ANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA OLEH KEPOLISIAN TERHADAP PENYANYI DANGDUT KOPLO YANG MENARI EROTIS (STUDI KASUS WILAYAH KOTA BEKASI)

(1)

Saputro Prayitno

ABSTRAK

ANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA OLEH KEPOLISIAN TERHADAP PENYANYI DANGDUT KOPLO YANG MENARI EROTIS

(STUDI KASUS WILAYAH KOTA BEKASI)

Oleh

SAPUTRO PRAYITNO

Belakangan ini banyak bermunculan band dangdut dan jenis musik lainnya yang mempunyai ciri khas musik tersendiri. Dangdut koplo merupakan salah satu jenis musik baru yang berkembang saat ini. Berkembangnya musik dangdut koplo hal ini menjadi salah satu faktor munculnya pelanggaran-pelanggaran pornoaksi yang dilakukan oleh biduanita yaitu dengan menampilkan dan memberikan suguhan yang terlihat fulgar seperti memakai pakaian yang minim, bergoyang erotis, dan adanya saweran yang menjadi ciri khas khusus dalam dangdut koplo. Pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimanakah penegakan hukum pidana oleh kepolisian terhadap penyanyi dangdut koplo yang menari erotis di Kota Bekasi dan apakah faktor-faktor penghambat dalam penegakan hukum pidana terhadap penyanyi dangdut koplo yang menari erotis di Kota Bekasi.

Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Sumber dan jenis data yang digunakan adalah jenis data primer dan data sekunder. Analisis yang digunakan analisis kualitatif, kemudian diambil kesimpulan secara induktif.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan oleh penulis, bahwa pada kasus pornoaksi yang dilakukan oleh penyanyi dangdut koplo yang menari erotis yang terjadi di Bekasi Barat, Pekayon tersebut dilakukan Surat Perintah Pemberhentian Penyidikan (SP3) yang dikarenakan tidak cukupnya alat bukti dan dan saksi-saksi serta telah lewatnya waktu penyidikan. Sehingga penyanyi tersebut tidak terbukti bersalah dan proses penegakan hukum yang dilakukan oleh satuan kepolisian polresta Bekasi Barat dihentikan.

Faktor penghambat penegak hukum dalam proses penegakan hukum pidana oleh kepolisian terhadap penyanyi dangdut koplo yang menari erotis adalah terdapat pada faktor penegak hukum, faktor tidak adanya seseorang yang akan dijadikan seorang saksi, faktor sosial dan budaya, serta kurangnya kesadaran dan kepedulian masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai analisis


(2)

Saputro Prayitno penegakan hukum pidana oleh kepolisian terhadap penyanyi dangdut koplo yang menari erotis, maka saran yang dapat diberikan yaitu pihak kepolisian seharusnya melakukan pengawasan terhadap tempat-tempat yang terlihat mencurigakan melakukan aktivitas tindak pidana pornoaksi. Memberikan sanksi tegas baik terhadap penyanyi yang menari erotis, maupun terhadap tempat dan pemilik usaha yang menyediakan penyanyi erotis. Menghimbau / mensosialisasikan terhadap masyarakat agar tindak pidana pornoaksi penyanyi dangdut koplo yang menari erotis dan tindak pidana pornoaksi lainnya tidak akan terulang kembali. Serta adanya kerjasama kepolisian dan masyarakat untuk melakukan pencegahan dan penindakan terhadap perbuatan tindak pidana pornoaksi sehingga tercipta keamanan, kenyamanan, dan ketentraman dilingkungan masyarakat.


(3)

ANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA OLEH KEPOLISIAN TERHADAP PENYANYI DANGDUT KOPLO YANG MENARI EROTIS

(STUDI KASUS WILAYAH KOTA BEKASI)

Oleh

SAPUTRO PRAYITNO

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(4)

ANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA OLEH KEPOLISIAN TERHADAP PENYANYI DANGDUT KOPLO YANG MENARI EROTIS

(STUDI KASUS WILAYAH KOTA BEKASI)

(Skripsi)

Oleh

SAPUTRO PRAYITNO

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(5)

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 7

C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan 8

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 9

E. Sistematika Penulisan 13

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Penegakan Hukum Pidana 15

B. Perbuatan yang Tergolong Tindak Pidana Pornoaksi 23

C. Tinjauan Tentang Pornoaksi 26

D. Dangdut Koplo 30

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah 43

B. Sumber dan Jenis Data 44

C. Penentuan Populasi dan Sampel 45

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data 46

E. Analisis Data 47

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden 48

B. Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pornoaksi 49

C. Faktor-faktor Penghambat Penegakan Hukum Pidana Terhadap


(6)

V. PENUTUP

A. Simpulan 65

B. Saran 68


(7)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Maroni, S.H., M.H.

Sekretaris/Anggota : Deni Achmad, S.H., M.H.

Penguji Utama : Tri Andrisman, S.H., M.H.

2. Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heryandi, S.H., M.S. NIP. 19621109 198703 1 003


(8)

Judul Skripsi : ANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA OLEH KEPOLISIAN TERHADAP PENYANYI DANGDUT KOPLO YANG MENARI EROTIS (STUDI KASUS WILAYAH KOTA BEKASI)

Nama Mahasiswa : SAPUTRO PRAYITNO

Nomor Pokok Mahasiswa : 0912011249

Bagian : Hukum Pidana

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Dr. Maroni, S.H., M.H. Deni Achmad, S.H., M.H.

NIP. 19600310 198703 1 002 NIP. 19810315 200801 1 014

2. Ketua Bagian Hukum Pidana

Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H. NIP. 19620817 198703 2 003


(9)

MOTTO

Engkau tidak akan menjadi seorang alim hingga engkau menjadi orang yang belajar & Engkau tidak dianggap alim suatu ilmu sampai engkau

mengamalkannya”

(Abdul Darda)

“Siapa Yang Bersungguh-sungguh Akan Berhasil, Jangan Pernah Remehkan Impian Walau Setinggi Apapun, Sesungguhnya Allah SWT Maha Mendengar”

“Jika kamu ingin menggapai suatu hal, lakukanlah dimulai dengan niat, dan

lakukan dengan penuh keihkhlasan, kejujuran dan keberanian serta keyakinan, maka engkau akan mencapai kesuksesan dan keberhasilan”

(Saputro Prayitno)

“Sekali Layar Terkembang Surut Kita Berpantang”


(10)

PERSEMBAHAN

Bismillahirrohmanirrahim

Puji syukur kupanjatkan kehadirat Allah SWT

Yang menjadi segalanya bagiku, Segala Puji dan Syukur hanyalah kepada Mu

Dengan segala kerendahan hati dan sejuta kasih

Kupersembahkan karya kesilku yang teramat sederhana ini kepada : Papah dan Mamah tercinta, atas pengorbanannya baik moril maupun materiil,

cinta kasih yang tak terhingga serta sujud dan do’anya yang selalu dipanjatkan

untuk keberhasilan dan kesuksesanku, sehingga penulis mampu tegar dan kuat dalam menjalani kehidupan, serta mampu menyelesaikan studinya di Fakultas

Hukum Universitas Lampung.

Saudara-saudari kandungku (Sugiarto, SH., Ratna Yunita Sari, Joni Haryono, Sukirno, Rega Yuliantoro, dan Dwi Nur Bella Wahyuni) atas dukungan,

bantuan moril maupun materiil dan do’anya yang selalu senantiasa menemaniku dan mengantarkanku kedepan pintu gerbang keberhasilan.

Sahabat terbaikku dan kawanku dalam almamater tercinta Fakultas Hukum Universitas Lampung angkatan 2009, serta orang-orang yang telah membantuku dalam proses penyusunan skripsi ini sehingga terselesaikan.


(11)

RIWAYAT HIDUP

Saputro Prayitno dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 17 September 1990, sebagai anak ke lima (5) dari tujuh (7) bersaudara, pasangan Orang Tua Bapak Sakiman dan Ibu Suharningsih.

Pendidikan di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 2 Kupang kota Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2003. Sekolah menengah Pertama Negeri (SMPN) 3 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2006. Sekolah Menengah Atas (SMA) Tamansiswa Teluk Betung Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2009.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung tahun 2009 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selama menjadi Mahasiswa, penulis aktif mengikuti berbagai organisasi, diantaranya sebagai Angkatan Muda Badan Eksekutif Mahasiswa FH pada tahun 2009, sebagai Wakil Ketua Kelompok Diskusi Mahasiswa Fakultas Hukum 2009, sebagain Kepala Departemen Kajian dan Syiar Islam Forum Silaturahim & Studi Islam (FOSSI) FH pada tahun 2010-2011, sebagai Ketua Umum Forum Silaturahim & Studi Islam (FOSSI) FH pada tahun 2011-2012, dan sebagai Sekretaris Himpunan Mahasiswa (HIMA) Hukum Pidana pada tahun 2012-2013.


(12)

Dalam masa studinya, penulis juga pernah mengikuti berbagai pelatihan baik yang diselenggarakan didalam kampus maupun yang diselengarakan diluar kampus antara lain, Latihan Kepemimpinan Manajemen Islam Tingkat Dasar (LKMI-TD) pada tahun 2009, Latihan Kepemimpinan Manajemen Islam Tingkat Menengah (LKMI-TM) pada tahun 2010, Self Development Program (SDP) pada tahun 2010, dan berbagai pelatihan dan seminar lainnya yang tidak dapat diuraikan satu-persatu.

Penulis juga banyak menorehkan prestasi selama menjalankan masa studinya, diantaranya “Komersialisasi Kapsul Sirsak sebagai Upaya Pencegahan Kanker” Pada tahun 2012. Penulis pernah mendapatkan kesempatan beasiswa diantaranya Beasiswa Bantuan Mahasiswa (BBM) tahun 2009-2010.

Selain itu, penulis juga mengikuti kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang dilaksanakan di Desa Toba, Sekampung Udik, Kabupaten Lampung Timur pada tahun 2012.


(13)

SANWACANA

Assalamualaikum Wr. Wb.

Segala puji hanyalah milik Allah, Tuhan semesta alam, yang Maha Agung, dan menjadikan apapun yang ada dibumi dan dilangit atas kehendak-Nya. Shalawat teriring salam tak lupa saya hanturkan kepada Baginda Nabi Besar Muhammad SAW, sebagai suri tauladan terbaik, dan semoga syafaat beliau dapat menyelamatkan para hambanya diyaumil akhir nanti, Amin.

Penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Analisis Penegakan Hukum

Pidana Oleh Kepolisian Terhadap Penyanyi Dangdut Koplo Yang Menari Erotis (Studi Kasus Wilayah Kota Bekasi)” tidak sedikit mendapat kesulitan, kendala, dan hambatan, namun dengan adanya keterlibatan berbagai pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan, petunjuk, serta saran dari berbagai pihak sehingga penulis dapat melaluinya dengan baik.

Sebuah penghantar dan persembahan kalimat yang ditulis oleh penulis takkan mampu mewakili ungkapan haru yang sebenarnya atas keberhasilan yang membuatnya dirinya kini merasa bangga dan bahagia. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :


(14)

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S., Pejabat Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung;

2. Bapak Dr. Yuswanto, S.H., M.Hum., Pembantu Dekan I Fakultas Hukum

Universitas Lampung;

3. Ibu Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung;

4. Bapak Dr. Maroni, S.H., M.H., selaku Pembimbing I yang telah meluangkan

waktu, tenaga, dan fikiran dalam membimbing penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi ini;

5. Bapak Deni Achmad, S.H., M.H., selaku Pembimbing II yang telah

memberikan arahan-arahan, saran, motivasi, dan nasihatnya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini;

6. Bapak Tri Andrisman, S.H., M.H., selaku Pembahas I yang telah memberikan

saran, masukan, dan nasihat-nasihatnya serta kritik yang membangun untuk perbaikan kesempurnaan skripsi ini;

7. Bapak Rinaldy Amrullah, S.H., M.H., selaku Pembahas II yang telah

memberikan saran, masukan, dan nasihat-nasihatnya serta kritik yang membangun untuk perbaikan kesempurnaan skripsi ini;

8. Bapak Ahmad Zazili, S.H., M.H., selaku Pembimbing Akademik yang

memberikan bantuan dalam menuntut ilmu pada Fakultas Hukum Universitas Lampung;

9. Bapak Hi. Sudirman Mechsan,S.H.,M.Hum., selaku Pembantu Dekan III

periode 2007-2012 sekaligus dosen yang selama ini banyak memberikan bantuan kepada penulis terutama dalam hal keorganisasian, dan telah banyak


(15)

berbagi pengalamannya serta memberi petuah, terimakasih atas nasihatnya selama ini.

10. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah

memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis selama menjadi mahasiswa pada Fakultas Hukum Universitas Lampung;

11. Mbak Sri, Mbak Yanti, Mbak Dian, Mas Narto, Mas Jarwo, Mas Marji, Mas

Efendi, Satpam: Apri, Basir, dan Zamroni serta seluruh staff karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang selalu menyempatkan waktu untuk berdiskusi, dan telah banyak membantu serta memberikan kerjasama yang baik di bidang akademik maupun kemahasiswaan;

12. Kedua Orang Tuaku tercinta Sakiman dan Suharningsih, serta saudara-saudari

kandungku Sugiarto, S.H., Ratna Yunita Sari, Joni Hariyono, Sukirno, Rega Yuliantoro, dan Dwi Nurbella Wahyuni yang telah memberikan dukungan dan do’anya, semoga ALLAH SWT selalu memberikan perlindungan dan kasih sayang-Nya untuk Papa, Mama, dan Saudara-Saudariku tercinta;

13. Mbak Imas Riyani, Saudara-saudariku dari Papa dan Mama yakni Sulastri,

sepupu-sepupuku Rani, Ririn, Tyas dan Rara, serta ponakan-ponakanku

Zahra, Aisy, Fitra yang telah memberikan do’a dan bantuannya dalam bentuk

moril maupun materiil, dorongan semangat dalam penulisan skripsi ini;

14. Kakak-kakakku yang selama ini menjadi guru spritual, memberikanku

nasehat, Kak Zul, Ust Agung, Kak Azmi, Kak Prawoto,terimakasih atas bimbingannya;


(16)

15. Pakde Yoyok dan Bude Yoyok yang telah memberikan do’a dan bantuannya dalam bentuk moril maupun materiil, dorongan semangat dalam penulisan skripsi ini;

16. Sahabat-sahabatku yaitu Firman, Erik, Ardy, Fenta, Yanuar, Tia, Novi,

Erwin, dan Yadi yang selalu memberikan motivasi, dorongan dan dukungan untuk menyelesaikan skripsi ini;

17. Sahabat- sahabatku teman seangkatan yaitu SM. Munawar Harun Alrasyid,

Sofyan Jailani, Roni Septian Maulana, Pimal Ibrahim, Muhammad Amin Putra, Muhammad Faisal SF, Muhammad Gribaldi, Raden Permata, Hidayat Fadillah, Syukri Ramadhan, Andry Rahman Arief, Riki Indra, Muhammad Yudho Syafe’i, Gigih Suci Prayudhi, Andika Prayoga, Mushab Robbani, Garda Arian Gunawan, M. Noor Yustisiananda, Rafli Pramudya, Resky Pradana Romli, Malicia Evendia, Winda Yunika, Cicha Deswari, Uci Nawa Insani, Adenty Novalia,Handi Alifta Mahendra, Hendra, Tajudin, Rio Fabri, dan lainnya yang tidak dapat disebut satu persatu oleh penulis yang telah menemani hari-hari penulis, memberikan motivasi, dukungan, dorongan semangat, dan berbagi pengalaman, dan cerita baik suka, duka, gembira, canda, tawa, tangis, dan lain-lainnya dengan penulis selama menyelesaikan studi S1 di Fakultas Hukum Universitas Lampung;

18. Guru-guruku di SDN 2 Kupang Kota Bandar Lampung, SMPN 3 Bandar

Lampung, SMA Tamansiswa Teluk Betung, yang telah memberikan ilmu serta tauladan, segala jasa yang telah kalian berikan begitu berharga, akan selalu kuingat sepanjang hayatku;


(17)

19. Keluarga Besar Forum Silaturrahim Dan Studi Islam Fakultas Hukum

Universitas Lampung (FOSSI FH UNILA) yaitu Ikhwan : Kak Zulkarnaen,

Kak Irzal, Kak Mukhtar, Kak Ikang, Kak John, Kak Eko, Kak Aris, Kak Yetno, Agung Wahyudi, Echo Wardoyo, Andi Kusnadi, Afrizal Vatikawa, Andika Nafka Razak, Andika Nafi Saputra, Yoga Pratama, Yomi, Begiama,

Ruhli, Jefri, Dhanu, Ahmadi, Fadli, Yanuar, Andri. Dan Akhwat : Mbak Ida,

Mbak Yessi, Mbak Isti, Mbak Yuli, Mbak Zahro, Eli Fariani, Erse Wida Meiliana, Vida, Indah Maulidia, Ida Mutiara Sari, Yessi Anggraini, Almira Ardlia P, Budiniati, Heriyanti, Retiana Afanti. dan lainnya yang tidak dapat disebut satu persatu oleh penulis yang telah menemani hari-hari penulis, memberikan motivasi, dukungan, dorongan semangat, dan berbagi pengalaman, dan cerita baik suka, duka, gembira, canda, tawa, tangis, dan lain-lainnya dengan penulis selama menyelesaikan studi S1 di Fakultas Hukum Universitas Lampung;

20. Teman-teman Kuliah Kerja Nyata (KKN) tahun 2012 yaitu Aries Aprizal,

Defta Rustin, Dina Elzaditya, Imsaskia Setyawati C, Maya Utari, Raden Permata, Sauti Luthfiah, Wan Novri Saputra, Yessi Destian yang telah menemani hari-hari penulis sewaktu KKN, memberikan motivasi, dukungan, dorongan semangat, dan berbagi pengalaman, dan cerita baik suka, duka, gembira, canda, tawa, tangis, dan lain-lainnya dengan penulis selama menyelesaikan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Toba, Kecamatan Sekampung Udik, Kabupatn Lampung Timur;

21. Sahabat alumni satu angkatan 2009;


(18)

23. Seluruh pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materiil, semangat, motivasi dan dorongan dalam penyusunan skripsi ini, yang tidak bisa disebutkan satu- persatu.

Meskipun telah berusaha semaksimal mungkin, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu penulis dengan terbuka mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna menyempurnakan skripsi ini.

Semoga Allah SWT memberikan pahala atas bantuan seluruh pihak, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dan dapat bermanfaat bagi pembaca, penulis dan ilmu pengetahuan.

Bandar Lampung, Mei 2013 Penulis,


(19)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada saat ini banyak sekali ditemukan berbagai macam event-event hiburan yang

ada dilingkungan masyarakat. Event-event yang diselenggarakan biasanya

menyajikan hiburan dan event yang mudah kita temui salah satunya hiburan event

organ tunggal atau band dangdut yang merupakan hiburan alternatif bagi masyarakat untuk mendapatkan hiburan karena mudah diterima oleh semua kalangan masyarakat dari yang menengah kebawah hingga masyarakat menengah keatas bahkan kalangan remaja hingga kalangan dewasa. Salah satu contoh

hiburan dalam event tersebut tersebut adalah event organ tunggal atau band

dangdut yang beraliran musik dangdut koplo.

Dangdut koplo adalah musik dangdut modern yang dimainkan sebuah grup musik dangdut atau OM (orkes melayu) di atas sebuah panggung dengan biduanita memiliki suara dan goyangan maut atau disebut juga goyangan erotis. Namun terkadang busana minim & sensualitas goyangan mengalahkan kualitas suara. Perang sawer alias bagi-bagi uang dari penonton pada sang penyanyi sudah

menjadi ritual dan ciri khas pertunjukan / show dangdut koplo.1

Adapun 3 (tiga) hal yang menjadi ciri khas dangdut koplo, yaitu sebagai berikut ini :

1. Aksi Panggung

1

http://education-vionet.blogspot.com/2012/05/ledy-gaga-dicekal-dangdut-koplo. html diakses pada tanggal 29 Oktober 2012 Pukul 09.55


(20)

Biduan dangdut koplo rata-rata memilki kemampuan bergoyang yang merupakan ciri khas mereka sebagai penyanyi. Proses improvisasi diatas panggung dalah faktor penunjang kesuksesan dalam penampilan mereka.

2. Kostum

Biduan dangdut koplo yang seksi kerap tampil dengan goyangan hot dan kostum mini.

3. Interaksi dengan pononton : tradisi saweran.2

Belakangan ini banyak bermunculan band dangdut dan jenis musik lainnya yang mempunyai ciri khas musik tersendiri. Hal ini menjadi faktor munculnya persaingan tidak sehat antar band dangdut dan jenis musik lainnya, sehingga untuk mempertahankan nilai jual dan daya tarik band dangdut tersebut dilakukan beberapa terobosan-terobosan baru yaitu dengan menampilkan dan memberikan suguhan yang terlihat fulgar seperti memakai pakaian yang minim, bergoyang erotis, dan adanya saweran yang menjadi ciri khas khusus dangdut koplo.

Hiburan dangdut koplo merupakan hiburan yang mudah diterima semua kalangan masyarakat. Namun disadari atau tidak disadari apabila hiburan dangdut koplo yang disuguhkan oleh group band dangdut tersebut menyuguhkan penyanyi yang bergoyang erotis, memakai pakaian minim, dan saweran, maka baik group band dangdut maupun penyanyi dangdut koplo tersebut telah melakukan perbuatan tindak pidana pornoaksi dan melanggar undang-undang yang telah tercantum dalam Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang-Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan juga melanggar estetika kesenian, karena dengan saweran di dalam

2


(21)

musik dangdut dapat terjadi perubahan dari keaslian/originalitas (pure art) musik

dangdut sendiri.3

Pengertian pornografi terdapat pada UU pornografi, sedangkan pornoaksi merupakan bagian isi dari pornografi sebagaimana telah tercantum pada Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi yang menyebutkan :

“Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang membuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat”.

Sebagai contoh kasus yang diambil adalah seperti halnya di Kota Bekasi di Jl.Sersan Marzuki Pekayon Jaya-Bekasi Barat, yaitu pelanggaran pornoaksi yang dilakukan oleh salah satu group dangdut koplo yang disajikan dalam sebuah

penyelenggaraan event musik dangdut. Dalam event band dangdut yang beraliran

musik koplo tersebut tidak hanya menyajikan lantunan musik yang menghibur, namun juga menyajikan penyanyi-penyanyi yang disebut biduanita menampilkan goyangan-goyangan yang erotis dan berpakaian minim.

Dalam penanganan kasus tersebut diatas mengenai tindak pidana pornoaksi masih jarang ditemui. Namun dilihat dari aspek hukum penyanyi dangdut koplo tersebut tidak terlepas dari tindak pidana pornoaksi, karena sudah memenuhi unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 10 dan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.

3

http://cerita-indonesian.blogspot.com/2012/07/sejarah-musik-dangdut-indonesia. html diakses pada tanggal 29 Oktober 2012 Pukul 09.40


(22)

Dalam hal ini agar penanganan terhadap pelanggaran tindak pidana pornoaksi tersebut, masyarakat seharusnya juga dapat berperan serta dalam melakukan pencegahan terhadap perbuatan, penyebarluasan, dan tindak pidana pornoaksi seperti yang tercantum dalam Pasal 20 UU Pornografi. Masyarakat dapat memulainya dari lingkungan sekitarnya terlebih dahulu, agar pelanggaran pornoaksi dan juga memuat pelanggaran kesusilaan ini tidak menyebar luas serta tidak dapat terulang kembali pelanggaran-pelanggaran tindak pidana pornoaksi tersebut.

Dalam UU Pornografi bahwa pengaturan pornografi dan pornoaksi berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa, penghormatan terhadap harkat dan martabat kemanusiaan, kebhinekaan, kapastian hukum, nondiskriminasi, dan perlindungan terhadap warga negara.

Adapun tujuan dari Undang-Undang No.44 Tahun 2008 tentang Pornografi adalah sebagai berikut :

1. Mewujudkan dan memelihara tatanan kehidupan masyarakat yang beretika,

berkepribadian luhur, menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, serta menghormati harkat dan martabat setiap warga negara;

2. Menghormati, melindungi, dan melestarikan nilai seni dan budaya, adat

istiadat, dan agama;

3. Memberikan pendidikan terhadap moral dan akhlak masyarakat;

4. Memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi warga negara dari

pornografi, terutama bagi anak dan perempuan; dan

5. Mencegah berkembangnya pornografi dan komersialisasi seks di masyarakat.4

4


(23)

Suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai perbuatan pornografi apabila termasuk dalam ketentuan yang tercantum pada Pasal 10 dan Pasal 36 UU Pornografi yang menyatakan :

Pasal 10 UU Pornografi:

“Setiap orang dilarang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya”.

Pasal 36 UU Pornografi :

“Setiap orang yang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)”.

Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan undang-undang dengan menjunjung tinggi nilai-nilai moral, etika, akhlak mulia, dan kepribadian

luhur bangsa, beriman dan bertakwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa5. Maka tidak

sesuai dan tidak layak apabila dilingkungan kita terdapat suatu perbuatan yang tidak senonoh, khususnya even hiburan dangdut koplo yang menyuguhkan penyanyi yang bergoyang erotis dan berpakaian minim. Semua itu dapat merusak moral dan akhlak seseorang, khususnya para penerus bangsa nantinya.

Mengenai hal ini, maka pemerintah wajib melakukan pencegahan atas perbuatan dan penyebarluasan tindak pidana kesusilaan tersebut. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 19 UU Pornografi yang menyatakan :

5


(24)

Untuk melakukan pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 UU Pornografi, Pemerintah Daerah berwenang :

a. Melakukan pemutusan jaringan pembuatan dan penyebarluasan produk

pornografi atau jasa pornografi, termasuk pemblokiran pornografi melalui internet di wilayahnya

b. Melakukan pengawasan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan

penggunaan pornografi di wilayahnya

c. Melakukan kerjasama dan koordinasi dengan berbagai pihak dalam

pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi di wilayahnya, dan

d. Mengambangkan sistem komunikasi, informasi, dan edukasi dalam

rangka pencegahan pornografi di wilayahnya.

Selain pemerintah, masyarakat juga dapat berperan serta dalam melakukan pencegahan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 21 UU Pornografi, peran serta masyarakat dapat dilakukan dengan cara :

1. Melaporkan pelanggaran undang-undang ini

2. Melakukan gugatan perwakilan ke pengadilan

3. Melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan yang mengatur

pornografi, dan

4. Melakukan pembinaan kepada masyarakat terhadap bahaya dan dampak

pornografi.

Dalam ketentuan UU pornografi masyarakat yang melaporkan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 UU Pornografi tersebut, maka pelapor berhak mendapatkan perlindungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


(25)

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis paparkan diatas, maka penulis tertarik untuk membuat karya tulis ilmiah dengan berbentuk skripsi dengan judul “ Analisis Penegakan Hukum Pidana Oleh Kepolisian Terhadap Penyanyi

Dangdut Koplo Yang Menari Erotis (Studi Kasus Wilayah Kota Bekasi)”. B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan atas uraian yang telah dikemukakan diatas maka yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah :

a. Bagaimanakah penegakan hukum pidana oleh kepolisian terhadap penyanyi

dangdut koplo yang menari erotis di Kota Bekasi ?

b. Apakah faktor-faktor penghambat dalam penegakan hukum pidana oleh

kepolisian terhadap penyanyi dangdut koplo yang menari erotis di Kota Bekasi ?

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian dari dua pokok bahasan diatas yaitu ruang lingkup ilmu meliputi materi penelitian dalam bidang ilmu hukum, yakni hukum pidana. Ruang lingkup substansi yang menjadi objek penelitian yaitu tindak penyanyi dangdut koplo, sedangkan ruang lingkup tempat di wilayah hukum Kota Bekasi dan ruang lingkup waktu yaitu Tahun 2012.


(26)

C. Tujuan dan kegunaan Penulisan 1. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui penegakan hukum pidana tentang tindak pidana pornoaksi yang telah diatur didalam KUHP yaitu Pasal 281dan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 yaitu Pasal 10 dan Pasal 36 tentang Pornografi dalam menindaklanjuti permasalahan pornoaksi yang merupakan bagian dari tindak pidana kesusilaan di kehidupan masyarakat luas.

2. Kegunaan Penulisan a. Kegunaan Teoritis

Secara teori kegunaan penulisan skripsi ini adalah untuk memberi sumbangan ilmu pengetahuan bagi masyarakat pada umumnya, mahasiswa fakultas hukum dan para penegak hukum khususnya atas hasil analisis mengenai penegakan hukum pidana oleh kepolisian terhadap penyanyi dangdut koplo yang menari erotis dengan berpedoman kepada ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yaitu Pasal 281 dan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi yaitu Pasal 10 dan Pasal 36 serta mengetahui apa saja yang menjadi faktor penghambat dalam penegakan hukum pidana oleh kepolisian terhadap penyanyi dangdut koplo yang menari erotis didalam penerapan UU Pornografi.

b. Kegunaan Praktis

1. Berguna untuk dapat memotivasi dan menambah pengalaman serta menambah


(27)

yang bersangkutan mengenai penegakan hukum pidana oleh kepolisian terhadap penyanyi dangdut koplo yang menari erotis.

2. Memberikan pengetahuan dan informasi bagi masyarakat luas mengenai

penegakan hukum pidana oleh kepolisian terhadap penyanyi dangdut koplo yang menari erotis serta apa saja yang menjadi faktor penghambat didalam penerapan UU Pornografi.

3. Berguna sebagai bahan acuan untuk penelitian-penelitian berikutnya.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan

oleh peneliti.6

Penegakan hukum pidana merupakan satu kesatuan proses diawali dengan penyidikan, penangkapan, penahanan, peradilan terdakwa dan diakhiri dengan

pemasyarakatan terpidana.7

Teori tentang penegakan hukum dapat dibagi 3 (tiga) kerangka konsep yaitu :

1. Konsep penegakan hukum masalah prevensi (pencegahan) penegakan

hukum bidangnya luas sekali, tidak hanya bersangkut-paut dengan tindakan-tindakan apabila sudah ada atau ada persangkaan telah terjadi kejahatan, akan tetapi juga menjaga kemungkinan akan terjadinya kejahatan.

6

Soekanto, Sorjono. 1986. Penelitian Hukum normatif Suatu Tinjauan Singkat. Rajawali Pers.

Jakarta. Hal 125.

7


(28)

2. Konsep penegakan hukum masalah represif. Tindakan represif ialah segala tindakan yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum sesudah terjadi kejahatan atau tindak pidana.

3. Konsep penegakan hukum tindakan kuratif. Tindakan kuratif pada

hakekatnya juga merupakan usaha preventif dalam arti yang

seluas-luasnya, ialah dalam usaha penanggulangan kejahatan.8

Dalam usaha penegakan hukum terdapat 4 (empat) faktor yang selalu mempengaruhi berfungsinya hukum. Faktor-faktor tersebut dalam pengaruhnya bersifat mandiri atau alternatif, tetapi dapat juga bersifat tidak mandiri atau kumulatif, dan faktor tersebut dapat juga disebut sebagai faktor yang mendorong ataupun sekaligus penghambat dalam proses penegakan hukum. Sebagai faktor pendorong yaitu jika faktor tersebut dipenuhi dalam penegakan hukum, sedangkan faktor penghambat yaitu apabila faktor tersebut diabaikan atau dikesampingkan dalam penegakan hukum.

Adapun faktor-faktor lain yang mempengaruhi berfungsinya hukum dalam penegakan hukum adalah sebagai berikut :

1. Kaedah hukum atau peraturan;

2. Petugas yang menerapkan atau menegakkan hukum;

3. Fasilitas yang diharapkan dapat mendukung pelaksanaan kaedah tersebut;

4. Warga masyarakat yang terkena ruang lingkup peraturan tersebut.9

Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung berfungsinya hukum dalam penegakan hukum adalah sebagai berikut :

1. Faktor hukumnya sendiri atau peraturannya sendiri;

2. Faktor penegak hukum;

3. Faktor sarana dan fasilitas;

4. Faktor Masyarakat;

5. Faktor kebudayaan.10

8

Soedarto. 1981. Kapita Selekta Hukum Pidana. Alumni. Bandung. Hal. 111

9

Soekanto, Soerjono. 1983. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum DiIndonesia.

Sinar Grafika. Jakarta. Hal .15 10


(29)

Pengaturan pornoaksi yang sebelumnya diatur dalam Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi telah diatur dalam UU Pornografi sebagaimana telah tercantum pada Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.

Sedangkan yang dimaksud dengan :

1. pornoaksi adalah perbuatan mengeksploitasi seksual, kecabulan dan atau

erotica dimuka umum.11

2. Jasa pornoaksi adalah segala jenis layanan pornoaksi yang dapat diperoleh

secaralangsung atau melalul perantara, baik perseorangan maupun perusahaan.

3. Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi, baik yang berbadan

hukum maupun yang tidak berbadan hukum.

2. Konseptual

Konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan dengan

istilah yang ingin atau akan diteliti.12

Menghindari terjadinya kesalahpahaman terhadap pokok-pokok pembahasan dalam penulisan ini, maka penulis memberikan beberapa konsep yang digunakan untuk memberikan penjelasan terhadap istilah dalam penulisan ini. Adapun istilah yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

11

http://asatrio.blogspot.com/2009/01/bahaya-pornografi-dan-porno-aksi.html diakses pada tanggal 8 Februari 2013 Pukul 13.10

12

Soekanto, Sorjono. 1986. Penelitian Hukum normatif Suatu Tinjauan Singkat. Rajawali Pers.


(30)

a. Analisis adalah suatu teknik analisa data yang dilakukan dengan cara menguraikan secara jelas asperk-aspek hukum yang berkaitan dengan suatu

peristiwa.13

b. Penegakan hukum pidana adalah suatu proses untuk mewujudkan

keinginan-keinginan hukum yang dirumuskan dalam peraturan-peraturan hukum dengan disertai ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang

melanggar larangan tersebut.14

c. Penyanyi adalah orang yang menggunakan suaranya sebagai alat untuk

menciptakan musik.15

d. Tindak pidana pornoaksi merupakan bagian isi dari pornografi sebagaimana

telah tercantum pada Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi yang menyebutkan pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar, bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam

masyarakat.16

e. Dangdut koplo adalah musik dangdut modern yang dimainkan sebuah

grup musik dangdut atau OM (orkes melayu) di atas sebuah panggung dengan biduanita memiliki suara dan goyangan maut atau disebut juga goyangan erotis. Namun terkadang busana minim & sensualitas goyangan mengalahkan

13

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1990. Kamus Besar Bahasa

Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta

14

http://satjiptorahardjo.blogspot.com/2012/Penegakan-Hukum-Pidana.html diakses pada tanggal

22 Maret 2013 pukul 21.15 15

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1990. Kamus Besar Bahasa

Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta 16


(31)

kualitas suara. Perang sawer alias bagi-bagi uang dari penonton pada sang

penyanyi sudah menjadi ritual dan ciri khas pertunjukan /

show dangdut koplo.17

f. Erotis adalah penggambaran tingkah laku secara lukisan, tulisan atau gerakan

tubuh untuk membangkitkan nafsu berahi,18

E. Sistematika Penulisan

Untuk membahas masalah analisis penegakan hukum pidana oleh kepolisian terhadap penyanyi dangdut koplo yang menari erotis, agar supaya tersusun dengan baik, sistematis, dan mudah dipahami akhirnya dapat diambil suatu kesimpulan, penulis menggunakan sistematika penulisan yang berurutan sebagai berikut :

I. Pendahuluan

Memuat latar belakang penulisan, dari latar belakang tersebut ditarik pokok-pokok permasalahan dan ruang lingkup, tujuan, dan kegunaan penulisan, kerangka teoritis dan konseptual serta sistematika penulisan.

II. Tinjauan Pustaka

Untuk memudahkan pembahasan permasalahan, akan diuraikan yaitu pengertian penegakan hukum pidana, pengertian tindak pidana, pengertian dan ruang lingkup pornografi yang di dalamnya memuat juga pornoaksi dalam hukum pidana sebagai pelanggaran kesusilaan, pornografi, dan pornoaksi tersebut sebagai tindak pidana ditegaskan dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

17

http://education-vionet.blogspot.com/2012/05/ledy-gaga-dicekal-dangdut-koplo. html diakses pada tanggal 29 Oktober 2012 Pukul 09.55

18


(32)

(KUHP) yaitu Pasal 281 dan juga ditegaskan diluar KUHP yaitu Pasal 10 dan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang pornografi.

III. Metode Penelitian

Penulisan menggunakan metode penelitian Yuridis Normatif dan Yuridis Empiris yang kemudian dianalisis secara kualitatif dengan cara mengkaji pasal-pasal yang berhubungan dengan pornoaksi sebagai bahan dari tindak pidana kesusilaan yang terdapat di dalam Kitab Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.

IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Merupakan bab yang menjelaskan secara lebih terperinci tentang proses penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana pornoaksi dengan mengacu kepada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.

V. Penutup

Merupakan bab yang berisikan kesimpulan dari hasil penelitian dan saran atas dasar hasil penelitian.


(33)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Penegakan Hukum Pidana

Pelaksanaan hukum dalam kehidupan masyarakat sehari-hari mempunyai arti yang sangat penting. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung dalam masyarakat secara normal karena tiap-tiap individu menaati dengan penuh kesadaran yang merupakan keharusan untuk ditaati dan dipatuhi dalam kelangsungan hidup ditengah-tengah keberagaman adat istiadat, budaya dan agama yang ada. Sedangkan pelaksanaan hukum itu sendiri dapat terjadi karena adanya pelanggaran hukum dan perselisihan ditengah-tengah kehidupan masyarakat, yaitu dengan menegakkan hukum tersebut dengan bantuan alat-alat perlengkapan

negara. Menurut Soerjono Soekanto1 secara konsepsional inti dari arti penegakan

hukum terletak pada tindak pidana menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan menjewantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.

Penegakan hukum pidana merupakan satu kesatuan proses diawali dengan penyidikan, penangkapan, penahanan, peradilan terdakwa dan diakhiri dengan

pemasyarakatan terpidana.2

1

Soekanto, Sorjono. 1986. Penelitian Hukum normatif Suatu Tinjauan Singkat. Rajawali Pers.

Jakarta.Hal 5 2


(34)

Pengertian penegakan hukum dapat diartikan penyelenggaraan hukum oleh petugas penegakan hukum dan oleh setiap orang yang mempunyai kepentingan sesuai dengan kewenangannya masing-masing diatur hukum yang berlaku.

Dalam penegakan hukum ada tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu kepastian

hukum, kemanfaatan, dan keadilan. Berdasarkan pendapat ini, Satjipto Raharjo3

mengatakan bahwa penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide tentang keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan, proses perwujudan ide-ide itulah yang merupakan hakekat dari penegakan hukum.

Proses penegakan hukum dapat dilihat melalui 2 (dua) sudut pandang, yaitu :

1. Sudut pandang kultural, penegakan hukum adalah upaya yang

dilaksanakan oleh alat-alat sosial kontrol (pengendalian sosial) resmi untuk melaksanakan internalisasi hukum pada warga masyarakat.

2. Sudut pandang struktural, penegakan hukum adalah bekerjanya berbagai

organisasi yang mewakili pola kepentingan dan kenstelasi nilai-nilai dominan untuk menciptakan keamanan dan ketertiban sesuai dengan

ideologi hukum yang berkuasa.4

Dalam proses penegakan hukum sering terjadi hambatan ataupun gangguan terhadap proses penegakan hukum itu sendiri. Hal ini terjadi karena tidak adanya keserasian antara nilai, kaidah dan pola perilaku yang tidak pernah terarah, dan tidak terkontrol yang menggangu dalam cara pergaulan hidup.

Berlakunya kaidah hukum dalam masyarakat ditinjau dari kaidah hukum tersebut, menurut teori-teori hukum harus memenuhi tiga macam hal berlakunya kaidah hukum yaitu :

3

http://hukum.ums.ac.id/?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=45 diakses pada tanggal 3 November 2012 Pukul 14.20

4


(35)

1. Berlakunya secara yuridis, artinya kaidah hukum itu harus dibuat sesuai dengan mekanisme dan prosedur yang telah ditetapkan sebagai syarat berlakunya suatu kaidah hukum.

2. Berlakunya secara sosiologis, artinya kaidah hukum itu dapat berlaku

secara efektif, baik karena dipaksakan oleh penguasa meskipun tidak diterima masyarakat ataupun berlaku dan diterima oleh masyarakat.

3. Berlaku secara filosofis, artinya sesuai dengan cita-cita hukum sebagai

nilai positif yang tertinggi. Jika hanya berlaku secara filosofis maka

kaidah hukum tersebut hanya merupakan hukum yang dicita-citakan (ius

constituendum).5

Teori tentang penegakan hukum dapat dibagi 3 (tiga) kerangka konsep yaitu :

1. Konsep penegakan hukum masalah prevensi (pencegahan) penegakan

hukum bidangnya luas sekali, tidak hanya bersangkut-paut dengan tindakan-tindakan apabila sudah ada atau ada persangkaan telah terjadi kejahatan, akan tetapi juga menjaga kemungkinan akan terjadinya kejahatan.

2. Konsep penegakan hukum masalah represif. Tindakan represif ialah

segala tindakan yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum sesudah terjadi kejahatan atau tindak pidana.

3. Konsep penegakan hukum tindakan kuratif. Tindakan kuratif pada

hakekatnya juga merupakan usaha preventif dalam arti yang

seluas-luasnya, ialah dalam usaha penanggulangan kejahatan.6

Menurut Soedarto adapun tindakan-tindakan di dalam penegakan hukum melihat dari konsep tersebut diatas yaitu meliputi :

1. Tindakan preventif atau pencegahan

Merupakan bagian dari politik kriminil, yaitu proses pemberian pidana dimana badan-badan penegak hukum masing-masing mempunyai peranannya yang dapat dipandang sebagai upaya untuk menjaga agar orang yang bersangkutan atau masyarakat pada umumnya tidak melakukan tindak pidana.

2. Tindakan represif

Segala tindakan yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum sesudah terjadinya tindak pidana.

3. Tindakan kuratif

Segi lain dari tindakan represif, yang lebih dititikberatkan kepada

tindakan terhadap orang yang melakukan tindak pidana.7

1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum

5

Ibid. Hal 17

6

Soedarto. 1981. Kapita selekta Hukum Pidana. Alumni.Bandung. Hal 111

7


(36)

Penegakan hukum umumnya berarti hanya pada pelaksanaan perundang-undangan saja atau yang berupa keputusan-keputusan hakim. Masalah pokok yang mempengaruhi penegakan hukum yakni terdapat pada faktor-faktor yang mempengaruhinya secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Soerjono

Soekanto8 faktor-faktornya adalah :

a. Faktor hukumnya sendiri atau peraturan itu sendiri

Adanya peraturan berupa undang-undang dan peraturan yang dibuat oleh pemerintah dengan mengharapkan dampak positif yang akan diterapkan dari penegak hukum yang dijalankan menurut isi peraturan undang-undang tersebut sehingga mencapai tujuan yang efektif.

Peraturan undang-undang yang telah terkodifikasi tersebut sebenarnya sudah mencakup segala aspek untuk diterapkan, namun masih terdapat permasalahan-permasalahan yang dapat menghambat penegakan hukum, yaitu :

1. Tidak diikutinya asas-asas berlakunya undang-undang;

2. Belum adanya peraturan pelaksanaan yang sangat dibutuhkan untuk

menerapkan undang-undang;

3. Ketidakjelasan arti kata-kata didalam undang-undang yang mengakibatkan

kesimpangsiuran didalam penafsiran serta penerapannya.9

b. Faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk dan menerapkan

hukum

8

Soekanto, Soerjono. 1983. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum Di Indonesia.

Sinar Grafika. Jakarta. Cetakan ke-4 9

Soekanto, Soerjono. 2007. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Raja Grafindo


(37)

Istilah penegak hukum adalah aparatur hukum yang secara langsung maupun tidak langsung menyentuh masyarakat yang berkecimpung dalam penegakan hukum, yaitu seperti di bidang kehakiman, kejaksaan, kepolisian,advokat atau kepengacaraan, kenotariatan (notaris dan PPAT) dan pemasyarakatan.

Penegak hukum seharusnya lebih peka terhadap permasalahan-permasalahan yang ada dan yang terjadi di sekitarnya dengan dilandasi suatu kesadaran atas penenganan profesionalitas aparat penegak hukum itu sendiri, sehingga penegak hukum yang membentuk suatu peraturan dan dalam penerapannya dapat seimbang dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum

Penanganan suatu perkara juga dapat tergantung pada sumber daya yang diberikan didalam program-program pencegahan dan pemberantasan tindak pidana. Menurut sorjono Soekanto untuk melengkapi sarana dan fasilitas dalam penegakan hukum itu sendiri seharusnya perlu adanya pola pikir sebagai berikut :

1. Yang tidak ada, harus diadakan dengan yang baru;

2. Yang rusak atau salah, harus diperbaiki atau dibetulkan;

3. Yang kurang, harus ditambah;

4. Yang macet, harus dilancarkan;

5. Yang mundur atau merosot, harus dimajukan atau ditinggalkan.10

d. Faktor masyarakat, yaitu faktor lingkungan dimana hukum tersebut berlaku dan

diterapkan

Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian di dalam masyarakat itu sendiri. Secara langsung masyarakat dapat

10


(38)

mempengaruhi penegakan hukum dan masyarakat juga cenderung mengartikan hukum sebagai petugas, tata hukum, atau hukum positif tertulis.

Setiap tindak pidana atau usaha dalam rangka penegakan hukum, tidak semuanya diterima masyarakat sebagai sikap tindak yang baik, ada kalanya masyarakat juga mengabaikan bahwa suatu perbuatan tertentu tidaklah melanggar suatu perundang-undangan dan ketentuan hukum lainnya, sehingga kurangnya kesadaran hukum yang terjadi ditengah-tengah masyarakat terus berkelanjutan, berkembangan dan dibudayakan. Hal ini dapat dilihat dari kurangnya kesadaran masyarakat bahwa tarian erotis dalam pagelaran-pagelaran dangdut yang beraliran dangdut koplo tersebut mengandung unsur tindak pidana pornoaksi dan kesusilaan.

e. Faktor kebudayaan, yaitu sebagai hasil karya, cipta, dan karsa yang didasarkan

pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup

Kebudayaan pada dasarnya merupakan salah satu nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku bagi pelaksanaan hukum, nilai-nilai yang merupakan konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik yang dapat diikuti dan apa yang dianggap buruk yang seharusnya dihindari. Adapun mengenai faktor kebudayaan berupa nilai-nilai yang berpengaruh dalam hukum, yaitu :

1. Nilai ketertiban dan nilai ketentraman;

2. Nilai jasmaniah dan nilai rohaniah (keakhlakan);

3. Nilai konservatisme dan nilai inovatisme.11

2. Pengertian Tindak Pidana

11


(39)

Tindak Pidana merupakan dasar dalam hukum pidana (yuridis normatif). Tindak pidana dalam arti yuridis normatif adalah perbuatan seperti yang terwujud secara in-abstracto dalam peraturan pidana.12

Beberapa pengertian dari para sarjana hukum mengenai tindak pidana, yaitu sebagai berikut :

1. Menurut Van Hamel :

Tindak Pidana adalah kelakuan orang yang dirumuskan dalam wet, yang

bersifat melawan hukum yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan.

2. Menurut Simons :

Tindak pidana adalah kelakuan (handeling) yang diancam dengan pidana

yang bersifat melawan hukum yang berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggungjawab.

3. Menurut Wirjono Prodjodikoro :

Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana.

4. Menurut Moeljatno :

Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan yang disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi siapa yang melanggar larangan tersebut.

5. Menurut Pompe :

Memberikan pengertian tindak pidana menjadi 2 (dua) definisi, yaitu :

a. Definisi menurut teori adalah suatu pelanggaran terhadap norma,

yang dilakukan karena kesalahan si pelanggar dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum.

b. Definisi menurut hukum positif adalah suatu kejadian / feit yang oleh

peraturan undang-undang dirumuskan sebagai peraturan yang dapat

dihukum.13

Berdasarkan pengertian tindak pidana yang dikemukakan oleh para pakar diatas, dapat diketahui bahwa pada tataran teoritis tidak adanya kesatuan pendapat di antara para pakar hukum dalam memberikan definisi tentang tindak pidana. Dalam memberikan definisi mengenai pengertian tindak pidana terlihat terbagi

12

Tri Andrisman, 2007. Hukum Pidana, Asas-Asas Dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana

Indonesia. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Hal 80 13


(40)

dalam 2 (dua) pandangan/aliran, baik aliran Monistis maupun aliran Dualistis yang saling bertolak belakang.

3. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Mengenai istilah atau pengertian tindak pidana di dalamnya juga terdapat unsur-unsur tindak pidana. Adapun unsur-unsur-unsur-unsur tindak pidana yang dikemukakan oleh para pakar hukum pun terdapat perbedaan pandangan, baik pandangan/aliran monistis dan pandangan/aliran dualistis.14

Menurut aliran monistis, apabila ada orang yang melakukan tindak pidana maka

sudah dapat dipidana. Sedangkan aliran dualistis dalam memberikan pengertian

tindak pidana memisahkan antara perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana, sehingga berpengaruh dalam merumuskan unsur-unsur tindak pidana.

Menurut pakar hukum simon15, seorang penganut aliran monistis dalam

merumuskan unsur-unsur tindak pidana sebagai berikut :

1. Perbuatan hukum (positif atau negatif; berbuat atau tidak berbuat atau

membiarkan);

2. Diancam dengan pidana;

3. Melawan hukum;

4. Dilakukan dengan kesalahan;

5. Orang yang mampu bertanggungjawab.

Sedangkan menurut pakar hukum Moeljatno16, seorang penganut aliran dualistis

merumuskan unsur-unsur perbuatan pidana/tindak pidana sebagai berikut :

1. Perbuatan (manusia);

2. Memenuhi rumusan dalam undang-undang (ini merupakan syarat formil);

3. Bersifat melawan hukum (ini merupakan syarat formil).

B. Perbuatan yang Tergolong Tindak Pidana Pornoaksi

14

Ibid. Hal 82 15

Ibid.Hal 82-83 16


(41)

Perbuatan adalah sesuatu yang diperbuat (dilakukan) tindak; tindak pidana

(perbuatan yang dapat melawan hukum menurut undang-undang)17. Selanjutnya

menurut Moeljatno18 “Perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dilarang dan

diancam dengan pidana barang siapa yang melanggar laangan tersebut”. Selanjutnya Moeljatno juga mengatakan :

“Menurut wujudnya dan sifatnya, perbuatan-perbuatan pidana ini adalah perbuatan-perbuatan yang melawan hukum. Perbuatan ini juga merugikan masyarakat, dalam arti bertentangan dengan atau menghambat akan terlaksananya

tata dalam pergaulan yang dianggap baik dan adil”.19

Dari paparan diatas, maka penulis dapat menarik suatu kesimpulan bahwa suatu Perbuatan akan menjadi suatu tindak pidana apabila perbuatan itu :

a. Melawan Hukum;

b. Merugikan masyarakat;

c. Dilarang oleh aturan pidana;

d. Pelakunya dapat diancam dengan pidana.

Penentuan perbuatan mana yang dipandang sebagai perbuatan pidana mengacu

pada Pasal 1 ayat (1) KUHP yang mengenal asas legalitas (principle of legality),

yakni asas yang menentukan bahwa tiap-tiap perbuatan pidana harus ditentukan oleh suatu aturan undang-undang sebelum seseorang dapat dituntut untuk dipidana karena perbuatannya.

17

Tim Penyususn Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1990. Kamus Besar

Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakata. 18

Moeljatno. 1983. Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Dalam Hukum Pidana. Bina

Aksara. Jakarta. Hal 9. 19


(42)

Jadi menurut penulis suatu perbuatan dapat disebut sebagai “tindak pidana” harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :

1. Perbuatan manusia;

2. Memenuhi rumusan dalam undang-undang;

3. Bersifat melawan hukum.20

Adapun unsur-unsur perbuatan yang tergolong sebagai tindak pidana pornoaksi dapat penulis jabarkan dengan berpedoman dari apa yang disebutkan diatas yaitu sebagai berikut :

a. Suatu pengungkapan atau perbuatan dan semacamnya nyanyian, syair,

pertunjukan, gerakan badan atau segala apa yang mampu membangkitkan rangsangan nafsu birahi yaitu rangsangan yang dapat menimbulkan nafsu untuk melakukan hubungan seks.

b. Objek yang dikatagorikan sebagai pornoaksi tersebut adalah menyinggung rasa

susila atau norma-norma dalam masyarakat (bagi yang membaca, melihat, atau yang mendengar) atau hanya menimbulkan pikiran-pikiran dan mengakibatkan tindakan-tindakan maksiat (melanggar UU Pornografi, asas kesusilaan, dan norma-norma yang lainnya) yang bertentangan dengan dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Pornoaksi merupakan suatu gejala sosial yang terjadi didalam kehidupan masyarakat yang sangat bertentangan dengan Undang-Undang, norma agama, ketertiban dan keamanan. Jika kita tinjau dari akibat yang ditimbulkan akan menghambat proses perkembangan dan pembangunan kehidupan masyarakat luas

20

Moeljatno (dalam Tri Adrisman. 2007. Hukum Pidana, Asas-Asas dan Dasar Aturan Umum


(43)

terutama kepada prilaku moral yang kurang baik dan merupakan ancaman moral generasi muda penerus bangsa yang berlandaskan kepada falsafah Pancasila dengan salah satu sila utamanya “Ketuhanan Yang Maha Esa” . Namun demikian belum adanya penanganan aparat penegak hukum yang mampu meniadakan pornoaksi dalam arti menindak gejala sosial tersebut seperti halnya gejala kejahatan lainnya.

Penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana pembunuhan, penipuan, dan pencurian yang diproses oleh aparat kepolisian dapat dikenakan sanksinya dengan tegas dan hukum berlaku efektifnya. Tetapi terhadap pornoaksi sulit untuk dilakukan. Penegak hukum tidak mampu melaksanakan fungsinya secara penuh, sehingga dalam hal demikian, hukum hanya berusaha mencegah agar pornoaksi tidak meluas secara pesat. Sebagai konsekuensi dari segi hukum pidana, bahwa pornoaksi itu dilarang. Namun kenyataannya dalam masyarakat, pornoaksi tidak dapat dihilangkan. Hal ini berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan manusia dan alamiah yang dimiliki oleh masyarakat.

Lambatnya proses penanganan oleh penegak hukum yaitu kepolisian yang merupakan awal penanganan dalam proses penegakan hukum terhadap perbuatan tindak pidana pornoaksi hal ini mengakibatkan didalam kehidupan masyarakat pornoaksi berkembang secara luas. Kultur kebudayaan masyarakat Indonesa yang beraneka ragam memiliki persepsi sendiri terhadap pandangan mengenai pornoaksi. Artinya ada suatu budaya di Indonesia menegaskan bahwa masalah pornoaksi tergantung pada penilaian dan sikap masyarakat.


(44)

Kata pornografi terbentuk dari kata pornos yang berarti melanggar kesusilaan atau cabul dan grafi yang berarti tulisan dan selanjutnya sekarang meliputi gambar dan patung. Sedangkan kata pornoaksi terbentuk dari kata pornos yang berarti melanggar kesusilaan atau cabul dan aksi yang berarti pertunjukkan, mempertontonkan, dan memperlihatkan.

Pengertian pornografi terdapat pada UU pornografi, sedangkan pornoaksi merupakan bagian isi dari pornografi sebagaimana telah tercantum pada Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi yang menyebutkan :

“Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang membuat kecabulan atau eksploitasi

seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat”.

Suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai perbuatan pornografi apabila termasuk dalam ketentuan yang tercantum pada Pasal 10 dan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 44 tentang Pornografi yang menyebutkan :

Pasal 10 UU Pornografi:

“Setiap orang dilarang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya”.

Pasal 36 UU Pornografi :

“Setiap orang yang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya


(45)

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)”.

Ketentuan pidana mengenai pelanggaran pornografi yang dilakukan oleh korporasi diatur dalam UU Pornografi. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 40 UU Pornografi:

1. Dalam hal tindak pidana pornografi dilakukan oleh atau atas nama suatu

korporasi, tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya.

2. Tindak pidana pornografi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana

tersebut dilakukan oleh orang-orang, baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-sama.

3. Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi, korporasi

tersebut diwakili oleh pengurus.

4. Pengurus yang mewakili korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

dapat diwakili oleh orang lain.

5. Hakim dapat memerintahkan pengurus korporasi supaya pengurus

korporasi menghadap sendiri di pengadilan dan dapat pula memerintahkan pengurus korporasi supaya pengurus tersebut dibawa ke sidang pengadilan.

6. Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, panggilan untuk

menghadap dan penyerahan surat panggilan tersebut disampaikan kepada pengurus ditempat tinggal pengurus atau ditempat pengurus berkantor.

7. Dalam hal tindak pidana pornografi yang dilakukan korporasi, selain

pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, dijatuhkan pula pidana denda terhadap korporasi dengan ketentuan maksimum pidana dikalikan 3 (tiga) hari pidana denda yang ditentukan dalam setiap pasal bab ini.

Ketentuan pidana mengenai perbuatan pornografi terhadap korporasi diatur dalam Pasal 41 UU No.44 Tahun 2008 tentang Pornografi yang menyatakan :

Selain pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (7), korporasi dapat dikenai pidana tambahan berupa :

a. Pembekuan izin usaha;

b. Pencabutan izin usaha;

c. Perampaan kekayaan hasil tindak pidana; dan


(46)

Dicantumkan dalam UU Pornografi bahwa pengaturan pornografi berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa, penghormatan terhadap harkat dan martabat kemanusiaan, kebhinekaan, kepastian hukum, non diskriminasi, dan perlindungan terhadap warga negara.

Adapun tujuan dari UU Pornografi adalah sebagai berikut :

1. Mewujudkan dan memelihara tatanan kehidupan masyarakat yang beretika,

berkepribadian luhur, menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, serta menghormati harkat dan martabat setiap warga negara.

2. Menghormati, melindungi, dan melestarikan nilai seni dan budaya, adat

istiadat, dan ritual keagamaan masyarakat Indonesia yang majemuk.

3. Memberikan pembinaan dan pendidikan terhadap moral dan akhlak masyarakat

4. Memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi warga negara dari

pornografi dan pornoaksi, terutama bagi anak dan perempuan, dan

5. Mencegah berkembangnya pornografi dan pornoaksi serta komersialisasi seks

di masyarakat.21

Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan undang-undang dengan menjunjung tinggi nilai-nilai moral, etika, akhlak mulia, dan kepribadian luhur bangsa, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Maka tidak sesuai dan tidak layak apabila di lingkungan kita terdapat suatu perbuatan yang tidak senonoh, porno, dan melanggar kesusilaan, khususnya pagelaran dangdut yang menyuguhkan atau menampilkan penyanyi yang bergoyang erotis menimbulkan timbulnya hasrat bagi si penonton. Semua itu dapat merusak moral

21

http://raniyuanita.wordpress.com/2011/01/03/undang-undang-pornografi-dalam-kajian


(47)

dan akhlak bahkan perilaku seseorang, khususnya bagi para generasi penerus bangsa di kemudian hari.

Mengenai hal ini, maka pemerintah wajib melakukan pencegahan atas perbuatan dan penyebarluasan tindak pidana kesusilaan tersebut. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 19 UU Pornografi yang menyatakan :

Untuk melakukan pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, Pemerintah Daerah berwenang :

a. Melakukan pemutusan jaringan pembuatan dan penyebarluasan produk

pornografi atau jasa pornografi, termasuk pemblokiran pornografi melalui internet di wilayahnya;

b. Melakukan pengawasan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan

penggunaan pornografi di wilayahnya;

c. Melakukan kerjasama den koordinasi dengan berbagai pihak dalam

pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi di wilayahnya; dan

d. Mengambangkan sistem komunikasi, informasi, dan edukasi dalam

rangka pencegahan pornografi di wilayahnya.

Selain pemerintah, masyarakat juga dapat berperan serta dalam melakukan pencegahan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 21 UU Pornografi, peran serta masyarakat dapat dilakukan dengan cara :

1. Melaporkan pelanggaran undang-undang ini;

2. Melakukan gugatan perwakilan ke pengadilan;

3. Melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan yang mengatur

pornografi; dan

4. Melakukan pembinaan kepada masyarakat terhadap bahaya dan dampak

pornografi.

Dalam ketentuan UU pornografi masyarakat yang melaporkan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 UU Pornografi tersebut, maka pelapor


(48)

berhak mendapatkan perlindungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

D. Dangdut Koplo 1. Pengertian Dangdut

Penyebutan nama "dangdut" diambil dari suara permainan tabla (lebih dikenal sebagai gendang) yang didominasi oleh bunyi "dang" dan "ndut". Adapun ciri-ciri musik dangdut adalah sebagai berikut ini :

1. Alat musiknya akustik, dengan standarisasi melayu, seperti akordion,

suling, gendang, madolin, dan dalam perkembangan di era ini adalah organ mekanik serta biola;

2. Lagunya, mudah dicerna sehingga tidak susah untuk diterima

masyarakat;

3. Iramanya terbagi dalam tiga bagian yaitu senandung (sangat lambat),

lagu dua (iramanya agak cepat) dan makinang (lebih cepat);

4. Liriknya masih lekat pada pantun;

5. Irama musiknya sangat melankolik;

6. Bangunan sebagian besar lagu dangdut sangat konservatif;

7. Sebagian besar tersusun dari satuan delapan birama 4/4 (jarang sekali

ditemukan lagu dangdut dengan birama 3/4, kecuali pada lagu-lagu masa Melayu Deli (contoh: Burung Nuri);

8. Miskin improvisasi, baik melodi maupun harmoni;


(49)

10. Pada umumnya tidak memiliki refrain, namun memiliki bagian kedua

dengan bangunan melodi yang berbeda dengan bagian pertama.22

Sebagai salah satu genre "Musik", dangdut lebih mengutamakan tontonan visual daripada sajian audio. Misalnya Aura Kasih dengan video klip yang kelewat vulgar sampai-sampai dicekal dan terpaksa membuat ulang video klip untuk lagu

yang sama (itupun masih terlihat_vulgar). Untuk itu menjadi penyanyi dangdut

tidak cukup hanya dengan suara merdu, tapi juga harus memiliki tubuh yang erotis.

2. Sejarah dan Perkembangan Dangdut Indonesia

a. Perkembangan Dangdut Indonesia Pada Tahun 1940-an

Berawal dari periode kolonial Belanda, waktu itu ada perpaduan alat musik Indonesia, Arab dan Belanda yang dinamakan bersama-sama dalam Tanjidor. Musik ini merupakan orkestra mini yang khas dan dipertunjukkan sambil berjalan oleh para budak peliharaan tuan-tuan kulit putih penguasa pekebunan di sekitar Batavia. Sepanjang abad 19, banyak pengaruh dari luar diserap oleh masyarakat Indonesia. Misalnya pengaruh dari Cina yaitu ansambel Cina-Betawi yang disebut gambang kromong dan juga keroncong.

Pada dasarnya, bentuk musik dangdut berakar dari musik melayu pada tahun 1940-an. Irama melayu sangat kental dengan unsur aliran musik dari India dan gabungan dengan irama musik dari arab. Unsur tabuhan gendang yang merupakan bagian unsur dari musik India digabungkan dengan unsur cengkok penyanyi dan harmonisasi dengan irama musiknya merupakan suatu ciri khas dari irama melayu

22

http://cerita-indonesian.blogspot.com/2012/07/sejarah-musik-dangdut-indonesia. html diakses pada tanggal 29 Oktober 2012 Pukul 09.40.


(50)

merupakan awal dari mutasi dari irama melayu ke dangdut. Dalam evolusi menuju bentuk kontemporer sekarang masuk pengaruh unsur-unsur musik India (terutama dari penggunaan tabla) dan Arab (pada cengkok dan harmonisasi).

Pada masa ini mulai masuk eksperimen masuknya unsur India dalam musik Melayu. Perkembangan dunia sinema pada masa itu dan politik anti-Barat dari Presiden Sukarno menjadi pupuk bagi grup-grup ini. Dari masa ini dapat dicatat nama-nama seperti P. Ramlee (dari Malaya), Said Effendi (lagu Seroja), Ellya (gaya panggung seperti penari India), Husein Bawafie (dari India), M. Mashabi (pencipta skor film "Ratapan Anak Tiri" yang sangat populer di tahun 1970-an).

b. Perkembangan Dangdut Indonesia Pada Tahun 1960-an

Perubahan arus politik Indonesia di akhir tahun 1960-an membuka masuknya pengaruh musik barat yang kuat dengan masuknya gitar listrik dan juga bentuk pemasarannya. Sejak tahun 1970-an dangdut boleh dikatakan telah matang dalam bentuknya yang kontemporer. Sebagai musik populer, dangdut sangat terbuka terhadap pengaruh bentuk musik lain, mulai dari keroncong, langgam, degung, gambus, pop, rock, bahkan house music. Irama melayu menjadi suatu aliran musik kontemporer, yaitu suatu cabang seni yang terpengaruh dampak modernisasi.

Pada tahun 1960 an Musik melayu mulai dipengaruhi oleh banyak unsur mulai dari gambus, degung, keroncong, langgam. Dan mulai jaman ini lah sebutan untuk Irama Melayu mulai berubah menjadi terkenal dengan sebutan musik dangdut.

Sebutan dangdut ini merupakan Onomatope atau sebutan yang sesuai dengan


(51)

gendang. Dan karena bunyi gendang tersebut lebih didominasi dengan bunyi Dang dan Dut, maka sejak itulah irama melayu berubah sebutanya menjadi suatu aliran musik baru yang lebih terkenal dengan irama musik dangdut.

c. Perkembangan Dangdut Indonesia Pada Tahun 1970 – 2000

Pada jaman era Pra 1970 an ini seniman dangdut yang terkenal antara lain : M. Mashabi, Husein Bawafie, Hasnah Tahar, Munif Bahaswan, Johana Satar, Ellya Kadam.

Menjelang 1970, Rhoma Irama mulai menunjukkan kemampuan bermusiknya di irama dangdut. Rasa tidak puas dan keinginan terkenal mendorong Rhoma Irama menciptakan irama musik baru. Irama musik Melayu dikombinasikan dengan aliran musik rock, pop, dan irama lain. Hasil yang diciptakan adalah irama dangdut. Semenjak masa itu, istilah dangdut semakin populer di Indonesia. Lagu-lagu yang diciptakan Rhoma Irama tidak sekedar menampilkan keindahan. Lirik-lirik yang bermakna dakwah merupakan isi lagu-lagunya. Beberapa nama dari masa 1970-an yang dapat disebut adalah Mansyur S., Ida Laila, A. Rafiq, serta Muchsin Alatas. Populernya musik Melayu dapat dilihat dari keluarnya beberapa album pop Melayu oleh kelompok musik pop Koes Plus di masa jayanya.

Era musik dangdut setelah 1970-an mulai banyak sekali Musisi dan seniman dangdut ini, dan musik ini mulai memasyarakat di semua kalangan Rakyat Indonesia antara lain Hamdan ATT, Meggy Zakaria,Vetty Vera, Nur Halimah, Iis Dahlia, Ikke Nurjanah, Itje Trisnawati, Evi Tamala, Dewi Persik, Kristina, Cici


(52)

Aliran musik dangdut yang merupakan seni kontemporer terus berkembang dan berkembang, pada awal mulanya irama dangdut identik dengan seni musik kalangan kelas bawah dan memang aliran seni musik dangdut ini merupakan cerminan dari aspirasi dari kalangan masyarakat kelas bawah yang mempunyai ciri khas kelugasan dan kesederhaan nya. Karena sifat kontemporernya maka di awal tahun 1980 an Musik dangdut berintaraksi dengan aliran Seni musik lainnya, yaitu dengan masuknya aliran Musik Pop, Rock dan Disco atau House Musik. Selain masuknya unsur seni musik modern musik dangdut juga mulai bersenyawa dengan irama musik tradisional seperti gamelan, Jaranan, Jaipongan dan musik

tradisional_lainnya.

Pada paruh akhir dekade 1970-an juga berkembang variasi "dangdut humor" yang dimotori oleh OM Pancaran Sinar Petromaks (PSP). Orkes ini, yang berangkat dari gaya musik melayu deli, membantu diseminasi dangdut di kalangan mahasiswa. Sub genre ini diteruskan, misalnya, oleh OM Pengantar Minum

Racun_(PMR)_dan_oleh_Orkes_Pemuda_Harapan_Bangsa_(PHB).

Ketenaran musik dangdut semakin meningkat dengan terbentuknya Grup Soneta di tahun 1973. Soneta merupakan grup atau orkes melayu yang dipelopori oleh Rhoma Irama. Sound of Moslem dan Raja Dangdut merupakan julukan yang

diberikan_masyarakat_kepada_Rhoma_Irama_dan_grupnya. Maka pada jaman

1990 mulailah era baru lagi yaitu musik dangdut yang banyak dipengaruhi musik tradisional yaitu irama gamelan yaitu kesenian musik asli budaya jawa maka pada masa ini musik dangdut mulai berasimilasi dengan seni gamelan, dan terbentuklah


(53)

Popularitas musik dangdut memicu tanggapan negatif dari pemusik irama non dangdut. Musik dangdut dianggap sebagai musik kampungan. Pemusik irama non dangdut memandang dangdut sebagai musiknya kalangan bawah. Pandangan negatif tersebut tidak menghentikan kreatifitas dan keinginan bermusik para musisi dangut. Pada masa 1980-1990, bermunculan penyanyi-penyanyi dan musisi dangdut yang berbakat dan mendapatkan penggemar sangat banyak. Pada masa ini mulai terdapat upaya dari musisi dangdut untuk membawa dangdut ke arah yang lebih terhormat. Evie Tamala mendendangkan musik dangdut di Amerika Serikat. Ia membuat video klip lagunya di negara tersebut. Stasiun

televisi_di_Indonesia_mulai_menampilkan_dangdut_sebagai_tayangannya.

Pada era tahun 2000 an seiring dengan kejenuhan Musik Dangdut yang original maka diawal era ini Para musisi di wilayah Jawa Timur di daerah pesisir Pantura mulai mengembangkan jenis Musik Dangdut baru yaitu seni Musik Dangdut Koplo. Dangdut Koplo ini merupakan mutasi dari Musik Dangdut setelah Era Dangdut Campursari yang bertambah kental irama tradisionalnya dan dengan ditambah dengan masuknya Unsur Seni Musik Kendang Kempul yang merupakan Seni Musik dari daerah Banyuwangi Jawa Timur dan irama tradisional lainya seperti Jaranan dan Gamelan. Dan berkat kreatifitas para Musisi Dangdut Jawa Timuran inilah sampai saat ini Musik Dangduk Koplo yang Identik dengan Gaya Jingkrak pada Goyangan Penyanyi dan Musiknya ini saat ini sangat kondang dan

banyak_digandrungi_segala_kalangan_masyarakat_Indonesia.

Pada era Musik Dangdut Koplo inilah mulai memacu tumbuhnya Group Musik Dangdut yang lebih terkenal dengan sebutan OM atau Orkes Melayu antara lain


(54)

OM. Sera, OM. Monata, OM Palapa, OM New Palapa, OM RGS dan OM yang lebih kecil lainya yang mengibarkan aliran Musik Dangdut Koplo di Nusantara ini.

Musik dangdut terus mengalami perkembangan. Menjelang tahun 2000, muncul penyanyi dangdut yang sangat mendapatkan perhatian masyarakat. Hal itu dikarenakan gerakan goyangnya melebihi gerakan penyanyi lain, bahkan manusia normal. Gerakan berputar-putar dari atas ke bawah merupakan ciri khas penyanyi

tersebut._Inul_Daratista_merupakan_pemilik_goyangan_maut_itu. Kemunculan

Inul Daratista sangat dikecam oleh kalangan agama. Faktor moral dan norma merupakan alasannya. Tanggapan positif diberikan oleh sebagian kalangan yanga memandangnya sebagai suatu seni dan ekspresi diri. Perbedaan pendapat itu memicu kontroversi dan semakin mempopulerkan nama Inul Daratista. Peristiwa

itu membuat masyarakat kalangan atas mulai memperhatikan_musik_dangdut.

Pada masa 2000 an juga, musik dangdut tidak dapat dipandang lagi sebagai musik kampungan. Berbagai peristiwa dan acara terhormat mulai menampilkan musik dangdut. Tayangan utama di stasiun televisi menampilkan musik dangdut.

Kafe-kafe_terkenal_tidak_segan_menampilkan_musik_dangdut.

Walaupun dangdut diasosiasikan dengan masyarakat bawah yang miskin, bukan berarti dangdut hanya digemari kelas bawah. Di setiap acara hiburan, dangdut dapat dipastikan turut serta meramaikan situasi. Panggung dangdut dapat dengan mudah dijumpai di berbagai tempat. Tempat hiburan dan diskotik yang khusus memutar lagu-lagu dangdut banyak dijumpai di kota-kota besar. Stasiun radio


(55)

siaran yang menyatakan dirinya sebagai "radio dangdut" juga mudah ditemui di

berbagai_kota.

Saat ini musik dangdut sudah menjangkau segala kalangan masyarakat dari kalangan kelas bawah samapai kalangan menengah dan kelas ataspun sudah mulai ketagihan dengan seni musik dangdut ini. Hingga musik dangdut pun sudah merambah di dunia diskotik yang sudah memutar musik dangdut sebagai musik wajibnya, Dan sudah tak asing lagi saat ini banyak stasiun radio yang menamakan dirinya sebagai stasiun radio dangdut bahkan stasiun televisi dangdut Indonesia,

karena_kecintaan_masyarakat_dengan_irama_musik_dangdut_ini.

Maka tidak bisa dipungkiri irama musik dangdut ini bisa dibanggakan menjadi musik asli Indonesia. Dan akhirnya musik asli dangdut Indoensia sudah merambah ke dunia Internasional antara lain musik dangdut ini sudah masuk ke negara Jepang yang mulai gandrung dengan musik dangdut ini yang merupakan kebanggaan kita akan musik dangdut musik asli Indonesia kita tercinta ini.

d. Perkembangan Dangdut Indonesia Zaman Ini

Musik dangdut sendiri mulai dikenal pada tahun 1940-an. Selayaknya budaya masyarakat Indonesia yang menerima pengaruh-pengaruh asing untuk mempertinggi khasanah peradabannya, begitu juga dengan musik dangdut.

Berturut-turut unsur musik India (alunan penggunaan tabla), unsur musik arab (cengkok dan harmonisasi), dan unsur musik barat (penggunaan gitar listrik), menjadikan musik dangdut matang sejak awal tahun 1970-an. Sebagai musik populer, dangdut sangat terbuka terhadap pengaruh bentuk musik lain, mulai dari


(56)

Namun kelebihan ini sekaligus adalah kerugian besar untuk musik dangdut, karena musik dangdut akan dicitrakan bukan sebagai musik kreatif dan original karena cukup dengan mengganti aransemennya saja sebuah lagu bisa diubah menjadi lagu dangdut. Dengan kenyataan ini maka tak ayal lagi musik dangdut

hanya_akan_dilirik_sebelah_mata_oleh_kalangan_seniman_musik.

Anggapan bahwa dangdut adalah musik kelas bawah juga dikuatkan oleh kenyataan bahwa musik dangdut lambat dalam perkembangannya. Lagu-lagu yang digunakan dalam konser dangdut adalah lagu yang itu-itu saja. Didominasi oleh lagu-lagu ciptaan seniman dangdut generasi tua, atau lagu-lagu popular dari genre lainnya yang di-"dangdut"-kan. Hanya sedikit lagu-lagu baru yang sejak awal populer dari genre dangdut. Gejala ini jika tidak segera diantisipasi oleh musisi dangdut, selamanya musik dangdut akan menjadi musik kelas bawah, atau akan melayang tinggi menjadi tembang kenangan, dan kemudian hilang.

Pada saat sekarang ini banyak kesenian-kesenian yang berkembang seiring perubahan waktu. Saat ini terbilang kesenian itu bisa berupa seni musik, seni tari, seni drama dan seni rupa. Karena bilangan seni yang ada itu tentu saja kita tidak melihat seni keseluruhannya hanya membatasi pada seni musik. Seni musik ini pun ada berbagai macam yaitu: seni musik tradisional, seni musik pop, rock, R &

BN,_dan_musik_dangdut. Sedangkan dalam musik dangdut itu ada suatu budaya

yang_sangat_identik_dengan_dangdut_yaitu_"saweran".

Saweran berasal dari bahasa Sunda yaitu "sawer" yang artinya melempar uang biasanya dilakukan pada saat upacara kebesaran tradisional seperti, sunatan,


(1)

cukup sulit bagi seseorang untuk menjadi saksi, karena mereka beranggapan apabila dirinya menjadi seorang saksi, dikhawatirkan dirinya akan menjadi tersangka juga atau akan mendapatkan ancaman dari keluarga maupun dari kalangan kerabatnya tersangka. Padahal apabila dirinya yakin tidak bersalah, seharusnya jangan takut akan hal tersebut, karna seorang saksi sudah dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Maka itu pihak Kepolisian Resort Kota Bekasi yang diwakili oleh Dubbel Manulu sebagai wakil kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Bekasi mengajak kepada masyarakat untuk turut membantu dalam pencegahan.

b) Kurangnya kesadaran dan kepedulian masyarakat

Kurangnya kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap sesuatau hal yang terjadi di dalam lingkungan masyarakat tersebut merupakan salah satu yang menjadi faktor penghambat. Padahal sudah jelas perbuatan pornoaksi tersebut telah diatur di dalam UU Pornografi. Pada UU Pornografi yang juga memuat pengaturan tentang peran serta masyarakat di dalam melakukan pencegahan, pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornoaksi maupun pornoaksi. Semua itu dikarenakan kurang adanya sosialisasi dari Pemerintah setempat ataupun pihak yang berwenang.


(2)

c) Faktor penegak Hukum

Sulitnya penegak hukum dalam mengungkap dan menangani kasus tentang penyanyi dangdut koplo yang menari erotis sebagai perbuatan yang tergolong tindak pidana pornoaksi tersebut menjadi salah satu faktor penghambat dalam penerapan UU Pornografi yang juga di dalamnya memuat aturan-aturan tentang tindak pidana pornoaksi terhadap penyanyi dangdut koplo yang menari erotis tersebut. Penegak hukum hanya dapat membuktikan kebenaran kasus tersebut melalui informasi-informasi yang di dapatkan dari masyarakat maupun informasi yang didapatkan langsung oleh penyidik Polresta Bekasi.

d) Faktor sosial dan budaya

Pornoaksi didalam kehidupan masyarakat Indonesia tumbuh kembang begitu cepat dikarenakan masyarakat Indonesia memiliki beraneka ragam budaya sehingga dalam menyikapi pornoaksi masing-masing budaya tersebut melihat sudut pandang yang berbeda. Ada budaya masyarakat Indonesia mengatakan bahwa perbuatan tersebut tidak termasuk dalam pelanggaran pornoaksi dan adapula yang mengatakan melanggar perbuatan yang berbau unsur pornoaksi. Sedangkan faktor sosial dapat dilihat dari bagaimana masyarakat Indonesia dewasa ini senang mengkonsumsi, membicarakan, dan melakukan, serta tidak lagi mengindahkan nilai dan norma yang berlaku. Hal ini juga menjadi faktor penghambat dalam penegakan hukum pidana yang sudah jelas termuat di dalam UU Pornografi tersebut.


(3)

B. SARAN

Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis, maka penulis memberikan saran dalam skripsi ini sebagai berikut :

1. Pihak kepolisisan seharusnya melakukan pengawasan terhadap tempat-tempat yang terlihat mencurigakan melakukan aktvitas tindak pidana pornoaksi. 2. Memberikan sanksi tegas baik terhadap penyanyi yang menari erotis, maupun

terhadap tempat dan pemilik usaha (group dangdut) yang menyediakan penyanyi erotis.

3. Pihak kepolisian menghimbau / mensosialisasikan terhadap masyarakat, agar tindak pidana pornoaksi penyanyi dangdut koplo yang menari erotis dan tindak pidana pornoaksi lainnya tidak akan terulang kembali.

4. Adanya kerjasama kepolisian dan masyarakat untuk melakukan pencegahan dan penindakan terhadap perbuatan tindak pidana pornoaksi dan tindak pidana lainnya sehingga tercipta keamanan, kenyamanan dan ketentraman dilingkungan masyarakat.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Andrisman, Tri. 2011. Delik Tertentu Dalam KUHP. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

---,. 2007. Hukum Pidana, Asas-Asas Dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Djubaedah, Neng. 2003. Pornografi & Pornoaksi Ditinjau Dari Hukum Islam. Kencana. Bogor.

Reksodiputro, Mardjono, Sistem Peradilan Pidana Indonesia ( Malihat kepada kejahatan dan penegakan hukum di dalam batas-batas toleransi) Pidato Pengukuhan Penerimaan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1993.

---, Sistem Peradilan Pidana Indonesia ( Peran penegak hukum melawan kejahatan dan HAM dalam Sistem Peradilan Pidana), Raja Grafindi Persada, Jakarta, 1984.

Singarimbun, Masri dan Sofian Efendi. 1989. Metode Penelitian Survai. LP3ES, Jakarta.

Mertokusumo, Sudikno. 2005. Mengenal Hukum: Suatu Pengantar. Liberty. Yogyakarta.

Moeljatno. 1983. Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Dalam Hukum Pidana. Bina Aksara. Jakarta.

Wahju, Mujiono. 2012. Pengantar Teori Kriminologi. Pustaka Yustisia. Yogyakarta.

Soekanto, Soerjono. 2007. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

---. 2004. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta.


(5)

---. 1986. Penelitian Hukum normatif Suatu Tinjauan Singkat. Rajawali Pers. Jakarta.

---. 1984. Pengantar Penelitian Hukum. UI Press: Jakarta.

---. 1983. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum Di Indonesia. Sinar Grafika. Jakarta.

Soedarto. 1981. Kapita selekta Hukum Pidana. Alumni.Bandung

Tedjosaputro, Liliana. 2003. Etika Profesi Notaris Dalam Penegakan Hukum Pidana, Bigraf Publishing, Yogyakarta

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta

Universitas Lampung. 2009. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung, Lampung. University Press: Bandar Lampung

Undang-Undang :

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi

Website :

http://didijunaedihz.wordpress.com/menjawab-tantangan-masyarakat permisif/.html

http://wwwgats.blogspot.com/pornografi-dan-pornoaksi.html http://www.artikata.com/arti-penegakan.html

www.wordpers.com

http://cerita-indonesian.blogspot.com/sejarah-musik-dangdut-indonesia. html http://education-vionet.blogspot.com/ledy-gaga-dicekal-dangdut-koplo. html


(6)

http://www.4skripsi.com /metodologi-penelitian/teknik-pengambilan-sampel-penelitian.html

http://hukum.ums.ac.id/?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=45 http://www.negarahukum.com/hukum/efektivitas-hukum.html

http://nagabiru86.wordpress.com/2009/06/12/data-sekunder-dan-data-primer/ http://asatrio.blogspot.com/2009/01/bahaya-pornografi-dan-porno-aksi.html http://id.wikipedia.org/wiki/Undang-Undang_Pornografi


Dokumen yang terkait

Pengajuan Praperadilan Oleh Pihak Tersangka Terhadap Sah Atau Tidaknya Penahanan Yang Dilakukan Penyidik Kejaksaan Dalam Tindak Pidana Korupsi (Studi Putusan Nomor.01/PID/PRA.PER/2011/PN. STB.)

1 81 145

Daya Tarik Penyanyi Dangdut Dalam Saweran Pada Hiburan Dangdut (Studi Deskriptif Tentang Daya Tarik Penyanyi Dangdut Dalam Saweran Pada Hiburan Dangdut Di Kota Bandung)

7 228 152

ANALISIS PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENCABULAN OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN (Studi Pada Poltabes Bandar Lampung)

0 6 15

ANALISIS PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENCABULAN OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN

0 9 91

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU TAWURAN PELAJAR SMA (Studi Kasus Di Wilayah Hukum Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan)

10 74 56

Peran Kepolisian Dalam Penegakan Hukum Pidana Pencurian Sepeda Motor Yang di Lakukan Oleh Sindikat di Bandar Lampung (Studi Kasus Kepolisian Sektor Kedaton)

1 11 63

SKRIPSI Penegakan Hukum Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Yang Dilakukan Oleh Anggota Kepolisian (Study Kasus di Wilayah Hukum Boyolali).

0 2 13

PENDAHULUAN Penegakan Hukum Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Yang Dilakukan Oleh Anggota Kepolisian (Study Kasus di Wilayah Hukum Boyolali).

0 4 17

PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN Penegakan Hukum Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Yang Dilakukan Oleh Anggota Kepolisian (Study Kasus di Wilayah Hukum Boyolali).

0 2 22

SKRIPSI PENEGAKAN HUKUM PIDANA OLEH PENGADILAN TERHADAP PENEGAKAN HUKUM PIDANA OLEH PENGADILAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU PERKOSAAN (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Sragen).

1 2 13