KabupatenKota. Oleh karena itu penulis dapat menyatakan bahwa skripsi ini adalah murni merupakan hasil karya penulis.
E. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Tindak Pidana Narkotika
Tindak Pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenai hukuman pidana, dan pelaku ini dapat dikatakan merupakan subjek tindak pidana.
Dalam pandangan KUHP, yang dapat menjadi subjek tindak pidana adalah seorang manusia sebagai oknum. Ini mudah terlihat pada perumusan-perumusan
dari tindak pidana dalam KUHP, yang menampakkan daya berpikir sebagai syarat bagi subjek tindak pidana itu, juga terlihat pada wujud hukumanpidana yang
termuat dalam pasal-pasal KUHP, yaitu hukuman penjara, kurungan, dan denda.
5
Dalam peraturan perundang-undangan indonesia tidak ditemukan defenisi tindak pidana. Pengertian tindak pidana yang dipahami selama ini merupakan
kreasi teoritis para ahli hukum. Para ahli hukum pidana umumnya masih memasukkan kesalahan sebagai bagian dari pengertian tindak pidana. Demikian
pula dengan apa yang didefenisikan Simons dan Van Hammel. Dua ahli hukum
pidana Belanda tersebut pandangan-oandangannya mewarnai pendapat para ahli hukum pidana Belanda dan Indonesia hingga saat ini.
6
Simons
mengatakan bahwa tindak pidana itu adalah kelakuan yang diancam dengan pidana, bersifat melawab hukum, dan berhubungan dengan
kesalahan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab. Sedangkan
5
Romli Atmasasmita , Tindak Pidana Narkotika Transnasional dalam Sistem Hukum Pidana Indonesia ,
Bandung : Citra Aditya Bakti , 1997 , hal: 26.
6
Moh.Taufik Makarao, Tindak Pidana Narkotika, Jakarta : Ghalia Indonesia, 2003 , hal:35.
Universitas Sumatera Utara
Van Hamel mengatakan bahwa tindak pidana itu adalah kelakuan orang yang dirumuskan dalam undang-undang, bersifat melawan hukum, patut dipidana dan
dilakukan dengan kesalahan.
7
Begitu berpengaruhnya pandangan ahli-ahli hukum belanda tersebut, sehingga umunya diikuti oleh ahli-ahli hukum pidana indonesia, termasuk
generasi sekarang, Komariah E.Sapardjaja maengatakan tindak pidana adalah
suatu perbuatan manusia yang memenuhi perumusan delik, melawan hukum dan pembuat bersalah melakukan perbuatan itu.
8
Hal senada juga dikemukakan
Indriyanto Seno Adji
, dikatakannya tindak pidana adalah poerbuatan seseorang yang diancam pidana, perbuatannya bersifat melawan hukum, terdapat suatu
kesalahan dan bagi pelakunya dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya.
9
Di dalam Bab I Pasal I Ayat 1 KUHP berisi tentang “ nulum delictum nulla poena sine praevia lege poenale “, yang pada intinya menyatakan bahwa
tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali sudah ada ketentuan undang-undang yang mengatur sebelumnya asas legalitas. Akan tetapi perumusan ini mengalami
perkembangan luas di dalam rancangan KUHP terbaru di tahun 2004 yaitu pada ketentuan Pasal 1 ayat 1 tersebut tidak mengurangi berlakunya hukum yang
hidup atau hukum adat yang menentukan bahwa menurut adat setempat seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan
7
Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Dalam Hukum Pidana. Yogyakarta : Bina Aksara, 1983 Hlm : 24-25
8
Komariah E.Sapardjaja, Ajaran Melawan Hukum Materiil dalam Hukum Pidana Indonesia. Bandung : Alumni, 2002 Hlm : 22
9
Indriyanto Seno Adji, Korupsi dan Hukum Pidana, Jakarta : PT. Kencana, 2002 Hlm: 155
Universitas Sumatera Utara
perundang-undangan.
10
a. Narkotika apabila dipergunakan secara proprosional, artinya sesuai
menurut asas pemanfaatan, baik untuk kesehatan maupun untuk kepentingan penelitian ilmu pengetahuan, maka hal tersebut tidak dapat
dikuwalisir sebagai tindak pidana narkotika. Akan tetapi apabila dipergunakan untuk maksud – maksud yang lain dari itu, maka perbuatan
tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan tindak pidana dan atau penyalahgunaan narkotika berdasarkan Undang- undang Nomor 35 Tahun
2009. Hal ini dikenal dengan asas legalitas materiel. Dengan
aturan itu jelaslah bahwa RUU KUHP Tahun 2004 memberikan tempat bagihukum adat setempat sebagai sumber keputusan bagi hakim apabila ternyata
ada suatu perbuatan yang menurut hukum positif Indonesiabelumtidak diatur sebagai tindak pidana namun menurut masyarakat dianggap sebagai perbuatan
yang patut dipidana. Tindak pidana narkotika merupakan bentuk-bentuk kejahatan dan
pelanggaran dalam hal penyalahgunaan narkotika sebagai berikut :
b. Bentuk tindak pidana narkotika yang umum dikenal antara lain berikut ini:
1 Penyalahgunaan melebihi dosis, dalam hal ini meliputi kegiatan
memakai dalam bentuk tanaman atau yang bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 empat tahun dan paling lama
12 dua belas tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.800.000,000,00 delapan ratus juta rupiah dan paling banyak
10
http:www.scribd.comdoc19024789KUHP-Baru-Indonesia , 1 November 2006
Universitas Sumatera Utara
Rp.8.000.000.000,00 delapan miliar rupiah. Apabila beratnya melebihi 5 lima gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur
hidup atau pidana penjara paling singkat 5 lima tahun dan paling lama 20 dua puluh tahun dan pidana maksimum denda sebagaimana
dimaksud diatas ditambah 13 sepertiga. 2
Pengedaran narkotika ini dilakukan tanpa pengawasan dari Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan dan tidak dilengkapi dengan
dokumen yang sah. Kegiatan ini meliputi Ekspor dan Impor. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor,
mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 lima tahun dan paling lama
15 lima belas tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.1.000.000.000,00 satu miliar rupiah dan paling banyak
Rp.10.000.000.000,00 sepuluh miliar rupiah. Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika
Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 satu kilogram atau melebihi 5 lima
batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya melebihi 5 lima gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara
seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 lima tahun dan paling lama 20 dua puluh tahun dan pidana denda maksimum
sebagaimana dimaksud diatas ditambah 13 sepertiga.
Universitas Sumatera Utara
3 Jual beli narkotika. Ini pada umumnya dilatarbelakangi oleh motivasi
untuk mencari keuntungan materil, namun ada juga karena motivasi untuk kepuasan.
Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual
beli, menukar , atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat 5 lima tahun dan paling lama 20 dua puluh tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 satu miliar rupiah
dan paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 sepuluh miliar rupiah. Apabila bentuk tanaman tersebut beratnya melebihi 1 satu kilogram
atau melebihi 5 lima gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 6
enam tahun dan paling lama 20 dua puluh tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana yang dimaksud diatas ditambah 13
sepertiga. Penyalahgunaan narkotika merupakan bahaya yang amat merugikan bagi
suatu negara. Hal ini disebabkan tindak pidana narkotika oleh generasi muda akan memberikan dampak buruk baik jasmani atau rohani dari generasi muda, sehingga
memberikan kerugian yang amat besar bagi negara dan bangsa Indonesia. Dilihat dari uraian diatas maka dapat digambarkan bahwa tindak pidana
narkotika merupakan tindak pidana yang sangat kompleks, sehingga
Universitas Sumatera Utara
diperlukannya usaha pencegahan sejak dini baik dalam bentuk penal hukum pidana dan non penal diluar hukum pidana.
Penyalahgunaan narkotika merupakan tindak pidana yang mempunyai kekhususan tersendiri dibandingkan tindak pidana umumnya. Ciri-ciri khusus
tindak pidana narkotika adalah sebagai berikut :
11
1. Suatu kejahatan terorganisir dalam jaringan sindikat, jarang kasus
narkotika tidak merupakan sindikat terutama heroin. 2.
Berlingkup Internasional, tidak lokal sifatnya. Walaupun di Indonesia tanaman ganja dapat tumbuh, tapi konsumennya diseluruh dunia sehingga
dapat dikirim keluar negeri. 3.
Pelakunya dengan sistem sel artinya antara konsumen dan pengedar tidak ada hubungan langsung terputus sehingga apabila konsumen tertangkap
maka sulit untuk diketahui pengedarnya, demikian pula sebaliknya. 4.
Dalam tindak pidana narkotika pelaku juga korban sehingga kejahatan narkotika pelaporannya sangat minim.
Di dalam rancangan KUHP pada pasal 50 Tahun 2004, yang disusun oleh Tim Pengkajian Bidang Hukum Pidana dapat dijumpai tujuan pemidanaan :
1. Untuk mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma
hukum demi penganyoman masyarakat 2.
Untuk memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan, sehingga menjadikannya orang yang baik dan berguna
11
Djoko Prakoso, Kejahatan-kejahatan yang Merugikan dan Membahayakan Negara”
Jakarta, Bina Aksara hal : 477
Universitas Sumatera Utara
3. Untuk menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana,
memulihkan keseimbangan, dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat.
4. Untuk membebaskan rasa bersalah pada terpidana.
Ketentuan mengenai pidana ini berlaku juga terhadap tindak pidana narkotika, hal ini sesuai menurut ketentuan Pasal 102 Undang – Undang Nomor
22 Tahun 1997, pada intinya mengemukakan bahwa masih tetap diberlakukan undang – undang lama sepanjang tidak bertentangan danatau belum diganti
dengan peraturan baru berdasarkan undang – undang ini. Oleh karena itu, sehubungan dengan sanksi terhadap tindak pidana
narkotika yang disebuntukan dalam Bab XII Undang – Undang Nomor 22 Tahun 1997 yang terdapat pada Pasal 78 sampai dengan 99 adalah tindak kejahatan,
kecuali tersebut dalam pasal 100 adalah merupakan pelanggaran. Di dalam pasal – pasal tersebut jelas sanksi yang diatur oleh Pasal 10
Kitab Undang – Undang Hukum Pidana, dan itu diatur pula secara tegas dalam Undang – Undang Nomor 22 Tahun 1997, termasuk di dalamnya mengenai
hukuman Pidana Mati. Yang dinyatakan secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997, pada Pasal 80 dan beberapa pasal kemudian.Namun
dengan berjalannya waktu Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1997 ini mengalami revisi kembali sehingga dibentuklah undang – undang baru yaitu Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 yang memiliki sanksi lebih memberatkan, yang ketentuan pemidanaannya terdapat di dalam Bab XV pasal 111 sampai dengan pasal 148.
Universitas Sumatera Utara
Akan tetapi, jika ditinjau melalui pendekatan filosofis kemanusiaan bahwa hukuman dengan pidana mati sangat pantas dijatuhkan kepada para penyalahguna
narkotika tersebut, terutama terhadap jaringan dan para pengedarnya. Oleh karena akibat dari perbuatan tersebut sangat berat bobot kejahatannya, yang pada
akhirnya dapat menghancurkan hampir kebanyakan generasi muda dari sebuah bangsa.
Dan pada akhirnya, seperti lazimnya berat ringan penjatuhan pidana sangat tergantung kepada proses sidang peradilan dan keyakinan serta penilaian hakim
yang melakukan pemeriksaan atas suatu perkara pidana.
2. Sejarah Berdirinya Badan Narkotika Nasional