Memerangi Sultan Pemerintah adalah Bidah menurut Salaf dan Khalaf

112 Ancaman di Akhirat sama halnya dengan ulama yang lain tanpa dikekalkan di dalam neraka. Sama halnya ula dengan pendapat Al-Imam Gazaliy bahwa kekafiran menyebabkan keharaman menikahi seorang muslimah, kehalalan darahnya dan penyitaan hartanya. Walaupun demikian Al- Gazaliy tetap menyatakan sebisa mungkin agar menghindari pengafiran personal.dengan mengatakan bahwa membiarkan seibu orang kafir lebih baik daripada tersalah membunuh seorang muslim. Yusuf Al-Qaradawiy juga menegaskan bahwa konsekuensi Takfir adalah hal yang berat dengan menjabarkan tiga kelompok orang dalam berislam dengan merujuk kepada surah Al-Fatir 35 ayat 22-23 yang harus disikapi dengan bijak. Ada golongan zalim terhadap dirinya sendiri, ada golongan pertengahandan ada pula golongan yang berlomba- lomba dalam kebaikan. Merujuk kepada tiga kelompok tersebut maka konsekuensi Takfir menurutnya adalah berupa ancaman neraka tanpa kekekalan bagi pelaku al-kufr al-asgar dan kehinaan di dunia dan di Akhirat bagi pelaku al-kufr al-akbar Faktor penyebab persamaan dalil ini mengingat dalil ini sangat jelas dan tidak ada pertentangan pemahaman sehingga tidak membutuhkan ta’wil, walaupun nantinya akan ditemukan pemahaman yang lebih jauh berdasarkan Qarinah untuk menjelaskan jenis kehinaan yang ditimpakan kepada pelakunya. Dalam hal ini hakimlah bertindak sebagai penentu dan ekskutor jika keadilan harus ditegakkan baginya.

3. Memerangi Sultan Pemerintah adalah Bidah menurut Salaf dan Khalaf

Menurut Al-Imam Ibn Hanbal memerangi sultan Pemerintah adalah suatu perbuatan bidah dengan fakta bahwa Al-Imam ibn Hanbal tidak pernah mengkafirkan pemerintahnya yang telahmenyiksanya, justru beliau mendo’akannya dan memohonkan ampun untuknya. Demikian pula pada masa Yusuf al-Qarad{awiy, ia tidak pernah 113 menyalahkan bahkan menurut penulis dengan semangat ‚Kami adalah pendakwah bukan hakim‛ cukup membuktikan bahwa orang-orang yang tidak sesuai di jalan Allah adalah ‚lahan subur‛ untuk ber ‚ at-Tawas{i bi al-Haqq wa at-tawas{i bi as-s{abr‛ walaupun tidak diungkapkan dengan kata bidah namun dapat dipahami perbuatan tersebut adalah sesuatu yang perlu diluruskan. Tidak pula didapati pendapat ulama Salaf, Ibn Taimiyyah maupun Ibn Al-Qayyim, maupun khalaf, Al-Asya’ariy maupun Al- Gazaliy yang menyatakan pembolehan kudeta terhadap pemerintahan yang menaungi umat Islam, bahkan cenderung ikut berperan dalam pemerintahan sebagaimana yang terjadi pada Ibn Taimiyyah meskipun fitnah tidak dapat dihindarkan sehingga harus mendekam di penjara. Menurut penulis, faktor penyebabnya adalah pemerintahan penanggung jawab kemaslahatan umat, jika diperangi akan berdampak negatif kepada rakyat secara keseluruhan. Hal ini juga sesuai dengan firman Allah dalam surah an- Nisa‟ 4 ayat 59. 211

B. Perbedaan dan Faktor-Faktor Penyebabnya 1. Kriteria Takfir: Pandangan

Salaf bahwa Alquran adalah Kalamullah yang tidak perlu dijelaskan apakah ia makhluk atau bukan, sementara pada masa Khalaf pembahasan ini tidak lagi diperdebatkan. Peristiw a Mihnah Alquran yang terjadi pada masa Al-Imam Ahmad Ibn H{anbal adalah puncak kekuasaan pemikiran Mu‟tazilah pada masa dinasti Bani Abbasiyyah yang sangat mengagungkan akal yang mana Abu Hasan al-Asy ‟ariy pernah menjadi orang yang menjadi pemuka pemikiran Mu‟tazilah, namun akhirnya ia bertaubat dan menjelaskan 211 Departemen Agama RI, Al Quran dan Terjemahnya , hlm.139. Ayat tersebut berbunyi:           … Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan ulil Amri di antara kamu… Q.S. An-Nisa’4: 59 114 kekeliruan pemikiran mereka dan mengaskan menjadi pengikut Ahl as- Sunnah. Perbedaan pandangan dengan tujuan yang sama yaitu ingin men- tanzih-kan Allah namun semangat yang berlebihan yang “mendewakan” akal pada akhirnya keluar dari cara berp ikir qur‟ani. Menurut penulis, kekeliruan ini sebenarnya telah disadari oleh para penguasa namun nafsu manusia juga yang menjadi penghalangnya. Akal yang seharusnya menjadi penimbang dan membantu menusia memahami wahyu justru terbalik, wahyulah yang dipaksa untuk tunduk kepada akal. Faktor penyebab perbedaan ini adalah bahwa pada masa-masa Khalaf perkembangan ilmu pengetahuan semakin meluas, kajian konsep Takfir semakin sistematis dan wahyu adalah panduan dan akal yang membantu pemahaman, serta sikap kehati-hatian yang selalu diungkap oleh Ahmad Ibn Hanbal dan Ibn Taimiyyah dirinci oleh para Khalaf dengan berbagai istilah sehingga benturan pemahaman dapat dihindarkan.

2. Pembagian Takfir: Penggunaan