Anakisis Finansial Usahatani Padi Organik

1. Anakisis Finansial Usahatani Padi Organik

a. Demplot usahatani padi organik musim penghujan (rendengan)

Luas lahan yang digunakan untuk demplot di Desa Tambaksogra Kecamatan Sumbang adalah 2100 m² yang dilaksanakan pada bulan Nopember 2015. Hasil panen sebanyak 766 kg gabah kering panen (GKP) setelah dijemur menjadi 700 kg gabah kering giling (GKG) atau 3333,33 kg (3,33 ton) GKG per hektar. Hasil produksi ini lebih rendah dari produktivitas varietas Inpago yaitu 4,9 ton/ha. Hal ini terjadi karena pada saat panen curah hujan masih sangat tinggi, hampir setiap hari hujan, sehingga banyak tanaman yang sudah siap panen terendam air, sehingga kuantitas dan kualitas gabah menjadi rendah.

Hasil analisis finansial pada luas lahan 2100 m² menunjukan penerimaan pada usahatani padi oganik varietas Inpago sebesar Rp2.940.000,00, biaya usahatani sebesar Rp4.235.000,00 sehingga usahatani padi organik musim hujan mengalami kerugian sebesar Rp1.295.000,00. R/C sebesar 0,68 berarti usahatani padi organik musim hujan mengalami kerugian karena R/C-nya lebih kecil dari 1 (satu). BEP(penerimaan) sebesar Rp12.747.875,35 dan BEP(unit) sebesar 3.036,13 kg, berarti jumlah produk yang dihasilkan maupun penerimaan yang diperoleh pada usahatani padi organik musim hujan lebih kecil dari BEP.

Apabila dijadikan beras, maka ada tambahan biaya giling dan transport sebesar Rp277.000,00 sehingga biayanya menjadi Rp4.512.000,00. Dari hasil gabah 700 kg

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VI” 24-25 November 2016

Purwokerto

GKG diperoleh beras sebanyak 350 kg (rendemen sebesar 50 persen). Nilai penjualan beras Rp5.250.000,00 yang diperoleh dari jumlah beras 350 kg dan harga jual Rp15.000,00/kg. Nilai penjualan bekatul Rp130.500,00 yang diperoleh dari jumlah bekatul 43,5 kg dan harga jual Rp3000,00/kg. Nilai penjualan sekam Rp105.000,00, yang mana jumlah sekam 210 kg dengan harga jual Rp500,00/kg. Total penerimaan jika dijual dalam bentuk beras sebesar Rp5.485.500,00 dan total biaya sebesar Rp4.512.000,00, sehingga keuntungan sebesar Rp738.000,00. R/C sebesar 1,16, berarti jika dijual dalam bentuk beras mengalami keuntungan, karena R/C-nya lebih besar dari 1 (satu). BEP(penerimaan) sebesar Rp3.723.404,25 dan BEP(unit) sebesar 248,23 kg, berarti jumlah produk yang dihasilkan maupun penerimaan yang diperoleh lebih besar dari BEP. .

Berdasarkan analisis finansial pada usahatani padi organik musim penghujan, lebih baik dihasilkan dalam bentuk beras daripada dalam bentuk gabah karena keuntungan penjualan dalam bentuk beras lebih besar daripada dalam bentuk gabah.

b. Demplot usahatani padi organik musim kemarau (padi gadu)

Demplot dilaksanakan di Desa Kutosari Kecamatan Baturaden dengan luas 2100 m² menggunakan benih Inpago Unsoed, ditanam pada bulan Mei 2016. Pada musim tanam ini, awal pertumbuhan sangat baik, tetapi pada Juli 2016 walaupun termasuk musim kemarau, curah hujan cukup tinggi, bahkan pada bulan Agustus 2016 selain curah hujan tinggi juga disertai dengan angin kencang sehingga sebagian besar tanaman padi roboh. Tanaman yang roboh tersebut harus segera dipanen karena akan menurunkan kualitas dan kuantitas hasil.

Hasil yang diperoleh dari tanaman yang roboh tersebut adalah 145 kg gabah kering giling (GKG), setelah digiling diperoleh beras sebanyak 92,5 kg (rendemen : 63,79%), bekatul sebanyak 11,5 kg dan sekam 41 kg. Panen berikutnya dkilakukan 29 Agustus 2016 diperoleh hasil sebanyak 476 kg GKG. Total gabah yang diperoleh pada musim tanam kemarau sebanyak 621 kg GKG atau 2,96 ton/ha. Penerimaan yag dieroleh jika dijual dalam bentuk gabah adalah Rp2.794.500,00 dan biaya yang dikeluarkan adalah Rp4.636.000,00 (biaya factor produksi+sewa tracer) sehingga usahatani padi organik musim kemarau mengalami kerugian sebesar Rp1.841.500,00. R/C sebesar 0,60 lebih kecil dari 1, berarti usahatani padi organik musim kemarau mengalami kerugian. BEP(penerimaan) sebesar Rp121.207.228,90 dan BEP (unit)

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VI” 24-25 November 2016

Purwokerto

sebesar 26.934,01 kg, berarti jumlah produk yang dihasilkan dan penerimaan yang diperoleh pada musim kemarau lebih kecil dari BEP.

Jika dijadikan beras dari 621 kg gabah akan diperoleh beras sebanyak 322,5 kg, bekatul 40 kg dan sekam 242,5 kg. Total penerimaan yang diperoleh adalah Rp5.078.750,00 yang terdiri atas penerimaan dari beras Rp4.837.500,00, penerimaan dari bekatul Rp120.000,00 dan penerimaan dari sekam Rp121.250,00. Biaya yang dikeluarkan jika dijadikan beras, ada tambahan biaya sewa alat perontok padi dan biaya giling gabah sebesar Rp359.350,00 sehingga biaya menjadi Rp4.9995.350,00, sehingga keuntungan yang diperoleh jika dijadikan beras pada musim kemarau adalah

Rp83.400,00. R/C sebesar 1,02 lebih besar dari 1, BEP(penerimaan) sebesar Rp4.853.854,73 dan BEP(unit) adalah 353,50 kg, berarti jumlah beras yang dihasilkan dan penerimaan yang diterima lebih besar dari BEP.

Berdasarkan analisis finansial pada usahatani padi organik musim kemarau, lebih baik dihasilkan dalam bentuk beras daripada dalam bentuk gabah karena keuntungan penjualan dalam bentuk beras lebih besar daripada dalam bentuk gabah.

Dari dua demplot yang dilakukan, baik untuk usahatani padi gadu musim penghujan maupun musim kemarau produktivitasnya masih dibawah hasil penelitian Widarni et.al (2014) 4.63 ton/ha maupun produktivitas padi varietas Inpago yaitu 4,9 ton/ha. Hal ini dapat dikatakan karena “salah mongso” pada ke dua musim tersebut, yaitu pada musim hujan curah hujan terlalu tinggi dan pada musim kemarau juga terlalu banyak hujan disertai dengan angin kencang.