PERAMALAN RUNTUN WAKTU MENGGUNAKAN MODEL

PERAMALAN RUNTUN WAKTU MENGGUNAKAN MODEL FUNGSI TRANSFER MULTIVARIAT

Skripsi Disusun untuk melengkapi syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Sains

ANTONI AHMAT 3125102334

PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA 2014

LEMBAR PERSETUJUAN HASIL SIDANG SKRIPSI

PERAMALAN RUNTUN WAKTU MENGGUNAKAN MODEL FUNGSI TRANSFER MULTIVARIAT

Nama : Antoni Ahmat No. Registrasi : 3125102334

Tanda Tangan Tanggal Penanggung Jawab Dekan

Nama

: Prof. Dr. Suyono, M.Si.

NIP. 19671218 199303 1 005

Wakil Penanggung Jawab Pembantu Dekan I

: Dr. Muktiningsih, M.Si

: Drs. Sudarwanto, M.Si., DEA

: Drs. Bambang Irawan, M.Si.

: Dian Handayani, M.Si.

NIP. 19740415 199803 2 001

Pembimbing I

: Dra. Widyanti Rahayu, M.Si.

NIP. 19661103 200112 2 001

Pembimbing II

: Vera Maya Santi, M.Si.

NIP. 19790531 200501 2 006

Dinyatakan lulus ujian skripsi tanggal: 30 September 2014

ABSTRACT

ANTONI AHMAT, 3125102334. Time Series Forecasting Using Multi- variate Transfer Function Model. Thesis. Faculty of Mathematics and Natural Sciences. State University of Jakarta. 2014.

This thesis discusses how to forecast time series data using multivariate transfer function model. Transfer function model is a combination of multiple regression analysis and time series of ARIMA characteristics. Meanwhile, mul- tivariate transfer function model is transfer function model that has more than two input variables of time series. This model is applied to obtain future forecast simultaneous. In this thesis, it will be discuss the procedure to build multivariate transfer function model and its application to forecast real time series data.

Keywords : transfer function model, multivariate, ARIMA, time series.

ABSTRAK

ANTONI AHMAT, 3125102334. Peramalan Runtun Waktu Menggu- nakan Model Fungsi Transfer Multivariat. Skripsi. Fakultas Matema- tika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Jakarta. 2014.

Skripsi ini membahas bagaimana meramalkan data runtun waktu dengan model fungsi transfer multivariat. Model fungsi transfer adalah gabungan dari karakteristik analisis regresi berganda dengan karakteristik deret runtun waktu ARIMA(Autoregressive Integrated Moving Average). Sementara itu model fungsi transfer multivariat merupakan model fungsi transfer yang memiliki variabel input lebih dari dua deret runtun waktu. Model ini dapat digunakan untuk menda- patkan ramalan ke depan secara simultan. Di dalam penulisan skripsi ini dije- laskan prosedur pembentukan model fungsi transfer multivariat dan aplikasinya untuk meramalkan data runtun waktu riil.

Kata kunci : model fungsi transfer, multivariat, ARIMA, runtun waktu.

PERSEMBAHANKU...

”....Tetapi orang-orang yang ilmunya mendalam di antara mereka, dan orang-orang yang beriman, mereka beriman kepada (Al Qur’an) yang diturunkan kepadamu (Muhammad) dan kepada (kitab-kitab) yang diturunkan sebelummu

begitu pula mereka yang melaksanakan shalat dan menunaikan zakat dan beriman kepada Allah dan hari kemudian. Kepada mereka akan Kami berikan

pahala yang besar... ” (QS. Al Nisa’ : 162)

”...Lebih baik menjaga mulut Anda tetap tertutup dan membiarkan orang lain menganggap Anda bodoh daripada membuka mulut Anda dan menegaskan semua anggapan mereka... ” (Mark Twain)

Skripsi ini kupersembahkan untuk.... kedua orangtuaku Mukrim dan Gusnidar, kakakku Widi Astuti, Hendri, dan adikku Firmanto serta keluarga besarku. ”Terima kasih atas dukungan, do’a, serta kasih sayang kalian... ”.

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas pemberian pengetahuan dan kemam- puan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Peramalan Runtun Waktu Menggunakan Model Fungsi Transfer Multivariat” yang meru- pakan salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Jurusan Matematika Universitas Negeri Jakarta.

Skripsi ini berhasil diselesaikan tak lepas dari bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dra. Widyanti Rahayu, M.Si. selaku Dosen Pembimbing I dan Vera Maya Santi, M. Si. selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan wak- tu, saran, nasehat, serta pengarahan dalam pengerjaan skripsi ini sehingga menjadi lebih baik. Terima kasih banyak bu dan mohon maaf atas segala kekuranganku, semoga kesehatan selalu tercurah kepada Ibu dan keluarga.

2. Drs. Makmuri, M.Si. selaku Ketua Jurusan Matematika FMIPA UNJ dan Ratna Widyanti, S.Si, M.Kom. selaku Ketua Prodi Matematika FMIPA UNJ. Terima kasih atas segala bantuan dan kerja sama Bapak dan Ibu selama masa pengerjaan skripsi ini.

3. Drs. Tri Murdiyanto selaku Pembimbing Akademik atas segala bimbin- gan dan kerja sama Bapak selama perkuliahan penulis dan seluruh Ba- pak/Ibu dosen Jurusan Matematika atas pengajaran yang telah diberikan, serta Mbak Esti dan karyawan/karyawati FMIPA UNJ lainnya atas infor- masi dan bantuan yang diberikan selama masa pengerjaan skripsi ini.

4. Mama, Bapakku tercinta, terima kasih atas do’a dan dukungan tulus ikhlas yang diberikan selama ini. Tanpa do’a dan semangat dari kalian, penulis tidak akan mampu menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Terima juga kepada saudara-saudaraku, terima kasih ya Uni, Hendri, Firman atas do’a dan dukungan selama ini.

5. Sahabat-sahabatku tercinta dari prodi Matematika 2010. Terima kasih ku- ucapkan pada Faiz atas persahabatannya selama ini. Terima atas bantuan dan dukungan tulus ikhlas yang telah diberikan selama ini. Terima kasih ju-

ga ingin kuucapkan pada rekan sesama satu dosen pembimbingku, Mudita, Annisa dan Dina. Terima ya Mud atas dukungan dan bantuan selama ini. Untuk Anis, terima kasih atas saran dan masukan yang diberikan, dan teri- ma kasih untuk Dina yang memberikan semangat selama pengerjaan skripsi ini.

6. Buat Efri, terima kasih sudah menjadi penyelamat keuanganku dengan menyediakan jasa print murah selama penyusunan proposal skripsi hing-

ga skripsi ini selesai dikerjakan. Makasih ya pi. Tak lupa juga kuucapkan terima kasih pada Sandi, Adi, Rayvin, Taufan, Saipulloh, Saget, Jefry dan Fajar atas dukungan, semangat serta persahabatan kalian selama ini. Se- moga persahabatan ini dapat terus terjalin.

7. Teruntuk teman-temanku, Mega, Diesty, Devi, Novilia, Delsi, Dwi, Riska, Arum, Sifa dan Rista, terima kasih atas dukungan serta persahabatan kalian selama ini. Semoga kita dapat tetap menjalin silaturahmi.

8. Kepada Mba Khrisna, terima kasih atas bantuan untuk mengolah data skrip- si saya. Serta tak lupa kepada semua pihak yang telah membantu baik secara 8. Kepada Mba Khrisna, terima kasih atas bantuan untuk mengolah data skrip- si saya. Serta tak lupa kepada semua pihak yang telah membantu baik secara

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sebuah kesempurnaan. Oleh karena itu masukan dan kritik yang membangun akan sangat berarti. Se- moga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Jakarta, September 2014

Antoni Ahmat

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR iv DAFTAR ISI

ix DAFTAR TABEL

xi DAFTAR GAMBAR

xiii

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

1.2 Perumusan Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

1.3 Pembatasan Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

1.4 Tujuan Penulisan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

1.5 Manfaat Penulisan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

1.6 Metode Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

II LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Runtun Waktu . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

2.2 ACF dan PACF . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

2.2.1 ACF(Autocorrelation Function) . . . . . . . . . . . . . . . .

2.2.2 PACF(Partial Autocorrelation Function) . . . . . . . . . . . 10

2.3 Proses White Noise . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 14

2.4 Stasioneritas Data Runtun Waktu . . . . . . . . . . . . . . . . . . 15

2.5 Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) . . . . . . . . 18

2.5.1 Model Autoregressive (AR) . . . . . . . . . . . . . . . . . . 18

2.5.2 Model Moving Average (MA) . . . . . . . . . . . . . . . . . 21

2.5.3 Model Campuran Autoregressive Moving Average (ARMA)

2.6 Seasonal Autoregressive Integrated Moving Average (SARIMA) . . 27

2.7 Pembentukan Model Runtun Waktu . . . . . . . . . . . . . . . . . 29

2.7.1 Identifikasi Model . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 30

2.7.2 Estimasi Parameter dan Uji Hipotesis . . . . . . . . . 30

2.7.3 Uji Diagnostik Model . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 31

III PEMBAHASAN

3.1 Konsep Fungsi Transfer . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 35

3.2 Model Fungsi Transfer . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 36

3.3 Prosedur untuk Menentukan Model Fungsi Transfer . . . . . . . . 38

3.3.1 Identifikasi Bentuk Model Input Tunggal . . . . . . . . . . . 39

3.3.2 Estimasi Parameter Model Fungsi Transfer . . . . . . . . . 46

3.3.3 Uji Diagnostik Model Fungsi Transfer Input Tunggal . . . . 48

3.3.4 Penentuan Model Fungsi Transfer Multivariat . . . . . . . . 50

3.4 Penerapan Model Fungsi Transfer pada Peramalan Data Riil . . . 52

3.4.1 Tahap Pertama: Identifikasi Bentuk Model Input Tunggal . 54

3.4.2 Tahap Kedua: Estimasi Parameter Model Fungsi Transfer . 84

3.4.3 Tahap Ketiga: Uji Diagnostik Model Fungsi Transfer Input

Tunggal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 86

3.4.4 Tahap Keempat: Pemodelan Fungsi Transfer Multivariat pa-

da Curah Hujan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 91

3.4.5 Tahap Kelima: Penggunaan Model Fungsi Transfer Multi-

variat untuk Peramalan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 97

99

IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 99

4.2 Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 100 DAFTAR PUSTAKA

101 LAMPIRAN-LAMPIRAN

102

DAFTAR TABEL

2.1 Data Sampel Runtun Waktu . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

2.2 Nilai ACF . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

2.3 Nilai PACF . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 14

2.4 Transformasi Box-Cox . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 18

3.1 Model Fungsi Transfer r = 0 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 44

3.2 Model Fungsi Transfer r = 1 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 45

3.3 Model Fungsi Transfer r = 2 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 45

3.4 Estimasi Parameter dan Uji Signifikansi Model ARIMA untuk deret Tekanan Udara . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 64

3.5 Uji Autokorelasi Residual Model ARIMA (0, 0, 2)(1, 1, 0) 12 untuk Tekanan Udara . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 65

3.6 Estimasi Parameter dan Uji Signifikansi Model ARIMA untuk deret Kelembaban Udara . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 66

3.7 Uji Autokorelasi Residual Model ARIMA (1, 0, 0)(0, 1, 0) 12 untuk Kelembaban Udara . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 67

3.8 Estimasi Parameter dan Uji Signifikansi Model ARIMA untuk deret Kecepatan Angin . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 68

3.9 Uji Autokorelasi Residual Model ARIMA (0, 0, 1)(0, 1, 0) 12 untuk Kecepatan Angin . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 69

3.10 Estimasi Parameter dan Uji Signifikansi Model ARIMA untuk deret Suhu Udara . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 70

3.11 Uji Autokorelasi Residual Model ARIMA (1, 0, 0)(0, 1, 1) 12 untuk Suhu Udara . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 72

3.12 Estimasi Parameter dan Uji Signifikansi Model ARIMA untuk deret Intensitas Matahari . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 73

3.13 Uji Autokorelasi Residual Model ARIMA (1, 0, 0)(0, 1, 1) 12 untuk Intensitas Matahari . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 73

3.14 Bobot Respon Impuls yang Mengidentifikasikan Fungsi Transfer . 78

3.15 Estimasi Penentuan (r, s, b) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 79

3.16 Estimasi Parameter Deret Noise . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 81

3.17 Uji Autokorelasi Residual Masing-masing Deret Noise . . . . . . . 83

3.18 Estimasi Parameter Variabel Input Model Fungsi Transfer . . . . 85

3.19 Uji Autokorelasi Residual pada Masing-masing Model Fungsi Transfer 87

3.20 Uji Korelasi Silang Residual pada Masing-masing Model Fungsi Transfer . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 88

3.21 Estimasi Parameter Model Fungsi Transfer Multivariat . . . . . . 93

3.22 Estimasi Parameter Setelah Variabel X 4 Dikeluarkan . . . . . . . 94

3.23 Estimasi Parameter Setelah Variabel X 5 Dikeluarkan . . . . . . . 94

3.24 Uji Autokorelasi Residual pada Model Fungsi Transfer Multivariat 95

3.25 Uji Korelasi Silang Residual pada Model Fungsi Transfer Multivariat 96

3.26 Hasil Ramalan Curah Hujan Dengan Model Fungsi Transfer Mul- tivariat . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 97

DAFTAR GAMBAR

2.1 Plot ACF dari Sampel Data Runtun Waktu . . . . . . . . . . . .

2.2 Plot ACF dan PACF dari suatu proses white noise Z t =µ+a t .. 15

2.3 Plot ACF dan PACF Model AR(1) . . . . . . . . . . . . . . . . . 20

2.4 Plot ACF dan PACF Model AR(2) . . . . . . . . . . . . . . . . . 21

2.5 Plot ACF dan PACF Model MA(1) . . . . . . . . . . . . . . . . . 22

2.6 Plot ACF dan PACF Model MA(2) . . . . . . . . . . . . . . . . . 23

2.7 Plot ACF dan PACF Model ARMA(1,1) . . . . . . . . . . . . . . 25

2.8 Plot Data dan Plot ACF Runtun Waktu Musiman . . . . . . . . . 29

2.9 Diagram Alir Langkah-langkah Pemodelan Runtun Waktu . . . . 34

3.1 Konsep Model Fungsi Transfer . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 35

3.2 Diagram Alir Pembentukan Model Fungsi Transfer . . . . . . . . 53

3.3 Plot Runtun Waktu Data Curah Hujan . . . . . . . . . . . . . . . 54

3.4 Plot ACF dan PACF Data Curah . . . . . . . . . . . . . . . . . . 54

3.5 Plot Transformasi Box Cox Data Curah Hujan . . . . . . . . . . . 55

3.6 Plot ACF dan PACF Data Curah Hujan Setelah Dilakukan Pem- beda 12 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 56

3.7 Plot Runtun Waktu Data Tekanan Udara . . . . . . . . . . . . . . 56

3.8 Plot ACF dan PACF Data Tekanan Udara . . . . . . . . . . . . . 57

3.9 Plot ACF dan PACF Data Tekanan Udara Setelah Dilakukan Pem- beda 12 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 57

3.10 Plot Runtun Waktu Data Kelembaban Udara . . . . . . . . . . . 58

3.11 Plot ACF dan PACF Data Kelembaban Udara . . . . . . . . . . . 58

3.12 Plot ACF dan PACF Data Kelembaban Udara Setelah Dilakukan Pembeda 12 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 59

3.13 Plot Runtun Waktu Data Kecepatan Angin . . . . . . . . . . . . 59

3.14 Plot ACF dan PACF Data Kecepatan Angin . . . . . . . . . . . . 60

3.15 Plot ACF dan PACF Data Kecepatan Angin Setelah Dilakukan Pembeda 12 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 60

3.16 Plot Runtun Waktu Data Suhu Udara . . . . . . . . . . . . . . . 61

3.17 Plot ACF dan PACF Data Suhu Udara . . . . . . . . . . . . . . . 61

3.18 Plot ACF dan PACF Data Suhu Udara Setelah Dilakukan Pembeda

3.19 Plot Runtun Waktu Data Intensitas Matahari . . . . . . . . . . . 62

3.20 Plot ACF dan PACF Data intensitas Matahari . . . . . . . . . . . 63

3.21 Plot ACF dan PACF Data Intensitas Matahari Setelah Dilakukan Pembeda 12 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 63

3.22 Hasil Ramalan Curah Hujan kota Palembang Periode 2013-2014 . 98

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Peramalan merupakan suatu cara untuk memprediksi apa yang akan ter- jadi di masa depan. Dengan melakukan peramalan diharapkan suatu keputusan dapat dibuat lebih efektif dan efisien. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meramalkan suatu kemungkinan, salah satunya dengan analisis runtun wak- tu. Analisis runtun waktu merupakan peramalan yang didasarkan pada data kuantitatif di masa lampau. Pada dasarnya, analisis data runtun waktu digu- nakan untuk melakukan analisis data yang mempertimbangkan pengaruh waktu. Data yang dikumpulkan secara periodik berdasarkan urutan waktu seperti hari, minggu, bulan, tahun dan seterusnya dapat dianalisis dengan menggunakan ana- lisis runtun waktu.

Analisis data runtun waktu juga dapat diterapkan pada tipe data satu variabel (univariate) maupun banyak variabel (multivariate) (Makridakis, dkk: 1993). Salah satu model yang sangat penting dan sering digunakan dalam anali- sis runtun waktu univariat adalah model ARIMA (Autoregressive Integrated Mo- ving Average). Model ARIMA cukup fleksibel diterapkan untuk beberapa runtun waktu seperti AR (autoregressive), MA (moving average), dan gabungan kedua nya (ARMA).

Pada dasarnya peramalan data runtun waktu adalah analisis data uni- Pada dasarnya peramalan data runtun waktu adalah analisis data uni-

Model ARIMA tidak dapat digunakan untuk data multivariat (Makri- dakis, dkk., 1993). Beberapa model untuk penerapan data multivariat diantaranya: model fungsi transfer, analisis intervensi, analisis fourier, analisis spektral, dan model runtun waktu vektor (Wei, 2005). Model fungsi transfer adalah model runtun waktu yang menggambarkan bahwa nilai prediksi masa depan dari suatu runtun waktu yang disebut deret output atau Y t adalah berdasarkan pada nilai- nilai masa lalu dari data runtun waktu itu sendiri dan berdasarkan pula pada satu atau lebih data runtun waktu yang berhubungan dengan deret output yang disebut dengan deret input atau X t . Selain itu model fungsi transfer menjadi salah satu model runtun waktu yang banyak diterapkan dalam berbagai bidang seperti mekanika, ekonomi dan ilmu manajemen (Liu, 1982).

Model fungsi transfer merupakan pengembangan dari model ARIMA uni- variat. Jika deret runtun waktu Y t berhubungan dengan satu atau lebih deret run- tun waktu X t maka dapat dibuat suatu model berdasarkan informasi deret berkala

X t untuk menduga nilai Y t . Keunikan dari metode fungsi transfer adalah terdapat unsur regresi dalam modelnya. Oleh karena itu, fungsi transfer seringkali dise- X t untuk menduga nilai Y t . Keunikan dari metode fungsi transfer adalah terdapat unsur regresi dalam modelnya. Oleh karena itu, fungsi transfer seringkali dise-

Dalam skripsi ini, penulis ingin mengkaji model peramalan dengan meng- gunakan model fungsi transfer. Dalam hal ini, penulis ingin mengkaji penggunaan model fungsi transfer multivariat. Dengan penggunaan fungsi transfer multivari- at, berbagai faktor-faktor yang menjadi variabel dapat dianalisis sehingga mampu menghasilkan ramalan yang utuh dan akurat.

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah yang akan dikaji adalah bagaimana prosedur untuk menentukan model peramalan data runtun waktu multivariat?

1.3 Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah dalam skripsi ini adalah:

1. Model yang digunakan untuk peramalan runtun waktu multivariat adalah model fungsi transfer.

2. Data yang digunakan untuk simulasi model adalah data dengan pola musi- man.

1.4 Tujuan Penulisan

Tujuan yang ingin dicapai dalam skripsi ini adalah:

1. Mengkaji sifat-sifat statistik model fungsi transfer.

2. Mengkaji model fungsi transfer untuk peramalan data runtun waktu multi- variat.

3. Mengaplikasikan model fungsi transfer pada data riil.

1.5 Manfaat Penulisan

Manfaat yang diharapkan dari skripsi ini adalah dapat memberikan gam- baran mengenai penentuan model peramalan data runtun waktu menggunakan model fungsi transfer multivariat dan contoh penerapannya dalam kehidupan nya- ta.

1.6 Metode Penelitian

Skripsi ini merupakan kajian teori tentang pembuatan suatu model pera- malan data runtun waktu menggunakan model fungsi transfer multivariat dan penerapannya terhadap permasalahan di kehidupan nyata. Referensi yang digu- nakan dalam penyusunan skripsi ini adalah jurnal Liu (1982) berjudul Identification of Multiple Input Transfer Function Models dan Fathurahman (2009) berjudul Pe- modelan Fungsi Transfer Multi Input.

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Runtun Waktu

Runtun waktu adalah himpunan data hasil observasi yang terkumpul dan disusun berdasarkan waktu. Pada analisis data runtun waktu terdapat empat macam pola data, yaitu:

1. Pola Trend: pola yang menggambarkan gerak data runtun waktu dalam jangka waktu yang panjang. Pola ini mencerminkan sifat kontinuitas sela- ma jangka waktu tertentu. Akibat sifat kontinuitas ini, maka trend dianggap pola yang stabil dan menunjukkan arah perkembangan secara umum (ke- cenderungan menaik/menurun).

2. Pola Siklis: pola jangka panjang di sekitar pola trend namun dengan tempo yang lebih pendek. Pola siklis terjadi berulang-ulang namun tidak perlu periodik

3. Pola Musiman: pola yang terjadi lebih teratur dibandingkan pola siklis dan bersifat lengkap dan memiliki pola yang tetap dari waktu ke waktu. Faktor yang menyebabkan pola ini adalah iklim dan kebiasaan.

4. Pola Ireguler (Tidak Teratur): pola ini bersifat sporadis dan sulis dikuasai.

Faktor yang mempengaruhi pola ini adalah perang, bencana alam dll.

Data musiman merupakan gerakan suatu data deret runtun waktu yang diklasifikasikan ke dalam periode kurang dari satu tahun seperti kwartalan, bu- lanan, mingguan atau harian dengan periode yang berulang.

Dalam kehidupan nyata, tidak mudah untuk mengetahui pola data secara langsung. Oleh karena itu, perlu dilakukan identifikasi terlebih dahulu untuk mengetahui pola data sebelum dilakukan perhitungan. Metode paling sederhana untuk mengidentifikasi pola suatu data adalah dengan melihat pola yang ada pada plot data runtun waktu.

Dalam skripsi ini pola data yang digunakan adalah pola musiman. Pola musiman memiliki kelebihan yakni mudah diklasifikasikan dalam dua bentuk yakni spesifik dan tipikal. Pola musiman spesifik menunjukkan pola musiman dalam suatu periode seperti bulanan, mingguan atau harian. Sementara pola musiman tipikal menunjukkan rata-rata pola musiman dalam sejumlah periode seperti lima tahunan, sepuluh tahunan dan seterusnya.

2.2 ACF dan PACF

2.2.1 ACF(Autocorrelation Function)

Himpunan data runtun waktu Z 1 ,Z 2 , ..., Z t yang dianggap sebagai vari- abel acak Z t diasumsikan mempunyai fungsi kepadatan probabilitas bersama

f (Z 1 ,Z 2 , ..., Z t ). Jika struktur probabilitas fkp tidak berubah oleh adanya pe- rubahan waktu maka runtun waktu tersebut disebut stasioner. Suatu data runtun waktu Z t dapat dipandang sebagai suatu proses stokastik. Hal ini terjadi karena data runtun waktu lampau hanya dapat menunjukkan struktur probabilitas yang akan datang dari suatu data runtun waktu tanpa dapat diramalkan dengan pasti.

Data runtun waktu Z t yang stasioner akan mempunyai nilai rata-rata konstan E(Z t ) = µ dan varian konstan E(Z

t − µ) =σ 2 . Fungsi autokovariansi antara Z t dan Z t+k adalah

γ k = Cov(Z t ,Z t+k ) = E[(Z t − µ)(Z t+k − µ)]

Autokorelasi merupakan korelasi atau hubungan antar data pengamatan suatu data runtun waktu. Untuk menghitung autokorelasi antara Z t dan Z t+k adalah

γ k ρ k = Corr(Z t ,Z t+k )=

Cov(Z t ,Z t+k )

pV ar(Z t ) pV ar(Z t+k )

dimana V ar(Z t ) = V ar(Z t+k )=γ 0 .γ k dinamakan fungsi autokovariansi dan ρ k dinamakan fungsi autokorelasi (ACF). Dalam praktiknya ρ k tidak diketahui dan dapat diperkirakan dengan ˆ ρ k yang merupakan koefisien korelasi pada sampel dengan rumus

n−k P (Z t −¯ Z)(Z t+k −¯ Z)

dimana ρ ˆ k = koefisien autokorelasi Z t = nilai variabel Z pada periode t Z t+k = nilai variabel Z pada periode t+k Z = nilai rata-rata variabel Z ¯

Untuk mengetahui apakah koefisien autokorelasi yang diperoleh signifikan atau tidak, diperlukan pengujian dengan hipotesis (Wei, 2005)

H 0 :ρ k = 0 (koefisien autokorelasi tidak signifikan)

H 1 :ρ k 6= 0 (koefisien autokorelasi signifikan) Statistik uji yang digunakan adalah

ρ ˆ k t= SE(ˆ ρ k )

P k−1 1+2 2

i−1 ρ ˆ i

SE(ˆ ρ k )= n

dimana SE(ˆ ρ k ) = standar error untuk autokorelasi pada lag ke-K ρ ˆ i = autokorelasi pada lagi ke-i k = selisih waktu n = banyaknya observasi dalam deret waktu

Kriteria keputusan H 0 ditolak apabila

t < −tα /

atau t > tα /

2 ,n−1

2 ,n−1

Contoh 2.2.1. Untuk mengilustrasikan perhitungan sampel ACF, perhatikanlah sepuluh nilai runtun waktu berikut:

10 12 14 7 Tabel 2.1: Data Sampel Runtun Waktu

Rataan dari sepuluh nilai ini adalah ¯ Z = 10. Akan dihitung nilai ˆ ρ 1 ,ˆ ρ 2 ,ˆ ρ 3 Rataan dari sepuluh nilai ini adalah ¯ Z = 10. Akan dihitung nilai ˆ ρ 1 ,ˆ ρ 2 ,ˆ ρ 3

Berikut adalah gambar plot ACF dari data runtun waktu diatas:

Gambar 2.1: Plot ACF dari Sampel Data Runtun Waktu

Lag

ACF

1 -0,18750 -0,59

2 -0,201389 -0,62

3 0,180556 0,53 Tabel 2.2: Nilai ACF

Berdasarkan gambar (2.1) terlihat bahwa tiap lag berada di antara garis signifikan. Dengan membandingkan nilai tiap t hit dengan t tab =t α 2 ,n−1 = 2, 26 maka t hit <t tab sehingga H 0 diterima yang berarti koefisien-koefisien autokorelasi tidak signifikan.

2.2.2 PACF(Partial Autocorrelation Function)

Partial Autocorrelation adalah tingkat keeratan hubungan antara Z t dan Z t+k setelah hubungan linier dengan variabel Z t+1 ,Z t+2 , ..., Z t+k−1 dipisahkan. Se- mentara koefisien dari autokorelasi parsial digunakan untuk mengukur derajat hubungan antara nilai-nilai sekarang dengan nilai-nilai sebelumnya dengan pen- garuh nilai variabel waktu lag yang lain dianggap konstan. Fungsi autokorelasi parsial dapat dinyatakan sebagai berikut: (Wei, 2005)

φ kk = Corr(Z t ,Z t+k |Z t+1 ,Z t+2 , ..., Z t+k−1 )

Autokorelasi parsial diperoleh melalui model regresi dimana variabel tak bebas Z t+k dari proses yang stasioner diregresikan pada variabel Z t+k−1 ,Z t+k−2 , ..., Z t berlag k, sebagai berikut:

Z t+k =φ k1 Z t+k−1 +φ k2 Z t+k−2 + ... + φ kk Z t+1 +a t+k

dimana φ ki = parameter regresi ke-i dan a t+k adalah nilai residual dengan rataan

0 yang tidak berkorelasi dengan Z t+k−j untuk j = 1, 2, ..., k. Kemudian persamaan (2.5) dikalikan dengan Z t+k−j di kedua ruasnya dan lakukan ekspektasi sebagai berikut:

Z t+k−j (Z t+k )=Z t+k−j (φ k1 Z t+k−1 )+Z t+k−j (φ k2 Z t+k−2 ) + ... + Z t+k−j (φ kk Z t+1 ) +Z t+k−j (a t+k )

Z t+k−j .Z t+k =Z t+k−1 (φ k1 Z t+k−1 )+Z t+k−2 (φ k2 Z t+k−2 ) + ... + Z t+k (φ kk Z t+1 )

+Z t+k+1 (a t+k ) E(Z t+k−j .Z t+k )=φ k1 E(Z t+k−1 .Z t+k−1 )+φ k2 E(Z t+k−2 .Z t+k−2 ) + ...

+φ kk E(Z t+k .Z t+1 ) + E(Z t+k+1 a t+k )

γ j =φ k1 γ j−1 +φ k2 γ j−2 ) + ... + φ kk γ j−1 ) (2.6)

Akibat persamaan (2.6) maka berdasarkan persamaan (2.2) dan dimisalkan γ 0 =1 diperoleh

ρ j =φ k1 ρ j−1 +φ k2 ρ j−2 + ... + φ kk ρ j−k untukj = 1, 2, ..., k (2.7)

Sehingga didapat persamaan berikut:

ρ 1 =φ k1 ρ 0 +φ k2 ρ 1 + ... + φ kk ρ k−1 ρ 2 =φ k1 ρ 1 +φ k2 ρ 0 + ... + φ kk ρ k−2

... ρ k =φ k1 ρ k−1 +φ k2 ρ k−2 + ... + φ kk ρ 0

dimana ρ 0 = 1. Dengan menggunakan aturan Cramer pada persamaan diatas, untuk k = 1, 2, ... dan j = 1, 2, ... maka diperoleh:

Dengan demikian nilai PACF dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: (Wei, 2005)

1 ρ 1 ρ 2 ···ρ k−2 ρ 1 ρ 1 1 ρ 1 ···ρ k−3 ρ 2

1 ρ 1 ρ 2 ···ρ k−2 ρ k−1 ρ 1 1 ρ 1 ···ρ k−3 ρ k−2

... ρ k−1 ρ k−2 ρ k−3 ··· ρ 1 1

Berdasarkan persamaan (2.3) dan contoh (2.2.1) dapat ditentukan bahwa nilai ρ k untuk k = 1, 2, ... adalah −1 < ρ k < 1. Dengan denikian determinasi pada per- samaan (2.8) dapat dicari determinannya. Walaupun perhitungan determinasinya

terlihat rumit namun persamaan (2.8) tetap dapat digunakan karena determinan- nya tidak akan nol. Sama halnya dengan ρ k nilai φ kk tidak mudah untuk dihitung apalagi dengan determinan serumit itu. Oleh karena itu metode rekursif untuk

menghitung φ kk telah diberikan oleh Durbin (1960) yang dimulai dengan ˆ φ 11 =ˆ φ 1 yaitu:

k+1 − j=1 φ ˆ kj ρ ˆ k+1−j

φ ˆ k+1,k+1 =

1− j=1 φ ˆ kj ρ ˆ j

dan φ ˆ k+1,j =ˆ φ kj φ k+1,k+1 φ ˆ −ˆ k,k+1−j

j − 1, 2, ..., k (2.10) Contoh 2.2.2. Dengan menggunakan data di Contoh 2.2.1 akan dihitung nilai

dari ˆ φ 11 ,ˆ φ 22 dan ˆ φ 33 sebagai berikut:

Berdasarkan nilai PACF dan membandingkan nilai tiap t hit dengan t tab = t α 2 ,n−1 = 2, 26 maka t hit <t tab sehingga H 0 diterima yang berarti koefisien- koefisien autokorelasi parsial tidak signifikan.

Lag

PACF

1 -0,18750 -0,59

2 -0,245164 -0,78

3 0,096564 0,31 Tabel 2.3: Nilai PACF

2.3 Proses White Noise

Menurut Wei (2005) suatu proses a t disebut proses white noise jika a t merupakan barisan variabel acak yang tidak berkorelasi dari suatu distribusi den-

gan rata-rata E(a 2 t )=µ 0 yang biasa diasumsikan nol, variansi V ar(a t )=σ a dan γ k = Cov(a t ,a t+k ) = 0 untuk semua k 6= 0. Oleh karena itu, suatu proses white noise a t adalah stasioner dengan fungsi autokovarian

Fungsi autokorelasi

dan fungsi autokorelasi parsial

Grafik ACF dan PACF untuk suatu proses white noise ditunjukkan pa-

da gambar (2.2). Berdasarkan gambar (2.2) dapat disimpulkan bahwa proses white noise memiliki nilai ACF dan PACF yang identik dengan nol. Akibat defin- isi ρ 0 =φ 00 = 1 maka ACF dan PACF hanya merujuk pada nilai ρ k dan φ kk dengan k 6= 0.

Gambar 2.2: Plot ACF dan PACF dari suatu proses white noise Z t =µ+a t

2.4 Stasioneritas Data Runtun Waktu

Menurut Makridakis dkk. (1993) stasioneritas mempunyai makna bahwa tidak terdapat pertumbuhan atau penurunan pada data. Dengan kata lain, fluk- tuasi data berada di sekitar suatu nilai rata-rata yang konstan, tidak bergantung pada waktu dan variansi dari fluktuasi tersebut.

Data runtun waktu dikatakan stasioner dalam rata-rata jika rata-ratanya tidak mengalami perubahan dari waktu ke waktu (stabil). Untuk melihat apakah suatu data sudah stasioner dalam rata-rata dapat dilihat dari plot data run- tun waktu dan plot ACF. Apabila suatu data runtun waktu tidak stasioner secara rata-rata maka dapat diatasi dengan melakukan pembeda (differencing). Differencing merupakan pengurangan data tertentu dengan data sebelumnya. Ji- ka differencing orde satu masih belum menghasilkan data yang stasioner, maka dapat dilakukan differencing orde kedua dan seterusnya hingga diperoleh data yang stasioner.

Notasi yang sangat dibutuhkan dalam metode pembeda adalah operator shift mundur (backward shift) yang disimbolkan dengan B dan penggunaannya Notasi yang sangat dibutuhkan dalam metode pembeda adalah operator shift mundur (backward shift) yang disimbolkan dengan B dan penggunaannya

BZ t =Z t−1

Notasi B yang dipasangkan pada Z t mempunyai pengaruh menggeser data satu periode ke belakang. Dua penempatan B untuk Z t akan menggeser data dua periode ke belakang sebagai berikut:

B(BZ 2

t )=B Z t =Z t−2

Apabila data runtun waktu belum stasioner, maka data tersebut dapat dibuat stasioner dengan melakukan pembedaan pertama dari deret data dengan persamaan sebagai berikut:

t =Z t −Z t−1

Dengan menggunakan operator shift mundur pada persamaan (2.12) da- pat ditulis kembali menjadi

(2.13) Pembedaan pertama dinyatakan oleh (1 − B). Sama halnya apabila pembedaan

t =Z t − BZ t = (1 − B)Z t

orde kedua (yaitu pembedaan pertama dari pembedaan pertama sebelumnya) harus dihitung, maka

=Z t −Z t−1 = (Z t −Z t−1 ) − (Z t−1 −Z t−2 )

= (Z t − 2Z t−1 −Z t−2 ) = (1 − 2B − B 2 )Z

= (1 − B) 2 Z

Pembedaan orde kedua diberi notasi (1 − B) 2 . Secara umum apabila terdapat pembeda orde ke-d untuk memcapai stasioneritas dapat ditulis sebagai berikut:

t = (1 − B) Z t

Suatu data runtun waktu stasioner dalam variansi, jika plot data runtun waktunya tidak memperlihatkan adanya perubahan variansi yang signifikan dari waktu ke waktu (Makridakis, 1993). Sama seperti stasioner berdasarkan rata- rata, untuk melihat data runtun waktu sudah stasioner dalam variansi atau belum dapat menggunakan plot data runtun waktu dan plot ACF.

Untuk menstasionerkan data dalam variansi dapat dilakukan dengan proses transformasi. Secara umum, untuk mencapai stasioneritas dalam varian- si dapat dilakukan dengan power transformation (λ) dimana λ adalah parameter transformasi. Secara umum berikut ini nilai dari λ beserta pendekatan transfor- masi yang digunakan yaitu: (Wei, 2005)

 λ  Z t −1 λ ,

T (Z t )=

 ln Z t ,

Nilai λ Estimasi Transformasi -1 1

1 Z t (stasioner) Tabel 2.4: Transformasi Box-Cox

2.5 Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA)

Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) sering disebut juga metode Box-Jenkins. Sedangkan model ARIMA merupakan model yang secara penuh mengabaikan variabel bebas dalam membuat peramalan. ARIMA meng- gunakan nilai masa lalu dan sekarang dari variabel tak bebas untuk menghasilkan peramalan jangka pendek yang akurat. Model ARIMA dibagi dalam tiga kelom- pok yaitu model autoregressive (AR), model moving averge (MA) dan model cam- puran ARMA yang mempunyai karakteristik dari dua model pertama.

2.5.1 Model Autoregressive (AR)

Autoregressive adalah suatu bentuk persamaan regresi tetapi bukan yang menghubungkan variabel bebas dan tak bebas, melainkan menghubungkan nilai- nilai sebelumnya dengan dirinya sendiri pada selang waktu yang beragam. Suatu data runtun waktu dikatakan sebagai model AR jika lag-lag pada plot ACF menu- run secara eksponensial dan banyaknya lag yang berbeda signifikan dengan nol pada plot PACF digunakan sebagai indikasi parameter p. Bentuk umum model

AR dengan orde ke-p AR(p) dinyatakan sebagai berikut:(Wei, 2005)

Z t =φ 1 Z t−1 +φ 2 Z t−2 + ... + φ p Z t−p +a t

dimana φ p = parameter autoregresif

a t = nilai kesalahan pada saat t Dua kasus yang sering dihadapi apabila p = 1 dan p = 2 yaitu berturut-turut untuk model AR(1) dan AR(2). Dua kasus ini dapat ditulis persamaannya sebagai berikut:

AR(1) atau ARIMA(1,0,0)

(2.17) Dengan menggunakan operator shift mundur B, persamaan (2.17) dapat ditulis

Z t =φ 1 Z t−1 +a t

kembali menjadi:

Z t −φ 1 Z t−1 =a t

atau

(2.18) Berikut adalah bentuk plot ACF dan PACF model AR(1) dapat dilihat

(1 − φ 1 B)Z t =a t

pada gambar 2.3 (Wei, 2005). Gambar 2.3 menunjukkan plot ACF dan PACF. Terlihat pada kedua plot ACF menurun secara eksponensial mendekati nol sedan- gkan pada kedua plot PACF lag pertamanya berbeda signifikan dengan nol se- hingga orde untuk AR(p) adalah 1.

Gambar 2.3: Plot ACF dan PACF Model AR(1)

AR(2) atau ARIMA(2,0,0)

(2.19) Dengan menggunakan operator shift mundur B, persamaan (2.19) dapat ditulis

Z t =φ 1 Z t−1 +φ 2 Z t−2 +a t

kembali menjadi:

Z t −φ 1 Z t−1 −φ 2 Z t−2 =a t

atau

(2.20) Berikut adalah bentuk plot ACF dan PACF model AR(2) yang dapat

1 B−φ 2 B )Z t =a t

dilihat pada gambar 2.4 (Wei, 2005). Gambar 2.4 menunjukkan walaupun perg- erakan kedua plot ACF berbeda namun plot-plot ACF tersebut sama-sama tetap menurun mmendekati nol secara eksponensial. Pada plot PACF kedua plotnya signifikan di dua lag sehingga orde untuk AR(p) adalah 2.

Gambar 2.4: Plot ACF dan PACF Model AR(2)

2.5.2 Model Moving Average (MA)

Moving Average adalah rata-rata bergerak yang berarti bahwa nilai run- tun waktu pada waktu t dipengaruhi oleh unsur kesalahan pada saat ini dan mungkin unsur kesalahan pada masa lalu. Suatu data runtun waktu dikatakan sebagai model MA, jika lag-lag pada plot PACF menurun mendekati nol secara eksponensial dan banyaknya lag yang berbeda signifikan dengan nol pada ACF di- gunakan sebagai indikasi parameter q. Bentuk umum model MA orde ke-q MA(q) atau ARIMA(0,0,q) dapat dinyatakan sebagai berikut: (Wei, 2005)

Z t =a t −θ 1 a t−1 −θ 2 a t−2 − ... − θ q a t−q

dimana θ q = parameter moving average

a t−q = nilai kesalahan saat t − q

Dalam praktiknya, dua kasus yang sering dihadapi adalah apabila q = 1 dan q = 2 yaitu berturut-turut untuk model MA(1) dan MA(2). Persamaan untuk dua kasus ini dapat dinyatakan persamaannya sebagai berikut:

MA(1) atau ARIMA(0,0,1)

(2.22) Berikut dibawah ini adalah bentuk plot ACF dan PACF untuk model

Z t = (1 − θ 1 B)a t

MA(1) (Wei, 2005)

Gambar 2.5: Plot ACF dan PACF Model MA(1)

Gambar 2.5 menunjukkan bahwa pada kedua plot ACF signifikan pa-

da lag pertama dan plot-plot PACF menurun mendekati nol secara eksponensial sehingga orde untuk MA(q) adalah 1.

MA(2) atau ARIMA(0,0,2)

(2.23) Berikut adalah bentuk plot ACF dan PACF model MA(2) (Wei, 2005)

t = (1 − θ 1 B−θ 2 B )a t

Gambar 2.6: Plot ACF dan PACF Model MA(2) Gambar 2.6 menunjukkan bahwa keempat plot ACF signifikan di dua lag Gambar 2.6: Plot ACF dan PACF Model MA(2) Gambar 2.6 menunjukkan bahwa keempat plot ACF signifikan di dua lag

2.5.3 Model Campuran Autoregressive Moving Average (ARMA)

Suatu perluasan yang diperoleh dari model AR dan MA adalah model campuran ARMA. Bentuk umum untuk model campuran ARMA(p,q) dapat di- tulis sebagai berikut:

Maka model tersebut dapat ditulis sebagai berikut:

φ p (B)Z t =θ q (B)a t

Persamaan untuk kasus yang paling sederhana dari proses AR(1) murni dan MA(1) murni adalah sebagai berikut:

ARMA(1,1) atau ARIMA(1,0,1)

Z t =φ 1 Z t−1 +a t −θ 1 a t−1 Z t −φ 1 Z t−1 =a t −θ 1 a t−1 (1 − φ 1 B)Z t = (1 − θ 1 B)a t

Berikut adalah bentuk plot ACF dan PACF model ARMA(1,1) (Wei, 2005)

Gambar 2.7: Plot ACF dan PACF Model ARMA(1,1)

Apabila data tidak stasioner (nonstasioneritas), maka pada model ARMA menjadi model umum ARIMA(p,d,q). Jika dilakukan proses pembedaan deng- an orde ke-d yakni Z d t d = (1 − B) Z t , sehingga Z 1 ,Z 2 , ... menjadi data run- Apabila data tidak stasioner (nonstasioneritas), maka pada model ARMA menjadi model umum ARIMA(p,d,q). Jika dilakukan proses pembedaan deng- an orde ke-d yakni Z d t d = (1 − B) Z t , sehingga Z 1 ,Z 2 , ... menjadi data run-

I : d = tingkat perbedaan degree of differencing MA : q = orde dari proses moving average Bentuk umum model ARIMA(p,d,q) adalah sebagai berikut:

p (B)(1 − B) Z t =θ q (B)a t

dengan operator AR(p) dinyatakan dalam bentuk polinomial

p (B) = (1 − φ 1 B−φ 2 B − ... − φ p B )

dan operator MA(q) adalah

B 2 B q q (B) = (1 − θ 1 B−θ 2 − ... − θ q )

Parameter d menunjukkan bahwa proses tidak stasioner. Jadi bila parameter

d = 0 maka proses telah stasioner. Namun dalam praktiknya, jarang ditemukan pemakaian nilai p, d, q selain 0, 1, 2. Persamaan kasus paling sederhana dari ARIMA(1,1,1) adalah sebagai berikut:

(1 − B)(1 − φ 1 B)Z t = (1 − θ 1 B)a t

2.6 Seasonal Autoregressive Integrated Moving Average (SARIMA)

Runtun waktu musiman merupakan runtun waktu yang memiliki sifat berulang setelah beberapa periode waktu tertentu, misalnya satu tahun, satu triwulan, satu bulan, dan seterusnya. Sebagai ilustrasi, penjualan es krim di negara-negara Eropa meningkat saat musim panas yakni bulan Juni hingga Agus- tus (triwulan). Kemudian penjualan bendera Merah Putih di Indonesia meningkat setiap bulan Aguatus. Pada contoh pertama, periode deret musimannya adalah

4 sedangkan contoh kedua adalah 12. Pola musiman biasanya dipengaruhi oleh cuaca dan kebiasaan yang berdampak terhadap aktivitas sehari-hari serta dalam pengambilan keputusan.

Pada umumnya komponen musiman diasumsikan bersifat deterministik dan bebas dengan komponen nonmusiman. Namun dalam kenyataannya, kom- ponen musiman seringkali bersifat stokastik dan berkorelasi dengan komponen nonmusiman. Sebagai contoh, diberikan data tingkat pengangguran suatu negara dalam periode tertentu (tahun). Andaikan akan dilakukan peramalan tingkat pengangguran di bulan ke 7 pada periode selanjutnya. Data pengangguran terse- but mengindikasikan bahwa adanya korelasi antar data, tidak hanya data antar satu bulan dengan bulan lainnya dalam satu tahun tetapi juga korelasi antar satu tahun dengan tahun lainnya. Dengan demikian, untuk meramalkan data pen- gangguran di bulan ke 7, tidak hanya melihat data di bulan ke 5 atau 6 di periode tersebut namun juga harus dilihat data bulan ke 7 pada periode sebelumnya.

Berdasarkan ilustrasi diatas, terdapat dua periode yang diketahui yaitu, periode dalam dan periode antara. Periode dalam merepresentasikan korelasi sep- anjang Z t−2 ,Z t−1 ,Z t ,Z t+1 ,Z t+2 , ... dan periode antara merepresentasikan korelasi Berdasarkan ilustrasi diatas, terdapat dua periode yang diketahui yaitu, periode dalam dan periode antara. Periode dalam merepresentasikan korelasi sep- anjang Z t−2 ,Z t−1 ,Z t ,Z t+1 ,Z t+2 , ... dan periode antara merepresentasikan korelasi

p (B)(1 − B) Z t =θ q (B)b t

Dari persamaan (2.28) jelas bahwa b t tidak memenuhi syarat white noise karena mengandung korelasi periode antara yang tidak diketahui. Misalkan

E(b t−js −µ b )(b t −µ b )

ρ j(s) =

adalah fungsi autokorelasi untuk b t yang menjelaskan hubungan periode antara yang tidak diketahui. Dari persamaan (2.29) dapat direpresentasikan model ARIMA sebagai berikut:

(2.29) dimana

P (B )(1 − B ) b t =Θ Q (B )a t

2 Φ P P (B )=1−Φ 1 (B )−Φ 2 (B s) − ... − Φ P (B s)

2 Θ Q Q (B )=1−Θ 1 (B )−Θ 2 (B s) − ... − Θ Q (B s) adalah persamaan polinomial dalam B s dan a

t adalah suatu proses white noise dengan rataan nol. Dengan menggabungkan persamaan (2.28) dan (2.30) diper- oleh model SARIMA yang dnotasikan dengan ARIMA(p,d,q)x(P, D, Q) s sebagai berikut:

P (B )φ p (B)(1 − B) (1 − B ) Z t =θ q (B)Θ Q (B )a t

− µ jika d = D = 0

lainnya

dengan φ

p (B) = (1 − φ 1 B−φ 2 B − .... − φ p B ) , parameter AR nonseasonal Φ

1 B −Φ 2 B − .... − Φ P B ) , parameter AR seasonal

2 θ q q (B) = (1 − θ 1 B−θ 2 B − .... − θ q B ) , parameter MA nonseasonal

Θ QS Q (B ) = (1 − Θ 1 B −Φ 2 B − .... − Θ q B ) , parameter MA seasonal s = banyaknya periode per musim.

2S

Berikut adalah contoh gambar plot data runtun waktu dan plot ACF yang memiliki pola musiman.

Gambar 2.8: Plot Data dan Plot ACF Runtun Waktu Musiman

2.7 Pembentukan Model Runtun Waktu

Metode pembentukan model runtun waktu Box-Jenkins (ARIMA) dapat dilakukan melalui beberapa tahap sebagai berikut:

2.7.1 Identifikasi Model

Tahap-tahap yang harus dilakukan dalam mengidentifikasikan model adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis data runtun waktu dengan membuat plot datanya. Hal ini berguna untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh trend ataupun musiman pada data.

2. Menganalisis koefisien autokorelasi dan autokorelasi parsialnya untuk menge- tahui kestasioneran datanya, sehingga dapat diketahui perlu tidaknya di- lakukan pembedaan dan transformasi.

3. Dari plot koefisien autokorelasi dan autokorelasi parsial tersebut dapat di- identifikasikan orde untuk model ARIMA nya.

2.7.2 Estimasi Parameter dan Uji Hipotesis

Menurut Makridakis (1993) dalam mendapatkan penaksiran para- meter ada dua cara yang mendasar yaitu:

1. Dengan cara mencoba-coba, yaitu menguji beberapa nilai dari parameter AR (φ) dan parameter MA (θ) yang berbeda dan memilih satu nilai terse- but (atau lebih apabila lebih dari satu parameter yang akan ditaksir) yang meminimumkan kuadrat nilai sisa.

2. Perbaikan secara iteratif dengan memilih taksiran awal dan menggunakan program komputer untuk memperhalus penaksiran secara iteratif.

Setelah dilakukan estimasi parameter maka parameter tersebut perlu diuji sig- nifikansinya untuk mengetahui apakah parameter tersebut dapat dimasukkan dalam Setelah dilakukan estimasi parameter maka parameter tersebut perlu diuji sig- nifikansinya untuk mengetahui apakah parameter tersebut dapat dimasukkan dalam

H 0 :φ i = 0, dimana i = 1, 2, ..., k (AR tidak signifikan dalam model)

H 1 :φ i 6= 0, (AR signifikan dalam model) Statistik uji yang digunakan adalah sebagai berikut:

t hitung AR =

SE( ˆ φ k )

Moving Average (MA)

H 0 :θ i = 0, dimana i = 1, 2, ..., k (MA tidak signifikan dalam model)

H 1 :θ i 6= 0, (MA signifikan dalam model) Statistik uji yang digunakan adalah sebagai berikut:

t hitung MA=

SE(ˆ θ k )

dengan ˆ φ k adalah estimator dari φ k dan ˆ θ k adalah estimator dari θ k . Kriteria keputusan untuk menolak H 0 adalah jika |t| > t α/2,df , df = n − np dengan np adalah banyaknya parameter dan n banyaknya pengamatan atau tolak H 0 jika p-value < 0, 05

2.7.3 Uji Diagnostik Model

Uji diagnostik merupakan salah satu tahap dalam pemodelan data run- tun waktu. Tahap ini bertujuan untuk memeriksa apakah model yang diestimasi sudah sesuai yaitu nilai residualnya sudah memenuhi syarat white noise. Untuk mengetahui apakah nilai residual tekah memenuhi proses white noise maka di- lakukan uji hipotesis

H 0 :ρ k = 0 (memenuhi syarat white noise)

H 1 :ρ k 6= 0 (tidak memenuhi syarat white noise) dengan menggunakan statistik uji Ljung-Box (Wei, 2005)

dengan n = banyaknya observasi dalam runtun waktu k = lag waktu m = banyaknya lag yang diuji ρ ˆ k = koefisien autokorelasi pada periode ke-k

Namun karena uji hipotesis ini masih dilakukan pada model penduga maka derajat bebas yang digunakan adalah (k − m) dimana m = p + q (p dan

q adalah parameter dari model penduga). Jika ternyata model estimasi yang didapat tidak sesuai (nilai residualnya tidak memenuhi syarat white noise) maka perlu dilakukan identifikasi ulang.

Tahap selanjutnya adalah pemilihan model jika terdapat dua atau lebih model runtun waktu. Tujuannya adalah untuk memilih model mana yang layak digunakan dalam peramalan. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah pendekatan AIC (Akaike’s Information Criterion). Semakin kecil nilai AIC yang didapat, maka semakin baik model tersebut untuk digunakan. Berikut adalah persamaan AIC (Wei, 2005:156):

AIC(M ) = n ln(ˆ 2 σ

a ) + 2M

a = jumlah kuadrat residual dibagi banyaknya pengamtan M = banyaknya parameter dalam model ARIMA.

Prosedur pembentukan model diatas juga dapat diterapkan untuk pem- bentukan model SARIMA. Identifikasi, estimasi parameter, uji diagnostik dan peramalan pada model seperti dijabarkan diatas dapat disajikan dalam bentuk diagram alir sebagai berikut:

Gambar 2.9: Diagram Alir Langkah-langkah Pemodelan Runtun Waktu

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Konsep Fungsi Transfer

Model fungsi transfer adalah model yang dapat diterapkan pada data multivariat. Model fungsi transfer merupakan gabungan dari analisis regresi linier berganda dengan pendekatan analisis runtun waktu ARIMA. Berikut adalah bagan dari konsep model fungsi transfer:(Makridakis, 1993)

Gambar 3.1: Konsep Model Fungsi Transfer Berdasarkan konsep fungsi transfer yang ditampilkan di gambar (3.1)

pengaruh analisis regresi linier berganda terlihat dari adanya unsur pendekatan kausal (sebab akibat) antara deret input dengan deret output. Deret output yang dinotasikan dengan Y t dipengaruhi oleh deret input yang dinotasikan dengan X t dan input-input lain yang digabungkan dalam satu kelompok yang disebut gang- guan (noise) N t . Sementara unsur analisis runtun waktu terdapat pada deret pengaruh analisis regresi linier berganda terlihat dari adanya unsur pendekatan kausal (sebab akibat) antara deret input dengan deret output. Deret output yang dinotasikan dengan Y t dipengaruhi oleh deret input yang dinotasikan dengan X t dan input-input lain yang digabungkan dalam satu kelompok yang disebut gang- guan (noise) N t . Sementara unsur analisis runtun waktu terdapat pada deret

3.2 Model Fungsi Transfer

Model fungsi transfer ditulis dalam dua bentuk umum yaitu bivariat dan multivariat. Bentuk fungsi transfer bivariat adalah sebagai berikut: (Makridakis dkk., 1993)

Y t = v(B)X t +N t (3.1)

2 = (v k

0 +v 1 B+v 2 B + ... + v k B )X t +N t

dengan Y t = deret output

X t = deret input N t = pengaruh kombinasi dari seluruh faktor yang mempengaruhi Y t v(B) = bobot respon impuls (v +v

0 1 B+v 2 B 2 + ... + v k B )

k = orde fungsi transfer. Deret input dan output pada persamaan (3.1) dapat ditransformasikan agar menjadi stasioner. Untuk membedakan persamaan yang telah ditransformasi maka nilai Y t ,X t dan N t pada persamaan ditulis dengan huruf kecil. Orde dari fungsi transfer adalah k dan menjadi orde tertinggi untuk proses pembedaan. Terkadang nilai k lebih besar dari banyaknya lag pada korelasi silang. Oleh karena itu, nilai k tidak terlalu dibatasi. Berdasarkan alasan tersebut maka persamaan k = orde fungsi transfer. Deret input dan output pada persamaan (3.1) dapat ditransformasikan agar menjadi stasioner. Untuk membedakan persamaan yang telah ditransformasi maka nilai Y t ,X t dan N t pada persamaan ditulis dengan huruf kecil. Orde dari fungsi transfer adalah k dan menjadi orde tertinggi untuk proses pembedaan. Terkadang nilai k lebih besar dari banyaknya lag pada korelasi silang. Oleh karena itu, nilai k tidak terlalu dibatasi. Berdasarkan alasan tersebut maka persamaan

ω(B)B b

v(B) =

dengan ω(B) = ω

0 −ω 1 B−ω 2 B − ... − ω s B

2 δ(B) = 1 − δ r

1 B−δ 2 B − ... − δ r B

2 θ(B) = 1 − θ q

1 B−θ 2 B − ... − θ q B

B 2 B φ(B) = 1 − φ p p B−φ 2 − ... − φ p

y t =nilai Y t yang telah ditransformasi x t =nilai X t yang telah ditransformasi

a t =nilai gangguan acak r, s, p, q, b =orde dari parameter-parameter model fungsi transfer

Pada fungsi transfer multivariat terdapat beberapa variabel input X yang dimasukkan dalam suatu pemodelan. Bentuk umum persamaan model fungsi transfer multivariat adalah sebagai berikut: (Wei, 2005)

v j (B)x jt +n t

j=1

dimana v bj j (B) = ω j (B)B /δ j (B) adalah fungsi transfer ke-j untuk deret input dimana v bj j (B) = ω j (B)B /δ j (B) adalah fungsi transfer ke-j untuk deret input

X y bj t =

[δ j (B)] −1 ω

j (B)B x jt + [φ j (B)] θ(B)a t (3.6)

j=1

y t = variabel tak bebas x jt = variabel bebas ke j ω j (B) = operator moving average orde s j untuk variabel ke-j δ j (B) = operator autoregressive orde r j untuk variabel ke-j θ(B) = operator moving average orde q φ(B) = operator autoregressive orde p

a t = nilai residual Jika deret input x it dan x jt tidak berkorelasi untuk i 6= j maka analisis dan perhitungan sama seperti model fungsi transfer input tunggal. Sedangkan untuk deret multivariat x it dan x jt dengan i 6= j yang saling berkorelasi maka dilakukan analisis korelasi silang (cross correlation) antar deret runtun waktu untuk mengetahui deret mana yang harus dikeluarkan dari model.

3.3 Prosedur untuk Menentukan Model Fungsi Transfer