BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Acquired Imune Deficiency Syndrome AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit yang di sebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus HIV. Virus
HIV ditemukan dalam cairan tubuh terutama darah, cairan sperma, cairan vagina, air susu ibu.Virus tersebut akan merusak sistem kekebalan tubuh manusia dan
mengakibatkan turunnya atau hilangnya daya tahan tubuh manusia sehingga mudah untuk terjangkit penyakit infeksi Depkes RI, 2003.
Di Asia epidemik HIV masih banyak terkonsentrasi pada Injecting Drug User IDU, laki-laki berhubungan seks dengan laki-laki, dan penjaja seks
heteroseksual maupun homo seksual beserta pelanggan maupun partner seks tetapnya. Dikebanyakan negara berpendapatan tinggi, seks antar lelaki berperan
penting dalam penyebaran HIV sedangkan peran IDU bervariasi. Sejak ditemukan tahun 1987, secara kumulatuf jumlah kasus penderita AIDS di Indonesia sampai
dengan 30 Setptember 2009 sebanyak 18,442 kasus. Penularan kasus AIDS tertinggi terjadi melalui pengguna NAPZA suntik penasun 40,7, dan
homoseksual 3,4. Proporsi penderita paling banyak ditemukan pada kelompok umur 20-29 tahun 49,57, disusul kelompok umur 30-39 tahun 29,84, dan
kelompok umur 40-49 tahun 8,71 KPA Nasional,2009. Situasi epidemi HIVAIDS di dunia maupun di Indonesia memang tergolong
memprihatinkan. HIVAIDS di Indonesia sejak ditemukan pertama kali pada tahun 1987 hingga kini jumlah penderitanya semakin meningkat,secara kumulatif
jumlah penderita HIVAIDS di Indonesia dari 1 April 1987 sampai dengan 30 Juni 2014 mencapai 142.950 penderita HIV dan 55.623 penderita AIDS, dan telah
merenggut 9.760 jiwa Ditjen PP PL Kemenkes RI,2014. perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
Banyaknya jumlah penderita HIVAIDS di Indonesia juga disebabkan oleh berbagai media penularannya. Berikut jumlah kumulatif kasus AIDS menurut
risikonya. Tabel 1
Jumlah Kumulatif Kasus AIDS di Indonsia Menurut Faktor Risiko sdJuni 2014
No Faktor risiko
AIDS
1 Heteroseksual
34.187 2
Homo –biseksual
1.298 3
IDU 8.451
4 Transfusi darah
129 5
Transfusi Perinatal 1.499
6 Tidak diketahui
9.532 Sumber : Ditjen PP PL Kemenkes RI,2014;http:spiritia.or.id
Merebaknya epidemik HIV dan AIDS telah menjadi permasalahan dunia yang membutuhkan penanganan secara komprehensif dengan melibatkan berbagai
elemen masyarat dunia, mulai dari Negara, Lembaga Swadaya Masyarakat LSM, masyarakat internsional dan Persatuan Bangsa-Bangsa PBB. Epidemi
HIVAIDS ini terkonsentrasi di negara berkembang seperti benua Afrika dan Asia. Keseriusan dunia dalam menanggulangi HIVAIDS tercetus dalam tujuan
pembangunan millennium Millenium Development GoalsMDGs yang disponsori oleh badan dunia PBB. Diharapkan MDGs ini telah tercapai pada
tahun 2015 WHO, 2011. Indonesia termasuk salah satu negara yang ikut menyepakati MDGs bersama
189 negara lainnyaWHO, 2011. Namun hingga saat ini prevalensi HIVAIDS masih meningkat, dan bila tidak ditangani secara serius Indonesia bisa dianggap
gagal dalam mencapai MDGs. Beberapa
negara, seperti
Thailand program
pencegahan dan
penanggulangan HIVAIDS yang difokuskan kepada laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan para Penjaja Seks Komersial PSK yang menunjukkan
keberhasilan dalam penggunaan kondom yang dikenal sebagai wajib kondom 100 bagi laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan PSK di lokalisasi
pelacuran dan di rumah border. Hal ini di Indonesia tidak dijalankan seperti di perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
Thailand, di Thailand penggunaan kondomnya jelas dilokalisir pada tempat- tempat pelacuran sedangkan di Indonesia tidak diterapkan di lokalisasi pelacuran
hanya adanya kewajiban memakai kondom seperti dalam Perda-Perda yang sudah ada Hanifa,2009.
Menurut Ditjen PPM PL Kemenkes RI 2014 realitas yang terjadi menunjukkan bahwa banyak program maupun kegiatan dalam strategi
pencegahan dan pengendalian HIVAIDS di Indonesia kurang memperhatikan atau bahkan belum menyesuaikan dengan karakteristik masing-masing kelompok
populasi. Pada umumnya strategi pencegahan HIVAIDS berlaku sama untuk semua daerah, kelompok sasaran dan kurang fleksibel. Padahal, upaya atau
program pencegahan dan pengedalian HIVAIDS yang fleksibel yakni dilakukan dengan pertimbangan sesuai dengan karakteristik kelompok populasi akan lebih
efektif dibanding dengan yang konvensional atau tidak sesuai dengan karakteristik kelompok atau populasi Ditjen PP PL Kemenkes RI, 2014.
Karakteristik setiap kelompok menjadi penting untuk diakomodasi dalam rangka penerapan program dan kebijakan pencegahan dan pengendalian
HIVAIDS di Indonesia. Selain itu, faktor kondisi geografis juga perlu diperhatikan, kondisi geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan yang
meliputi berbagai wilayah dengan topografi yang berbeda beda. Faktor geografis turut memiliki pengaruh dalam pelaksanaan strategi pencegahan dan
pengendalian HIVAIDS di Indonesia, misalnya Provinsi-Provinsi di Papua yang secara topografis terdiri dari pegunungan, aksesibilitasnya sangat sulit dan
sekaligus menjadi wilayah yang jauh dari ibukota negara, namun banyak penduduknya yang tertular HIVAIDS. Dari dua Provinsi di Papua, yakni Papua
dan Papua Barat menduduki peringkat pertama dan kedua dalam jumlah kasus HIVAIDS per 100.000 penduduk di 33 Provinsi di Indonesia dengan 359.43
kasus di Papua, dan 228.03 kasus di Papua Barat Ditjen PP PL Kemenkes RI,2014.
Wanita pekerja seks komersial dan pelanggannya merupakan seseorang yang sangat berisiko tinggi dalam menularkan penyakit HIVAIDS karena melakukan
perilaku seksual yang tidak aman. Pelanggan seks komersial adalah salah satu penyebab penyebaran PMS HIVAIDS disaat melakukan hubungan seksual
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
tanpa menggunakan kondom. Hubungan seks tanpa menggunakan kondom antara pekerja seks komersial dengan pelanggannya adalah merupakan cara penularan
HIVAIDS terbesar kedua di Indonesia. Pekerja seks komersial menyumbang 5,9 sebagai kelompok berisiko terinfeksi HIVAIDS Dirjen PPM PL
Kemenkes RI,2014. Penggunaan kondom adalah salah satu alat yang bisa dipakai dan
dipergunakan oleh pekerja seks komersial baik laki-laki maupun wanita dan bisa dipakai oleh pelanggannya yang berfungsi untuk mencegah atau mengurangi cara
penularan transmisi beberapa penyakit PMS yang disebabkan oleh hubungan seksual dari pasangan wanita ataupun sebaliknya. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Charles Surjadi, 1999 selain pengetahuan, umur, pendidikan, status perkawinan, juga mempengaruhi penggunaan kondom. Menurut penelitian
Sedyaningsih 1999 pada penjaja seks di Kramat Tunggak bahwa dari segi karakteristik umur, pendidikan, daerah asal, lama bekerja berpengaruh dalam
perilaku penggunaan kondom pada pelanggannya. Hal ini dikarenakan perilaku dalam penggunaan kondom dalam melakukan hubungan seksual masih sangat
rendah hasilnya, yaitu masih dibawah 30 berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Komisi Penanggulangan AIDS Nasional pada tahun 2010, jumlah
ini jauh di bawah target Inpres tiga tahun 2010 untuk pencapaian pada tahun 2011 yaitu 35 pada perempuan dan 20 pada laki-laki, serta target pencapaian
MDGS pada 2014 yaitu 65. Sedangkan prosentase remaja usia 15-24 tahun yang memiliki pengetahuan komprehensif tentang HIVAIDS pada tahun 2010,
juga hanya mencapai 16,8, jauh dari target Inpres 3 tahun 2010 untuk 2011 yaitu 70 dan target MDGS yaitu 95. Dirjen PPM PL Kemenkes RI, 2010.
Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri dari lima Kabupaten yaitu Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, Kabupaten Kulonprogo, Kabupaten Gunungkidul dan
Kabupaten Bantul. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di Dinas Kesehatan Yogyakarta dan PKBI didapatkan data bahwa data kasus
berdasarkan asal penderita adalah sebagai berikut: perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 2. Data kasus HIV dan AIDS di Yogyakarta berdasarkan asal penderita
No Asal Penderita
AIDS HIV
Jumlah
1 Kota Yogya
232 482
714 2
Kabupaten Bantul 213
293 506
3 Kabupaten Kulonprogo
49 71
120 4
Kabupaten Sleman 257
317 574
5 Kabupaten Gunung Kidul
86 45
131 6
Luar DIY 211
237 448
7 Tidak Diketahui
36 59
95 Jumlah
1084 1504
2588 Sumber : PKBI DIY Update data Triwulan I tahun 2014
Di Daerah Istimewa Yogyakarta, kasus HIV hingga tahun 2013 adalah 1.245 kasus. Penularan yang paling banyak terjadi di DIY adalah heteroseksual.
Perilaku seksual yang tidak aman akan memberikan konstribusi peningkatan penyebaran HIV tersebut. Sejumlah tempat-tempat prostitusi terselubung dapat
ditemukan dengan mudah di kota pendidikan, budaya sekaligus pariwisata ini. Mulai dari lokalisasi Sarkem yang begitu melegenda, ratusan salon plus-plus,
penampungan atau akuarium, panti pijat dan spa, gadis warnet hingga gadis panggilan high clas.
Sosrowijayan atau sering dikenal dengan Pasar Kembang adalah salah satu tempat prostitusi yang popular di Kota Yogyakarta berdasarkan data dari Dinas
Kesehatan Yogyakarta data pada bulan Oktober 2014 di Lokalisasi pasar Kembang terdapat 554 pekerja seks komersial yang mana dari jumlah tersebut
sejumlah 307 orang menjalani pemeriksaan PMCTV dan didapatkan 22 orang terkena AIDS sedangkan 137 terinfeksi HIV.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
B. Rumusan Masalah