Full Text Dwi Ratnaningsih

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU PENCEGAHAN HIV/AIDS PADA WANITA PEKERJA SEKS

KOMERSIAL

Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat

TESIS

Disusun Oleh DWI RATNANINGSIH

S021308020

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2015


(2)

(3)

(4)

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas

rahmat dan karunianya sehingga peneliti dapat menyelesaikan tesis dengan judul “

Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Pencegahan HIV/AIDS Pada Wanita Pekerja Seks Komersial. Pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan baik selama proses pendidikan maupun menyelesaikan tesis ini. .

1. Prof. dr. Bhisma Murti, MPH., MSc,Ph.D, selaku Kepala Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Prof.Dr.Ismi Dwi Astuti Nurhaeni,M,Siselaku penguji,yang telah memberikan masukan dan saran dalam tesis ini.

3. Prof.dr. AA Subiyanto, MS, selaku dosen pembimbing utama yang telah memberikan arahan, perhatian, bimbingan, dorongan serta saran-saran dalam tesis ini.

4. Dr. Argyo Demartoto, M.Si, selaku pembimbing dua dalam penelitian ini yang telah memberikan bimbingan dan masukannya.

5. Kedua orang tuaku tercinta yang telah memberikan doa serta kasih sayangnya kepada peneliti dan tak henti hentinya memberikan semangat dan motivasi. 6. Suamiku dan anak anakku tercinta yang telah memberikan semangat dan kasih

sayangnya sehingga peneliti mampu melewati kesulitan dalam hal apapun.

Peneliti menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan tesis ini, untuk itu peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan tesis ini. Akhirnya peneliti berharap semoga penelitian tesis ini dapat bermanfaat bagi peneliti pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Surakarta, Agustus 2015 Peneliti


(6)

Dwi Ratnaningsih.2015.FACTORS AFFECTING BEHAVIOR ON HIV/AIDS PREVENTION IN WOMEN SEX WORKERS.Supervisor I Prof AA Soebijanto, MS, II DR.Argyo Demartoto, M. Si, Faculty of Public Health

Science,Graduate Program Sebelas maret University, Surakarta.

ABSTRACT

Background: Acquired Imune Deficiency Syndrome (AIDS) is a collection of symptoms that are caused by the Human Immunodeficiency Virus (HIV). HIV / AIDS in Indonesia since it was first discovered in 1987 up to now the number of sufferers is increasing, the cumulative number of HIV / AIDS in Indonesia from 1 April 1987 to June 30, 2014 reached 55 623 142 950 people living with HIV and AIDS, and has claimed 9760 soul. Commercial sex workers and their clients is someone who is very risky in transmitting the HIV / AIDS because doing unsafe sexual behavior and without using a condom. The purpose of this study was to examine the factors that influence the behavior of pencehagan HIV / AIDS in women commercial sex workers.

Subjects and Methods: The study was observational analytic research with cross sectional design. Localization research sites in Pasar Kembang Yogyakarta with a sample of female sex workers in the localization of 160 people with a sampling technique is purposive sampling. The technique of collecting data using questionnaires and literature. Data analysis using logistic regression.

Result: there is a positive effect was not statistically significant of education (OR = 1.33; CI = 95%; 0.64 to 2.78; p = 0.450) on the behavior of HIV-AIDS prevention. There is a positive effect statistically significant from the availability of condoms (OR = 0.10; CI = 95%; 0.03 to 0.38; p = 0.001) on the behavior of HIV-AIDS prevention. There is a positive effect of knowledge statistically significant (OR = 2.31; CI = 95%; 1.16 to 4.61; p = 0.018) on the behavior of HIV-AIDS prevention.

Conclusion: the factors that significantly influence the prevention of HIV / AIDS is knowledge and the availability of condoms.

Keywords: knowledge, education, the availability of condoms, prevention of HIV / AIDS


(7)

Dwi Ratnaningsih.2015.FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU PENCEGAHAN HIV/AIDS PADA WANITA PEKERJA SEKS KOMERSIAL.TESIS. Pembimbing I Prof AA Soebijanto, MS, II DR.Argyo Demartoto, M. Si, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Program Pasca Sarjana, Universitas Sebelas Maret, Surakarta

ABSTRAK

Latar Belakang: Acquired Imune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang di sebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). HIV/AIDS di Indonesia sejak ditemukan pertama kali pada tahun 1987 hingga kini jumlah penderitanya makin meningkat,secara kumulatif jumlah penderita HIV/AIDS di Indonesia dari 1 April 1987 sampai dengan 30 Juni 2014 mencapai 142.950 penderita HIV dan 55.623 penderita AIDS, dan telah merenggut 9.760 jiwa. Wanita pekerja seks komersial dan pelanggannya merupakan seseorang yang sangat beresiko tinggi dalam menularkan penyakit HIV/AIDS karena melakukan perilaku seksual yang tidak aman dan tanpa menggunakan kondom. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji faktor –faktor yang mempengaruhi perilaku pencegahan HIV/AIDS pada wanita pekerja seks komersial. Subjek dan Metode: Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan rancangan cross sectional. Lokasi penelitian di Lokalisasi Pasar Kembang Yogyakarta dengan sampel wanita pekerja seksual di lokalisasi tersebut sebanyak 160 orang dengan teknik pengambilan sampel yaitu purposive sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner dan studi pustaka. Analisis data menggunakan regresi logistik. Hasil: terdapat pengaruh positif yang secara statistik tidak signifikan dari pendidikan (OR= 1,33; CI=95%; 0,64 hingga 2,78 ; p = 0,450) terhadap perilaku pencegahan HIV AIDS. Terdapat pengaruh positif yang secara statistik signifikan dari ketersediaan kondom (OR= 0,10; CI=95%; 0,03 hingga 0,38; p = 0,001) terhadap perilaku pencegahan HIV AIDS. Terdapat pengaruh positif yang secara statistik signifikan dari pengetahuan (OR= 2,31; CI=95%; 1,16 hingga 4,61; p = 0,018) terhadap perilaku pencegahan HIV AIDS.

Kesimpulan: faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap pencegahan HIV/AIDS yaitu pengetahuan dan ketersediaan kondom.

Kata Kunci : pengetahuan, pendidikan, ketersediaan kondom, pencegahan HIV/AIDS


(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 10

B. Kerangka Berpikir ... 36

C. Hipotesis ... 38

D. Penelitian Yang Relevan ... . 38

BAB III A. Jenis dan Desain Penelitian ... 38

B. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 38

C. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling ... 38

D. Variabel Penelitian ... 39

E. Definisi Operasional ... 39

F. Pengumpulan Data ... 40

G. Instrumen Penelitian ... 43

H. Analisis Data ... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Lokasi Penelitian ... . 46

B. Hasil Uji Reliabilitas ... . 46

C. Subjek Penelitian ... . 47

D. Pengujian Hipotesis ... . 48

E. Pembahasan ... 52


(9)

F. Keterbatasan Penelitian ... 54

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... . 55

B. Impikasi ... . 55

C. Saran ... . 56

DAFTAR PUSTAKA ... 47


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jumlah Komulatif Kasus AIDS Menurut Faktor Resiko s/d

Juni 2014 ... 2

Tabel 2 Asal Daerah Penderita Kasus HIV/AIDS ... 5

Tabel 3.1 Instrumen Untuk Mengukur Variabel Perilaku Pencegahan HIV/AIDS pada PSK ... 41

Tabel 3.2 Instrumen Untuk Mengukur Variabel Pengetahuan ... 41

Tabel 3.3 Instrumen Untuk Mengukur Variabel Ketersediaan Kondom ... 41

Tabel 4.1 Hasil Tes Reliabilitas Instrumen Variabel ... . 46

Tabel 4.2 Subyek Penelitian berdasarkan Umur ... . 47

Tabel 4.3 Pekerjaan Responden ... . 47

Tabel 4.4 Status Perkawinan responden... . 48

Tabel 4.5 Tempat Tinggal Responden ... . 48

Tabel 4.6 Pengaruh Pendidikan Terhadap Perilaku Pencegahan HIV/AIDS ... . 49

Tabel 4.7 Pengaruh Ketersediaan Kondom terhadao Perilaku Pencegahan ... 49

Tabel 4.8 Pengaruh pengetahuan terhadap Perilaku Pencegahan HIV/AIDS ... . 50

Tabel 4.9 Analisis regresi logistik ganda ... . 51


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Bagan Preced dan Procede ... 13 Gambar 2 Kerangka Teori Penelitian ... 37 Gambar 3 Kerangka Konsep Penelitian ... 38


(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Acquired Imune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala

penyakit yang di sebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus HIV ditemukan dalam cairan tubuh terutama darah, cairan sperma, cairan vagina, air susu ibu.Virus tersebut akan merusak sistem kekebalan tubuh manusia dan mengakibatkan turunnya atau hilangnya daya tahan tubuh manusia sehingga mudah untuk terjangkit penyakit infeksi (Depkes RI, 2003).

Di Asia epidemik HIV masih banyak terkonsentrasi pada Injecting Drug User (IDU), laki-laki berhubungan seks dengan laki-laki, dan penjaja seks

(heteroseksual maupun homo seksual) beserta pelanggan maupun partner seks

tetapnya. Dikebanyakan negara berpendapatan tinggi, seks antar lelaki berperan penting dalam penyebaran HIV sedangkan peran IDU bervariasi. Sejak ditemukan tahun 1987, secara kumulatuf jumlah kasus penderita AIDS di Indonesia sampai dengan 30 Setptember 2009 sebanyak 18,442 kasus. Penularan kasus AIDS tertinggi terjadi melalui pengguna NAPZA suntik/ penasun (40,7%), dan homoseksual (3,4%). Proporsi penderita paling banyak ditemukan pada kelompok umur 20-29 tahun (49,57%), disusul kelompok umur 30-39 tahun (29,84%), dan kelompok umur 40-49 tahun (8,71%) (KPA Nasional,2009).

Situasi epidemi HIV/AIDS di dunia maupun di Indonesia memang tergolong memprihatinkan. HIV/AIDS di Indonesia sejak ditemukan pertama kali pada tahun 1987 hingga kini jumlah penderitanya semakin meningkat,secara kumulatif jumlah penderita HIV/AIDS di Indonesia dari 1 April 1987 sampai dengan 30 Juni 2014 mencapai 142.950 penderita HIV dan 55.623 penderita AIDS, dan telah merenggut 9.760 jiwa (Ditjen PP& PL Kemenkes RI,2014).


(13)

Banyaknya jumlah penderita HIV/AIDS di Indonesia juga disebabkan oleh berbagai media penularannya. Berikut jumlah kumulatif kasus AIDS menurut risikonya.

Tabel 1

Jumlah Kumulatif Kasus AIDS di Indonsia Menurut Faktor Risiko s/d/Juni 2014

No Faktor risiko AIDS

1 Heteroseksual 34.187

2 Homo –biseksual 1.298

3 IDU 8.451

4 Transfusi darah 129

5 Transfusi Perinatal 1.499

6 Tidak diketahui 9.532

Sumber : Ditjen PP& PL Kemenkes RI,2014;http://spiritia.or.id

Merebaknya epidemik HIV dan AIDS telah menjadi permasalahan dunia yang membutuhkan penanganan secara komprehensif dengan melibatkan berbagai elemen masyarat dunia, mulai dari Negara, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), masyarakat internsional dan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB). Epidemi HIV/AIDS ini terkonsentrasi di negara berkembang seperti benua Afrika dan Asia. Keseriusan dunia dalam menanggulangi HIV/AIDS tercetus dalam tujuan pembangunan millennium (Millenium Development Goals/MDGs) yang disponsori oleh badan dunia PBB. Diharapkan MDGs ini telah tercapai pada tahun 2015 (WHO, 2011).

Indonesia termasuk salah satu negara yang ikut menyepakati MDGs bersama 189 negara lainnya(WHO, 2011). Namun hingga saat ini prevalensi HIV/AIDS masih meningkat, dan bila tidak ditangani secara serius Indonesia bisa dianggap gagal dalam mencapai MDGs.

Beberapa negara, seperti Thailand program pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS yang difokuskan kepada laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan para Penjaja Seks Komersial (PSK) yang menunjukkan keberhasilan dalam penggunaan kondom yang dikenal sebagai wajib kondom 100% bagi laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan PSK di lokalisasi pelacuran dan di rumah border. Hal ini di Indonesia tidak dijalankan seperti di


(14)

Thailand, di Thailand penggunaan kondomnya jelas dilokalisir pada tempat-tempat pelacuran sedangkan di Indonesia tidak diterapkan di lokalisasi pelacuran hanya adanya kewajiban memakai kondom seperti dalam Perda-Perda yang sudah ada (Hanifa,2009).

Menurut Ditjen PPM &PL Kemenkes RI (2014) realitas yang terjadi menunjukkan bahwa banyak program maupun kegiatan dalam strategi pencegahan dan pengendalian HIV/AIDS di Indonesia kurang memperhatikan atau bahkan belum menyesuaikan dengan karakteristik masing-masing kelompok/ populasi. Pada umumnya strategi pencegahan HIV/AIDS berlaku sama untuk semua daerah, kelompok sasaran dan kurang fleksibel. Padahal, upaya atau program pencegahan dan pengedalian HIV/AIDS yang fleksibel yakni dilakukan dengan pertimbangan sesuai dengan karakteristik kelompok/ populasi akan lebih efektif dibanding dengan yang konvensional atau tidak sesuai dengan karakteristik kelompok atau populasi (Ditjen PP & PL Kemenkes RI, 2014).

Karakteristik setiap kelompok menjadi penting untuk diakomodasi dalam rangka penerapan program dan kebijakan pencegahan dan pengendalian HIV/AIDS di Indonesia. Selain itu, faktor kondisi geografis juga perlu diperhatikan, kondisi geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan yang meliputi berbagai wilayah dengan topografi yang berbeda beda. Faktor geografis turut memiliki pengaruh dalam pelaksanaan strategi pencegahan dan pengendalian HIV/AIDS di Indonesia, misalnya Provinsi-Provinsi di Papua yang secara topografis terdiri dari pegunungan, aksesibilitasnya sangat sulit dan sekaligus menjadi wilayah yang jauh dari ibukota negara, namun banyak penduduknya yang tertular HIV/AIDS. Dari dua Provinsi di Papua, yakni Papua dan Papua Barat menduduki peringkat pertama dan kedua dalam jumlah kasus HIV/AIDS per 100.000 penduduk di 33 Provinsi di Indonesia dengan 359.43 kasus di Papua, dan 228.03 kasus di Papua Barat (Ditjen PP& PL Kemenkes RI,2014).

Wanita pekerja seks komersial dan pelanggannya merupakan seseorang yang sangat berisiko tinggi dalam menularkan penyakit HIV/AIDS karena melakukan perilaku seksual yang tidak aman. Pelanggan seks komersial adalah salah satu penyebab penyebaran PMS (HIV/AIDS) disaat melakukan hubungan seksual


(15)

tanpa menggunakan kondom. Hubungan seks tanpa menggunakan kondom antara pekerja seks komersial dengan pelanggannya adalah merupakan cara penularan HIV/AIDS terbesar kedua di Indonesia. Pekerja seks komersial menyumbang 5,9% sebagai kelompok berisiko terinfeksi HIV/AIDS (Dirjen PPM & PL Kemenkes RI,2014).

Penggunaan kondom adalah salah satu alat yang bisa dipakai dan dipergunakan oleh pekerja seks komersial baik laki-laki maupun wanita dan bisa dipakai oleh pelanggannya yang berfungsi untuk mencegah atau mengurangi cara penularan transmisi beberapa penyakit (PMS) yang disebabkan oleh hubungan seksual dari pasangan wanita ataupun sebaliknya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Charles Surjadi, (1999) selain pengetahuan, umur, pendidikan, status perkawinan, juga mempengaruhi penggunaan kondom. Menurut penelitian Sedyaningsih (1999) pada penjaja seks di Kramat Tunggak bahwa dari segi karakteristik umur, pendidikan, daerah asal, lama bekerja berpengaruh dalam perilaku penggunaan kondom pada pelanggannya. Hal ini dikarenakan perilaku dalam penggunaan kondom dalam melakukan hubungan seksual masih sangat rendah hasilnya, yaitu masih dibawah 30% berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Komisi Penanggulangan AIDS Nasional pada tahun 2010, jumlah ini jauh di bawah target Inpres tiga tahun 2010 untuk pencapaian pada tahun 2011 yaitu 35% pada perempuan dan 20% pada laki-laki, serta target pencapaian MDGS pada 2014 yaitu 65%. Sedangkan prosentase remaja usia 15-24 tahun yang memiliki pengetahuan komprehensif tentang HIV/AIDS pada tahun 2010, juga hanya mencapai 16,8%, jauh dari target Inpres 3 tahun 2010 untuk 2011 yaitu 70% dan target MDGS yaitu 95%. (Dirjen PPM & PL Kemenkes RI, 2010).

Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri dari lima Kabupaten yaitu Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, Kabupaten Kulonprogo, Kabupaten Gunungkidul dan Kabupaten Bantul. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di Dinas Kesehatan Yogyakarta dan PKBI didapatkan data bahwa data kasus berdasarkan asal penderita adalah sebagai berikut:


(16)

Tabel 2.

Data kasus HIV dan AIDS di Yogyakarta berdasarkan asal penderita

No Asal Penderita AIDS HIV Jumlah

1 Kota Yogya 232 482 714

2 Kabupaten Bantul 213 293 506

3 Kabupaten Kulonprogo 49 71 120

4 Kabupaten Sleman 257 317 574

5 Kabupaten Gunung Kidul 86 45 131

6 Luar DIY 211 237 448

7 Tidak Diketahui 36 59 95

Jumlah 1084 1504 2588

Sumber : PKBI DIY Update data Triwulan I tahun 2014

Di Daerah Istimewa Yogyakarta, kasus HIV hingga tahun 2013 adalah 1.245 kasus. Penularan yang paling banyak terjadi di DIY adalah heteroseksual. Perilaku seksual yang tidak aman akan memberikan konstribusi peningkatan penyebaran HIV tersebut. Sejumlah tempat-tempat prostitusi terselubung dapat ditemukan dengan mudah di kota pendidikan, budaya sekaligus pariwisata ini. Mulai dari lokalisasi Sarkem yang begitu melegenda, ratusan salon plus-plus, penampungan atau akuarium, panti pijat dan spa, gadis warnet hingga gadis panggilan high clas.

Sosrowijayan atau sering dikenal dengan Pasar Kembang adalah salah satu tempat prostitusi yang popular di Kota Yogyakarta berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Yogyakarta data pada bulan Oktober 2014 di Lokalisasi pasar Kembang terdapat 554 pekerja seks komersial yang mana dari jumlah tersebut sejumlah 307 orang menjalani pemeriksaan PMCTV dan didapatkan 22 orang terkena AIDS sedangkan 137 terinfeksi HIV.


(17)

B. Rumusan Masalah

Penyebaran HIV/AIDS sangat dipengaruhi oleh perilaku masyarakat itu sendiri, salah satunya disumbangkan oleh perilaku para wanita pekerja seks komersial yaitu berganti-ganti pasangan. Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku pencegahan HIV/AIDS pada Wanita Pekerja Seks Komersial

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Menganalisis faktor faktor yang mempengaruhi perilaku pencegahan HIV /AIDS pada Wanita Pekerja seks komersial di Lokalisasi Pasar Kembang Yogyakarta

2. Tujuan Khusus

a. Mendeskripsikan gambaran faktor predisposisi (umur, pekerjaan, status perkawinan, tempat tinggal) wanita pekerja seks komersial di Lokalisasi Pasar Kembang Yogyakarta

b. Menganalisis pengaruh pendidikan terhadap perilaku pencegahan HIV/AIDS pada wanita pekerja seks komersial di Lokalisasi Pasar Kembang Yogyakarta

c. Menganalisi pengaruh pengetahuan tentang HIV/AIDS terhadap perilaku pencegahan HIV/AIDS pada wanita pekerja seks komersial di Lokalisasi Pasar Kembang Yogyakarta

d. Menganalisis pengaruh ketersediaan kondom terhadap perilaku pencegahan HIV/AIDS pada wanita pekerja seks komersial di Lokalisasi Pasar Kembang Yogyakarta

D. Manfaat Penelitian

Secara praktis manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada pemerintah sebagai pembuat kebijakan terkait mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pencegahan HIV/AIDS pada Wanita Pekerja Seks Komersial


(18)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Perilaku a. Perilaku

Perilaku adalah segala perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh manusia, makhluk hidup atau organisme lain baik yang dapat diamati secara langsung maupun yang diamati oleh pihak luar. Menurut Skinner (1938) perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Skinner membedakan respon menjadi dua yaitu : 1) Respondent respon, yaitu respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan atau stimulus tertentu. Respon dalam hal ini mencakup perilaku emosional, misalnya mendengar berita musibah akan menjadi menangis atau sedih. 2) Operan Respon, yaitu respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau rangsangan tertentu (Notoatmodjo, 2010).

Berdasarkan respon terhadap stimulus tersebut, maka perilaku dibedakan menjadi dua yaitu:

1) Perilaku tertutup (convert behavior)

Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap adanya stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (convert). Respon ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut. 2) Perilaku terbuka (overt behavior)

Perilaku terbuka adalah suatu respon dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus sudah dalam bentuk tindakan atau praktik yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.

Faktor penentu perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku merupakan resultan dari berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Faktor-faktor penentu yang mendukung yaitu

10


(19)

Faktor intrinsik dan ekstrinsik, faktor intrinsik yaitu faktor yang berasal dari dalam atau pelanggan itu sendiri meliputi tingkat pendidikan yang telah ditempuh selama dalam bangku pelajaran, umur yang meliputi umur responden, dan pekerjaan, pengetahuan tentang HIV/AIDS baik dalam penyebaranya, pengalaman tentang PMS, pemakaian kondom sebagai upaya pencegahan, Faktor ekstrinsik yaitu faktor dari luar, meliputi: norma masyarakat terhadap kondom, penyuluhan tentang HIV/AIDS, program-program pencegahan terhadap HIV/AIDS, ketersediaan kondom, keterjangkauan harga, serta adanya informasi dan keterpajanan terhadap media massa.

Pada garis besarnya perilaku manusia dapat dilihat dari tiga aspek yaitu, aspek fisik, psikis dan sosial. Akan tetapi dari ketiga aspek tersebut sulit untuk ditarik garis besarnya yang tegas dalam mempengaruhi perilaku manusia. Secara lebih rinci perilaku manusia sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan tersebut yang dipengaruhi oleh berbagai faktor lain diantaranya adalah faktor pengalaman, keyakinan, sarana fisik, sosial budaya masyarakat dan sebagainya. Menurut Notoatmodjo (1993) terbentuknya suatu perilaku baru terutama pada orang dewasa dimulai pada domain kognitif, dalam arti si subyek tahu lebih dahulu terhadap stimulus yang berupa materi atau obyek diluarnya sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada subyek tersebut,yang selanjutnya menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap subyek terhadap objek yang diketahuinya itu. Akhirnya rangsangan objek yang telah diketahui dan disadari sepenuhnya tersebut akan menimbulkan respon lebih jauh, yaitu berupa tindakan terhadap stimulus. Namun demikian pada kenyataanya banyak perilaku yang terjadi tidak selalu harus didasari oleh pengetahuan dan sikap.


(20)

b. Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan adalah semua aktifitas atau kegiatan seseorang baik yang dapat diamati dan yang tidak dapat diamati yang berhubungan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Perilaku kesehatan ini dibagi menjadi dua garis besar yaitu:

1) Perilaku orang yang sehat agar tetap sehat (healthy behavior)

Perilaku orang sehat adalah mencakup perilaku-perilaku baik

overt dan menghindari penyakit dan penyebab penyakit atau masalah

kesehatan berupa perilaku preventif dan perilaku dalam usaha meningkatkan status kesehatan yaitu berupa perilaku promotif misalnya: memakai kondom setiap melakukan hubungan seksual, tidak merokok, cuci tangan sebelum makan, olah raga secara teratur dan lain sebagainya.

2) Perilaku orang sakit atau yang terkena masalah kesehatan

Perilaku orang sakit atau terkena masalah kesehatan adalah perilaku dalam usaha untuk mencari dan menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan ini di sebut dengan perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior). Sebagai contoh yaitu tindakan yang akan diambil oleh seorang ibu jika anaknya sedang mengalami sakit sehingga ibu tersebut akan membawa anaknya tersebut untuk berobat ke tempat pelayanan kesehatan (Notoatmodjo,2010).

Perilaku kesehatan dianggap sebagai pengaruh oleh faktor-faktor individu maupun lingkungan, dan arena itu memiliki dua bagian yang berbeda. Pertama PRECEDE (Predisposing, Reinforcing, Enabling,

Contruct in, Educational/Ecological, Diagnosis, Evaluation/. Kedua

PROCEED (Policy, Regulatory, Organisational, Contrucs in,

Educationnal, Enviromental, Development). Salah satu yang paling

baik untuk perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program promosi kesehatan adalah model Precede-Procede. Precede bagian dari fase (1-4) berfokus pada perencanaan program, dan bagian Procede fase (5-8) berfokus pada implementasi dan evaluasi. Delapan fase dari model panduan dalam menciptakan program promosi kesehatan,


(21)

dimulai dengan hasil yang lebih umum dan pindah ke hasil yang lebih spesifik. Secara bertahap, proses mengarah ke penciptaan sebuah program, pemberian program, dan evaluasi program (Green W.I, et al, 2005). Adapun teori PROCEDE dan PRECEDE menurut Green dapat digambarkan pada bagan di bawah ini :

Gambar 2.1. Bagan PROCEDE dan PRECEDE

Green (1991) mengemukakan bahwa kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku

(behavior causes) dan faktor diluar perilaku (non behavior causes).

Selanjutnya perilaku itu sendiri ada tiga faktor yaitu: 1) Faktor predisposisi (predisposing factors), yaitu terwujud dalam pengetahuan, sikap kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya,2) Faktor pendukung (enabling factors), yaitu terwujud dalam lingkungan fisik atau tidak tersedianya fasilitas atau sarana-sarana kesehatan,3) Faktor pendorong (reinforcing factors), yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan, atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.


(22)

c. Pengetahuan

Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya termasuk manusia dan kehidupanya. Pengetahuan berbeda dengan keyakinan maupun persepsi, hal ini karena pengetahuan mengandung suatu kebenaran sedang pada keyakinan bisa saja keliru. Apabila diketahui bahwa suatu pengetahuan terbukti salah/keliru, maka pengetahuan tersebut tidak bisa lagi dianggap sebagai pengetahuan. Apa yang dianggap sebagai pengetahuan akan berubah status menjadi keyakinan biasa (Satoto,2001). Sedangkan menurut Baharuddin (2007) pengetahuan adalah hasil belajar, pada saat seseorang belajar tentang sesuatu maka seseorang mengetahui sesuatu yang baru. Pengetahuan bukanlah hasil akhir melainkan lebih dari itu, pengetahuan adalah pembimbing atau pengarah bagi seseorang yang sedang belajar sesuatu yang baru.

Menurut Notoatmodjo (2005) ada beberapa cara untuk memperoleh pengetahuan, yaitu:

1) Cara coba-salah (Trial and error)

Cara ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan suatu masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain. Apabila kemungkinan kedua ini gagal pula, maka dicoba dengan kemungkinan ketiga, dan apabila kemungkinan ketiga, dan apabila kemungkinan ketiga gagal dicoba kemungkinan keempat dan seterusnya, sampai masalah tersebut dapat dipecahkan. Itulah sebabnya maka cara ini disebut metode trial (coba)

dan error (gagal atau salah) atau metode coba salah/coba-coba.

2) Cara kekuasaan atau otoritas

Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali kebiasaan-kebiasaan dan tradisi-tradisi yang dilakukan oleh orang, tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan tersebut baik atau tidak. Kebiasaan-kebiasaan ini biasanya diwariskan turun temurun dari generasi ke


(23)

generasi berikutnya dengan kata lain, pengetahuan tersebut diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan, baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama, maupun ahli ahli ilmu pengetahuan. Prinsip ini adalah orang lain menerima pendapat yang dikemukakan oleh orang yang mempunyaai otoritas, tanpa terlebih dulu menguji atau membuktikan kebenaranya, baik berdasarkan fakta empiris ataupun berdasarkan penalaran sendiri. Hal ini disebabkan karena orang yang menerima pendapat tersebut menganggap bahwa yang dikemukakanya adalah benar.

3) Berdasarkan pengalaman pribadi

Pengalaman adalah guru yang baik, demikian bunyi pepatah, pepatah ini mengandung maksud bahwa pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh pengetahuan.

4) Melalui jalan pikiran

Sejalan dengan perkembangan umat manusia, cara berfikir manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu menggunakan penalaranya dalam memperoleh pengetahuanya. Dengan kata lain, dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan jalan pikiranya, baik melalui induksi maupun deduksi.

5) Cara modern

Cara baru dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini di sebut “metode penelitian

ilmiah”, atau lebih popular di sebut metode penelitian (research

methodology). Menurut Notoatmodjo (2010) pengetahuan yang

mencakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu: tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi:

a) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.


(24)

Oleh sebab itu, tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan.

b) Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat mengintepretasikan materi tersebut dengan benar. Orang yang telah paham dengan objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, terhadap objek yang dipelajari.

c) Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real

(sebenarnya). Aplikasi ini diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dalam konteks atau situsi yang lain.

d) Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu dengan yang lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan dan mengelompokkan

e) Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dan formulasi-formulasi yang ada misanya dapat menyusun, merencanakan, dapat meringkaskan terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.


(25)

f) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampun untuk melakukan justifilkasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian itu didasarkan pada sutau kriteria yang ditentukan sendiri atau mengunakan kriteria yang telah ada misalnya dapat membandingkan antara menggunakan kondom dengan yang tidak menggunakan kondom.

2. Pengertian Pencegahan a. Pencegahan

Pencegahan adalah mengambil suatu tindakan yang diambil terlebih dahulu sebelum kejadian, dengan didasarkan pada data/keterangan yang bersumber dari hasil analisis epidemiologi atau hasil pengamatan /penelitian epidemiologi (Nasry, 2006). Pencegahan merupakan komponen yang paling penting dari berbagai aspek kebijakan publik. Konsep pencegahan adalah suatu bentuk upaya sosial untuk promosi, melindungi, dan mempertahankan kesehatan pada suatu populasi tertentu. Menurut Leavell dan Clark (1965), dari sudut pandang kesehatan masyarakat, terdapat 5 tingkat pencegahan terhadap penyakit, yaitu :

Promotion of health, Specifik protection , Early diagnosis and prompt

treatment, Limitation of disability dan Rehablitation. Organisasi

kesehatan dunia WHO telah merumuskan suatu bentuk definisi mengenai promosi kesehatan :“ Health promotion is the process of enabling people

to increase control over, and improve, their health. To reach a state of complete physical, mental, and social, well-being, an individual or group must be able to identify and realize aspirations, to satisfy needs, and to

change or cope with the environment “.(Ottawa Charter,1986) Dalam garis besar usaha kesehatan, dapat dibagi dalam 3 golongan, yaitu :

1) Usaha pencegahan (usaha preventif)

Upaya preventif adalah sebuah usaha yang dilakukan individu dalam mencegah terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan. Preventif

secara etimologi berasal dari bahasa latin, praventive yang artinya

datang sebelum atau antisipasi atau mencegah untuk tidak terjadi sesuatu. Dalam pengertian yang sangat luas, preventif diartikan


(26)

sebagai upaya secara sengaja dilakukan untuk mencegah terjadinya gangguan, kerusakan, atau kerugian bagi seseorang atau masyaraka. Upaya preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya penyakit dan gangguan kesehatan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Usaha-usaha yang dilakukan, yaitu Pemakaian kondom saat berhubungan seksual bagi Wanita Pekerja Seks Komersial, Jangan berganti ganti pasangan saat berhubungan seksual, hindari pemakaian perlatan tajam secara bergantian (jarum suntik, jarum tattoo, jarum tindik, pisau cukur) ,cuci tangan sebelum dan sesudah

tindakan,disinfeksi dengan larutan klorin 2) Usaha pengobatan (usaha kuratif)

Upaya kuratif bertujuan untuk merawat dan mengobati anggota

keluarga, kelompok yang menderita penyakit atau masalah kesehatan.Usaha-usaha yang dilakukan, yaitu program Voluntary

Counseling Test (VCT) melalui pre test konseling dan post tes

konseling berperan penting untuk meenmukan kasus HIV, sehingga pengobatan dini dapat dilakukan.

3) Usaha rehabilitasi

Merupakan upaya pemulihan kesehatan bagi penderita-penderita

yang dirawat dirumah, maupun terhadap kelompok-kelompok tertentu yang menderita penyakit yang sama. Usaha yang dilakukan, yaitu, program ART atau Strategic Use of ARV (SUFA) menyediakan pengobatan kepada semua orang yang terinfeksi HIV dengan CD4<350 dan semua ODHA tanpa memandang status CD4, termasuk ibu hamil, pasangan serodiskordan, pasien ko-infeksi TB-HIV atau HBV-HIV, wanita pekerja seks,LSL, penasun, dan warga binaan Lapas (MoH,NAC,UNAIDS,WHO 2013). Dari ketiga jenis usaha ini, usaha pencegahan penyakit mendapat tempat yang utama, karena dengan usaha pencegahan akan diperoleh hasil yang lebih baik, serta memerlukan biaya yang lebih murah dibandingkan dengan usaha pengobatan maupun rehabilitasi.

Tingkat-tingkat pencegahan menurut Leavell dan Clark dalam bukunya “Preventive Medicine for the Doctor in his Community”,


(27)

membagi usaha pencegahan penyakit dalam 5 tingkatan yang dapat dilakukan pada masa sebelum sakit dan pada masa sakit. Usaha-usaha pencegahan itu adalah :

a) Masa sebelum sakit

Mempertinggi nilai kesehatan (Health Promotion) adalah usaha mempromosikan kesehatan kepada masyarakat. Upaya promotif dilakukan untuk meningkatkan kesehatan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Setiap individu berhak untuk menentukan nasib sendiri, mendapat informasi yang cukup dan untuk berperan di segala aspek pemeliharaan kesehatannya. Usaha ini merupakan pelayanan terhadap pemeliharaan kesehatan pada umumnya. Beberapa usaha diantaranya : a) Penyediaan makanan sehat cukup kualitas maupun kuantitasnyab) Perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan, seperti : penyediaan air rumah tangga yang baik, perbaikan cara pembuangan sampah, kotoran dan air limbah dan sebagainyaa c) Pendidikan kesehatan kepada masyarakat sesuai kebutuhannya d) Usaha kesehatan jiwa agar

tercapai perkembangan kepribadian yang baik. Memberikan Perlindungan Khusus Terhadap Suatu Penyakit (Specific

Protection) Usaha ini merupakan tindakan pencegahan terhadap

penyakit-penyakit tertentu yang gangguan kesehatan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Beberapa usaha diantaranya adalah: a) Memberikan imunisasi pada golongan yang rentan untuk mencegah terhadap penyakit-penyakit tertentu. Contohnya : imunisasi hepatitis diberikan kepada mahasiswi kebidanan yang akan praktek di rumah sakit. b) Isolasi terhadap penderita penyakit menular. Contohnya : isolasi terhadap pasien penyakit flu burung. c) Perlindungan terhadap kemungkinan kecelakaan di tempat-tempat umum dan di tempat kerja. Contohnya : di tempat umum, misalnya adanya rambu-rambu zebra cross agar pejalan kaki yang akan menyebrang tidak tertabrak oleh kendaraan yang sedang melintas. Sedangkan di tempat kerja : para pekerja yang memakai alat perlindungan diri. d) Peningkatan keterampilan


(28)

remaja untuk mencegah ajakan menggunakan narkotik. Contohnya : kursus-kursus peningkatan keterampilan, seperti

kursus menjahit, kursus otomotif. e) Penanggulangan

stress.Contohnya : membiasakan pola hidup yang sehat , dan seringnya melakukan relaksasi.

b) Pada masa sakit

Mengenal dan Mengetahui jenis penyakit pada Tingkat awal serta mengadakan pengobatan yang tepat dan segera (Early

Diagnosis And Prompt Treatment) Early diagnosis mengandung

pengertian diagnosa dini atau tindakan pencegahan pada seseorang atau kelompok yang memiliki resiko terkena penyakit.Tindakan yang berupaya untuk menghentikan proses penyakit pada tingkat permulaan sehingga tidak akan menjadi parah. Prinsipnya diterapkan dalam program pencegahan, pemberantasan dan pembasmian macam penyakit baik menular ataupun tidak dan memperhatikan tingkat kerawanan penyakit terhadap masyarakat yang tinggi. Misalnya : TBC paru-paru, kusta, kanker, diabetes, jantung dll.

Sedangkan Prompt treatment memiliki pengertian pengobatan yang dilakukan dengan tepat dan segera untuk menangani berbagai masalah yang terjadi. Prompt treatment merupakan tindakan lanjutan dari early diagnosis. Pengobatan segera dilakukan sebagai penghalang agar gejala tidak menimbulkan komplikasi yang lebih parah.

Tujuan utama dari usaha ini adalah :

1) Pengobatan yang setepat-tepatnya dan secepatnya dari setiap jenis penyakit sehingga tercapai penyembuhan yang sempurna dan segera.

2) Pencegahan menular kepada orang lain, bila penyakitnya menular.

3) Mencegah terjadinya kecacatan yang diakibatkan suatu penyakit.

4)


(29)

Pencegahan dan PenanggulanganHIV/AIDS

Menurut Aditya (2005) Prinsip pencegahan HIV/AIDS nonmedis adalah sebagai berikut:

A = Abstaint, artinya Puasa, jangan melakukan hubungan

seksual, merupakan metode paling aman untuk mencegah penularan HIV melalui hibungan seksual

B = Be Faithful, artinya tidak berganti ganti pasangan atau

setia pada pasangan, melakukan hubungan seksual hanya dengan pasangan yang sah

C = User Condom, artinya pergunakan kondom saat melakukan

hubungan seksual bila beresiko menularkan/ tertular penyakit

D = Don’t use Drugs, artinya hindari penyalahgunaan narkoba

E =Education, artinya Edukasi, sebarkan informasi yang

benar tentang HIV/AIDS dalam setiap kesempatan.

Kegiatan pokok penanggulangan HIV/AIDS yaitu berupa: a. Kegiatan pencegahan IMS dan HIV/AIDS

b. Komunikasi, informasi dan edukasi c. Monitoring dan evaluasi

d. Dukungan pengobatan dan perawatan e. Testing dan konseling

f. Pendidikan dan pelatihan g. Penelitian dan pengembangan h. Peraturan dan perundangan

i. Kerjasama Internasional (Depkes, 2007)

Oleh karena belum ada obat yang dapat mengusir HIV/AIDS dari tubuh, maka yang menjadi sangat penting agar tidak terinfeksi adalah dengan menghindari kontak dengan virus yang berasal dari penderita baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk mencegah penyebaran


(30)

HIV/AIDS masyarakat harus mencegah terjadinya paparan yang terjadi baik melalui tranfusi darah, persalinan, penularan dari ibu ke anak, penggunaan jarum suntik bersama, hubungan seksual baik yang heteroseksual maupun homoseksual atau perilaku seksual lainya. Penanggulangan penularan HIV/AIDS ada tiga tahap yaitu, melalui promotif, pencegahan dan deteksi dini. Penanggulangan penyebaran orang terinfeksi HIV/AIDS dengan pencegahan deteksi dini, maksudnya mereka yang masih sehat jangan sampai tertular virus HIV/AIDS. Sementara mereka yang sudah tertular HIV jangan sampai jatuh ke stadium AIDS, demikian pula mereka yang sudah mengidap AIDS diupayakan agar jumlah yang meninggal bisa dikurangi (Depkes, 2007).

Beberapa program yang terbukti sukses diterapkan di beberapa Negara dan amat dianjurkan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) untuk dilaksanakan yaitu:

a. Pendidikan kesehatan reproduksi untuk remaja dan dewasa muda b. Program penyuluhan sebaya untuk berbagai kelompok sasaran c. Program kerjasama dengan media cetak dan elektronik

d. Paket pencegahan komprehensif untuk pengguna narkotika, termasuk pengadaan jarum suntik steril

e. Program pendidikan agama

f. Program layanan pengobatan infeksi menular seksual

g. Program promosi kondom di lokalisasi pelacuran dan panti pijat h. Pelatihan ketrampilan hidup

i. Program pengadaan tempat-tempat untuk tes HIV dan konseling j. Dukungan untuk anak jalanan dan pengentasan prostitusi anak

k. Integrasi program pencegahan dengan program pengobatan, perawatan, dan dukungan ODHA

l. Program pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak dengan pemberian obat ARV (Sudoyo et al,2010)

Ada enam strategi konsep kerangka program pencegahan dan pemberantasan AIDS, yaitu:


(31)

1) Pencegahan penularan melalui hubungan seksual, untuk itu perlu penyebarluasan informasi dan pendidikan menuju perubahan jangka waktu panjang

2) Pencegahan penularan melalui darah 3) Pencegahan penularan perinatal

4) Pencegahan penyebaran dari orang-orang yang terinfeksi HIV melalui bahan, peralatan pengobatan

5) Pencegahan penyebaran melalui vaksinasi

6) Menurunkan dampak infeksi HIV pada perorangan, kelompok dan masyarakat. (WHO,1992)

Menurut Green (2005) tinjauan tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pencegahan antara lain :

1) Faktor predisposisi a) Umur

Secara umum dapat dikatakan bahwa pertumbuhan seseorang berbanding lurus dengan pertambahan umur. Hal ini dikarenakan semakin bertambah umur seseorang maka ia akan semakin terpajan oleh informasi-informasi sehingga dengan demikian ada kencenderungan akan semakin bertambah pengetahuannya. Smet (1994) mengatakan ada korelasi antara umur dengan tingkat pengetahuan bahwa pertambahan umur berbanding lurus dengan pengertian yang semakin baik akan konsep sehat.

b) Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan. Dari banyak literatur, penelitian, pendidikan banyak dihubungkan dengan status sosial ekonomi. masyarakat dengan pendidikan rendah umumnya memiliki pendapatan yang rendah, tinggal di rumah yang tidak sehat dengan lingkungan yang jelek, kurang mempunyai akses terhadap informasi kesehatan.

c) Pengetahuan


(32)

Menurut Green, pengetahuan adalah hasil yang diperoleh setelah orang tersebut melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu dan pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk perilaku seseorang. Pengetahuan bagi manusia bertujuan untuk menjawab permasalahan yang dihadapai sehari-hari sehingga pengetahuan tersebut berguna untuk memudahkan manusia dalam berperilaku. Sehingga orang yang memiliki pengetahuan HIV/AIDS akan melakukan tindakan yang tepat aman dan sehat dalam melakukan hubungan seksual misalnya dengan menggunakan kondom menurut Notoatmodjo (2003) Pengetahuan melalui proses pengingatan atau pengenalan informasi, semakin tinggi pengetahuan seseorang tentang kesehatan maka akan semakin tahu untuk menjaga kesehatannya. Perilaku akan langgeng jika disertai/didasari pengetahuan yang baik.

d) Status Perkawinan

Perilaku seseorang dipengaruhi oleh seseorang yang sangat penting dalam kehidupannya. Orang yang dianggap penting tersebut akan mempengaruhi perilakunya sehingga orang yang sudah menikah maka kemungkinan perilakunya akan dipengaruhi oleh istri dan anaknya. Hal ini akan membuat orang tersebut akan melindungi diri dan menjaga kesehatannya (Notoatmodjo, 203) Menurut hasil penelitian Oppong, (2007) tentang studi kondom pada WPS di Ghana menunjukkan bahwa WPS yang belum menikah lebih cenderung untuk konsisten dalam menggunakan kondom dari pada WPS yang berstatus menikah.

e) Pekerjaan (jenis pekerjaan)

Pekerjaan merupakan salah satu faktor yang berpengarh terhadap tingkat pengetahuan subjek. Hal ini dikarenakan orang yang mempunyai pekerjaan diluar cenderung mempunyai peluang lebih besar untuk terpajan dengan berbagai informasi baik dari


(33)

media cetak, elektronik maupun rekan sejawat yang dengan sendirinya akan menimbulkan pengalaman baru yang lebih luas. f) Pengalaman menderita PMS (HIV AIDS)

Pengalaman seseorang dalam menderita PMS akan mempengaruhi perilaku orang tersebut. Sakit yang pernah diderita oleh seseorang akan membuat orang terebut lebih berhati-hati dalam berperilaku agar penyakit yang sama tidakmuncul kembali (Notoatmodjo, 2007) Orang yang pernah menderita PMS diduga mempunyai perilaku seks yang berbeda dengan orang yang belum pernah terinfeksi. Dengan sebuah logika bahwa orang yang pernah terinfeksi PMS akan teringat betapa sakitya sewaktu terkena PMS, sehingga akan membuat orang tersebut selalu berhati-hati dan dalam melakukan hubungan seks secara aman dengan cara menggunakan kondom (Abdullah, 2003).

2) Faktor Enabling

a) Ketersediaan kondom

Kondom dapat diperoleh dengan cara membeli atau juga dapat didapatkan dengan pemberian secara gratis. Orang yang mendapatkan kondom secara gratis biasanya akan malas untuk menggunakan kondom tersebut, hal ini dikarenan banyak pasangan seks yang menolak menggunakannya. Sedangkan pada kondom hasil dari membeli kesadaran untuk menggunakannya sudah tinggi karena ia beresiko menularkan atau tertular virus HIV (Habasiah, 2000). Ketersediaan akan kondom bisa memfasilitasi seseorang untuk menggunakan kondom saat melakukan hiubungan seksual. Rendahnya pemakaian kondom sangat tergantung pada penyediaan kondom, mudah tidaknya dalam mendapatkan kondom serta terjangkau harga kondom tersebut. Semakin mudah kondom didapat dan terjangkau harganya maka akan semakin memungkinkan seseorang dalam memakai kondom (Green, 2005).

b)Keterjangkauan Kondom

Keterjangkauan untuk mendapatkan kondom dengan mudah dengan harga yang terjangkau akan mempengaruhi seseorang dalam


(34)

menggunakan kondom dalam melakukan hubungan seksual. Apabila harga kondom tidak terjangkau maka akan mempengaruhi perilaku seseorang dalam menggunakan kondom (Green, 2005). 3) Faktor Reinforching

Ketegasan PSK di lokalisasi, Untuk mencapai perubahan sosial yang memperlambat epidemik HIV/AIDS, wanita harus dapat mewakili dirinya sendiri dalam proses pengembalian keputusan di lingkungan sosial setempat. Dengan demikian para PSK disini harus ikut dalam proses pengambilan keputusan dalam pemakaian kondom tersebut( Green,2005).

b. Promosi Kesehatan

Promosi Kesehatan berasal dari kata dalam bahasa Inggris yaitu

health promotion. Penerjemahan kata health promotion atau tepatnya

promotion of health kedalam bahasa Indonesia pertama kali dilakukan

ketika para ahli kesehatan masyarakat di Indonesia menerjemahkan lima tingkatan pencegahan (five levels of prepention) dari H.R.Leavell dan E. G. Clark dalam buku Preventive Medicine for The Doctor in This

Community. Promosi kesehatan adalah upaya meningkatkan kemampuan

kesehatan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat agar mereka dapat menolong dirinya sendiri, serta mampu berperan secara aktif dalam masyarakat sesuai sosial budaya setempat yang didukung oleh kebijakan public yang berwawasan luas (Depkes RI, 2007). Promosi kesehatan adalah kombinasi berbagai dukungan menyangkut pendidikan, organisasi, kebijakan dan peraturan perundangan untuk perubahan lingkungan dan perilaku yang menguntungkan kesehatan (Green dan Ottoson,1998).

Selain itu untuk mencapai derajat kesehatan yang sempurna, baik fisik, mental, dan sosial, maka masyarakat harus mampu mengenal serta mewujudkan aspirasinya, kebutuhannya, dan mampu mengubah atau mengatasi lingkungannya (lingkungan fisik, sosial budaya dan sebagainya). Dalam konferensi ini ,health promotion di maknai sebagai perluasan dari healht education atau pendidikan kesehatan.

3. Tinjauan Tentang HIV/AIDS


(35)

a. Pengertian HIV/AIDS

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab

menurunya kekebalan tubuh manusia. Acquired Immune Deficiency

Syndrome (AIDS) yaitu suatu kumpulan gejala penyakit yang disebabkan

oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). AIDS atau disebut juga dengan Sindrom Cacat Kekebalan Tubuh Dapatan, merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunya system kekebalan tubuh oleh karena virus yang disebut HIV.

1) Patofisiologis HIV/AIDS

Virus HIV menyerang sistem kekebalan tubuh dengan merusak sel-sel darah putih (sel T) sebagai penangkal infeksi sehingga lama kelamaan tubuh berkurang serta mudah terkena penyakit. Virus HIV terdapat di cairan tubuh dan yang terbukti menularkan adalah darah, sperma/air mani, cairan vagina dan ASI. Sementara air mata, air ludah, air kencing dan keringat belum ada laporan menularkan penyakit AIDS. Bila seseorang dalam darahnya terdapat virus HIV maka orang tersebut dikatakan positif HIV. Kerusakan pada sistem kekebalan tubuh seseorang akan menyebabkan seseorang rentan dan mudah terjangkit bermacam macam penyakit. Serangan penyakit yang biasanya tidak berbahayapun lama kelamaan dapat menyebabkan sakit parah bahkan berujung pada kematian. Sehingga AIDS disebut sebagai Syndrome atau kumpulan dari berbagai gejala penyakit (KPAI, 2010).

Pvirus HIV ertama kali ditemukan pada bulan Januari 1983 oleh Dr.Luc Montagnier, dan kawan-kawan dari Institute Pasteur Perancis. Virus diisolasi dari kelenjar getah bening yang membengkak pada tubuh penderita HIV/AIDS, sehingga awalnya penyakit ini disebut

Lymphadenopathy Associated Virus (LAV). Kemudian bulan Juli 1984

dr.Roberth Gallo dari Lembaga Kanker nasional (NIC) Amerika juga menyatakan menemukan virus baru dari seseorang yang terinfeksi HIV dengan menyebutkan Human T-Lymphoytic Virus Tipe III


(36)

(HTLV III). Selain itu ilmuwan J.Levy juga menemukan virus penyebab AIDS yang dinamakan AIDS Related Virus (ARV). Akhirnya pada bulan Mei 1986, Komisi Taksonomi Internasional sepakat menyebut nama virus penyebab AIDS dengan Human

Immunodeficiency Virus (HIV). (Despkes RI, 2003).

Seseorang yang terinfeksi virus HIV dan menderita AIDS sering disebut ODHA, yaitu singkatan dari orang yang hidup dengan HIV/AIDS. Penderita yang terinfeksi HIV dinyatakan sebagai penderita AIDS jika menunjukkan gejala atau penyakit tertentu yang merupakan suatu akibat dari penurunan sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV atau hasil tes darah menunjukkan jumlah CD<200/mm (Depkes,2007) Virus ini hidup dalam empat jenis cairan tubuh manusia yaitu darah, sperma, cairan vagina dan Air Susu Ibu (ASI), tidak hidup dalam cairan tubuh lain seperti air ludah (air liur), air mata ataupun keringat.

Penyakit HIV/AIDS belum diketemukan vaksin pencegahan atau obat untuk menyembuhkannya. Masa inkubasi pada orang dewasa memakan waktu rata-rata 2-3 tahun, bahkan ada yang sampai 5 tahun. Selama waktu tersebut walaupun seseorang sudah terkena virus HIV akan masih tampak sehat. Hal ini orang tersebut dapat menularkan virus HIV kepada orang lain baik secara sadar atau tidak, dalam penyebutan penderita penyakit ini dibedakan penderita HIV dan penderita AIDS. Penderita HIV adalah seseorang yang telah positif terinfeksi virus HIV tetapi beum menunjukkan adanya tanda-tanda sakit (masih tampak sehat), sedangkan penderita AIDS adalah seseorang yang telah terinfeksi virus HIV dan sudah menderita dengan munculnya berbagai gejala AIDS seperti kondisi badan lemah, terjadinya infeksi pada kulit dan paru-paru ataupun peradangan pada tenggorokan (DepKes RI,2004).

HIV termasuk golongan retrovirus (kelompok virus yang mampu mengkopi-cetak materi genetik diri di dalam materi genetik yang ditumpanginya) yang biasanya menyerang sistem imun manusia


(37)

yaitu menyerang limfosit T helper yang memiliki reseptor CD4+ dipermukaanya, menghancurkan dan menggangu fungsinya. Limfosit T helper berfungsi menghasilkan zat kimia yang berperan sebagai perangsang pertumbuhan dan pembentukan sel-sel lain dalam system kekebalan tubuh serta sebagai pembentukan anti bodi, sehingga yang terganggu bukan hanya Limfosit T saja tetapi juga limfosit B, monosit, makrofag dan lain sebagainya. Apabila HIV telah membunuh sel T CD4+ hingga jumlahnya menyusut menjadi kurang dari 200 per mikro

liter darah (πL) darah maka kekebalan pada tingkat sel akan hilang

sehinggan kondisi pada saat seperti ini di sebut AIDS. (Komisi Penanggulangan AIDS Indonesia,2010)

2) Diagnosis HIV/AIDS

Seorang pengidap HIV biasanya mengalami beberapa variasi manifestasi klinis yang dapat berlangsung dalam kurun waktu cukup lama (biasanya 5-10 tahun, tidak sama pada setiap orang). Pasien dapat mengalami hidup sehat tanpa gejala apa-apa (asymptomatic)

dan menghadapi kematian. Masa inkubasi sangat tergantung pada daya tahantubuh tiap orang, rata-rata 5-10 tahun. Selama masa ini penderita tidak memperlihatkan gejala-gejala, tetapi kekebalan tubuhnya semakin menurun dimana fungsi sistem kekebalan tubuh rusak. Bila kerusakan sistem kekebalan semakin parah, penderita akan mulai menampakkan gejala-gejala AIDS.

Secara singkat perjalanan HIV/AIDS dapat dibagi dalam empat stadium :

a) Stadium Pertama : awal infeksi HIV

Infeksi dimulai dengan masuknya HIV kedalam tubuh dan di ikuti terjadinya perubahan serologik ketika antibodi terhadap virus berubah dari negatif menjadi positif. Rentang , waktu dari masuknya HIV hingga tes antibodi positif di sebut Window

Periode, lamanya 1-6 bulan. Pada stadium ini dapat menularkan

bahkan sangat menular. Gejala-gejala yang ditunjukkan seperti:


(38)

demam, kelelahan, nyeri sendi, pembesaran kelenjar getah bening, gejala –gejala ini menyerupai influenza/monokleo-sis.

b) Stadium Dua : Asimtomatik (tanpa gejala)

Asimptomatik berarti bahwa di dalam organ tubuh terdapat

HIV tetapi tubuh tidak menunjukkan gejala sakit. Keadaan ini dapat berlangsung rata-rata 5-10 tahun. Fase ini juga menular walau penderita tampak sehat-sehat saja.

c) Stadium Tiga : ARC (AIDS Related Complex)

Fase ini ditandai dengan demam > 38°C secara berkala terus menerus, menurunya berat badan lebih dari 10% dalam waktu tiga bulan, pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan merata, tidak hanya muncul pada satu tempat dan berlangsung lebih dari satu bulan, diare secara berkala/ terus-menerus dalam waktu yang lama tanpa sebab yang jelas, kelemahan tubuh yang menurunkan aktifitas fisik, berkeringat pada waktu malam hari.

d) Stadium Empat : AIDS

Gejala yang ditunjukkan berupa gejalaklinis utama yaitu terdapatnya kanker kulit yang disebut dengan Sarcoma Kaposi, kanker kelenjar getah bening (limfe), infeksi penyakit penyerta misalnya : pneumonia yang disebabkan oleh pneumocytis carinii, TBC, peradangan otak/ selaput otak (Depkes RI,1997).

Menurut Soedarto (2009) cara lain untuk mendiagnosa AIDS adalah dengan memperhatikan gejala mayor dan gejala minor, penderita (orang dewasa) patut dicurigai sebagai gejala AIDS bila terdapat dua gejala mayor dan satu gejala minor yang bukan disebabkan immunosuspensi seperti kanker, kurang gizi, atau sebab lain. Untuk gejala mayor dan minor adalah sebagai berikut: Berat badan menurun > 10% dalam 1 bulan, diare kronis yang berlangsung lebih dari satu bulan, demam lebih dari satu bulan Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis, demensia dan gejala minor: adalah batuk menetap lebih dari satu bulan, Pruritus Dermatitis


(39)

Zoster, adanya herpes zoster, Limfadenopati generalisata, kandidiasis mulut dan orofaring, Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita.

Cara mendiagnosa yang paling spesifik adanya infeksi HIV adalah dengan membuktikan secara langsung adanya virus HIV dalam jaringan penderita melalui isolasi HIV, tetapi hal ini masih kurang sensitive dan belum tersedia. Untuk itu perlu tes penjaringan antibodi HIV positif berulang yaitu misalnya dengan Elisa yang mana pada hasil tes tambahan misalnya tes Western blot jugan positif harus dianggap sebagai terinfeksi atau menginfeksi. Cara Penularan HIV dapat ditemukan pada darah dan cairan seksual (cairan semen pada laki lakidan cairan sekresi vagina pada wanita). Banyak orang mendapatkan HIV dengan melalui hubungan seksual yang tidak terlindungi, dan wanita lebih beresiko mendapatkan HIV. Selain itu juga disebabkan oleh darah yang terinfeksi yang kemudian masuk ke dalam tubuh. Bisa melalui tranfusi darah, dari jarun jahit atau pisau bedah yang telah terinfeksi dan tidak steril, jarum suntik, berbagi atau bergantian menggunakan pisau cukur, HIV juga bisa ditularkan dari ibu dan bayinya (WHO,1992). Sampai saat ini hanya darah dan air mani/cairan semen dan sekresi serviks/ vagina yang terbukti sebagai sumber penularan serta ASI yang dapat menularkan HIV dari ibu ke bayinya. Oleh karena itu HIV dapat tersebar melalui hubungan seks baik pada homoseksual maupun heteroseksual, bisa melalui penggunaan jarum yang tercemar pada penyalahgunaaan NAPZA, tertusuk jarum atau alat yang tajam saat terjadi kecelakaan kerja pada sarana pelayanan kesehatan, melalui tranfusi darah, donor organ, in

utero, serta pemberian ASI dari ibu ke anak. Tidak ada bukti bahwa

HIV dapat menular melalui kontak sosial, alat makan toilet, kolam renang, udara ruangan, maupun oleh karena gigitan nyamuk atau serangga (Depkes RI, 2006).

Menurut Munijayya (1999), beberapa faktor resiko penularan HIV (situasi dan perilaku) yang berkembang dimasyarakt patut diwaspadai karena kemungkinan akan menjadi pemicu ledakan HIV di


(40)

Indonesia, diantaranya adalah kasus praktik pelacuran yang semakin berkembang tidak saja di kota kota besar akan tetapi sudah merambah ke pedesaan, pergaulan bebas yang menjurus ke perilaku seks bebas, masih tingginya penggunaan jarum suntik dan peralatan kedokteran lainya yang kurang steril di pusat-pusat pelayanan kesehatan. Situasi lain yang ikut menyuburkan terjadinya perilaku beresiko adalah rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat tentang cara penularan AIDS (aspek kemiskinan pengetahuan ). Situasi ini dapat dilihat dari masih berkembangnya stigma dan persepsi salah tentang cara penularan HIV yang berakibat pada pengucilan pengidap HIV. Masih berkembangnya sikap masyarakat yang hanya menyalahkan kelompok-kelompok tertentu (denial attitude) sebagai sumber penularan HIV dimasyarakat juga merupakan indikator masih rendahnya kesadaran masyarakat akan masalah HIV/AIDS.

HIV/AIDS dapat menular melalui beberapa cara yaitu: 1) Lewat cairan darah:

a) Melalui tranfusi darah/ produk darah yang tercemar HIV b) Lewat pemakai jarum suntik yang tercemar HIV, yang dipakai

secara bergantian tanpa sisterilkan, misalnya pemakaian jarum suntik pada kalangan pengguna narkoba suntikan atau penasun. c) Melalui pemakaian jarum suntik yang berulang kali dalam

kegiatan lain misalnya penyuntikan imunisasi dan obat.

d) Pemakaian alat tusuk yang menembus kulit, misalnya alat tindik, tato dan alat facial wajah.

2) Lewat cairan sperma dan cairan vagina

Melalui hubungan seks penetrative (penis masuk kedalam vagina atau anus) tanpa menggunakan kondom, sehingga memungkinkan terjadi adanya luka (untuk hubungan seks lewat vagina), atau tercampunya cairan sperma dengan darah, yang mungkin terjadi dalam hubungan seks lewat anus.

3) Lewat Air Susu Ibu


(41)

Penularan ini dimungkinkan dari ibu hamil yang positif HIV dan melahirkan melalui vagina, kemudian menyusui bayinya dengan ASI. Kemungkinan tertularnyadari ibu ke bayinya (mother

to child transmition) ini berkisar hingga 30% artinya dari setiap

sepuluh kehamilan dari ibu HIV positif kemungkinan ada tiga bayi yang lahir dengan HIV positif (Dekes RI, 2003).

HIV tidak menular dan menularkan dengan melalui:

a) Hidup serumah dengan penderita HIV/AIDS, asal tidak berhubungan seksual

b) Menjabat tangan, mengobrol, memeluk, berciuman pipi, bersenggolan badan dengan penderita HIV/AIDS

c) Penderita HIV/AIDS bersin, batuk, berkeringat, mengeluarkan air mata

d) Digigit serangga, nyamuk dan binatang peliharaan e) Berenang bersama-sama dikolam renang

f) Menggunakan toilet bersama-sama

g) Melalui makan dan minum bersama, menggunakan sisir bersama, handuk dan baju (WHO,1992).

4. Pekerja Seks Komersial

Orang yang menjual jasa seksual di sebut dengan pelacur atau bisa di sebut dengan Pekerja Seks Komersial pada saat ini, umumnya seorang PSK itu adalah seorang wanita yang tidak memungkinkan seorang laki-laki juga bisa jadi seorang PSK (Kartono,2003). Menurut Abednego (1998) mengungkapkan bahwa wanita sangat rentan terhadap penularan HIV/AIDS karena 3 faktor, yaitu: faktor biologis, faktor sosial kultur dan faktor ekonomis. Secara biologis wanita mempunyai dua kali peluang lebih besar terinfeksi HIV lewat hubungan seksual dibandingkan dengan pria. Hal ini dapat dijelaskan karena luas lapisan mukosa vagina relatif lebih luas dari pada mukosa uretra pada pria yang merupakan pintu masuk virus HIV. Hal ini adalah cairan mani pria mempunyai konsentrasi HIV yang lebih tinggi dibandingkan dengan cairan vagina. Demikian pula seorang wanita yang menderita PMS akan lebih lama berada dalam tahap tanpa gejala dibandingkan dengan pria penderita PMS. Hal ini menyebabkan


(42)

wanita akan lebih lama terobati untuk penyakit PMSnya, sedangkan PMS merupakan suatu faktor yang berpengaruh terhadap penularan AIDS. Wanita cenderung masih berkedudukan dibawah pria secara sosial budaya, hal ini merupakan keadaan yang kurang mendukung dalam pemberantasan HIV/AIDS, terutama bila anjuran KIE untuk pencegahan HIV/AIDS adalah dengan melakukan puasa seksual atau penggunaan kondom. Hal ini dikarenakan dua hal tersebut tidak berada dibawah kekuasaan wanita untuk menentukanya.

5. Lokalisasi

Lokalisasi yaitu merupakan suatu tempat dimana para Pekerja Seks Komersial melakukan pelacuran. Umumnya tempat tersebut terdiri atas rumah-rumah kecil atau tenda-tenda yang dikelola oleh mucikari atau germo. Di dalam tempat tersebut tersedia perlengkapan tempat tidur, kursi tamu, pakaian, alat berhias, serta para PSK. PSK tersebut tinggal ditempat tersebut dengan harus membayar uang untuk menempati rumah tersebut, membayar keamanaan dan lain sebagainya. (Hawari,2006).

Tempat lokalisasi biasanya tempat terisolir atau terpisah dari kompleks penduduk lainya. Tujuan dibentuknya lokalisasi adalah untuk menjauhkan dari masyarakat umum terutama anak-anak puber, dan remaja dewasa dari pengaruh-pengaruh yang tidak bermoral dan pengaruh dari pelacuran, menghindarkan gangguan-gangguan kaum pria hidung belang terhadap wanita baik-baik, memudahkan pengawasan para pekerja seks komersial terutama mengenai kesehatan dan keamananya, memudahkan tindakan preventif dan kuratif terhadap PMS, mencegah pemerasan terhadap PSK yang pada umumnya selalu menjadi pihak yang paling lemah (Kartono, 2003)

B.Kerangka Berpikir

Menurut Lawrence Green (1980) membedakan determinan masalah kesehatan menjadi dua faktor yaitu faktor perilaku (behaverioral factors) dan faktor di luar perilaku (non behaverioral factors). Dalam faktor perilaku menurut Green (1980) dikemukakan bahwa perilaku seseorang terhadap suatu obyek dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu :

1. Predisposing faktor (faktor pemudah)


(43)

Yang termasuk dalam faktor pemudah antara lain, pengetahuan terhadap apa yang dilakukan kepercayaan, nilai, pengalaman, serta beberapa faktor sosial, demografi, seperti status perkawinan status dan ekonomi, umur, gender.

2. Enabling factor (faktor pemungkin)

Terdiri dari ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan ketersediaan fasilitas kesehatan, jarak/akses ke tempat pelayanan kesehatan) ketersediaan sumber daya kesehatan.

3. Reinforching factor (faktor penguat)

Faktor penguat meliputi : peran serta petugas kesehatan, kebijakan, tokoh masyarakat, tokoh agama.

Kerangka teori perubahan perilaku tersebut di atas dapat dilihat pada gambar di bawah ini :


(44)

Gambar 2.2 Kerangka Teori Penelitian (Green, 1990)

Berdasarkan pendekatan masalah penelitian secara teoritis (teoritical

approach, di atas maka peneliti menyusun kerangka konsep yang didasarkan

pada teori-teori dan hal-hal sebagai beikut :

Kerangka Konsep

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian Faktor predisposisi

- Sikap - Nilai

- Pengetahuan - Keyakinan - Pengalaman

- Faktor sosial demografi Faktor Pendukung

- Ketersediaan sarana dan prasarana

Faktor Penguat

- Peran serta petugas kesehatan - Kebijakan

- Tokoh masyarakat - Tokoh agama

Perilaku Individu Masyarakat

Faktor predisposisi

- Pengetahuan Wanita Pekerja Seks Komersial tentang HIV/AIDS - Faktor sosial demografi, umur,

pendidikan, status perkawinan, pekerjaan

Faktor Pendukung

- Ketersediaan kondom di lokalisasi

- Keterjangkauan harga kondom Faktor Penguat

- Ketegasan PSK di lokalisasi

Perilaku Pencegahan HIV/AIDS oleh

PSK


(45)

C.Hipotesis

1. Terdapat pengaruh Pendidikan terhadap perilaku pencegahan HIV/AIDS pada Wanita Pekerja Sek Komersial

2. Terdapat pengaruh Pengetahuan tentang HIV AIDS terhadap perilaku pencegahan HIV/AIDS pada Wanita Pekerja Sek Komersial

3. Terdapat pengaruh Ketersediaan kondom terhadap perilaku pencegahan HIV/AIDS pada PSK

D. Penelitian Yang Relevan

Dilihat dari lokasi dan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini, maka penelitian ini merupakan penelitian baru dan belum pernah dilakukan. Beberapa penelitian yang terkait faktor-faktor yang mempengaruhi pencegahan HIV/AIDS pada pekerja seks komersial adalah :

1. Rakhi Dandona, et all (2004) dengan judul “High Risk of HIV in Non-Brothel

based Female Sex Workers in India” Jenis penelitian ini adalah dengan Studi

Belah Lintang (Cross Sectional) pada 6648 WPS di 13 distrik Hasil : Sebanyak 6165 (92,7%) melakukan seks vaginal dan anal dengan 1 klien pada 15 hari terakhir dan 2907 diantaranya (47.2%;95% CI 41.2-53.2%) Klien < pada minggu terakhir. Kurangnya pengetahuan tentang pencegahan HIV (OR 5.01;95% CI 4.38-5.73), tidak ada akses bebas terhadap kondom (OR 3.45; 95% CI 2.99-3.98), dan tidak adanya partisipasi dari kelompok dukungan (OR 2.02;95% CI 1.50-2.70) adalah faktor penyebab yang paling signifikan pada kejadian tidak menggunakan kondom dengan klien. Faktor lain yang berasosiasi adalah rendahnya dukungan sosial, rendahnya pendapatan, umur > 24 tahun, buta huruf dan hidup di daerah kota menengah (uraban) atau rural. 2. Ida Yustina, (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Kemampuan Tawar

Pekerja Seks Komersial Dalam Penggunaan Untuk Mencegah Penularan HIV/AIDS Di Jalan Lintas Sumatra Kabupaten Langkat Provinsi Sumatra

Utara”. Penelitian ini merupakan survey explanatory yang dilakukan di Kabupaten Langkat terhadap 104 pekerja seks komersial pada tahun 2008. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuisioner, diolah dengan menggunakan beberapa regresi. Hasil dan kesimpulan: Hasil penelitian menunjukkan bahwa 70,2% dari pekerja seks komersial tawar


(46)

kekuasaan dalam meminta pelanggan mereka untuk menggunakan kondom berada dalam kategori buruk. Hasil analisis regresi berganda menunjukkan bahwa 85,6% dari kekuatan pekerja seks komersial tawar untuk meminta pelanggan mereka untuk menggunakan kondom dapata dijelaskan oleh pengetahuan dan sikap pekerja seks komersial, kompleksitas kondom, pelanggan kenyamanan, dan lembaga swadaya masyarakat.

3. Andi Fadhali, dkk (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “ Faktor Yang Berhubungan Dengan Pencegahan HIV/AIDS di Kalangan Pramusaji Kafe Di

Tanjung Biru Kabupaten Bulu Kamba”. Jenis penelitian yang digunakan

adalah penelitian observasional analitik dengan rancangan cross sectional

study dengan menggunakan metode exhausting sampling dimana sampel

penelitian yang berada di 16 kafe sebanyak 76 orang. Data di analisis dengan menggunakan uji Chi Square dengan α 0,05 dan koefisisan π (phi). Hasil

penelitian menunjukkan bahwa 72,4% pramusaji melakukan praktik pencegahan secara baik, yaitu tidak melakukan hubungan seks dengan pelanggan dan pelanggan konsisten menggunakan kondom saat berhubungan seks. Hasil uji Chi Square menunjukkan variabel yang berhubungan secara signifikan dengan p < 0,05, yakni variabel pengetahuan (p=0,002) dengan kekuatan hubungan sedang (ϕ=0,361), dan sikap (p=0,000) dengan kekuatan hubungan sedang (ϕ 0,646), sedangkan empat variabel lainya tidak berhubungan dengan praktik pencegahan yaitu ketersediaan kondom, dukungan pendidik sebaya, dukungan teman sebaya, dan dukungan keluarga. Untuk pramusaji kafe yang berstatus WPS agar mewajibkan pelangganya selalu menggunakan kondom. Dinas Kesehatan dan KPA Kabupaten Bulu Kamba agar lebih meningkatkan informasi mengenai pencegahan HIV/ AIDS. Peningkatan kinerja pendidik sebaya dalam hal komunikasi, informasi dan edukasi tentang HIV AIDS agar dapat memberikan penyuluhan dan pendekatan kepada pramusaji yang efektif dan maksimal.

4. Wong Mee Lian, et all dalam penelitianya yang berjudul Sexually Transmitted Diseases and Condom Use Among Female Freelance and Brothel- Based Sex

Workers in Singapore, 1999 Studi belah lintang (cross sectional) pada 111


(47)

WPS Tidak Langsung yang ditangkap karena prostitusi illegal dari November 1996 sampai Maret 1997 dan 333 WPS Langsung yang dipilih acak (random). Semua responden dilakukan tes IMS. Hasil : Prevalensi IMS pada WPS tidak langsung lebih tinggi dibandingkan dengan WPS langsung (34.8% vs. 24.0%). Tingkat penggunaan kondom yang tidak konsisten secara signifikan lebih tinggi pada WPS Tidak Langsung dan berasosiasi terhadap umur yang masih muda, jumlah klien yang menurun, dan persepsi penggunaan kondom pada kelompok sebaya

5. Ratnawati, (2002) dalam penelitiannya yang berjudul “Perilaku Waria Pekerja Seks Komersial dalam Upaya Penanggulangan Penyakit Menular Seksual dan

AIDS di Kota Madiun”. Penelitian ini menggunakan teknik sampling purposive sebanyak 10 orang dan penentuan subjek secara snowball chain

sampling. Hasil penelitian menunjukan: 1) Pengetahuan tentang PMS dan

AIDS Subjek sudah mengetahui tanda-tanda,penularan, cara melindungi diri, serta cara berhubungan seks yang aman dari penularan PMS dan ada juga yang belum mengetahui 2) Sikap Waria terhadap PMS dan AIDS yaitu dengan memberitahu teman jika ada pelanggan yang menderita PMS/AIDS, tetap bergaul dengan teman yang menderita PMS dan AIDS, penggunaan kondom adalah ada subjek yang kurang setuju karena kurang nikmat dan sakit tetapi ada juga yang setuju 3) Praktik sebagai Waria PSK yaitu Jumlah Pasangan tiap bulan beda-beda, ada yang di lakukan dengan menggunakan kondom dan minum obat dan tidak pakai apa-apa, perasaan waktu menggunakan kondom tidak nyaman dan sakit tetapi ada juga yang tidak masalah. Perbedaan penelitian yang dilakukan penulis dengan penelitian sebelumnya meliputi, metode penelitian, teknik pengambilan sampling, jumlah responden, tempat dan waktu penelitian.

6. Irwan Budiono, (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Konsistensi Penggunaan Kondom oleh Wanita Pekerja Seks Komersial/Pelanggannya” metode peneltian survey melibatkan 140 WPS di resosialisasi Argerjo Semarang. Variabel bebas penelitian meliputi pengetahuan tentang PMS dan HIV/AIDS, sikap terhadap penggunaan kondom, akses informasi tentang IMS dan HIV/AIDS, persepsi pelanggan tentang kemampuan melakukan hubungan seks aman, dan dukungan germo. Variabel terikat adalah konsistensi


(48)

penggunaan kondom. Hasil penelitian menunjukkan angka konsistensi penggunaan kondom sebesar 62,9%. Faktor yang terbukti berhubungan dengaan praktik penggunaan kondom adalah WPS tentang IMS dan HIV/AIDS, sikap WPS terhadap penggunaan kondom, akses informasi tentang IMS dan HIV/AIDS, persepsi pelanggan tentang kemampuan untuk melakukan perilaku seks secara aman, serta dukungan germo. Simpulan penelitian, pengetahuan, sikap, akses informasi, persepsi, dan dukungan germo berpengaruh terhadap penggunaan kondom.


(49)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti ini merupakan jenis penelitian kuantitatif, dengan metode penelitian analitik. Desain penelitian yang digunakan adalah desain cross sectional, dimana dinamika antara faktor-faktor resiko dengan efek dipelajari dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada waktu yang bersamaan.

B. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

1. Waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2015. 2. Lokasi Penelitian

Lokasi yang dipilih dalam penelitian ini adalah Lokalisasi Pasar Kembang Yogyakarta. Peneliti memilih lokasi Pasar Kembang Yogyakarta sebagai lokasi penelitian dikarenakan lokasi tersebut sebagai lokalisasi tertua di Yogyakarta dan terdapat 554 orang Wanita Pekerja Seks Komersial dan kawasan tersebut sebagai lokalisasi sasaran bagi pelanggan nya.

C. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua pekerja seks komersial yang ada di Lokalisasi Pasar Kembang Yogyakarta sebanyak 554 wanita pekerja seks komersial.

2. Teknik Sampling

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive

sampling, dengan kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut :

Kriteria Inklusi :

a. Wanita pekerja seksual di Lokalisasi Pasar Kembang Yogyakarta b. Bersedia menjadi responden penelitian

38


(50)

Penentuan besar sampel menggunakan rumus bahwa variabel independen (variabel bebas) dikali 15-20 (Murti, 2010). Sehingga didapat sampel 120-160.

D. Variabel Penelitian

1. Variabel Independen

Variabel independen dalam penelitian ini adalah : a. Pendidikan

b. Pengetahuan tentang HIV /AIDS c. Ketersediaan kondom

2. Variabel Dependen

Perilaku pencegahan HIV/AIDS pada Wanita Pekerja Seks Komersial

E. Definisi Operasional Variabel

1. Pendidikan a. Definisi

Pendidikan adalah Pernyataan responden tentang jenjang sekolah formal yang terakhir ditamatkan

b. Alat ukur : kuesioner c. Skala data

Skala data ordinal , untuk analisis skala data diubah menjadi dikotomi < SMA jika < mean

≥ SMA jika ≥ mean Kategori

Pendidikan rendah (tamat SD) < SMA

Pendidikan tinggi (tamat SMP, SMA, Akademi, PT 2. Pengetahuan tentang HIV/ AIDS

a. Definisi

Pengetahuan adalah pemikiran seseorang tentang penyakit HIV/HIDS sebagai hasil dari informasi atau pesan yang diterima

b. Alat ukur adalah kuesioner c. Skala data


(51)

Skala data pengetahuan ordinal , untuk analisis data diubah menjadi dikotomi dengan kategori :

Pertanyaan yang benar di beri nilai 1

Pertanyaan yang salah atau tidak menjawab di beri nilai 0 3. Ketersediaan Kondom

a. Definisi

Ketersediaan kondom adalah ada tidaknya kondom di Lokasisasi tersebut b. Alat ukur adalah kuesioner

c. Skala data

Skala data adalah nominal Kategori

Tidak tersedia 1

Tersedia 0

4. Perilaku pencegahan HIV/ AIDS a. Definisi

Adalah tindakan Wanita Pekerja Sek Komersial untuk mencegah HIV/AIDS dengan penggunaan kondom

b. Alat ukur adalah Kuesioner c. Skala data adalah ordinal d. Katergori :

Melakukan pencegahan jika nilai ≥ mean Tidak melakukan pencegahan jika nilai < mean

F. Teknik pengumpulan data

1. Instrumen penelitian

Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini adalah kuisioner,yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku pencegahan HIV/AIDS pada Wanita Pekerja Seks Komersial.

2. Uji Instrumen


(52)

Sebelum alat pengumpul data digunakan untuk penelitian, terlebih dahulu dilakukan uji coba instrumen pada responden untuk keperluan uji validitas dan uji reliabilitas.

Validitas isi dari kuisioner dinilai dengan cara memeriksa apakah item-item pertanyaan di dalam kuisioner memang sudah sesuai dengan isi (content)

dari masing-masing variabel yang diteliti, khususnya variabel umur, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, pengetahuan tentang HIV/AIDS, ketersediaan kondom. Isi masing-masing variabel tersebut dinilai kesesuaiannya dengan definisi variabel sebagai hasil sintesis dari teori-teori yang relevan,

Berdasarkan dari sintesis teori, penggunaan definisi variabel menurut peneliti sebelumnya dan pakar, selanjutnya isi dari masing-masing variabel dijabarkan dalam sejumlah kisi-kisi (tabel 3.1, 3.2, 3.3). Selanjutnya kisi-kisi tersebut dituangkan dalam pertanyaan-pertanyaan kuesioner. Sebuah kuesioner mempunyai validitas isi yang tinggi jika semua item pertanyaan kuesioner relevan dan meliputi semua aspek isi variabel yang akan diukur. Tabel 3.1 Instrumen untuk mengukur variabel perilaku pencegahan

HIV/AIDS pada PSK

Aspek elemen No Item Total Item

Favorable Unfavorable 1. Pencegahan hubungan seks

berganti-ganti pasangan

25,26,27 3

2. Perilaku penggunaan kondom 28,29,30,31 4

Sub total 7

Tabel 3.2 Instrumen untuk mengukur variabel Pengetahuan tentang HIV/AIDS

Aspek elemen

No Item Total

Item Favorable Unfavorable

1. Informasi HIV/AIDS 6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16 17,18,19,20

15

Sub total 15


(1)

Tahudik 6.463 1 .011

Overall Statistics 21.757 3 .000

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 22.511 3 .000

Block 22.511 3 .000

Model 22.511 3 .000

Model Summary

Step -2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 190.185a .131 .178

a. Estimation terminated at iteration number 4 because parameter estimates changed by less than .001.

Classification Tablea

Observed

Predicted Perilaku pencegahan HIV/AIDS

dikotomi Percentage

Correct Kurang (<7) Baik (=>7)

Step 1 Perilaku pencegahan HIV/AIDS dikotomi

Kurang (<7) 14 47 23.0

Baik (=>7) 3 96 97.0

Overall Percentage 68.8

a. The cut value is .500


(2)

Lower Upper

Step 1a Kondom1 -2.287 .676 11.433 1 .001 .102 .027 .382

Pendikdik .284 .376 .571 1 .450 1.328 .636 2.775

Tahudik .836 .353 5.607 1 .018 2.308 1.155 4.611

Constant 2.098 .958 4.792 1 .029 8.148

a. Variable(s) entered on step 1: Kondom1, Pendikdik, Tahudik.

LOGISTIC REGRESSION VARIABLES Preventdik /METHOD=ENTER Pendikdik Tahudik

/PRINT=CI(95)

/CRITERIA=PIN(0.05) POUT(0.10) ITERATE(20) CUT(0.5).

Logistic Regression

Case Processing Summary

Unweighted Casesa N Percent

Selected Cases Included in Analysis 160 100.0

Missing Cases 0 .0

Total 160 100.0

Unselected Cases 0 .0

Total 160 100.0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dependent Variable Encoding Original Value Internal Value

Kurang (<7) 0

Baik (=>7) 1

Block 0: Beginning Block


(3)

Classification Tablea,b

Observed

Predicted Perilaku pencegahan HIV/AIDS

dikotomi Percentage

Correct Kurang (<7) Baik (=>7)

Step 0 Perilaku pencegahan HIV/AIDS dikotomi

Kurang (<7) 0 61 .0

Baik (=>7) 0 99 100.0

Overall Percentage 61.9

a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 0 Constant .484 .163 8.851 1 .003 1.623

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 0 Variables Pendikdik 1.543 1 .214

Tahudik 6.463 1 .011

Overall Statistics 7.240 2 .027

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 7.281 2 .026

Block 7.281 2 .026

Model 7.281 2 .026


(4)

1 205.415a .044 .060 a. Estimation terminated at iteration number 3 because parameter estimates changed by less than .001.

Classification Tablea

Observed

Predicted Perilaku pencegahan HIV/AIDS

dikotomi Percentage

Correct Kurang (<7) Baik (=>7)

Step 1 Perilaku pencegahan HIV/AIDS dikotomi

Kurang (<7) 18 43 29.5

Baik (=>7) 11 88 88.9

Overall Percentage 66.3

a. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95% C.I.for EXP(B) Lower Upper

Step 1a Pendikdik .317 .355 .799 1 .372 1.373 .685 2.753

Tahudik .798 .336 5.660 1 .017 2.222 1.151 4.290

Constant -.456 .616 .547 1 .460 .634

a. Variable(s) entered on step 1: Pendikdik, Tahudik.

RELIABILITY

/VARIABLES=P1 P2 P3 P4 P5 P9 /SCALE('ALL VARIABLES') ALL /MODEL=ALPHA

/STATISTICS=DESCRIPTIVE SCALE /SUMMARY=TOTAL.

Reliability

Scale: ALL VARIABLES


(5)

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 160 100.0

Excludeda 0 .0

Total 160 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics Cronbach's

Alpha N of Items

.802 6

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

P1 1.6250 .78308 160

P2 1.6563 .77741 160

P3 1.5625 .66055 160

P4 1.5250 .59294 160

P5 1.5438 .60237 160

P9 1.5063 .51392 160

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

P1 7.7938 4.945 .685 .740

P2 7.7625 4.987 .677 .742

P3 7.8563 5.520 .640 .753

P4 7.8938 5.995 .550 .774


(6)

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items

9.4188 7.943 2.81834 6

SAVE OUTFILE='G:\Rata Ygy_data_edit.sav' /COMPRESSED.