1
BAB I PENDAHULUAN
A. Alasan Pemilihan Judul
Judul yang penulis teliti dalam penelitian ini adalah “Kedudukan Majelis Rakyat Papua
MRP dalam Sistem Pemerintahan Daerah Provinsi Papua”. Tulisan mengenai MRP sudah
pernah ditulis dalam Thesis Saudara Decky Wosparik., S.H., M.H., tetapi dalam tulisannya
Penguatan MRP Dalam UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.
kajian thesis tersebut Decky lebih mengkaji kehadiran MRP dalam sistem pemerintahan daerah provinsi papua, menggambarkan sistem bikameral atau trikameral,
karena dalam sistem pemerintahan daerah provinsi papua, ada dua lembaga perwakilan yaitu DPRP dan MRP. Sedangkan dalam tulisan ini penulis lebih melihat pada perspektif
kedudukan MRP dalam sistem pemerintahan daerah provinsi papua. Perubahan dan pembentukan institusi atau lembaga baru dalam sistem dan strukur
kekuasaan negara baik ditingkat pemerintahan pusat maupun ditingkat pemerintahan daerah merupakan koreksi terhadap cara dan sistem kekuasaan negara sebagai akibat tuntutan
reformasi serta aspirasi keadilan yang mendorong terwujudnya cita-cita negara demokratis, tegaknya hak asasi manusia, dan hukum yang berkeadilan, serta pemerintahan yang bersih
dan bertanggung jawab
1
. Di sisi lain perkembangan sejarah, teori, dan pemikiran tentang pengorganisasian
kekuasaan dan tentang organisasi dan institusi-institusi kenegaraan, baik di tingkat pusat atau nasional maupun ditingkat daerah atau lokal. Gejala perkembagan semacam itu merupakan
kenyataan yang tak terelakan karena tuntutan keadaan dan kebutuhan yang nyata, baik faktor-
1 Hakim Lukman,
Kedudukan Hukum Komisis Negara Di Indonesia
, setara press, jakarta, 2010, Hal. 1
2
faktor sosial, ekonomi, politik dan budaya di tengah dinamika gelombang pengaruh globalisme versus lokalisme yang semakin kompleks dewasa ini
2
. Dalam konteks yuridis konstitusional, diawali dengan perubahan Undang-Undang Dasar
Tahun 1945, telah menghasilkan perubahan-perubahan subtansial bagi penyelenggaraan kehidupan bernegara. Corak dan struktur organisasi negara di indonesia juga mengalami
dinamika perkembangan yang sangat pesat, baik di tingkat pusat atau nasional maupun ditingkat daerah atau lokal. Misalnya dengan perubahan Pasal 18 pada perubahan ke dua
UUD 1945 yang ditambah dengan Pasal 18B ayat 1 dan 2 yang menyatakan: Ayat 1”
Negara mengakui dan menghormati satuan satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang dan ayat 2
“
Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang- undang
”.
Secara filosofis telah terjadi pergeseran untuk terbentuknya bentuk satuan-satuan yang bersifat khusus di tingkat pemerintahan daerah, berdasarkan ketentuan UUD yang
berlaku. Implikasinya adalah terdapat kebutuhan untuk menata kembali satuan-satuan pemerintahan daerah dengan merevisi cabang kekuasaan organ-argan pemerintahan daerah
berdasarkan terori klasik
separation of power
. Institusi-institusi pemerintahan daerah sebagai mekanisme ketatanegaraan harus mampu untuk membuat dan melaksanakan hukum dan
kebijakan yang relevan dalam masyarakat yang sedang berubah
3
. Pemisahan kekuasaan secara tegas menjadi suatu gagasan yang menarik dan penting dan sekaligus di perlukan
formulasi kembali hubungan-hbubungan antara kekuasaan yang ada di pemerintahan daerah.
2 Asshiddiqie Jimly,
Perkembangan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi
, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, Hal. 1 3
Hakim Lukman Op. Cit., Hal. 2
3
Terutama dengan dibentuknya lembaga negara baru baik ditingkat pusat atau nasional dan ditingkat daerah atau lokal, akan mengakibatkan posisi, struktur, dan hubungan politik-
hukum di antara lembaga negara yang ada dengan yang baru juga akan berubah secara signifikan.
Secara teoritis, perkembangan lembaga-lembaga baru selain lembaga-lembaga yang telah ada sebelumnya menjadi fenomena menarik dan penting untuk dicermati. Dalam
konteks transisi demokrasi di Indonesia menjadi kelaziman, bahkan suatu keharusan, berdasarkan semakin tingginya tuntutan dari masyarakat sipil baik nasional maupun daerah
terhadap struktur ketatanegaraan yang diharuskan memperhatikan konsep-konsep atau ide-ide mengenai hak asasi manusia, dan demokrasi
4
. Hal yang paling signifikan dalam perkembangan dan pembentukan institusi baru adalah masalah bersifat independen dan
masalah kedudukannya dalam pemerintahan tingkat pusat maupun ditingkat pemerintahan daerah.
Sehubungan dengan tuntutan diatas telah diharmonisasi oleh perubahan kehidupan bangsa indonesia, oleh karena pada saat perubahan dengan diamandemennya UUD 1945.
Dengan Penambahan Pasal 18B ayat 1 dan 2 pada Perubahan Kedua UUD 1945, sebagaimana telah penulis jabarkan diatas, secara Konstitusional Pemerintah Indonesia telah
mengakui dan menghormati keberadaan Majelis Rakyat Papua di Provinsi papua. Bentuk satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa itu,
dinyatakan diakui dan dihormati keberadaannya secara tegas oleh Undang-Undang Dasar, sehingga eksistensinya sangat kuat secara konstitusional. Oleh sebab itu, keberadaan unit
4 Asshiddiqie Jimly, Op. Cit., Hal. 4
4
satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa itu harus pula dipahami sebagai bagian dari pengertian lembaga daerah dalam arti yang lebih luas
5
. Dasar Hukum Pembentukan Mejlis Rakyat Papua adalah Pasal 2 Peraturan
Pemerintah Nomor 54 Tahun 2004 tentang Majelis Rakyat Papua, adalah “
MRP dibentuk
berdasarkan Peraturan Pemerintah ini dan berkedudukan di Ibukota Provinsi”.
Pasal 1 Huruf g Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua menjelaskan Majelis Rakyat Papua adalah:
“Majelis Rakyat Papua, yang
selanjutnya disebut MRP, adalah representasi kultural orang asli Papua, yang memiliki wewenang tertentu dalam rangka perlindungan hak-hak orang asli
Papua dengan berlandaskan pada penghormatan terhadap adat dan budaya, pemberdayaan perempuan, dan pemantapan kerukunan hidup beragama sebagaimana diatur dalam
Undang-
undang ini”; Yang dimaksud dengan otonomi khusus adalah kewenangan khusus yang diakui dan
diberikan kepada Provinsi Papua untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar masyarakat
Papua
6
, sedangkan orang asli papua adalah orang yang berasal dari rumpun ras Melanesia yang terdiri dari suku-suku asli di Provinsi Papua danatau orang yang diterima dan diakui
sebagai orang asli Papua oleh masyarakat adat Papua
7
. Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi
Provinsi Papua yang sudah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008, Majelis Rakyat Papua Merupakan representasi kultural orang asli Papua yang memiliki wewenang
tertentu dalam rangka perlindunngan hak-hak orang asli papua dengan berlandaskan pada
5 Asshiddiqie Jimly, Op.Cit., Hal. 94.
6 Pasal 1 huruf b UU No 21 Tahun 2001.
7 Pasal 1 huruf t UU No 21 Tahun 2001.
5
penghormatan terhadap adat dan budaya, pemberdayaan peremupan, dan pemantapan kerukunan hidup beragama sebagai mana diatur dalam Pasal 1 huruf g UU Nomor 21 Tahun
2001. Sebagai representasi kultural, MRP merupakan pemenuhan terhadap tuntutan masyarakat papua akan pengakuan terhadap keberadaannya di tengah-tengah bangsa dan
negara indonesia. Selain itu, MRP juga dapat dilihat sebagai bentuk partisipasi masyarakat papua secara langsung dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Masyarakat dilibatkan
berdasarkan representasi kultural seperti agama, adat, dan perempuan dalam menentukan keputusan-keputusan strategis bagi kemajuan masyarakat papua.
Berdasarkan pemikiran tersebut, maka pembentukan MRP menjadi keputusan sangat sentral berkaitan dengan implementasi Otsus di papua. Saat ini, memang MRP telah dibentuk
dan sudah menjalankan sebagian tugas dan wewenangnya. Namun dilihat dari kedudukan MRP dalam sistem pemerintahan provinsi, maka banyak hal yang perlu dilihat lebih jauh.
Dengan pembentukan MRP, memberikan gambaran bahwa di Papua terdapat 3 tiga lembaga daerah, yaitu DPRP yang merupakan perwakilan dari anggota partai-partai politik
yang dipilih secara langsung oleh masyarakat, MRP yang merupakan representasi kulturbudaya yang mana anggota berasal dari wakil masyarakat Adat, wakil Agama, dan
wakil Perempuan. Dan Gubernur yang mencalonkan diri melalui partai politik atau gabungan partai politik maupun perseorangan yang dipilih secara langsung oleh masyarakat. MRP
adalah suatu organ daerah yang menjadi partner kerja dengan Pemerintahan Daerah Provinsi Legislatif Eksekutif.
Kedudukan MRP dengan segala tugas dan kewenangannya dapat memberikan suatu manfaat atas pelaksanaan Otonomi Khusus dimana diharapkan dapat memberikan masukan
terhadap kepentingan masyarakat asli Papua. Dasar pembentukan MRP adalah untuk melindungi kepentingan masyarakat asli Papua dan pemberlakuan
affirmative action
. Yang
6
mana hak-hak dari masyarakat asli Papua terlindungi. Permasalahan dalam MRP adalah adanya suatu ketimpangan dalam kedudukannya dalam sistem pemerintahan provinsi papua.
B. Latar Belakang Masalah