Partai Indonesia Raya Parindra Gabungan Politik Indonesia GAPI

232 Kelas XI SMAMASMKMAK Semester 1

a. Partai Indonesia Raya Parindra

Partai Indonesia Raya didirikan di Solo pada Desember 1935. Partai ini merupakan gabungan dari dua organisasi yang berfusi yaitu BU dan PBI. Sebagai ketuanya dipilih dr. Sutomo. Tujuan partai adalah mencapai Indonesia Raya dan mulia yang hakekatnya mencapai Indonesia merdeka. Di Jawa anggota Parindra banyak berasal dari petani, mereka kemudian disebut dengan kaum kromo. Di daerah lain masuk kaum Betawi, Serikat Sumatera, dan Sarikat Selebes. Partai ini adalah yang mengajukan petisi Sutardjo yang ditandatangani oleh Sutardjo, penandatanganan pertama, yang lainnya I.J. Kasimo,.dr. Sam Ratulangi, Datuk Tumenggung, Kwo Kwat Tiong, dan Alatas.

b. Gabungan Politik Indonesia GAPI

Kegagalan Petisi Sutardjo mendorong gagasan untuk menggabungan organisasi politik dalam suatu bentuk federasi. Gabungan Politik Indonesia GAPI itu diketuai oleh Muh. Husni Thamrin. Pimpinan lainnya adalah Mr. Amir Syarifuddin, dan Abikusno Tjokrosuyoso. Alasan lain dibentuknya GAPI adalah adanya situasi internasional akibat meningkatnya pengaruh fasisme. Juga sikap pemerintah yang kurang memperhatikan kepentingan Bangsa Indonesia. Kemenangan dan kemajuan yang diperoleh negara fasis yaitu, Jepang, Jerman, Italia tidak menggembirakan Indonesia. Karena itu pers Indonesia menyerukan untuk menyusun kembali barisan dalam suatu wadah persatuan berupa “konsentrasi nasional”. Sumber: Mohammad Hoesni Thamrin, 2003. Gambar 4.20 Foto tokoh–tokoh GAPI. 233 Sejarah Indonesia Parindra berpendapat pentingnya untuk perjuangan ke dalam, yaitu menyadarkan dan menggerakkan rakyat untuk memperoleh suatu pemerintahan sendiri, serta menyadarkan pemerintah Belanda akan cita- cita bangsa Indonesia. Juga mengadakan perubahan pendekatan dengan organisasi-organisasi politik untuk membicarakan masa depan Bangsa Indonesia. Pada 21 Mei 1939, dalam rapat pendirian konsentrasi nasional di Jakarta berhasil didirikan suatu organisasi yang merupakan kerja sama partai politik nasional di Jakarta yang diberi nama Gabungan Partai Politik Indonesia GAPI. Anggaran Dasar GAPI menyebutkan, bahwa GAPI mempunyai hak untuk menentukan diri sendiri; persatuan nasional dari seluruh bangsa Indonesia dengan berdasarkan kerakyatan dalam paham politik, ekonomi, sosial, dan persatuan aksi seluruh pergerakan Indonesia. Dalam konferensi I GAPI 4 Juli 1939 dibicarakan aksi GAPI dengan semboyan Indonesia berparlemen. GAPI tidak menuntut kemerdekaan penuh, tetapi suatu parlemen berdasarkan sendi demokrasi. Untuk mencapai tujuannya, GAPI menyerukan pada rakyat Indonesia agar didukung oleh semua lapisan masyarakat. Seruan itu disambut hangat oleh Pers Indonesia. Pada 1939, GAPI mengadakan rapat umum. Tidak kurang dari seratus tempat mengadakan rapat propaganda tujuan GAPI, sehingga suasana di Indonesia saat itu menyerukan Indonesia berparlemen. Penyadar, PNI Baru, dan Perkumpulan Kristen Indonesia tidak sependapat dengan GAPI. Mereka berpendapat tidak ada gunanya bersifat meminta-minta kepada Belanda. Untuk mencapai tujuannya, GAPI membentuk Kongres Rakyat Indonesia KRI. Tujuan kongres untuk kesempurnaan Indonesia dan cita-citanya, yaitu Indonesia Berparlemen penuh. Keputusan penting lainnya adalah penetapan bendera Merah Putih dan lagu Indonesia Raya sebagai bendera dan lagu persatuan Indonesia. Juga penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa rakyat Indonesia. Selanjutnya dibentuk Komite Parlemen Indonesia. Saat Jerman menyerbu Polandia, GAPI mengeluarkan Manifest GAPI 20 September 1939. Isi manifest itu mengajak rakyat Indonesia dan Negeri Belanda untuk bekerja sama menghadapi bahaya fasisme. Menurut GAPI usaha itu lebih berhasil bila rakyat Indonesia diberi hak baru dalam urusan pemerintahan, yaitu suatu pemerintahan dengan parlemen yang dipilih dari, oleh rakyat, dan pemerintah yang bertanggungjawab kepada parlemen. 234 Kelas XI SMAMASMKMAK Semester 1 Pada Agustus 1940, saat negeri Belanda dikuasai Jerman dan Indonesia dinyatakan dalam darurat perang, GAPI kembali mengeluarkan resolusi yang menuntut diadakannya perubahan ketatanegaraan di Indonesia dengan menggunakan hukum tata negara dalam masa genting. Isi resolusi adalah mengganti Volksraad dengan parlemen sejati yang anggotanya dipilih rakyat dan mengubah fungsi kepala departemen menjadi menteri yang bertanggungjawab kepada parlemen. Bagi rakyat serta organisasi lainnya yang tidak bergabung dalam GAPI diminta untuk mendukung GAPI. Resolusi itu dikirimkan ke gubernur jenderal, Volksraad, Ratu Wilhelmina, dan kabinet Belanda di London. Aksi gigih yang dilakukan itu menghasilkan persetujuan pemerintah. Pada 14 September 1940 dibentuk Commissie tot besudeering van staatsrechtelijke Hervormigen. Komisi itu dikenal dengan komisi Visman, karena diketuai oleh D. Visman. Pembentukan komisi itu tidak mendapat sambutan baik dari Volksraad maupun dari GAPI sendiri. Ketidaksetujuan itu didasarkan dari pengalaman sebelumnya, bahwa pembentukan komisi tidak menghasilkan perbaikan nasib rakyat seperti yang diinginkan. Untuk menghindari ketidaksamaan pendapat dalam menghadapi komisi Visman, GAPI meminta anggota-anggotanya untuk tidak memberikan pendapatnya sendiri-sendiri. Sikap GAPI menjadi lunak ketika menerima undangan secara resmi dari komisi Visman. Sementara itu Volksraad mengajukan suatu mosi yang lebih ringan dengan mengajak kerja sama pemimpin Indonesia dan pemerintah Belanda. Pertemuan wakil GAPI dengan komisi Visman pada 14 Februari 1941 di Gedung Raad van Indie, di Jakarta tidak menghasilkan hal baru. Pertemuan itu hanya menambahkan kekecewaan pada kalangan pergerakan sehingga ada anggapan GAPI tidak radikal lagi. Tentang Penguatan Jatidiri Kebangsaan selengkapnya kamu bisa membaca buku dari Tauik Abdullah dan A.B. Lapian, Indonesia dalam Arus Sejarah, 2012, juga buku Suhartono, Sejarah Pergerakan Nasional: dari Budi Utomo sampai Proklamasi 1908 -1945, juga buku Siti Waridah Q dkk, 1997, Sejarah Nasional Indonesia dan Dunia, buku Hans van Miert, Dengan Semangat Berkobar: Nasionalisme dan Gerakan Pemuda di Indonesia, 1918-1930, 2003, juga buku Susanto Tirtoprodjo, Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia, 1960 . 235 Sejarah Indonesia

5. Tamatnya Kemaharajaan Belanda