Metode yang Biasa Dilakukan dalam Memahami Kitab Kuning

ditekankan pada hal-hal yang menonjol dari - Wahh b. Kuliah ini diakhiri juga dengan tanya jawab tentang segala masalah dari pemahaman al-Wahhab. Sebelum bubaran, kiai-ulama memberikan tugas kepada santri peserta pengajian agar masing-masing menyusun abstraksi beberapa pasal dari kitab yang dikaji dalam bentuk makalah dengan diberi waktu secukupnya. Kemudian, dalam sesi ketiga, kiai-ulama mendiskusikan semua makalah itu. Dengan demikian, khatamlah sudah -Wahhab dalam tiga kali pertemuan. 102

7. Evaluasi

Evaluasi adalah penilaian atas tugas, kewajiban, dan pekerjaan. Cara ini dilakukan setelah kajian kitab kuning selesai dibacakan atau disampaikan. Di masa lalu, cara ini disebut yakni suatu pengujian santri melalui mun qasyah oleh para guru atau kiai-ulama di hadapan forum terbuka. Selesai mun qasyah, ditentukanlah kelulusan. Kepada para santri yang lulus dapat d ber kan “ jazah l san” maupun “d ploma ‘ limiyyah” atau sejenisnya. Di beberapa pusat pengajian Timur Tengah di masa lalu, metode ini pernah berjalan dan mentradisi. Dalam kondisi sulit, metode evaluasi atau dapat ditempuh melalui ujian akhir secara tertulis sebagaimana berlaku dalam dunia pendidikan modern dewasa ini. 103

F. Metode yang Biasa Dilakukan dalam Memahami Kitab Kuning

Berkaitan dengan cara belajar metode, almarhum K. H. Idris Kamali Daru Pesantren Tebuireng, Jombang, pernah membuat terobosan baru dengan mengajarkan kitab kuning kepada santri seniornya dan memberikan peranan aktif kepada mereka dalam proses belajarnya. Beliau menyuruh salah satu santri membaca beberapa baris dari kitab yang dipelajari dan menerangkan maksudnya kepada teman-temannya. Setelah santri tadi selesai menjelaskan beliau mempersilahkan teman-temannya untuk 102 Siradj et a.l, Pesantren Masa Depan, h. 266-267. 103 Ibid., h. 284. berbicara atau bertanya tentang masalah yang dianggap perlu dari isi kitab yang dibacakan tadi. Bila terjadi perbedaan pemahaman, baru beliau meluruskannya. Meskipun diskusi mereka baru berkisar pada masalah pemahaman isi kitab itu dan bukan mendiskusikan teori yang dibawakannya, hasil yang diperoleh sangat baik kalau yang dimaksud ngaji adalah memahami isi kitab. 104 Suatu diskusi baru dapat berjalan dengan baik bila dilakukan dengan persiapan beserta bahan-bahannya yang cukup jelas, dengan pembicaraan yang berlangsung secara rasional, tidak didasarkan atas luapan emosi, dan lebih mementingkan pada kesimpulan rasional daripada kepentingan egoistis pribadi peserta. Diskusi ini bila dia ahka u tuk tidak e ga il suatu kesi pula aka dise ut dialog aitu sekeda memberitahukan tentang suatu masalah yang telah lama dirasakan sebagai suatu permasalahan. Dalam dialog tidak ada yang menang atau yang kalah, masing-masing tetap berada pada pendiriannya, setuju tentang adanya perbedaan. 105 Cara yang lain adalah yang pertama dengan pendekatan tugas aktif kepada peserta PKU, contoh refresentatifnya adalah peserta PKU mengambil kursus sebelum meng-immersi dirinya dalam bahasa sasaran, yaitu disini peserta PKU sasarannya pada bahasa Arab, mendengarkan kaset, dan catat kata-kata yang perlu diingat. Kedua, realisasi bahasa sebagai sarana komunikasi dan interaksi, contoh refresentatifnya adalah jangan ragu berbicara, gunakan banyak kata, serta berkomunikasilah selalu kalau ada kesempatan, dan hafalkan. Ketiga, manajemen tuntutan afektif, contoh refresentatifnya adalah cari kesempatan berbicara, tertawalah atas kesalahan sendiri. 106

G. Orientasi dan Fungsi MUI 1. Orientasi MUI