UPAYA POLRES TANGGAMUS DALAM PENANGGULANGAN PERJUDIAN TOTO GELAP (TOGEL) DI WILAYAH TANGGAMUS

(1)

UPAYA POLRES TANGGAMUS DALAM PENANGGULANGAN PERJUDIAN TOTO GELAP (TOGEL)

DI WILAYAH TANGGAMUS (Skripsi)

Oleh

HARMAWAN PRANA YUDA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

ABSTRAK

UPAYA POLRES TANGGAMUS DALAM PENANGGULANGAN PERJUDIAN TOTO GELAP (TOGEL)

DI WILAYAH TANGGAMUS Oleh

HARMAWAN PRANA YUDA

Perjudian toto gelap (togel) merupakan suatu masalah serius yang dihadapi oleh pihak kepolisian, sebab judi ini merupakan kejahatan yang melanggar hukum. Sesuai dengan konteks bahwa tindak pidana perjudian pada dasarnya adalah kejahatan, bertentangan dengan agama, kesusilaan dan moral pancasila, serta membahayakan bagi penghidupan dan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara, maka pihak Kepolisian Republik Indonesia sebagai aparat penegak hukum dituntut untuk melaksanakan berbagai upaya dan kebijakan dalam rangka penegakan hukum terhadap tindak pidana perjudian. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah upaya Polres Tanggamus dalam penanggulangan perjudian toto gelap di Wilayah Tanggamus? (2) Apakah faktor-faktor yang menghambat upaya Polres Tanggamus dalam penanggulangan perjudian toto gelap di Wilayah Tanggamus? Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris, dengan responden yaitu anggota Kepolisian Resor Tanggamus, tokoh masyarakat dan Akademisi Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik studi pustaka dan studi lapangan dan dianalisis secara kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan: (1) Upaya Kepolisian Resor Tanggamus dalam upaya penanggulangan judi togel di

wilayah Tanggamus dilaksanakan secara penal dan non penal. Upaya penal dilaksanakan dalam kerangka penegakan hukum melalui proses penyidikan dengan landasan dasar hukum yaitu KUHAP dan Undang - Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka penegakan hukum terhadap pelaku judi togel di Kabupaten Tanggamus. Sementara upaya non penal dilaksanakan dengan penyuluhan kepada masyarakat tentang judi togel sebagai tindak pidana, menjalin kerjasama dengan tokoh agama dan tokoh masyarakat serta memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat yang bersedia menjadi pelapor atau saksi dalam tindak pidana judi togel. (2) Faktor-faktor yang menghambat Upaya Kepolisian Resor Tanggamus dalam upaya penanggulangan judi togel di wilayah Tanggamus adalah: a) Faktor aparat penegak hukum, yaitu adanya oknum polisi yang terlibat dalam tindak pidana judi togel adan kurangnya kuantitas anggota Satreskrim Polres Tanggamus dalam penanggulangan judi togel. b) Faktor sarana dan prasarana, yaitu keterbatasan sarana kendaraan operasional kepolisian sehingga


(3)

belum dilaksanakan secara optimal. c) Faktor masyarakat, yaitu tidak bersedianya masyarakat untuk menjadi pelapor atau saksi dalam penanggulangan tindak pidana judi togel d) Faktor budaya, yaitu semakin membudayanya judi dalam kehidupan masyarakat, sehingga judi togel ini terjadi secara menyeluruh pada hampir seluruh wilayah Kabupaten Tanggamus.

Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Penyidik Kepolisian Resor Tanggamus disarankan untuk melaksanakan penyidikan dengan sebaik-baiknya secara jujur dan bertanggung jawab serta bertujuan untuk mencapai efisiensi dan efektifitas dalam sistem peradilan pidana. Polisi dalam melaksanakan upaya paksa terhadap pelaku tindak pidana judi togel hendaknya tidak sewenang-wenang dan tetap berada pada koridor dan batas yang telah ditentukan oleh hukum. (2) Kepolisian Resor Tanggamus disarankan untuk mengembangkan dan meningkatkan jaringan kerja sama dengan berbagai pihak terkait dalam upaya penanggulangan tindak pidana perjudian togel. Hal ini diperlukan guna mengantisipasi semakin berkembangnya perjudian togel di wilayah Tanggamus khususnya.


(4)

UPAYA POLRES TANGGAMUS DALAM PENANGGULANGAN PERJUDIAN TOTO GELAP (TOGEL)

DI WILAYAH TANGGAMUS

Oleh

HARMAWAN PRANA YUDA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(5)

Nama Mahasiswa : HARMAWAN PRANA YUDA

No. Pokok Mahasiswa : 0912011156

Bagian : Hukum Pidana

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Dr. Maroni, S.H, M.H.

NIP. 196003101987031002

Deni Achmad. S.H., M.H.

NIP. 198103152008011014

2. Ketua Bagian Hukum Pidana,

Diah Gustiniati, S.H., M.H.


(6)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Maroni, S.H., M.H. ………

Sekretaris/Anggota : Deni Achmad, S.H., M.H. ………

Penguji Utama : Tri Andrisman, S.H., M.H. ………

2. Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heryandi, S.H., M.S.

NIP. 19621109 198703 1 003


(7)

MOTTO

Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi,

(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah termasuk

perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu

agar kamu mendapat keberuntungan.

(Q.S. Al Maidah: 90)

“Sugu Yaru, Kanarazu Yaru, Owari Made”

”Segera Kerjakan, Harus Dikerjakan, Kerjakan sampai Selesai”

(Kaisar Hirohito)

Pencapaian yang tinggi memerlukan perjuangan yang teguh

dan selalu optimis


(8)

PERSEMBAHAN

Teriring Do’a dan Rasa Syukur Kehadirat Allah SWT Atas Rahmat

dan Hidayah-Nya Serta Junjungan Tinggi Rasulullah

Muhammad SAW

Kupersembahkan Skripsi ini kepada :

Ayahanda dan Ibunda, sebagai orang tua penulis tercinta yang telah mendidik,

membesarkan dan membimbing penulis menjadi sedemikian rupa yang selalu

memberikan kasih sayang yang tulus dan memberikan

do’a

yang tak pernah putus untuk setiap langkah yang penulis lewati

serta yang tidak pernah meninggalkan penulis

dalam keadaan penulis terpuruk sekalipun

orang yang spesial dalam hidup, Amelia Hestiana

yang selalu menjadi motivasi penulis untuk selalu berpikir maju memikirkan masa depan

yang jauh lebih baik dari sekarang.

Dan selalu menemani disaat susah dan senang walaupun tidak mudah untuk mencapai

kesepakatan yang baik.

Adik-adikku yang bnayak sekali yang selalu bercanda gurau sampai tidak kerasa kakak

tersayang mu ini sudah selesai menjalani sekolah perguruan tinggi ini.

Sahabat-sahabat penulis yang tidak bisa untuk disebutkan satu peratu

yang telah banyak membantu, menemani dan memberikan dukungan

kepada penulis selama ini.

Terimakasih atas persahabatan yang indah yang telah kalian berikan

dan waktu yang telah kalian luangkan


(9)

SAN WACANA

Alhamdulillahirabbil ’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat

Allah SWT, sebab hanya dengan kehendaknya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: “Upaya Polres Tanggamus dalam Penanggulangan Perjudian Toto Gelap di Wilayah Tanggamus”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selama proses penyusunan sampai dengan terselesaikannya skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

2. Bapak Dr. Maroni, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing I yang penuh dengan kesabaran memberikan bimbingan, motvasi, jalan, saran dan juga kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini.

3. Bapak Deni Achmad, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing II, atas kesediaannya memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Tri Andrisman, S.H., M.H., selaku Dosen Pembahas I yang memberikan saran dan kritik dalam penulisan ini.


(10)

6. Bapak Abdul Mhutalib S.H., M.H., selaku Pembimbing Akademik yang telah membantu, mengarahkan dan membimbing pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

7. Seluruh dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama menempuh studi.

8. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama menempuh studi.

9. Kepala Polresta Bandar Lampung, yang telah memberikan izin penelitian dan memberikan bantuan kepada penulis selama pelaksanaan penelitian.

10.Ayahanda dan Ibunda, serta saudara-saudara penulis yang menyertai dengan doa untuk membantu kesuksesan penulis dan yang menjadi motivasi dalam berpikir penulis.

11.Teman-teman terdekat penulis di Fakultas Hukum Universitas Lampung Handy Sihotang SH, Hendra Dwi Gunanda, Hernadi Susanto, Gigih suci Prayudi, M. Tajuddin H., Hary Saputra Rossasy, Handy Alifta, Galuh Kaffi Husien, dan Banyak lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

12.Orang spesial yang selalu buat kesel, bercaandaan kayak kucing sama anjing, tapi itu semua ngangenin sampai masa tua, Amelia Hestiana.


(11)

semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Bandar Lampung, Mei 2013 Penulis


(12)

DAFTAR ISI

I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian ... 5

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 6

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 7

E. Sistematika Penulisan ... 11

II TINJAUAN PUSTAKA ... 14

A. Upaya Penanggulangan Kejahatan ... 14

B. Gambaran Kepolisian Negara Republik Indonesia ... 19

C. Pengertian dan Modus Operandi Tindak Pidana Perjudian ... 27

D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum ... 34

III METODE PENELITIAN ... 36

A. Pendekatan Masalah ... 36

B. Sumber dan Jenis Data ... 36

C. Penentuan Narasumber... 38

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 38

E. Analisis Data ... 40

IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 41

A. Karakteristik Responden ... 41

B. Upaya Polres Tanggamus dalam Penanggulangan Perjudian Toto Gelap di Wilayah Tanggamus ... 42

C. Faktor-Faktor Penghambat Upaya Polres Tanggamus dalam Penanggulangan Perjudian Toto Gelap di Wilayah Tanggamus... 61


(13)

B. Saran ... 67


(14)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu tindak pidana yang terjadi di wilayah hukum Indonesia adalah perjudian. Perjudian adalah pertaruhan dengan sengaja yaitu mempertaruhkan satu nilai atau sesuatu yang dianggap bernilai dengan menyadari adanya resiko dan harapan tertentu pada berbagai peristiwa permainan, pertandingan, perlombaan dan kejadian yang tidak atau belum pasti hasilnya.1

Menurut Kartini Kartono:

Jenis perjudian yang saat ini berkembang di masyarakat adalah Toto Gelap yang umum disebut sebagai togel. Judi togel merupakan suatu perbuatan kejahatan yang melakukan taruhan uang yaitu sebagai alatnya kupon togel dimana disitu terdapat angka-angka yang akan dipertaruhkan dengan uang dengan melawan hukum. Intinya judi togel adalah suatu perjudian yang menebak angka, jika angka yang dipesan itu berhadiah (tembus) maka dapat keuntungan, dilihat dari nominal uang yang dipasang angka tersebut2

Perjudian togel ini berkembang hampir ke seluruh wilayah Indonesia, termasuk di wilayah hukum Kepolisian Resor Tanggamus. Judi togel di Kabupaten Tanggamus sudah lama hilang, tetapi sejak tahun 2008 sampai dengan saat ini judi togel ini marak kembali. Hal ini dapat diidentifikasi dari adanya bandar-bandar kecil di tengah-tengah masyarakat yang mudah buat masyarakat untuk bertransaksi perjudian togel tersebut.

1

Kartini Kartono. Patologi Sosial, Bandung 1979.hlm 58

2


(15)

Perjudian sudah jelas merugikan masyarakat dan moral bangsa, karena pada dasarnya hal ini adalah adalah kejahatan yang dapat mengganggu ketertiban, ketentraman, dan keamanan masyarakat. Perjudian ini berhubungan erat dengan kemalasan, memicu perdukunan, perilaku irrasional serta berpotensi pada meningkatnya kriminalitas. Selain itu ditinjau dari segi agama, semua jenis perjudian adalah perbuatan yang dilarang dan haram sehingga harus dijauhi oleh masyarakat. Pada dasarnya perjudian adalah perbuatan yang bertentangan dengan norma agama, moral, kesusilaan maupun hukum, serta membahayakan bagi penghidupan dan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Ditinjau dari kepentingan nasional, perjudian mempunyai ekses yang negatif dan merugikan terhadap moral dan mental masyarakat, terutama terhadap generasi muda.

Pada mulanya perjudian itu berwujud permainan atau kesibukan pengisi waktu senggang guna menghibur hati jadi sifatnya rekreatif dan netral. Pada sifatnya yang netral ini, lambat laun ditambahkan unsur baru untuk merangsang kegairahan bermain dan menaikkan ketegangan serta pengharapan untuk menang, yaitu barang taruhan berupa uang , benda atau tindakan yang bernilai.

Selanjutnya menurut Kartini Kartono:

Pertaruhan dalam perjudian ini sifatnya murni spekulatif untung-untungan. Konsepsi untung-untungan itu sedikit atau banyak selalu mengandung unsur kepercayaan mistik terhadap kemungkinan beruntung. Permainan untung-untungan itu dapat di lihat pada bangsa dan bangsa primitif. Interprestasi animistik semacam inilah menghubungkan rakyat denga satu kepercayaan nasib-untungnya dan menjadi atribut kemanusiaan, sekaligus menjadi elemen terpenting pada perjudian.3

3


(16)

Rumusan tindak pidana perjudian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terdapat pada Pasal 303 ayat (1) dinyatakan bahwa diiancam dengan kurungan paling lama empat tahun atau denda paling banyak sepuluh juta rupiah.

Ke-1 Barang siapa menggunakan kesempatan untuk main judi yang diadakan dengan melanggar ketentuan-ketentuan tersebut pasal 303. Ke-2 Barang siapa ikut serta permainan judi yang diadakan di jalan umum atau dipinggirnya maupun ditempat yang dapat masuk khlayak umum, jika

untuk mengadakan itu ada izin dari pengusa yang berwenang”.

Ketentuan lainnya terdapat pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 Tentang Penertiban Perjudian dinyatakan bahwa ssemua tindak pidana perjudian sebagai kejahatan.

Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 tahun 1974 menyatakan:

“Mengubah ancaman hukuman dalam Pasal 303 ayat (1) KUHP, dari hukuman selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya sembilan puluh ribu rupiah, menjadi hukuman penjara selama-lamanya sepuluh tahun atau denda sebanyak-banyak dua puluh lima juta

rupiah”.

Sesuai dengan konteks bahwa semua tindak pidana perjudian sebagai kejahatan, bertentangan dengan agama, kesusilaan dan moral pancasila, serta membahayakan bagi penghidupan dan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara, maka pihak Kepolisian Republik Indonesia sebagai aparat penegak hukum dituntut untuk melaksanakan berbagai upaya dan kebijakan dalam rangka penegakan hukum terhadap tindak pidana perjudian.

Penegakan hukum pidana untuk menanggulangi perjudian sebagai prilaku yang menyimpang harus terus dilakukan. Penggunaan hukum pidana ini sesuai dengan


(17)

fungsi hukum sebagai kontrol sosial, yaitu proses yang telah direncanakan lebih dahulu dan bertujuan untuk menganjurkan, mengajak, menyuruh atau bahkann memaksa anggota-anggota masyarakat agar mematuhi norma-norma hukum atau tata tertib hukum yang sedang berlaku.

Berdasarkan data Kepolisian Resor Tanggamus, diketahui bahwa hasil penindakan terhadap kejahatan perjudian Toto Gelap di wilayah Kabupaten Tanggamus yaitu pada tahun 2008 terdapat 29 jumlah tindak pidana dengan 31 penanggulangan tindak pidana, tahun 2009 terdapat 23 jumlah tindak pidana dengan 24 penanggulangan tindak pidana, tahun 2010 terdapat 30 jumlah tindak pidana dengan 29 penanggulangan tindak pidana, tahun 2011 terdapat 23 jumlah tindak pidana dengan 23 penanggulangan tindak pidana, dan tahun 2012 terdapat 27 jumlah tindak pidana dengan 27 penanggulangan tindak pidana. Data ini menunjukkan bahwa perjudian togel di wilayah Tanggamus mengalami fluktuasi (peningkatan dan penurunan) baik ditinjau dari jumlah tindak pidana maupun penanggulangan tindak pidana judi togel tersebut.

Upaya kepolisian dalam penganggulangan perjudian togel dilakukan sebagai upaya untuk menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum pada era moderenisasi dan globalisasi saat ini dapat terlaksana, apabila berbagai dimensi kehidupan hukum selalu menjaga keselarasan, keseimbangan dan keserasian antara moralitas sipil yang didasarkan oleh nilai-nilai aktual di dalam masyarakat beradab. Sebagai suatu proses kegiatan yang meliputi berbagai pihak termasuk masyarakat dalam kerangka pencapaian tujuan dan keharusan untuk melaksanakan penegakan hukum pidana sebagai suatu sistem peradilan pidana.


(18)

Menurut Sudarto:

Kebijakan kriminal adalah suatu usaha untuk menanggulagi kejahatan melalui penegakan hukum pidana, yang rasional yaitu memenuhi rasa keadilan dan daya guna. Dalam rangka menanggulangi kejahatan terhadap berbagai sarana sebagai reaksi yang dapat diberikan kepada pelaku kejahatan, berupa sarana penal dan non penal. Apabila sarana pidana dipanggil untuk menanggulangi kejahatan, berarti akan dilaksanakan politik hukum pidana, yakni mengadakan pemilihan untuk mencapai hasil perundang-undangan pidana yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu dan untuk masa-masa yang akan datang4

Upaya penanggulangan tindak pidana dalam kerangka penegakan hukum bermakna bahwa tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, di mana larangan tersebut disertai dengan sanksi berupa penjatuhan pidana. Dalam hal ini ada hubungannya dengan asas legalitas, yaitu suatu perbuatan dapat dipidana jika telah diatur dalam undang-undang, maka bagi barang siapa melanggar larangan yang sudah diatur undang-undang, maka bagi pelaku dapat dikenai sanksi atau hukuman, ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu, ada hubungan yang erat pula.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis melakukan penelitian dan menuangkannya ke dalam Skripsi yang berjudul: Upaya Polres Tanggamus dalam penanggulangan perjudian Toto Gelap (Togel) di Wilayah Tanggamus”

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan

Permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Bagaimanakah upaya Polres Tanggamus dalam penanggulangan perjudian toto gelap di Wilayah Tanggamus?

4


(19)

b. Apakah faktor-faktor yang menghambat upaya Polres Tanggamus dalam penanggulangan perjudian toto gelap di Wilayah Tanggamus?

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup dalam penelitian ini dalam kajian bidang hukum pidana mengenai upaya Polres Tanggamus dalam penanggulangan perjudian toto gelap di Wilayah Tanggamus dan faktor-faktor yang menghambat upaya Polres Tanggamus dalam penanggulangan perjudian toto gelap di Wilayah Tanggamus. Penelitian ini dilaksanakan pada tahun 2013.

C.Tujuan dan Kegunaaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui upaya Polres Tanggamus dalam penanggulangan perjudian toto gelap di Wilayah Tanggamus

b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat upaya Polres Tanggamus dalam penanggulangan perjudian toto gelap di Wilayah Tanggamus.

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini terdiri dari kegunaan teoritis dan kegunaan praktis sebagai berikut:

a. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi perkembangan ilmu hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan kebijakan kepolisian dalam penanggulangan perjudian toto gelap


(20)

b. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu sumbangan pemikiran bagi aparat penegak hukum, khususnya Polres Tanggamus dalam rangka penanggulanagan tindak pidana perjudian toto gelap di masa-masa yang akan datang.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep yang merupakan abstraksi dari hasil-hasil pemikiran atau kerangka acuan yang bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti5

a. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana

Menurut Sudarto, rumusan mengenai kebijakan penanggulangan tindak pidana adalah:

Upaya penanggulangan tindak pidana atau kejahatan dikenal dengan berbagai istilah, antara lain penal policy, criminal policy, atau strafrechtspolitiek adalah suatu usaha untuk menanggulagi kejahatan melalui penegakan hukum pidana, yang rasional yaitu memenuhi rasa keadilan dan daya guna. Dalam rangka menanggulangi kejahatan terhadap berbagai sarana sebagai reaksi yang dapat diberikan kepada pelaku kejahatan, berupa sarana pidana maupun non hukum pidana, yang dapat diintegrasikan satu dengan yang lainnya. Apabila sarana pidana dipanggil untuk menanggulangi kejahatan, berarti akan dilaksanakan politik hukum pidana, yakni mengadakan pemilihan untuk mencapai hasil perundang-undangan pidana yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu dan untuk masa-masa yang akan datang.6

Pelaksanaan dari politik hukum pidana sebagaimana dikemukakan Wolfgang terdiri dari beberapa tahap kebijakan yaitu sebagai berikut:

5

Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Rineka Cipta. Jakarta. 1983. hlm.7

6


(21)

1) Tahap Formulasi

Tahap formulasi adalah tahap penegakan hukum pidana in abstracto oleh badan pembuat Undang-Undang. Dalam tahap ini pembuat undang-undang melakukan kegiatan memilih nilai-nilai yang sesuai dengan keadaan dan situasi masa kini dan yang akan datang, kemudian merumuskannya dalam bentuk peraturan perundang-undangan pidana untuk mencapai hasil Perundang-undangan yang paling baik dalam arti memenuhi syarat keadilan dan daya guna. Tahap ini disebut Tahap Kebijakan Legislatif 2) Tahap Aplikasi

Tahap aplikasi adalah tahap penegakan Hukum Pidana (tahap penerapan hukum pidana) Oleh aparat-aparat penegak hukum mulai dari Kepolisian sampai Pengadilan. Dalam tahap ini aparat penegak hukum bertugas menegakkan serta menerapkan peraturan Perundang-undangan Pidana yang telah dibuat oleh pembuat Undang-Undang. Dalam melaksanakan tugas ini, aparat penegak hukum harus berpegang teguh pada nilai-nilai keadilan dan daya guna tahap ini dapat dapat disebut sebagai tahap yudikatif.

3) Tahap Eksekusi

Tahap eksekusi adalah tahap penegakan (pelaksanaan) Hukum secara konkret oleh aparat-aparat pelaksana pidana. Dalam tahap ini aparat-aparat pelaksana pidana bertugas menegakkan peraturan Perundang-undangan Pidana yang telah dibuat oleh pembuat Undang-Undang melalui Penerapan Pidana yang telah ditetapkan dalam putusan Pengadilan. Dalam melaksanakan pemidanaan yang telah ditetapkan dalam Putusan Pengadilan, aparat-aparat pelaksana pidana itu dalam melaksanakan tugasnya harus berpedoman kepada Peraturan Perundang-undangan Pidana yang dibuat oleh pembuat Undang-Undang dan nilai-nilai keadilan suatu daya guna. 7

Ketiga tahap penegakan hukum pidana tersebut, dilihat sebagai usaha atau proses rasional yang sengaja direncanakan untuk mencapai tujuan tertentu, jelas harus merupakan suatu jalinan mata rantai aktivitas yang tidak termasuk yang bersumber dari nilai-nilai dan bermuara pada pidana dan pemidanaan.

Selain itu kebijakan kriminal juga merupakan bagian integral dari kebijakan sosial, yaitu sebagai usaha yang rasional untuk mencapai kesejahteraan masyarakat (social welfare policy) dan sekaligus mencakup perlindungan masyarakat (social defence policy).

7Ibid


(22)

Menurut Badra Nawawi Arief, penanggulanangan tindak pidana atau kejahatan dilaksanakan dengan dua sarana, yaitu:

1) Kebijakan penanggulangan pidana dengan sarana penal

Sarana penal adalah penggulangan kejahatan dengan menggunakan hukum pidana yang didalamnya terdapat dua masalah sentral, yaitu perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana dan sanksi apa yang sebaiknya digunakan atau dikenakan pada pelanggar.

2) Kebijakan penanggulangan pidana sarana non penal

Kebijakan penanggulangan kejahatan dengan sarana non penal hanya meliputi penggunaan sarana sosial untuk memperbaiki kondisi-kondisi sosial tertentu, namun secara tidak langsung mempengaruhi upaya pencegahan terjadinya kejahatan 8

b. Teori Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum

Menurut Soerjono Soekanto, penegakan hukum bukan semata-mata pelaksanaan perundang-undangan saja, namun terdapat juga faktor-faktor yang mempengaruhinya, yaitu sebagai berikut:

1) Faktor Perundang-undangan (Substansi hukum)

Praktek menyelenggaraan penegakan hukum di lapangan seringkali terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, karena konsepsi keadilan merupakan rumusan yang bersifat abstrak sedangkan kepastian hukum merupakan prosedur yang telah ditentukan secara normatif.

2) Faktor penegak hukum

Salah satu kunci dari keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian dari penegak hukumnya sendiri.

3) Faktor sarana dan fasilitas

Sarana dan fasilitas yang mendukung mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup. Tanpa sarana dan fasilitas yang memadai, penegakan hukum tidak dapat berjalan dengan lancar dan penegak hukum tidak mungkin menjalankan peranan semestinya.

4) Faktor masyarakat

Masyarakat mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pelaksanaan penegakan hukum, sebab penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai dalam masyarakat.

8

Badra Nawawi Arief. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. PT Citra Aditya Bakti. Bandung. 2002. hlm. 77-78


(23)

5) Faktor Kebudayaan

Kebudayaan Indonesia merupakan dasar dari berlakunya hukum adat. Berlakunya hukum tertulis (perundang-undangan) harus mencerminkan nilai-nilai yang menjadi dasar hukum adat.9

2. Konseptual

Konseptual adalah susunan berbagai konsep yang menjadi fokus pengamatan dalam melaksanakan penelitian.10 Berdasarkan definisi tersebut, maka konseptualisasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Upaya adalah proses penyusunan secara sistematis mengenai kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapai dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.11

b. Penanggulangan pidana adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh pihak yang berwenang dalam menanggulangi secara pidana yang melakukan tindak pidana.12

c. Perjudian adalah pertaruhan dengan sengaja, yaitu mempertaruhkan suatu nilai atau sesuatu yang dianggap bernialai, dengan menyadari adanya resiko dan harapan-harapan tertentu pada peristiwa-peristiwa permainan, pertandingan perlombaan dan kejadian-kejadian yang tidak/belum pasti hasilnya.13

d. Judi togel adalah suatu perbuatan kejahatan yang melakukan taruhan uang yaitu sebagai alatnya kupon togel dimana disitu terdapat angka-angka yang akan dipertaruhkan dengan uang dengan melawan hukum. Intinya judi togel adalah suatu perjudian yang menebak angka, jika angka yang dipesan itu

9

Soerjono Soekanto. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Rineka Cipta. Jakarta. 1986. hlm.8-11

10

Ibid. hlm.63

11

Malayu Hasibuan. Organisasi dan Manajemen. Rajawali Pers Jakarta. 2002. hlm 64

12

Roeslan Saleh. Stelsel Hukum Pidana Indonesia. Aksara Baru.Jakarta. 2001.hlm 73

13


(24)

berhadiah (tembus) maka dapat keuntungan, dilihat dari nominal uang yang dipasang angka tersebut14

e. Pelaku tindak pidana adalah setiap orang yang melakukan perbuatan melanggar atau melawan hukum sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang. Pelaku tindak pidana harus diberi sanksi demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum15

f. Penegakan hukum adalah suatu proses yang dapat menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum dengan menjaga keselarasan, keseimbangan dan keserasian antara moralitas sipil yang didasarkan oleh nilai-nilai aktual di dalam masyarakat beradab. Sebagai suatu proses kegiatan yang meliputi berbagai pihak termasuk masyarakat dalam kerangka pencapaian tujuan, adalah merupakan keharusan untuk melihat penegakan hukum pidana sebagai suatu sistem peradilan pidana16

g. Kepolisian menurut Pasal 5 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah alat Negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyrakat, menegakkan hukum serta memberikan perlindungan, pengayom dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.

E. Sistematika Penulisan

Guna memperoleh kemudahan pemahaman konteks skripsi ini, maka alur penulisan dengan sistematika sebagai berikut:

14

http://master303.com/blog/jenis-jenis-permainan-togel-online. Diakses 24 Januari 2013

15

Romli Atmasasmita. Sistem Peradilan Pidana. Binacipta. Bandung. 1996. hlm. 2

16


(25)

I. PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang dari permasalahan, masalah yang dijadikan fokus penelitian, ruang lingkup permasalahan, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan konseptual yang dipergunakan serta sistematika penulisan skripsi.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi materi-materi yang berhubungan dan diperlukan untuk membantu pemahaman dan kejelasan permasalahan yang diteliti. Dalam hal ini bersifat teoritis yang nantinya digunakan sebagai bahan studi perbandingan antara teori dengan kenyataan dalam praktek.

III. METODE PENELITIAN

Bab ini berisi metodologi penelitian yaitu pendekatan masalah, sumber dan jenis data yang digunakan,penentuan sampel, metode pengumpulan dan pengolahan data serta analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini merupakan bab yang berisi uraian-uraian yang menjelaskan dan menjawab permasalahan tentang upaya Polres Tanggamus dalam penanggulangan perjudian toto gelap di Wilayah Tanggamus dan faktor-faktor yang menghambat upaya Polres Tanggamus dalam penanggulangan perjudian toto gelap di Wilayah Tanggamus


(26)

V. PENUTUP

Bab penutup memuat kesimpulan yang menjawab permasalahan yang diajukan serta berisi saran yang diajukan penelitian terhadap permasalahan yang dibahas, sebagai masukan kepada pihak-pihak terkait dalam rangka perbaikan di masa yang akan datang.


(27)

I. TINJAUAN PUSTAKA

A. Upaya Penanggulangan Kejahatan

1. Pengertian Upaya Penanggulangan Kejahatan

Upaya penanggulangan kejahatan dikenal dengan berbagai istilah, antara lain

penal policy, criminal policy, atau strafrechtspolitiek adalah suatu usaha untuk menanggulagi kejahatan melalui penegakan hukum pidana, yang rasional yaitu memenuhi rasa keadilan dan daya guna. Dalam rangka menanggulangi kejahatan terhadap berbagai sarana sebagai reaksi yang dapat diberikan kepada pelaku kejahatan, berupa sarana pidana maupun non hukum pidana, yang dapat diintegrasikan satu dengan yang lainnya.

Menurut Friedrich Karl von Savigny sebagaimana dikutip Sudarto:

Hukum dibentuk atas keinginan dan kesadaran tiap-tiap individu di dalam masyarakat, dengan maksud agar hukum dapat berjalan sebagaimana dicita-citakan oleh masyarakat itu sendiri, yakni menghendaki kerukunan dan perdamaian dalam pergaulan hidup bersama. Orang yang melakukan tindak pidana akan mempertanggung jawabkan perbuatan tersebut dengan pidana apabila ia mempunyai kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan apabila pada waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi masyarakat menunjukkan pandangan normatif mengenai kesalahannya.1

1


(28)

Apabila sarana pidana diguanakn untuk menanggulangi kejahatan, berarti akan dilaksanakan politik hukum pidana, yakni mengadakan pemilihan untuk mencapai hasil perundang-undangan pidana yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu dan untuk masa-masa yang akan datang. Penggunaan hukum pidana merupakan penanggulangan suatu gejala dan bukan suatu penyelesaian dengan menghilangkan sebab-sebabnya dengan kata lain sanksi hukum pidana bukanlah merupakan pengobatan kausatif tetapi hanya sekedar pengobatan simptomatik.

Upaya kepolisian merupakan bagian integral dari kebijakan sosial (social policy).

Kebijakan sosial dapat diartikan sebagai usaha yang rasional untuk mencapai kesejahteraan masyarakat (social welfare policy) dan sekaligus mencakup perlindungan masyarakat (social defence policy). Jadi secara singkat dapat dikatakan bahwa tujuan akhir atau tujuan utama dari kebijakan kriminal ialah

“perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan”.

Kebijakan penganggulangan kejahatan (politik kriminal) menurut Barda Nawawi Arif menggunakan 2 (dua) sarana, yaitu:

1. Kebijakan Pidana dengan Sarana Penal

Sarana penal adalah penanggulangan kejahatan dengan menggunakan hukum pidana yang didalamnya terdapat dua masalah sentral, yaitu:

(1) Perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana.

(2) Sanksi apa yang sebaiknya digunakan atau dikenakan pada pelanggar. 2. Kebijakan Pidana dengan Sarana Non Penal

Kebijakan penanggulangan kejahatan dengan sarana non penal hanya meliputi penggunaan sarana sosial untuk memperbaiki kondisi-kondisi sosial tertentu, namun secara tidak langsung mempengaruhi upaya pencegahan terjadinya kejahatan2

2


(29)

Penjelasan diatas menunjukkan bahwa kebijakan penal menitik beratkan pada sifat represif setelah suatu tindak pidana terjadi dengan dua dasar yaitu penentuan perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana dan sanksi apa yang sebaiknya digunakan atau dikenakan kepada si pelanggar. Kebijakan nonpenal lebih bersifat tindakan pencegahan maka sasaran utamanya adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan baik secara langsung atau tidak langsung.

Pada hakikatnya, pembaharuan hukum pidana harus ditempuh dengan pendekatan yang berorientasi pada kebijakan (policy-oriented approach) dan sekaligus pendekatan yang berorientasi pada nilai (value-oriented approach) karena ia hanya merupakan bagian dari suatu langkah kebijakan atau policy (yaitu bagian dari politik hukum/penegakan hukum, politik hukum pidana, politik kriminal, dan politik sosial). Pendekatan kebijakan dan pendekatan nilai terhadap sejumlah perbuatan asusila dilakukan dengan mengadopsi perbuatan yang tidak pantas/ tercela di masyarakat dan berasal dari ajaran-ajaran agama dengan sanksi berupa pidana. Semula suatu perbuatan dianggap tidak tercela, akan tetapi akhirnya masyarakat menilai bahwa perbuatan itu adalah tercela, sehingga terhadap perbuatan itu diancamkan dengan suatu sanksi pidana. Memang tidak mungkin semua perbuatan yang tercela dan sebagainya itu dijadikan tindak pidana. Empat kriteria yang perlu diperhatikan sebelum memberi ancaman pidana (mengkriminalisasi), yaitu tujuan hukum pidana; penetapan perbuatan yang tidak dikehendaki; perbandingan antara sarana dan hasil; dan kemampuan badan penegak hukum.


(30)

2. Penegakan Hukum Pidana

Penegakan hukum dapat menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum pada era modernisasi dan globalisasi saat ini dapat terlaksana, apabila berbagai dimensi kehidupan hukum selalu menjaga keselarasan, keseimbangan dan keserasian antara moralitas sipil yang didasarkan oleh nilai-nilai aktual di dalam masyarakat beradab. Sebagai suatu proses kegiatan yang meliputi berbagai pihak termasuk masyarakat dalam kerangka pencapaian tujuan, adalah keharusan untuk melihat penegakan hukum pidana sebagai sistem peradilan pidana3

Penegakan hukum menurut Mardjono Reksodiputro harus diartikan dalam kerangka tiga konsep, yaitu:

a. Konsep penegakan hukum yang bersifat total (total enforcement concept) yang menuntut agar semua nilai yang ada dibelakang norma hukum tersebut ditegakkan tanpa terkecuali

b. Konsep penegakan hukum yang bersifat penuh (full enforcement concept) yang menyadari bahwa konsep total perlu dibatasi dengan hukum acara dan sebagainya demi perlindungan kepentingan individual

c. Konsep penegakan hukum aktual (actual enforcement concept) yang muncul setelah diyakini adanya diskresi dalam penegakan hukum karena keterbatasan-keterbatasan, baik yang berkaitan dengan sarana-prasarana, kualitas sumber daya manusianya, kualitas perundang-undangannya dan kurangnya partisipasi masyarakat4

Hal yang mendasari penegakan hukum adalah pemahaman bahwa setiap manusia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa dengan akal budi dan nurani yang memberikan kepadanya kemampuan untuk membedakan yang baik dan yang buruk yang akan membimbing dan mengarahkan sikap dan perilaku dalam menjalani kehidupannya. Dengan akal budi dan nuraninya itu, maka manusia

3

Mardjono Reksodiputro. Sistem Peradilan Pidana Indonesia. Melihat Kejahatan dan Penegakan Hukum dalam Batas-Batas Toleransi. Pusat Keadilan dan Pengabdian Hukum. Jakarta. 1994. hlm.76

4Ibid.


(31)

memiliki kebebasan untuk memutuskan sendiri perilaku atau perbuatannya. Selain untuk mengimbangi kebebasan tersebut, manusia memiliki kemampuan untuk bertanggung jawab atas semua tindakan yang dilakukannya di hadapan hukum yang diakui bersama.

Sistem peradilan pidana adalah sistem dalam suatu masyarakat untuk menanggulangi kejahatan, dengan tujuan mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan, menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat puas bahwa keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah dipidana dan mengusahakan mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak mengulangi lagi kejahatannya. 5 Menurut Romli Atmasasmita:

Sistem peradilan pidana merupakan pelaksanaan dan penyelenggaan penegakan hukum pidana yang melibatkan badan-badan yang masing-masing memiliki fungsi sendiri-sendiri. Badan-badan tersebut yaitu kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan. Dalam kerangka kerja sistematik ini tindakan badan yang satu akan berpengaruh pada badan yang lainnya. Instansi-instansi tersebut masing-masing menetapkan hukum dalam bidang dan wewenangnya. 6

Pandangan penyelenggaran tata hukum pidana demikian itu disebut model kemudi (stuur model). Jadi kalau polisi misalnya hanya memarahi orang yang melanggar peraturan lalu lintas dan tidak membuat proses verbal dan meneruskan perkaranya ke Kejaksaan, itu sebenarnya merupakan suatu keputusan penetapan hukum. Demikian pula keputusan Kejaksaan untuk menuntut atau tidak menuntut seseorang di muka pengadilan. Ini semua adalah bagian-bagian dari kegiatan dalam rangka penegakan hukum, atau dalam suasana kriminologi disebut crime

5

Mardjono Reksodiputro, Op Cit. hlm. 12-13

6


(32)

control suatu prinsip dalam penanggulangan kejahatan ini ialah bahwa tindakan-tindakan itu harus sesuai dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.

Selanjutnya tampak pula, bahwa sistem peradilan pidana melibatkan penegakan hukum pidana, baik hukum pidana substantif, hukum pidana formil maupun hukum pelaksanaan pidana, dalam bentuk yang bersifat prefentif, represif maupun kuratif.

B. Gambaran Kepolisian Negara Republik Indonesia

1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia

Menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia.

2. Fungsi dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia

Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.


(33)

Menurut Pasal 3 disebutkan bahwa pengemban fungsi kepolisian adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh:

a. Kepolisian khusus;

Kepolisian khusus adalah instansi dan/atau badan Pemerintah yang oleh atau atas kuasa undang-undang (peraturan perundang-undangan) diberi wewenang untuk melaksanakan fungsi kepolisian dibidang teknisnya masing-masing. Wewenang bersifat khusus dan terbatas dalam "lingkungan kuasa soal-soal" (zaken gebied) yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya. Contoh "kepolisian khusus" yaitu Balai Pengawasan Obat dan Makanan (Ditjen POM Depkes), Polsus Kehutanan, Polsus di lingkungan Imigrasi dan lain-lain.

b. Penyidik Pegawai Negeri Sipil;

c. Bentuk-bentuk pengamanan swakarsa.

Bentuk-bentuk pengamanan swakarsa adalah suatu bentuk pengamanan yang diadakan atas kemauan, kesadaran, dan kepentingan masyarakat sendiri yang kemudian memperoleh pengukuhan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia, seperti satuan pengamanan lingkungan dan badan usaha di bidang jasa pengamanan. Bentuk-bentuk pengamanan swakarsa memiliki kewenangan kepolisian terbatas dalam "lingkungan kuasa tempat" (teritoir gebied/ruimte gebied) meliputi lingkungan pemukiman, lingkungan kerja, lingkungan pendidikan. Contohnya adalah satuan pengamanan lingkungan di pemukiman, satuan pengamanan pada kawasan perkantoran atau satuan pengamanan pada pertokoan. Pengaturan mengenai pengamanan swakarsa merupakan kewenangan Kapolri. Pengemban fungsi kepolisian tersebut


(34)

melaksanakan fungsi kepolisian sesuai peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya masing-masing.

Menurut Pasal 5 disebutkan bahwa kepolisian merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.

Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah Kepolisian Nasional yang merupakan satu kesatuan dalam melaksanakan peran:

a. Keamanan dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum, serta terbinanya ketenteraman, yang mengandung kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat.

b. Keamanan dalam negeri adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjaminnya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, serta terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Kepentingan umum adalah kepentingan masyarakat dan/atau kepentingan bangsa dan negara demi terjaminnya keamanan dalam negeri.


(35)

3. Tugas dan Wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia

Menurut Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, tugas pokok Kepolisian adalah:

a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; b. Menegakkan hukum;

c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Pelaksanaan tugas pokok tersebut, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas:

a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;

b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan;

c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;

d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional;

e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;

f. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;

g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya;


(36)

h. Melaksanakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian;

i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;

j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;

k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian;

l. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Menurut Pasal 15 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, wewenang Kepolisian adalah:

a. Menerima laporan dan/atau pengaduan;

b. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum;

c. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat; antara lain pengemisan dan pergelandangan, pelacuran, perjudian, penyalahgunaan obat dan narkotika, pemabukan, perdagangan manusia, penghisapan/praktik lintah darat, dan pungutan liar.

d. Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa; Aliran yang dimaksud adalah semua atau paham yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan


(37)

kesatuan bangsa antara lain aliran kepercayaan yang bertentangan dengan falsafah dasar Negara Republik Indonesia.

e. Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif kepolisian;

f. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan;

g. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;

h. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang; i. Mencari keterangan dan barang bukti;

j. Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;

k. Mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat;

l. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat;

m. Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.

Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan lainnya berwenang:

a. Memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat lainnya;

b. Menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor; c. Memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor;


(38)

e. Memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, dan senjata tajam;

f. Memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan terhadap badan usaha di bidang jasa pengamanan;

g. Memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat kepolisian khusus dan petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian;

h. Melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik dan memberantas kejahatan internasional;

i. Melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi terkait;

j. Mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi kepolisian internasional;

k. Melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas kepolisian.

Penyelenggarakan tugas sebagaimana telah disebutkan di atas, dalam di bidang proses pidana diatur dalam Pasal 16, di mana Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk:

1) Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;

2) Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan;

3) Membawa dan menghadapkan orang pada penyidik dalam rangka penyidikan; 4) Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa

tanda pengenal diri;


(39)

6) Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; 7) Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan

pemeriksaan perkara;

8) Mengadakan penghentian penyidikan;

9) Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;

10)Mengajukan permintaan secara langsung pada pejabat imigrasi yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana;

11)Memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik Pegawai Negeri Sipil serta menerima hasil penyidikan dari penyidik Pegawai Negeri Sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum;

12)Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. Tindakan lain tersebut adalah tindakan penyelidikan dan penyidikan yang dilaksanakan jika memenuhi syarat sebagai berikut:

(i) Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;

(ii)Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan;

(iii)Harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya; (iv)Pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa; dan (v) Menghormati Hak Asasi Manusia.

Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia menjalankan tugas dan wewenangnya di seluruh wilayah negara Republik Indonesia, khususnya di daerah hukum pejabat yang bersangkutan ditugaskan sesuai dengan peraturan


(40)

perundang-undangan. Untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri. Pelaksanaan ketentuan tersebut hanya dapat dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan dan Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab kepada Presiden baik dibidang fungsi kepolisian preventif maupun represif yustisial. Namun demikian pertanggungjawaban tersebut harus senantiasa berdasar kepada ketentuan peraturan perundang-undangan, sehingga tidak terjadi intervensi yang dapat berdampak negatif terhadap pemuliaan profesi kepolisian.

C. Pengertian dan Modus Operandi Tindak Pidana Perjudian

1. Pengertian Tindak Pidana

Menurut Andi Hamzah:

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. Orang yang melakukan perbuatan pidana akan mempertanggung jawabkan perbuatan dengan pidana apabila ia mempunyai kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan apabila pada waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi masyarakat menunjukan pandangan normatif mengenai kesalahan yang dilakukan7

Tingkah laku yang jahat immoral dan anti sosial akan menimbulkan reaksi berupa kejengkelan dan kemarahan di kalangan masyarakat dan jelas akan merugikan masyarakat umum. Mengingat kondisi tersebut maka setiap warga masyarakat

7

Andi Hamzah. Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. Ghalia Indonesia. Jakarta. 2001. hlm. 19


(41)

keseluruhan secara keseluruhan, bersama-sama dengan lembaga-lembaga resmi yang berwenang seperti kepolisian, kejaksaan, pengadilan, lembaga pemasyarakatan dan lain-lain wajib menanggulangi setiap tindak kejahatan atau kriminal. Setiap kejahatan yang dilakukan seseorang akan menimbulkan suatu akibat yakni pelanggaran terhadap ketetapan hukum dan peraturan pemerintah.

Selanjutnya menurut Andi Hamzah:

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. Orang yang melakukan perbuatan pidana akan mempertanggung jawabkan perbuatan dengan pidana apabila ia mempunyai kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan apabila pada waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi masyarakat menunjukan pandangan normatif mengenai kesalahan yang dilakukan8

Tindak pidana secara yuridis formal merupakan bentuk tingkah laku yang melanggar undang-undang pidana. Oleh sebab itu setiap perbuatan yang dilarang oleh undang-undang harus dihindari dan arang siapa melanggarnya maka akan dikenakan pidana. Jadi larangan-larangan dan kewajiban-kewajiban tertentu yang harus ditaati oleh setiap warga Negara wajib dicantumkan dalam undang-undang maupun peraturan-peraturan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah.

Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang memiliki unsur kesalahan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, di mana penjatuhan pidana pada pelaku adalah demi tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum.9

8

Ibid. hlm. 7.

9

P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. PT. Citra Adityta Bakti. Bandung. 1996. hlm. 16.


(42)

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat diketahui bahwa tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang memiliki unsur kesalahan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, di mana penjatuhan pidana terhadap pelaku adalah demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum.

2. Pengertian dan Modus Tindak Pidana Perjudian

Perjudian adalah pertaruhan dengan sengaja yaitu mempertaruhkan satu nilai atau sesuatu yang dianggap bernilaia dengan menyadari adanya resiko dan harapan-harapan tertentu pada peristiwa-peristiwa permainan, pertandingan, perlombaan dan kejadian–kejadian yang tidak/belum pasti hasilnya.10

Pada masa sekarang, banyak bentuk permainan yang sulit dan menuntut ketekunan serta keterampilan dijadikan alat judi, misalnya pertandingan-pertandingan atletik, badminton, tinju, gulat dan sepak bola. Juga pacuan-pacuan misalnya: pacuan-pacuan kuda, anjing balap, biri-biri dan karapan sapi. Permainan dan pacuan-pacuan tersebut semula bersifat kreatif dalam bentuk asumsi yang menyenangkan untuk menghibur diri sebagai pelepas ketegangan sesudah bekerja. Di kemudian hari ditambahkan elemen pertaruhan guna memberikan insentif kepada para pemain untuk memenangkan pertandingan. Di samping itu dimaksudkan pula untuk mendapatkan keuntungan komersial bagi orang-orang atau kelompok-kelompok tertentu.11

Dalam penjelasan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1981 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian, Pasal 1 ayat (1), disebutkan beberapa modus tindak pidana perjudian yang dimaksud pasal ini meliputi:

10

Kartini kartono. Patologisosial hlm 51

11


(43)

1. Perjudian di Kasino, antara lain terdiri dari : a. Roulette b. Blackjack c. Bacarat d. Creps e. Keno f. Tombala

g. Super Ping-Pong h. Lotto Fair i. Satan j. Paykyu

k. Slot Machine (Jackpot) l. Ji Si Kie

m. Big Six Wheel n. Chuc a Cluck

o. Lempar paser/bulu ayam pada sasaran atau papan p. Yang berputar (Paseran)

q. Pachinko r. Poker s. Twenty One

t. Hwa-Hwe

u. Kiu-Kiu12

2. Perjudian di tempat-tempat keramaian, antara lain terdiri dari perjudian dengan:

a. Lempar paser atau bulu ayam pada papan atau sasaran yang tidak bergerak

b. Lempar gelang c. Lempat uang (coin) d. Koin

e. Pancingan

f. Menebak sasaran yang tidak berputar g. Lempar bola

h. Adu ayam i. Adu kerbau

j. Adu kambing atau domba k. Pacu kuda

l. Kerapan sapi m. Pacu anjing n. Hailai

o. Mayong/Macak p. Erek-erek.13

12 Ibid 13 Ibid


(44)

3. Perjudian yang dikaitkan dengan alasan-alasan lain antara lain perjudian yang dikaitkan dengan kebiasaan-kebiasaan:

a. Adu ayam b. Adu sapi c. Adu kerbau d. Pacu kuda e. Karapan sapi

f. Adu domba atau kambing g. Adu burung merpati14

Dalam penjelasan di atas, dikatakan bahwa bentuk perjudian yang terdapat dalam angka 3, seperti adu ayam, karapan sapi dan sebagainya itu tidak termasuk perjudian apabila kebiasaan-kebiasaan yang bersangkutan berkaitan dengan upacara keagamaan dan sepanjang kebiasaan itu tidak merupakanperjudian.

Menurut Pasal 303 ayat (3) perjudian itu dinyatakan sebagai berikut:

Main judi berarti tiap-tiap permainan yang kemungkinannya akan menang, pada umumnya tergantung pada untung-untungan saja,juga kalau kemungkinan bertambah besar, karena permainan lebih cakap. Main judi mengandung segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain yang tidak diadakan oleh mereka yang turut berlomba atau main, demikian juga segala pertaruhan lainnya.

Sedangkan Dali Mutiara, dalam tafsiran KUHP menyatakan sebagai berikut: Permainan judian ini harus diartikan dengan arti yang luas, juga termasuk segala pertaruhan tentang kalah-menangnya suatu pacuan kuda atau pertandingan lain, atau segala pertaruahan dlam perlombaan-perlombaan yang diadakan antara 2 orang yang tidak ikut sendiri dalam perlombaan-perlombaan itu, misalnya totalisator dan lain-lain.15

Pasal 303 KUHP secara terperinci menyebutkan:

(1) Dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya enam ribu rupiah, barang siapa

dengan tidak berhak:

14

Ibid

15


(45)

a) Berpencaharian dengan sengaja memajukan atau memberi kesempatan berjudi atau dengan sengaja turut campur dalam perusahaan main judi

b) Dengan sengaja memajukan atau memberi kesempatan berjuid kepada umum atau dengan sengaja turut dalam perusahaan perjudian itu, biarpun diadakan atau tidak diadakan suatu syarat atau cara dalam hal memakai kesempatan itu.

c) Berpencaharian turut main judi.

(2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan itu dalam pekerjaannya, maka boleh dicabut haknya melakukan pekerjaan itu.

Selanjutnya, masyarakat umum menganggap tindak judi itu sebagai tingkah laku tidak susila, disebabkan oleh ekses-eksesnya yang buruk dan merugikan. Khususnya merugikan diri sendiri dan keluarganya, karena segenap harta kekayaan, bahkan kadangkala juga anak dan istri habis dipertaruhkan di meja judi. Juga oleh nafsu berjudi orang beranimenipu, mencuri, korupsi, merampok dan membunuh orang lain untuk mendapatkan uang guna bermain judi.

3. Unsur-Unsur Tindak Pidana Perjudian

Tindak pidana meupakan suatu hal yang sangat penting dan mendasar dalam hukum pidana. Menurut Moeljatno, perbutaan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar perbuatan tersebut.16

Menurut Moeljatno, unsur atau elemen perbuatan pidana adalah: a. Kelakukan dan akibat .

b. Hal ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan. c. Keadaan tambahan yang memberatkan pidana. d. Unsur melawan hukum yang obyektif.

e. Unsur melawan hukum yang subyektif.17

16

Moeljatno, Azas-Azas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2002, hlm 63


(46)

Untuk dapat dipidana, maka orang yang melakukan tindak pidana yang memenuhi unsur-unsur harus dapat dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana. Jadi unsur pertanggungjawaban pidana ini melekat pada pelaku tindak pidana

Menurut Erwin Mapaseng:

Praktek perjudian menyangkut banyak pihak, polisi tidak bisa menangani sendiri. Sebagai contoh praktek permainan ketangkasan, izin yang dikeluarkan dibahas bersama oleh instansi terkait. Lembaga kepolisian hanya salah satu bagina dari insatansi yang diberi wewenang mempertimbangankan izin tersebut. Dalam persoalan ini, polisi selalu dituding hanya mampu menangkap bandar kelas teri. [adahal masyarakat sendiri tidak pernah memberi masukan kepada petugas untuk membantu penuntasan perjudian tersebut.18

Sementara itu menurut Wantjik Saleh:

Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1974 disebutkan bahwa penertiban perjudian sisebut sebagai tindak pidana perjudian dan identik dengan kejahatan, tetapi pengertian dari tindak pidana perjudian pada dasarnya tidak disebutkan secara jelas dan terinci baik dalam KUHP maupun dalam undang-undang nomor 7 tahun 1974 tentang penertiban perjudian.19

Hal di atas menunjukkan bahwa dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 disebutkan adanya pengklasifikasian terhadap segala macam bentuk tindak pidana perjudian sebagai kejahatan, dan memberatkan ancaman hukumannya. Ancaman hukuman yang berlaku sekarang ternyata sudah tidak sesuai lagi dan tidak membuat pelakunya jera.

18

Erwin Mapaseng Upaya Pemberantasan Perjudian,Harian Kompas, Hari Rabu 31 Oktober 2001, Rubrik Jawa Tengah dan DIY Nomor 6.

19

Wantjik Saleh, Perlengkapan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta,


(47)

D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum

Masalah penegakan hukum merupakan masalah yang tidak pernah henti-hentinya dibicarakan. Perkataan penegakan hukum mempunyai konotasi menegakkan, melaksanakan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku dalam masyarakat, sehingga dalam konteks yang lebih luas penegakan hukum merupakan kelangsungan perwujudan konsep-konsep abstrak yang menjadi kenyataan.

Hukum tidak bersifat mandiri, artinya ada faktor-faktor lain yang erat hubungannya dengan proses penegakan hukum yang harus diikutsertakan, yaitu masyarakat dan aparat penegak hukum. Untuk itu hukum tidak lebih hanya ide-ide atau konsep-konsep yang mencerminkan didalamnya apa yang disebut keadilan, ketertiban dan kepastian hukum yang dituangkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan dengan maksud untuk mencapai tujuan tertentu.

Menurut Soerjono Soekanto, penegakan hukum bukan semata-mata pelaksanaan perundang-undangan saja, namun terdapat juga faktor-faktor yang menghambat antara lain sebagai berikut:

1. Faktor Perundang-undangan (Substansi hukum)

Praktek menyelenggaraan penegakan hukum di lapangan seringkali terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan. Hal ini dikarenakan konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak sedangkan kepastian hukum merupakan prosedur yang telah ditentukan secara normatif. Oleh karena itu suatu tindakan atau kebijakan yang tidak sepenuhnya berdasarkan hukum merupakan suatu yang dapat dibenarkan sepanjang kebijakan atau tindakan tersebut tidak bertentangan dengan hukum. Demikian tidak berarti setiap permasalahan sosial hanya dapat diselesaikan oleh hukum yang tertulis, karena tidak mungkin ada peraturan perundang-undangan yang mengatur seluruh tingkah laku manusia, yang isinya jelas bagi setiap warga masyarakat yang diaturnya dan serasi antara ketentuan untuk menerapkan peraturan dengan perilaku yang mendukung.


(48)

I. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. 1 Pendekatan yuridis normatif dilakukan untuk memahami persoalan dengan tetap berada atau bersandarkan pada lapangan atau kajian ilmu hukum tentang upaya Polres Tanggamus dalam penanggulangan perjudian toto gelap di Wilayah Tanggamus. Pendekatan yuridis empiris dilakukan untuk memperoleh kejelasan dan pemahaman dari permasalahan penelitian tentang upaya Polres Tanggamus dalam penanggulangan perjudian toto gelap di Wilayah Tanggamus

B. Sumber dan Jenis Data

Berdasarkan sumbernya, data terdiri dari data lapangan dan data kepustakaan. Data lapangan adalah yang diperoleh dari lapangan penelitian, sementara itu data kepustakaan adalah data yang diperoleh dari berbagai sumber kepustakaan.2

1

Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Rineka Cipta. Jakarta. 1983. hlm.78 2


(49)

Berdasarkan sumbernya, data terdiri dari data primer dan data sekunder, sebagai berikut:

1. Data Primer

Data primer adalah data utama yang diperoleh secara langsung dari lapangan penelitian dengan cara melakukan wawancara dengan responden, untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data tambahan yang diperoleh dari berbagai sumber hukum yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti. Data sekunder dalam penelitian ini, terdiri dari:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer bersumber dari:

(1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Jo. Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 Tentang Penertiban Perjudian (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana (KUHAP)

(4) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

(5) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana


(50)

(6) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder dapat bersumber dari bahan-bahan hukum yang melengkapi hukum primer dan peraturan perundang-undangan lain yang sesuai dengan masalah dalam penelitian ini.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier dapat bersumber dari berbagai bahan seperti teori/ pendapat para ahli dalam berbagai literatur/buku hukum, dokumentasi, kamus hukum dan sumber dari internet.

C. Penentuan Narasumber

Penelitian ini membutuhkan narasumber sebagai sumber informasi yang dibutuhka dalam pembahasan yaitu esebagai berikut:

1) Anggota Satreskrim Polres Tanggamus = 2 orang

2) Tokoh Masyarakat Tanggamus = 1 orang

3) Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila = 1 orang +

Jumlah = 4 orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan prosedur studi kepustakaan dan studi lapangan sebagai berikut:


(51)

a. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan adalah prosedur yang dilakukan dengan serangkaian kegiatan seperti membaca, menelaah dan mengutip dari buku-buku literatur serta melakukan pengkajian terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan terkait dengan permasalahan.

b. Studi Lapangan

Studi lapangan adalah prosedur yang dilakukan dengan kegiatan wawancara (interview) kepada responden penelitian sebagai usaha mengumpulkan berbagai data dan informasi yang dibutuhkan sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian.

2. Prosedur Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan untuk mempermudah analisis data yang telah diperoleh sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Pengolahan data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

a. Seleksi data, adalah kegiatan pemeriksaan untuk mengetahui kelengkapan data selanjutnya data dipilih sesuai dengan permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini.

b. Klasifikasi data, adalah kegiatan penempatan data menurut kelompok-kelompok yang telah ditetapkan dalam rangka memperoleh data yang benar-benar diperlukan dan akurat untuk dianalisis lebih lanjut.

c. Penyusunan data, adalah kegiatan menyusun data yang saling berhubungan dan merupakan satu kesatuan yang bulat dan terpadu pada subpokok bahasan sehingga mempermudah interpretasi data.


(52)

E. Analisis Data

Analisis data adalah menguraikan data dalam bentuk kalimat yang tersusun secara sistematis, jelas dan terperinci yang kemudian diinterpretasikan untuk memperoleh suatu kesimpulan. Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induktif, yaitu menguraikan hal-hal yang bersifat khusus lalu menarik kesimpulan yang bersifat umum sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian.


(53)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka simpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Upaya Kepolisian Resor Tanggamus dalam penanggulangan judi togel di wilayah Tanggamus dilaksanakan dengan sarana penal dan non penal. Upaya penal dilaksanakan dalam kerangka penegakan hukum melalui proses penyidikan dengan landasan dasar hukum yaitu KUHAP dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka penegakan hukum terhadap pelaku judi togel di Kabupaten Tanggamus. Upaya penal sebagai upaya paksa dilaksanakan dengan proses pemanggilan, penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan. Upaya non penal dilaksanakan dengan penyuluhan kepada masyarakat tentang judi togel sebagai tindak pidana, menjalin kerjasama dengan tokoh agama dan tokoh masyarakat serta memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat yang bersedia menjadi pelapor atau saksi dalam tindak pidana judi togel.

2. Faktor-faktor yang menghambat upaya Kepolisian Resor Tanggamus dalam penanggulangan judi togel di wilayah Tanggamus adalah:


(54)

(a) Faktor aparat penegak hukum, yaitu adanya oknum polisi yang terlibat dalam tindak pidana judi togel adan kurangnya kuantitas anggota Satreskrim Polres Tanggamus dalam penanggulangan judi togel.

(b) Faktor sarana dan prasarana, yaitu keterbatasan sarana kendaraan operasional sehingga pemberantasan judi togel di wilayah pelosok dan terpencil di Kabupaten Tanggamus belum terlaksana secara optimal. (c) Faktor masyarakat, yaitu tidak bersedianya masyarakat untuk menjadi

pelapor atau saksi dalam penanggulangan tindak pidana judi togel

(d) Faktor budaya, yaitu semakin membudayanya judi dalam kehidupan masyarakat, sehingga judi togel ini terjadi secara menyeluruh pada hampir seluruh wilayah Kabupaten Tanggamus

B. Saran

Saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penyidik Kepolisian Resor Tanggamus disarankan untuk melaksanakan penyidikan dengan sebaik-baiknya secara jujur dan bertanggung jawab serta bertujuan untuk mencapai efisiensi dan efektifitas dalam sistem peradilan pidana. Polisi dalam melaksanakan upaya paksa terhadap pelaku tindak pidana judi togel hendaknya tidak sewenang-wenang dan tetap berada pada koridor dan batas yang telah ditentukan oleh hukum.

2. Kepolisian Resor Tanggamus disarankan untuk mengembangkan dan meningkatkan jaringan kerja sama dengan berbagai pihak terkait dalam upaya penanggulangan tindak pidana perjudian togel. Hal ini diperlukan guna mengantisipasi semakin berkembangnya perjudian togel di wilayah Tanggamus khususnya.


(55)

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Abdussalam, H. R. Hukum Kepolisian Sebagai Hukum Positif dalam Disiplin Hukum. Restu Agung, Jakarta. 2009.

Arief, Barda Nawawi. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan

Penanggulangan Kejahatan. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. 2001. Erwin Mapaseng Upaya Pemberantasan Perjudian,Harian Kompas, Hari Rabu 31

Oktober 2001, Rubrik Jawa Tengah dan DIY Nomor 6.

Faal, M. Penyaringan Perkara Pidana Oleh Polisi (Diskresi Kepolisian). Pradnya Paramita. Jakarta. 1991.

Hamzah, Andi. Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. Ghalia Indonesia Jakarta. 2001.

Harahap, M. Yahya. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP. Sinar Grafika. Jakarta. 1998

Hasibuan, Malayu. Organisasi dan Manajemen. Rajawali Pers Jakarta. 2002 Kartono, Kartini. Patologi Sosial, Bandung 1979.

Kelana, Momo. Hukum Kepolisian. PTIK. Jakarta. 1981.

Lamintang, P.A.F. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. PT. Citra Adityta Bakti. Bandung. 1996.

Marpaung, Leden. Proses Penanganan Perkara Pidana. Sinar Grafika. Jakarta. 1992.

Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggung jawaban Dalam Hukum Pidana,

Bina Aksara, Jakarta. 1993.

Mutiara, Dali. Tafsir KUHP, Bintang Indonesia,Jakarta 1962.

Raharjo, Satjipto. Polisi Pelaku dan Pemikir. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 1991.


(56)

Reksodiputro, Mardjono. Sistem Peradilan Pidana Indonesia. Melihat Kejahatan

dan Penegakan Hukum dalam Batas-Batas Toleransi. Pusat Keadilan dan

Pengabdian Hukum. Jakarta. 1994.

Saleh, Roeslan. Stelsel Hukum Pidana Indonesia. Aksara Baru.Jakarta. 2001. --- Bunga Rampai Permasalahan Dalam Sistem Peradilan Pidana.

Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum Jakarta. 1998. Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Rineka Cipta. Jakarta. 1983 --- Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Rineka Cipta.

Jakarta. 1986.

Saleh, Wantjik Perlengkapan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Ghalia

Indonesia, Jakarta, 1976.

Sudarto. Kapita Selekta Hukum Pidana. Alumni.Bandung. 1986.

Sudarmanto, Adi. Wacana Negara Demokrasi. Yayasan Obor. Jakarta. 2006.

B. UNDANG-UNDANG DAN PERATURAN LAINNYA

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Jo. Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 Tentang Penertiban Perjudian

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia


(1)

a. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan adalah prosedur yang dilakukan dengan serangkaian kegiatan seperti membaca, menelaah dan mengutip dari buku-buku literatur serta melakukan pengkajian terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan terkait dengan permasalahan.

b. Studi Lapangan

Studi lapangan adalah prosedur yang dilakukan dengan kegiatan wawancara (interview) kepada responden penelitian sebagai usaha mengumpulkan berbagai data dan informasi yang dibutuhkan sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian.

2. Prosedur Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan untuk mempermudah analisis data yang telah diperoleh sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Pengolahan data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

a. Seleksi data, adalah kegiatan pemeriksaan untuk mengetahui kelengkapan data selanjutnya data dipilih sesuai dengan permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini.

b. Klasifikasi data, adalah kegiatan penempatan data menurut kelompok-kelompok yang telah ditetapkan dalam rangka memperoleh data yang benar-benar diperlukan dan akurat untuk dianalisis lebih lanjut.

c. Penyusunan data, adalah kegiatan menyusun data yang saling berhubungan dan merupakan satu kesatuan yang bulat dan terpadu pada subpokok bahasan sehingga mempermudah interpretasi data.


(2)

40

E. Analisis Data

Analisis data adalah menguraikan data dalam bentuk kalimat yang tersusun secara sistematis, jelas dan terperinci yang kemudian diinterpretasikan untuk memperoleh suatu kesimpulan. Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induktif, yaitu menguraikan hal-hal yang bersifat khusus lalu menarik kesimpulan yang bersifat umum sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian.


(3)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka simpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Upaya Kepolisian Resor Tanggamus dalam penanggulangan judi togel di wilayah Tanggamus dilaksanakan dengan sarana penal dan non penal. Upaya penal dilaksanakan dalam kerangka penegakan hukum melalui proses penyidikan dengan landasan dasar hukum yaitu KUHAP dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka penegakan hukum terhadap pelaku judi togel di Kabupaten Tanggamus. Upaya penal sebagai upaya paksa dilaksanakan dengan proses pemanggilan, penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan. Upaya non penal dilaksanakan dengan penyuluhan kepada masyarakat tentang judi togel sebagai tindak pidana, menjalin kerjasama dengan tokoh agama dan tokoh masyarakat serta memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat yang bersedia menjadi pelapor atau saksi dalam tindak pidana judi togel.

2. Faktor-faktor yang menghambat upaya Kepolisian Resor Tanggamus dalam penanggulangan judi togel di wilayah Tanggamus adalah:


(4)

67

(a) Faktor aparat penegak hukum, yaitu adanya oknum polisi yang terlibat dalam tindak pidana judi togel adan kurangnya kuantitas anggota Satreskrim Polres Tanggamus dalam penanggulangan judi togel.

(b) Faktor sarana dan prasarana, yaitu keterbatasan sarana kendaraan operasional sehingga pemberantasan judi togel di wilayah pelosok dan terpencil di Kabupaten Tanggamus belum terlaksana secara optimal. (c) Faktor masyarakat, yaitu tidak bersedianya masyarakat untuk menjadi

pelapor atau saksi dalam penanggulangan tindak pidana judi togel

(d) Faktor budaya, yaitu semakin membudayanya judi dalam kehidupan masyarakat, sehingga judi togel ini terjadi secara menyeluruh pada hampir seluruh wilayah Kabupaten Tanggamus

B. Saran

Saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penyidik Kepolisian Resor Tanggamus disarankan untuk melaksanakan penyidikan dengan sebaik-baiknya secara jujur dan bertanggung jawab serta bertujuan untuk mencapai efisiensi dan efektifitas dalam sistem peradilan pidana. Polisi dalam melaksanakan upaya paksa terhadap pelaku tindak pidana judi togel hendaknya tidak sewenang-wenang dan tetap berada pada koridor dan batas yang telah ditentukan oleh hukum.

2. Kepolisian Resor Tanggamus disarankan untuk mengembangkan dan meningkatkan jaringan kerja sama dengan berbagai pihak terkait dalam upaya penanggulangan tindak pidana perjudian togel. Hal ini diperlukan guna mengantisipasi semakin berkembangnya perjudian togel di wilayah Tanggamus khususnya.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Abdussalam, H. R. Hukum Kepolisian Sebagai Hukum Positif dalam Disiplin Hukum. Restu Agung, Jakarta. 2009.

Arief, Barda Nawawi. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan

Penanggulangan Kejahatan. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. 2001. Erwin Mapaseng Upaya Pemberantasan Perjudian,Harian Kompas, Hari Rabu 31

Oktober 2001, Rubrik Jawa Tengah dan DIY Nomor 6.

Faal, M. Penyaringan Perkara Pidana Oleh Polisi (Diskresi Kepolisian). Pradnya Paramita. Jakarta. 1991.

Hamzah, Andi. Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. Ghalia Indonesia Jakarta. 2001.

Harahap, M. Yahya. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP. Sinar Grafika. Jakarta. 1998

Hasibuan, Malayu. Organisasi dan Manajemen. Rajawali Pers Jakarta. 2002 Kartono, Kartini. Patologi Sosial, Bandung 1979.

Kelana, Momo. Hukum Kepolisian. PTIK. Jakarta. 1981.

Lamintang, P.A.F. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. PT. Citra Adityta Bakti. Bandung. 1996.

Marpaung, Leden. Proses Penanganan Perkara Pidana. Sinar Grafika. Jakarta. 1992.

Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggung jawaban Dalam Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta. 1993.

Mutiara, Dali. Tafsir KUHP, Bintang Indonesia,Jakarta 1962.

Raharjo, Satjipto. Polisi Pelaku dan Pemikir. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 1991.


(6)

Reksodiputro, Mardjono. Sistem Peradilan Pidana Indonesia. Melihat Kejahatan dan Penegakan Hukum dalam Batas-Batas Toleransi. Pusat Keadilan dan Pengabdian Hukum. Jakarta. 1994.

Saleh, Roeslan. Stelsel Hukum Pidana Indonesia. Aksara Baru.Jakarta. 2001. --- Bunga Rampai Permasalahan Dalam Sistem Peradilan Pidana.

Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum Jakarta. 1998. Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Rineka Cipta. Jakarta. 1983 --- Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Rineka Cipta.

Jakarta. 1986.

Saleh, Wantjik Perlengkapan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Ghalia

Indonesia, Jakarta, 1976.

Sudarto. Kapita Selekta Hukum Pidana. Alumni.Bandung. 1986.

Sudarmanto, Adi. Wacana Negara Demokrasi. Yayasan Obor. Jakarta. 2006.

B. UNDANG-UNDANG DAN PERATURAN LAINNYA

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Jo. Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 Tentang Penertiban Perjudian

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia