Prosedur untuk Menentukan Model Fungsi Transfer

3.3.1 Identifikasi Bentuk Model Input Tunggal

Mempersiapkan deret input dan output Pada tahap ini yang perlu dilakukan adalah mengidentifikasikan kesta-

sioneran deret input dan output. Untuk menghilangkan ketakstasioneran ma- ka perlu dilakukan pembedaan atau transformasi deret-deret input dan output. Transformasi yang biasanya diterapkan adalah (Makridakis, 1999)

X t =  log(X t + m) , λ = 0

dimana m adalah faktor penambah yang konstan. Misalkan jika λ = 0.5 maka transformasi yang diterapkan adalah transformasi akar kuadrat, sementara jika λ = 0 maka transformasi logaritma akan diterapkan pada deret tersebut. Sedang kan untuk pembedaan sama seperti yang diterapkan pada persamaan (2.13).

Pemutihan deret input Dalam permasalahan praktis, data deret input tidaklah sederhana/konstan.

Oleh karena itu, perlu dilakukan penyederhanaan data yakni pemutihan. Tahapan Oleh karena itu, perlu dilakukan penyederhanaan data yakni pemutihan. Tahapan

φ x (B)x t =θ x (B)α t

Sementara untuk mengubah deret input x t menjadi deret a t adalah sebagai berikut:

Pemutihan deret output Apabila suatu proses pemutihan diterapkan untuk x t maka proses yang

sama juga harus diterapkan terhadap y t agar fungsi transfer dapat memetakan x t terhadap y t . Liu (1982) merekomendasikan agar dilakukan juga transformasi pemutihan terhadap deret output terutama dengan deret input yang jumlahnya lebih dari satu (multivariat). Dengan demikian model fungsi transfer dapat diban- gun dengan lebih mudah. Transformasi y t tidak harus mengubah y t menjadi white noise. Oleh karena itu, makna ”pemutihan” untuk deret y t harus dibedakan dengan pemutihan terhadap deret x t . Berikut deret y t yang telah ”diputihkan”:

Perhitungan korelasi silang dan autokorelasi deret input dan output yang telah diputihkan

Dalam pemodelan ARIMA univariat koefisien autokorelasi merupakan alat statistik yang membantu dalam menetapkan model. Sedangkan dalam pe- Dalam pemodelan ARIMA univariat koefisien autokorelasi merupakan alat statistik yang membantu dalam menetapkan model. Sedangkan dalam pe-

dengan fungsi penduganya adalah

(x t − ¯x)(y t+k − ¯y) k≥0 γ ˆ (k) =

t=1

xy

(x t − ¯x)(y t+k − ¯y) k<0

t=1−k

Berikut adalah rumus standard error yang berguna untuk memeriksa apakah ˆ ρ xy (k) berbeda nyata dari nol dengan membandingkan nilai ˆ ρ xy (k) dengan kesalahan standarnya. (Wei, 2005:330)

Dalam model fungsi transfer multivariat perhitungan korelasi silang pada masing-masing input x terhadap output y digunakan untuk mengetahui nilai dari orde r, s, b yang diidentifikasikan dari plot korelasi silang. Setelah didapatkan nilai Dalam model fungsi transfer multivariat perhitungan korelasi silang pada masing-masing input x terhadap output y digunakan untuk mengetahui nilai dari orde r, s, b yang diidentifikasikan dari plot korelasi silang. Setelah didapatkan nilai

Penaksiran langsung bobot respon impuls Langkah selanjutnya setelah perhitungan korelasi silang adalah penaksi-

ran nilai bobot respon impuls. Bobot respon impuls berguna untuk menghitung deret noise. Untuk penaksiran bobot respon impuls secara langsung dibangun dari model fungsi transfer dengan mengamsumsikan b = 0 sebagai berikut:

y t = v(B)x t +n t

Kemudian model tersebut ditransformasi dengan φ x (B)/θ k (B) secara keseluruhan maka:

y t = v(B)

(3.16) dimana ε t adalah deret gangguan yang ditransformasikan dan tidak berhubung-

β t = v(B) α t +ε t

an dengan α t . Kemudian akan dikalikan dengan α t−k dan akan diambil nilai ekspektasinya sehingga diperoleh:

E(α t−k β t )=v 0 E(α t−k α t )+v 1 E(α t−k α t−1 ) + ... + E(α t−k ε t ) γ αβ (k) = v k γ αα (k) + 0

Dengan memsubstitusi nilai sampel pada persamaan (3.11) maka diperoleh:

γ ˆ αβ (k) v k = S 2 α

ρ ˆ αβ (k)S β

dengan ρ ˆ αβ (k) = nilai dari korelasi silang lag ke-k S α = standar deviasi deret input yang telah diputihkan S β = standar deviasi deret output yang telah diputihkan

Penetapan orde (r,s,b) untuk model fungsi transfer yang menghubungkan deret input dan output

Tiga orde utama dalam model fungsi transfer adalah (r, b, s) dimana r menunjukkan orde fungsi δ(B), s menunjukkan orde fungsi ω(B) dan b menun- jukkan keterlambatan sebesar b periode sebelum x mulai mempengaruhi y yang dicatat pada x t−b pada persamaan

Berikut ini beberapa aturan yang dapat digunakan untuk menduga nilai r, s, b dari suatu fungsi transfer: (Wei, 2005)

1. Nilai b menyatakan y t tidak terpengaruh oleh x t sampai periode t + b. Be- sarnya b dapat ditentukan dari lag yang pertama kali pada plot korelasi silang. Nilai ini merupakan yang paling mudah untuk ditentukan apabila ko- relasi silang diperoleh dari ˆ ρ αβ (0) = ˆ ρ αβ (1) = ˆ ρ αβ (2) = 0 tetapi ˆ ρ αβ (3) = 0, 5 maka dapat ditentukan b = 3. Dengan kata lain terdapat tiga periode se- 1. Nilai b menyatakan y t tidak terpengaruh oleh x t sampai periode t + b. Be- sarnya b dapat ditentukan dari lag yang pertama kali pada plot korelasi silang. Nilai ini merupakan yang paling mudah untuk ditentukan apabila ko- relasi silang diperoleh dari ˆ ρ αβ (0) = ˆ ρ αβ (1) = ˆ ρ αβ (2) = 0 tetapi ˆ ρ αβ (3) = 0, 5 maka dapat ditentukan b = 3. Dengan kata lain terdapat tiga periode se-

2. Nilai s menyatakan seberapa lama deret y t terus dipengaruhi x t−b−1 ,x t−b−2 , ..., x t−b−s sehingga dapat dikatakan bahwa nilai s adalah bilangan pada lag plot korelasi sillang sebelum terjadinya pola menurun.

3. Nilai r menyatakan bahwa y t dipengaruhi oleh nilai masa lalunya (y t−1 ,y t−2 , ..., y t−r , r = 0) bila ada beberapa lag plot pada korelasi silang yang terpotong.

(a) r = 0 bila ada beberapa lag plot pada korelasi yang terpotong. (b) r = 1 bila plot pada korelasi silang menunjukkan suatu pola eksponen-

sial menurun. (c) r = 2 bila plot pada korelasi silang menunjukkan suatu pola eksponen-

sial menurun dan pola sinus. Orde (r, s, b) ditentukan berdasarkan lag-lag dari perhitungan korelasi

silang yang bersesuaian dengan kriteria tersebut diatas. Angka dari orde (r, s, b) tidak terbatas pada 0, 1, 2 saja tetapi bisa lebih besar dari itu. Namun dari berbagai proses perhitungan yang telah dilakukan sebelumnya orde (r, s, b) jarang menyentuh angka-angka besar, terutama orde r dimana orde yang umum dite- mukan hanyalah 0, 1, 2. Berikut beberapa bentuk fungsi transfer yang umum digunakan dalam peramalan:

(r, s, b)

Fungsi transfer

v(B)x t =ω 0 x t−2

v(B)x t = (ω 0 −ω 1 B)x t−2

(0, 2, 2) 2 v(B)x

t = (ω 0 −ω 1 B−ω 2 B )x t−2

Tabel 3.1: Model Fungsi Transfer r = 0

(r, s, b)

Fungsi transfer

ω (1, 0, 2) 0 v(B)x

t = (1−δ 1 B) x t−2

(ω 0 1 (1, 1, 2) B) v(B)x −ω

t = (1−δ 1 B) x t−2

(ω 0 −ω 1 B−ω 2 B 2 (1, 2, 2) ) v(B)x

x t−2

(1−δ 1 B)

Tabel 3.2: Model Fungsi Transfer r = 1

(r, s, b)

Fungsi transfer

ω (2, 0, 2) 0 v(B)x

t = (1−δ 1 B−δ 2 B 2 ) x t−2

(ω (2, 1, 2) 0 v(B)x

−ω 1 B)

(1−δ 1 B−δ 2 B 2 ) x t−2

(ω 0 −ω 1 B−ω 2 B 2 2 (2, 2, 2) ) v(B)x

t = (1−δ 1 B−δ 2 B ) x t−2

Tabel 3.3: Model Fungsi Transfer r = 2

Penaksiran awal deret gangguan n t

Bobot respon impuls dapat diukur secara langsung sehingga memungkinkan dilakukan perhitungan nilai taksiran dari deret gangguan n t karena,

n t =y t − ˆy t

ω(B) ˆ b

=y t −

δ(B) ˆ =y t − ˆv(B)x t

=y t −v 0 x t −v 1 x t−1 −v 2 x t−2 − ... − v g x t−g

Penetapan orde (p n ,q n ) untuk model ARIMA (p n , 0, q n ) dari deret gang- guan n t

Sesudah menggunakan persamaan deret gangguan n t , nilai-nilai n t di- analisis dengan cara ARIMA biasa untuk menentukan model ARIMA yang tepat sehingga diperoleh nilai p n dan q n . Dengan demikian fungsi φ n (B) dan θ n (B) untuk deret gangguan n t dapat diperoleh untuk mendapatkan persamaan

φ n (B)n t =θ n (B)a t

3.3.2 Estimasi Parameter Model Fungsi Transfer

Langkah kedua setelah mengidentifikasikan bentuk model adalah estimasi parameter-parameter model fungsi transfer input tunggal. Model fungsi transfer sementara yang didapatkan pada persamaan (3.18) perlu dilakukan estimasi pa-

rameter δ = (δ 1 , ..., δ r ) ′ , ω = (ω 1 , ..., ω s ) ′ , φ = (φ 1 , ..., φ p ) ′ , θ = (θ 1 , ..., θ q ) ′ dan σ 2 a dimana persamaan (3.18) dikalikan dengan δ(B)φ(B) sehingga menjadi

δ(B)φ(B)y t = φ(B)ω(B)x t−b + δ(B)θ(B)a t

c(B)y t = d(B)x t−b + e(B)a t

c(B) = δ(B)φ(B) = (1 − δ p

d(B) = φ(B)ω(B) = (1 − φ s

e(B) = δ(B)θ(B) = (1 − δ q

Jadi diperoleh

a t =y t −c 1 y t−1 − ... − c r+p y t−r−p −d 0 x t−b +d 1 x t−b−1 + ... + d p+s x t−b−p−s

+e 1 a t−1 + ... + e r+q a t−r−q

dimana c i ,d j dan e k adalah fungsi transfer dari δ i ,ω j ,φ k dan θ l . Dengan diasum- sikan bahwa a t adalah deret white noise berdistribusi normal N (0, σ 2 a ), berikut adalah fungsi conditional likelihood:

2 2 1 X 2 L(δ, ω, φ, θ, σ

a |b, x, y, x 0 ,y 0 ,a 0 ) = (2πσ a )

−n/2

exp −

a t (3.22)

a t=1

dimana x 0 ,y 0 ,a 0 adalah nilai-nilai awal untuk menghitung a t . Nilai awal ini sama halnya dengan nilai awal yang dibutuhkan saat estimasi parameter dari model ARIMA univariat.

Menurut Wei (2005) secara umum metode estimasi conditional likelihood dapat digunakan untuk mengestimasi δ, ω, φ, θ, σ 2 a . Hal ini dapat dilakukan deng- an menentukan nilai residual a t yang tidak diketahui sama dengan nilai harapan Menurut Wei (2005) secara umum metode estimasi conditional likelihood dapat digunakan untuk mengestimasi δ, ω, φ, θ, σ 2 a . Hal ini dapat dilakukan deng- an menentukan nilai residual a t yang tidak diketahui sama dengan nilai harapan

X S(δ, ω, φ, θ|b) = 2 a

t=t 0

dimana t 0 = max(p + r + 1, b + p + s + 1).

3.3.3 Uji Diagnostik Model Fungsi Transfer Input Tunggal

Perhitungan autokorelasi untuk nilai sisa model (r,s,b) yang menghubungkan deret input dan output

Pengujian kelayakan suatu model perlu dilakukan untuk mengetahui ke- sesuaian model yaitu sudah memenuhi syarat white noise. Caranya adalah dengan memeriksa autokorelasi dan korelasi residualnya. Pengujian autokorelasi untuk ni- lai sisa dapat menggunakan hipotesis sebagai berikut:

H 0 = autokorelasi pada deret sisa a t tidak signifikan

H 1 = autokorelasi pada deret sisa a t signifikan dengan statistik uji

dengan n = banyaknya pengamatan m = lag terbesar yang diperhatikan (r, s, b) = parameter model fungsi transfer ρ ˆ aα (k) = autokorelasi residual untuk lag k

Kemudian hasilnya akan dibandingkan dengan tabel distribusi χ 2 de- ngan taraf signifikansi α dan derajat bebas m − p n −q n (p n ,q n merupakan nilai autoregressive dan moving average dari deret noise). Keputusan tolak H 0 jika

Q≥χ 2 α,df .

Perhitungan korelasi silang antara nilai sisa dengan deret gangguan yang telah diputihkan

Korelasi silang antara deret input dan output yang telah diputihkan akan memberikan gambaran mengenai tingkatan hubungan antar deret. Korelasi silang dapat dikonversikan ke dalam estimasi bobot respon impuls. Susunan dalam bobot-bobot respon impuls mengindikasikan bentuk model fungsi transfer semen- tara. Dengan menggunakan bobot-bobot respon impuls ini dapat membangkitkan suatu deret estimasi noise awal dari model fungsi transfer.

Fungsi respon impuls memiliki peranan untuk mengukur besarnya kore- lasi antara x dan y. Fungsi korelasi silang mirip dengan fungsi autokorelasi dan fungsi autokorelasi parsial dalam menghitung korelasi tetapi korelasi silang mem- punyai nilai tertentu untuk lag ke-0 sedangkan fungsi autokorelasi sendiri adalah satu. Pengujian korelasi silang antara nilai sisa dengan deret gangguan yang telah diputihkan menggunakan statistik uji Q dengan hipotesis:

H 0 = Korelasi silang antara deret a t dan α t tidak signifikan

H 1 = Korelasi silang antara deret a t dan α t signifikan dengan statistik uji

dengan m = lag maksimum dengan m = lag maksimum

Hasilnya dibandingkan dengan tabel χ 2 derajat bebas m − r − s dengan kriteria keputusan tolak H 2

0 jika Q ≥ χ α,df .

3.3.4 Penentuan Model Fungsi Transfer Multivariat

Pemodelan data runtun waktu menggunakan fungsi transfer multivariat dilakukan dengan cara memodelkan secara serentak seluruh variabel yang su- dah diidentifikasikan sebelumnya. Identifikasi nilai-nilai dari bobot respon impuls dan korelasi silang dijadikan dasar dalam pemodelan serentak yang menghasilkan fungsi transfer multivariat. Cara yang dilakukan dalam model fungsi transfer mul- tivariat sama halnya dengan yang dilakukan pada model input tunggal. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: (Makridakis, 1993)

1. Mengidentifikasikan deret input dan output untuk mengetahui kestasioneran deret data dan menentukan orde model ARIMA.

2. Melakukan estimasi parameter model-model ARIMA yang sesuai untuk masing- masing deret input.

3. Kemudian dilakukan uji untuk mengetahui apakah model telah memenuhi syarat white noise atau belum.

4. Melakukan pemutihan terhadap model ARIMA dari deret input dan deret output.

5. Lakukan perhitungan untuk menentukan autokorelasi dan korelasi silang

untuk masing-masing deret input dan deret output yang telah diputihkan.

6. Korelasi silang berguna untuk menentukan deret noise dan juga menen- tukan orde model fungsi transfer yaitu dengan mengidentifikasi plot korelasi silangnya.

7. Menentukan nilai r, s, b pada masing-masing deret input dan menghitung deret noise (n t ).

8. Setelah model deret noise didapatkan akan dilakukan penetapan orde ARIMA dari deret noise-nya sehingga model fungsi transfer input tunggal selesai dibentuk.

9. Mengestimasi parameter dari tiap model fungsi transfer input tunggal.

10. Kemudian lakukan uji diagnostik untuk mengetahui apakah model sudah memenuhi asumsi white noise.

11. Sampai disini adalah tahapan untuk pembentukan model fungsi transfer input tunggal. Sementara untuk model fungsi transfer multivariat dilan- jutkan dengan;

12. Nilai r, s, b pada masing-masing deret input yang telah didapat kemudian di- estimasi secara serempak dengan metode estimasi yaitu conditional least squ- are estimation.

13. Sementara untuk menentukan deret noise gabungannya didapat dari rumus:

n t =y t − ˆy t

=y X

ˆ v j (B)x jt

j=1

14. Mengestimasi semua parameter yang dimasukan ke dalam model fungsi transfer multivariat.

15. Terakhir lakukan uji diagnostik untuk mengetahui apakah model sudah memenuhi asumsi white noise. Dengan demikian model fungsi transfer mul- tivariat dapat digunakan.

Estimasi yang dilakukan dalam model fungsi transfer ini menggunakan alat bantu program SAS. Nilai-nilai r, s, b yang telah diidentifikasi dalam model fungsi transfer input tunggal djumlahkan sehingga model multivariatnya menjadi:

Berikut adalah diagram alir untuk prosedur pembentukan model fungsi transfer yang ditampilkan pada gambar 3.2.