1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Remaja merupakan bidang pelayanan yang sangat strategis oleh karena remaja merupakan generasi penerus gereja yang menghadapi dunia ini dengan segala
tantangannya. Remaja membutuhkan pendidikan dan pembinaan dalam gereja agar dapat hidup sebagai orang Kristen yang bertanggung jawab dalam dunia kerjanya.
Mereka merupakan agen dari pelaksanaan tugas panggilan Gereja. Maka dari itu, remaja perlu terus di didik agar ia semakin mampu dan terdorong untuk mengemban
misi atau tugas gereja dalam pelayanan, kesaksian dan persekutuan.
1
Orang muda atau remaja sering diberi label sebagai
Agent of Change
agen pembaharuan karena ciri-ciri yang melekat pada kemudaan mereka. Mereka memiliki
sifat energik, kreatif, dinamis, empati, kritis dan berani mengambil risiko.
2
Masa muda juga dikuasai oleh dinamika-dinamika untuk mengakarkan diri dalam
menghadapi kehidupan dan menentukan berbagai hal yang akan menentukan arah dan perjalanan hidupnya serta melepaskan diri dari ketergantungan pada orangtua.
Remaja berusaha memantapkan arah perjalanan hidupnya dengan memperoleh status dan pekerjaannya.
3
Remaja juga bersemangat untuk mengubah dunia yang dianggap tidak baik. Mereka mampu berjuang untuk melawan segala hal yang menurut mereka merintangi
perkembangan dunia ke arah ketidakadilan dan kemakmuran. Banyak hal yang mempengaruhi perkembangan remaja ini. Gereja perlu menyadari dan memperhatikan
para remaja, karena mereka yang akan menjadi penerus gereja bahkan menjadi para pembangun dan membawa pembaharuan bagi gereja di tengah zaman yang terus
berubah.
4
Kritik remaja terhadap Gereja cukup banyak, ada yang mengatakan bahwa Gereja kurang memperhatikan remaja, Gereja kurang percaya bahwa remaja dapat
merencanakan kegiatan yang menarik, Gereja hanya membicarakan sorga dan tidak menghiraukan masalah-masalah di dunia ini. Dari beberapa kritik tersebut, banyak
1
Daniel Nuhamara,
Pendidikan Agama Kristen Remaja,
Bandung: Jurnal Info Media, 2010, 3
2
Philips Tangdilintin,
Pembinaan Generasi Muda dengan proses manegerial VOSRAM
Yogyakarta: Kanisius, 2008, 13.
3
Singgih D. Gunarsa Dra Ny. Singgih D. Gunarsa,
Psikologi Praktis: Anak, Remaja dan Keluarga
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008, 125.
4
E.G. Homrighausen, I.H.Enklaar,
Pendidikan Agama Kristen
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1985, 154.
2
remaj a yang sudah meninggalkan Gereja mereka dan beralih ke Gereja yang ‘lebih’
memperhatikan kaum remajanya.
5
Panggilan gereja sepanjang zaman, baik dahulu, kini dan akan datang adalah sama. Gereja terpanggil untuk menjadi garam dan pelita ditengah-tengah dunia.
Dalam hal ini, gereja harus menunjukkan jati dirinya ditempat di mana ia berada. Generasi muda harus dapat menunjukkan perannya sebagai garam dan terang di
tempat dan di zaman dimana ia berada. Agar generasi muda dapat melaksanakan perannya dan tidak larut oleh keadaan sekitar maka sangat perlu mempersiapkan
generasi muda yang handal, berpikir kritis, cerdas dan sigap menghadapi tantangan zaman.
6
Latar belakang pembuatan tugas akhir ini, penulis merasa bahwa Gereja HKBP Kedaton kurang bersungguh-sungguh dalam membuat kegiatan tahun remaja
HKBP 2014 di HKBP Kedaton, jika dilihat dari Buku Panduan Tahun Remaja HKBP 2014, Sinode Pusat HKBP belum mempersiapkan dengan matang kegiatan yang akan
dilaksanakan di tingkat Ressort, Distrik dan Pusat. Penulis melihat bahwa kegiatan yang dilakukan oleh Gereja HKBP Kedaton belum secara sadar mempersiapkan
generasi muda untuk menghadapi tantangan zaman. Kegiatan yang akan dilaksanakan bukan hanya kegiatan “sekedar
dilaksanakan” tetapi melalui kegiatan ini ada upaya Gereja untuk mengajak, membantu, menghantar seseorang untuk mengenal kasih Allah yang nyata dalam
Yesus Kristus, sehingga dengan pimpinan Roh Kudus ia datang ke dalam suatu persekutuan yang hidup dengan Tuhan.
7
Serta harapannya, melalui tahun remaja HKBP 2014, Gereja dapat memberi perhatian pada remaja dan memberikan dorongan
yang lebih serius di tahun - tahun mendatang untuk pelayanan bagi mereka dan upaya yang dilakukan oleh Gereja untuk memberikan pembinaan karakter maupun
pendidikan iman ditengah meningkatnya jumlah pengangguran, maraknya peredaran narkoba,
free sex
dan lainnya
.
Dalam tulisan ini, penulis lebih memfokuskan kepada para remaja karena masa remaja merupakan masa yang amat meresahkan di dalam kehidupan seseorang masa
transisi karena banyak perubahan yang dialami baik secara fisik, maupun perubahan lain dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Masa remaja juga merupakan masa
5
Malcolm Brownlee,
Hai pemuda, pilihlah: menghadapi masalah-masalah etika pemuda
Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2002, 72.
6
Buku Panduan Tahun Remaja HKBP 2014, Tarutung: Kantor Pusat HKBP Pearaja, 2014, 4
7
Daniel Nuhamara,
Pembimbing Pendidikan Agama Kristen,
Bandung: Jurnal Info Media, 2007, 31.
3
bertanya artinya mereka mulai mempertanyakan banyak hal yang sudah diajarkan kepada mereka dan seringkali remaja menolak sebagian atau bahkan seluruh nilai-
nilai dan kepercayaan yang dipelajari sewaktu masa kanak-kanak. Dengan memahami perubahan pola pikir dalam diri remaja ke arah yang lebih rasional inilah maka akan
berbahaya jika gereja hanya memberikan para remaja dengan aktivitas atau kegiatan gerejawi yang tidak berarti.
8
Sampai saat ini, kegiatan yang dilakukan hanya bersifat
klasik
monoton dengan kata lain mengikuti kegiatan tahun lalu seperti perlombaan Cerdas Cermat
Alkitab CCA, Cerdas Cermat Buku Ende CCBE, Vocal Grup, Paduan Suara dan Tortor. Menurut penulis, kegiatan semacam ini belum menjawab kebutuhan iman
remaja dan Gereja belum melakukan persiapan bagi generasi muda untuk menghadapi tantangan zaman.
Di era globalisasi dan informasi memberikan peluang yang besar dan luas
bagi pergaulan mudamudi dengan wawasan global. Sebab, pergaulan lintas budaya dan agama memungkinkan muda-mudi gereja mengenal berbagai kemajuan dalam
berbagai bidang, kemudian menarik banyak nilai-nilai positif untuk pengembangan diri dalam karier. Jika dilihat dari segi negatif, spiritualitas remaja Kristen yang
mengarah kepada sinkritisme modern dan mengalami perubahan gaya hidup menjadi sangat individualistik, liberalistik, materialistik, konsumeristik dan
hedonistik. Tentu hal ini sangat berkaitan erat dengan kelanjutan masa depan remaja.
Gereja HKBP Kedaton belum berpikir untuk mengantisipasi agar tidak terjadi pengaruh negatif dari globalisasi itu sendiri. HKBP Kedaton harus memulai untuk
membantu menumbuhkan konteks di mana iman itu bisa bertumbuh, ditopang dan lebih dihayati. Sebagaimana iman pada hakikatnya berasal, ditumbuhkan dan
dianugerahkan oleh Tuhan sendiri bnd. Yoh. 6:44; Efesus 2:8.
9
Lawrence O. Richards, seorang pakar pendidikan Kristen dalam bukunya
“ A Theology Of
Christian Education
” berpendapat bahwa pemahaman mengenai sifat dan tugas gereja, mempengaruhi pola pikir terhadap tugas gereja dalam pendidikan atau
pembinaan jemaat. Gereja sangat sentral dalam pendidikan Kristen bahkan dapat dikatakan gereja adalah pelaku pendidikan Kristen.
10
8
Daniel Nuhamara,
Pendidikan Agama Kristen Remaja,
12
9
Dien Sumiyatiningsih,
Mengajar dengan Kreatif dan Menarik
Yogyakarta: ANDI, 2006, 29.
10
Hardi Budiyana,
Dasar-Dasar Pendidikan Agama Kristen
Solo: Berita Hidup Seminary, 2011, 201.
4
James Fowler mengungkapkan bahwa iman tak dapat diturunkan dari atau didasarkan pada moral. Fowler menyampaikan teori perkembangan iman, yang
dipengaruhi oleh teori perkembangan Piaget dan Kohlberg. Fowler mempelajari bagaimana orang muda sampai pada merumuskan pandangan iman mereka dan
mengembangkannya. Karya Fowler yang memelopori perkembangan iman memberi banyak harapan untuk menginformasikan kegiatan pendidikan agama Kristen. Tugas
kita ialah mengasuh orang-orang untuk menjadi beriman dengan bantuan anugerah Allah sesuai dengan kemampuan mereka. Menjadi Kristen beriman adalah proses
pembentukan dan kedewasaan dalam diri seseorang.
11
Fowler berkata “ iman selalu berhubungan dengan seseorang atau sesuatu yang merasuki hati kita, perhatian kita,
harapan kita” dan iman adalah cara seseorang untuk melihat dirinya sendiri dalam hubungan dengan orang lain berdasarkan arti dan maksud yang dimengerti
bersama”.
12
Memang perlu diakui bahwa dalam buku Panduan HKBP 2014 kurang merespon dan mempertimbangkan perkembangan iman remaja sesuai teori James
Fowler. Fowler menyatakan bahwa peralihan melewati tingkat-tingkat iman yang sangat sukar. Peralihan itu dapat berupa proses yang terjadi dalam waktu yang lama,
sangat sulit, dan kadang - kadang penuh derita. Seseorang dapat sering dalam proses untuk mengakhiri satu tahap iman dan usaha untuk menyusun suatu tahap iman
berikutnya. Menurut Fowler, Orang muda sering tampak sedang berusaha meninggalkan tahap ketiga dan memasuki tahap keempat, suatu proses yang biasanya
diliputi keraguan dan penderitaan. Jika melihat teori perkembangan iman Fowler remaja berada dalam tahap III :
Sintesis Konvensional
dengan umur rata-rata 12 tahun hingga 17 tahun tetapi penulis dalam melakukan penelitian memfokuskan pada umur
13 sampai 15 tahun kelas 1-3 SMP. Ciri khas yang menonjol adalah dengan dimulainya masa remaja dengan perhatian kepada hubungan antar pribadi atau bisa
dikatakan dunia dipandang oleh orang muda dari sudut interpersonal. Pada tahap ini, iman menopang dan mendukung orang muda pada saat mereka berjumpa dan
mengalami dunia yang makin kabur dan kompleks. Akibatnya, muncullah strategi- strategi berupa penolakan dan penyederhanaan yang mereka gunakan untuk
11
Thomas H, Groome,
Christian Religious Education-Pendidikan Agama Kristen: berbagi cerita dan visi kita
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010, 95.
12
Charles. M. Shelton,
Spiritualitas Kaum Muda
Yogyakarta: Kanisius, 1990, 106.
5
meringankan kecemasan-kecemasan yang keluar karena menghadapi hari depan dan pengalaman yang tidak mereka pahami.
13
Berkaitan dengan masalah yang dipaparkan di atas maka dalam kesempatan
ini saya akan melakukan penelitian mengenai : Studi tentang Kegiatan Tahun Remaja di HKBP Kedaton dari Perspektif Teori
James Fowler 1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penulisan diatas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kegiatan tahun Remaja di HKBP Kedaton ditinjau dari teori
Perkembangan Iman James Fowler?
1.3. Tujuan Penelitian