Tujuan diadakan Grebeg Gethuk Waktu Pelaksanaan Grebeg Gethuk Makna Gethuk dalam Grebeg Gethuk

36 pemerintah dan masyarakat yang dinamis serta dekat, bersinergi untuk bersama- sama melakukan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan. Suara Merdeka, 12 April 2010.

D. Tujuan diadakan Grebeg Gethuk

Tujuan utama penyelenggaraan Grebeg Gethuk dan sajian-sajian seni budaya di Alun-alun adalah menghibur masyarakat Magelang dengan personel dan sumberdaya lokal Magelang yang merupakan prinsip “Dari Warga Magelang Untuk Warga Magelang. Artinya sebisa mungkin tidak perlu melibatkan personel dan sumberdaya dari luar Magelang. DKKM, 2011

E. Waktu Pelaksanaan Grebeg Gethuk

Grebeg Gethuk ini dilaksanakan satu tahun sekali yaitu bulan April, diadakan pada hari Minggu dengan mempertimbangkan hari libur sehingga sebagian masyarakat bisa mengikuti dan menikmatinya. Adapun dipilih bulan April karena bulan dimana Kota Magelang merayakan Hari Jadi Ulang Tahunnya, sehingga kegiatan Grebeg Gethuk ini dilaksanakan sebagai ungkapan rasa syukur masyarakat. Kegiatan ini dilaksanakan di Alun-Alun dan Masjid Agung.

F. Jalannya Prosesi Grebeg Gethuk

Persiapan yang paling awal dilakukan untuk menyelenggarakan upacara Grebeg adalah pembuatan gunungan yang akan dikeluarkan pada saat upacara dirayakan. Dimulai sejak pukul 05.00 WIB hingga petang dengan diawali dengan pembuatan Gunungan Gethuk di halaman Masjid Agung, hal ini dengan pertimbangan agar gethuk masih segar dan bisa dikonsumsi, untuk rangka gunungan sudah dibuat sejak 2 hari sebelumnya dan sudah sempurna pada 37 sebelum hari H. Selain itu seting sound-system, seting lokasi, dan persiapan lain juga dilakukan oleh pihak panitia. Kira-kira pukul 08.00 WIB Grup Tari “Laskar Tidar”, Group “Orkes Kluntung Topeng Ireng”, Grup Tari “Undhuk” , Grup “Sendratari Mantyasih”, Grup Karawitan Pengiring “Sendratari Mantyasih”, Tim Palawija 17 kelurahan menempatkan diri di tempat yang sudah disediakan untuk mengisi hiburan-hiburan dalam rangkaian Grebeg Gethuk. Tidak lupa juga ada tim Gunungan Gethuk di Masjid Agung yang terdiri dari Sanggar Roro Jongrang, Sanggar Lagrangan, Sanggar Kokab Budaya, yang kemudian dilanjutkan dengan serah terima dan adaptasi pengusungan Gunungan Gethuk antara tim pembuat dan pengusung.

1. Sebelum Upacara

Sambil menunggu kehadiran tamu undangan maka dihibur oleh Group Orkes Kluntung Topeng Ireng dengan maksud untuk mempersiapkan perhatian masyarakat pengunjung Alun-Alun. Topeng Ireng adalah satu bentuk tradisi seni pertujukan yang berasimilasi dengan budaya lokal Jawa Tengah. Topeng Ireng yang juga dikenal sebagai kesenian Dayakan. Ini adalah bentuk tarian rakyat kreasi baru yang merupakan hasil kreasi dari kesenian Kubro Siswo. Hal ini dapat menarik perhatian karena setiap pertunjukan Topeng Ireng akan riuh rendah diiringi berbagai bunyi-bunyian dan suara. Mulai dari suara hentakan kaki yang menimbulkan bunyi gemerincing berkepanjangan, suara teriakan para penari, suara musik yang mengiringi, hingga suara penyanyi dan para penonton. Musik yang biasa digunakan untuk mengiringi pertunjukan Topeng Ireng adalah alat musik sederhana seperti gamelan, kendang, terbang, bende, seruling, dan rebana. 38 Alunan musik ritmis yang tercipta akan menyatu dengan gerak dan teriakan para penari sehingga pertunjukan Topeng Ireng terlihat atraktif, penuh dengan kedinamisan dan religiusitas. Setelah para tamu undangan hadir maka ditampilkan Tari “Laskar Tidar” sebagai tarian “Selamat Datang”. Tari “Laskar Tidar” sebuah kreasi tarian hasil kegiatan ektrakurikuler tari SMA Negeri 2 Magelang. Setelah Tarian “Laskar Tidar” selesai maka upacara akan segera dimulai.

2. Prosesi Upacara

Acara dalam Grebeg Gethuk ini menggunakan bahasa jawa dan menggunakan pakaian adat jawa. Setelah acara dimulai dan aba-aba hingga laporan selesai maka ada pembacaan “Ringkesan Carios Ari Madeging Kitha Magelang” yang kemudian dilanjutkan dengan pembacaan “Tanggap Warsa Pengetan Adeging Kitha Magelang” oleh Walikota. “Hari Jadi Magelang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 6 Tahun 1989. Ditetapkan tanggal 11 April 907 Masehi berdasarkan peresmian daerah perdikan yang menjadi cikal bakal Kota Magelang. Daerah perdikan yang dimaksud adalah Desa Mantyasih Desa Meteseh di Kelurahan Magelang. Mantyasih sendiri memiliki arti beriman dalam Cinta Kasih. Di kampung Meteseh saat ini terdapat sebuah lumpang batu yang diyakini sebagai tempat upacara penetapan Sima atau Perdikan. Ada tiga sumber yang dapat digunakan untuk melacak hari jadi tersebut, yaitu Prasasti Poh, Prasasti Gilikan, Prasasti Mantyasih I. Ketiga prasasti tersebut tertulis diatas lempeng tembaga, atau sering disebut prasasti tembaga. Prasasti Poh dan Prasasti Mantyasih I ditulis pada zaman Mataram Hindu, khususnya pada masa pemerintahan Raja Watukara Dyah Balitung 898-910 M. Prasasti Mantyasih juga menyebut nama dua gunung yaitu Susundara dan Wukir Sumbing. Sekarang “gunung kembar” itu dikenal dengan nama Sindoro dan Sumbing, yang terletak di sebelah barat Meteseh. Ini menambah keyakinan bahwa Mantyasih identik dengan Meteseh. Nama Mantyasih bersama dua desa di sekitarnya juga disebut dalam Prasasti Poh. Dua desa yang dimaksud adalah Glangglang sekarang menjadi Kelurahan Magelang dan Galang sekarang Kelurahan Gelangan. 39 Begitulah Magelang, yang kemudian berkembang menjadi kota selanjutnya menjadi Ibukota Karesidenan Kedu dan juga pernah menjadi Ibukota Kabupaten Magelang. Suara Merdeka, 11 April 2006. Setelah pembacaan selesai maka Doa yang kemudian dilanjutkan dengan laporan dan penghormatan pasukan upacara sebagai tanda bahwa upacara selesai. Masih dalam suasana upacara maka acara dilanjutkan dengan penampilan “Tari Undhuk” kolosal yang merupakan tarian khas Kota Magelang dan dilanjutkan dengan tar ian “Sendratari Mantyasih” yang merupakan cerita dari “Dumadine Kutha Magelang ” Hari Jadi Kota Magelang yang kemudian diikuti keluarnya gunungan palawija dari 17 kelurahan yang ada di kota Magelang. Kira-kira pukul 10.45 WIB sementara gamelan terus berbunyi yang dibarengi narasi dalang dan tembang-tembang maka arak-arakan Gunungan Gethuk akan segera dimulai dan personel “Wadyabala Jin Tidar” Pasukan Jin dari Tidar mulai bergerak dari Masjid Agung, menyibakkan penonton, membuka jalan bagi Gunungan Gethuk. “Wadyabala Jin Tidar” ini menggambarkan keberingasan dan kejorokan para Jin Tidar pada zaman sebelum kedatangan Syekh Subakir. Perjalanan pengusung Gunungan Gethuk dari Masjid Agung memasuki Alun-alun. Dan ketika sudah ada perintah untuk masyarakat dengan kalimat, “Saking kersa lan pangestuning Gusti Ingkang Maha Agung, Para Kawula Kutha Magelang, Ayo gethuke digrebeg”. Atas berkat dan rahmat Tuhan Yang Maha Agung, mari kita nikmati gethuk bersama-sama. Maka gamelan dimainkan dengan irama rancak meriah dan masyarakat “merayah” merebut gunungan gethuk dan palawija tersebut. Dalam beberapa menit saja, semua gethuk telah habis, hanya tinggal kerangka gunungan. 40

3. Sesudah Upacara

Setelah rebutan gunungan dan palawija selesai maka semua musik dan bunyi- bunyian berhenti bahwa masih ada rangkaian acara “prosesi kirab budaya” yang merupakan rangkaian yang tidak terpisahkan dari Grebeg Gethuk yang semuanya dilakukan selama satu hari sebagai ungkapan rasa syukur masyarakat Kota Magelang. Rute prosesi kirab budaya tersebut dari lapangan Rindam IV dan berjalan melewati pertigaan Poncol, kemudian perempatan CPM dan berhenti sejenak memberikan pengormatan di panggung penghormatan Alun-alun sisi Timur yang dilanjutkan melewati sepanjang Jl. Pemuda, Jl. Tidar, Jl. Tentara Pelajar dan sampai di Alun-alun sisi Barat. Dalam kirab Budaya ini diikuti oleh lembaga-lembaga di Kota Magelang terutama pendidikan formal setingkat TK, SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi yang ada di Kota Magelang.

G. Makna Gethuk dalam Grebeg Gethuk

Sebagai masyarakat Jawa tentu saja kita tidak lepas dari kebiasaan- kebiasaan atau istilahnya simbol di masing-masing daerah yang sekiranya dipercaya para warga masyarakat sejak nenek moyang kemudian masih saja dilaksanakan hingga sekarang. Magelang sudah terlebih dahulu memiliki sebuah cerita, hasil produksi yaitu “Gethuk”. Gethuk adalah makanan tradisional yang terbuat dari singkong. Gethuk tersebut mengandung filosofi yang sangat dalam yaitu kebersamaan, kerakyatan, kemasyarakatan, dan merupakan barang sederhana. Namun setelah diciptakan menjadi produk, maka akan menjadi luar biasa. Gepeng Nugroho, 5 Mei 2012. 41 Dari hal kebersamaan, kerakyatan, kemasyarakatan, dan merupakan barang sederhana dapat diartikan bahwa dari semua golongan, tua muda, kaya miskin, berbagai agama, tinggi rendah, laki perempuan semuanya bersama-sama mengenal gethuk karena merakyat dari dari dahulu hingga masa sekarang ini. Kini jaman telah berubah dan berkembang, namun acara Grebeg Gethuk ini diangkat sebagai ikon kota Magelang. Dengan adanya berbagai makna yang ternyata sangat berguna pada masa sekarang, tahapan dan kehidupan yang terjadi pada masa lalu dijadikan sebuah ide untuk melakukan kegiatan di masa sekarang. Namun pada masa sekarang, Grebeg Gethuk Kota Magelang tahun ini tidak dilaksanakan persis layaknya pada tahun upacara sebelumnya yang pernah dilaksanakan. Walaupun demikian, makna dan inti Grebeg Gethuk ini tetap tidak berubah. Filosofi gethuk sendiri sehingga menjadi acara Grebeg Gethuk ini juga dapat dimaknai sebagai kegiatan untuk menjalin tali silaturahmi antara warga Kota Magelang dengan sesama warga, warga kota lain, atau bahkan negara lain yang datang untuk menyaksikan kegiatan ini, maupun dengan Pemerintah Kota. Selain itu, pada masa sekarang, Grebeg Gethuk ini juga digunakan sebagai sarana promosi Kota Magelang karena sudah dijadikan salah satu aset pariwisata Kota Magelang. Sehingga, Grebeg Gethuk kini memiliki makna lain yang tidak menghilangkan makna awal, yakni sebagai sarana silaturahmi, wisata budaya, dan sarana promosi Kota Magelang. Namun pada masa sekarang, seiring dengan kemajuan pola pikir manusia, Grebeg Gethuk yang pada semula dari singkong dan dianggap makanan yang 42 tidak ada gunanya kini memiliki nilai yang lebih, diantaranya ; nilai sosial, sebagai sarana silaturahmi antar warga, dan warga dengan Pemerintah ; nilai ekonomi, pasar rakyat dapat digunakan warga pedagang untuk mencari penghasilan, sebagai ajang promosi Kota Magelang.

H. Nilai yang Terkandung dalam Grebeg Gethuk