan pada Kepuasan Kerja dengan Dukungan Sosial dari Rekan Kerja sebagai Variabel Pemoderasi

Telah dikatakan sebelumnya bahwa personel TNI tidak mendapatkan dukungan sosial yang cukup dari atasan maupun keluarga. Salah satu dukungan sosial yang mungkin diterima adalah dukungan sosial dari rekan kerja, mengingat hampir setiap waktu mereka habiskan bersama rekan kerjanya. Rekan kerja bagi para personel TNI merupakan partner utama untuk saling memberikan dukungan (baik sosial maupun emosional), dan untuk mendiskusikan berbagai masalah yang dihadapi (baik masalah dalam kehidupan personal maupun profesional). Untuk itu, personel TNI diasumsikan menganggap rekan kerjanya sebagai perpanjangan dari anggota keluarganya (karena dapat saling berbagi tentang kehidupan personal) sekaligus atasannya (karena dapat menjadi tempat untuk saling berdiskusi tentang kehidupan profesional). Dukungan sosial dari rekan kerja diharapkan mampu memenuhi kebutuhan akan dukungan sosial secara

Menurut Rathi dan Barath (2013), penerimaan dukungan sosial di tempat kerja dapat mengurangi dampak negatif konflik-pekerjaan-keluarga, khususnya pada kepuasan kerja dan kepuasan keluarga. Dukungan sosial dari rekan kerja akan membuat karyawan merasa bahwa dirinya tidak sendirian, merasa diperhatikan, dihargai, dan dicintai (Ng & Sorensen, 2008); dapat membantu seseorang dalam menghadapi masalah dan menyelesaikan tantangan-tantangan dalam pekerjaan (Lambert et al., 2010); dapat memicu timbulnya rasa percaya diri dan kompeten (O‟Driscoll et al., 2004); dapat meningkatkan produktivitas, serta dapat mengurangi tingkat stres yang dialami akibat berbagai tekanan (Johnson & Johnson, 2000). Oleh karena itu, dukungan sosial dari rekan kerja dapat membuat suatu pekerjaan menjadi lebih berarti, sehingga dampak negatif dari konflik-pekerjaan-keluarga pada kepuasan kerja pun dapat dikurangi.

Beberapa penelitian telah menemukan efek pemoderasian dari dukungan sosial pada hubungan antara konflik pekerjaan-keluarga dan konflik keluarga- pekerjaan dengan kepuasan kerja. Sebagian besar dari penelitian tersebut menggunakan dukungan sosial dari atasan/supervisor sebagai variabel pemoderasi, seperti penelitian yang dilakukan oleh Hsu (2011), Karatepe dan Kilic (2007), dan Lu et al. (2010). Hanya sedikit penelitian yang menggunakan dukungan sosial dari rekan kerja sebagai variabel pemoderasi, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Ng dan Sorensen (2008) dan O‟Driscoll et al. (2004). Para

peneliti tersebut berargumen bahwa penerimaan dukungan sosial di tempat kerja peneliti tersebut berargumen bahwa penerimaan dukungan sosial di tempat kerja

Namun, penelitian mengenai efek pemoderasian dukungan sosial dari rekan kerja pada hubungan antara konflik-pekerjaan-keluarga dan kepuasan kerja menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Penelitian yang dilakukan oleh O‟Driscoll et al., (2004) menemukan bahwa dukungan sosial dari rekan kerja memoderasi hubungan konflik pekerjaan-keluarga dan konflik keluarga- pekerjaan dengan kepuasan keluarga, namun tidak dengan kepuasan kerja. Disisi lain, penelitian yang dilakukan oleh Ng dan Sorensen (2008) menemukan bahwa penerimaan dukungan dari rekan kerja secara signifikan memoderasi hubungan antara konflik-pekerjaan-keluarga dan kepuasan kerja.

Berdasarkan pemaparan diatas, dapat disusun hipotesis sebagai berikut:

H2a: Dukungan sosial dari rekan kerja memoderasi hubungan antara konflik pekerjaan-keluarga dan kepuasan kerja. Secara spesifik, pengaruh negatif konflik pekerjaan-keluarga pada kepuasan kerja menjadi lebih lemah ketika dukungan sosial dari rekan kerja meningkat.

H2b: Dukungan sosial dari rekan kerja memoderasi hubungan antara konflik keluarga-pekerjaan dan kepuasan kerja. Secara spesifik, pengaruh negatif konflik keluarga-pekerjaan pada kepuasan kerja menjadi lebih lemah ketika dukungan sosial dari rekan kerja meningkat.

C. Kerangka Teoritis

Gambar 2.1 menyajikan model penelitian yang merupakan replikasi dari penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Rathi dan Barath (2013) dengan sedikit perubahan, yaitu dengan menghilangkan variabel dependen kepuasan keluarga (family satisfaction) karena dinilai tidak berpengaruh secara signifikan.

Konflik-pekerjaan-keluarga (konflik pekerjaan-keluarga dan konflik keluarga-pekerjaan) diindikasi memiliki hubungan negatif terhadap kepuasan kerja karyawan. Model ini juga menunjukkan adanya dukungan sosial dari rekan kerja sebagai variabel pemoderasi antara konflik-pekerjaan-keluarga dan kepuasan kerja. Dukungan sosial yang diterima oleh karyawan dari rekan kerja ini diharapkan dapat memperlemah dampak negatif konflik-pekerjaan-keluarga pada kepuasan kerja.

Gambar 2.1 Model Penelitian

VARIABEL INDEPENDEN

KONFLIK PEKERJAAN-

KELUARGA VARIABEL DEPENDEN H1a

KEPUASAN

H1b

KERJA KONFLIK KELUARGA-

DUKUNGAN SOSIAL DARI

REKAN KERJA

VARIABEL PEMODERASI Sumber: Rathi dan Barath (2013), dengan modifikasi seperlunya.

BAB III METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini dirancang untuk menguji hipotesis (hypothesis testing) dengan menggunakan metode survey. Penelitian dengan desain pengujian hipotesis umumnya menjelaskan suatu hubungan tertentu atau keterkaitan antara dua atau lebih faktor di dalam sebuah situasi (Sekaran & Bougie, 2010). Sedangkan survey merupakan metode pengumpulan data primer dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan maupun pernyataan-pernyataan kepada responden individu (Mustakini, 2007). Jenis data yang akan dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer cross-sectional, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya dan hanya akan diambil satu kali dalam satu waktu.

B. Populasi dan Sampel

Menurut Sekaran dan Bougie (2010), populasi adalah gabungan dari seluruh elemen yang berbentuk peristiwa, hal, atau orang yang memiliki karakteristik yang serupa yang menjadi pusat perhatian peneliti dan yang akan diinvestigasi oleh peneliti. Sedangkan sampel penelitian adalah subset dari populasi yang ingin diteliti.

Dalam penelitian ini, populasi penelitian adalah seluruh prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI), baik personel TNI Angkatan Darat (TNI-AD), TNI Angkatan Laut (TNI-AL), maupun TNI Angkatan Udara (TNI-AU). Sedangkan sampelnya adalah 75 prajurit TNI-AD yang bekerja di Akademi Militer Magelang, yang terdiri dari 25 prajurit dengan pangkat perwira, 25 prajurit dengan pangkat bintara, dan 25 prajurit dengan pangkat tamtama. Sampel tersebut dipilih agar dapat mewakili keseluruhan populasi mengingat terdapat perbedaan tugas dan tanggung jawab dari masing-masing jenjang kepangkatan. Sedangkan besarnya sampel pada penelitian ini mengacu pada pendapat Roscoe (dalam Sekaran & Bougie, 2010), yaitu ukuran sampel adalah lebih besar dari 30 dan lebih kecil dari 500 yang merupakan jumlah yang tepat dan sudah mencukupi untuk dijadikan sebagai sampel penelitian pada umumnya.