pendekatan yuridis normatif. Penelitian deskriptif lebih mengutamakan data sekunder atau library research, yakni :
a. Bahan hukum primer, berupa Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2009
dan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2007 tentang Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika Provinsi, dan Badan
Narkotika KabupatenKota. b.
Bahan hukum sekunder, berupa bukun – buku bacaan yang ada hubungannya dengan materi penelitian ini.
Disamping data sekunder diatas dilakukan pula penelitian terhadap data primer sebagai bahan pendukung penelitian ini, yakni yang diperoleh dari
informasi dan narasumber.
G. Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan library research untuk mendapatkan konsepsi
teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian terdahulu yang berhubungan dengan objek telaahan penelitian ini yang dapat berupa
peraturan perundang – undangan, buku, tulisan ilmiah dan karya ilmiah lainnya.
1 Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan dengan studi kepustakaan tersebut selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode analisis kualitatif yang
didukung oleh logika berfikir secara deduktif.
Universitas Sumatera Utara
H. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam skripsi ini dibagi kepada empat bab yaitu : BAB I
: Yang berjudul Pendahuluan yang telah diuaraikan penulis secara singkat yakni tentang Latar Belakang Masalah,
Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Keaslian Penulisan,
Tinjauan kepusatakaan, Metode Penelitian,
Sistematika Penulisan. BAB II
: Berjudul Peranan Badan Narkotika Nasional BNN dalam Pencegahan Tindak Pidana Narkotika yang dalam sub babnya
dibahas tentang Badan Norkotika sebagai Koordinator, Badan Norkotika sebagai Pendukung dan Badan Narkotika Nasional
dalam Kebijakan dan Strategi Nasional Program P4GN BAB III
: Berjudul Peranan Badan Narkotika Nasional BNN dalam Proses Pemeriksaan Tindak Pidana Narkotika yang di dalam
sub babnya dibahas tentang Badan Narkotika Nasional sebagai Penyidik Tindak Pidana Narkotika menurut Undang – Undang
No 35 Tahun 2009, Hubungan Penyidik dan Polri dan Penyidik Badan Narkotika Nasional dan disertai contoh – contoh
kasusnya. BAB IV
: Berjudul Kesimpulan dan Saran pada Bab terakhir ini penulis menarik suatu kesimpulan yang merupakan intisari dari skripsi
ini dan sekaligus merupakan pemecahan dari permasalahan yang ada. Selain daripada itu , penulis juga memberikan saran
Universitas Sumatera Utara
– saran dalam bab ini menurut kemampuan dan pengetahuan penulis selama masa perkuliahan.
Universitas Sumatera Utara
BAB II PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM
PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA SEBELUM DAN SESUDAH BERLAKUNYA UNDANG –UNDANG NOMOR 35
TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA
A. Sebelum Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 1 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika
Penggunaan obat-obatan terlarang jenis opium sudah lama dikenal di Indonesia, jauh sebelum pecahnya Perang Dunia ke-2 pada zaman penjajahan
Belanda. Pada umumnya para pemakai candu opium tersebut adalah orang- orang Cina. Pemerintah Belanda memberikan izin pada tempat-tempat tertentu
untuk menghisap candu dan pengadaan supply secara legal dibenarkan berdasarkan undang-undang. Orang-orang Cina pada waktu itu menggunakan
candu dengan cara tradisional, yaitu dengan jalan menghisapnya melalui pipa panjang. Hal ini berlaku sampai tibanya Pemerintah Jepang di Indonesia.
Pemerintah pendudukan Jepang menghapuskan Undang-Undang itu dan melarang pemakaian candu Brisbane Ordinance.
Ganja Cannabis Sativa banyak tumbuh di Aceh dan daerah Sumatera lainnya, dan telah sejak lama digunakan oleh penduduk sebagai bahan ramuan
makanan sehari-hari. Tanaman Erythroxylon Coca Cocaine banyak tumbuh di Jawa Timur dan pada waktu itu hanya diperuntukkan bagi ekspor.
Untuk menghindari pemakaian dan akibat-akibat yang tidak diinginkan, Pemerintah Belanda membuat Undang-undang Verdovende Middelen
Ordonantie yang mulai diberlakukan pada tahun 1927 State Gazette No.278
28
Universitas Sumatera Utara
Juncto 536. Meskipun demikian obat-obatan sintetisnya dan juga beberapa obat lain yang mempunyai efek serupa menimbulkan kecanduan tidak dimasukkan
dalam perundang-undangan tersebut. Setelah kemerdekaan, Pemerintah Republik Indonesia membuat
perundang-undangan yang menyangkut produksi, penggunaan dan distribusi dari obat-obat berbahaya Dangerous Drugs Ordinance dimana wewenang diberikan
kepada Menteri Kesehatan untuk pengaturannya State Gaette No.419, 1949. Baru pada waktu tahun 1970, masalah obat-obatan berbahaya jenis narkotika
menjadi masalah besar dan nasional sifatnya. Pada waktu perang Vietnam sedang mencapai puncaknya pada tahun 1970-an, maka hampir di semua negeri, terutama
di Amerika Serikat penyalahgunaan obat narkotika sangat meningkat dan sebagian besar korbannya adalah anak-anak muda. Nampaknya gejala itu
berpengaruh pula di Indonesia dalam waktu yang hampir bersamaan. Menyadari hal tersebut maka Presiden mengeluarkan instruksi No.6 tahun
1971 dengan membentuk badan koordinasi, yang terkenal dengan nama BAKOLAK INPRES 671, yaitu sebuah badan yang mengkoordinasikan antar
departemen semua kegiatan penanggulangan terhadap berbagai bentuk yang dapat mengancam keamanan negara, yaitu pemalsuan uang, penyelundupan,
bahaya narkotika, kenakalan remaja, kegiatan subversif dan pengawasan terhadap orang-orang asing.
Kemajuan teknologi dan perubahan-perubahan sosial yang cepat, menyebabkan Undang-Undang narkotika warisan Belanda tahun 1927 sudah
tidak memadai lagi. Maka pemerintah kemudian mengeluarkan Undang-Undang
Universitas Sumatera Utara
No.9 tahun 1976, tentang Narkotika. Undang-Undang tersebut antara lain mengatur berbagai hal khususnya tentang peredaran gelap illicit traffic.
Disamping itu juga diatur tentang terapi dan rehabilitasi korban narkotik pasal 32, dengan menyebutkan secara khusus peran dari dokter dan rumah sakit
terdekat sesuai petunjuk menteri kesehatan. Pada masa ini merupakan periode pertama dari perkembangan kelembagaan Badan Narkotika Nasional yang
didirikan berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 1971, dalam hal ini peran Badan Narkotika Nasional terdapat di dalam penjelasan pasal 34 menurut
Undang – Undang no 9 tahun 1976 yaitu melakukan pengawasan dan berkoordianasi dengan penyidik dalam rangka penanggulangan masalah
penyalahgunaan narkotika. Dengan semakin merebaknya kasus penyalahgunaan narkoba di Indonesia,
maka UU Anti Narkotika mulai direvisi. Sehingga disusunlah UU Anti Narkotika nomor 221997, menyusul dibuatnya UU Psikotropika nomor 51997. Dalam
Undang-Undang tersebut mulai diatur pasal-pasal ketentuan pidana terhadap pelaku kejahatan narkotika, dengan pemberian sanksi terberat berupa hukuman
mati. Tujuan dibentuknya undang – undang ini adalah untuk menjamin
ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan danatau pengembangan ilmu pengetahuan, mencegah terjadinyapenyalahgunaan narkotika
dan memberantas peredaran gelap narkotika. Upaya pencegahan dan pemberantasan terhadap penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika perlu dilaksanakan secara komprehensif dan
Universitas Sumatera Utara
multidimensional, dengan melibatkan berbagai pihak yang terkait baik pemerintah maupun masyarakat.
Pencegahan dan Pemberantasan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dilakukan dengan membangun upaya pencegahan yang berbasis
masyarakat, termasuk didalamnya melalui jalur pendidikan sekolah maupun luar sekolah dengan menggugah dan mendorong kesadaran masyarakat, kepedulian
san peran serta aktif masyarakat. Motto yang menjadi pendorong semangat adalah “ Mencegah Lebih Baik Daripada Mengobati “.
Pemerintah juga mengupayakan kerjasama bilateral, regional, multilateral dengan negara lain danatau badan internasional guna mencegah dan memberantas
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika sesuai dengan kepentingan nasional. Pemerintah membentuk sebuah badan koordinasi narkotika tingkat
nasional yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Badan ini mempunyai tugas melakukan koordiansi dalam rangka ketersediaan, pencegahan
dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Di dalam penjelasan Keputusan Presiden no 17 Tahun 2002 dinyataka
bahwa Badan Narkotika Nasional BNN dalam kegiatan Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika melaksanakan
beberapa peran yaitu sebagai berikut :
a. Bidang Pencegahan, dengan memberikan pembinaan kepada masyarakat
tentang bahaya narkotika, mendorong dan menggugah kesadaran masyarakat untuk tidak mengkonsumsi narkotika, serta membangktikan
peran aktif serta kepedulian masyarakat untuk memerangi narkotika.
Universitas Sumatera Utara
b. Bidang Rehabilitasi,
dilakukan dengan cara medis dan sprtitual dalam mengobati orang yang telah mengkonsumsi narkotika yang bertujuan
untuk menyembuhkan dan memulihkan kesehatan fisik dan mental jiwa dri pda pemakai narkotika. Rehabilitasi sosial bekas pecandu narkotika
dilakukan pada lembaga rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Menteri
Sosial. c. Bidang Penegakan Hukum,
menggelar operasi rutin dengan target daerah merah kawasan jual-beli untuk dijadikan kawasan hijau wilayah
bebas narkoba. Hal ini merupakan langkah untuk meminimalkan atau membendung penyalahgunaan narkoba yang tidak mengenal waktu, lokasi
dan korbannya.
Pada masa ini merupakan perkembangan ketiga dari Badan Narkotika Nasional, akan tetapi badan narkotika nasional pada masa itu dianggap kurang
begitu efektif dikarenakan lembaga tersebut hanya bersifat koordinatif dan administratif.
Dalam hal ini masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan serta dalam membantu upaya pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Masyarakat wajib melaporkan kepada pejabat yang berwenang apabila mengetahui adanya penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika.
Universitas Sumatera Utara
2 Peraturan Presiden No 83 Tahun 2007 Tentang Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika Provinsi, Badan Narkotika KabupatenKota
Penyalahgunaan narkotika, psikotropika, prekursor dan bahan adiktif lainnya sudah semakin meningkat sehingga membutuhkan penanganan yang lebih
komprehensif yang menuntut pengembangan organisasi secara proporsional di pusat dan daerah. Kemudian dalam rangka menjamin keterpaduan dalam
penyusunan kebijakan dan pelaksanaan operasional di bidang ketersediaan, pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika,
psikotropika, prekursor dan bahan adiktif lainnya perlu peningkatan koordinasi antar instansi pemerintah.
Hal ini yang mendorong pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 yang merupakan revisi dari Keputusan Presiden Nomor
17 Tahun 2002. Peran Badan Narkotika Nasional jika dikaitkan dengan pencegahan tindak
pidana narkotika adalah suatu realitas yang tidak mungkin dilepaskan, sesuai dengan Pasal 3, Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 tentang Badan
Narkotika Nasional, Badan Narkotika Provinsi, dan Badan Narkotika KabupatenKota adalah sebagai berikut :
a Melakukan pengkoordinasian dengan instansi pemerintah terkait dalam
penyusunan kebijakan dan pelaksanaan kebijakan operasional di bidang ketersediaan dan pencegahan, pemberantasan penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika, psikotropika, prekursor dan bahan adiktif lainnya atau dapat disingkat dengan P4GN. Pengkoordinasian ini meliputi
berbagai hal yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Pengoordinasian instansi pemerintah terkait dalam penyiapan dan
penyusunan kebijakan di bidang ketersediaan dan P4GN 2.
Pengoordinasian instansi pemerintah terkait dalam pelaksanaan kebijakan di bidang ketersediaan dan P4GN serta pemecahan
permasalahan dalam pelaksanaan tugas 3.
Pengoordinasian instansi pemerintah terkait dalam kegiatan pengadaan, pengendalian, dan pengawasan di bidang narkotika
psikotropika, prekursor, dan bahan adiktif lainnya. 4.
Pengoordinasian BNP dan BNKKota berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan di bidang P4GN
5. Pengoordinasian antara instansi pemerintah terkait maupun
komponen masyarakat dalam pelaksanaan rehabilitasi dan penyatuan kembali ke dalam masyarakat serta perawatan lanjutan
bagi penyalahguna danatau pecandu narkotika dan psikotropika serta bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau
dan alkohol di tingkat pusat dan daerah; 6.
pengoordinasian peningkatan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial pecandu narkotika dan psikotropika
serta bahan adiktif lainnya, kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun
masyarakat; b
Membentuk satuan satgas yang terdiri atas unsur instansi pemerintah terkait sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya masing-masing.
Universitas Sumatera Utara
c Menyusun perumusan kebijakan nasional di bidang pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, dan prekursor serta bahan adiktif lainnya kecuali bahan
adiktif untuk tembakau dan alkohol yang selanjutnya disingkat dengan P4GN;
d Menyusun dan perumusan kebijakan teknis pencegahan, pemberdayaan
masyarakat, pemberantasan, rehabilitasi, hukum dan kerja sama di bidang P4GN;
e Melaksanakan pembinaan teknis di bidang P4GN kepada instansi vertikal
di lingkungan BNN; f
Menyelenggarakan pembinaan dan pelayanan administrasi di lingkungan BNN;
g Melaksanakan fasilitasi dan pengoordinasian wadah peran serta
masyarakat; h
Melaksanakan penyelidikan dan penyidikan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika
i Melakukan pemutusan jaringan kejahatan terorganisasi di bidang
narkotika, psikotropika, dan prekursor serta bahan adiktif lainnya, kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol;
j peningkatan kemampuan lembaga rehabilitasi penyalahguna danatau
pecandu narkotika dan psikotropika serta bahan adiktif lainnya, kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol berbasis komunitas terapeutik
atau metode lain yang telah teruji keberhasilannya;
Universitas Sumatera Utara
k Melaksanakan kerja sama nasional, regional, dan internasional di bidang
P4GN; l
Melakukan pengawasan fungsional terhadap pelaksanaan P4GN di lingkungan BNN;
Kemudian di dalam Bab II, Pasal 15 tentang peranan Badan Narkotika Propinsi dalam bidang pencegahan tindak pidana narkotika, adalah sebagai
berikut : a
Melakukan pengkoordinasian antara perangkat daerah dan instansi pemerintah di provinsi dalam penyusunan kebijakan dan pelaksanaan
kebijakan operasional BNN di bidang ketersediaan dan P4GN. b
Membentuk satuan satgas sesuai kebijakan operasional BNN yang terdir i dari atas unsur perangkat daerah dan instansi pemerintah di provinsi sesuai
dengan tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing. Selanjutnya peranan Badan Narkotika Nasional KabupatenKota di dalam
bidang pencegahan tindak pidana narkotika adalah sebagai berikut : a
Melakukan pengkoordinasian antara petangkat daerah dan instansi pemerintah di KabupatenKota, dalam penyiapan dan penyusunan
kebijakan pelaksanaan operasional di bidang P4GN b
Melakukan pengoperasian satgas yang terdiri dari atas unsur perangkat daerah dan instansi pemerintah di KabupatenKota di bidang P4GN sesuai
dengan bidang tugas, dan fungsi dan kewenangannya masing-masing
Universitas Sumatera Utara
c Pelaksanaan pemutusan jaringan peredaran gelap narkotika, psikotropika,
prekursor dan bahan adiktif lainnya melalui satuan tugas di lingkungan KabupatenKota sesuai dengan kebijakan operasional BNN
d Pembangunan dan pengembangan sistem informasi sesuai dengan
kebijakan operasional BNN Badan Narkotika Nasional mempunyai tugas membantu Presiden dalam
mengoordinasikan instansi pemerintah terkait dalam penyusunan kebijakan dan pelaksanaan kebijakan operasional di bidang ketersediaan dan pencegahan,
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, prekursor dan bahan adiktif lainnya atau dapat disingkat dengan P4GN.
Melaksanakan P4GN dengan membentuk satuan tugas yang terdiri atas unsur instansi pemerintah terkait sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya
masing masing di bidang Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika pencegahan yang ditempuh oleh Badan Narkotika
Nasional BNN adalah sebagai berikut :
Pencegahan Primer,
ditujukan pada anak-anak dan generasi muda yang belum pernah menyalahgunakan narkoba. Semua sektor masyarakat yang
berpotensi membantu generasi muda untuk tidak menyalahgunakan narkoba Kegiatan pencegahan primer terutama dilaksanakan dalam bentuk penyuluhan,
penerangan dan pendidikan
17
17
Strategi pencegahan primer bertujuan untuk mencegah pergeseran populasi yang awalnya pengguna tak berkala menjadi
pengguna rutin yang seharusnya masuk dalam informasi kategori frekuensi
http:www.beritaindonesia.co.idnasionalnarkoba-menyebar-ke-penjuru-negeri
, July 6, 2007 at 22:40 pm
Universitas Sumatera Utara
penggunaan narkoba, jumlah narkoba yang digunakan serta faktor-faktor yang berhubungan dalam proses transisi pecandu narkoba berat.
18
Kuratif disebut juga program pengobatan. Program kuratif ditujukan kepada pemakai narkoba. Tujuannya adalah mengobati ketergantungan dan
menyembuhkan penyakit sebagai akibat dari pemakaian narkoba, sekaligus menghentikan pemakaian narkoba. Tidak sembarang orang boleh mengobati
Pencegahan Sekunder adalah pencegahan yang ditujukan pada anak-
anak atau generasi muda yang sudah mulai mencoba-coba menyalahgunakan narkoba. Sektor-sektor masyarakat yang dapat membantu anak-anak, generasi
muda berhenti menyalahgunakan narkoba. Kegiatan pencegahan sekunder
menitikberatkan pada kegiatan deteksi secara dini terhadap anak yang menyalahgunakan narkoba, konseling perorangan dan keluarga pengguna,
bimbingan sosial melalui kunjungan rumah.
Pencegahan Tertier ditujukan pada korban Narkoba atau bekas korban
narkoba. Sektor-sektor masyarakat yang bisa membantu bekas korban Narkoba
untuk tidak menggunakan Narkoba lagi. Kegiatan pencegahan tertier dilaksanakan
dalam bentuk bimbingan sosial dan konseling terhadap yang bersangkutan dan keluarga serta kelompok sebayanya, penciptaan lingkungan sosial dan
pengawasan sosial yang menguntungkan bekas korban untuk mantapnya kesembuhan, pengembangan minat, bakat dan keterampilan kerja, pembinaan org
tua, keluarga, teman dmn korban tinggal, agar siap menerima bekas korban dgn baik jgn sampai bekas korban kembali menyalahgunakan Narkotika.
18
http:www. cribd.comdoc43029701Untitled , Mei 7, 2007 at 10.48 am
Universitas Sumatera Utara
pemakai narkoba. Pemakaian narkoba sering diikuti oleh masuknya penyakit- penyakit berbahaya serta gangguan mental dan moral. Pengobatannya harus
dilakukan oleh dokter yang mempelajari narkoba secara khusus. Pengobatan terhadap pemakai narkoba sangat rumit dan membutuhkan kesabaran luar biasa
dari dokter, keluarga, dan penderita. Inilah sebabnya mengapa pengobatan pemakai narkoba memerlukan biaya besar tetapi hasilnya banyak yang gagal.
Kunci sukses pengobatan adalah kerjasama yang baik antara dokter, keluarga dan penderita.
Rehabilitasi adalah upaya pemulihan kesehatan jiwa dan raga yang ditujukan kepada pemakai narkoba yang sudah menjalani program kuratif.
Tujuannya agar ia tidak memakai lagi dan bebas dari penyakit ikutan yang disebabkan oleh bekas pemakaian narkoba. Seperti kerusakan fisik syaraf, otak,
darah, jantung, paru-paru, ginjal, dati dan lain-lain, kerusakan mental, perubahan karakter ke arah negatif, asosial. Dan penyakit-penyakit ikutan HIVAIDS,
hepatitis, sifili dan lain-lain. Itulah sebabnya mengapa pengobatan narkoba tanpa upaya pemulihan rehabilitasi tidak bermanfaat. Setelah sembuh, masih banyak
masalah lain yang akan timbul. Semua dampak negatif tersebut sangat sulit diatasi. Karenanya, banyak pemakai narkoba yang ketika ”sudah sadar” malah
mengalami putus asa, kemudian bunuh diri. Program represif adalah program penindakan terhadap produsen, bandar,
pengedar dan pemakai berdasar hukum. Program ini merupakan instansi pemerintah yang berkewajiban mengawasi dan mengendalikan produksi maupun
distribusi semua zat yang tergolong narkoba.Selain mengendalikan produksi dan
Universitas Sumatera Utara
distribusi, program represif berupa penindakan juga dilakukan terhadap pemakai sebagai pelanggar undang-undang tentang narkoba. Instansi yang bertanggung
jawab terhadap distribusi, produksi, penyimpanan, dan penyalahgunaan narkoba adalah : Badan Obat dan Makanan POM, Departemen Kesehatan, Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai, Direktorat Jenderal Imigrasi, Kepolisian Republik Indonesia, Kejaksaan Agung Kejaksaan Tinggi Kejaksaan Negeri, Mahkamah
Agung Pengadilan Tinggi Pengadilan Negeri.
Upaya pencegahan di bidang Penegakan Hukum adalah upaya terpadu
dalam pemberantasan narkoba secara kompherehensif, organisasi kejahatan narkoba dengan menerapkan undang – undang dan peraturan – peraturan secara
tegas , konsisten dan dilakukan dengan sungguh – sungguh, serta adanya kerjasama anatar instansi dan kerjasama internasional yang saling
menguntungkan. Strategi yang dilakukan dalam pengakan hukum dimaksudkan
untuk :
a. Mengungkap dan memutus jaringan sindikat perdagangan dan peredaran gelap
narkoba, baik nasional maupun internasional. b.
Melakukan proses penanganan perkara sejak penyidikan sampai lembaga pemasyarakatan secara konsisten dan sungguh – sungguh.
c. Mengungkapkan motivasilatar belakang dari kejahatan penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkoba. d.
Pemusnahan barang bukti narkoba yang berhasil disita, khususnya terhadap narkotika dan psikotropika golongan I.
Universitas Sumatera Utara
e. Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian terhadap ketersediaan dan
peredaran prekursor serta penyitaan terhadap asset milik pelaku kejahatan perdagangan dan peredarn gelap narkoba
Untuk memperlancar pelaksanaan dan penyelenggaraan tugas dan fungsi BNN, yang diketuai oleh Kepala Kepolisian Negara Repbulik Indonesia,
dibentuklah Pelaksana Harian BNN, yang selanjutnya disebut sebagai Lakhar BNN yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Ketua BNN. Lakhar
BNN dipimpin oleh Kepala Pelaksana Harian yang selanjutnya disebut Kalakhar BNN.
Lakhar BNN mempunyai tugas memberikan dukungan teknis dan administratif kepada BNN di bidang ketersediaan dan P4GN. Lakhar BNN terdiri
atas sekretariat, inspektorat, pusat dan satuan tugas. BNN dalam operasionalnya ditingkat provinsi dilaksanakan oleh Badan
Narkotika Provinsi BNP dan pada tingkat kabupaten Kota oleh Badan narkotika KabupatenKota BNK. Sampai saat ini telah terbentuk 31 BNP dari 33 provinsi
dan baru terbentuk 270 BNK dari 460 Kabupaten Kota di seluruh Indonesia.
19
19
Pedoman P4GN Handbook Badan Narkotika Nasional , 2007 , hlm:70-73
Badan Narkotika KabupatenKota juga mempunyai peran yang sama dengan Badan Narkotika Nasional dan Badan Narkotika Propinsi yaitu
mengkoordinasikan perangkat daerah dan instansi pemerintah di KabupatenKota. Dalam melaksanakan tugas, setiap pempinan satuan organisasi di
lingkungan Lakhar BNN, Lakhar BNP, Lakhar BNKKota wajib melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap satuan organisasi di bawahnya.
Universitas Sumatera Utara
Ketua BNN wajib melaporkan pelaksanaan dan penyelenggaraan tugas dan fungsi BNN kepada Presiden secara berkala atau sewaktu – waktu jika
dipandang perlu. Ketua BNP melaporkan pelaksanaan dan penyelenggaraan tugas dan
fungsi BNP kepada Gubernur secara berkala atau sewaktu – waktunya jika dipandang perlu dan tembusannya disampaikan kepada BNN.
Ketua BNKKota melaporkan pelaksanaan dan penyelenggaraan tugas dan fungsi BNKKota kepada BupatiWalikota secara berkala atau sewaktu – waktu
jika dipandang perlu dan tembusannya disampaikan kepada BNN dan BNP. Dalam melaksanakan tugas BNN,BNP,BNKKota dapat mengikutsertakan peran
masyarakat.
B. Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009